Anda di halaman 1dari 15

Perpajakan I

Materi VIII











Oleh :

Kelompok 4
A.A.A. Uccahati Warapsari (1206305036)
Luh Ayu Ratih Purnamasari (1206305143)
Gusti Ayu Sidney (1206305146)




Fakultas Ekonomi Universitas Udayana
2013
ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat
dan karuniaNya, kami dapat menyelesaikan pembuatan resume Perpajakan ini dan terima
kasih untuk berbagai sumber yang telah kami pakai sebagai data pada resume ini.
Kami mengakui bahwa kami adalah manusia yang mempunyai keterbatasan dalam
berbagai hal. Oleh karena itu tidak ada hal yang dapat diselesaikan dengan sangat sempurna.
Begitu pula dengan resume ini yang telah kami selesaikan. Tidak semua hal dapat kami
deskripsikan dengan sempurna dalam resume ini. Kami melakukannya semaksimal mungkin
dengan kemampuan yang kami miliki. Dimana kami juga memiliki keterbatasan kemampuan.
Maka dari itu, kami akan menerima semua kritik dan saran yang diberikan sebagai
batu loncatan untuk dapat memperbaiki resume kami. Sehingga resume berikutnya dan
resume lain dapat diselesaikan dengan hasil yang lebih baik. Kami mengharapkan banyak
manfaat yang dapat dipetik dan diambil dari karya ini.


Bukit Jimbaran, 23 April 2013

Penulis
iii

DAFTAR ISI

COVER
KATA PENGANTAR ............................................................................................................. ii
DAFTAR ISI ........................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................................... 1
1.3 Tujuan ........................................................................................................................ 1
BAB II PEMBAHASAN .......................................................................................................... 2
2.1 Subjek Pajak............................................................................................................... 2
2.2 Objek Pajak ................................................................................................................ 5
BAB III PENUTUP .................................................................................................................11
3.1 Kesimpulan .............................................................................................................. 11
DAFTAR PUSTAKA
1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pajak merupakan alat atau instrumen penerimaan Negara. Dalam menjalankan
tugas-tugas rutin Negara diperlukan biaya, demikian juga dalam rangka melaksanakan
pembangunan nasional. Pembiayaan itu terutama berasal dari penerimaan pajak.
Penerimaan Negara terutama dari sector pajak ini diharapkan bisa ditingkatkan dari tahun
ke tahun. Karena sesuai dengan kebutuhan pembiayaan pembangunan yang semakin
meningkat.
Dalam kehidupan sehari-hari sering kita temui di televisi dan media-media yang lain
mengenai istilah Pajak Penghasilan (PPH), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Pajak
Pertambahan Nilai (PPn), Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), serta
Bea Materai. Namun, tidak semua orang mengetahui apa saja yang menjadi subjek dan
objek dari kedua pajak ini. Sehingga banyak orang yang tidak mengetahui bahwa mereka
termasuk salah satu dari subjek pajak tersebut.
Dalam makalah ini kami akan mencoba menguraikan beberapa hal mengenai apa
saja yang menjadi subjek dan objek dalam istilah istilah pajak tersebut. Sehingga kita
semua dapat mengatahui tentang hal-hal tersebut.

1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan subjek pajak?
2. Apa yang dimaksud dengan objek pajak?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan subjek pajak.
2. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan objek pajak.

2

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Subjek Pajak
Subjek Pajak Penghasilan
Pajak Penghasilan (PPh) dikenakan terhadap orang pribadi dan badan, berkenaan dengan
penghasilan yang diterima atau diperoleh selama satu tahun pajak. Subjek PPh meliputi :
1. Orang pribadi;
2. Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik
yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi
perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik
Negara atau daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma kongsi, koperasi,
dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi
sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga, dan bentuk badan lainnya termasuk
kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap; dan
3. Bentuk usaha Tetap (BUT) adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang
pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di
Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu
12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan
di Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia, yang
dapat berupa: tempat kedudukan manajemen, cabang perusahaan, kantor perwakilan,
gedung kantor, pabrik, dan bengkel.
Subjek Pajak Dalam Negeri
1. Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia atau yang berada di Indonesia
lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas)
bulan, atau yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat
untuk bertempat tinggal di Indonesia.
2. Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia.
3. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak.
Subjek Pajak Luar Negeri
1. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia
tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua
3

belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di
Indonesia yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui BUT di
Indonesia.
2. Orang Pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia
tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak
didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang dapat menerima atau
memperoleh panghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau
melakukan kegiatan melalui BUT di Indonesia.
Subjek Pajak Pertambahan Nilai
Subjek Pajak Pertambahan Nilai adalah pengusaha Kena pajak (PKP). PKP adalah
pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena pajak dan atau penyerahan Jasa
Kena pajak yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-undang PPN, tidak termasuk
pengusaha kecil yang batasannya ditetapkan Menteri Keuangan, kecuali pengusaha kecil
tersebut memilih untuk dikukuhkan menjadi PKP.
Karena Undang-undang PPN tidak menyebutkan secara jelas siapa-siapa yang
termasuk subjek PPN, maka untuk memudahkan memahami, dapat dilihat ketentuan-
ketentuan sebelumnya berdasarkan Pasal 18 Undang-undang PPN mengenai ketentuan
perarihan, yaitu berdasarkan PP Nomor 22 tahun 1995, PP Nomor 28 Tahun 1988 serta
PP Nomor 75 Tahun 1991 yang dapat disebutkan beberapa contoh yang termasuk
pengusaha kena pajak sebagai subjek PPN, yaitu:
1. Pabrikan.
2. Importir.
3. Agen utama atau penyalur utama.
4. Pengusaha pemegang hak atau menggunakan paten atau merek dagang Barang Kena
pajak.
5. Pedagang besar.
6. Eksportir.
7. Pedagang eceran besar.
8. Pemborong atau kontraktor.
9. Pengusaha bidang telekomunikasi.
10. Pengusaha jasa angkatan udara dalam negeri.
11. Pengusaha rain yang ditetapkan oreh Direktur Jenderar pajak.
4

Subjek Pajak Bumi dan Bangunan
Subjek Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah orang atau badan yang
mempunyai kewajiban untuk melunasi PBB sesuai dengan ketentuan UU PBB. Subjek
PBB baru akan melunasi utang PBB apabila subjek PBB tersebut secara nyata
mempunyai suatu hak atas bumi dan bangunan dan/atau memperoleh manfaat atas bumi
dan bangunan. Hak hak atas bumi dan bangunan dalam PBB adalah mengacu pada
ketentuan UU argaria, yaitu hak milik, hak guna bangunan, hak guna usaha, hak pakai,
dan hak pengelolaan.
Berikut ini beberapa contoh subjek WP yang harus melunasi pajak karena status
kepemilikan objek pajak yang tidak jelas.
1. Subjek pajak bernama A memanfaatkan atau menggunakan bumi dan/atau bangunan
milik orang lain bernama B bukan karena suatu hak berdasarkan UU atau bukan
karena perjanjian, maka A yang memanfaatkan atau menggunakan bumi dan/atau
bangunan tersebut yang akan ditetapkan sebagai WP.
2. Suatu objek pajak ternyata masih dalam suatu sengketa kepemilikan di pengadilan,
maka orang atau badan yang memanfaatkan atau menggunakan objek pajak tersebut
yang akan ditetapkan sebagai WP.
3. Subjek pajak dalam waktu lama berada di luar wilayah letak objek pajak, sedangkan
untuk merawat objek pajak tersebut telah dikuasakan kepada orang lain, maka orang
atau badan yang diberi kuasa akan ditunjuk sebagai WP.
Subjek Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
Pengeturan masalah Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)
diatur dalam UU No. 21 Tahun 1997 sebagaimana diubah dengan UU No. 20 tahun
2000. Dalam UU tersebut disebutkan bahwa yang menjadi subjek pajak adalah orang
pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan bangunan. Subjek pajak yang
telah memperoleh hak atas tanah dan bangunan, akan terutang pajak saat mereka
memperolehnya. Saat yang menentukan terutangnya pajak tersebut diatur dalam Pasal 9,
sebagai berikut:
1. Untuk jual beli adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta.
2. Untuk tukar menukar adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta.
3. Untuk hibah adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta.
4. Untuk pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya adalah sejak
tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta.
5

5. Untuk pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan adalah sejak tanggal dibuat
dan ditandatanganinya akta.
6. Untuk lelang adalah sejak tanggal penunjukan pemenang lelang.
7. Untuk putusan hakim adalah sejak tanggal putusan pengadilan yang mempunyai
kekuatan hokum yang tetap.
8. Untuk hibah wasiat adalah sejak tanggal yang bersangkutan mendaftrarkan
peralihan haknya ke kantor pertanahan.
9. Untuk pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak
adalah sejak tanggal diterbitkannya surat keputusan pemberian hak.
10. Untuk pemberian hak di luar pelepasan hak adalah sejak tanggal diterbitkannya
surat keputusan pemberian hak.
11. Untuk hadiah adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta.
Subjek Bea Materai
Pengaturan masalah Bea Materai diatur dalam UU No.13 Tahun 1985. Dalam UU
tersebut, dijelaskan bahwa Bea Materai merupakan pajak yang dikenakan terhadap suatu
dokumen. Tidak semua dokumen dikenakan Bea Materai. Dokumen yang dikenakan bea
materai hanyalah dokumen yang disebutkan dalam UU tersebut. Pihak yang
menggunakan dokumen dokumen yang disebutkan dalam UU adalah subjek dari Bea
Materai tersebut. Artinya, merekalah yang wajib melunasi sejumlah Bea Materai yang
telah ditentukan.
Apabila suatu dokumen belum dibubuhi Bea Materai, namun apabila akan
digunakan sebagai alat bukti di pengadilan, maka pihak yang akan menggunakan
dokumen tersebut sebagai bukti, dibebani kewajiban untuk melunasi Bea Materai
terlebih dahulu. Pelunasan dilakukan melalui pejabat pos yang disebut pemateraian
kemudian.
2.2 Objek Pajak
Objek Pajk Penghasilan
1. PPh Pasal 21
Objek pajak PPh Pasal 21 harus di ketahui oleh wajib pajak yang mempunyai
kewajiban perpajakan PPh ini, tujuannya adalah agar dapat menjadi perhatian dalam
menentukan objek-objek apa saja kah yang dapat dikenakan PPh Pasal 21 dan juga
yang tidak termasuk dalam penghasilan yang di potong PPh Pasal 21.
6

Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 adalah:
a. Penghasilan yang diterima/diperoleh pegawai/penerima pensiun secara teratur
berupa gaji,uang pensiun bulanan,upah,honorarium, tunjangan.
b. Penghasilan yang diterima/diperoleh pegawai/penerima pensiun secara tidak
teratur berupa jasa produksi, tantiem, THR, gratifikasi,bonus.
c. Upah harian,upah borongan,upah satuan, upah borongan yang diterima tenaga
kerja lepas.
d. Uang tebusan pensiun,uang THT,uang pesangon,sehubungan dengan PHK.
e. Honorarium,uang saku,hadiah/penghargaan, komisi,beasiswa,dan pembayaran
lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan,jasa.
f. Gaji,gaji kehormatan,tunjangan lain yang terkait dengan gaji/honorarium yang
bersifat tidak tetap yang diterima oleh PNS.
Pengecualian Objek Pajak Pph Pasal 21
a. Pembayaran asuransi dari perusahaan asuransi kesehatan,asuransi jiwa,asuransi
dwiguna
b. Penerimaan dalam bentuk natura/kenikmatan kecuali penghasilan yang dipotong
PPh Pasal 21 termasuk penerimaan dalam bentuk natura/ kenikmatan yang
diberikan oleh bukan WP/WP yang dikenakan PPh final
c. Iuran pensiun dan iuran jaminan hari tua yang dibayar oleh pemberi kerja
d. Penerimaan dalam bentuk natura/ kenikamatan yang diberikan oleh pemerintah
e. Kenikmatan berupa pajak yang ditanggung pemerintah
f. Penerimaan THT-Taspen dari PT Taspen kepada para pensiunan yang berhak
menerimanya.
2. PPh Pasal 22
Pasal 22 UU PPh mengatur mengenai pemungutan pajak sehubungan dengan
pembayaran atas penyerahan barang dan adanya kegiatan di bidang impor atau
kegiatan usaha lainnya.
Objek PPh pasal 22
a. Penyerahan barang dan/atau jasa kepada institusi pemerintah.
b. Kegiatan impor ke dalam daerah pabean.
7

Pengecualian Objek Pajak Pph Pasal 22
a. Impor barang dan/atau penyerahan barang yang berdasarkan ketentuan
perundang-undangan tidak terutang PPh.
b. Impor barang yang dibebaskan dari bea masuk, antara lain:
1) Barang perwakilan negara asing beserta para pejabatnya yang bertugas di
Indonesia berdasarkan asas timbal balik;
2) Barang untuk keperluan badan internasional beserta pejabatnya yang
bertugas di Indonesia yang dinyatakan sebagai bukan subjek PPh
berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan;
3) Buku ilmu pengetahuan
4) Barang kiriman hadiah untuk keperluan ibadah umum, amal, sosial, atau
kebudayaan.
5) Barang untuk keperluan museum, kebun binatang, dan tempat lain semacam
itu yang terbuka untuk umum;
6) Barang untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan;
7) Barang untuk keperluan khusus kaum tuna netra dan penyandang cacat
lainnya.
3. PPh Pasal 23
Pasal 23 UU PPh mengatur mengenai pemotongan pajak atas penghasilan yang
diterima atau diperoleh WP dalam negeri dan BUT yang berasal dari modal,
penyerahan jasa atau penyelenggaraan kegiatan yang dibayarkan atau terutang oleh
badan pemerintah atau subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan,
BUT atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya.
Objek PPh pasal 23
a. Dividen
b. Bunga, termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan
pengembalian utang
c. Royalti;
d. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
e. Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, dan
jasa lain selain jasa yang telah dipotong PPh Pasal 21.
Pengecualian Objek Pajak Pph Pasal 23
a. Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank;
8

b. Sewa yang dibayar atau terutang sehubungan dengan sewa guna usaha dengan
hak opsi;
c. Dividen atau bagian laba yang diterima ata diperoleh PT sebagai WP dalam
negeri,koperasi, yayasan, atau, organisasi yang sejenis, BUMN, atau BUMD,
dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan berkedudukan di
Indonesia;
d. Bunga obligasi yang diterima atau diperoleh perusahaan reksa dana;
e. Bagian laba yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura dari badan
pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di
Indonesia dengan syarat tertentu.
f. Sisa hasil usaha koperasi yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya;
g. Bunga simpanan yang tidak melebihi jumlah sebesar 240.000 rupiah setiap
bulan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya.

4. PPh Pasal 26
Pasal 26 UU PP mengatur tentang pemotongan atas penghasilan yang
bersumber dari Indonesia yang diterima atau diperoleh WP luar negeri dan BUT.
Dalam PPh Pasal 26, yang menerima penghasilan adalah WP luar negeri, sedangkan
dalam PPh Pasal 23 yang menerima penghasilan adalah WP dalam negeri. Selain
itu, sifat pemotongan PPh Pasal 26 bersifat final, sedangkan pemotongan dalam PPh
pasal 23 sifatnya tidak final.

Objek Pajak Pertambahan Nilai
Objek dalam PPN adalah penyerahan atau kegiatan yang dilakukan oleh pengusaha
kena pajak. Ada beberapa kegiatan yang ditegaskan UU PPN sebagai onjek PPN, yaitu:
1. Penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh
Pengusaha;
2. Impor Barang Kena Pajak;
3. Penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha;
4. Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam
Daerah Pabean;
5. Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;
6. Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak;
9

Objek Pajak Bumi dan Bangunan
Yang menjadi obyek PBB adalah bumi dan bangunan. Bumi adalah permukaan bumi
atau tanah dan isi yang ada di bawahnya, termasuk tanah pekarangan, sawah, empang dan
perairan pedalaman (Pasal 1 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 JO Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 1994 ). Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau
dilekatkan secara tetap pada bumi, tanah atau perairan untuk tempat tinggal, tempat usaha
maupun tempat yang diusahakan (Pasal 1 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 JO
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 ).
1. Jalan lingkungan yang terletak dalam suatu kompleks bangunan, seperti hotel, pabrik
dan emplasemennya, yang merupakan satu kesatuan dengan komplek bangunan
tersebut
2. Jalan tol
3. Kolam renang;
4. Pagar mewah
5. Tempat olah raga
6. Galangan kapal, dermaga
7. Tempat penampungan/kilang minyak, air dan gas, pipa minyak;
8. Fasilitas lain yang memberikan manfaat
Objek Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
Pada dasarnya obyek dari bea perolehan hak atas tanah dan bangunan adalah setiap
upaya pemindahan hak atau pemberian hak atas tanah dan bangunan. Obyek bea
perolehan hak atas tanah dan bangunan dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. Jual beli
2. Tukar menukar
3. Hibah
4. Hibah wasiat
5. Waris
6. Pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lain
7. Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan
8. Penunjukan pembeli pada lelang
9. Pelaksanaan putusan hakim yang berkekuatan hukum tetap
10. Penggabungan usaha
11. Peleburan usaha
10

12. Pemekaran usaha
13. Hadiah.
Objek Bea Materai
Pada prinsipnya dokumen yang harus dikenakan meterai adalah dokumen menyatakan
nilai nominal sampai jumlah tertentu, dokumen yang bersifat perdata dan dokumen yang
digunakan di muka pengadilan, antara lain :
1. Surat perjanjian dan surat-surat lainnya yang dibuat dengan tujuan untuk digunakan
sebagai alat pembuktian mengenai perbuatan, kenyataan atau keadaan yang bersifat
perdata.
2. Akta-akta notaris termasuk salinannya.
3. Akta-akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah termasuk rangkap-
rangkapnya.
4. Surat yang memuat jumlah uang
5. Surat berharga seperti wesel, promes, aksep dan cek.
6. Dokumen yang dikenakan Bea Meterai juga terhadap dokumen yang akan digunakan
sebagai alat pembuktian di muka pengadilan yaitu surat-surat biasa dan surat-surat
kerumahtanggaan, dan surat-surat yang semula tidak dikenakan Bea Meterai
berdasarkan tujuannya, jika digunakan untuk tujuan lain atau digunakan oleh orang
lain, lain dan maksud semula.














11

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1. Subjek Pajak adalah pihak pihak (orang maupun badan) yang akan dikenakan pajak
2. Objek Pajak adalah sesuatu yang dikenakan pajak atau dapat diartikan sebagai sasaran
pengenaan pajak.

DAFTAR PUSTAKA
Ilyas, Wirawan B. dan Richard Burton. 2011. Hukum Pajak, edisi 5. Jakarta: Salemba Empat.
Renny. 2009. Subjek Pajak dan Objek Pajak. http://enywow.blogspot.com/2009/01/bjl.html.
Diakses tanggal 22 April 2013.

Anda mungkin juga menyukai