Anda di halaman 1dari 15

Reza Wahyu Pradita/115020301111028

1. Bagaimana cara membuktikan adanya suap atau gratifikasi?


Cara membukikan adanya suap atau gratifiksi ini dapat dilihat siapa yang dibebani
membuktikan serta objek pembuktiannya. Dalah hal ini dibedakan menjadi 3 sistem, yaitu:
(1) sistem terbalik,
(2) sistem semi terbalik dan
(3) sistem biasa.
Mengenai sistem beban pembuktian terbalik dalam UUTPK, terbatas pada dua objek saja.
Objek tindak pidana menerima suap gratifikasi yang nilainya Rp 10 juta atau lebih (Pasal 12B)
dan objek mengenai harta benda terdakwa yang tidak/belum disebut dalam surat dakwaan (Pasal
38B). selanjutnya ada system semi dan system biasa, yaitu :
a. Sistem semi terbalik berlaku dalam hal pembuktian tentang harta benda terdakwa yang telah
didakwakan, khususnya bagi terdakwa membuktikan tentang kekayaannya seimbang dengan
sumber pendapatannya. Sebaliknya keadaan tidak berhasilnya terdakwa membuktikan
kekayaan itu didapat dari sumber yang halal, dipergunakan JPU untuk memperkuat alat bukti
yang membuktikan unsur-unsur TPK yang didakwakan.
b. Sedangkan sistem biasa (beban pembuktian pada JPU) berlaku pada TPK suap menerima
gratifikasi yang nilainya kurang dari Rp 10 juta dan semua TPK selain suap menerima
gratifikasi yang nilainya Rp 10 juta atau lebih. Dalam memberantas korupsi, sistem terbalik
tidak banyak manfaatnya. Bermanfaat karena objek pembuktiannya sangat terbatas, yakni
pada TPK suap menerima gratifikasi yang nilainya Rp 10 juta atau lebih saja.
Sistem terbalik harus digunakan dalam kasus-kasus besar dengan syarat-syarat:
a. pegawai negeri atau penyelenggara negara diduga telah menerima suap terutama dari
banyak pihak, dalam waktu yang lama dan berkali-kali,
b. penerimaan suap tersebut sukar dibuktikan misalnya kapan saat menerima suap, dari
siapa saja penyuapnya dan berapa masing-masing jumlahnya,
c. yang menimbulkan atau menjadikan kekayaannya berlimpah ruah,
d. yang tidak seimbang dengan gaji atau sumber pendapatan lainnya yang sah.
Jika didakwa TPK menerima suap gratifikasi, maka objek dan cara pembuktian ialah:
a. Pertama, bahwa tidak ada gratifikasi yang diterima, atau bukan terdakwa yang menerima
gratifikasi tersebut;
b. Kedua, bahwa jika terbukti ada sesuatu penerimaan (gratifikasi), maka terdakwa
membuktikan bahwa penerimaan itu bukan berhubungan dengan jabatannya dan atau
tidak berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya. Jadi mengacu pada unsur-unsurnya,
tetapi kebalikan (negatif) yakni tidak ada unsur-unsur TPK tersebut;
c. Ketiga ia telah melaporkan pada KPK tentang penerimaan itu dalam waktu 30 hari kerja
sejak menerimanya. Menurut Pasal 37 ayat (2) bila terdakwa dapat membuktikan seperti
itu, maka pembuktian tersebut dipergunakan oleh pengadilan sebagai dasar untuk
menyatakan bahwa dakwaan tidak terbukti. Oleh karena pembuktian (negatif) oleh
terdakwa ini mengenai objek TPK (menerima suap gratifikasi) tentu harus diikuti dengan
diktum pembebasan terdakwa. Disini letak sistem terbalik justru menguntungkan
terdakwa. Karena hakim tidak perlu mempertimbangkan hasil pembuktian JPU

2. Mengapa orang masih tetap melakukan KKN (tidak takut hukum) padahal banyak
pasal menakutkan yang mengatur?
Indonesia menjadi banyak hukum setelah merajalelanya tindak pidana korupsi,
namun hukum lebih bermakna sekadar sebagai simbol, tanpa adanya realisasi yang benar -
benar konkrit, tegas, dan memaksa. Akibatnya, banyak orang yang melanggar hukum.
Apabila seseorang melanggar suatu undang - undang dan pelanggarannya dilakukan berulang
dan dalam hal atau masalah yang sama, itu menunjukkan bahwa orang tersebut telah
menentang undang - undang. Sehingga hukuman orang itu tidak bisa disamakan dengan
hukuman terdahulu atau yang pernah ia jalani. Maksudnya, harus ada penambahan hukuman,
yang sekiranya dapat membuat dia jera. Maka dari itu, hukumannya jangan tanggung -
tanggung, karena ia telah menentangnya.
Oleh karena itu, dalam penegakkan supremasi hukum harus selalu ada pembenahan,
karena seringkali tidak adanya keadilan terhadap pemberlakuan hukuman kepada narapidana,
khususnya koruptor. Karena itu tak mengherankan jika sejak jatuhnya pemerintahan Orde
Baru hingga kini, praktik korupsi tidak semakin berkurang, tetapi semakin menjadi - jadi.
Koruptor seolah tidak takut lagi terhadap hukum. Mengapa demikian? Hal
tersebut tidak lepas dari kelemahan penegakkan hukum. Seolah hukum bisa dibeli, dan
hukum hanya berlaku bagi orang - orang kecil.

Mengenai sebab - sebab korupsi, secara garis besar ada tiga kelompok pandangan, yaitu
faktor manusia, faktor lingkungan dan faktor gabungan dari keduanya.
Hal ini terjadikarena dapat dilihat dengan berbagai sisi, antara lain:
a. Sistem pemerintahan demokrasi

Sistem yang dianut Indonesia memang sangat rentan terhadap terjadinya korupsi karena
banyak pihak yang dapat memepengaruhi pemerintahan, contohnya hak prerogratif
presiden dalam membentuk kabinet, presiden dapat memilih orang-orang yang mau
mendukungnya secara materiil sebagai menteri padahal orang tersebut belum tentu
mampu menjalankan tugasnya dan bahkan akan mencari keuntungan dari jabatanya untuk
mengembalikan dana yang telah ia sumbangkan kepada presiden saat pemilihan presiden,
lalu lembaga pengawas pemerintahan yaitu DPR juga sangat mungkin melakukan korupsi
saat merumuskan atau merubah suatu undang-undang. Dan pengawasan DPR terhadap
pemerintah juga sangat lemah sehingga pemerintah masih sangat mungkin melakukan
korupsi.
b. Hukum pidana tentang tindak pidana korupsi yang diatur dalam KUHP dinilai
masih sangat lemah.
Memang tidak perlu sampai diberlakukan hukuman mati bagi koruptor seperti
yang di berlakukan di Negara China, tapi untuk tindak pidana korupsi yang merugikan
negara dalam jumlah besar seharusnya diberi hukuman seumur hidup dan tanpa remisi
ataupun grasi. Agar terjadi efek jera dan juga sebagai pelajaran bagi pejabat-pejabat baru.
c. Aparat hukum yang korup mulai dari Kepolisian, Kejaksaan, hingga Pengadilan.
Kepolisian bisa menghentikan penyelidikan bila koruptor mampu menyuapnya. Dan
apabila tidak, Kejaksaan dapat mengeluarkan Surat Pemberhentian Penyidikan Perkara
(SP3) bila ada uang suap dari koruptor. Apabila masih berlanjut ke Pengadilan vonis
yang jatuh pasti akan ringan bahkan bebas bila hakim berhasil disuap . Hal ini
menyebabkan mudahnya para pejabat yang terjerat kasus korupsi untuk membebaskan
diri dari jeratan hukum dengan jalan menyuap dari hasil uang korupsi. Sehingga
sebanyak apapun Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melimpahkan kasus korupsi ke
pihak kepolisian akan menjadi percuma. Bahkan beberapa waktu lalu ada upaya
pelemahan KPK oleh institusi hukum lain yang takut diselidiki mengenai kasus korupsi
di dalamnya.
d. Mental para pemimpin dan pejabat
Hal ini sebenarnya merupakan faktor terpenting yang menyebabkan korupsi masih terjadi
hingga saat ini. Kebanyakan pemimpin dan pejabat yang memimpin saat ini adalah hasil
didikan pada masa orde baru yang sangat korup sehingga mental mereka masihlah mental
korup. Dan sepertinya korupsi masih akan terus terjadi apabila para pemimpin masih
berasal dari generasi pemimpin saat ini.
e. Di Indonesia banyak sekali peraturan hukum yang mengatur seiring dengan
perkembangan zaman. Dengan banyaknya hukum yang mengatur, orang menjadi
meremehkan peraturan-peraturan hukum tersebut. Sehingga banyak sekaliyang
melanggarnya. Karena orang-orang tersebut cenderung mengetahui celah dan kelemahan
dari pasal-pasal tersebut. Dan apabila orang-orang tersebut tidak mengetahui celah dan
mengetahui kelemahan masing-masing pasal, maka orang tersebut tidak akan melakukan
perbuatan melawan pasal.


3. Apa itu LPSE dan Bagaimana?

Pengertian
Layanan Pengadaan Secara Elektronik adalah akses kepada Sistem Pengadaan Secara
Elektronik (SPSE) untuk dapat melakukan, mengikuti proses pengadaan barang/jasa di
lingkungan Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah. Layanan Pengadaan Secara Elektronik
selanjutnya disingkat LPSE adalah unit kerja/pelaksana yang memfasilitasi Panitia
Pengadaan/Unit Layanan Pengadaan pada proses pengadaan barang/jasa pemerintah secara
elektronik. Pengguna (user) adalah peserta/pemakai website LPSE yang wajib mempunyai User
ID dan Password yang telah ter-registrasi di website LPSE. Pengguna juga merupakan semua
pihak yang menggunakan website LPSE yang tidak terbatas pada PPK/Panitia Pengadaan,
Penyedia barang/jasa yang telah terdaftar dan memiliki User ID dan Password dalam website
LPSE

PROSES PENGADAAN
1. Persiapan Pengadaan
a. PPK menetapkan paket pekerjaan dalam SPSE dengan memasukkan: Nama paket, Lokasi,
Kode anggaran, Nilai Pagu, Target pelaksanaan, dan Kepanitiaan.
b. Panitia Pengadaan memasukkan ke dalam SPSE
2. Pengumuman Pelelangan
a. Setelah mendapatkan penetapan PPK, paket pekerjaan yang bersangkutan akan tercantum
dalam website LPSE dan Panitia Pengadaan mengumumkan paket lelang sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
b. Masyarakat umum dapat melihat pengumuman pengadaan di website LPSE yang
bersangkutan.
3. Pendaftaran Peserta Lelang
a. Penyedia barang/jasa yang sudah mendapat hak akses dapat memilih dan mendaftar sebagai
peserta lelang pada paket-paket pekerjaan yang diminati.
b. Dengan mendaftar sebagai peserta lelang pada paket pekerjaan yang diminati maka
Penyedia barang/jasa dianggap telah menyetujui Pakta Integritas.
c. Dengan mendaftar sebagai peserta lelang pada paket pekerjaan yang diminati Penyedia
barang/jasa dapat mengunduh (download) dokumen pengadaan/lelang paket pekerjaan
tersebut.
4. Penjelasan Pelelangan
a. Proses penjelasan pelelangan dilakukan secara online tanpa tatap muka melalui website
LPSE yang bersangkutan.
b. Dalam hal waktu penjelasan pelelangan telah berakhir, Panitia Pengadaan masih
mempunyai waktu untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang mungkin belum terjawab.
c. Jika dianggap perlu dan tidak dimungkinkan memberikan informasi lapangan ke dalam
dokumen pemilihan, Panitia Pengadaan dapat melaksanakan proses penjelasan di
lapangan/lokasi pekerjaan.
5. Penyampaian Penawaran
a. Pada tahap penyampaian penawaran, Penyedia barangjasa yang sudah menjadi peserta
lelang dapat mengirimkan dokumen (file) penawarannya dengan terlebih dahulu melakukan
enkripsi/penyandian terhadap file penawaran dengan menggunakan Aplikasi Pengaman
Dokumen (APENDO) yang tersedia dalam website LPSE.
b. Pengguna wajib mengetahui dan melaksanakan ketentuan penggunaan APENDO yang
tersedia dan dapat diketahui pada saat mengoperasikan APENDO.
6. Proses Evaluasi
a. Pada tahap pembukaan file penawaran, Panitia Pengadaan dapat mengunduh (download)
dan melakukan dekripsi file penawaran tersebut dengan menggunakan APENDO.
b. Terhadap file penawaran yang oleh tidak dapat dibuka, Panitia Pengadaan wajib
menyampaikan file penawaran terenkripsi yang tidak dapat dibuka (dekripsi) kepada LPSE
untuk dilakukan analisa dan bila dianggap perlu LPSE dapat menyampaikan file penawaran
tersebut kepada Direktorat e-Procurement LKPP.
c. Terhadap penyampaikan file penawaran terenkripsi yang tidak dapat di buka (dekripsi),
LKPP melakukan analisa terhadap file penawaran tersebut dan dapat merekomendasikan
langkah-langkah yang perlu diambil oleh Panitia Pengadaan.
d. Dengan adanya proses penyampaikan informasi sebagaimana huruf b diatas Panitia
Pengadaan dimungkinkan melakukan pemunduran jadwal pada paket pekerjaan tersebut.
e. Proses evaluasi (administrasi dan teknis, harga, kualifikasi) terhadap file penawaran
dilakukan secara manual (off line) di luar SPSE, dan selanjutnya hasil evaluasi tersebut
dimasukkan ke dalam SPSE.
f. Proses evaluasi kualifikasi dapat dilakukan dengan meminta dan memeriksa semua
dokumen penawaran asli calon pemenang lelang.
7. Lelang Gagal dan Pelelangan Ulang
a. Dalam hal Panitia Pengadaan memutuskan untuk melakukan pelelangan ulang, maka
terlebih dahulu Panitia Pengadaan harus membatalkan proses lelang paket pekerjaan yang
sedang berjalan (pada tahap apapun) pada SPSE dan memasukkan alasan penyebab
pelelangan harus diulang.
b. Informasi tentang pelelangan ulang ini secara otomatis akan terkirim melalui email kepada
semua peserta lelang paket pekerjaan tersebut.
c. Termasuk dalam hal SPSE gagal karena teknis operasional LPSE.
8. Pengumuman Calon Pemenang Lelang Pada tahap pengumuman pemenang dan PPK telah
menetapkan pemenang lelang suatu paket pekerjaan, SPSE secara otomatis akan menampilkan
informasi pengumuman pemenang paket pekerjaan dimaksud, dan juga mengirim informasi
ini melalui email kepada seluruh peserta lelang paket pekerjaan tersebut.
9. Sanggah
a. Peserta lelang hanya dapat mengirimkan 1 (satu) kali sanggahan kepada PPK suatu paket
pekerjaan yang dilakukan secara online melalui SPSE.
b. SPSE memungkinkan PPK untuk melakukan jawaban terhadap sanggahan Peserta lelang
yang dikirimkan setelah batas akhir waktu sanggah.
c. Dalam hal terdapat sanggah banding, proses tersebut dilakukan di luar SPSE dan Peserta
lelang mengirimkan kepada pejabat terkait.
d. Proses sanggah banding tidak menghentikan tahapan lelang selanjutkanya pada SPSE.

4. Bagaimana menerima perikatan audit, apa saja yang perlu diperhatikan?
1. MENGEVALUASI INTEGRITAS MANAJEMEN
1) Melakukan komunikasi dengan auditor terdahulu
Sebelum menerima suatu perikatan audit, auditor pengganti harus coba melaksanakan
komunikasi tentang berikut ini:
a) Meminta keterangan pada auditor pendahulu mengenai masalah-masalah yang spesifik,
antara lain mengenai fakta yang mungkin berpengaruh terhadap integritas manajemen
yang menyangkut ketidaksepakatan dengan manajemenmengenai penerapan prinsip
akuntansi, prosedur audit, atau soal-soal signifikan serupa dan tentanga pendapat
auditor pendahulu mengenai alsan klien dalam penggantian auditor..
2) Meminta keteranga pada pihak ketiga
Informasi tentang integritas manajemen dapat diperoleh dengan meminta keterangan
kepada penasihat hukum, pejabat bank, dan pihak lain dalam masyarakat keuangan dan
bisnis yang mempunyai hubungan bisnis dengan calon klien.
3) Melakukan review terhadap pengalaman auditor dimasa lalu dalam berhubungan dengan
klien yang bersangkutan.
Dalam hal auditor mempertimbangkan akan melanjutkan atau menghentikan hubungan dengan
klien dalam perikatan audit, auditor harus secara seksama mempertimbangkan pengalamannya
masa lalu dalam hubungan dengan klien dalam perikatan audit.
2. MENGIDENTIFIKASI KEADAAN KHUSUS DARI RISIKO LUAR BIASA
Berbagai fator yang perlu dipertimbangkan oleh auditor tentang kondisi khusus dan risiko
luar biasa yang mungkin berdampak terhadap penerimaan perikatan audit dari calon klien dapat
diketahui dengan cara :
1. Mengidentifikasi pemakaian laporan audit dan
2. Mendapatkan informasi tentang stabilitas keuangan dan legal dimasa depan
3. Mengevaluasi kemungkinan dapat atau tidaknya laporan keuangan calon klien
diaudit.
3. MENENTUKAN KOMPETENSI UNTUK MELAKSANAKAN AUDIT
1) Mengidentifikai tim audit
Tim audit terdiri dari:
a. Seorang patner yang akan bertanggungjawab terhadap penyelesaian keseluruhan
perikatan audit
b. Satu atau lebih manajer, yang akan mengkoordinasi dan mengawasi pelaksanaan
program audit
c. Staff asisten, yang melaksanakan berbagai prosedur audit yang diperlukan dalam
pelaksanaan program audit.
2) Mempertimbangkan kebutuhan konsultasi dan penggunaan spesialis
Dalam mempertimbangkan perikatan audit dari calon klien, auditor kemungkinan
akan menghadapi masalah berikut ini, yang mungkinmemerlukan pekerjaan spesialis:
a. Penilaian (misalnya karya seni, obat-obatan khuus dan restricted securities
b. Penentuan karakteristik fisik yang berhubungan dengan kuantitas yang tersedia
c. Penentuan nilai yang diperoleh dengan menggunakan teknik atau metode khusus
d. Penafsiran persaratan teknis, peraturan atau persetujuan (misalnya pengaruh potensial
suatu kontrak atau dokumen hukum lainnya, atau hak atas property)
4. MENILAI INDEPENDENSI
Sebelum auditor menerima suatu perikatan audit, ia harus memastikan bahwa
setiap professional yang menjadi anggota tim auditnya diragukan.

5. MENENTUKAN KEMEPUAN UNTUK MENGGUNAKAN KEMEHIRAN
PROFESIONALNYA DENGAN KECERMATAN DAN KESEKSAMAAN.
Kecermatan dan keseksamaan pengguanaan kemahiran professional auditor
ditentukan oleh ketersediaan waktu yang memadai untuk merencanakan dan melaksanakan
audit
1) Penentuan waktu pelaksanaan
Umumnya waktu enam sampai dengan Sembilan bulan merupakan jangka waktu
yang memadai bagi auditor untuk merencanakan sexara sekama pekerjaan audit, sehingga
idealnya waktu perikatan audit sudah diterima oleh auditor enam sampai dengan Sembilan
bulan sebelum akhir tahunbuku klien.
2) Pertimbangan jadwal pekerjaan lapangan
6. MEMBUAT SURAT PERIKATAN AUDIT
Isi pokok urat peeikatan audit
a. Tujuan audit
b. Tanggung jawab manajemen
c. lingkup audit
d. bentuk laporan atau bentuk komuninikasi lain yang akan digunakan oleh auditor untuk
menyampaikan hasil perikatan
e. akses ke berbagai catatan, dokumentasi dan informasi lain yang diharuskan dalam
kaitannya dengan audit
f. dasar yang digunakan oleh auditor untuk menghitung fee audit dan pengaturan
penagihannya
5.Hal yang perlu diperhatikan dalam audit investigatif
Dalam pelaksanaannya audit investigative diarahkan untuk menentukan kebenaran
permasalahan melalui proses pengujian, pengumpulan dan pengevaluasian bukti bukti yang
relevan dengan perbuatan fraud dan untuk mengungkap fakta fakta fraud, mencakup:
1. Adanya perbuatan fraud ( subyek )
2. Mengidentifikasi pelaku fraud ( obyek )
3. Menjelaskan modus operandi fraud ( modus)
4. Mengkuantifikasi nilai kerugian dan dampak yang ditimbulkannya
Penilaian risiko fraud
Penilaian risiko terjadinya fraud atau kecurangan adalah penggunaan ilmu audit forensik
yang paling luas. Dalam praktiknya, hal ini juga digunakan dalam perusahaan-perusahaan swasta
untuk menyusun sistem pengendalian intern yang memadai. Dengan dinilainya risiko terjadinya
fraud, maka perusahaan untuk selanjutnya bisa menyusun sistem yang bisa menutup celah-celah
yang memungkinkan terjadinya fraud tersebut.
Deteksi dan investigasi fraud
Dalam hal ini, audit forensik digunakan untuk mendeteksi dan membuktikan adanya fraud
dan mendeteksi pelakunya. Dengan demikian, pelaku bisa ditindak secara hukum yang berlaku.
Jenis-jenis fraud yang biasanya ditangani adalah korupsi, pencucian uang, penghindaran pajak,
illegal logging, dan sebagainya.
Deteksi kerugian keuangan
Audit forensik juga bisa digunakan untuk mendeteksi dan menghitung kerugian keuangan
negara yang disebabkan tindakan fraud.
Kesaksian ahli (Litigation Support)
Seorang auditor forensik bisa menjadi saksi ahli di pengadilan. Auditor Forensik yang
berperan sebagai saksi ahli bertugas memaparkan temuan-temuannya terkait kasus yang
dihadapi. Tentunya hal ini dilakukan setelah auditor menganalisa kasus dan data-data
pendukung untuk bisa memberikan penjelasan di muka pengadilan.
Uji Tuntas (Due diligence)
Uji tuntas atau Due diligence adalah istilah yang digunakan untuk penyelidikan guna
penilaian kinerja perusahaan atau seseorang , ataupun kinerja dari suatu kegiatan guna memenuhi
standar baku yang ditetapkan. Uji tuntas ini biasanya digunakan untuk menilai kepatuhan
terhadap hukum atau peraturan.
6.Yang dimasukkan dalam perencanaan audit
1. Penetapan sasaran, Ruang lingkup, dan susunan tim
Sasaran dan ruang lingkup audit investigative ditentukan berdasarkan hasil
penelaahan informasi awal. Apabila dari hasil auditkeuangan, audit operasional atau jenis
audit lainnya menginformasikan adanya fraud yang memerlukan pendalaman,
penanggung jawab audit harus menerbitkan Surat Tugas Audit yang baru, walaupun
dapat tetap menunjuk tim audit yang lama untuk melakukan audit terhadap fraud
dimaksud.
Penerbitan Surat Tugas Audit yang baru harus dilakukan karena sasaran, ruang
lingkup, bentuk laporan dan pengguna laporan audit investigative berbeda dengan hasil
audit lainnya.
2. Penyusunan program Kerja
Sebagaimana jenis audit lainnya, audit investigative juga memerlukan program
kerja audit, yang berisi langkah langkah kerja audit yangakan dijadikan arah/ pedoman
bagi auditor yang bersangkutan.
Secara umum program kerja audit disusun dengan memperhatikan hasil
penelaahan informasi awal yang ditujukan untuk dapat mengungkapkan ha hal berikut:
a. Unsur melawan hokum/melanggar hokum
b. Unsur memperkaya diri atau orang lain atau suatu korporasi
c. Unsur merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara
d. Unsur menyalahgunakan wewenang
e. Alat bukti/ barang bukti yang cukup untuk membuktikan unsur unsur di atas
f. Kausu posisi dan modus operandi
g. Pihak pihak yang diduga terlibat/tanggung jawab
Untuk menyusun langkah langkah kerja audit perlu terlebih dahulu dipahami
kegiatan yang diaudit antara lain:
a. Susunan organisasi dan uaraian pembagian tugas
b. Peraturan peraturan yang berkaitan dengan kegiatan yang diaudit
c. Mekanisme kegiatan yang diperiksa termasuk formulir yang digunakan
d. Pihak pihak lain yang terkait dengan kegiatan organisasi/ institusi yang diaudit
3. Jangka waktu dan anggaran biaya
Jangka waktu audit hendaknya disesuaikan dengan kebutuhan dan dicantumkan
dalan Surat Tugas Audit. Jika diperlukan perpajangan waktu audit, penanggung jawab
audit menerbitkan surat perpanjangan waktu audit dan disampaikan kepada
organisasi/institusi yang diaudit ( auditan). Anggaran biaya audit direncanakan seefisien
mungkintan pa mengurangi pencapaian tujuan
7.Bagaimana membuat Laporan audit yang baik
Obyektif : seimbang, netral, adil
Lengkap: laporan harus berisi semua informasi dan argumen yang diperlukan untuk menjawab
pertanyaan audit yang telah dibuat dan untuk member keyakinan yang memadai dan benar
terhadap hal-hal dan kondisi yang dilaporkan.
Kejelasan : Kejelasan dari pesan, kejelasan mensyaratkan bahwa laporan akan mudah dibaca
dan dipahami, menggunakan bahasa yang lugas dan sejauh mungkin menghindari bahasa teknis,
menjelaskan singkatan dari setiap bahasa teknis dianggap perlu, dan menghindari ambiguitas.
Meyakinkan: Informasi yang diberikan harus meyakinkan pem-baca terhadap keabsahan
temuan, kewajaran kesimpulan, dan manfaat penerapan rekomendasi.
Relevan: Tepat waktu dan memiliki nilai tambah
Akurat : Bukti yang disajikan harus benar dan semua temuan digambarkan dengan benar.
Konstruktif Membantu dan mendorong: Laporan tersebut harus dapat membantu manajemen
dalam mengatasi atau menghindari masalah di masa depan, dengan jelas mengidentifikasi siapa
yang bertanggung jawab atas kelemahan yang ditemukan dan membuat rekomendasi praktis
untuk perbaikan.
Singkat: Tidak lebih dari yang diperlukan.
Guna mewujudkan prinsip-prinsip laporan seperti tersebut di atas, beberapa hal di bawah
ini yang harus dipertimbangkan, yaitu:
1. Dalam setiap laporan, fakta-fakta harus diungkapkan untuk membantu pemahaman pembaca
laporan. Hal ini termasuk suatu pernyataan yang singkat dan jelas berkenaan dengan
penerapan hukum yang dilanggar atau sebagai dasar suatu audit investigatif.
2. Laporan harus memuat bukti-bukti baik yang mendukung maupun yang melemahkan temuan
audit.
3. Laporan harus didukung dengan kertas kerja audit investigatif yang memuat referensi kepada
semua wawancara, kontak, atau aktivitas audit investigatif yang lain.
4. Laporan harus mencerminkan apa hasil yang diperoleh dari audit investigatif. Hal ini
termasuk denda, penghematan, pemulihan, tuduhan, rekomendasi, dan sebagainya.
5. Auditor harus menulis laporannya dalam bentuk deduktif, menggunakan kalimat dan
pernyataan yang berupa ulasan dan kalimat topik. Penulisan kalimat dan paragraf harus
singkat, sederhana, dan langsung.
6. Laporan harus ringkas tanpa mengorbankan kejelasan, kelengkapan, dan ketepatan untuk
mengkomunikasikan temuan audit investigatif yang relevan.
7. Laporan tidak boleh mengungkapkan pertanyaan yang belum terjawab, atau memungkinkan
interpretasi yang keliru.
8. Laporan audit investigatif tidak boleh mengandung opini atau pandangan pribadi. Semua
penilaian, kesimpulan, pengamatan, dan rekomendasi harus berdasarkan fakta yang tersedia.
9. Kelemahan sistem atau permasalahan manajemen yang terungkap dalam audit investigatif
harus dilaporkan ke pejabat yang berwenang dengan segera.
Selanjutnya dinyatakan pula laporan hasil audit investigatif minimal harus memuat hal-hal
berikut ini.
1. Dasar melakukan audit.
2. Identifikasi auditi.
3. Tujuan/sasaran, lingkup, dan metodologi audit.
4. Pernyataan bahwa audit investigatif telah dilaksanakan sesuai Standar Audit.
5. Fakta-fakta dan proses kejadian mengenai siapa, dimana, bilamana, bagaimana dari kasus
yang diaudit.
6. Sebab dan dampak penyimpangan.
7. Pihak yang diduga terlibat atau bertanggung jawab.
8. Dalam pengungkapan pihak yang bertanggung jawab atau yang diduga terlibat, auditor
harus memperhatikan azas praduga tidak bersalah yaitu dengan tidak menyebut identitas
lengkap.

Laporan Hasil Audit Investigatif atas dugaan penyimpangan yang merugikan
keuangan negara menyajikan temuan dan informasi penting lainnya dengan maksud
untuk disampaikan kepada pihak -pihak yang berkepentingan guna keperluan tindak
lanjut, monitoring tindak lanjut atau untuk keperluan penanganan lebih lanjut .
TUJUAN PELAPORAN HASIL AUDIT INVESTIGATIF
Menunjang pelaksanaan kerja sama antara unit pengawasan internal dengan
lembaga penegakan hukum, dan mudah dipahami oleh penggunanya dalam hal ini
para staf lembaga penegakan hukum yang terkait.
Memudahkan pejabat yang berwenang dan atau pejabat obyek yang diperiksa
dalam mengambil tindakan sesuai dengan peraturan yang berlaku
BENTUK LAPORAN HASIL AUDIT INVESTIGATIF
- Bentuk bab
- Bentuk surat
FORMAT LAPORAN HASIL AUDIT INVESTIGATIF BENTUK BAB
- Bab I : Simpulan dan Saran
- Bab II : Umum
1. Dasar Audit
2. Tujuan Audit
3. Sasaran dan Ruang Lingku p Audit
4. Data Umum
- Bab III : Uraian Hasil Audit Investigatif, yang memuat:
1. Dasar Hukum Auditee
2. Temuan Hasil Audit
2.1. Sistem Pengendalian Intern
2.2. Materi Temuan
2.2.1. Jenis penyimpangan
2.2.2. Modus operandi penyimpangan
2.2.3. Dampak penyimpangan
2.2.4. Sebab Penyimpangan
2.2.5. Unsur kerja sama
2.2.6. Pihak yang diduga terlibat

2.3. Tindak lanjut
3. Rekomendasi
4. Lampiran- Lampiran

Anda mungkin juga menyukai