Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
2,5x10
4log Fc
5
. ............................................................. (3.4)
dimana : = diameter rata-rata butiran (inch)
4. Kapasitas adsorpsi ( Ac) dihitung dengan :
1 (logKTK)
10(Or)
Ac
. ............................................................... (3.5)
dimana : Or = kandungan organik tanah (% berat kering)
KTK = kapasitas tukar kation (meq/100 gr)
5. Kapasitas organik dalam air tanah (Oc) dihitung dengan :
......(3.6)
dimana : BOD = kebutuhan oksigen secara biokimia (mg/l)
6. Kapasitas penyangga air tanah (Bc) dihitung dengan :
Nme 10 Bc . ..................................................................... (3.7)
0,2BOD Oc
dimana : Nme = nilai terkecil kebutuhan asam atau basa untuk menurunkan pH
air sampai 4,5 atau 8,5 (asiditas dan alkalinitas)
7. Potensi jarak tempuh cemaran (Td) dihitung seperti tabel 3.1.
Tabel 3.4. Jarak Tempuh Cemaran
Jarak Nilai
0 500 ft
500 ft - 4000 ft
4000 ft - 2 mil
2 mil - 20 mil
20 mil - 50 mil
> 50 mil
0
1
2
3
4
5
Sumber : Hagerty, 1973
Jarak diukur dari lokasi lahan urug ke muka air tanah di bawahnya atau ke air
permukaan lainnya.
8. Potensi kecepatan air tanah (Gv) dihitung dengan :
log(2/k)
S
Gv . ........................................................................ (3.8)
dimana : S = kemiringan hidrolis (ft/mil)
k = permeabilitas (cm/dt)
9. Potensi arah angin (Wp) dihitung dengan :
15
i] Ai/36)logP [(5
Wp . .................................................. (3.9)
dimana : Ai = sudut arah angin potensial terhadap populasi
Pi = populasi di setiap kuadran (jiwa) dalam jarak 40 km
10. Faktor populasi (Pf) dihitung dengan :
logP Pf . ............................................................................ (3.10)
dimana : P = populasi (jiwa) pada radius 40 km
3.2.1. Infiltrasi
Infiltrasi adalah perpindahan air dari atas ke dalam permukaan tanah.Daya infiltrasi f
adalah laju infiltrasi maksimum yang dimungkinkan, yang ditentukan oleh kondisi
permukaan, termasuk lapisan atas tanah. Daya infiltrasi f dinyatakan dalam mm/jam
atau mm/hari.(Soemarto,1995)
Kapasitas infiltrasi air atau curah hujan berbeda-beda antara satu tempat dan tempat
lain, tergantung pada kondisi tanahnya. Apabila tanahnya cukup permebel, cukup
mudah ditembus air, maka laju infiltrasinya akan tinggi.Secara rinci, faktor-faktor
yang mempengaruhi infiltrasi adalah sebagai berikut:
1. Dalamnya genangan diatas permukaan tanah dan tebalnya lapisan jenuh,
2. Kelembaban tanah pada lapisan atas (top soil),
3. Pemampatan oleh curah hujan,
4. Penyumbatan oleh bahan-bahan halus,
5. Pemampatan oleh manusia dan hewan,
6. Struktur tanah,
7. Tumbuh-tumbuhan,
8. Udara yang terdapat di dalam tanah.(Dumairy, 1992)
Cara mendapatkan angka infiltrasi
Dalam metoda neraca air, faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kuantitas
perkolasi dalam metoda neraca air ini adalah presipitasi, evapotranspirasi, surface
run off, dan kelembaban tanah.Dengan menganggap aliran air kebawah sebagai
sistem berdimensi satu maka model neraca air dikenal dengan Model Thornwaite,
dapat digunakan untuk menghitung perkolasi air dalam tanah penutup menuju
lapisan sampah dibawahnya.Sebelumnya perlu didefenisikan dulu kondisi
permukaan lahan, jenis dan ketebalan tanah penutup serta jenis tanaman yang ada.
(Mc Bean & Rovers, 1993)
Persamaan neraca air tersebut adalah:
(PFRC) = P - (R/O) (AET) (AST)... . (3.1)
dimana :
PFRC = Percolation, air yang keluar dari sistem penutup menuju lapisan
dibawahnya.
P = Presipitasi rata-rata bulanan dari data tahunan.
(R/O) = Limpasan permukaan rata-rata bulanan dihitung dari presipitasi serta
koefisien limpasan.
AET = Actual Evapotranspiration, menyatakan banyaknya air yang hilang
secara nyata dari bulan ke bulan.
AST = Perubahan simpanan air dalam tanah dari bulan ke bulan.
Cara perhitungan infiltrasi menurut metoda neraca air adalah :
1. Curah hujan rata-rata bulanan didapat dari data minimal 5 tahun terakhir.
2. Koefisien Run Off, C r/o (dilihat pada tabel 3.2 berikut).
Tabel 3.4 Tipikal Kefisien Run Off
Type tanah Slope(%)
Koefesien Run Off
Berumput Tanpa rumput
Range Typical Range Typical
Sandy Loam
2
3-6
7
0.05-0.1
0.1-0.15
0.15-0.2
0.06
0.12
0.17
0.06-0.14
0.14-0.24
0.2-0.3
0.1
0.18
0.24
Silt Loam
2
3-6
7
0.12-0.17
0.17-0.25
0.25-0.36
0.14
0.22
0.3
0.25-0.35
0.35-0.45
0.45-0.55
0.3
0.4
0.5
Tight clay
2
3-6
7
0.22-0.33
0.3-0.4
0.4-0.5
0.25
0.35
0.45
0.45-0.55
0.55-0.65
0.65-0.75
0.5
0.6
0.7
Sumber : Tchobanoglous,1990
3. Run Off bulanan, r/o ditentukan dengan rumus
r/o =C r/o x P .................................................................................... (3.11)
4. Infiltrasi bulanan, I.
I =P - r/o ............................................................................................. (3.12)
3.2.2. Permeabilitas
Permeabilitas tanah merupakan kemampuan tanah untuk menghantarkan atau
dilewati cairan. Suatu jenis tanah dengan nilai permebilitas tinggi berarti tanah
tersebut mudah dilewati air, demikian sebaliknya jika tanah tersebut mempunyai
permeabilitas rendah akan sulit dilewati air. Dengan demikian untuk tanah
permeabilitas tinggi akan mempercepat waktu kontak antara limbah dengan butir
tanah sehingga tanah dengan permeabilitas tinggi kurang cocok sebagi pengolah
limbah.
3.2.3. Kandungan organik tanah
Zat organik dalam tanah mempunyai pengaruh pada tanah dan tumbuh-tumbuhan
dimana fungsi penting zat organik adalah mengikat partikel-pertikel tanah menjadi
agregat-agregat atau gumpalan-gumpalan yang memungkinkan tanah
mempertahankan keadaan terbuka, longgar dan granuler (berbutir-butir) dan
membantu penyangga tanah terhadap perubahan-perubahan cepat pada pH, asam-
asam organik yang dibebaskan yaitu dengan merombak zat organik sehingga
alkalinitas tanah dapat dikurangi.
3.2.4. Kapasitas Tukar Kation (KTK)
Kemampuan tukar kation (KTK) merupakan kapasitas tanah menyerap dan
mempertukarkan kation (ion-ion positif), dinyatakan dalam cmol (+) kg
-1
. Daya serap
tanah berada pada koloid tanah atau disebut juga kompleks serapan, terdiri dari
mineral lempung, bahan humik dan oksida serta hidroksida Fe da Al. Muatan bersih
kompleks serapan diimbangi oleh muatan ion berlawanan yang terserap sehingga
sistem terpertahankan pada keadaan elektronetral.
KTK sangat penting berkaitan dengan :
1. kesuburan tanah,
2. penyerapan hara,
3. ameliorasi tanah,
4. mutu lingkungan.
Dengan daya serapnya, koloid tanah dapat menghambat air hujan atau air irigasi
dan kation hara dari pelapukan mineral, mineralisasi bahan organik atau dari
pupuk.Dengan demikian, KTK menjadi faktor pembentuk cadangan air.Dengan
adanya KTK, bahan-bahan yang masuk ke dalam tanah akibat aktivitas/kegiatan
pertanian, industri, rumah tangga, senyawa-senyawa yang terendapkan menjadi
senyawa padat yang kurang berbahaya.
3.2.5. Adsorpsi
Adsorpsi terjadi sebagai hasil dari penarikan ion positif oleh ion negatif yang ada
pada permukaan mineral liat, alumunium hidrosida dan bahan-bahan
organik.Kapasitas tukar kation secara umum merupakan petunjuk terhadap
kemampuan tanah untuk mengadsorpsi ion-ion positif dari air limbah.Lapisan tanah
dengan kandungan liat dan bahan organik tinggi memiliki kapasitas adsorpsi yang
sangat besar dibandingkan dengan tanah pasir.Meskipun demikian jenis mineral liat
yang terkandung di dalam tanah juga mempengaruhi kapasitas penyerapan
tersebut. (Sarief,1989)
3.2.6. Kapasitas Penyangga Tanah
Larutan penyangga mengandung senyawa - senyawa yang bereaksi dengan asam
maupun basa sehingga konsentrasi ion H
+
dalam larutan bertahan tetap.Dalam
tanah, fraksi-fraksi lempung dan lumut berperan sebagai suatu sistem
penyangga.Kompleks pertukaran kation tanah menciptakan perkembangan
kemasaman potensial dan aktif.
Kemasaman potensial akan mempertahankan keseimbangan dengan kemasaman
aktif. Jika konsentrasi ion H
+
bebas dinetralkan untuk penambahan kapur,
kemasaman potensial akan melepaskan ion-ion H
+
tertukarkan ke dalam larutan
tanah untuk mengembalikan kesetimbangan dan tidak akan terjadi perubahan dalam
reaksi tanah hingga cadangan ion H
+
habis.
Dalam tanah-tanah berlempung dengan bahan organik tinggi, kemasaman
cadangan mencapai 50.000 100.000 kali lebih besar daripada kemasaman
aktif.Oleh karena itu, kapasitas penyangga tanah berlempung lebih besar daripada
tanah berpasir.Makin besar kapasitas penyangga, makin besar pula jumlah kapur
yang dibutuhkan untuk menaikkan pH tanah hingga tingkat yang diinginkan.
Konsep kapasitas penyangga tidak hanya terbatas pada ketahanan tanah terhadap
perubahan reaksinya.Tanah dapat juga bertindak sebagai suatu saringan bagi
bahan pencemar terlarut maupun koloidal.Tanah juga dapat berperan sebagai
ayakan atau selama perjalanan masuk melalui tanah bagian atas.Senyawa-senyawa
organik tersebut dapat dioksidasi dan termineralisasi oleh kondisi yang teraerasi.
Ion-ion yang dilepaskan melalui mineralisasi diserap oleh kompleks serapan tanah
dan dicegah untuk mencapai air tanah.
3.2.7. Asiditas Alkalinitas
Asiditas adalah kapasitas air untuk menetralkan OH
-
. Asiditas umumnya disebabkan
oleh keberadaan asam lemah, seperti CO, tetapi dapat juga disebabkan oleh faktor-
faktor lain, seperti H
2
PO
4
-
, H
2
S, protein dan asam lemak.Asam kuat merupakan
kontributor asiditas yang paling penting.Asam lemah terpenting di dalam air adalah
CO. Keasaman air perlu diperhatikan karena sifat korosifnya. (S.E.Manahan, 1994)
Alkalinitas adalah kapasitas air untuk mentralkan ion H
+
. Air dengan kadar alkalinitas
yang tinggi sering memilki pH tinggi, dan umumnya mengandung dissolved solid
yang tinggi. Alkalinitas berguna untuk penyangga pH dan sebagai reservoir bagi
karbon organik, yang membantu dalam menentukan kemampuan air untuk
mendukung pertumbuhan alga dan kehidupan akuatik lain, sehingga dapat
digunakan sebagai ukuran kesuburan air.Sebagian besar alkalinitas dalam air di
alam disebabkan oleh tiga bagian besar senyawa, yaitu bikabonat, karbonat dan
hidroksida. Agar lebih praktis, alkalinitas yang disebabkan oleh senyawa lain tidak
terlalu penting sehingga dapat diabaikan.
3.3.8. Angin
Parameter yang paling penting yang berhubungan dengan transport dan penyebaran
pencemar udara adalah kecepatan angin dan arah angin. Perubahan arah dan
kecepatan angin menunjukkan arah dan fluktuasi konsentrasi pencemar di atmosfer.
Kecepatan angin permukaan dapat dihitung dengan menggunakan beberapa
macam alat ukur kecepatan angin, seperti rotating anemometer, windmill
anemometer dan the spinning.
Para ahli meteorologi menggunakan windrose untuk menggambarkan data arah
angin dan kecepatan angin di suatu lokasi.Arah angin didefenisikan sebagai arah
dari mana atau arah datang angin.Karena windrose menyatakan arah dari mana
datangnya angin maka pencemaran dibawa ke kuadran yang berlawanan.Misalnya
angin tenggara yang membawa polutan tersebut ke arah barat laut.
Kelebihan Metoda Hagerty dibandingkan metoda lainadalah :
1. Parameter-parameter yang dievaluasi cukup luas, meliputi aspek-aspek penting
diantaranya: potensi infiltrasi yang menunjukkan potensi air yang masuk ke
dalam tempat pembuangan limbah, kapasitas organik dalam air tanah yang
menggambarkan transmutasi cemaran yang berkontak dengan air tanah serta
arah dan kecepatan angin untuk mengantisipasi potensi dampak dari TPA
terhadap kualitas udara di sekitarnya.
2. Menggunakan sistem pembobotan dengan empat level prioritas yang berbeda,
disesuaikan dengan tingkat kepentingan dari parameter-parameter yang ditinjau
yaitu parameter-parameter yang langsung berpengaruh pada transmisi
cemaran, parameter-parameter yang mempengaruhi transportasi cemaran
setelah kontak dengan air, parameter-parameter yang mewakili kondisi awal
dari air tanah dan parameter yang mewakili faktor-faktor lain seperti; jarak
potensi cemaran, arah angin dan populasi penduduk
Kelemahan metoda ini dibandingkan metoda lainadalah :
1. Memerlukan biaya lebih mahal dari pada metoda SNI T-11-1991-03, karena
selain pengukuran di lapangan juga perlu dilakukan analisis laboratorium untuk
pengukuran contoh tanah dan air tanah masing-masing lokasi.
2. Lokasi yang dikaji merupakan lokasi hasil dari tahap regional dengan metoda
SNI T-11-1991-03, metoda ini tidak mempunyai kajian pendahuluan seperti
pada tahap regional yang terdapat dalam metoda SNI T-11-1991-03.
3. Dalam analisis terhadap arah angin, arah angin yang digunakan adalah arah
angin regional. Arah angin ini dirasakan tidak mewakili keadaan yang
sebenarnya di lokasi usulan karena terlalu global. Selain itu populasi yang
diperhitungkan adalah pada radius 40 km. Hal ini dianggap terlalu besar, karena
diperkirakan konsentrasi cemaran yang terbawa angin akan semakin
kecilsehingga tidak mengganggu. Tingkat keterganggguan yang paling besar
yang mungkin terjadi adalah pada populasi yang berada di sekitar lokasi TPA.
4. Pada metoda Hagerty tidak terdapat kajian tentang batas administrasi dari
lokasi, kapasitas lahan dan jalan menuju lokasi.
3.3 Pemilihan Lokasi TPA Berdasarkan Metode Le Grand
Metode "numerical rating" menurut Le Grand yang telah dimodifikasi oleh Knight,
telah digunakan oleh Direktorat Geologi Tata Lingkungan, guna evaluasi
pendahuluan dari lokasi pembuangan limbah di Indonesia.
Parameter utama yang digunakan dalam analisis ini adalah:
a. Jarak antara lokasi (sumber pencemaran) dengan sumber air minum;
b. Kedalaman muka air tanah terhadap dasar lahan-urug;
c. Kemiringan hidrolis air tanah dan arah alirannya dalam hubungan dengan pusat
sumber air minum atau aliran air sungai;
d. Permeabilitas tanah dan batuan;
e. Sifat-sifat tanah dan batuan dalam meredam pencemaran;
f. Jenis limbah yang akan diurug di sarana tersebut.
Metode Le Grand ini terdiri dari 4 tahap, yaitu:
Tahap 1: deskripsi hidrogeologis lokasi (Langkah ke 1 sampai ke 7);
Tahap 2: derajat keseriusan masalah (Langkah ke 8) ;
Tahap 3: gabungan tahap 1 dan tahap 2 (Langkah ke 9);
Tahap 4: penilaian setelah perbaikan (Langkah ke 10).
Untuk menentukan skore masing-masing tahap tersebut digunakan tabulasi seperti
terlihat dalam langkah-langkah di bawah ini.
Contoh kasus:
Suatu calon lokasi landfilling sampah kota memiliki data sebagai berikut : Batas
lokasi landfill secara horizontal akan berjarak 20 m dari sumur penduduk
Kedalaman muka air tanah dari data bor adalah 14 m Gradien kemiringan 1.5%
menuju searah aliran air yang menuju sumur Dari analisa ayakan, campuran
lempung dan pasir = 40% dan merupakan tanah impermeable dengan ketebalan
10-12 m Tingkat keakuratan data baik
Kemampuan sorpsi dan permeabilitas:
batuan dasar merupakan lapisan impermeabel (I) dengan lempung dan pasir <50%
dengan kedalaman 10-14 m, sehingga nilai = 2.
Langkah 5 :
Parameter 5, yaitu tingkat keakuratan/ketelitian data, yaitu:
A = kepercayaan terhadap nilai parameter: akurat
B = kepercayaan terhadap nilai parameter: cukup
C = kepercayaan terhadap nilai parameter: tidak akurat
Karena dalam contoh data yang diperoleh berasal dari data obeservasi dan
pengukuran langsung di lapangan, maka tingkat kepercayaan terhadap nilai
parameter dianggap akurat, sehingga nilai = A
Langkah 6:
Parameter 6.1: sumber air sekitar lokasi
W = jika yang akan tercemar sumur (well)
S = jika yang akan tercemar mata air (spring) atau sungai (stream)
B = jika yang akan tercemar daerah lain (boundary)
Sumber air sekitar lokasi yang mungkin tercemar karena adanya sarana ini adalah
sumur. Dengan demikian Nilai = W
Parameter 6.2: informasi tambahan tentang calon lokasi:
C : memerlukan kondisi khusus yang memerlukan komentar
D : terdapat kerucut depresi pemompaan
E : pengukuran jarak titik tercemar dilakukan dr pinggir calon lokasi
F : lokasi berada pada daerah banjir
K : batuan dasar calon lokasi adalah karst
M : terdapat tampungan air di bawah timbunan sampah
P : lokasi mempunyai angka perkolasi yang tinggi
Q : akuifer dibawah calon lokasi adalah penting dan sensitif
R : pola aliaran air tanah radial sampai sub radial
T : muka air tanah pada celah/retakan/rongga batuan dasae
Y : terdapat satu atau lebih akuifer tertekan
Informasi tambahan tentang calon lokasi adalah berada pada lokasi banjir (F),
sedang akuifer di bawah calon lokasi adalah penting dan sensitif (Q), dan terdapat
satu atau lebih akuifer tertekan di bawahnya (Y). Nilai menjadi = FQY.
Langkah 7 :
Rekapitulasi deskriptif hidrogeologi dari langkah-langkah di atas adalah menjumlah
nilai yang diperoleh yaitu = 15.
Dengan demikian, identitas hidrogeologi untuk site tersebut adalah :
Nilai penjumlahan tersebut kemudian dibandingkan dengan standar kondisi
hidrogeologi seperti tercantum dalam Tabel 3.2. Dengan demikian maka site
tersebut dari sisi hidrogeologi merupakan site yang baik dengan nilai = C
Tabel 3.2: Penilaian kondisi hidrogeologi
Langkah 8 :
Derajat kepekaan akuifer dan jenis limbah
Gambar 3.1: Derajat keseriusan dan potensi bahaya
Dari data contoh di atas, calon lokasi mempunyai tingkat derajat keseriusan agak
tinggi (E).
Langkah 9:
Tahap ini merupakan penggabungan langkah 1 sampai 4 dengan langkah 8. Posisi
grafis yang digunakan pada langkah 9 digunakan kembali. Dari posisi lokasi tersebut
dapat diketahui peringkat situasi standar yang dibutuhkan agar akuifer tidak
tercemar. Peringkat ini dinyatakan dalam PAR (protection of aquifer rating). Hasil
pengurangan PAR dari deskripsi numerik lokasi, digunakan untuk menentukan
tingkat kemungkinan pencemaran yang akan terjadi. Nilai-nilai PAR dalam zone-
zone isometrik diperoleh berdasarkan pengalaman empiris yang menyatakan nilai
permeabilitas serta sorpsi yang tidak boleh terlampaui agar akuifer tidak tercemar:
a. Dari langkah 1 sampai 4 diperoleh nilai berturut-turut : 7-3-3-2
b. Dari langkah 9, diperoleh PAR = 14-4 maka penggabungannya adalah:
Nilai tersebut (= -1) dibandingkan dengan daftar dalam Tabel 3.3 di bawah ini.
Situasi peringkat menghasilkan nilai = C, artinya kemungkinan pencemaran sulit
terkatagorikan, dan derajat penerimaannya adalah terima atau ditolak.
Tabel 3.3 Situasi peringkat penilaian
Langkah 10:
Langkah ini digunakan bila pada lokasi dilakukan tersebut dilakukan masukan
teknologi untuk mengurangi dampak pencemaran yang mungkin terjadi, sehingga
diharapkan terjadi pergeseran nilai PAR. Perubahan dilakukan dengan memperbaiki
kondisi pada langkah 8, sehingga PAR di langkah 9 juga akan berubah. Masukan
teknologi yang mungkin diterapkan pada lokasi ini untuk mengurangi potensi bahaya
pencemaran antara lain :
a. Desain saluran drainase di sekitar lokasi dengan baik dimana meminimalisasi air
hujan yang akan masuk ke area landfill seminimal mungkin pula;
b. Pembuatan lapisan dasar (liner) yang dapat dilakukan dengan beberapa lapisan
pelindung seperti geomembran dengan tujuan agar lindi yang timbul tidak akan
merembes ke dalam ailiran air tanah;
c. Desain pipa lindi yang memungkinkan air lindi dapat terkumpul Adanya instalasi
pengolahan air lindi sebelum dibuang ke badan air penerima
BAB IV
PENUTUP
Adapun kesimpulan dari makalah ini:
1. Pemilihan lokasi TPA harus memenuhi syarat dan ketentuan-ketentuan hokum
yang telah ada, pengelolaan lingkungan hidup dengan AMDAL, serta tata ruang
atau tata guna lahan yang ada. Adapun 3 tata cara penentuan lokasi TPA yaitu:
SNI 19-3241-1994, Metode LeGrand dan Metode Hagerty
2. Terdapat 3 syarat penentuan lokasi TPA berdasarkan SNI 19-3241-1994, yaitu:
kriteria regional, kriteria penyisih dan kriteria penetapan
3. Penentuan lokasi TPA berdasarkan metode Le Grand terdiri dari 4 tahap: (1)
Tahap 1: deskripsi hidrogeologis lokasi; (2) Tahap 2: derajat keseriusan
masalah; (3) Tahap 3: gabungan tahap 1 dan tahap 2; (4) Tahap 4: penilaian
setelah perbaikan
4. Metoda Hagerty merupakan metoda yang menggunakan tiga karakteristik umum
dari sebuah lahan yaitu potensi infiltrasi air eksternal ke dalam sub permukaan,
potensi transportasi cemaran menuju air tanah dan mekanisme lain yang
berkaitan dengan transportasi cemaran ke luar.
DAFTAR PUSTAKA
Damanhuri, Enri. 2008. Diktat Landfilling Limbah. Bandung: Institut Teknologi
Bandung
Tchobanoglous, George. 1993. Integrated Solid Waste Management Engineering
Principles and Management Issues. Mc Graw Hill.Inc: Singapore.