Anda di halaman 1dari 7

BLOK BASIC MEDICAL SCIENCE-2

SELF LEARNING REPORT


SGD-2
SISTEM DIGESTIVE








Tutor:



Disusun oleh:
Adinda Yoko Prihartami
G1G012003



KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN KEDOKTERAN GIGI
PURWOKERTO

2013
Organ dan Mekanisme Pengunyahan Penelanan

Sistem pencernaan berfungsi untuk menyediakan nutrien, air, dan
elektrolit ke dalam tubuh. Proses penyediaan nutrisi tersebut memerlukan
pergerakan makanan di saluran cerna, sekresi getah pencernaan, penyerapan sari
makanan, sirkulasi darah untuk mengedarkan hasil penyerapan, dan kontrol dari
sistem saraf. Menurut Marieb dan Mallat (2001), organ dalam sistem pencernaan
dibagi menjadi dua, yaitu saluran alimenter (saluran pencernaan) dan organ
pencernaan aksesori. Saluran alimenter, disebut juga traktus gastrointestinal
merupakan pipa otot dengan panjang sekitar 9m pada mayat. Traktur
gastrointestinal terdiri dari mulut, faring, esofagus, lambung, usus halus, usus
besar, dan anus. Pada manusia yang hidup, panjang saluran pencernaan akan
memendek setengahnya karena adanya kontraksi yang terus menerus. Organ
pencernaan aksesori terdiri dari glandula salivarius, pankreas eksokrin, dan sistem
empedu (hati dan kandung empedu).
Proses pencernaan dasar menutur Sherwood (2001) terdiri dari motalitas,
sekresi, pencernaan, dan penyerapan.
1. Motilitas
Motilitas adalah kemampuan saluran cerna dalam kontraksi otot
mencampur dan mendorong dengan kekuatan rendah. Gerakan
mendorong (propulsif) berfungsi untuk mendorong isi saluran pencernaan
dengan kecepatan ynag berbeda beda pada tiap organ. Gerakan mixing
berfungsi untuk mencampur bolus makanan dengan getah pencernaan dan
mempermudah penyerapan oleh usus.
2. Sekresi
Sekresi pencernaan terdiri dari air, elektrolit, dan komponen organik
spesifik, seperti enzim. Sekresi kelenjar-kelenjar eksokrin ke dalam lumen
saluran cerna dirangsang oleh sistem saraf dan hormon yang sesuai.
3. Pencernaan
Pencernaan yang dimaksud ialah proses penguraian makanan dari struktur
kompleks menjadi sederhana. Karbohidrat, protein, dan lemak merupakan
molekul-molekul kompleks pada makanan sebagai sumber energi.
Molekul-molekul kompleks tersebut akan diuraikan agar dapat diserap
oleh tubuh. Karbohidrat polosakarida/disakarida akan dipecah menjadi
monosakarida, protein dipecah menjadi asam amino, dan lemak
trogliserida dipecah menjadi monogliserida.
4. Absorpsi
Penyerapan terjadi di usus halus, zat yang diserap kemudian diedarkan ke
seluruh tubuh melalui sirkulasi darah atau limpa.

A. Mulut
Rongga mulut sebagai pintu masuk pencernaan, dibantu oleh bibir,
untuk memperoleh, mengarahkan, dan menampung makanan. Palatum,
yang membentuk atap rongga mulut, memisahkan hidung dengan rongga
mulut sehingga dapat terjadi proses pengunyahan dan pernapasan
bersamaan. Pada palatum molle terdapat uvula yang berperan penting
untuk menutup saluran hidung ketika menelan (Sherwood, 2001).
Pengunyahan terjadi di rongga mulut dengan bantuan lidah.
Pengunyahan atau mastikasi merupakan proses pemecahan makanan
menjadi partikel yang lebih kecil dan pencampuran makanan dengan
sekret glandula salivarius. Selain itu, proses pengunyahan oleh gigi geligi
juga dapat merangsang sekresi saliva (Ganong, 2008). Toto-otot yang
berperan dalam mastikasi ialah muskulus masseter, muskulus temporalis,
muskulus pterygoideus medial dan lateral (Liebgot, 1994).
Lidah merupakan kantung mukosa berisi otot yang membentuk
dasar rongga mulut dan berperan dalam proses mengunyah, menelan, dan
berbicara. Papila-papila pada dorsum lidah merupakan taste buds yang
menyebabkan timbulnya sensasi rasa. Selain itu, lidah juga membantu
membersihkan cavum oris dengan gerakan otot secara volunter (Liebgot,
1994).



B. Glandula Saliva
Kelenjar saliva terdiri dari tiga pasang kelenjar parotis, kelenjar
submandibula, dan kelenjar sublingualis yang menghasilkan karakteristik
sekret yang berbeda-beda (Ganong, 2008).
Kelenjar Jenis histologik Sekresi
Presentase total pada
manusia (1,5L/hari)
Parotis Serosa Cair 20
Submandibula Campuran Agak Kental 70
Sublingual Mukosa Kental 5

(Ganong, 2008)
Saliva mengandung air, elektrolit, dan protein. Protein yang
penting diantaranya amilase, mukus, dan lisozim. Amilasi merupakan
enzim yang disekresi kelenjar saliva untuk memecah polisakarida menjadi
disakarida. Mukus, yang bersifat kental dan licin, berfungsi sebagai
pelumas agar partikel-partikel makanan menyatu dan mudah ditelan.
Lisozim ialah enzim yang dapat melisiskan bakteri (Sherwood, 2001).
Menurut Ganong (2008), saliva juga mengandung IgA, laktoferin
yang mengikat zat besi dan bersifat bakteriostatik, protein kaya prolin
yang melindungi email dan mengikat tanin yang toksis, serta musin yaitu
glikoprotein yang melumasi makanan, mengikat bakteri, dan melindungi
mukosa mulut. Selain amilase, pada saliva juga terdapat enzim lipase
lingual yang disekresikan kelenjar lingual (kelenjar saliva minor) untuk
memecah trigliserida menjadi asam lemak dan 1,2-diasilgliserol. pH air
liur saat sekresi aktif dapat mencapai 8,0, oleh karena itu saliva juga dapat
mencegah timbulnya karies.
Menurut Sherwood, 2001), sekresi saliva bersifat spontan dan
kontinu. Hal ini disebabkan oleh stimulasi konstan tingkat rendah ujung-
ujung saraf parasimpatis pada kelenjar saliva. Selain saraf parasimpatis,
saraf simpatis juga dapat mengontrol sekresi saliva. Hal yang
membedakan ialah saraf parasimpatis menyebabkan sekresi saliva encer
dalam jumlah besar, sedangkan saraf simpatis menyebabkan sekresi saliva
kental dengan jumlah yang lebih sedikit. Peningkatan sekresi saliva dapat
terjadi karena adanya dua refleks yang berbeda.
1. Refleks saliva sederhana
Refleks saliva sederhana (tidak terkondisi) terjadi akibat adanya tekanan
dan kemoreseptor pada rongga mulut. Proses mengunyah akan
mengaktifkan reseptor, membawa impuls ke pusat saliva di medula
kemudian menuju korteks serebrum. Kemudian pusat saliva akan
mengirim sinyal melalui saraf otonom ke kelenjar saliva untuk
meningkatkan sekresinya.
2. Refleks saliva didapat (terkondisi)
Refleks saliva terkondisi terjadi akibat adanya rangsang dari luar baik
berupa bau, penglihatan, pendengaran, atau hanya dengan berpikir.
Refleks ini merupakan respon yang dipelajari berdasaran pengalaman
sebelumnya. Rangsangan dari luar akan diterjemahkan di korteks
serebrum, kemudian dikirim impuls menuju pusat saliva untuk
meningkatkan sekresi saliva.

C. Faring dan Esofagus
Faring dan esofagus berperan dalam proses menelan (deglutition).
Menurut Guyton (2006), menelan dibagi menjadi tiga tahap yaitu,
pharyngeal stage dan esophageal stage.
1. Voluntary stage, merupakan tahap masuknya makanan ke faring akibat
tekanan lidah dan kearah palatum. Proses ini bersifat spondan dan
tidak dapat dihentikan.
2. Pharyngeal stage, terdapat reseptor menelan yang mengirim impuls ke
otak untuk memulia serangkaian gerakan automatik otot-otot faring,
yaitu:
a. Pallatum molle ditekan ke atas untuk menutup lubang hidung
posterior, mencegah makanan masuk ke rungga hidung.
b. Arkus palatofaring bergereak ke medial.
c. Plika vokalis pada laring saling mendekat dan laring diangkat ke
arah superior anterior yang disertai dengan penutupan pintu glotis.
Epiglotis yang tertekan ke belakang menutupi glotis menambah
proteksi untuk mencegah makanan masuk ke saluran pernapasan.
d. Elevasi laring mengakibatkan terbukanya pintu masuk ke esofagus.
Pada saat yang bersamaan, sfingter faringoesofagus (3-4cm otot
esofagus atas) relaksasi sehingga mempermudah masuknya
makanan ke esofagus.
e. Kontraksi otot faring dengan melakukan gerak peristaltik. Seluruh
proses tersebut berlangsung kurang dari 6 detik.
3. Esophageal stage, berfungsi untuk mengarahkan makanan dari faring
menuju lambung oleh gerak peristaltik dengan bantuan mukus yang
disekresikan oleh esofagus. Gerak peristaltik esofagus dibagi menjadi
dua tipe gerakan.
a. Gerak peristaltik primer, merupakan gerak peristaltik lanjutan dari
faring. Gerak peristaltik esofagus bersifat aktif, tidak dipengaruhi
gravitasi. Gerak peristaltik untuk mendorong makanan sepanjang
esofagus hingga lambung membutuhkan waktu 8-10 detik dan
dipersarasi oleh nervus vagus.
b. Gerak peristaltik sekunder, timbul apabila bolus tertahan di
esofagus dan terjadi tanpa melibatkan pusat menelan. Pada gerak
peristaltik sekunder, terjadi gelombang yang lebih kuat dan
peregangan saluran esofagus. Saluran esofagus yang meregang
berakibat pada refleks kelenjar saliva untuk meningkatkan
produksi air liur. Perpaduan pelumas yang lebih banyak serta
tekanan yan lebih kuat membuat bolus makanan terdorong ke
ujung esofagus, pintu masuk ke lambung. Pada ujung esofagus
terdapat sfingter gastroesofagus yang secara refleks relaksasi saat
bolus makanan berada diujung esofagus. Setelah bolus melewati
sfingter dan masuk ke lambung, sfingter gastroesofagus langsung
berkontraksi.



Daftar Pustaka

Ganong, W. F., 2008, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Ed. 22, EGC,
Jakarta.
Guyton, A.C., 2006, Textbook of Medical Physiology, Ed. 11. Elsevier,
China.
Liebgot, B., 1994, Dasar Dasar Anatomi Kedokteran Gigi, EGC, Jakarta.
Marieb, E. N., Mallat, J., 2001, The Human Anatomy, Ed. 3, Benjamin
Cummings, NewYork.
Sherwood, L., 2001, Fisiologi Manusia, Ed. 2, EGC, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai