Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PRAKTIKUM SEDIAAN SOLID

PEMBUATAN SUPPOSITORIA


I. Tujuan Praktikum
1. Mengetahui cara pembuatan suppositoria dengan metode cetak tuang.
2. Melakukan uji Quality Control (QC) terhadap suppositoria.

II. Teori Dasar

Suppositoria adalah sediaan padat dalam berbagai bobot dan bentuk, yang diberikan melalui rektal,
vagina atau uretra. Umumnya meleleh, melunak, atau melarut dalam suhu tubuh. Suppositoria dapat
bertindak sebagai pelindung jaringan setempat atau sebagai pembawa zat terapeutik yang bersifat lokal
atau sistemik. Bahan dasar suppositoria yang umum digunakan adalah lemak coklat, gelatin
tergliserinasi, minyak nabati terhidrogenasi, campuran polietilen glikol, dan esterasam lemak polietilen
glikol. (Depkes RI, 1995)
Bahan dasar suppositoria mempengaruhi pada pelepasan zat terapeutiknya. Lemak coklat capat meleleh
pada suhu tubuh dan tidak tercampurkan dengan cairan tubuh, sehingga menghambat difusi obat yang
larut dalam lemak pada tempat yang diobati. Polietilen glikol adalah bahan dasar yang sesuai dengan
beberapa antiseptik, namun bahan dasar ini sangat lambat larut sehingga menghambat pelepasan zat
yang dikandungnya. Bahan pembawa berminyak, seperti lemak coklat, jarang digunakan dalam sediaan
vagina, karena membentuk residu yang tidak dapat diserap. Sedangkan gelatin jarang digunakan dalam
penggunaan melalui rektal karena disolusinya lambat. (Depkes RI, 1995).
Bobot suppositoria bila tidak dinyatakan lain adalah 3 gr untuk dewasa dan 2 gr untuk anak.
Penyimpanan suppositoria sebaiknya di tempat yang sejuk dalam wadah tertutup rapat. Bentuknya yang
seperti torpedo memberikan keuntungan untuk memudahkan proses masuknya obat dalam anus. Bila
bagian yang besar telah masuk dalam anus, maka suppositoria akan tertarik masuk dengan sendirinya.
(Moh. Anief, 2007)

A. Macam-macam Suppositoria
1. Suppositoria untuk rectum (rectal)
Suppositoria untuk rektum umumnya dimasukkan dengan jari tangan. Biasanya suppositoria rektum
panjangnya 32 mm (1,5 inchi), dan berbentuk silinder dan kedua ujungnya tajam. Bentuk suppositoria
rektum antara lain bentuk peluru, torpedo atau jari-jari kecil, tergantung kepada bobot jenis bahan obat
dan basis yang digunakan. Beratnya menurut USP sebesar 2 g untuk yang menggunakan basis oleum
cacao (Ansel, 2005).
2. Suppositoria untuk vagina (vaginal)
Suppositoria untuk vagina disebut juga pessarium biasanya berbentuk bola lonjong atau seperti kerucut,
sesuai kompendik resmi beratnya 5 g apabila basisnya oleum cacao.
3. Suppositoria untuk saluran urin (uretra)
Suppositoria untuk untuk saluran urin juuga disebut bougie, bentuknya rampiung seperti pensil,
gunanya untuk dimasukkan kesaluran urin pria atau wanita. Suppositoria saluran urin pria bergaris
tengah 3-6 mm dengan panjang 140 mm, walaupun ukuran ini masih bervariasi satu dengan yang
lainnya. Apabila basisnya dari oleum cacao beratnya 4 g. Suppositoria untuk saluran urin wanita
panjang dan beratnya dari ukuran untuk pria, panjang 70 mm dan beratnya 2 g, inipun bila oleum
cacao sebagai basisnya.
4. Suppositoria untuk hidung dan telinga
Suppositoia untuk hidung dan telinga yang disebut juga kerucut telinga, keduanya berbentuk sama
dengan suppositoria saluran urin hanya ukuran panjangnya lebih kecil, biasanya 32 mm. Suppositoria
telinga umumnya diolah dengan suatu basis gelatin yang mengandung gliserin. Seperti dinyatakan
sebelumnya, suppositoria untuk obat hidung dan telinga sekarang jarang digunakan.

B. Tujuan Penggunaan Suppositoria
1. Untuk tujuan lokal, seperti pada pengobatan wasir atau hemoroid dan penyakit infeksi lainnya.
Suppositoria juga dapat digunakan untuk tujuan sistemik karena dapat diserap oleh membrane mukosa
dalam rectum. Hal ini dilakukan terutama bila penggunaan obat per oral tidak memungkinkan seperti
pada pasien yang mudah muntah atau pingsan.
2. Untuk memperoleh kerja awal yang lebih cepat. Kerja awal akan lebih cepat karena obat diserap oleh
mukosa rektal dan langsung masuk ke dalam sirkulasi pembuluh darah.
3. Untuk menghindari perusakan obat oleh enzim di dalam saluran gastrointestinal dan perubahan obat
secara biokimia di dalam hati (Syamsuni, 2005)

C. Keuntungan dan Kerugian Suppositoria
1. Keuntungan Supositoria:
a) Dapat menghindari terjadinya iritasi pada lambung.
b) Dapat menghindari keruskan obat oleh enzim pencernaan dan asam lambung.
c) Obat dapat masuk langsung kedalam saluran darah sehingga obat dapat berefek lebih cepat daripada
penggunaan obat peroral.
d) Baik bagi pasien yang mudah muntah atau tidak sadar.
2. Kerugian Supositoria:
a) Pemakaiannya tidak menyenangkan.
b) Tidak dapat disimpan pada suhu ruang.
3. Persyaratan Suppositoria
Sediaan supositoria memiliki persyaratan sebagai berikut:
a) Suppositoria sebaiknya melebur dalam beberapa menit pada suhu tubuh atau melarut (persyaratan
kerja obat).
b) Pembebasan dan responsi obat yang baik.
c) Daya tahan dan daya penyimpanan yang baik (tanpa ketengikan, pewarnaan, penegerasan,
kemantapan bentuk, daya patah yang baik, dan stabilitas yang memadai dari bahan obat).
d) Daya serap terhadap cairan lipofil dan hidrofil.




D. Basis Suppositoria
Sediaan supositoria ketika dimasukkan dalam lubang tubuh akan melebur, melarut dan terdispersi.
Dalam hal ini, basis supositoria memainkan peranan penting. Maka dari itu basis supositoria harus
memenuhi syarat utama, yaitu basis harus selalu padat dalam suhu ruangan dan akan melebur maupun
melunak dengan mudah pada suhu tubuh sehingga zat aktif atau obat yang dikandungnya dapat melarut
dan didispersikan merata kemudian menghasilkan efek terapi lokal maupun sistemik. Basis supositoria
yang ideal juga harus mempunyai beberapa sifat seperti berikut:
1. Tidak beracun dan tidak menimbulkan iritasi.
2. Dapat bercampur dengan bermacam-macam obat.
3. Stabil dalam penyimpanan, tidak menunjukkan perubahan warna dan bau serta pemisahan obat.
4. Kadar air mencukupi.
5. Untuk basis lemak, maka bilangan asam, bilangan iodium dan bilangan penyabunan harus diketahui
jelas.
a) Persayaratan Basis Suppositoria
1) Secara fisiologi netral (tidak menimbulkan rangsangan pada usus, hal ini dapat disebabkan oleh massa
yang tidak fisiologis ataupun tengik, terlalu keras, juga oleh kasarnya bahan obat yang diracik).
2) Secara kimia netral (tidak tersatukan dengan bahan obat).
3) Tanpa alotropisme (modifikasi yang tidak stabil).
4) Interval yang rendah antara titik lebur dan titik beku (pembekuan dapat berlangsung cepat dalam
cetakan, kontraksibilitas baik, mencegah pendinginan mendaak dalam cetakan).
5) Interval yang rendah antara titik lebur mengalir denagn titik lebur jernih (ini dikarenakan untuk
kemantapan bentuk dan daya penyimpanan, khususnya pada suhu tinggi sehingga tetap stabil).
b) Macam-macam Basis Suppositoria
1) Basis berlemak.
Contohnya, oleum cacao.
2) Basis pembentuk emulsi dalam minyak.
Contohnya, campuran tween dengan gliserin laurat)
3) Basis yang bercampur atau larut dalam air.
Contohnya, gliserin-gelatin, PEG (polietien glikol).

E. Metode Pembuatan Suppositoria
Metode pembuatan supositoria dibagi menjadi 3, yaitu :
1. Dengan tangan
Dilakukan dengan cara menggulung basis suppositoria yang telah dicampur homogen dan mengandung
zat aktif, menjadi bentuk yang dikehendaki. Mula-mula basis diiris, kemudian diaduk dengan bahan-
bahan aktif dengan menggunakan mortir dan stamper, sampai diperoleh massa akhir yang homogen dan
mudah dibentuk. Kemudian massa digulung menjadi suatu batang silinder dengan garis tengah dan
panjang yang dikehendaki. Amilum atau talk dapat mencegah pelekatan pada tangan. Batang silinder
dipotong dan salah satu ujungnya diruncingkan.
2. Dengan mencetak kompresi
Hal ini dilakukan dengan mengempa parutan massa dingin menjadi suatu bentuk yang dikehendaki.
Suatu roda tangan berputar menekan suatu piston pada massa suppositoria yang diisikan dalam silinder,
sehingga massa terdorong kedalam cetakan.
3. Dengan mencetak tuang
Pertama-tama bahan basis dilelehkan, sebaiknya diatas penangas air atau penangas uap untuk
menghindari pemanasan setempat yang berlebihan, kemudian bahan-bahan aktif diemulsikan atau
disuspensikan kedalamnya. Akhirnya massa dituang kedalam cetakan logam yang telah didinginkan,
yang umumnya dilapisi krom atau nikel.

F. Evaluasi Sediaan
1. Uji Homogenitas
Uji homogenitas ini bertujuan untuk mengetahui apakah bahan aktif dapat tercampur rata dengan
bahan dasar suppo atau tidak, jika tidak dapat tercampur maka akan mempengaruhi proses absorbsi
dalam tubuh. Obat yang terlepas akan memberikan terapi yang berbeda. Cara menguji homogenitas
yaitu dengan cara mengambil 3 titik bagian suppo (atas-tengah-bawah atau kanan-tengah-kiri) masing-
masing bagian diletakkan pada kaca objek kemudian diamati dibawah mikroskop, cara selanjutnya
dengan menguji kadarnya dapat dilakukan dengan cara titrasi.
2. Bentuk
Bentuk suppositoria juga perlu diperhatikan karena jika dari bentuknya tidak seperti sediaan
suppositoria pada umunya, maka seseorang yang tidak tahu akan mengira bahwa sediaan tersebut
bukanlah obat. Untuk itu, bentuk juga sangat mendukung karena akan memberikan keyakinan pada
pasien bahwa sediaa tersebut adalah suppositoria. Selain itu, suppositoria merupakan sediaan padat
yang mempunyai bentuk torpedo.
3. Uji Waktu Hancur
Uji waktu hancur ini dilakukan untuk mengetahui berapa lama sediaan tersebut dapat hancur dalam
tubuh. Cara uji waktu hancur dengan dimasukkan dalam air yang di set sama dengan suhu tubuh
manusia, kemudian pada sediaan yang berbahan dasar PEG 1000 waktu hancurnya 15 menit,
sedangkan untuk oleum cacao dingin 3 menit. Jika melebihi syarat diatas maka sediaan tersebut belum
memenuhi syarat untuk digunakan dalam tubuh. Menggunakan media air dikarenakan sebagian besar
tubuh manusia mengandung cairan.
4. Keseragaman Bobot
Keseragaman bobot dilakukan untuk mengetahui apakah bobot tiap sediaan sudah sama atau belum,
jika belum maka perlu dicatat. Keseragaman bobot akan mempengaruhi terhadap kemurnian suatu
sediaan karena dikhawatirkan zat lain yang ikut tercampur. Caranya dengan ditimbang saksama 10
suppositoria, satu persatu kemudian dihitung berat rata-ratanya. Dari hasil penetapan kadar, yang
diperoleh dalam masing-masing monografi, hitung jumlah zat aktif dari masing-masing 10 suppositoria
dengan anggapan zat aktif terdistribusi homogen. Jika terdapat sediaan yang beratnya melebihi rata-
rata maka suppositoria tersebut tidak memenuhi syarat dalam keseragaman bobot. Karena
keseragaman bobot dilakukan untuk mengetahui kandungan yang terdapat dalam masing-masing
suppositoria tersebut sama dan dapat memberikan efek terapi yang sama pula.
5. Uji titik lebur
Uji ini dilakukan sebagai simulasi untuk mengetahui waktu yang dibutuhkan sediaan supositoria yang
dibuat melebur dalam tubuh. Dilakukan dengan cara menyiapkan air dengan suhu 37C. Kemudian
dimasukkan supositoria ke dalam air dan diamati waktu leburnya. Untuk basis oleum cacao dingin
persyaratan leburnya adalah 3 menit, sedangkan untuk PEG 1000 adalah 15 menit.
6. Kerapuhan
Supositoria sebaiknya jangan terlalu lembek maupun terlalu keras yang menjadikannya sukar meleleh.
Untuk uji kerapuhan dapat digunakan uji elastisitas. Supositoria dipotong horizontal. Kemudian ditandai
kedua titik pengukuran melalui bagian yang melebar, dengan jarak tidak kurang dari 50% dari lebar
bahan yang datar, kemudian diberi beban seberat 20N (lebih kurang 2kg) dengan cara menggerakkan
jari atau batang yang dimasukkan ke dalam tabung.

G. Monografi Bahan
1. Paracetamol
Rumus molekul : C8H9NO2
Berat molekul : 151,16
Pemerian : Serbuk halus, putih, tidak berbau, rasa sedikit pahit.
Kelarutan : Larut dalam air mendidih dan dalam Natrium Hidroksida 1 N, mudah larut dalam etanol.
Jarak lebur : Antara 168 dan 172
Khasiat : Analgetik dan Antipiretik

2. Oleum Cacao (FI-III hal 453)
Lemak coklat adalah coklat padat yang diperoleh dengan pemerasan panas biji Theo Broma Cacao L.
yang telah dikupas/ dipanggang.
Pemerian : lemak padat, putih kekuningan, bau khas aromatic, rasa khas lemak agak rapuh.
Kelarutan : sukar larut dalam etanol (95 %)P, mudah larut dalam kloroform P, dalam eter P dan dalam
eter minyak tanah P.
Suhu lebur : 3100C 3400 C.
Khasiat : zat tambahan.

3. Vaselin albi (Vaselin album) (FI edisi III, hal :633)
Nama latin : VASELIN ALBUM
Sinonim : Vaselin putih
Pemerian : Massa lunak, lengket, bening,putih. Sifat ini tetap setelah zat dileburkan dan dibiaarkan
hingga dingin tanpa diaduk.
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air dan dalam etanol (95%)p. Larutan kadang-kadang beroplasensi
lemah.
Khasiat : Zat tambahan (pengikat)
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.
4. Cetyl Alkohol
Rumus kimia : CH3(CH2)15OH
Warna : Putih
Rasa : Lemah
Bau : Khas
Pemerian : Granul
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam etanol (95%)p dan eter larut dengan adanya peningkatan
temperature, praktis tidak larut dalam air
Titik lebur : 45,520 C
Bobot jenis : 42,44 (untuk material asli)
Stabilitas : Stabil dengan adanya asam, alkali , cahaya dan air
Inkompatibilitas : Ketidakcampuran dengan bahan pengoksidasi yang kuat
Fungsi : Zat pengikat
(FI IV hal:72 & Handbook of Pharmaceutical Excpients IV hal 130)





III. Prosedur kerja

1. Alat dan Bahan yang digunakan:


Alat
Bahan
Mortir
Paracetamol
Penangas air
Vaselin album
Cetakan suppositoria
Oleum cacao
Spatula/sudip
Cetyl alkohol
Alumunium foil




2. Cara Kerja
a) Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
b) Menimbang bahan, sesuai perhitungan bahan
c) Siapkan air panas untuk memanaskan mortir
d) Setelah mortir panas, masukkan 1125 mg paracetamol ,lalu gerus halus.
e) Kemudian tambahkan sebagian oleum cacao, dan gerus hingga homogen.
f) Tambahkan 360 mg vaselin album , gerus sampai larut.
g) Tambahkan sisa oleum kakao, kemudian gerus sampai halus / cair.
h) Setelah semua bahan homogen, tuang bahan ke dalam cetakan suppositoria d3engan menggunakan
pipet tetes, bagi menjadi 9 bagian sama banyak.
i) Masukkan cetakan ke dalam freezer, dinginkan selama 48 jam.
j) Setelah 48 jam, keluarkan cetakan dari freezer, lalu buka cetakan dan ambil hasil suppositoria.
k) Lakukan uji homogenitas / keseragaman bobot terhadap suppositoria.
l) Bungkus masing- masing suppositoria dengan menggunakan alumunium foil, dan simpan kembali ke
dalam freezer, untuk analisa lebih lanjut.




IV. Hasil Praktikum

Hasil Data Keragaman bobot


No.
Berat Supositoria (gram)
1.
0,9253
2.
0,9387
3.
0,9145
4.
0,8693
5.
0,7444
6.
0,5841
7.
0,5953
8.
0,6858
9.
0,5931
Jumlah : 6,9253 gram
Rata-rata : 0,7612 gram
Minimal : 0,5841 gram
Maksimal : 0,9387 gram
RSD : 20,07%
Range : 0,3546 gram

V. Pembahasan

Pada praktikum kali ini, formulasi yang digunakan adalah
R/ Paracetamol 125 mg
Vaselin Album 4%
Acetil Alkohol 4%
Oleum Cacao ad 1 gram
mf. sup. dtd. no. IX
Dari resep tersebut akan dibuat suppositoria yang dibagi ke dalam 9 bagian, dengan penimbangan
bahan awal sebagai berikut:
1. Perhitungan bahan
Paracetamol 125 mg x 9 = 1.125 mg
Vaselin Album 4% x 9 = 360 mg
Acetil Alkohol 4% x 9 = 360 mg
Oleum Cacao 1 gram x 9 = 9 gram
9.0 - 1.845 mg = 7.155 mg
2. Penimbangan bahan
Paracetamol 1.125 mg
Vaselin Album 360 mg
Acetil Alkohol 360 mg
Oleum Cacao 7.155 mg
3. Hasil uji keseragaman bobot
Jumlah 9 suppositoria : 6,8508 gram
Berat rata rata : 0,7612 gram
Standart deviasi : 20,01%
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Pada praktikum kali ini, dibuat suppositoria paracetamol dengan metode pencetakan tuang. Metode ini
dipilih karena lebih efektif dan efisien digunakan dalam pembuatan suppositoria skala lab. Sedangkan
basis yang digunakan yaitu oleum kakao. Oleum kakao merupakan trigliserida berwarna kekuninagan,
memiliki bau yang khas dan bersifat polimorf (mempunyai banyak bentuk krital). Jika dipanaskan pada
suhu sektiras 30C akan mulai mencair dan biasanya meleleh sekitar 34-35C, sedangkan dibawah 30C
berupa massa semi padat. Jika suhu pemanasannya tinggi, lemak coklat akan mencair sempurna seperti
minyak dan akan kehilangan semua inti kristal menstabil.
Keuntungan oleum cacao adalah dapat melebur pada suhu tubuh dan dapat memadat pada suhu kamar.
Sedangkan kerugian oleum cacao adalah tidak dapat bercampur dengan cairan sekresi (cairan
pengeluaran), titik leburnya tidak menentu, kadang naik dan kadang turun apabila ditambahkan dengan
bahan tertentu. Serta meleleh pada udara yang panas.
Pertama kali yang dilakukan dalam praktikum ini adalah penimbangan bahan. Setelah semua bahan
ditimbang sesuai dengan perhitungan bahan, selanjutnya yaitu memanaskan mortir yang digunakan
untuk menggerus bahan. Hal ini dilakukan karena penggunaan basis oleum kakao yang merupakan
lemak. Lemak memiliki sifat mencair pada suhu yang tinggi, sehingga untuk memudahkan tercampurnya
semua bahan , maka dilakukan pemanasan terhadap mortir. Dengan kata lain, pemanasan iini bertujuan
untuk mencairkan oleum kakao. Setelah mortir panas, selanjutnya memasukkan 1125 mg paracetamol
ke dalam mortir dan menggerusnya hingga halus. paracetamol berfungsi sebagai zat aktif. Paracetamol
memiliki efek analgetik dan antipiretik. obat analgesik dan antipiretik yang populer dan digunakan untuk
melegakan sakit kepala, sengal-sengal dan sakit ringan, serta demam. Digunakan dalam sebagian besar
resep obat analgesik selesma dan flu.
Selanjutnya yaitu masukkan sebagian oleum kakao dan gerus hingga homogen. Setelah tercampur
masukkan 360 mg vaselin album ke dalam mortir. Vaselin album berfungsi sebagai zat tambahan.
Setelah semua tercampur homogen, tambahkan kembali sisa oleum kakao yang tersisa . Oleum kakao
mudah tengik, sebaiknya penyimpanan dalam wadah atau tempat yang sejuk, kering dan terlindung dari
cahaya. Oleum cacao dapat menunjukkan polimorfisme dari bentuk kristalnya akibat pemanasan tinggi.
Diatas titik leburnya, Oleum Cacao akan meleleh sempurna seperti minyak dan akan kehilangan inti
kristal stabil yang berguna untuk membentuk kristalnya kembali. Untuk itu, pada pembuatan
suppositoria Oleum Cacao hanya dilelehkan 2/3 saja. Penambahan cetyl alkohol tidak dilakukan. Dimana
cetyl alkohol ini berfungsi sebagai pengental (Thickening Agent) dan pengemulsi serta sebagai zaat
pengikat. Karena tidak adanya bahan, maka cetyl alkohol diganti dengan menggunakan oleum kakao.
Sehingga penimbangan oleum kakao dilakukan dua kali. Setelah semua bahan tercampur homogen,
lakukan pencetakan ke dalam cetakan supposa. Bagi campuran bahan menjadi 9 bagian sama banyak.
Kemudian dinginkan dalam lemari es selama 48 jam. Hal ini bertujuan supaya suppositoria menjadi
beku. Setelah 2 hari, diperoleh suppositoria padat, kemudian suppos dikeluarkan dari cetakan dan diuji
keseragaman bobot.
Dari hasil suppos yang diperoleh, dilakukan uji keseragaman bobot dan didapatkan keseragaman bobot
rata- rata yaitu 0,7612 gram. Dengan berat minimal yang diperoleh yaitu 0,5841 gram, dan berat
maksimal yaitu 0,9387 gram. Dari keseluruhan uji keseragaman bobot tersebut, diperoleh keseragaman
bobot yang melebihi 5%, standart deviasi menunjukkan 20,01 %. Hal ini berarti keseragaman bobot dari
suppos yang didapatkan jauh dari standart yang ditentukan. Karena suppositoria yang baik adalah
keseragaman bobot tidak boleh melebihi 5%. Dari hasil praktikum hanya 1 suppos yang memiliki
keseragaman berat 2,2%. Terjadinya ketidakseragaman bobot ini disebabkan karena dalam proses
pencetakan, dilakukan secara manual. Proses penuangan bahan seharusnya menggunkan pipet tetes,
sehingga volume suppos dapat terkontrol. Sedangakan pada saat praktikum, penuangan bahan
menggunakan sudip yang tidak teratur volumenya. Sehingga didapatkan perbedaan yang jauh antara
berat minimal dan maksimalnya.
Suppositoria yang diperoleh seluruhnya yaitu 6,8508 gram. Suppositoria paracetamol yang didapatkan
mudah rapuh, dan cepat meleleh, setelah dikeluarkan dari kulkas. Hal ini terjadi karena tidak adanya
cetyl alkohol sebagai pengikat. Bentuk suppos juga kurang sempurna, ada yang tinggi dan ada yang
pendek. Hal ini disebabkan karena bahan yang sedikit dan tidak meratanya saat penuangan bahan ke
cetakan suppos. Sehingga mengakibatkan suppos yang diperoleh tidak memenuhi syarat keseragaman
bobot. Pada praktikum kali ini tidak dilakukan uji kekerasan suppos, dikarenakan tidak adanya alat uji
kekerasan. Sehingga uji yang dilakukan hanya uji keseragaman bobot.
Setelah dilakukan evaluasi terhadap suppos, maka suppos yang telah jadi dibungkus dengan alumunim
foil agar tidak tembus cahaya dan sebaiknya dikemas dalam wadah tertutup rapat untuk mencegah
perubahan kelembapan dalam isi suppositoria dan sangat baik bila disimpan pada suhu dibawah 25 C.

VI. Kesimpulan
Dari hasil praktikum pembuatan suppositoria paracetamol ini maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
1. Diperoleh berat paracetamol 6,8500 gram, dengan nilai berat rata-rata adalah 0,7612 gram.
2. Pada uji keragaman bobot, suppositoria tidak memenuhi syarat karena uji keragaman bobot lebih dari
5%. Hal ini disebabkan karena proses penuangan bahan yang kurang maksimal.
3. Suppositoria yang diperoleh sangat mudah rapuh dan mudah meleleh, hal ini dikarenakan proses
kurangnya zat pengikat atau penstabil yaitu acetyl alkohol.




VII. Daftar Pustaka

Ansel. 1989.Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Jakarta : UI pressAnonim. 1978.

Departemen Kesehatan RI. 1979. Farmakope Indonesia. Edisi ketiga. Departemen Kesehatan. Jakarta.

Departemen Kesehatan RI. 1995. Farmakope Indonesia. Edisi keempat. Departemen Kesehatan. Jakarta.

Soetopo, dkk. 2002. Ilmu Resep dan Teori. Jakarta : Departemen Kesehatan

Tjay, Tan Hoan. 2007.Obat-obat Penting Khasiat, Penggunaan, dan Efek-Efek Sampingnya Edisi VI .
Jakarta : PT Elex Media Komputindo.Voigt. 1995.

Syamsuni .1996. Ilmu Meracik Obat. Jakarta. Erlangga
















Diposkan oleh hinata san di 22.43
Kirimkan Ini lewat Email
BlogThis!
Berbagi ke Twitter
Berbagi ke Facebook
Bagikan ke Pinterest

Tidak ada komentar:
Poskan Komentar

Beranda
Langganan: Poskan Komentar (Atom)
Arsip Blog
2013 (1)

Anda mungkin juga menyukai