Anda di halaman 1dari 20

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ................................................................................. 3


Daftar Isi ................................................................................. 3
BAB I. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
BAB II. Pembahasan
2.1 Pengertian ................................................................................. 8
2.2 Etiologi ................................................................................. 9
2.3 Tanda dan Gejala ................................................................................. 10
2.4 Psikofisiologi ................................................................................. 13
2.5 Diagnosis ................................................................................. 14
2.6 Penatalaksanaan ................................................................................. 15
2.7 Prognosis ................................................................................. 23
BAB III. Kesimpulan dan Saran
3.1. Kesimpulan ................................................................................. 27
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 28


















BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Salah satu gangguan jiwa yang merupakan permasalahan kesehatan di seluruh dunia adalah
skizofrenia. Para pakar kesehatan jiwa menyatakan bahwa semakin modern dan industrial
suatu masyarakat, semakin besar pula stressor psikososialnya, yang pada gilirannya
menyebabkan orang jatuh sakit karena tidak mampu mengatasinya. Salah satu penyakit itu
adalah gangguan jiwa skizofrenia
Dalam sejarah perkembangan skizofrenia sebagai gangguan klinis, banyak tokoh psikiatri dan
neurologi yang berperan. Mula-mula Emil Kreaplin (18-1926) menyebutkan gangguan
dengan istilah dementia prekok yaitu suatu istilah yang menekankan proses kognitif yang
berbeda dan onset pada masa awal. Istilah skizofrenia itu sendiri diperkenalkan oleh Eugen
Bleuler (1857-1939), untuk menggambarkan munculnya perpecahan antara pikiran, emmosi
dan perilaku pada pasien yang mengalami gangguan ini. Bleuler mengindentifikasi symptom
dasar dari skizofrenia yang dikenal dengan 4A antara lain : Asosiasi, Afek, Autisme dan
Ambivalensi.
Skizofrenia merupakan gangguan psikotik yang paling sering, hampir 1% penduduk dunia
menderita psikotik selama hidup mereka di Amerika. Skizofrenia lebih sering terjadi pada
Negara industri terdapat lebih banyak populasi urban dan pada kelompok sosial ekonomi
rendah. Walaupun insidennya hanya 1 per 1000 orang di Amerika Serikat, skizofrenia
seringkali ditemukan di gawat darurat karena beratnya gejala, ketidakmampuan untuk
merawat diri, hilangnya tilikan dan pemburukan sosial yang bertahap. Kedatangan diruang
gawat darurat atau tempat praktek disebabkan oleh halusinasi yamg menimbulkan ketegangan
yang mungkin dapat mengancam jiwa baik dirinya maupun orang lain, perilaku kacau,
inkoherensi, agitasi dan penelantaran Diagnosis skizofrenia lebih banyak ditemukan
dikalangan sosial ekonomi rendah. Beberapa pola interaksi keluarga dan faktor genetik
diduga merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya skizofrenia.5 75% penderita
skizofrenia mulai mengidapnya pada usia 16-25 tahun. Usia remaja dan dewasa muda
memang beresiko tinggi karena tahap kehidupan ini penuh stressor. Kondisi penderita sering
terlambat disadari keluarga dan lingkungannya karena dianggap sebagai bagian dari tahap
penyesuaian diri Salah satu pembagian skizofrenia adalah skizofrenia hebefrenik.
Skizofrenia hebefrenik disebut juga disorganized type atau kacau balau yang ditandai
dengan inkoherensi, affect datar, perilaku dan tertawa kekanakkanakan, yang terpecah-pecah,
dan perilaku aneh seperti menyeringai sendiri, menunjukkan gerakan-gerakan aneh,
mengucap berulang-ulang dan kecenderungan untuk menarik diri secara ekstrim dari
hubungan sosial (Dadang Hawari, 2001:64-65).
Gangguan jiwa skizofrenia merupakan gangguan jiwa yang berat dan gawat yang dapat
dialami manusia sejak muda dan dapat berlanjut menjadi kronis dan lebih gawat ketika
muncul pada lanjut usia (lansia) karena menyangkut perubahan pada segi fisik, psikologis
dan sosial-budaya. Skizofrenia pada lansia angka prevalensinya sekitar 1% dari kelompok
lanjut usia (lansia) (Dep.Kes.1992).
























BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian
Skizofrenia adalah satu istilah untuk beberapa gangguan yang ditandai dengan kekacauan
kepribadian, distorsi terhadap realitas, ketidakmampuan untuk berfungsi dalam kehidupan
sehari-hari (Atkinson dkk, 1992), perasaan dikendalikan olehn kekuatan dari luar dirinya,
waham/delusi, gangguan persepsu (PPDGJ, 1983)
Gangguan skizoprenia ini terdapat pada semua kebudayaan dan mengganggu di sepanjang
sejarah, bahkan pada kebudayaan-kebudayaan yang jauh dari tekanan modern sekalipun.
Umunya gangguan ini muncul pada usia yang sangat muda, dan memuncak pada usia antara
25-35 tahun.
Gangguan yang muncul dapat terjadi secara lambat atau dating secara tibatiba pada penderita
yang cenderung suka menyendiri yang mengalami stress (Atkinson dkk, 1992) Salah satu
pembagian skizofrenia adalah skizofrenia hebefrenik. Beberapa pendapat yang menyebutkan
tentang pengertian Skizofrenia, antara lain : Skizofrenia hebefrenik adalah suatu bentuk
Skizofrenia yang ditandai dengan perilaku klien regresi dan primitif, afek yang tidak sesuai,
wajah dungu, tertawa-tawa aneh, meringis dan menarik diri secara ekstrim. (Townsend, alih
bahasa Helena, 1998:143).
Skizofrenia hebefrenik adalah suatu bentuk skizofrenia dengan perubahan afektif yang
tampak jelas dan secara umum juga dijumpai waham dan halusinasi yang bersifat
mengambang serta terputus-putus (fragmentary), perilaku yang tidak bertanggung jawab dan
tidak dapat diramalkan, serta umumnya maneurisme (Depkes RI, 1993:111-112).
Skizofrenia hebefrenik disebut juga disorganized type atau kacau balau yang ditandai
dengan inkoherensi, affect datar, perilaku dan tertawa kekanak-kanakan, yang terpecah-
pecah, dan perilaku aneh seperti menyeringai sendiri, menunjukkan gerakan-gerakan aneh,
mengucap berulang-ulang dan kecenderungan untuk menarik diri secara ekstrim dari
hubungan sosial (Dadang Hawari, 2001:64-65). Skizofrenia hebefrenik adalah suatu bentuk
skizofrenia dengan perubahan prilaku yang tidak bertanggung jawab dan tak dapat
diramalkan,ada kecenderungan untuk selalu menyendiri, dan prilaku menunjukkan hampa
prilaku dan hampa perasaan, senang menyendiri,dan ungkapan kata yang di ulang ulang,
proses pikir mengalami disorganisasi dan pembicaraan tak menentu serta adanya penurunan
perawatan diri pada individu. ( Rusdi Maslim,Dr.PPDGJ- III 2001: 48)

2.2 Etiologi
Etiologi Skizofreni Hebefrenik pada umumnya sama seperti etiologi skizofrenia lainnya.
Dibawah ini beberapa etiologi yang sering ditemukan:
1. Faktor Predisposisi
Beberapa faktor predisposisi yang berkontribusi pada munculnya respon neurobiologi seperti
pada harga diri rendah antara lain :
a. Faktor Genetis
Telah diketahui bahwa secara genetis skizofrenia diturunkan melalui kromosom-
kromosom tertentu. Tetapi kromosom yang ke berapa menjadi faktor penentu gangguan
ini sampai sekarang masih dalam tahap penelitian.
Diduga letak gen skizofrenia ada dikromosom no. 6 dengan kontribusi genetik tambahan
no. 4, 8, 15 dan 22. Anak kembar identik memiliki kemungkinan mengalami skizofrenia
sebesar 50% jika salah satunya mengalami skizofrenia, sementara jika dizigot peluangnya
sebesar 15%. Seorang anak yang salah satu orang tuanya mengalami skizofrenia,
sementara bila kedua orang tuanya skizofreia maka peluangnya menjadi 35%.
b. Faktor Neurologis
Ditemukan bahwa korteks prefrotal dan korteks limbik pada klien skizofrenia tidak
pernah berkembang penuh. Ditemukan juga pada klien skizofrenia terjadi penurunan
volume dan fungsi otak yang abnormal. Neurotransmiter yang ditemukan tidak normal
khususnya dopamine, serotonine, dan glutamat.
c. Studi Neurotransmiter
Skizofrenia diduga juga disebkan oleh adanya ketidakseimbangan neurotransmiter
dopamine yang berlebihan.
d. Teori Virus
Paparan virus influenza pada trimester 3 kehamilan dapat menjadi factor predispossisi
skizofrenia.
e. Psikologis
Beberapa kondisi psikologis yang menjadi faktor predisposisi skizofrenia antara lain anak
yang diperlakukan oleh ibu pencemas, terlalu melindungi, dingin dan tidak berperasaan,
sementara ayah yang mengambil jarak dengan anaknya.
2. factor Prespitasi
Faktor-faktor pencetus respon neurobiologis meliputi :
a. Berlebihannya proses inflamasi pada sistem saraf yang menerima dan memproses
informasi di thalamus dan frontal otak.
b. Mekanisme penghantaran listrik di saraf terganggu.
c. Gejala-gejala pemicu seperti kondisi kesehatan, lingkungan, sikap dan perilaku.

2.3. Tanda dan Gejala
Perjalanan penyakit Skizofrenia dapat dibagi menjadi 3 fase yaitu fase prodromal,
fase aktif dan fase residual.
Pada fase prodromal biasanya timbul gejala gejala non spesifik yang lamanya bisa
minggu, bulan ataupun lebih dari satu tahun sebelum onset psikotik menjadi jelas. Gejala
tersebut meliputi : hendaya fungsi pekerjaan, fungsi sosial, fungsi penggunaan waktu luang
dan fungsi perawatan diri. Perubahan perubahan ini akan mengganggu individu serta
membuat resah keluarga dan teman, mereka akan mengatakan orang ini tidak seperti yang
dulu. Semakin lama fase prodromal semakin buruk prognosisnya.
Pada fase aktif gejala positif / psikotik menjadi jelas seperti tingkah laku katatonik,
inkoherensi, waham, halusinasi disertai gangguan afek. Hampir semua individu datang
berobat pada fase ini, bila tidak mendapat pengobatan gejala gejala tersebut dapat hilang
spontan suatu saat mengalami eksaserbasi atau terus bertahan.
Fase aktif akan diikuti oleh fase residual dimana gejala gejalanya sama dengan fase
prodromal tetapi gejala positif / psikotiknya sudah berkurang. Disamping gejala gejala yang
terjadi pada ketiga fase diatas, penderita skizofrenia juga mengalami gangguan kognitif
berupa gangguan berbicara spontan, mengurutkan peristiwa, kewaspadaan dan eksekutif
(atensi, konsentrasi, hubungan sosial).
Pada Skizofrenia Hebefrenik kita dapat melihat tanda dan gejala yang khas, antara lain;
1. Inkoherensi yaitu jalan pikiran yang kacau, tidak dapat dimengerti apa maksudnya.
2. Alam perasaan yang datar tanpa ekspresi serta tidak serasi atau ketolol-tololan.
3. Perilaku dan tertawa kekenak-kanakan, senyum yang menunjukkan rasa puas diri atau
senyum yang hanya dihayati sendiri.
4. Waham yang tidak jelas dan tidak sistematik tidak terorganisasi sebagai suatu kesatuan.
5. Halusinasi yang terpecah-pecah yang isi temanya tidak terorganisasi sebagai satu
kesatuan.
6. Gangguan proses berfikir
7. Perilaku aneh, misalnya menyeringai sendiri, menunjukkan gerakangerakan aneh,
berkelakar, pengucapan kalimat yang diulang-ulang dan cenderung untuk menarik diri
secara ekstrim dari hubungan sosial (Dadang Hawari, 2001 :640).

Gejala-gejala pencetus respon biologis :
Kesehatan : nutrisi kurang, kurang tidur, ketidakseimbangan irama sirkadian, kelelahan,
infeksi, obat-obatan sistem saraf pusat, kurangnya latihan dan hambatan untuk
menjangkau layanan kesehatan.
Lingkungan : lingkungan yang memusuhi, masalah rumah tangga, kehilangan kebebasan
hidup, perubahan kebiasaan hidup, pola aktivitas sehari-hari, kesukaran berhubungan
dengan orang lain, isolasi sosial, kurangnya dukungan sosial, tekanan kerja, stigmasisasi,
kemiskinan, kurangnya alat transportasi dan ketidakmampuan mendapatkan pekerjaan.
Sikap/perilaku : merasa tidak mampu, putus asa, merasa gagal, kehilangan kendali
diri(demoralisasi), merasa punya kekuatan berlebihan dengan gejala tersebut, merasa
malang, bertindak tidak seperti orang lain dari segi usia maupun kebudayaan, rendahnya
kemampuan sosialisasi, perilaku agresif, perilaku kekerasan, ketidakadekuatan
pengobatan dan ketidakadekuatan penanganan gejala.
Beberapa tanda dang gejala yang paling sering ditemukan pada pasien-pasien Skizofrenia
Hebefrenik adalah,
o Waham; yaitu suatu keyakinan yang salah yang tidak sesuai dengan latar belakang sosial
budaya serta pendidikan pasien, namun dipertahankan oleh pasien dan tidak dapat
ditangguhkan.
o Halusinasi; gangguan persepsi ini membuat pasien skizofrenia dapat melihat sesuatu atau
mendengar suara yang tidak ada sumbernya. Halusinasi yang sering terdapat pada pasien
adalah halusinasi auditorik (pendengaran). Terkadang juga terdapat halusinasi
penglihatan dan halusinasi perabaan.
o Siar pikiran, yaitu pasien merasa bahwa pikirannya dapat disiarkan melalui alat-alat bantu
elektronik atau merasa pikirannya dapat dibaca oleh orang lain. Terkadang pasien dapat
mengatakan bahwa dirinya dapat berbincang-bincang dengan penyiar televisi maupun
radio. Beberapa pasien juga mengatakan pikirannya dimasuki oleh pikiran atau kekuatan
lain atau ditarik/diambil oleh kekuatan lain.






2.4. Psikofisiologi
1. Tahapan halusinasi dan delusi yang biasa menyertai gangguan jiwa.
a. Tahap Comforting
Timbul kecemasan ringan disertai gejala kesepian, perasaan berdosa, klien biasanya
mengkompensasikan stresornya dengan koping imajinasi sehingga merasa senang dan
terhindar dari ancaman.
b. Tahap Condeming
Timbul kecemasan moderat, cemas biasanya makin meninggi selanjutnya klien
merasa mendengarkan sesuatu, klien merasa takut apabila orang lain ikut
mendengarkan apa-apa yang ia rasakan sehingga timbul perilaku menarik diri ( with
drawl ).
c. Tahap Controling
Timbul kecemasan berat, klien berusaha memerangi suara yang timbul tetapi suara
tersebut terus menerus mengikuti, sehingga menyebabkan klien susah berhubungan
dengan orang lain. Apabila suara tersebut hilang klien merasa sangat kesepian atau
sedih.
d. Tahap Conquering
Klien merasa panik, suara atau ide yang datang mengancam apabila tidak diikuti
perilaku klien dapat bersifat merusak atau dapat timbul perilaku suicide.
2. Waham
Kelompok ini ditandai secara khas oleh berkembangnya waham yg umumnya menetap dan
kadang-kadang bertahan seumur hidup. Waham dapat berupa waham kejaran, hipokondrik,
kebesaran, cemburu, tubuhnya dibentuk secara abnormal,merasa dirinya bau dan homoseks.
Tidak dijumpai Gangguan lain, hanya depresi bisa terjadi secara intermitten. Onset biasanya
pada usia pertengahan, tetapi kadang-kadang yg berkaitan dgn bentuk tubuh yang salah
dijumpai pada usia muda. Isi waham dan waktu timbulnya sering dihubungkan dengan situasi
kehidupan individu, misalnya waham kejaran pada kelompok minoritas. Terlepas dari
perbuatan dan sikapnya yang berhubungan dengan wahamnya, afek dan pembicaraan dan
perilaku orang tersebut adalah normal.Waham ini minimal telah menetap selama 3 bulan.

2.5. Diagnosis
Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia ; Diagnosis hebefrenia untuk pertama kali
hanya ditegakkan pada usia remaja atau dewasa muda (onset biasanya mulai 15-25 tahun).
Kepribadian premorbid menunjukkan ciri khas : pemalu dan senang menyendiri (solitary),
namun tidak harus demikian untuk menentukan diagnosis. Untuk diagnosis hebefrenia yang
menyakinkan umumnya diperlukan pengamatan kontinu selama 2 atau 3 bulan lamanya,
untuk memastikan bahwa gambaran yang khas berikut ini memang benar bertahan : Perilaku
yang tidak bertanggung jawab dan tak dapat diramalkan, serta mannerisme; ada
kecenderungan untuk selalu menyendiri (solitary), dan perilaku menunjukkan hampa tujuan
dan hampa perasaan; Afek pasien dangkal (shallow) dan tidak wajar (inappropriate), sering
disertai oleh cekikikan (giggling) atau perasaan puas diri (self-satisfied), senyum sendirir
(self-absorbed smiling), atau oleh sikap, tinggi hati (lofty manner), tertawa menyeringai
(grimaces), mannerisme, mengibuli secara bersenda gurau (pranks), keluhan hipokondrial,
dan ungkapan kata yang diulang-ulang (reiterated phrases); Proses pikir mengalami
disorganisasi dan pembicaraan tak menentu (rambling) serta inkoheren. Gangguan afektif dan
dorongan kehendak, serta gangguan proses pikir umumnya menonjol. Halusinasi dan waham
mungkin ada tetapi biasanya tidak menonjol (fleeting and fragmentary delusions and
hallucinations). Dorongan kehendak (drive) dan yang bertujuan (determination) hilang serta
sasaran ditinggalkan, sehingga perilaku penderita memperlihatkan ciri khas, yaitu perilaku
tanpa tujuan (aimless) dan tanpa maksud (empty of purpose). Adanya suatu preokupasi yang
dangkal dan bersifat dibuat-buat terhadap agama, filsafat dan tema abstrak lainnya, makin
mempersukar orang memahami jalan pikiran pasien. Menurut DSM-IV skizofrenia disebut
sebagai skizofrenia tipe terdisorganisasi.

2.6. Penatalaksanaan
Terapi Somatik (Medikamentosa)
----Obat-obatan yang digunakan untuk mengobati Skizofrenia disebut antipsikotik.
Antipsikotik bekerja mengontrol halusinasi, delusi dan perubahan pola fikir yang terjadi pada
Skizofrenia. Pasien mungkin dapat mencoba beberapa jenis antipsikotik sebelum
mendapatkan obat atau kombinasi obat antipsikotik yang benar-benar cocok bagi pasien.
Antipsikotik pertama diperkenalkan 50 tahun yang lalu dan merupakan terapi obat-obatan
pertama yang efektif untuk mengobati Skizofrenia. Terdapat 3 kategori obat antipsikotik yang
dikenal saat ini, yaitu : antipsikotik konvensional, newer atypical antipsycotics, dan Clozaril
(Clozapine).





a. Antipsikotik Konvensional
----Obat antipsikotik yang paling lama penggunannya disebut antipsikotik
konvensional.Walaupun sangat efektif, antipsikotik konvensional sering menimbulkan efek
samping yang serius. Contoh obat antipsikotik konvensional antara lain :
1. Haldol (haloperidol)
2. Mellaril (thioridazine)
3. Navane (thiothixene)
4. Prolixin (fluphenazine)
5. Stelazine ( trifluoperazine)
6. Thorazine ( chlorpromazine)
7. Trilafon (perphenazine)
----Akibat berbagai efek samping yang dapat ditimbulkan oleh antipsikotik konvensional,
banyak ahli lebih merekomendasikan penggunaan newer atypical antipsycotic.
----Ada 2 pengecualian (harus dengan antipsikotok konvensional). Pertama, pada pasien
yang sudah mengalami perbaikan (kemajuan) yang pesat menggunakan antipsikotik
konvensional tanpa efek samping yang berarti. Biasanya para ahli merekomendasikan untuk
meneruskan pemakaian antipskotik konvensional. Kedua, bila pasien mengalami kesulitan
minum pil secara reguler. Prolixin dan Haldol dapat diberikan dalam jangka waktu yang lama
(long acting) dengan interval 2-4 minggu (disebut juga depot formulations). Dengan depot
formulation, obat dapat disimpan terlebih dahulu di dalam tubuh lalu dilepaskan secara
perlahan-lahan. Sistem depot formulation ini tidak dapat digunakan pada newer atypic
antipsycotic.
b. Newer Atypcal Antipsycotic
----Obat-obat yang tergolong kelompok ini disebut atipikal karena prinsip kerjanya berbeda,
serta sedikit menimbulkan efek samping bila dibandingkan dengan antipsikotik konvensional.
Beberapa contoh newer atypical antipsycotic yang tersedia, antara lain :
Risperdal (risperidone)
Seroquel (quetiapine)
Zyprexa (olanzopine)
Para ahli banyak merekomendasikan obat-obat ini untuk menangani pasienpasien dengan
Skizofrenia.


c. Clozaril
----Clozaril mulai diperkenalkan tahun 1990, merupakan antipsikotik atipikal yang pertama.
Clozaril dapat membantu 25-50% pasien yang tidak merespon (berhasil) dengan
antipsikotik konvensional. Sangat disayangkan, Clozaril memiliki efek samping yang jarang
tapi sangat serius dimana pada kasus-kasus yang jarang (1%), Clozaril dapat menurunkan
jumlah sel darah putih yang berguna untuk melawan infeksi. Ini artinya, pasien yang
mendapat Clozaril harus memeriksakan kadar sel darah putihnya secara reguler. Para ahli
merekomendaskan penggunaan Clozaril bila paling sedikit 2 dari obat antipsikotik yang lebih
aman tidak berhasil.
Cara penggunaan
Pada dasarnya semua obat anti psikosis mempunyai efek primer (efek klinis) yang sama
pada dosis ekivalen, perbedaan terutama pada efek samping sekunder.
Pemilihan jenis obat anti psikosis mempertimbangkan gejala psikosis yang dominan dan
efek samping obat. Pergantian obat disesuaikan dengan dosis ekivalen.
Apabila obat anti psikosis tertentu tidak memberikan respon klinis dalam dosis yang
sudah optimal setelah jangka waktu yang memadai, dapat diganti dengan obat psikosis
lain (sebaiknya dari golongan yang tidak sama), dengan dosis ekivalennya dimana profil
efek samping belum tentu sama.
Apabila dalam riwayat penggunaan obat anti psikosis sebelumnya jenis obat antipsikosis
tertentu yang sudah terbukti efektif dan ditolerir dengan baik efek sampingnya, dapat
dipilih kembali untuk pemakaian sekarang
Dalam pengaturan dosis perlu mempertimbangkan:
o Onset efek primer (efek klinis) : sekitar 2-4 minggu
o Onset efek sekunder (efek samping) : sekitar 2-6 jam
o Waktu paruh 12-24 jam (pemberian 1-2 kali perhari)
o Dosis pagi dan malam dapat berbeda untuk mengurangi dampak efek samping
(dosis pagi kecil, dosis malam lebih besar) sehingga tidak begitu mengganggu
kualitas hidup pasien
Mulai dosis awal dengan dosis anjuran dinaikkan setiap 2-3 hari sampai mencapai dosis
efektif (mulai peredaan sindroma psikosis) dievaluasi setiap 2 minggu dan bila perlu
dinaikkan dosis optimal dipertahankan sekitar 8-12 minggu (stabilisasi) diturunkan setiap
2 minggu dosis maintanance dipertahankan 6 bulan sampai 2 tahun (diselingi drug
holiday 1-2 hari/minggu) tapering off (dosis diturunkan tiap 2-4 minggu) stop
Untuk pasien dengan serangan sindroma psikosis multi episode terapi pemeliharaan dapat
diberikan palong sedikit selama 5 tahun.
Efek obat psikosis secara relatif berlangsung lama, sampai beberapa hari setelah dosis
terakhir yang masih mempunyai efek klinis.
Pada umumnya pemberian obat psikosis sebaiknya dipertahankan selama 3 bulan sampai
1 tahun setelah semua gejala psikosis mereda sama sekali. Untuk psikosis reaktif singkat
penurunan obat secara bertahap setelah hilangnya gejala dalam kurun waktu 2 minggu -
2bulan.
Obat antipsikosis tidak menimbulkan gejala lepas obat yang hebat walaupun diberikan
dalam jangka waktu yang lama, sehingga potensi ketergantungan obat kecil sekali.
Pada penghentian yang mendadak dapat timbul gejala Cholinergic rebound yaitu:
gangguan lambung, mual muntah, diare, pusing, gemetar dan lain-lain.
Keadaan ini akan mereda dengan pemberian anticholinergic agent (injeksi sulfas atrofin
0,25 mg IM dan tablet trihexypenidil 3x2 mg/hari)
Obat anti pikosis long acting (perenteral) sangat berguna untuk pasien yang tidak mau
atau sulit teratur makan obat ataupun yang tidak efektif terhadap medikasi oral. Dosis
dimulai dengan 0,5 cc setiap 2 minggu pada bulan pertama baru ditingkatkan menjadi 1
cc setap bulan. Pambarian anti psikosis long acting hanya untuk terapi stabilisasi
danpemeliharaan terhadap kasus skizofrenia.
Penggunaan CPZ (Chlorpromazine) injeksi sering menimbulkan hipotensi ortostatik pada
waktu peubahan posisi tubuh (efek alpha adrenergik blokade). Tindakan mengatasinya
dengan injeksi noradrenalin (effortil IM)
----
Pemilihan Obat untuk Episode (Serangan) Pertama
----Newer atypical antipsycoic merupakan terapi pilihan untuk penderita Skizofrenia episode
pertama karena efek samping yang ditimbulkan minimal dan resiko untuk terkena tardive
dyskinesia lebih rendah.
----Biasanya obat antipsikotik membutuhkan waktu beberapa saat untuk mulai bekerja.
Sebelum diputuskan pemberian salah satu obat gagal dan diganti dengan obat lain, para ahli
biasanya akan mencoba memberikan obat selama 6 minggu (2 kali lebih lama pada Clozaril)



Pemilihan Obat untuk keadaan relaps (kambuh)
----Biasanya timbul bila penderita berhenti minum obat, untuk itu, sangat penting untuk
mengetahui alasan mengapa penderita berhenti minum obat. Terkadang penderita berhenti
minum obat karena efek samping yang ditimbulkan oleh obat tersebut. Apabila hal ini terjadi,
dokter dapat menurunkan dosis menambah obat untuk efek sampingnya, atau mengganti
dengan obat lain yang efek sampingnya lebih rendah.
----Apabila penderita berhenti minum obat karena alasan lain, dokter dapat mengganti obat
oral dengan injeksi yang bersifat long acting, diberikan tiap 2- 4 minggu. Pemberian obat
dengan injeksi lebih simpel dalam penerapannya.
----Terkadang pasien dapat kambuh walaupun sudah mengkonsumsi obat sesuai anjuran. Hal
ini merupakan alasan yang tepat untuk menggantinya dengan obat obatan yang lain, misalnya
antipsikotik konvensonal dapat diganti dengan newer atipycal antipsycotic atau newer
atipycal antipsycotic diganti dengan antipsikotik atipikal lainnya. Clozapine dapat menjadi
cadangan yang dapat bekerja bila terapi dengan obat-obatan diatas gagal.

Pengobatan Selama fase Penyembuhan
----Sangat penting bagi pasien untuk tetap mendapat pengobatan walaupun setelah sembuh.
Penelitian terbaru menunjukkan 4 dari 5 pasien yang berhenti minum obat setelah episode
petama Skizofrenia dapat kambuh. Para ahli merekomendasikan pasien-pasien Skizofrenia
episode pertama tetap mendapat obat antipskotik selama 12-24 bulan sebelum mencoba
menurunkan dosisnya. Pasien yang menderita Skizofrenia lebih dari satu episode, atau balum
sembuh total pada episode pertama membutuhkan pengobatan yang lebih lama. Perlu diingat,
bahwa penghentian pengobatan merupakan penyebab tersering kekambuhan dan makin
beratnya penyakit.

Efek Samping Obat-obat Antipsikotik
----Karena penderita Skizofrenia memakan obat dalam jangka waktu yang lama, sangat
penting untuk menghindari dan mengatur efek samping yang timbul. Mungkin masalah
terbesar dan tersering bagi penderita yang menggunakan antipsikotik konvensional gangguan
(kekakuan) pergerakan otot-otot yang disebut juga Efek samping Ekstra Piramidal (EEP).
Dalam hal ini pergerakan menjadi lebih lambat dan kaku, sehingga agar tidak kaku penderita
harus bergerak (berjalan) setiap waktu, dan akhirnya mereka tidak dapat beristirahat. Efek
samping lain yang dapat timbul adalah tremor pada tangan dan kaki. Kadang-kadang dokter
dapat memberikan obat antikolinergik (biasanya benztropine) bersamaan dengan obat
antipsikotik untuk mencegah atau mengobati efek samping ini.
----Efek samping lain yang dapat timbul adalah tardive dyskinesia dimana terjadi pergerakan
mulut yang tidak dapat dikontrol, protruding tongue, dan facial grimace. Kemungkinan
terjadinya efek samping ini dapat dikurangi dengan menggunakan dosis efektif terendah dari
obat antipsikotik. Apabila penderita yang menggunakan antipsikotik konvensional
mengalami tardive dyskinesia, dokter biasanya akan mengganti antipsikotik konvensional
dengan antipsikotik atipikal.
----Obat-obat untuk Skizofrenia juga dapat menyebabkan gangguan fungsi seksual, sehingga
banyak penderita yang menghentikan sendiri pemakaian obat-obatan tersebut. Untuk
mengatasinya biasanya dokter akan menggunakan dosis efektif terendah atau mengganti
dengan newer atypical antipsycotic yang efek sampingnya lebih sedikit.
----Peningkatan berat badan juga sering terjadi pada penderita Sikzofrenia yang memakan
obat. Hal ini sering terjadi pada penderita yang menggunakan antipsikotik atipikal. Diet dan
olah raga dapat membantu mengatasi masalah ini.
----Efek samping lain yang jarang terjadi adalah neuroleptic malignant syndrome, dimana
timbul derajat kaku dan termor yang sangat berat yang juga dapat menimbulkan komplikasi
berupa demam, penyakit-penyakit lain. Gejala-gejala ini membutuhkan penanganan yang
segera.

Terapi Psikososial
a. Terapi perilaku
----Teknik perilaku menggunakan hadiah ekonomi dan latihan ketrampilan sosial untuk
meningkatkan kemampuan sosial, kemampuan memenuhi diri sendiri, latihan praktis, dan
komunikasi interpersonal. Perilaku adaptif adalah didorong dengan pujian atau hadiah yang
dapat ditebus untuk hal-hal yang diharapkan, seperti hak istimewa dan pas jalan di rumah
sakit. Dengan demikian, frekuensi perilaku maladaptif atau menyimpang seperti berbicara
lantang, berbicara sendirian di masyarakat, dan postur tubuh aneh dapat diturunkan.

b. Terapi berorintasi-keluarga
----Terapi ini sangat berguna karena pasien skizofrenia seringkali dipulangkan dalam keadaan
remisi parsial, dimana pasien skizofrenia kembali seringkali mendapatkan manfaat dari terapi
keluarga yang singkat namun intensif (setiap hari). Setelah periode pemulangan segera, topik
penting yang dibahas didalam terapi keluarga adalah proses pemulihan, khususnya lama dan
kecepatannya. Seringkali, anggota keluarga, didalam cara yang jelas mendorong sanak
saudaranya yang terkena skizofrenia untuk melakukan aktivitas teratur terlalu cepat. Rencana
yang terlalu optimistik tersebut berasal dari ketidaktahuan tentang sifat skizofrenia dan dari
penyangkalan tentang keparahan penyakitnya.-Ahli terapi harus membantu keluarga dan
pasien mengerti skizofrenia tanpa menjadi terlalu mengecilkan hati. Sejumlah penelitian telah
menemukan bahwa terapi keluarga adalah efektif dalam menurunkan relaps. Didalam
penelitian terkontrol, penurunan angka relaps adalah dramatik. Angka relaps tahunan tanpa
terapi keluarga sebesar 25-50 % dan 5 - 10 % dengan terapi keluarga.

c. Terapi kelompok
----Terapi kelompok bagi skizofrenia biasanya memusatkan pada rencana, masalah, dan
hubungan dalam kehidupan nyata. Kelompok mungkin terorientasi secara perilaku,
terorientasi secara psikodinamika atau tilikan, atau suportif. Terapi kelompok efektif dalam
menurunkan isolasi sosial, meningkatkan rasa persatuan, dan meningkatkan tes realitas bagi
pasien skizofrenia. Kelompok yang memimpin dengan cara suportif, bukannya dalam cara
interpretatif, tampaknya paling membantu bagi pasien skizofrenia.

d. Psikoterapi individual
----Penelitian yang paling baik tentang efek psikoterapi individual dalam pengobatan
skizofrenia telah memberikan data bahwa terapi akan membantu dan menambah efek terapi
farmakologis. Suatu konsep penting di dalam psikoterapi bagi pasien skizofrenia adalah
perkembangan suatu hubungan terapetik yang dialami pasien. Pengalaman tersebut
dipengaruhi oleh dapat dipercayanya ahli terapi, jarak emosional antara ahli terapi dan pasien,
dan keikhlasan ahli terapi seperti yang diinterpretasikan oleh pasien.
----Hubungan antara dokter dan pasien adalah berbeda dari yang ditemukan di dalam
pengobatan pasien non-psikotik. Menegakkan hubungan seringkali sulit dilakukan, pasien
skizofrenia seringkali kesepian dan menolak terhadap keakraban dan kepercayaan dan
kemungkinan sikap curiga, cemas, bermusuhan, atau teregresi jika seseorang mendekati.
Pengamatan yang cermat dari jauh dan rahasia, perintah sederhana, kesabaran, ketulusan hati,
dan kepekaan terhadap kaidah sosial adalah lebih disukai daripada informalitas yang
prematur dan penggunaan nama pertama yang merendahkan diri. Kehangatan atau profesi
persahabatan yang berlebihan adalah tidak tepat dan kemungkinan dirasakan sebagai usaha
untuk suapan, manipulasi, atau eksploitasi.

Perawatan di Rumah Sakit (Hospitalization)
----Indikasi utama perawatan rumah sakit adalah untuk tujuan diagnostik, menstabilkan
medikasi, keamanan pasien karena gagasan bunuh diri atau membunuh, prilaku yang sangat
kacau termasuk ketidakmampuan memenuhi kebutuhan dasar.
----Tujuan utama perawatan dirumah sakit yang harus ditegakkan adalah ikatan efektif antara
pasien dan sistem pendukung masyarakat. Rehabilitasi dan penyesuaian yang dilakukan pada
perawatan rumah sakit harus direncanakan. Dokter harus juga mengajarkan pasien dan
pengasuh serta keluarga pasien tentang skizofrenia.
----Perawatan di rumah sakit menurunkan stres pada pasien dan membantu mereka menyusun
aktivitas harian mereka. Lamanya perawatan rumah sakit tergantung dari keparahan penyakit
pasien dan tersedianya fasilitas pengobatan rawat jalan. Rencana pengobatan di rumah sakit
harus memiliki orientasi praktis ke arah masalah kehidupan, perawatan diri, kualitas hidup,
pekerjaan, dan hubungan sosial. Perawatan di rumah sakit harus diarahkan untuk mengikat
pasien dengan fasilitas perawatan termasuk keluarga pasien. Pusat perawatan dan kunjungan
keluarga pasien kadang membantu pasien dalam memperbaiki kualitas hidup.

2.7. Prognosis
Prognosis untuk skizofrenia hebefrenik sama dengan skizofrenia tipe lainnya, prognosisnya
pada umumnya kurang begitu menggembirakan. Sekitar 25% pasien dapat kembali pulih dari
episode awal dan fungsinya dapat kembali pada tingkat prodromal (sebelum munculnya
gangguan tersebut). Sekitar 25% tidak akan pernah pulih dan perjalanan penyakitnya
cenderung memburuk. Sekitar 50% berada diantaranya, ditandai dengan kekambuhan
periodik dan ketidakmampuan berfungsi dengan efektif kecuali untuk waktu yang singkat.
Faktor-faktor yang mempengaruhi prognosis skizofrenia
1. Keluarga
Pasien membutuhkan perhatian dari masyarakat, terutama dari keluarganya. jangan
membeda-bedakan antara orang yang mengalami Skizofrenia dengan orang yang normal,
karena orang yang mengalami gangguan Skizofrenia mudah tersinggung.
2. Inteligensi
Pada umumnya pasien Skizofrenia yang mempunyai Inteligensi yang tinggi akan lebih
mudah sembuh dibandingkan dengan orang yang inteligensinya rendah.
3. Pengobatan
Obat memiliki dua kekurangan utama. Pertama hanya sebagian kecil pasien
(kemungkinan 25%) cukup tertolong untuk mendapatkan kembali jumlah
fungsi mental yang cukup normal. Kedua antagonis reseptor dopamine disertai dengan
efek merugikan yang mengganggu dan serius. Namun pasien skizofrenia perlu di beri
obat Risperidone serta Clozapine.
4. Reaksi Pengobatan
Dalam proses penyembuhan skizofrenia, orang yang bereaksi terhadap obat lebih bagus
perkembangan kesembuhan daripada orang yang tidak bereaksi terhadap pemberian obat.
5. Stressor Psikososial
Apabila stressor dari skizofrenia ini berasal dari luar, maka akan mempunayi dampak
yang positif, karena tekanan dari luar diri individu dapat diminimalisir atau dihilangkan.
Begitu pula sebaliknya apabila stressor datangnya dari luar individu dan bertubi-tubi atau
tidak dapat diminimalisir maka prosgnosisnya adalah negatif atau akan bertambah parah.
6. Kekambuhan
penderita skizofrenia yang sering kambuh prognosisnya lebih buruk.
7. Gangguan Kepribadian
Prognosis untuk orang yang mempunyai gangguan kepribadian akan sulit disembuhkan.
Besar kecilnya pengalaman akan memiliki peran yang sangat besar terhadap kesembuhan.
8. Onset
Jenis onset yang mengarah ke prognosis yang baik berupa onset yang lambat dan akut,
sedangkan onset yang tidak jelas memiliki prognosis yang lebih baik.
9. Proporsi
Orang yang mempunyai bentuk tubuh normal (proporsional) mempunyai prognosis yang
lebih baik dari pada penderita yang bentuk tubuhnya tidak proporsional.
10. Perjalanan penyakit
Pada penderita skizofrenia yang masih dalam fase prodromal prognosisnya lebih baik dari
pada orang yang sudah pada fase aktif dan fase residual.
11. Kesadaran
Kesadaran orang yang mengalami gangguan skizofrenia adalah jernih. Hal inilah yang
menunjukkan prognosisnya baik nantinya.






Prognosis Baik Prognosis Buruk
o Onset lambat
o Faktor pencetus yang jelas
o Onset akut
o Riwayat sosial, seksual dan pekerjaan premorbid yang baik
o Gejala gangguan mood (terutama gangguan depresif)
o Menikah
o Riwayat keluarga gangguan mood
o Sistem pendukung yang baik
o Gejala positif
o Onset muda
o Tidak ada factor pencetus
o Onset tidak jelas
o Riwayat social dan pekerjaan premorbid yang buruk
o Prilaku menarik diri atau autistic
o Tidak menikah, bercerai atau janda/ duda
o Sistem pendukung yang buruk
o Gejala negatif
o Tanda dan gejala neurologist
o Riwayat trauma perinatal
o Tidak ada remisi dalam 3 tahun
o Banyak relaps
o Riwayat penyerangan











BAB III
KESIMPULAN

3.1. Kesimpulan
Salah satu pembagian skizofrenia adalah skizofrenia hebefrenik. Beberapa pendapat yang
menyebutkan tentang pengertian Skizofrenia, antara lain : Skizofrenia hebefrenik adalah
suatu bentuk Skizofrenia yang ditandai dengan perilaku klien regresi dan primitif, afek yang
tidak sesuai, wajah dungu, tertawa-tawa aneh, meringis dan menarik diri secara ekstrim.
(Townsend, alih bahasa Helena, 1998:143).
Skizofrenia hebefrenik adalah suatu bentuk skizofrenia dengan perubahan afektif yang
tampak jelas dan secara umum juga dijumpai waham dan halusinasi yang bersifat
mengambang serta terputus-putus (fragmentary), perilaku yang tidak bertanggung jawab dan
tidak dapat diramalkan, serta umumnya maneurisme (Depkes RI, 1993:111-112).
Skizofrenia hebefrenik disebut juga disorganized type atau kacau balau yang ditandai
dengan inkoherensi, affect datar, perilaku dan tertawa kekanakkanakan, yang terpecah-pecah,
dan perilaku aneh seperti menyeringai sendiri, menunjukkan gerakan-gerakan aneh,
mengucap berulang-ulang dan kecenderungan untuk menarik diri secara ekstrim dari
hubungan sosial (Dadang Hawari, 2001:64-65).
Skizofrenia hebefrenik adalah suatu bentuk skizofrenia dengan perubahan prilaku yang tidak
bertanggung jawab dan tak dapat diramalkan,ada kecenderungan untuk selalu menyendiri,
dan prilaku menunjukkan hampa prilaku dan hampa perasaan, senang menyendiri,dan
ungkapan kata yang di ulang ulang, proses pikir mengalami disorganisasi dan pembicaraan
tak menentu serta adanya penurunan perawatan diri pada individu. ( Rusdi
Maslim,Dr.PPDGJ- III 2001: 48)
Dari ketiga pengertian diatas, penulis dapat menyimpulkan bahwa Skizofrenia hebefrenik
atau Skizofrenia disorganized adalah suatu gangguan yang yang ditandai dengan regresi dan
primitif, afek yang tidak sesuai, serta menarik diri secara ekstrim dari hubungan sosial.
Gangguan jiwa skizofrenia merupakan gangguan jiwa yang berat dan gawat yang dapat
dialami manusia sejak muda dan dapat berlanjut menjadi kronis dan lebih gawat ketika
muncul pada lanjut usia (lansia) karena menyangkut perubahan pada segi fisik, psikologis
dan sosial-budaya. Skizofrenia pada lansia angka prevalensinya sekitar 1% dari kelompok
lanjut usia (lansia) (Dep.Kes.1992).


DAFTAR PUSTAKA
1. Kaplan, HI, Sadock BJ, Greb JA, Skizofrenia, dalam : Sinopsis Psikiatri, ed 7, vol 1,
Binarupa aksara, 1997
2. Maslim, Rusdi dr. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkasan dari PPDGJ
III Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atmajaya, Jakarta, 2001.
3. Skizofrenia dan gangguan psikotik lainnya. Diunduh dari
http//www.idijakbar.com/prosiding/skizofrenia.htm tanggal 16 November 2010
4. Skizofrenia. Naruto. blogspot. file:///C:/Documents%20and
%20Settings/F%20A%20D%20L%20I/My%20Documents/makalahskizofrenia. html
5. www.psikomedia.com/article/psikologi-klinis/1006/skizofrenia diunduh tanggal 19
september 2011

Anda mungkin juga menyukai