Anda di halaman 1dari 35

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kehamilan menyebabkan terjadinya sejumlah perubahan fisiologis dari
sistem kardiovaskular yang akan dapat ditolerir dengan baik oleh wanita yang
sehat, namun akan menjadi ancaman yang berbahaya bagi ibu hamil yang
mempunyai kelainan jantung sebelumnya. Tanpa diagnosis yang akurat dan
penanganan yang baik maka penyakit jantung dalam kehamilan dapat menjadi
penyebab yang signifikan akan mortalitas dan morbiditas ibu.
Penyakit jantung merupakan penyebab kematian terbanyak pada wanita di
Amerika Serikat dan merupakan penyebab ketiga terbanyak pada wanita usia 25
44 tahun. Penyakit jantung berpengaruh pada sekitar 1% dari kehamilan, dengan
angka kematian maternal menurut Sach sebanyak 0,3 dari 100.000 di
Massachusetts. Namun menurut Tillery angka kematian maternal mencapai 10
25% walaupun adanya perkembangan diagnosis dan penanganan penyakit
kardiovaskular maternal pada zaman sekarang.
Meskipun insidens penyakit jantung dalam kehamilan sekitar 1%. Gejala
seperti sesak napas atau tanda seperti bising ejeksi sistolik yang merupakan gejala
dari penyakit jantung dapat muncul pada sekitar 90% dari populasi kehamilan
sebagai konsekuensi perubahan fisiologis pada tubuh yang diinduksi oleh
kehamilan itu sendiri.
Penyakit jantung dan pembuluh darah dalam kehamilan meliputi penyakit
jantung bawaan, yaitu sianotik dan nonsianotik, kehamilan dengan hipertensi
pulmonal mitral valve prolapsed, kardiomiopati peripartum, kardiomiopati
hipertrofi, aritmia, emboli paru, katup artificial, hipertensi dalam kehamilan,
kehamilan dengan kelainan marfan, dan penyakit kardiak pulmonal pada
kehamilan. Diantara beberapa penyakit kardiovaskular, hipertensi merupakan
penyakit kardiovaskular yang tersering muncul pada kehamilan, sebanyak 6-8%
dari seluruh kehamilan. Di Negara barat, penyakit jantung bawaan merupakan
penyakit jantung yang paling sering ditemukan selama kehamilan (75-82%). Di
luar Eropa dan Amerika bagian utara hanya berkisar 9-19%. Penyakit jantung
reumatik mendominasi di Negara selain Negara barat, berkisar 56-89% dari
seluruh penyakit jantung dalam kehamilan. Kardiomiopati jarang ditemukan,
tetapi merupakan penyebab berat dari komplikasi penyakit jantung dalam
kehamilan. Pada referat ini akan dibahas mengenai penyakit jantung bawaan pada
kehamilan.

B. Tujuan Penulisan
Untuk mengetahui dan mempelajari mengenai penyakit jantung bawaan
pada kehamilan, sehingga diharapkan jika diwaktu mendatang menemui kasus
penyakit jantung bawaan pada kehamilan maka dokter muda mampu
mendiagnosis dan melakukan penatalaksanaan secara benar.



















BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Penyakit jantung bawaan (PJB) adalah penyakit jantung yang dibawa oleh
anak sejak ia dilahirkan akibat proses pembentukan jantung yang kurang
sempurna. Gangguan pertumbuhan jantung pada janin terjadi pada usia tiga
bulan pertama kehamilan, karena jantung terbentuk sempurna pada saat janin
berusia empat bulan.
B. EPIDEMIOLOGI
Penyakit jantung bawaan prevalensinya menjadi lebih banyak pada wanita
usia reproduktif dan sekitar 75% dari penyakit jantung yang terlihat pada
wanita hamil. Angka kejadian PJB di Indonesia adalah 8 tiap 1000 kelahiran
hidup. Jika jumlah penduduk Indonesia 200 juta, dan angka kelahiran 2%,
maka jumlah penderita PJB di Indonesia bertambah 32000 bayi setiap tahun.
Frekuensi PJB bervariasi pada bermacam-macam umur. Terbanyak pada
masa bayi dan pra-sekolah; kelainan ini merupakan persentase terkecil pada
kelainan jantung orang dewasa.
Frekuensi macam-macam kelainan sulit ditentukan dengan pasti serta
teliti, oleh karena beberapa hal antara lain karena untuk pemastian diagnosis
diperlukan kateterisasi, operasi atau autopsi. Umumnya terbanyak defek
septum ventrikel (VSD), kemudian menyusul VSD + PS (stenosis
pulmonalis), ASD (defek septum atrium), PDA (duktus arteriosus persisten),
koarktasio aorta, PS (stenosis pulmonalis), AS (stenosis aorta), TGA
(transposisi arteri-arteri besar), TF (tetralogi fallot).
C. ETIOLOGI
Pada sebagian besar kasus, penyebab PJB tidak diketahui. Berbagai jenis
obat, penyakit ibu, pajanan terhadap sinar Rontgen, diduga merupakan
penyebab eksogen penyakit jantung bawaan. Penyakit rubela yang diderita
ibu pada awal kehamilan dapat menyebabkan PJB pada bayi. Di samping
faktor eksogen terdapat pula faktor endogen yang berhubungan dengan
kejadian PJB. Berbagai jenis penyakit genetik dan sindrom tertentu erat
berkaitan dengan kejadian PJB seperti sindrom Down, Turner, dan lain-lain.
D. KLASIFIKASI
Secara garis besar, penyakit jantung bawaan dibagi 2 kelompok, yaitu
penyakit jantung bawaan sianotik dan penyakit jantung bawaan non-sianotik.
1. Penyakit Jantung Bawaan Sianotik
Penyakit jantung bawaan sianotik ditandai dengan adanya sianosis
sentral akibat adanya pirau kanan ke kiri, sebagai contoh Tetralogi Fallot
(TF), transposisi arteri besar (TGA), common mixing.
a. Tetralogi Fallot
Tetralogy of Fallot biasanya berakibatkan oksigenasi yang rendah
berhubungan dengan tercampurnya darah yang deoksigenasi dan
oksigenasi pada ventricle kiri yang akan dipompakan ke aorta karena
obstruksi pada katup pulmonal. Ini dikenal dengan istilah right-to-left
shunt. Hal ini sering mengakibatkan kulit bayi menjadi pucat dan
terlihat biru.
Tetralogi fallot adalah kelainan daerah konotrunkal yang paling
sering dijumpai. Cacatnya disebabkan oleh pemisahan konus yang
tidak merata, karena pergeseran letak sekat trunkus dan konus ke
depan. Sehingga pergeseran itu menimbulkan empat perubahan
kardiovaskuler, yaitu :
- stenosis infundibularis pulmonalis.
- cacat yang besar pada septum interventrikularis.
- overriding aorta ( aorta yang keluar langsung di atas sekat yang
cacat).
- hipertrofi dinding ventrikel karena tekanan sisi kanan yang lebih
tinggi.
Karena adanya VSD yang besar dan stenosis pulmonal maka akan
terjadi perubahan hemodinamik. Stenosis pulmonal yang terjadi itu
menyebabkan darah yang berasal dari vena cava superior dan inferior
seluruhnya akan tertampung dalam ventrikel kanan. Kemudian masuk
ke aorta tanpa membebani ventrikel kiri, sehingga timbul hipertrofi
ventrikel kanan sedangkan ventrikel kiri relatif kecil. VSD tersebut
menyebabkan terjadinya shunt kanan ke kiri sehingga timbul sianosis.
Stenosis pulmonal menyebabkan aliran darah ke pulmo jadi menurun
sehingga terjadi hipoksemia yang dikompensasi dengan polisitemia
(Price & Wilson., 2007), (Chung, Edward.K. 2005).
Tetralogi fallot merupakan penyakit jantung sianotik yang paling
banyak memungkinkan kelangsungan hidup sampai dewasa. Untuk
pasien tanpa koreksi pembedahan, prognosisnya tergantung dari
kewaspadaan. Meyer et al mendeskripsikan dari 57 kehamilan terdapat
kematian ibu sebanyak 7% dan rasio kematian janin sebanyak 22%.
Peningkatan mortalitas dan morbiditas ibu berhubungan dengan
penurunan resistensi vascular sistemik yang berhubungan dengan
kehamilan dan adanya perubahan pirau dari kanan ke kiri. Hal ini
mengakibatkan terjadinya sianosis, peningkatan hematokrit sebagai
kompensasi, dan penurunan saturasi oksigen arterial. Prognosis yang
buruk berlaku pada pasien dengan pirau dari kkanan ke kiri yang
menghasilkan hematokrit sebanyak 60% atau lebih atau saturasi
oksigen arterial kurang dari 80%.
Sebagian besar pasien tetralogi fallot telah menjalani terapi
pembedahan selama bayi atau anak-anak. Untuk pasien yang
memasuki kehamilan dengan lesi yang sudah dikoreksi, prognosisnya
baik. Singh et al melaporkan hasil dari 40 kehamilan pada 27 pasien
yang menjalani pembedahan untuk koreksi tetralogi fallot. Tidak ada
kematian ibu. Satu pasien mendapatkan diuretik thiazide untuk
pernafasan yang pendek, dan 1 bayi dilahirkan dengan atresia
pulmonal. Hasil yang sama diobservasi Zuber et al pada 44 kehamilan
pada 19 pasien yang telah menjalani operasi pembedahan sebelumnya.
Stenosis pulmonal merupakan gambaran kelainan jantung
kongenital yang berdiri sendiri atau merupakan bagian dari tetralogi
Fallot. Pada pemeriksaan fisik gelombang A yang menonjol pada
tekanan vena jugularis. Bising kresendo dan dekresendo biasa
terdengar sepanjang daerah parasternal kiri atas. Gambaran EKG
terlihat normal kecuali bila stenosis yang berat sehingga terjadi
hipertrofi ventrikel kanan dan deviasi aksis kanan. Pada pemeriksaan
foto toraks tampak pembesaran ventrikel kanan dan tonjolan arteri
pulmonalis.
2,3
Kehamilan umumnya dapat ditolerir bahkan pada stenosis
pulmonal yang tidak dikoreksi. Walaupun pemasangan balon
valvuloplasty perkutaneus merupakan pengobatan terpilih namun bila
terjadi kegagalan jantung yang refrakter selama kehamilan maka
operasi merupakan tindakan yang lebih baik sebab pemasangan balon
memberikan efek radiasi pada janin.
2

b. Overriding aorta/ Transposition of Great Artery (TGA)
TGA adalah kelainan dimana kedua pembuluh darah arteri besar
tertukar letaknya, yaitu aorta keluar dari ventrikel kanan dan arteri
pulmonalis dari ventrikel kiri. Pada kelainan ini sirkulasi darah sistemik
dan sirkulasi darah paru terpisah dan berjalan paralel. Kelangsungan
hidup bayi yang lahir dengan kelainan ini sangat tergantung dengan
adanya percampuran darah balik vena sistemik dan vena pulmonalis yang
baik, melalui pirau baik di tingkat atrium (ASD), ventrikel (VSD)
ataupun arterial (PDA).
Seringkali TGA tak disertai lubang sekat dan pasien sangat biru
(darah yang mengalir ke seluruh tubuh sebagian besar adalah darah
kotor). Pada neonatus dengan PJB sianosis, tidak mampu meningkatkan
saturasi oksigen arteri sistemik, justru sangat menurun drastis saat lahir,
sehingga pelepasan dan pengikatan oksigen di jaringan menurun. Kondisi
ini bila tidak segera diatasi mengakibatkan metabolisme anaerobik
dengan akibat selanjutnya berupa asidosis metabolik, hipoglikemi,
hipotermia dan kematian.
2
c. Common Mixing
Pada PJB sianotik golongan ini terdapat percampuran antara darah
balik vena sistemik dan vena pulmonalis baik di tingkat atrium (ASD
besar atau Common Atrium), di tingkat ventrikel (VSD besar atau Single
Ventricle) ataupun di tingkat arterial (Truncus Arteriosus). Umumnya
sianosis tidak begitu nyata karena tidak ada obstruksi aliran darah ke paru
dan percampuran antara darah vena sistemik dan pulmonalis cukup baik.
Akibat aliran darah ke paru yang berlebihan penderita akan
memperlihatkan tanda dan gejala gagal tumbuh kembang, gagal jantung
kongestif dan hipertensi pulmonal.
Gejalanya sama seperti pada umumnya kelainan dengan aliran ke
paru yang berlebihan dan timbul pada saat penurunan tahanan vaskuler
paru. Pada auskultasi umumnya akan terdengar bunyi jantung dua
komponen pulmonal yang mengeras disertai bising sistolik ejeksi halus
akibat hipertensi pulmonal yang ada. Hipertensi paru dan penyakit
obstruktif vaskuler paru akan terjadi lebih cepat dibandingkan dengan
kelainan yang lain.
Pada kelainan jenis ini, diagnosis dini sangat penting karena
operasi paliatif ataupun definitif harus sudah dilakukan pada usia
sebelum 6 bulan sebelum terjadi penyakit obstruktif vaskuler. Operasi
paliatif yang dilakukan adalah PAB dengan tujuan mengurangi aliran
darah ke paru sehingga penderita dapat tumbuh lebih baik dan siap untuk
operasi korektif atau definitif. Tergantung dari kelainannya, operasi
definitif yang dilakukan dapat berupa bi-ventricular repair (koreksi total)
ataupun single ventricular repair (Fontan).
d. Eisenmenger syndrome
Sindrom eisenmenger merupakan peningkatan resistensi pulmonal
dan tekanan arteri pulmonalis yang didapat akibat adanya pirau
intrakardiak dari kiri ke kanan. Akhirnya mengakibatkan pirau dari kanan
ke kiri atau bidirectional, dengan akibat sianosis dan polisitemia. Banyak
laporan menggambarkan hasil yang buruk pada pasien sindrom
eisenmenger yang hamil. Gleicher et al menggambarkan 70 kehamilan
pada 44 wanita dengan sindrom eisenmenger. Dua puluh tiga pasien
(52%) meninggal selama hamil atau dalam 1 bulan postpartum. Kematian
ibu sebanyak 36.1%, 26.7%, dan 33.3% untuk kehamilan pertama, kedua
dan ketiga, secara respektif, pengaruh kesuksesan kehamilan sebelumnya
bukan merupakan predictor yang valid untuk hasil kehamilan
selanjutnya. Kematian berhubungan dengan tromboemboli pada 43.5%
dan hipovolemia pada 26.1%. Dua pasien meninggal sebelum
melahirkan, empat pasien meninggal pada intrapartum, dan sebagian
besar pasien meninggal dalam 1 minggu setelah melahirkan. Kematian
perinatal sebanyak 28.3%.
Kehamilan seharusnya dikontraindikasikan pada pasien dengan
kelainan kardiak ini. Bagaimanapun, jika pasien hamil, terminasi
kehamilan diperlukan untuk meningkatkan prognosis ibu, dengan rasio
mortalitas sebanyak 7.1%.
Daripada melihat risiko, beberapa pasien memilih melanjutkan
kehamilannya atau diagnosis baru ditegakkan selama kehamilan. Laporan
kasus menggambarkan terapi agresif menggunakan inhalasi nitit oxide,
epoprostenol, sildenafil, dan L-arginin dan telah berhasil pada beberapa
pasien. Banyak aspek pada perawatan intrapartum pasien sindrom
eisenmenger yang masih controversial. Termasuk anestesi regional,
monitoring hemodinamik yang invasive, dan berbagai metode persalinan
yang bervariasi.
e. Anomali Ebstein
Anomaly ebstein merupakan penyakit jantung kongenital yang
jarang terjadi yang mungkin dapat mengakibatkan komplikasi sianosis.
Ini mewakili sekitar 1% dari seluruh penyakit jantung congenital.
Abnormalitas yang spesifik termasuk displacement katup tricuspid, yang
mengakibatkan pelebaran atrium kanan, ventrikel kanan yang kecil, dan
regurgitasi katup tricuspid. Atrial septal defek, ventricular septal defek,
atau patent foramen ovale mungkin menjadi komplikasi yang dapat
mengakibatkan terjadinya pirau dari kanan ke kiri dan sianosis.
Dua pusat studi melaporkan pengalamannya mengenai kehamilan
dan anomaly Ebstein.Kombinasi review ini menggambarkan hasil dari
153 kehamilan pada 56 wanita. Tidak ada kematian ibu dan rasio
kelahiran hidup sebanyak 79%. Enam wanita mendapat terapi untukl
takikardi akibat Wolff Parkinson White syndrome, yang berhubungan
dengan anomaly Ebstein. Sembilan belas pasien (34%) sianosis; pada
serial yang dilaporkan oleh Connolly et al. Ini berhubungan sevara
signifikan dengan berat lahir yang rendah. Usaha harus dilakukan untuk
mengontrol aritmia dan mengurangi derajat sianosis untuk meminimalisir
morbiditas ibu dan fetal.

2. Penyakit Jantung Bawaan Non-sianotik
Termasuk dalam kelompok penyakit jantung bawaan non-sianotik
adalah penyakit jantung bawaan dengan kebocoran sekat jantung yang
disertai pirau kiri ke kanan diantaranya adalah defek septum ventrikel,
defek septum atrium, atau tetap terbukanya pembuluh darah seperti pada
duktus arteriosus persisten. Selain itu, penyakit jantung bawaan non-
sianotik juga ditemukan pada obstruksi jalan keluar ventrikel seperti
stenosis aorta, stenosis pulmonal dan koarktasio aorta.
a. Ventricle septal defect (VSD)
Pasien penderita VSD yang mencapai usia reproduksi umumnya
mempunyai defek yang kecil sebab defek yang besar memerlukan
koreksi pada masa kanak-kanak. Pada pemeriksaan fisik akan ditemukan
getaran dan bising pada tepi sternum kiri, bunyi jantung pertama yang
keras dan bunyi gemuruh diastol. Pada defek yang kecil pemeriksaan
EKG umumnya nampak normal namun dapat pula tampak tanda
hipertrofi ventrikel kiri dan kanan. Pada foto toraks pembesaran ventrikel
kanan dan atrium kiri.
2,3

Umumnya kehamilan dapat ditolerir oleh penderita VSD karena
kehamilan menyebabkan penurunan resistensi vaskuler yang mengurangi
terjadinya shunt kiri kanan. Morbiditas dan mortalitas meningkat bila
terjadi hipertensi pulmoner dan sindroma Eisenmenger. Pada masa
postpartum penderita VSD dengan hipertensi pulmonal berisiko untuk
mengalami kegagalan jantung ketika terjadi penurunan tekanan darah dan
volume darah yang sesaat sehingga menyebabkan shunt terbalik.
3
b. Atrial septal defect (ASD)
Atrial septal defect (ASD) merupakan kelainan jantung kongenital
yang paling sering ditemukan dalam kehamilan dan umumnya
asimptomatik. Pada pemeriksaan tampak tanda yang khas berupa
dorongan ventrikel kanan dan bising sistolik yang keras pada tepi
sternum kiri, dan bunyi jantung kedua yang terpisah. Pada pemeriksaan
elektrokardiografi (EKG) tampak hipertrofi ventrikel kanan dan right
bundle branch block dengan aksis jantung normal. Pada pemeriksaan foto
toraks tampak peningkatan vaskularisasi paru dan pembesaran ruang
jantung kanan.
1,2,3

Biasanya perubahan pada kehamilan dapat ditolerir oleh penderita
ASD kecuali peningkatan volume darah yang terjadi pada trimester
kedua. Ada beberapa laporan mengenai terjadinya kegagalan jantung
kongestif dan aritmia pada pasien-pasien ini. Kegagalan jantung
kongestif merupakan indikasi untuk melakukan operasi untuk
mengoreksi defek. Sebagian kecil penderita ASD kemudian mengalami
hipertensi pulmonal dan sindroma Eisenmenger ( shunt balik dari kanan
ke kiri karena tekanan arteri pulmonalis suprasistemik). Keadaan ini
dapat membahayakan jiwa penderita sehingga perlu penanganan yang
hati-hati dan serius.
2
c. Patent ductus arteriosus (PDA)
Dengan makin majunya teknik operasi jantung anak maka kasus ini
sudah jarang ditemukan pada orang dewasa. Kebanyakan penderita
asimptomatik kecuali bila terjadi komplikasi hipertensi pulmonal. Pada
pemeriksaan fisik terdengar bising pada interkosta II. Hipertrofi ventrikel
kanan dan kiri dapat terlihat pada pemeriksaan EKG, dan pada
pemeriksaan foto toraks tampak hipervaskularisasi paru serta pembesaran
ventrikel kiri dan atrium kiri. Seperti pada kelainan shunt yang lain maka
pemeriksaan doppler dan ekokardiografi kontras bermanfaat untuk
menentukan dimensi ruang dan mendeteksi shunt.
2,3
Umumnya penderita dapat mentolerir perubahan pada kehamilan.
Namun seperti lesi shunt kiri-kanan yang lain harus dilakukan
penanganan yang baik untuk mencegah shunt balik yang terjadi karena
hipotensi dan kehilangan darah postpartum. Morbiditas dan mortalitas
akan meningkat bila terjadi hipertensi pulmonal.
2,3


E. DIAGNOSIS
Kebanyakan wanita dengan kelainan jantung telah terdiagnosis
sebelum kehamilan, misalnya pada mereka yang pernah menjalani operasi
karena kelainan jantung kongenital maka akan mudah untuk mendapat
informasi yang rinci. Sebaliknya penyakit jantung pertama kali
didiagnosis saat kehamilan bila ada gejala yang dipicu oleh peningkatan
kebutuhan jantung.
1

Gejala klasik penyakit jantung adalah : palpitasi, sesak nafas, dan
nyeri dada. Berhubung karena gejala ini juga dapat normal ditemukan
selama kehamilan maka perlu melakukan anamnesis yang cermat untuk
menentukan apakah gejala ini merupakan penyakit jantung ataupun bukan.
Oleh karena itu perlu diperhatikan pendekatan diagnosis kardiologis yang
lengkap, mulai dari anamnesis, pemeriksaan fisik, EKG, ekokardiografi
sampai kateterisasi, termasuk klasifikasi fungsional dan etiologi maupun
kelainan anatomik.
1, 9

Tabel 1. Temuan-temuan umum pada kehamilan normal.
6


Gejala
Lelah, penurunan tingkat aktifitas
Nyeri kepala ringan, pingsan
Palpitasi
Dispnea, ortopnea
Sinkop
Pemeriksaan Fisik
Inspeksi:
Hiperventilasi
Edema perifer
Distensi vena jugularis
Pulsasi kapiler
Palpasi Prekordial:
Impuls ventrikel kiri yang bergeser, difus dan terdengar lebih
keras
Impuls ventrikel kanan yang dapat diraba
Impuls trunkus pulmonal yang dapat diraba

Auskultasi:
Ronki di basal paru
Bunyi jantung 1 yang mengeras dengan splitting
Splitting pada bunyi jantung 2
Murmur ejeksi midsistolik di bawah sternalis kiri pada daerah
pulmonal yang menjalar sampai ke suprasternal dan lebih
mengarah ke sisi kiri leher
Murmur kontinus
Murmur diastolic (jarang)
EKG

Deviasi axis QRS
Q kecil, dan P terbalik pada lead III (menghilang saat
inspirasi)
Perubahan pada segmen ST dan gelombang T
Sinus takikardi, aritmia
Peningkatan rasio R/S pada lead V2 dan V1
Radiologi

Jantung tampak horizontal
Batas kiri atas jantung mendatar
Corakan paru meningkat
Efusi pleura minimal pada awal periode postpartum
Echocardiografi

Peningkatan minimal dimensi ventrikel kiri saat sistolik dan
diastolik (bila pasien diperiksa dalam posisi lateral)
Fungsi sistolik ventrikel kiri yang tidak berubah atau sedikit
mengalami perbaikan
Peningkatan ukuran yang moderate dari atrium kanan,
ventrikel kanan, dan atrium kiri
Dilatasi progresif dari annulus katup-katup pulmonal,
tricuspid, dan mitral
Regurgitasi fungsional dari pulmonar, tricuspid, dan mitral
Efusi pericardial minimal
Peningkatan ukuran atrium kanan, ventrikel kiri, dan atrium
kiri

1. Anamnesis
Kebanyakan pasien mengakui toleransi melakukan aktivitas sangat
berkurang dan merasa mudah kelelahan. Kondisi ini berhubungan erat
dengan peningkatan berat badan yang diperoleh selama masa kehamilan
dan akibat anemia fisiologis pada kehamilan. Episode pingsan atau sakit
kepala ringan terjadi sebagai akibat dari kompresi mekanik dari rahim
yang hamil pada vena cava inferior, sehingga menyebabkan aliran balik
vena ke jantung tidak adekuat, terutama pada trimester ketiga. Gejala lain
yang sering dikeluhkan termasuk hiperventilasi dan ortopnea yang
disebabkan oleh tekanan mekanik dari rahim yang membesar pada
diafragma. Palpitasi juga umum dijumpai dan hal ini diduga berhubungan
dengan sirkulasi yang hiperdinamik selama kehamilan.
6

Pada pasien dengan riwayat penyakit jantung, sangat penting untuk
menanyakan tentang kapasitas fungsional, prevalensi gejala terkait lainnya,
regimen terapi yang diperoleh, tes diagnostik sebelumnya (misalnya,
ekokardiogram, tes olahraga, dan kateterisasi jantung), dan riwayat operasi
paliatif. Pada pasien tanpa penyakit jantung penting untuk menanyakan
tentang riwayat penyakit jantung rematik, episode sianosis pada saat lahir
atau anak usia dini, adanya gangguan reumatologik (misalnya lupus
eritematosus sistemik), episode aritmia, terjadinya sinkop eksersional atau
nyeri dada, dan edema tungkai yang sering terjadi. Selain itu, pertanyaan
mengenai ada tidaknya riwayat keluarga dengan penyakit jantung bawaan,
penyakit arteri koroner prematur, atau kematian mendadak pada anggota
keluarga.
6

2. Pemeriksaan Fisik
Hiperventilasi dapat ditemukan pada kehamilan normal, sehingga
penting untuk membedakan hiperventilasi dari dyspnea, yang umum
ditemukan pada gagal jantung kongestif.
6
Sejumlah besar wanita hamil mengalami edema kaki. Hal ini terjadi
sebagai akibat dari penurunan tekanan onkotik koloid plasma dengan
peningkatan seiring dengan tekanan vena femoralis sebagai akibat dari
aliran balik vena yang tidak adekuat.
6
Pemeriksaan fisik harus fokus pada wajah, kelainan jari, atau
skeletal yang menunjukkan adanya anomali kongenital. Adanya
clubbing, sianosis, atau pucat, harus diamati dengan seksama.
Pemeriksaan dada dapat mengesampingkan deformitas pectus
excavatum, tonjolan prekordial, atau adanya pulsasi ventrikel kanan atau
kiri. Bunyi jantung pertama biasanya terpisah (yang dapat disalahartikan
sebagai bunyi jantung keempat).

Bunyi jantung kedua terpisah dapat diartikan sebagai defek septum
atrium, sedangkan suara paradoksikal yang terpisah dapat ditemukan
pada hipertrofi ventrikel kiri yang berat atau blok cabang berkas kiri.
Bunyi jantung ketiga adalah normal pada kehamilan. Bunyi jantung IV,
ejection click, opening snap, atau mid sistolik hingga late sistolik
mengindikasikan penyakit jantung. Murmur sistolik dapat terdengar pada
wanita hamil dan merupakan hasil dari sirkulasi hiperkinetik selama
masa kehamilan. Murmur yang terdengar yaitu murmur midsistolik dan
didengar terbaik pada linea sternum kiri bawah dan di atas area pulmonal
memerlukan penyelidikan lebih lanjut oleh echocardiography dan USG
doppler.
6


3. Pemeriksaan Elektrokardiografi
Pemeriksaan EKG sangat aman dan dapat membantu menjawab
pertanyaan yang sangat spesifik. Kehamilan dapat menyebabkan
interpretasi dari variasi gelombang ST-T lebih sulit dari yang biasanya.
Depresi segmen ST inferior sering didapati pada wanita hamil normal.
Pergeseran aksis QRS ke kiri, sering dijumpai, tetapi deviasi aksis ke kiri
yang nyata (-30
o
) menyatakan adanya kelainan jantung.
10

4. Pemeriksaan Ekokardiografi
Pemeriksaan ekokardiografi termasuk dopler sangat aman dan
tanpa risiko terhadap ibu dan janin. Pemeriksaan transesofageal
ekokardiografi pada wanita hamil tidak dianjurkan karena risiko anestesi
selama prosedur pemeriksaan radiografi. Semua pemeriksaan radiografi
harus dihindari terutama pada awal kehamilan. Pemeriksaan radiografi
mempunyai risiko terhadap organogenesis abnormal pada janin, atau
malignancy pada masa kanak-kanak terutama leukemia. Jika pemeriksaan
sangat diperlukan, sebaiknya dilakukan pada kehamilan lanjut, dengan
dosis radiasi seminimal mungkin, dan perlindungan terhadap janin
seoptimal mungkin.
10

F. PENATALAKSANAAN
1. ANTEPARTUM
Wanita dengan penyakit jantung sebelum memutuskan untuk
hamil, sebaiknya terlebih dahulu dikonsultasikan dengan dokter.
Mortalitas maternal umumnya bervariasi sesuai dengan status fungsional
jantung selama onset kehamilan, namun dapat bertambah tinggi seiring
dengan bertambahya umur kehamilan.
3
Penanganan penyakit jantung pada kehamilan ditentukan oleh
kapasitas fungsional jantung. Pada semua wanita hamil, tetapi khususnya
pada penderita penyakit jantung, pertambahan berat badan yang
berlebihan, dan retensi cairan yang abnormal harus dicegah.
1
Memburuknya kondisi jantung dalam kehamilan sering terjadi
secara samar namun membahayakan. Pada kunjungan rutin harus
dilakukan pemeriksaan denyut jantung, pertambahan berat badan dan
saturasi oksigen. Pertambahan berat badan yang berlebihan menandakan
perlunya penanganan yang agresif. Penurunan saturasi oksigen biasanya
akan mendahului gambaran radiologi (foto toraks) yang abnormal.
1


Evaluasi resiko kehamilan pada wanita dengan penyakit jantung
bawaan digolongkan kedalam 3 kelompok. Pada wanita dengan risiko
kelompok 1 memiliki risiko mortalitas kurang dari 1%. Pada wanita
dengan risiko kelompok 2 memiliki risiko mortalitas sebanyak 5 sampai
15%. Sedangkan wanita pada kelompok 3 memiliki risiko mortalitas
sebanyak 25-50%.


American College of Obstetricians and Gynecologists (1992)
menekankan empat konsep yang mempengaruhi penanganan wanita
dengan penyakit jantung, yaitu :
2

1. Peningkatan curah jantung dan volume plasma sebesar 50% terjadi pada
awal trimester ketiga.
2. Fluktuasi volume plasma dan curah jantung terjadi pada masa peripartum.
3. Penurunan tahanan vaskuler sistemik mencapai titik terendah pada
trimester kedua dan meningkat lagi sampai 20% di bawah normal pada
akhir kehamilan.
4. Hiperkoagubilitas. Perhatian khusus diberikan pada wanita yang
membutuhkan antikoagulan derivat koumarin sebelum kehamilan.
Penanganan antepartum termasuk kunjungan ke klinik jantung-
kebidanan, istirahat yang cukup, diet tinggi protein, rendah garam dan
pembatasan cairan pada trimester II dan III, perbaikan keadaan umum (
roboransia dan anti anemia ), pencegahan infeksi, evaluasi pemberian
digitalis, evaluasi terminasi kehamilan dan pembedahan jantung. Pasien
diharuskan segera melapor ke dokter bila ditemukan gejala infeksi saluran
pernafasan bagian atas, khususnya bila ada demam.
1,9

Prinsip umum manajemen kehamilan pada wanita dengan penyakit
kardiovaskular
11

STAGE PRINSIP PENANGANAN
Sebelum Konsepsi Identifikasi kondisi kardiovaskular dan kelas fungsional. Mendapatkan
evaluasi dari kardiologist
Disarankan untuk melakukan koreksi bedah bila dibutuhkan
Konseling tentang prognosis dari keberhasilan persalinan, termasuk
keselamatan ibu dan kelainan janin
Mengevaluasi kehamilan kedepannya
Mengevaluasi medikasi dan mendiskusikan resiko dan keuntungan tiap
medikasi dengan kardiologis dan pasien
Memberikan konseling kontrol kehamilan agar mencegah kehamilan yang
tidak diinginkan
Trimester I Melakukan evaluasi yang multidisiplin dengan kardiologis dan
perinatologis
Konseling tentang resiko mortalitas dan morbiditas ibu, dan juga
prognosis keberhasilan kehamilan
Mengevaluasi ulang medikasi dengan kardiologis, untuk meninimalkan
resiko kelainan fetus tanpa menganggu status kardiovaskular ibu
Menghindari terapi intervensi yang dapat ditunda hingga trimester ke II
( Contoh : Fluoroskopi )
Mengevaluasi opsi terminasi kehamilan jika terdapar resiko mortalitas dan
morbiditas yang tinggi terhadap ibu
Mendiskusikan untuk rujukan ke tempat dengan fasilitas yang lebih baik
Trimester II Melanjutkan evaluasi multidisiplin pada pasien
Mengevaluasi akan adanya penyakit jantung bawaan pada fetus dengan
fetal ultrasound lvl II
Mengevaluasi perkembangan janin dengan serial fetal ultrasound
Mengatur dosis medikasi untuk mempertahankan level terapeutik
Membatasi aktivitas maternal untuk mempertahankan stabilitas
kardiovaskular
Trimester III Melanjutkan evaluasi multidisiplin pada pasien
Mengevaluasi perkembangan janin dengan serial fetal ultrasound
Menkonsultasikan dengan ahli anestesi mengenai persalinan
Melakukan pertemuan dengan ahli lain selama kehamilan dan persalinan
untuk merencanakan manajemen persalinan
Mengevaluasi resiko dan keuntungan induksi persalinan, persalinan
spontan dan sektio sesaria elektif
Jika diberikan antikoagulan, ganti dengan unfractionated heparin
Selama Persalinan Monitoring yang ketat oleh ahli multidisiplin tim
Penanganan nyeri yang adekuat
Monitoring kondisi kardiovaskular maternal dan status cairan pada
keadaan seperti di ICU
Post Partum Monitoring hemodinamik dalam keadaan seperti di ICU

2. INTRAPARTUM
Persalinan untuk penderita kelainan jantung idealnya adalah
singkat dan bebas nyeri. Induksi persalinan dilakukan bila serviks sudah
matang. Kadang kala penderita penyakit jantung yang berat memerlukan
pemantauan hemodinamik yang invasif dengan pemasangan kateter arteri
dan arteri pulmonalis.
1,9

Selama persalinan penderita harus ditopang dengan bantal yang
cukup untuk membantu pernapasan, usahakan tersedianya oksigen yang
dapat diberikan secara intermitten atau terus menerus bila terdapat sesak
napas atau sianosis. Kalau perlu ahli jantung mendampingi proses partus.
Sedasi dan analgesia yang cukup dengan morfin sangat diperlukan.
Metode persalinan bila sudah aterm dapat dipercepat dengan pemecahan
ketuban atau pada persalinan pervaginam dengan mempercepat kala II,
forsep atau episiotomi. Cara anastesi dapat dipilih antara regional, spinal,
kaudal, atau pudendal maupun umum.
9

Pada kala II, mengedan dengan menafan nafas harus dilarang,
karena bertambahnya curah jantung selanjutnya harus dihindari.
Pemakaian forsep sedini mungkin sebaliknya sangat diperlukan.
Pemakaian suntik ergometrin harus dihindarkan karena bila diberikan
secara IV akan menyebabkan kontraksi uterus yang tonik dan
meningkatkan aliran darah balik.
9

Pada relaksasi uterus dan perdarahan yang besar lebih aman
memberikan oksitosin. Setelah kala III, harus diperhatikan tanda-tanda
dekompensasi atau edema paru karena saat inilah yang paling rawan pada
proses persalinan. Tata laksana gagal jantung akut berupa : posisi
duduk, anastesi kaudal terus menerus, oksigen, digitalis ( sebaiknya setelah
ada indikasi tegas dari kardiologis ) , lakukan observasi yang ketat (
perhatikan tekanan darah, nadi, pernapasan, balans cairan, elektrolit,
anemia dan sebagainya ).
9

Standar penanganan penderita kelainan jantung dalam masa
persalinan adalah :
1

1. Diagnosis yang akurat
2. Jenis persalinan berdasarkan pada indikasi obstetri
3. Penanganan medis dimulai pada awal persalinan
a. Hindari partus lama
b. Induksi dilakukan bila serviks sudah matang
4. Pertahankan stabilitas hemodinamik
a. Pemantauan hemodinamik invasif bila diperlukan
b. Mulai dengan keadaan hemodinamik yang sudah terkompensasi
c. Penanganan yang spesifik tergantung pada kondisi jantung.
5. Cegah nyeri dan respons hemodinamik dengan pemberian analgesia
epidural dengan narkotik dan teknik dosis rendah lokal.
6. Antibiotik profilaksis diberikan bila ada risiko endokarditis.
7. Ibu tidak boleh mengedan. Persalinan dengan vakum atau forcep rendah.
8. Hindari perdarahan dengan melakukan managemen aktif kala III dan
penggantian cairan yang dini dan sesuai.
9. Managemen cairan pada postpartum dini : sering diperlukan pemberian
diuresis yang agresif namun pelu hati-hati.

3. PUERPERALIS
Persalinan dan masa puerperium merupakan periode dengan risiko
maksimum untuk pasien dengan kelainan jantung. Selama periode ini,
pasien harus dipantau untuk mengetahui ada tidaknya tanda-tanda gagal
jantung, hipotensi dan aritmia. Perdarahan postpartum, anemia, infeksi dan
tromboemboli merupakan komplikasi yang menjadi lebih serius bila ada
kelainan jantung.
3,9

Sangat penting untuk mencegah kehilangan darah yang berlebihan
pada kala III. Oksitosin sebaiknya diberikan secara infus kontinu untuk
menghindari penurunan tekanan darah yang mendadak. Alkaloid ergot
seperti metil ergometrin tidak boleh dipakai karena obat ini dapat
mengakibatkan peningkatan tekanan vena sentral dan hipertensi
sementara.
1,9

Dalam masa post partum diperlukan pengawasan yang cermat
terhadap keseimbangan cairan. Dalam 24-72 jam terjadi perpindahan
cairan ke sirkulasi sentral dan dapat menyebabkan kegagalan jantung.
Perhatian harus diberikan kepada penderita yang tidak mengalami diuresis
spontan. Pada keadaan ini, bila ada penurunan saturasi oksigen yang
dipantau dengan pulse oxymetri, biasanya menandakan adanya edema
paru.
1,9

Penderita harus mendapat istirahat yang cukup dan diberikan
pencegahan dengan antibiotik terhadap kemungkinan infeksi, termasuk
endokarditis. Penderita dengan kelas fungsional NYHA I dan II
diusahakan untuk mobilisasi dini, pemberian obat-obat kardiovaskular
dievaluasi lagi, selanjutnya ditentukan follow up dan prognosis untuk
kehamilan selanjutnya. Harus dicegah terjadinya dekompensasi kordis, dan
perhatikan pula cara perawatan bayi, termasuk rawat rumah pada saat
penderita dipulangkan.
9


4. PENGGUNAAN OBAT KARDIOVASKULAR
a. Diuretik
Diuretik dapat digunakan untuk pengobatan gagal jantung
kongestif yang tidak dapat dikontrol dengan retriksi natrium dan
merupakan obat lini terdepan untuk pengobatan hipertensi. Tidak satu
diuretik pun merupakan kontra indikasi dan yang paling sering digunakan
adalah golongan diuretik tiazid dan forosemid. Diuretik tidak boleh
digunakan untuk profilaksis terhadap toksemia atau pengobatan terhadap
edema pedis.
10,12

Diuretik diberikan untuk mengurangi gejala-gejala dispnea
nokturnal paroksismal dan exertional dan edema perifer yang nyata dalam
kehamilan. Komplikasi ibu terhadap terapi diuretik mirip dengan pasien
yang tidak hamil seperti alkalosis metabolik, penurunan toleransi
karbohidrat, hipokalemia, hiponatremia, hiperurisemia, dan pankreatitis.
12

b. Obat Inotropik
Digoksin bermanfaat untuk efek baik pada kontraktilitas ventrikel
dan pada kontrol di tingkat atrial fibrilasi. Indikasi penggunaan digitalis
tidak berubah pada kehamilan. Digoksin dan digitoksin dapat melalui
plasenta, dan kadar serum pada janin lebih kurang sama dengan ibu.
Digoksin dengan dosis yang sama bila diberikan pada ibu hamil, akan
menghasilkan kadar serum yang lebih rendah bila dibanding diberikan
pada wanita yang tidak hamil. Jika efek yang diinginkan tidak tercapai,
maka perlu diukur kadarnya dalam serum. Digitalis dapat memperpendek
masa gestasi dan kelahiran, karena efeknya pada miometrium sama dengan
efek inotropiknya pada miokardium. Digoxin juga disekresi dalam
ASI.
10,12
Bila inotropik intravena atau vasopressor diperlukan, obat-obat
standar seperti dopamin, dobutamin, atau norepinefrin dapat digunakan,
tetapi efeknya membahayakan janin karena akan menurunkan aliran darah
ke uterus dan mestimulasi kontraksi uterus. Efedrin adalah obat awal yang
baik pada percobaan binatang dan tidak mempengaruhi aliran darah ke
uterus.
10



c. Vasodilator
Bila diperlukan pada krisis hipertensi atau untuk mengurangi
afterload dan preload emergensi, nitropruside merupakan obat vasodilator
pilihan. Rekomendasi yang kontroversi telah dibuat karena obat ini sangat
efektif, bekerja segera, dan mudah ditoleransi. Juga efeknya segera
menghilang bila penggunaan obat tersebut segera dihentikan. Namun,
nitroprusside natrium harus digunakan hanya ketika semua intervensi lain
telah gagal dan ketika itu sangat penting untuk kesejahteraan ibu. Bahkan
di bawah kondisi, dosis dan durasi terapi harus diminimalkan karena
metabolisme agen ini untuk tiosianat dan sianida, yang dapat
mengakibatkan keracunan sianida janin pada model binatang, akan tetapi
tidak menjadi problem yang signifikan pada manusia.
10,12
Hidralazin, nitrogliserin, dan labetalol intravena adalah pilihan lain
untuk obat parenteral. Reduksi afterload kronik untuk pengobatan
hipertensi, regurgitasi aotral atau mitral, atau disfungsi ventrikel selama
kehamilan telah didapat dengan calcium chanel blocker, hidralazin, dan
metildopa. Efek yang membahayakan terhadap janin tidak dilaporkan.
ACE inhibitor merupakan kontra indikasi pada kehamilan karena obat ini
menambah risiko untuk terjadinya kelainan pada perkembangan ginjal
janin. Hingga kini, tidak ada data yang melaporkan mengenai penggunaan
losartin, valsartin, dan penghambat angiotensi II.
10

d. Obat Penghambat Reseptor Adrenergik
Dalam observasi terlihat bahwa penggunaan obat penghambat beta
dapat menurunkan darah ke umbilikus, memulai kelahiran prematur, dan
mengakibatkan plasenta yang kecil serta infark plasenta dan mempunyai
potensi untuk menimbulkan bayi berat badan lahir rendah, sehingga
penggunaannya memerlukan perhatian. Sebagian besar penelitian tidak
mendukung hal ini dan obat penghambat beta telah banyak digunakan pada
wanita hamil tanpa efek yang merugikan. Sehingga penggunaannya untuk
indikasi klinis sangat beralasan.
10
Beta blockers umumnya aman dan efektif selama kehamilan,
walaupun mungkin ada tingkat peningkatan pembatasan pertumbuhan
janin ketika mereka diberikan. Sesekali kasus apnea neonatus, hipotensi,
bradikardia, dan hipoglikemia juga telah dilaporkan, terutama setelah
penggunaan jangka panjang dari propanolol. Beta blocker tidak
berhubungan dengan peningkatan risiko kelainan kongenital. Propranolol,
labetalol, atenolol, nadolol, dan metoprolol diekskresikan dalam ASI.
Meskipun efek samping belum dilaporkan, adalah tepat untuk memantau
bayi yang baru lahir untuk gejala blokade beta ketika obat tersebut pernah
digunakan.
12

e. Obat Anti Aritmia
Penghambatan nodus atrioventrikuler (AV node) kadang-kadang
diperlukan semasa kehamilan. Untuk itu dapat digunakan digoksin,
penyekat beta, dan penyekat kalsium. Laporan awal menyokong,
penggunaan adenosin yang dapat digunakan secara aman sebagai obat
penyekat nodus. Obat ini umumnya lebih disukai untuk menghindarkan
penggunaan obat anti aritmia standar pada pasien semasa kehamilan. Bila
diperlukan untuk aritmia berulang atau untuk keselamatan ibu, maka dapat
digunakan.
10
Lidokain merupakan obat lini pertama yang diberikan. Depresi
neonatus transien telah terbukti terjadi bila kadar lidokain darah janin
melebihi 2,5 mikrogram/liter. Untuk itu, direkomendasikan untuk
memelihara kadar lidokain darah pada ibu 4 mikrogram/liter, karena kadar
pada janin 60% dari kadar pada ibu.
10
Jika diperlukan obat anti aritmia oral, dapat dimulai dengan
kuinidin karena mempunyai availabilitas jangka panjang. Dan obat ini
paling sering digunakan karena tidak jelas efek yang membahayan pada
bayi. Informasi awal mengenai amiodaron mendukung kemungkinan
meningkatnya angka kehilangan janin dan deformitas janin.
10


f. Antikoagulan
Fenomena tromboembolik tidak jarang merupakan komplikasi
CHF. Lebih lanjut, pasien hamil bahkan tanpa penyakit jantung akan
mengalami peningkatan risiko untuk terjadinya thromboemboli. Sebagai
contoh, kejadian tromboemboli vena mungkin sebanyak5 kasus dalam
1.000 kelahiran dan selanjutnya meningkat setelah melahirkan.
10,12
Bila diperlukan antikoagulan, sebagian penulis menganjurkan
menggunakan heparin untuk trimester pertama dan kemudian dilanjutkan
dengan pemberian warfarin pada lima bulan berikutnya, dan kembali lagi
menggunakan heparin sebelum melahirkan. Walaupun kehamilan yang
sukses dapat dicapai dengan cara ini, penulis memilih untuk
menghindarkan penggunaan warfarin selama kehamilan. Obat anti platelet
ternyata meningkatkan kesempatan untuk terjadinya perdarahn maternal
dan dapt melewati plasenta. Selain itu, warfarin juga memberikan efek
teratogenik pada janin, termasuk warfarin embryopathy dan kelainan
sistem saraf yang terdiri dari displasia garis tengah punggung dan perut
serta perdarahan ketika digunakan selama trimester pertama
10,12
Meskipun heparin memiliki sejumlah efek samping, termasuk
menipisnya antitrombin III, trombositopenia, dan dini osteoporosis ibu, itu
tetap merupakan agen yang aman pada kehamilan. Suatu studi dengan
melakukanevaluasi pada 100 kehamilan terkait dengan terapi heparin
memperoleh hasil yaitu terdapat 17 janin yang dilahirkan dengan efek
samping heparin.Sembilan adalah kelahiran prematur, yang memiliki hasil
akhir normal dan lima dikaitkan dengan kondisi komorbiditas yang
dirasakan menjadi faktor risiko komplikasi lainnya.
12
Baik heparin atau warfarin tidak disekresikan ke dalam ASI dan
karena itu tidak menimbulkan efek antikoagulan pada bayi yang
menkonsumsi ASI. Akibatnya, kedua obat tersebut dapat digunakan pada
periode postpartum.
12


G. KOMPLIKASI
Idealnya, semua wanita pada usia reproduktif dengan penyakit
jantung congenital harus dievaluasi secara menyeluruh sebelum hamil.
Evaluasi ini haru difokuskan untuk mengidentifikasi dan menghitung
risiko pada ibu. Kedua, harus ditujukan pada risiko potensial pada janin
termasuk risiko menderita kelainan jantung congenital.
1. Penyakit jantung asianotik tanpa shunt
Stenosis aorta congenital merupakan lesi yang umum terjadi yang
tidak terdeteksi ketika anak-anak. Obstruksi aliran darah yang keluar
dari aorta mengakibatkan hipertrofi ventrikel kiri (LVH) dan preload
dependence, dimana menyebabkan masalah dalam akomodasi
pergeseran volume selama kehamilan. Lebih lanjut, obstruksi aliran
keluar dari ventrikel kiri membatasi kemampuan pasien untuk
mempercepat curah jantung yang dibutuhkan selama kehamilan.
Laporan sebelumnya menyebutkan risiko komplikasi yang tinggi pada
ibu dan fetal selama kehamilan. Bagaimanapun, terpadapat spectrum
yang luas dari keparahan stenosis, dan risikonya bervariasi. Penelitian
terbaru dari database nasional mengidentifikasi 35 wanita dengan
stenosis aorta congenital sebanyak 58 kehamilan, dimana 53 orang
berhasil. Komplikasi jantung terjadi pada 9.4% kehamilan, dimana
gagal jantung dan aritmia atrial menjadi masalah yang paling umum.
Komplikasi obstetric dan perinatal terjadi lebih sering (pada 22.6%
dan 24.5%) dan persalinan premature dan kecil usia kehamilan sering
terjadi. Yang penting, 77.1% wanita pada penelitian telah memperbaiki
obstruksi stenosis aorta dan 41 dari 53 pasien (82%) mengalami
stenosis aorta ringan sampai sedang selama kehamilan. Wanita dengan
stenosis aorta yang berat secara signifikan berkembang menjadi gagal
jantung selama kehamilannya, dan berkembang menjadi partus
prematus.

2. Penyakit jantung sianotik
Penyakit jantung sianotik menunjukkan spektrum kelainan
anatomis dan fisioligis. Secara keseluruhan, hal ini menimbulkan
risiko sedang terhadap ibu dan fetus selama kehamilan. Keseluruhan
kematian ibu diantara pasien penyakit jantung sianotik yang tidak
dikoreksi sebanyak 2% dan komplikasi jantung, termasuk aritmia,
gagal jantung, dan endokarditis infektif dilaporkan pada 30% pasien.
Pasien dengan sianosis kronis memiliki risiko komplikasi untuk terjadi
thrombosis dan perdarahan. Memastikan hidrasi yang tepat selama
kehamilan dan penggunaan sarung untuk kompresi mungkin
mengurangi komplikasi thrombosis. Antikoagulan profilaksis layak
diberikan pada saat nifas. Sianosis kronis juga mengakibatkan
peningkatan risiko komplikasi fetal termasuk abortus spontan (50%),
partus prematurus (30-50%), dan kelahiran kecil masa kehamilan.
Tetralogi fallot merupakan penyakit jantung bawaan sianotik yang
paling umum pada manusia. Sebagian besar pasien tetralogi fallot yang
sudah dewasa telah menjalani perbaikan intrakardiak yang terdiri dari
penutupan VSD dan pelebaran infundibulum ventrikel kanan.
Keterlambatan melakukan tindakan berhubungan dengan tingginya
insiden insufisiensi pulmonal, ketika digunakan penutupan
transannular. Hal ini mengakibatkan terjadinya overload dan pelebaran
pada ventrikel kanan dimana akan meningkatkan risiko gagal jantung
kanan dan aritmia selama kehamilan.
Sampai saat ini, complete TGA merupakan kelainan yang paling
banyak membutuhkan terapi paliatif dengan prosedur penukaran
atrium (Mustard atau Senning). Tindakan ini akan memperbaiki
sirkulasi dan menghilangkan pirau yang persisten, dan menghilangkan
sianosis. Bagaimanapun, tindakan ini akan meninggalkan morfologi
ventrikel kanan sebagai ventrikel vena pulmonalis pada posisi
sistemik, menimbulkan disfungsi sistolik, dan kontraksi yang tidak
adekuat selama kehamilan. Lebih lanjut lagi, garis lekukan pada atrium
dapat memicu terjadinya aritmia.
Operasi Fontan dikenalkan sebagai prosedur paliatif pada pasien
dengan atresia trikuspidalis dan sejak digunakan secara ekstensif pada
kelainan dengan karakteristik 1 ventrikel yang masih fungsional.
Prinsip perbaikan pada operasi Fontan adalah memperbaiki aliran
darah vena dari sistemik langsung dialirkan ke arteri pulmonalis
menggunakan bypass pada jantung kanan. Tekanan vena sistemik
meningkat dan sebanding dengan tekanan rata-rata arteri pulmonalis.
Pasien dengan fisiologi Fontan secara tipikal sensitive terhadap
perubahan preload dan berisiko mengalami edema, ascites, dan aritmia
selama kehamilan.


H. KESIMPULAN
Sebagian besar wanita yang memasuki kehamilan dengan penyakit
jantung congenital dapat menenangkan bahwa kehamilan secara signifikan
tidak akan meningkatkan risiko mortalitas dan morbiditas mereka.
Bagaimanapun, beberapa wanita dengan penyakit jantung yang kompleks
akan membutuhkan pemantauan yang ketat dari obstetrisian dan
kardiologis. Memahami adaptasi fisiologis kehamilan normal, terutama
pada saat melahirkan, akan membantu memprediksi kapan wanita tersebut
mungkin mengalami dekompensasi. Disamping perawatan jantung yang
baik, kehamilan harus berdasarkan kontraindikasi pada beberapa tipe
penyakit jantung congenital dan disarankan untuk melakukan terminasi
kehamilan. Wanita dengan berbagai tipe penyakit jantung congenital harus
diberi edukasi mengenai risiko bahwa keturunan mereka juga akan terkena
penyakit jantung kongenital, dan direkomendasikan melakukan
ekokardiografi fetal.


I. Asesmen maternal dan risiko fetal dan konseling prekonsepsi
Idealnya, semua wanita pada usia reproduktif dengan penyakit jantung
congenital harus dievaluasi secara menyeluruh sebelum hamil. Evaluasi ini
haru difokuskan untuk mengidentifikasi dan menghitung risiko pada ibu.
Kedua, harus ditujukan pada risiko potensial pada janin termasuk risiko
menderita kelainan jantung congenital.
1. Penyakit jantung asianotik tanpa shunt
Stenosis aorta congenital merupakan lesi yang umum terjadi yang tidak
terdeteksi ketika anak-anak. Obstruksi aliran darah yang keluar dari
aorta mengakibatkan hipertrofi ventrikel kiri (LVH) dan preload
dependence, dimana menyebabkan masalah dalam akomodasi
pergeseran volume selama kehamilan. Lebih lanjut, obstruksi aliran
keluar dari ventrikel kiri membatasi kemampuan pasien untuk
mempercepat curah jantung yang dibutuhkan selama kehamilan.
Laporan sebelumnya menyebutkan risiko komplikasi yang tinggi pada
ibu dan fetal selama kehamilan. Bagaimanapun, terpadapat spectrum
yang luas dari keparahan stenosis, dan risikonya bervariasi. Penelitian
terbaru dari database nasional mengidentifikasi 35 wanita dengan
stenosis aorta congenital sebanyak 58 kehamilan, dimana 53 orang
berhasil. Komplikasi jantung terjadi pada 9.4% kehamilan, dimana
gagal jantung dan aritmia atrial menjadi masalah yang paling umum.
Komplikasi obstetric dan perinatal terjadi lebih sering (pada 22.6% dan
24.5%) dan persalinan premature dan kecil usia kehamilan sering
terjadi. Yang penting, 77.1% wanita pada penelitian telah memperbaiki
obstruksi stenosis aorta dan 41 dari 53 pasien (82%) mengalami
stenosis aorta ringan sampai sedang selama kehamilan. Wanita dengan
stenosis aorta yang berat secara signifikan berkembang menjadi gagal
jantung selama kehamilannya, dan berkembang menjadi partus
prematus,

J. PENATALAKSANAAN
1. ANTIKOAGULAN
Penggunaan warfarin selama trimester pertama berhubungan dengan
risiko embryopati, meskipun insidensi pastinya belum diketahui.
Risiko muncul berhubungan dengan dosis, dengan insiden sangat
rendah pada pasien yang mengkonsumsi 5mg per hari atau kurang.
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa terapi heparin berhubungan
dengan insidensi komplikasi thrombosis yang lebih tinggi selama
kehamilan dan bahwa dosis rendah warfarin digunakan selama
kehamilan yang merupakan produk yang paling aman jika dilihat dari
perspektif ibu. Disamping risiko dan kelebihan dari berbagai regimen
harus didiskusikan dengan pasien, alternative yang rasional mengganti
warfarin ke heparin subkutan yang tidak terfraksi sebelum 6 minggu
kehamilan dan kembali lagi ke warfarin setelah 12 minggu. Heparin
harus dimulai kembali pada usia kehamilan 36 minggu untuk
meminimalisir risiko perdarahan intracranial pada fetal selama
persalinan. Secara alternative, section cesarean elektif dapat
direncanakan untuk usia 36 minggu dan heparin dapat dimulai empat
jam sebelum operasi.

2. PROFILAKSIS ENDOKARDITIS
Risiko endokarditis infektif setelah persalinan pervaginam sangat
rendah. Penggunaan antibiotic profilaksis tidak harus diberikan pada
pasien dengan kelainan jantung yang melahirkan secara per vaginam.
Indikasi antibiotic profilaksis diberikan pada saat dilakukan prosedur
tindakan untuk gigi selama kehamilan. Selain itu pemberian antibiotic
rutin juga direkomendasikan setelah insisi kulit untuk section cesarean.

3. PENYAKIT JANTUNG SIANOTIK
Penyakit jantung sianotik menunjukkan spektrum kelainan anatomis
dan fisioligis. Secara keseluruhan, hal ini menimbulkan risiko sedang
terhadap ibu dan fetus selama kehamilan. Keseluruhan kematian ibu
diantara pasien penyakit jantung sianotik yang tidak dikoreksi
sebanyak 2% dan komplikasi jantung, termasuk aritmia, gagal jantung,
dan endokarditis infektif dilaporkan pada 30% pasien. Pasien dengan
sianosis kronis memiliki risiko komplikasi untuk terjadi thrombosis
dan perdarahan. Memastikan hidrasi yang tepat selama kehamilan dan
penggunaan sarung untuk kompresi mungkin mengurangi komplikasi
thrombosis. Antikoagulan profilaksis layak diberikan pada saat nifas.
Sianosis kronis juga mengakibatkan peningkatan risiko komplikasi
fetal termasuk abortus spontan (50%), partus prematurus (30-50%),
dan kelahiran kecil masa kehamilan.
Tetralogi fallot merupakan penyakit jantung bawaan sianotik yang
paling umum pada manusia. Sebagian besar pasien tetralogi fallot yang
sudah dewasa telah menjalani perbaikan intrakardiak yang terdiri dari
penutupan VSD dan pelebaran infundibulum ventrikel kanan.
Keterlambatan melakukan tindakan berhubungan dengan tingginya
insiden insufisiensi pulmonal, ketika digunakan penutupan
transannular. Hal ini mengakibatkan terjadinya overload dan pelebaran
pada ventrikel kanan dimana akan meningkatkan risiko gagal jantung
kanan dan aritmia selama kehamilan.
Sampai saat ini, complete TGA merupakan kelainan yang paling
banyak membutuhkan terapi paliatif dengan prosedur penukaran
atrium (Mustard atau Senning). Tindakan ini akan memperbaiki
sirkulasi dan menghilangkan pirau yang persisten, dan menghilangkan
sianosis. Bagaimanapun, tindakan ini akan meninggalkan morfologi
ventrikel kanan sebagai ventrikel vena pulmonalis pada posisi
sistemik, menimbulkan disfungsi sistolik, dan kontraksi yang tidak
adekuat selama kehamilan. Lebih lanjut lagi, garis lekukan pada atrium
dapat memicu terjadinya aritmia.
Operasi Fontan dikenalkan sebagai prosedur paliatif pada pasien
dengan atresia trikuspidalis dan sejak digunakan secara ekstensif pada
kelainan dengan karakteristik 1 ventrikel yang masih fungsional.
Prinsip perbaikan pada operasi Fontan adalah memperbaiki aliran
darah vena dari sistemik langsung dialirkan ke arteri pulmonalis
menggunakan bypass pada jantung kanan. Tekanan vena sistemik
meningkat dan sebanding dengan tekanan rata-rata arteri pulmonalis.
Pasien dengan fisiologi Fontan secara tipikal sensitive terhadap
perubahan preload dan berisiko mengalami edema, ascites, dan aritmia
selama kehamilan.

4. PENYAKIT JANTUNG ASIANOTIK
ASD merupakan salah satu kelainan congenital yang sering terlihat
pada wanita hamil. Sebagian besar pasien tidak menunjukkan gejala
sebelum kehamilan, tetapi pirau dari kiri ke kanan yang kronis
mengakibatkan overload volume pada ventrikel kanan dan terjadi
pelebaran, dimana dapat terjadi eksaserbasi ketika terjadi retensi
volume pada kehamilan. Lebih lanjut lagi, pelebaran atrium kanan
dapat menjadi faktor risiko untuk terjadinya aritmia atrial. Pada
populasi yang luas dari penelitian cohort retrospektif multinasional
menunjukkan 67 wanita dengan ASD yang tidak dikoreksi dan 31
wanita dengan ASD yang telah dikoreksi dari 188 wanit hamil. Insiden
komplikasi jantung dibandingkan antara dua kelompok, dengan 4.3%
mengalami aritmia dan status persisten NYHA fungsional pada 3%
wanita. Dibandingkan dengan populasi umum, wanit adengan ASD
yang tidak dikoreksi memiliki risiko yang lebih tinggi untuk
mengalami pre-eklampsia dan kecil masa kehamilan. Tidak ada
peningkatan risiko yang signifikan untuk komplikasi fetal pada pasien
dengan ASD yang sudah terkoreksi.
Pada pasien VSD tipe membranosa yang tidak terkoreksi,
komplikasi jantung yang muncul adalah endokarditis infektif. Pre-
eklampsia lebih banyak muncul pada pasien dengan VSD yang tidak
terkoreksi dibanding kelompok kontrol. Yang menarik adalah, pada
pasien dengan VSD yang terkoreksi memiliki risiko yeng lebih tinggi
untuk terjadinya partus prematurus daripada wanita dengan VSD yang
tidk dikoreksi. Data ini menunjukkan bahwa VSD yang tersembunyi
mengakibatkan risiko yang rendah untuk terjadinya komplikasi jantung
selama kehamilan.
Pasien dengan Eisenmenger sindrom memiliki risiko yang tinggi
terhadap ibu dan fetus, dengan rasio kematian maternal sebanyak 40-
50% dan rasio abortus sebanyak 30%. Pasien harus diberikan
konseling secara kuat supaya tidak hamil dan perlu dianjurkan untuk
mengontrol kehamilan dengan menggunakan kontrasepsi non-
hormonal. Jika terjadi kehamilan, terminasi pada awal kehamilan harus
dianjurkan. Pasien yang memilih untuk melanjutkan kehamilan harus
diawasi secara ketat dan hati-hati. Istirahat dan diuresis mungkin
dibutuhkan pada gagal jantung kanan. Vasodilatasi sistemik pada
kehamilan dapat meningkatkan besarnya ukuran pirau dari kanan ke
kiri. Langkah-langkah untuk mengatasi efek ini termasuk dengan
memberikan oksigen dan vasodilator pulmonal. Bagaimanapun, tidak
ada data yang menunjukkan bahwa tindakan tersebut mengurangi
risiko kematian. Antikoagulan dengan heparin sering diresepkan
karena risiko thrombosis arteri pulmonalis. Bagaimanapun, intervensi
ini harus dinilai lagi untuk mencegah risiko perdarahan pulmonal.

Anda mungkin juga menyukai