Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Konjungtiva dan kornea merupakan bagian mata yang mudah berhubungan dengan dunia luar,
sehingga penyakit ini mudah sekali menular. Konjungtivitis adalah peradangan selaput bening
yang menutupi bagian putih mata dan bagian dalam kelopak mata. Peradangan tersebut
menyebabkan timbulnya berbagai macam gejala, salah satunya adalah mata merah.
Konjungtivitis dapat disebabkan oleh virus, bakteri, alergi, atau kontak dengan benda asing,
misalnya kontak lensa
1
.
Konjungtivitis virus biasanya mengenai satu mata. Pada konjungtivitis ini, mata sangat berair.
Kotoran mata ada, namun biasanya sedikit. Konjungtivitis bakteri biasanya mengenai kedua
mata. Ciri khasnya adalah keluar kotoran mata dalam jumlah banyak, berwarna kuning
kehijauan. Konjungtivitis alergi juga mengenai kedua mata. Tandanya, selain mata berwarna
merah, mata juga akan terasa gatal. Gatal ini juga seringkali dirasakan dihidung. Produksi air
mata juga berlebihan sehingga mata sangat berair
1
.
Konjungtivitis dapat berkembang menjadi keratitis radang pada kornea!. "al ini paling sering
disebabkan oleh in#eksi virus herpes. $ika konjungtivitis tersebut disertai dengan keratitis, maka
gejala%gejala yang dirasakan tidak hanya terjadi iritasi pada bagian permukaan mata saja, namun
juga disertai dengan nyeri dan penglihatan menjadi kabur. Pada dasarnya konjungtivitis adalah
penyakit ringan, namun pada beberapa kasus dapat berlanjut menjadi penyakit yang serius
1
.
1.2 Tujuan
&akalah ini dibuat dengan tujuan untuk meningkatkan keilmuan seorang dokter muda agar dapat
mengetahui tentang salah satu penyakit pada konjungtiva sekaligus pada kornea yaitu
keratokonjungtivitis. 'erta sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan kepaniteraan klinik
senior bagian mata #akultas kedokteran universitas mulawarman
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi an !i"iologi
2
2.1.1 Konjungti#a
Konjungtiva merupakan lapisan terluar dari mata yang terdiri dari membran mukosa tipis yang
melapisi kelopak mata, kemudian melengkung melapisi permukaan bola mata dan berakhir pada
daerah transparan pada mata yaitu kornea. 'ecara anatomi, konjungtiva dibagi atas ( bagian
yaitu konjungtiva palpebra dan konjungtiva bulbaris. )amun, secara letak areanya, konjungtiva
dibagi menjadi * area yaitu area marginal, tarsal, orbital, #orniks, bulbar dan limbal. Konjungtiva
bersambungan dengan kulit pada tepi kelopak persambungan mukokutan! dan dengan epitel
kornea pada limbus.
Pada konjungtiva palpebra, terdapat dua lapisan epithelium dan menebal secara bertahap dari
#orniks ke limbus dengan membentuk epithelium berlapis tanpa keratinisasi pada daerah
marginal kornea. Konjungtiva palpebralis terdiri dari epitel berlapis tanpa keratinisasi yang lebih
tipis. +ibawah epitel tersebut terdapat lapisan adenoid yang terdiri dari jaringan ikat longgar
yang terdiri dari leukosit. Konjungtiva palpebralis melekat kuat pada tarsus, sedangkan bagian
bulbar bergerak secara bebas pada sklera kecuali yang dekat pada daerah kornea.
Pada konjungtiva palpebra, terdapat dua lapisan epithelium dan menebal secara bertahap dari
#orniks ke limbus dengan membentuk epithelium berlapis tanpa keratinisasi pada daerah
marginal kornea. Konjungtiva palpebralis terdiri dari epitel berlapis tanpa keratinisasi yang lebih
tipis. +ibawah epitel tersebut terdapat lapisan adenoid yang terdiri dari jaringan ikat longgar
yang terdiri dari leukosit. Konjungtiva palpebralis melekat kuat pada tarsus, sedangkan bagian
bulbar bergerak secara bebas pada sklera kecuali yang dekat pada daerah kornea.
,ungsi dari konjungtiva adalah memproduksi air mata, menyediakan kebutuhan oksigen ke
kornea ketika mata sedang terbuka dan melindungi mata dengan mekanisme pertahanan
nonspesi#ik yang berupa barier epitel, aktivitas lakrimasi, dan menyuplai darah. 'elain itu,
terdapat pertahanan spesi#ik berupa mekanisme imunologis seperti sel mast, leukosit, adanya
jaringan lim#oid pada mukosa tersebut dan antibodi dalam bentuk -g..
Pada konjungtiva terdapat beberapa jenis kelenjar yang dibagi menjadi dua grup besar yaitu /
1. Penghasil musin
a. 'el goblet0 terletak dibawah epitel dan paling banyak ditemukan pada daerah
in#eronasal.
b. Crypts of Henle0 terletak sepanjang sepertiga atas dari konjungtiva tarsalis superior
dan sepanjang sepertiga bawah dari konjungtiva tarsalis in#erior.
c. Kelenjar &an10 mengelilingi daerah limbus.
(. Kelenjar asesoris lakrimalis. Kelenjar asesoris ini termasuk kelenjar Krause dan kelenjar
2ol#ring. Kedua kelenjar ini terletak dalam dibawah substansi propria.
Pada sakus konjungtiva tidak pernah bebas dari mikroorganisme namun karena suhunya yang
cukup rendah, evaporasi dari cairan lakrimal dan suplai darah yang rendah menyebabkan bakteri
kurang mampu berkembang biak. 'elain itu, air mata bukan merupakan medium yang baik.
2.1.2 Kornea
Kornea merupakan membran pelindung dan 3jendela4 yang dilalui berkas cahaya menuju retina.
Kornea meliputi seperenam dari permukaan anterior bola mata. Kelengkungannya lebih besar
dibandingkan permukaan mata lainnya. Perbatasan antara kornea dan sklera disebut sebagai
limbus ditandai dengan adanya sulkus yang dangkal 5 sulkus sklera!. Kornea terdiri dari 6
lapisan yaitu epitel, substansi propria atau stroma dan endotel. +iantara epitel dan stroma
terdapat lapisan atau membran 7owman dan diantara stroma dan endotel terdapat membran
descemet.
Kornea yang sehat adalah avaskular dan tidak memiliki saluran lim#atik. )utrisi sel kornea
didapat melalui di#usi dari cairan akueus, kapiler pada limbus, dan oksigen yang terlarut dalam
#ilm prekorneal. &etabolisme kornea cenderung aerobik dan mampu ber#ungsi baik secara
anaerobik selama enam sampai tujuh jam. 'el yang bermetabolisme secara akti# adalah endotel,
epitel dan sel keratosit stroma. 8ksigen yang menyuplai kornea kebanyakan berasal dari #ilm
prekorneal dengan kontribusi sedikit dari kapiler di limbus dan gradien oksigen. 'uplai glukosa
pada kornea 9:; berasal dari cairan akueus dan 1:; dari kapiler limbus.
Persara#an kornea berasal dari divisi o#talmik nervus trigeminus. Percabangan nervus ini berasal
dari ruang perikoroidal, menembus sklera dan membentuk pleksus. Pleksus ini akan menyebar
secara radier dan kemudian masuk ke stroma kornea. 'erat sara# ini akan kehilangan selaput
mielin dan bergabung membentuk pleksus subepitel kornea. Cabang terminal nervus ini akan
menembus lapisan 7owman, menyebar dan membentuk pleksus intraepitel. 'ara# ujung bebas
inilah yang responsi# terhadap nyeri dan suhu. .kibat dari banyaknya persara#an, hal ini
menyebabkan kornea sangat sensiti# terhadap berbagai stimuli.
<pitel dan endotel kornea memiliki #ungsi untuk menjaga agar cairan pada stroma kornea tetap
dalam keadaan stabil. 'el% sel pada kedua lapisan ini kaya akan lipid dan bersi#at hidro#obik
sedangkan stroma bersi#at hidro#ilik! sehingga solubilitas garam menjadi rendah. 'el epitel
memiliki junction complexes yang mencegah masuknya air mata kedalam kornea atau keluarnya
cairan dalam kornea ke #ilm prekorneal. 'el endotel juga memiliki junction complexes namun
in#luks dari cairan akueus dapat terjadi dengan adanya mekanisme transpor akti# )a%K .TPase.
2.2 De$ini"i
Konjungtivitis merupakan peradangan yang mengenai lapisan tipis, transparan, mucus yang
melapisi sklera dan palpebra bagian dalam sehingga mengakibatkan terjadinya dilatasi vaskular,
in#iltrasi selular dan eksudasi
1
.
Keratitis merupakan kelainan akibat terjadinya in#iltrasi sel radang pada kornea yang akan
mengakibatkan kornea menjadi keruh
6
.
2.% Kla"i$ika"i
1&'
a. Keratokonjungtivitis yang disebabkan oleh agen in#eksi virus!
b. Keratokonjungtivitis yang disebabkan oleh #aktor imunologik alergik!
c. Keratokonjungtivitis yang etiologinya tidak diketahui
2.% Keratokonjungti#iti" (ang i"e)a)kan ole* agen in$ek"i +#iru",
(.6.1 Keratokonjungtivitis &orbili
=
Tanda dan Gejala
<nantema khas morbili>campak seringkali mendahului erupsi kulit. Pada tahap awal ini,
konjungtiva tampak mirip seperti kaca yang aneh, yang dalam beberapa hari diikuti
dengan pembengkakan lipatan semilunar tanda &eyer!. 7eberapa hari sebelum
terjadinya erupsi kulit, timbul konjungtivitis eksudati# dengan sekret mukopurulen, dan
pada saat muncul erupsi kulit, timbul bercak%bercak Koplik pada konjungtiva dan
kadang%kadang pada carunculus.
Pada pasien imunokompeten, keratokonjungtivitis campak hanya meninggalkan sedikit
atau sama sekali tanpa sekuele gejala sisa!, namun pada pasien malnutrisi atau
imunoinkompeten, penyakit mata ini seringkali disertai dengan in#eksi "'? atau in#eksi
bakterial sekunder oleh S pneumoniae, H influenzae, dan organisme lainnya. .gen ini
dapat menyebabkan konjungtivitis purulen yang disertai dengan ulserasi kornea dan
penurunan penglihatan yang berat. -n#eksi "erpes dapat menyebabkan ulserasi kornea
berat dengan per#orasi kornea dan kehilangan penglihatan pada anak%anak kurang gi1i di
negara berkembang.
Temuan @aboratorium
Kerokan konjungtiva menunjukkan adanya reaksi sel mononuklear, kecuali jika ada
pseudomembran atau in#eksi sekunder. Pada sediaan dengan pewarnaan Giemsa akan
terlihat mengandung sel%sel raksasa.
Terapi
Tidak ada terapi spesi#ik, maka hanya tindakan penunjang saja yang dilakukan, kecuali
jika ada in#eksi sekunder
(.6.( Keratokonjungtivitis <pidemika
=
.gen Penyebab
+isebabkan oleh adenovirus tipe A, 19, (9, dan 6B sub%kelompok + dari adenovirus
manusia!
'umber Penularan Penyakit
Penularan nosokomial selama pemeriksaan mata sangat sering terjadi melalui jari%jari
dokter, penggunaan instrumen o#talmik yang kurang steril, atau penggunaan larutan yang
terkontaminasi. @arutan untuk mata, terutama anestesi topikal, mungkin terkontaminasi
ketika ujung penetes obat menyedot materi yang terin#eksi dari konjungtiva atau silia.
?irus ini dapat bertahan dalam larutan tersebut, yang menjadi sumber penyebaran.
Tanda dan Gejala
Keratokonjungtivitis epidemika umumnya bilateral. .walnya sering pada satu mata saja,
dan biasanya mata yang terkena pertama kali lebih parah. Pada awalnya pasien merasa
ada in#eksi dengan nyeri sedang dan berair kemudian diikuti #oto#obia dalam C%1= hari,
keratitis epitel, dan kekeruhan subepitel yang melingkar. 'ensasi kornea normal. )yeri
tekan pada nodus preaurikuler merupakan karakteristik yang khas. <dema pada kelopak
mata palpebral!, kemosis, dan hiperemia konjungtiva menandakan #ase akut. ,olikel dan
perdarahan subkonjungtival sering muncul dalam waktu =A jam. Pseudomembran dan
kadang%kadang membran sejati! dapat terjadi dan dapat diikuti oleh luka parut atau
pembentukan symblepharon.
Konjungtivitis berlangsung paling lama 6%= minggu. Kekeruhan subepitel terutama
terdapat di pusat kornea, dan bukan di tepian, dan menetap selama berbulan%bulan namun
akan sembuh tanpa meninggalkan parut.
Keratokonjungtivitis epidemika pada orang dewasa hanya terbatas pada mata bagian luar,
namun pada anak%anak mungkin terdapat gejala%gejala sistemik in#eksi virus seperti
demam, sakit tenggorokan, otitis media, dan diare.
Temuan @aboratorium
Keratokonjungtivitis epidemika disebabkan oleh adenovirus tipe A, 19, (9, dan 6B sub%
kelompok + dari adenovirus manusia!. ?irus%virus ini dapat diisolasi dalam biakan sel
dan diidenti#ikasi dengan uji netralisasi. Kerokan konjungtiva menunjukkan reaksi
in#lamasi mononuklear primer, ketika terbentuk pseudomembran, maka terdapat banyak
sel%sel neutrophil.
Tindakan Pencegahan
7ahaya kontaminasi botol larutan dapat dihindari dengan memakai penetes steril pribadi
atau memakai tetes mata dengan kemasan unit%dose. &encuci tangan secara berkala
diantara pemeriksaan dan pembersihan serta sterilisasi instrumen yang menyentuh mata%
terutama tonometer%juga merupakan suatu keharusan. Tonometer aplanasi harus
dibersihkan dengan alkohol atau larutan hipoklorit, kemudian dibilas dengan air steril dan
dikeringkan secara hati%hati.
Terapi
Dntuk saat ini belum ada terapi yang spesi#ik, namun kompres dingin akan meringankan
beberapa gejala. Penggunaan kortikosteroid selama konjungtivitis akut dapat
memperpanjang keterlibatan kornea sehingga harus dihindari penggunaannya. .gen
antibakteri perlu diberikan jika terjadi superin#eksi bakterial.
(.= Keratokonjungtivitis yang disebabkan oleh #aktor imunologik alergik!
(.=.1 Keratokonjungtivitis ?ernalis
=,C
+e#inisi
Penyakit ini, juga dikenal sebagai Ecatarrh musim semiE dan Fkonjungtivitis musimanG
atau Ekonjungtivitis musim kemarauG, yaitu penyakit alergi bilateral yang jarang.
Penyakit ini lebih jarang terjadi di daerah beriklim sedang dan hampir tidak ada pada
daerah yang beriklim dingin. Penyakit ini hampir selalu lebih parah selama musim panas,
musim semi, dan musim gugur daripada pada saat musim dingin. Penyakit ini lebih
sering dijumpai di daerah sub%'ahara .#rika dan Timur Tengah.
-nsiden
7iasanya dimulai pada tahun%tahun prapubertas dan berlangsung selama C%1: tahun.
Penyakit ini lebih sering terjadi pada anak laki%laki daripada perempuan.
,aktor Penyebab
Pada penyakit ini sebenarnya alergen spesi#iknya sulit untuk diidenti#ikasi, namun pasien
dengan keratokonjungtivitis vernalis kadang%kadang menampakkan mani#estasi alergi
lainnya yang berkaitan dengan sensitivitas terhadapa serbuk sari rumput.
Pato#isiologi
Perubahan struktur konjungtiva erat kaitannya dengan timbulnya radang insterstitial yang
banyak didominasi oleh reaksi hipersensitivitas tipe - dan -?. Pada konjungtiva akan
dijumpai hiperemia dan vasodilatasi di#us, yang dengan cepat akan diikuti dengan
hiperplasi akibat proli#erasi jaringan yang menghasilkan pembentukan jaringan ikat yang
tidak terkendali. Kondisi ini akan diikuti oleh hyalinisasi dan menimbulkan deposit pada
konjungtiva sehingga terbentuklah gambaran cobblestone. $aringan ikat yang berlebihan
ini akan memberikan warna putih susu kebiruan sehingga konjungtiva tampak buram dan
tidak berkilau. Proli#erasi yang spesi#ik pada konjungtiva tarsal, oleh von Grae#e disebut
pavement like granulations. "ipertro#i papil pada konjungtiva tarsaltidak jarang
mengakibatkan ptosis mekanik dan dalam kasus yang berat akan disertai keratitis serta
erosi epitel kornea.
@imbus konjungtiva juga memperlihatkan perubahan akibat vasodilatasi dan hipertropi
yang menghasilkan lesi #okal. Pada tingkat yang berat, kekeruhan pada limbus sering
menimbulkan gambaran distro#i dan menimbulkan gangguan dalam kualitas maupun
kuantitas stem cells limbus. Kondisi yang terakhir ini mungkin berkaitan dengan
konjungtivalisasi pada penderita keratokonjungtivitis dan di kemudian hari berisiko
timbulnya pterigium pada usia muda. +i samping itu, juga terdapat kista%kista kecil yang
dengan cepat akan mengalami degenerasi.
'ekresi mukus yang kental dan melekat pada penderita keratokonjungtivitis vernalis,
menurut )eumann dan Krant1, mengandung banyak mukopolisakarida serta asam
hyaluronat. +alam hal ini memungkinkan timbulnya tarikan sel epitel kornea dan gesekan
dari papil tarsal pada kornea akan mengakibatkan kerusakan kornea yang meluas ke tepi.
Kerusakan kornea diduga juga berkaitan dengan in#iltrasi sel radang yang berasal dari
konjungtiva. &enyusul kerusakan kornea ini dapat menjadi di#us, pembentukan ulkus,
dan perubahan degenerati# lainnya seperti pseudogerontoxon. Pembentukan ulkus
epitelial non%in#eksi yang berbentuk oval atau perisai dapat terjadi yang mendasari
timbulnya kekeruhan stroma kornea di sentral maupun superior
9
. @ebih jauh, kurvatura
kornea juga akan memperlihatkan perubahan disertai astigmatisme miopik dan pada
tahap lanjut dapat terjadi keratokonus serta keratoglobus.
Tanda dan Gejala
Pasien umumnya mengeluh rasa gatal yang hebat dan keluar tahi mata yang berserat%serat
dan kental. 7iasanya terdapat riwayat keluarga alergi hay fever>demam jerami, eksema,
dll!. Konjungtiva tampak putih seperti susu, dan terdapat banyak papila halus di
konjungtiva tarsal in#erior. Pada konjungtiva palpebral superior sering terdapat papila
raksasa mirip batu kali. 'etiap papilla raksasa berbentuk poligonal, memiliki puncak yang
datar, dan mengandung berkas%berkas kapiler.
&ungkin terdapat tahi mata yang berserabut dan pseudomembran #ibrinosa tanda
Maxwell!yons!. Pada beberapa kasus, terutama pada ras negro keturunan .#rika, lesi
yang paling mencolok terletak di limbus, yaitu pembengkakan gelatinosa papillae!.
.danya suatu pseudogerontoHon arcus! sering terlihat pada kornea yang berdekatan
dengan papila limbus. 7intik%bintik Tranta adalah bintik%bintik putih yang terlihat pada
limbus pada beberapa pasien dengan keratokonjungtivitis vernal selama tahap #ase akti#
dari penyakit ini.
&ikropannus sering terlihat pada keratokonjungtivitis vernal palpebral dan limbal,
namun pannus besar jarang dijumpai. .danya jaringan parut pada konjungtiva biasanya
tidak timbul kecuali jika pasien telah diobati dengan kryoterapi, operasi pengangkatan
papila, iradiasi, atau prosedur yang dapat merusak lainnya. &ungkin timbul ulkus kornea
super#isial FtamengG! lonjong dan terletak di superior! dan dapat berakibat terbentuknya
jaringan parut ringan pada kornea. 'ering terdapat keratitis epithelial di#us yang khas.
Tidak satu pun lesi kornea ini berespon baik terhadap terapi standar. Penyakit ini
mungkin dapat disertai dengan keratokonus
Temuan @aboratorium
7anyak eosino#il dan granulae eosino#ilik bebas ditemukan pada sediaan hapusan dengan
larutan Giemsa dari eksudat konjungtiva.
Terapi
Karena keratokonjungtivitis vernal adalah penyakit yang bersi#at selflimited disease,
maka perlu diingat bahwa medikasi yang dipakai terhadap gejala hanya memberikan
man#aat jangka pendek dan akan menimbulkan e#ek merugikan pada penggunaan jangka
panjang. 'teroid topikal atau sistemik, yang mengurangi rasa gatal, hanya sedikit
mempengaruhi penyakit kornea ini, dan e#ek sampingnya glaukoma, katarak, dan
komplikasi lain! dapat sangat merugikan. Cromolyn topical adalah agen pro#ilaktik yang
baik untuk kasus sedang sampai berat. ?asokonstriktor, kompres dingin, dan kompres es
juga berman#aat, dan tidur jika mungkin juga bekerja! di ruangan sek ber%.C sangat
menyamankan pasien. .gaknya yang paling baik adalah pindah ke tempat yang beriklim
sejuk dan lembab. Pasien yang melakukan hal ini akan sangat tertolong bahkan dapat
sembuh total.
Gejala berat dari pasien yang sangat #oto#obik sehingga tidak dapat berbuat apa%apa,
seringkali dapat ditolong dengan penggunaan jangka pendek steroid topikal atau sistemik
dan diikuti dengan pemberian vasokonstriktor, kompres dingin, dan secara teratur
memakai tetes mata cromolyn. &edikasi anti%radang non%steroid yang lebih baru, seperti
ketorolac dan iodoHamide, cukup berman#aat dalam mengurangi gejala.
2.4.2 Keratokonjungtivitis .topik
=
,aktor Predisposisi
7iasanya ada riwayat alergi hay fever, asma, atau eks1ema! pada pasien atau
keluarganya. Kebanyakan pasien pernah menderita dermatitis atopik sejak bayi. Parut
pada lipatan%lipatan #leksura lipat siku dan pergelangan tangan an lutut sering ditemukan.
'eperti dermatitisnya, keratokonjungtivitis atopik berlangsung berlarut%larut dan sering
engalami eksaserbasi dan remisi. 'eperti keratokonjungtivitis vernal, penyakit ini
cenderung menjadi kurang akti# ketika pasien mencapai dasawarsa kelima>berusia C:
tahun.
Tanda dan Gejala
'ensasi terbakar, bertahi mata berlendir, merah, dan #oto#obia. Tepian palpebral
eritematosa, dan konjungtiva tampak putih seperti susu. Terdapat papilla halus, namun
papila raksasa tiidak berkembang seperti pada keratokonjungtivitis vernal dan terjadi
lebih sering terdapat di tarsus in#erior%berbeda dengan papila raksasa keratokonjungtivitis
vernal, yang terdapat pada tarsus superior. Tanda%tanda kornea yang berat muncul pada
perjalanan lanjut penyakit setelah eksaserbasi konjungtivitis terjadi berulang kali. Timbul
keratitis peri#er super#isial yang diikuti oleh vaskularisasi. Pada kasus yang parah,
seluruh kornea tampak kabur dan bervaskularisasi, dan ketajaman penglihatan sangat
berkurang. Penyakit ini mungkin disertai dengan keratokonus.
Temuan @aboratorium
Kerokan konjungtiva menampakkan eosino#il meski tidak sebanyak yang terlihat pada
keratokonjungtivitis vernal.
Terapi
.ntihistamin oral termasuk ter#enadine *:%1(:mg dua kali sehari!, astemi1ole 1:mg
empat kali sehari!, atau hydroHy1ine C:mg waktu tidur, dinaikkan sampai (::mg!
ternyata berman#aat. 8bat%obatan anti radang non%steroid yang lebih baru, termasuk
ketorolac dan lodoHamide, ternyata dapat mengatasi gejala pendek pada pasien%pasien ini.
'uatu pemberian steroid topikal jangka pendek juga bisa meringankan gejala. Pada kasus
yang parah, plasmapheresis merupakan terapi tambahan. Pada kasus lanjut dengan
komplikasi kornea yang berat, transplantasi kornea mungkin diperlukan untuk
mengembalikan ketajaman penglihatannya.
(.=.6 Keratokonjungtivitis 'icca
=
Keratokonjungtivitis sicca biasanya berhubungan dengan 'indrom 'jgren, yaitu penyakit
sistemik yang ditandai oleh trias gangguan/ keratokonjungtivitis sicca, Herostomia, dan dis#ungsi
jaringan ikat arthritis!. Dntuk menegakkan diagnosis sindrom '$gren, setidaknya harus ada
dua dari tiga gangguan tersebut. Penyakit ini jauh lebih banyak ditemukanpada wanita menjelang
atau sesudah menopause daripada pada kelompok lain, walaupun pria dan wanita yang lebih
muda dapat pula terkena. Kelenjar lakrimal diin#iltrasi oleh lim#osit dan kadang%kadang oleh sel
plasma, dan ini menyebabkan atro#i dan destruksi struktur%struktur kelenjar.
Tanda dan Gejala
Keratokonjungtivitis sicca ditandai hiperemia konjungtiva bulbi terutama pada aperture
palpebrae! dan gejala iritasi yang jauh lebih berat daripada yang dicerminkan oleh tanda%
tanda in#lamasi yang ringan. Keadaan ini sering dimulai sebagai konjungtivitis ringan
dengan tahi mata yang mukoid. @esi epitel mirip bisul muncul pada kornea, lebih banyak
di belahan bawahnya, dan mungkin tampak #ilamen%#ilamen. )yeri makin terasa
menjelang malam hari namun hilang atau hanya ringan di pagi hari. ,ilm air mata
berkurang hasil tes 'chirmer abnormal! dan sering mengandung serpihan mukus.
Temuan @aboratorium
Pewarnaan dengan Iose bengal pada apertura palpebrae adalah tes diagnostik yang
membantu.
+iagnosis ditegakkan dengan memperlihatkan adanya in#iltrasi sel lim#ositik dan sel
plasma pada kelenjar ludahtambahan pada biopsi bibir yang diperoleh dengan prosedur
bedah sederhana.
Terapi
Pengobatan hendaknya diarahkan untuk mempertahankan dan mengganti #ilm air mata
dengan air mata buatan, dengan menutup puncta, dan dengan perisai samping, bilik
pembasah, dan perisai 7uller. 'tudi klinis terbaru menunjukkan e#ektivitas dari
pengawet%bebas>preservatifefree, dosis rendah preparat kortikosteroid dan siklosporin
topikal dalam pengobatan sicca keratokonjungtivitis sekunder pada sindrom 'jogrenJs.
K(.=.= Keratokonjungtivitis ,likten
*
+e#inisi
Keratokonjungtivitis #likten adalah radang epitel kornea dan konjungtiva yang
merupakan reaksi imun yang mungkin sel mediated atau reaksi hipersensitivitas tipe
lambat pada jaringan yang sudah sensiti# terhadap antigen atau toksin endogen.
,likten adalah akumulasi setempat lim#osit, monosit, makro#ag, dan akhirnya netro#il.
@esi ini mula%mula muncul di limbus, namun pada serangan%serangan berikutnya akan
mengenai konjungtiva bulbi dan kornea. ,liktenul kornea umumnya bilateral, berakibat
sikatriks dan vaskularisasi, namun #liktenul konjungtiva tidak akan meninggalkan bekas.
*
,likten disebut juga blister.
<pidemiologi
Keratoknjungtivitis #likten menyebar secara kosmopolitan dan sporadik. Penyakit ini
sering dihubungkan dengan S. aures di )egara%negara berkembang, dahulu sering
dihubungkan dengan &. tuberculosis pada anak%anak malnutrisi di seluruh )egara yang
endemic tuberkulosis. 'ering ditemukan pada anak%anak dekade pertama dan kedua
kehidupan dengan puncaknya antara usia 6 sampai 1C tahun. -nsiden lebih banyak pada
perempuan daripada laki%laki.
<tiologi
Keratokonjugtivitis #likten merupakan #enomena alergi, reaksi hipersensitivitas tipe -?
epitel kornea dan konjungtiva terhadap berbagai macam protein atau alergen endogen
yang akan berkembang membentuk sebuah nodul. Ieaksi ini tidak spesi#ik, tapi
kebanyakan disebabkan oleh protein tuberkulin. Iespon ini berhubungan dengan #raksi
lipid antigen tuberkulin. 8rganisme lain yang dapat menyebabkan #likten adalah
S"taphylococcus# Streptococcus# $onococcus# Candida# Coccidomycosis#
!imphogranuloma# dan%scariasis.
Pato#isiologi
Keratokonjungtivitis #likten biasanya timbul unilateral dan kadang%kadang mengenai dua
mata, dekat dengan limbus, pada konjungtiva bulbi atau kornea.( $umlah nodul
bervariasi, dapat tunggal sampai multipel. Ketika nodul yang timbul lebih dari satu,
menandakan penyebaran dari tempat lain atau nodul tersebut bergabung untuk menyerang
bagian limbus atau pada kasus yang lebih berat menyerang seluruh kornea. ,likten yang
tidak diobati akan sembuh dalam 1:%1= hari dan tidak akan kambuh di tempat yang sama.
Pada awalnya lesi yang timbul sedikit menyerupai sebuah #likten benjolan putih
kemerahan dikelilingi konjungtiva yang kemerahan! di limbus, dimana pembuluh darah
episklera masih dapat terlihat melalui lesi ini seperti pada gambar =!, tapi sebenarnya
merupakan nodul yang padat gambar C!. 'etelah = hari lesi tidak tampak berkilauan lagi
karena terjadi nekrosis dan ulserasi di tengahnya, kemudian nodul mengering dan
menjadi #latter. 'etelah ( atau 6 minggu bagian yang nekrotik menghilang dan bagian
yang hiperemis berkurang gambar *!. @esi sembuh tanpa meninggalkan bekas, kecuali
lesi pada kornea akan menimbulkan sikatrik.
,likten konjungtiva berkembang 1%( mm dari limbus sebagai vesikel pucat yang
kemudian membentuk nodul. Dkuran awalnya mungkin sebesar kepala peniti, kemudian
membesar menjadi 1%( mm. )odul timbul dekat limbus atau dimana pun pada
konjungtiva bulbi, jarang pada konjungtiva palpebra.
=,C
.kan terlihat kumpulan pembuluh
darah yang mengelilingi nodul dengan warna kuning kelabu seperti suatu mikroabses.
7iasanya abses ini menjalar ke arah sentral atau kornea dan terdapat tidak hanya satu.
Tanda dan Gejala
Gejala keratokonjungtivitis #likten tergantung pada jumlah #likten0 hubungan dengan
konjungtivitis bakteri, dan keterlibatan kornea. &ata akan memberikan gejala lakrimasi
dan #oto#obia disertai rasa sakit. 7ila disertai dengan in#eksi sekunder dapat memberikan
sekret mukopurulen. 7entuk keratitis dengan gambaran bermacam%macam, dengan
ditemukannya in#iltrat dan neovaskularisasi pada kornea. Gambaran karakteristiknya
adalah dengan terbentuknya papul atau pustula pada kornea ataupun konjungtiva. Pada
mata terdapat #likten pada kornea berupa benjolan berbatas tegas berwarna putih
keabuan, dengan atau tanpa neovaskularisasi yang menuju ke arah benjolan tersebut.
Pada gambaran klinis akan terlihat suatu keadaan sebagai hiperemia konjungtiva,
kurangnya air mata, menebalnya epitel kornea, perasaan panas disertai gatal dan tajam
penglihatan berkurang apabila mengenai pupil. Pada limbus dapat didapatkan benjolan
putih kemerahan dikelilingi daerah konjungtiva yang hiperemia. 7ila terjadi
penyembuhan akan terjadi sikatriks dengan neovaskularisasi pada kornea.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan tes tuberkulin dan #oto toraks diperlukan untuk mengetahui apakah
penyebabnya karena M. tuberkulosis. 7ila terdapat in#eksi sekunder dapat dilakukan
kultur dan uji sensitivitas dari sekret konjungtiva sebagai penuntun penatalaksanaan dan
pemberian antibiotik yang empiris.
Terapi
,likten tanpa konjungtivitis in#ekti#, dapat diberikan steroid topikal, sepert deksametason
:,1; = jam sekali pada hari pertama. Kemudian ditappering off.
,likten dengan konjungtivitis in#ekti# diobati sebagai konjungtivitis catarrhal dengan
steroid topikal di bawah pengawasan.

$ika kornea terkena ditambahkan atropin pada
steroid untuk mengurangi spasme siliar. "al ini mempercepat penyembuhan.

Pada anak%
anak yang ternyata memiliki riwayat tuberkulosis perlu diberikan pengobatan dengan
obat anti tuberculosis.
Pada kasus alergi terhadap Sthaphylococcus perlu diperhatikan juga kebersihan kelopak
mata, dapat dicuci dengan menggunakan air hangat yang dicampur dengan shampo bayi
untuk mengurangi kolonisasi bakteri dan akumulasi kelenjar sebasea. Pemberian
antibiotik diperlukan. .nak%anak yang lebih dari A tahun diberikan doksisiklin 1:: mg
satu kali perhari selama 1: hari, sedangkan anak yang usianya kurang dari A tahun
diberikan eritromisin dengan dosis (C mg>Kg77 selama B%1: hari bersama dengan
pemberian steroid topikal.
.nak%anak yang dicurigai menderita kecacingan sebaiknya diberikan anti helminth.
.lbenda1ol merupakan obat yang e#ekti#, diberikan dalam bentuk tablet kunyah dosis
tunggal. .nak%anak di atas ( tahun sebaiknya diberikan dosis tunggal =:: mg dan
diulangi bila perlu.
DA!TA- PUSTAKA
1. ,erdiriva.(::9.Konjungtivitis, 8nline!,
http/>>re#eratku.blogspot.com>(::9>:C>konjungtivits.html, diakses 61 +esember (:1:!
2. $anssen.(::9.+ampak Paparan asap Iokok terhadap ,rekuensi &engedip dan Keluhan
yang +irasakan pada &ata pada Pria Dsia (:%=: Tahun di Kelurahan Kesawan &edan.
8nline!, http/>>www.google.co.id>urlL
saMtNsourceMwebNcdM(=NvedM:CCgO,j.+87ONurlMhttp;6.;(,
;(,repository.usu.ac.id;(,bitstream
;(,1(6=C*BA9;(,1*B69;(,B;(,Cover.pd#NrctMjNPManatomi
;(:konjungtivaNeiMHKDbTe2$@o#nr.#nrPi%
CwNusgM.,OjC)G.sb8"$8cpnbhvjHs&BwQm(s%6QwNcadMrja, diakses 61
+esember (:1:!
6. -lyas, 'idarta. Iadang Kornea/ -lmu Penyakit &ata. <disi Ketiga. $akarta/ 7alai Penerbit
,KD-. (::9
=. ?aughan +. &pthalmologi 'mum. <disi 1=. $akarta /2idya &edika. (:::.
C. 2ahid, +.-.(::9. Keratokonjungtivitis ?ernalis. 8nline!,
http/>>diyoyen.blog.#riendster.com>(::9>:C>, diakses 61 +esember (:1:!
*. 2iki, -.(::9.Keratitis. 8nline!, http/>>www.tempo.co.id>medika>arsip>:=(::(>pus%
1.htm, diakses 6: 8ktober (:1:!

Anda mungkin juga menyukai