1. Bagaimana cara membuktikan adanya suap atau gratifikasi?
Cara membukikan adanya suap atau gratifiksi ini dapat dilihat siapa yang dibebani membuktikan serta objek pembuktiannya. Dalah hal ini dibedakan menjadi 3 sistem, yaitu: (1) sistem terbalik, (2) sistem semi terbalik dan (3) sistem biasa. Mengenai sistem beban pembuktian terbalik dalam UUTPK, terbatas pada dua objek saja. Objek tindak pidana menerima suap gratifikasi yang nilainya Rp 10 juta atau lebih (Pasal 12B) dan objek mengenai harta benda terdakwa yang tidak/belum disebut dalam surat dakwaan (Pasal 38B). selanjutnya ada system semi dan system biasa, yaitu : a. Sistem semi terbalik berlaku dalam hal pembuktian tentang harta benda terdakwa yang telah didakwakan, khususnya bagi terdakwa membuktikan tentang kekayaannya seimbang dengan sumber pendapatannya. Sebaliknya keadaan tidak berhasilnya terdakwa membuktikan kekayaan itu didapat dari sumber yang halal, dipergunakan JPU untuk memperkuat alat bukti yang membuktikan unsur-unsur TPK yang didakwakan. b. Sedangkan sistem biasa (beban pembuktian pada JPU) berlaku pada TPK suap menerima gratifikasi yang nilainya kurang dari Rp 10 juta dan semua TPK selain suap menerima gratifikasi yang nilainya Rp 10 juta atau lebih. Dalam memberantas korupsi, sistem terbalik tidak banyak manfaatnya. Bermanfaat karena objek pembuktiannya sangat terbatas, yakni pada TPK suap menerima gratifikasi yang nilainya Rp 10 juta atau lebih saja. Sistem terbalik harus digunakan dalam kasus-kasus besar dengan syarat-syarat: a. pegawai negeri atau penyelenggara negara diduga telah menerima suap terutama dari banyak pihak, dalam waktu yang lama dan berkali-kali, b. penerimaan suap tersebut sukar dibuktikan misalnya kapan saat menerima suap, dari siapa saja penyuapnya dan berapa masing-masing jumlahnya, c. yang menimbulkan atau menjadikan kekayaannya berlimpah ruah, d. yang tidak seimbang dengan gaji atau sumber pendapatan lainnya yang sah. Jika didakwa TPK menerima suap gratifikasi, maka objek dan cara pembuktian ialah: a. Pertama, bahwa tidak ada gratifikasi yang diterima, atau bukan terdakwa yang menerima gratifikasi tersebut; b. Kedua, bahwa jika terbukti ada sesuatu penerimaan (gratifikasi), maka terdakwa membuktikan bahwa penerimaan itu bukan berhubungan dengan jabatannya dan atau tidak berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya. Jadi mengacu pada unsur-unsurnya, tetapi kebalikan (negatif) yakni tidak ada unsur-unsur TPK tersebut; c. Ketiga ia telah melaporkan pada KPK tentang penerimaan itu dalam waktu 30 hari kerja sejak menerimanya. Menurut Pasal 37 ayat (2) bila terdakwa dapat membuktikan seperti itu, maka pembuktian tersebut dipergunakan oleh pengadilan sebagai dasar untuk menyatakan bahwa dakwaan tidak terbukti. Oleh karena pembuktian (negatif) oleh terdakwa ini mengenai objek TPK (menerima suap gratifikasi) tentu harus diikuti dengan diktum pembebasan terdakwa. Disini letak sistem terbalik justru menguntungkan terdakwa. Karena hakim tidak perlu mempertimbangkan hasil pembuktian JPU
2. Mengapa orang masih tetap melakukan KKN (tidak takut hukum) padahal banyak pasal menakutkan yang mengatur? Indonesia menjadi banyak hukum setelah merajalelanya tindak pidana korupsi, namun hukum lebih bermakna sekadar sebagai simbol, tanpa adanya realisasi yang benar - benar konkrit, tegas, dan memaksa. Akibatnya, banyak orang yang melanggar hukum. Apabila seseorang melanggar suatu undang - undang dan pelanggarannya dilakukan berulang dan dalam hal atau masalah yang sama, itu menunjukkan bahwa orang tersebut telah menentang undang - undang. Sehingga hukuman orang itu tidak bisa disamakan dengan hukuman terdahulu atau yang pernah ia jalani. Maksudnya, harus ada penambahan hukuman, yang sekiranya dapat membuat dia jera. Maka dari itu, hukumannya jangan tanggung - tanggung, karena ia telah menentangnya. Oleh karena itu, dalam penegakkan supremasi hukum harus selalu ada pembenahan, karena seringkali tidak adanya keadilan terhadap pemberlakuan hukuman kepada narapidana, khususnya koruptor. Karena itu tak mengherankan jika sejak jatuhnya pemerintahan Orde Baru hingga kini, praktik korupsi tidak semakin berkurang, tetapi semakin menjadi - jadi. Koruptor seolah tidak takut lagi terhadap hukum. Mengapa demikian? Hal tersebut tidak lepas dari kelemahan penegakkan hukum. Seolah hukum bisa dibeli, dan hukum hanya berlaku bagi orang - orang kecil.
Mengenai sebab - sebab korupsi, secara garis besar ada tiga kelompok pandangan, yaitu faktor manusia, faktor lingkungan dan faktor gabungan dari keduanya. Hal ini terjadikarena dapat dilihat dengan berbagai sisi, antara lain: a. Sistem pemerintahan demokrasi
Sistem yang dianut Indonesia memang sangat rentan terhadap terjadinya korupsi karena banyak pihak yang dapat memepengaruhi pemerintahan, contohnya hak prerogratif presiden dalam membentuk kabinet, presiden dapat memilih orang-orang yang mau mendukungnya secara materiil sebagai menteri padahal orang tersebut belum tentu mampu menjalankan tugasnya dan bahkan akan mencari keuntungan dari jabatanya untuk mengembalikan dana yang telah ia sumbangkan kepada presiden saat pemilihan presiden, lalu lembaga pengawas pemerintahan yaitu DPR juga sangat mungkin melakukan korupsi saat merumuskan atau merubah suatu undang-undang. Dan pengawasan DPR terhadap pemerintah juga sangat lemah sehingga pemerintah masih sangat mungkin melakukan korupsi. b. Hukum pidana tentang tindak pidana korupsi yang diatur dalam KUHP dinilai masih sangat lemah. Memang tidak perlu sampai diberlakukan hukuman mati bagi koruptor seperti yang di berlakukan di Negara China, tapi untuk tindak pidana korupsi yang merugikan negara dalam jumlah besar seharusnya diberi hukuman seumur hidup dan tanpa remisi ataupun grasi. Agar terjadi efek jera dan juga sebagai pelajaran bagi pejabat-pejabat baru. c. Aparat hukum yang korup mulai dari Kepolisian, Kejaksaan, hingga Pengadilan. Kepolisian bisa menghentikan penyelidikan bila koruptor mampu menyuapnya. Dan apabila tidak, Kejaksaan dapat mengeluarkan Surat Pemberhentian Penyidikan Perkara (SP3) bila ada uang suap dari koruptor. Apabila masih berlanjut ke Pengadilan vonis yang jatuh pasti akan ringan bahkan bebas bila hakim berhasil disuap . Hal ini menyebabkan mudahnya para pejabat yang terjerat kasus korupsi untuk membebaskan diri dari jeratan hukum dengan jalan menyuap dari hasil uang korupsi. Sehingga sebanyak apapun Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melimpahkan kasus korupsi ke pihak kepolisian akan menjadi percuma. Bahkan beberapa waktu lalu ada upaya pelemahan KPK oleh institusi hukum lain yang takut diselidiki mengenai kasus korupsi di dalamnya. d. Mental para pemimpin dan pejabat Hal ini sebenarnya merupakan faktor terpenting yang menyebabkan korupsi masih terjadi hingga saat ini. Kebanyakan pemimpin dan pejabat yang memimpin saat ini adalah hasil didikan pada masa orde baru yang sangat korup sehingga mental mereka masihlah mental korup. Dan sepertinya korupsi masih akan terus terjadi apabila para pemimpin masih berasal dari generasi pemimpin saat ini. e. Di Indonesia banyak sekali peraturan hukum yang mengatur seiring dengan perkembangan zaman. Dengan banyaknya hukum yang mengatur, orang menjadi meremehkan peraturan-peraturan hukum tersebut. Sehingga banyak sekaliyang melanggarnya. Karena orang-orang tersebut cenderung mengetahui celah dan kelemahan dari pasal-pasal tersebut. Dan apabila orang-orang tersebut tidak mengetahui celah dan mengetahui kelemahan masing-masing pasal, maka orang tersebut tidak akan melakukan perbuatan melawan pasal.
3. Apa itu LPSE dan Bagaimana?
Pengertian Layanan Pengadaan Secara Elektronik adalah akses kepada Sistem Pengadaan Secara Elektronik (SPSE) untuk dapat melakukan, mengikuti proses pengadaan barang/jasa di lingkungan Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah. Layanan Pengadaan Secara Elektronik selanjutnya disingkat LPSE adalah unit kerja/pelaksana yang memfasilitasi Panitia Pengadaan/Unit Layanan Pengadaan pada proses pengadaan barang/jasa pemerintah secara elektronik. Pengguna (user) adalah peserta/pemakai website LPSE yang wajib mempunyai User ID dan Password yang telah ter-registrasi di website LPSE. Pengguna juga merupakan semua pihak yang menggunakan website LPSE yang tidak terbatas pada PPK/Panitia Pengadaan, Penyedia barang/jasa yang telah terdaftar dan memiliki User ID dan Password dalam website LPSE
PROSES PENGADAAN 1. Persiapan Pengadaan a. PPK menetapkan paket pekerjaan dalam SPSE dengan memasukkan: Nama paket, Lokasi, Kode anggaran, Nilai Pagu, Target pelaksanaan, dan Kepanitiaan. b. Panitia Pengadaan memasukkan ke dalam SPSE 2. Pengumuman Pelelangan a. Setelah mendapatkan penetapan PPK, paket pekerjaan yang bersangkutan akan tercantum dalam website LPSE dan Panitia Pengadaan mengumumkan paket lelang sesuai dengan ketentuan yang berlaku. b. Masyarakat umum dapat melihat pengumuman pengadaan di website LPSE yang bersangkutan. 3. Pendaftaran Peserta Lelang a. Penyedia barang/jasa yang sudah mendapat hak akses dapat memilih dan mendaftar sebagai peserta lelang pada paket-paket pekerjaan yang diminati. b. Dengan mendaftar sebagai peserta lelang pada paket pekerjaan yang diminati maka Penyedia barang/jasa dianggap telah menyetujui Pakta Integritas. c. Dengan mendaftar sebagai peserta lelang pada paket pekerjaan yang diminati Penyedia barang/jasa dapat mengunduh (download) dokumen pengadaan/lelang paket pekerjaan tersebut. 4. Penjelasan Pelelangan a. Proses penjelasan pelelangan dilakukan secara online tanpa tatap muka melalui website LPSE yang bersangkutan. b. Dalam hal waktu penjelasan pelelangan telah berakhir, Panitia Pengadaan masih mempunyai waktu untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang mungkin belum terjawab. c. Jika dianggap perlu dan tidak dimungkinkan memberikan informasi lapangan ke dalam dokumen pemilihan, Panitia Pengadaan dapat melaksanakan proses penjelasan di lapangan/lokasi pekerjaan. 5. Penyampaian Penawaran a. Pada tahap penyampaian penawaran, Penyedia barangjasa yang sudah menjadi peserta lelang dapat mengirimkan dokumen (file) penawarannya dengan terlebih dahulu melakukan enkripsi/penyandian terhadap file penawaran dengan menggunakan Aplikasi Pengaman Dokumen (APENDO) yang tersedia dalam website LPSE. b. Pengguna wajib mengetahui dan melaksanakan ketentuan penggunaan APENDO yang tersedia dan dapat diketahui pada saat mengoperasikan APENDO. 6. Proses Evaluasi a. Pada tahap pembukaan file penawaran, Panitia Pengadaan dapat mengunduh (download) dan melakukan dekripsi file penawaran tersebut dengan menggunakan APENDO. b. Terhadap file penawaran yang oleh tidak dapat dibuka, Panitia Pengadaan wajib menyampaikan file penawaran terenkripsi yang tidak dapat dibuka (dekripsi) kepada LPSE untuk dilakukan analisa dan bila dianggap perlu LPSE dapat menyampaikan file penawaran tersebut kepada Direktorat e-Procurement LKPP. c. Terhadap penyampaikan file penawaran terenkripsi yang tidak dapat di buka (dekripsi), LKPP melakukan analisa terhadap file penawaran tersebut dan dapat merekomendasikan langkah-langkah yang perlu diambil oleh Panitia Pengadaan. d. Dengan adanya proses penyampaikan informasi sebagaimana huruf b diatas Panitia Pengadaan dimungkinkan melakukan pemunduran jadwal pada paket pekerjaan tersebut. e. Proses evaluasi (administrasi dan teknis, harga, kualifikasi) terhadap file penawaran dilakukan secara manual (off line) di luar SPSE, dan selanjutnya hasil evaluasi tersebut dimasukkan ke dalam SPSE. f. Proses evaluasi kualifikasi dapat dilakukan dengan meminta dan memeriksa semua dokumen penawaran asli calon pemenang lelang. 7. Lelang Gagal dan Pelelangan Ulang a. Dalam hal Panitia Pengadaan memutuskan untuk melakukan pelelangan ulang, maka terlebih dahulu Panitia Pengadaan harus membatalkan proses lelang paket pekerjaan yang sedang berjalan (pada tahap apapun) pada SPSE dan memasukkan alasan penyebab pelelangan harus diulang. b. Informasi tentang pelelangan ulang ini secara otomatis akan terkirim melalui email kepada semua peserta lelang paket pekerjaan tersebut. c. Termasuk dalam hal SPSE gagal karena teknis operasional LPSE. 8. Pengumuman Calon Pemenang Lelang Pada tahap pengumuman pemenang dan PPK telah menetapkan pemenang lelang suatu paket pekerjaan, SPSE secara otomatis akan menampilkan informasi pengumuman pemenang paket pekerjaan dimaksud, dan juga mengirim informasi ini melalui email kepada seluruh peserta lelang paket pekerjaan tersebut. 9. Sanggah a. Peserta lelang hanya dapat mengirimkan 1 (satu) kali sanggahan kepada PPK suatu paket pekerjaan yang dilakukan secara online melalui SPSE. b. SPSE memungkinkan PPK untuk melakukan jawaban terhadap sanggahan Peserta lelang yang dikirimkan setelah batas akhir waktu sanggah. c. Dalam hal terdapat sanggah banding, proses tersebut dilakukan di luar SPSE dan Peserta lelang mengirimkan kepada pejabat terkait. d. Proses sanggah banding tidak menghentikan tahapan lelang selanjutkanya pada SPSE.
4. Bagaimana menerima perikatan audit, apa saja yang perlu diperhatikan? 1. MENGEVALUASI INTEGRITAS MANAJEMEN 1) Melakukan komunikasi dengan auditor terdahulu Sebelum menerima suatu perikatan audit, auditor pengganti harus coba melaksanakan komunikasi tentang berikut ini: a) Meminta keterangan pada auditor pendahulu mengenai masalah-masalah yang spesifik, antara lain mengenai fakta yang mungkin berpengaruh terhadap integritas manajemen yang menyangkut ketidaksepakatan dengan manajemenmengenai penerapan prinsip akuntansi, prosedur audit, atau soal-soal signifikan serupa dan tentanga pendapat auditor pendahulu mengenai alsan klien dalam penggantian auditor.. 2) Meminta keteranga pada pihak ketiga Informasi tentang integritas manajemen dapat diperoleh dengan meminta keterangan kepada penasihat hukum, pejabat bank, dan pihak lain dalam masyarakat keuangan dan bisnis yang mempunyai hubungan bisnis dengan calon klien. 3) Melakukan review terhadap pengalaman auditor dimasa lalu dalam berhubungan dengan klien yang bersangkutan. Dalam hal auditor mempertimbangkan akan melanjutkan atau menghentikan hubungan dengan klien dalam perikatan audit, auditor harus secara seksama mempertimbangkan pengalamannya masa lalu dalam hubungan dengan klien dalam perikatan audit. 2. MENGIDENTIFIKASI KEADAAN KHUSUS DARI RISIKO LUAR BIASA Berbagai fator yang perlu dipertimbangkan oleh auditor tentang kondisi khusus dan risiko luar biasa yang mungkin berdampak terhadap penerimaan perikatan audit dari calon klien dapat diketahui dengan cara : 1. Mengidentifikasi pemakaian laporan audit dan 2. Mendapatkan informasi tentang stabilitas keuangan dan legal dimasa depan 3. Mengevaluasi kemungkinan dapat atau tidaknya laporan keuangan calon klien diaudit. 3. MENENTUKAN KOMPETENSI UNTUK MELAKSANAKAN AUDIT 1) Mengidentifikai tim audit Tim audit terdiri dari: a. Seorang patner yang akan bertanggungjawab terhadap penyelesaian keseluruhan perikatan audit b. Satu atau lebih manajer, yang akan mengkoordinasi dan mengawasi pelaksanaan program audit c. Staff asisten, yang melaksanakan berbagai prosedur audit yang diperlukan dalam pelaksanaan program audit. 2) Mempertimbangkan kebutuhan konsultasi dan penggunaan spesialis Dalam mempertimbangkan perikatan audit dari calon klien, auditor kemungkinan akan menghadapi masalah berikut ini, yang mungkinmemerlukan pekerjaan spesialis: a. Penilaian (misalnya karya seni, obat-obatan khuus dan restricted securities b. Penentuan karakteristik fisik yang berhubungan dengan kuantitas yang tersedia c. Penentuan nilai yang diperoleh dengan menggunakan teknik atau metode khusus d. Penafsiran persaratan teknis, peraturan atau persetujuan (misalnya pengaruh potensial suatu kontrak atau dokumen hukum lainnya, atau hak atas property) 4. MENILAI INDEPENDENSI Sebelum auditor menerima suatu perikatan audit, ia harus memastikan bahwa setiap professional yang menjadi anggota tim auditnya diragukan.
5. MENENTUKAN KEMEPUAN UNTUK MENGGUNAKAN KEMEHIRAN PROFESIONALNYA DENGAN KECERMATAN DAN KESEKSAMAAN. Kecermatan dan keseksamaan pengguanaan kemahiran professional auditor ditentukan oleh ketersediaan waktu yang memadai untuk merencanakan dan melaksanakan audit 1) Penentuan waktu pelaksanaan Umumnya waktu enam sampai dengan Sembilan bulan merupakan jangka waktu yang memadai bagi auditor untuk merencanakan sexara sekama pekerjaan audit, sehingga idealnya waktu perikatan audit sudah diterima oleh auditor enam sampai dengan Sembilan bulan sebelum akhir tahunbuku klien. 2) Pertimbangan jadwal pekerjaan lapangan 6. MEMBUAT SURAT PERIKATAN AUDIT Isi pokok urat peeikatan audit a. Tujuan audit b. Tanggung jawab manajemen c. lingkup audit d. bentuk laporan atau bentuk komuninikasi lain yang akan digunakan oleh auditor untuk menyampaikan hasil perikatan e. akses ke berbagai catatan, dokumentasi dan informasi lain yang diharuskan dalam kaitannya dengan audit f. dasar yang digunakan oleh auditor untuk menghitung fee audit dan pengaturan penagihannya 5.Hal yang perlu diperhatikan dalam audit investigatif Dalam pelaksanaannya audit investigative diarahkan untuk menentukan kebenaran permasalahan melalui proses pengujian, pengumpulan dan pengevaluasian bukti bukti yang relevan dengan perbuatan fraud dan untuk mengungkap fakta fakta fraud, mencakup: 1. Adanya perbuatan fraud ( subyek ) 2. Mengidentifikasi pelaku fraud ( obyek ) 3. Menjelaskan modus operandi fraud ( modus) 4. Mengkuantifikasi nilai kerugian dan dampak yang ditimbulkannya Penilaian risiko fraud Penilaian risiko terjadinya fraud atau kecurangan adalah penggunaan ilmu audit forensik yang paling luas. Dalam praktiknya, hal ini juga digunakan dalam perusahaan-perusahaan swasta untuk menyusun sistem pengendalian intern yang memadai. Dengan dinilainya risiko terjadinya fraud, maka perusahaan untuk selanjutnya bisa menyusun sistem yang bisa menutup celah-celah yang memungkinkan terjadinya fraud tersebut. Deteksi dan investigasi fraud Dalam hal ini, audit forensik digunakan untuk mendeteksi dan membuktikan adanya fraud dan mendeteksi pelakunya. Dengan demikian, pelaku bisa ditindak secara hukum yang berlaku. Jenis-jenis fraud yang biasanya ditangani adalah korupsi, pencucian uang, penghindaran pajak, illegal logging, dan sebagainya. Deteksi kerugian keuangan Audit forensik juga bisa digunakan untuk mendeteksi dan menghitung kerugian keuangan negara yang disebabkan tindakan fraud. Kesaksian ahli (Litigation Support) Seorang auditor forensik bisa menjadi saksi ahli di pengadilan. Auditor Forensik yang berperan sebagai saksi ahli bertugas memaparkan temuan-temuannya terkait kasus yang dihadapi. Tentunya hal ini dilakukan setelah auditor menganalisa kasus dan data-data pendukung untuk bisa memberikan penjelasan di muka pengadilan. Uji Tuntas (Due diligence) Uji tuntas atau Due diligence adalah istilah yang digunakan untuk penyelidikan guna penilaian kinerja perusahaan atau seseorang , ataupun kinerja dari suatu kegiatan guna memenuhi standar baku yang ditetapkan. Uji tuntas ini biasanya digunakan untuk menilai kepatuhan terhadap hukum atau peraturan. 6.Yang dimasukkan dalam perencanaan audit 1. Penetapan sasaran, Ruang lingkup, dan susunan tim Sasaran dan ruang lingkup audit investigative ditentukan berdasarkan hasil penelaahan informasi awal. Apabila dari hasil auditkeuangan, audit operasional atau jenis audit lainnya menginformasikan adanya fraud yang memerlukan pendalaman, penanggung jawab audit harus menerbitkan Surat Tugas Audit yang baru, walaupun dapat tetap menunjuk tim audit yang lama untuk melakukan audit terhadap fraud dimaksud. Penerbitan Surat Tugas Audit yang baru harus dilakukan karena sasaran, ruang lingkup, bentuk laporan dan pengguna laporan audit investigative berbeda dengan hasil audit lainnya. 2. Penyusunan program Kerja Sebagaimana jenis audit lainnya, audit investigative juga memerlukan program kerja audit, yang berisi langkah langkah kerja audit yangakan dijadikan arah/ pedoman bagi auditor yang bersangkutan. Secara umum program kerja audit disusun dengan memperhatikan hasil penelaahan informasi awal yang ditujukan untuk dapat mengungkapkan ha hal berikut: a. Unsur melawan hokum/melanggar hokum b. Unsur memperkaya diri atau orang lain atau suatu korporasi c. Unsur merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara d. Unsur menyalahgunakan wewenang e. Alat bukti/ barang bukti yang cukup untuk membuktikan unsur unsur di atas f. Kausu posisi dan modus operandi g. Pihak pihak yang diduga terlibat/tanggung jawab Untuk menyusun langkah langkah kerja audit perlu terlebih dahulu dipahami kegiatan yang diaudit antara lain: a. Susunan organisasi dan uaraian pembagian tugas b. Peraturan peraturan yang berkaitan dengan kegiatan yang diaudit c. Mekanisme kegiatan yang diperiksa termasuk formulir yang digunakan d. Pihak pihak lain yang terkait dengan kegiatan organisasi/ institusi yang diaudit 3. Jangka waktu dan anggaran biaya Jangka waktu audit hendaknya disesuaikan dengan kebutuhan dan dicantumkan dalan Surat Tugas Audit. Jika diperlukan perpajangan waktu audit, penanggung jawab audit menerbitkan surat perpanjangan waktu audit dan disampaikan kepada organisasi/institusi yang diaudit ( auditan). Anggaran biaya audit direncanakan seefisien mungkintan pa mengurangi pencapaian tujuan 7.Bagaimana membuat Laporan audit yang baik Obyektif : seimbang, netral, adil Lengkap: laporan harus berisi semua informasi dan argumen yang diperlukan untuk menjawab pertanyaan audit yang telah dibuat dan untuk member keyakinan yang memadai dan benar terhadap hal-hal dan kondisi yang dilaporkan. Kejelasan : Kejelasan dari pesan, kejelasan mensyaratkan bahwa laporan akan mudah dibaca dan dipahami, menggunakan bahasa yang lugas dan sejauh mungkin menghindari bahasa teknis, menjelaskan singkatan dari setiap bahasa teknis dianggap perlu, dan menghindari ambiguitas. Meyakinkan: Informasi yang diberikan harus meyakinkan pem-baca terhadap keabsahan temuan, kewajaran kesimpulan, dan manfaat penerapan rekomendasi. Relevan: Tepat waktu dan memiliki nilai tambah Akurat : Bukti yang disajikan harus benar dan semua temuan digambarkan dengan benar. Konstruktif Membantu dan mendorong: Laporan tersebut harus dapat membantu manajemen dalam mengatasi atau menghindari masalah di masa depan, dengan jelas mengidentifikasi siapa yang bertanggung jawab atas kelemahan yang ditemukan dan membuat rekomendasi praktis untuk perbaikan. Singkat: Tidak lebih dari yang diperlukan. Guna mewujudkan prinsip-prinsip laporan seperti tersebut di atas, beberapa hal di bawah ini yang harus dipertimbangkan, yaitu: 1. Dalam setiap laporan, fakta-fakta harus diungkapkan untuk membantu pemahaman pembaca laporan. Hal ini termasuk suatu pernyataan yang singkat dan jelas berkenaan dengan penerapan hukum yang dilanggar atau sebagai dasar suatu audit investigatif. 2. Laporan harus memuat bukti-bukti baik yang mendukung maupun yang melemahkan temuan audit. 3. Laporan harus didukung dengan kertas kerja audit investigatif yang memuat referensi kepada semua wawancara, kontak, atau aktivitas audit investigatif yang lain. 4. Laporan harus mencerminkan apa hasil yang diperoleh dari audit investigatif. Hal ini termasuk denda, penghematan, pemulihan, tuduhan, rekomendasi, dan sebagainya. 5. Auditor harus menulis laporannya dalam bentuk deduktif, menggunakan kalimat dan pernyataan yang berupa ulasan dan kalimat topik. Penulisan kalimat dan paragraf harus singkat, sederhana, dan langsung. 6. Laporan harus ringkas tanpa mengorbankan kejelasan, kelengkapan, dan ketepatan untuk mengkomunikasikan temuan audit investigatif yang relevan. 7. Laporan tidak boleh mengungkapkan pertanyaan yang belum terjawab, atau memungkinkan interpretasi yang keliru. 8. Laporan audit investigatif tidak boleh mengandung opini atau pandangan pribadi. Semua penilaian, kesimpulan, pengamatan, dan rekomendasi harus berdasarkan fakta yang tersedia. 9. Kelemahan sistem atau permasalahan manajemen yang terungkap dalam audit investigatif harus dilaporkan ke pejabat yang berwenang dengan segera. Selanjutnya dinyatakan pula laporan hasil audit investigatif minimal harus memuat hal-hal berikut ini. 1. Dasar melakukan audit. 2. Identifikasi auditi. 3. Tujuan/sasaran, lingkup, dan metodologi audit. 4. Pernyataan bahwa audit investigatif telah dilaksanakan sesuai Standar Audit. 5. Fakta-fakta dan proses kejadian mengenai siapa, dimana, bilamana, bagaimana dari kasus yang diaudit. 6. Sebab dan dampak penyimpangan. 7. Pihak yang diduga terlibat atau bertanggung jawab. 8. Dalam pengungkapan pihak yang bertanggung jawab atau yang diduga terlibat, auditor harus memperhatikan azas praduga tidak bersalah yaitu dengan tidak menyebut identitas lengkap.
Laporan Hasil Audit Investigatif atas dugaan penyimpangan yang merugikan keuangan negara menyajikan temuan dan informasi penting lainnya dengan maksud untuk disampaikan kepada pihak -pihak yang berkepentingan guna keperluan tindak lanjut, monitoring tindak lanjut atau untuk keperluan penanganan lebih lanjut . TUJUAN PELAPORAN HASIL AUDIT INVESTIGATIF Menunjang pelaksanaan kerja sama antara unit pengawasan internal dengan lembaga penegakan hukum, dan mudah dipahami oleh penggunanya dalam hal ini para staf lembaga penegakan hukum yang terkait. Memudahkan pejabat yang berwenang dan atau pejabat obyek yang diperiksa dalam mengambil tindakan sesuai dengan peraturan yang berlaku BENTUK LAPORAN HASIL AUDIT INVESTIGATIF - Bentuk bab - Bentuk surat FORMAT LAPORAN HASIL AUDIT INVESTIGATIF BENTUK BAB - Bab I : Simpulan dan Saran - Bab II : Umum 1. Dasar Audit 2. Tujuan Audit 3. Sasaran dan Ruang Lingku p Audit 4. Data Umum - Bab III : Uraian Hasil Audit Investigatif, yang memuat: 1. Dasar Hukum Auditee 2. Temuan Hasil Audit 2.1. Sistem Pengendalian Intern 2.2. Materi Temuan 2.2.1. Jenis penyimpangan 2.2.2. Modus operandi penyimpangan 2.2.3. Dampak penyimpangan 2.2.4. Sebab Penyimpangan 2.2.5. Unsur kerja sama 2.2.6. Pihak yang diduga terlibat