Anda di halaman 1dari 8

I.

DEFINISI
Lupus Eritematosus Sistemik (LES) merupakan kondisi inflamasi yang berhubungan dengan sistem
imunologi yang dapat menyebabkan kerusakanmulti organ. Lupus Eritematosus didefinisikan sebagai
gangguan autoimun dimana sistem tubuh menyerang jaringannya sendiri. LES tergolong penyakit
kolagen-vaskular yaitu suatu kelompok penyakit yang melibatkan sistem mukuloskeletal, kulit, dan
pembuluh darahyang mempunyai banyak manifestasi klinik sehingga diperlukan pengobatan yang
kompleks. (EULAR TEXT BOOK) cari lg dari buku ipd
II. ETIOLOGI
Penyebab dari LES secara luas dikategorikan dalam faktor genetik, hormonal, dan juga lingkungan.
Namun untuk penyebab utama masih belum dapat ditentukan.
a. Genetik
Telah diketahui bahwa seseorang dengan keluarga dari penderita LES memiliki
kecenderungan lebih tinggi untuk terkena LES dibandingkan seseorang yang tidak mempunyai
keluarga yang menderita LES. Telah dikonfirmasi bahwa ada beberapa gen penting yang berhubungan
dengan respon imun dan inflamasi (HLA-DR, PTPN22, STAT4, IRF5, BLK, OX40L, FCGR2A,
BANK1, SPP1, IRAK1, TNFAIP3, C2, C4, PXK), DNA repairs (TREX1), perlekatan sel inflamatori
kepada endotelium(ITGAM), respon jaringan terhadap perlukaan (KLK1, KLK3). Selain menentukan
kemungkinan terkena penyakit LES, beberapa gen tersebut mempengaruhi keparahan dari penyakit.
b. Hormon
Rasio insiden LES wanita dan laki-laki berkisar 9-14:1. Sebagian besar dari wanita yang
terkena LES dalam usia produktif. Hal ini diduga karena faktor hormonal. Estrogen atau prolaktin
merupakan hormon yang mempengaruhi aktifitas dari penyakit LES. Oleh sebab itu perlu di
pertimbangkan untuk pemberian kontrasepsi ataupun terapi hormon pada pasien dengan LES.
Lingkungan
Beberapa keadaan lingkungan yang diduga memicu LES diantaranya seperti infeksi virus,
sinar ultraviolet, obat yang mengalami dimetilasi.
c. Infeksi
Salah satu penyebab yang terkuat diduga menyebabkan lupus adalah virus Epstein-Barr.
Dikatakan bahwa virus ini dapat berada dan berinteraksi dengan sel B dan meningkatkan interferon a
(IFNa) yang diproduksi oleh sel dendritik plasmasitoid (pDCs), dan menunjukan adanya peningkatan
IFNa pada lupus diperkirakan karena infeksi virus kronis.
d. Sinar Ultraviolet
Paparan sinar ultraviolet sudah terbukti memperburuk manifestasi dari lupus, dimana ruam
pada kulit semakin buruk dan munculnya gejala lupus pada organ lainnya. Oleh sebab itu,
penggunaan tabir surya harus dilakukan oleh penderita untuk mengurangi manfestasi yang ada.
e. Obat-obat
Telah diketahui ada beberapa obat tertentu yang dapat menginduksi autoantibodi dalam
sejumlah beberapa kasus. Ada sekitar lebih dari 100 obat yang telah dilaporkan menyebabkan Drug
Induced Lupus (DIL). Patogenesis terjadinya DIL belum diketahui secara pasti, namun ada pada
beberapa kasus pengobatan dapat dipredisposisi oleh faktor genetik, seperti pengobatan yang
mengalami metabolisme asetilasi seperti procainamide dan hydralazine. Obat-obat ini mengubah
ekspresi gen dalam CD4 dan sel T dengan menghambat metilasi DNA dan memicu ekspresi
berlebihan antigen LFA-1, sehingga mengasilkan suatu autorekativitas.
III. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis penyakit ini sangat beragam tergantung organ yang terlibat dimana dapat
melibatkan banyak organ dalam tubuh dengan perjalanan klinis yang kompleks dan bervariasi. Gejala
yang muncul tidak selalu muncul bersamaan, terkadang terjadi remisi sehingga tidak disangka sebagai
LES. Misalnya muncul gejala nyeri sendi lalu diikuti fotosensitivitas dan yang lain hingga akhirnya
memenuhi kriteria LES.
a. Manifestasi konstitusional
Kelelahan merupakan keluhan yang umum dijumpai dan mendahului gejala klinis lainnya.
Keluhan kelelahan ini agak sulit dinilai karena banyak kondisi yang menyebabkan kelelahan seperti
anemia, beban kerja yang meningkat, dan lainnya. Apabila kelelahan yang disebabkan oleh aktivitas
penyakit LES, diperlukan pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan kadar C3 serum dimana
ditemukan hasil ayng rendah.
Penurunan berat badan sering dijumpai pada sabagian penderita LES dan terjadi pada
beberapa bulan sebelum diagnosis ditegakkan. Penurunan berat badan disebabkan oleh penurunan
nagsu makan atau efek dari gejala gastrointestinal.
Demam merupakan salah satu gejala konstitusional LES yang cukup sulit dibedakan dari
sebab lain seperti infeksi. Demam akibat LES biasanya tidak disertai leukositosis dan menggigil.
b. Manifestasi Muskuloskeletal
Pada penderita LES, manifestasi pada muskuloskeletal yang paling sering ditemukan yaitu
poliartritis dengan episode paling sering berupa atralgia dan simetris. Ada pula berupa kaku pagi hari,
tendonitis juga terjadi akibat subluksasi sendi tanpa erosi sendi. Selain itu ditemukan mialgia,miositis,
miopati, bahkan osteoporosis.
c. Manifestasi Kulit
Kelainan kulit yang sering terjadi pada LES adalah reaksi fotosensitivitas, butterfly rash,
ruam malar, lesi dikoid kronik, alopesia, panikulitis, lesi psoariaform dan lainnya. Selain itu, pada
kulit juga ditemukan tanda-tanda vaskulitis kulit, misalnya fenomena Raymaud, livedo retikularis,
ulkus jari, hingga gangren.
d. Manifestasi Kardiovaskular
Kelainan kardiovaskular pada LES antara lain penyakit perikardial, dapat berupa perikarditis
ringan, efusi perikardial sampai penebalan perikardial. Miokarditis dapat pula dijumpai, ditandai
dengan takikardia, aritmia, interval PR yang memanjang, kardiomegali, sampai gagal jantung.
Endokarditis Libman-Sachs, seringkali tidak terdiagnosis dalam klinik, tapi data autopsi
mendapatkan setengah dari kasus LES disertai endokarditis Libman-Sachs. Adanya vegetasi katup
yang disertai demem harus dicurigai kemungkinan endokarditis bakterialis. Wanita dengan LES
memiliki resiko penyakit jantung koroner 5-6% lebih tinggi dibandingkan wanita normal. Pada wanita
berusia 35-44 tahun, resiko ini meningkat 50%.
e. Manifestasi Paru-paru
Kelainan paru-paru pada LES seringkali bersifat subklinik sehingga foto toraks dan spirometri
harus dilakukan pada pasien LES denga batuk, sesak nafas atau keluhan respirasi lainnya. Pleuritis
dan nyeri pleuritik dapat ditemukan pada 60% kasus. Efusi pleura dapat ditemukan pada 30% kasus,
tetapi ringan dan tidak terlalu bermaksan secara klinik. Fibrosis interstitial, vaskulitis paru dan
pneumonitis dapat ditemukan pada 20% kasus, namun klinisnya sulit dibedakan dengan pneumonia
dan gagal jantung kongestif. Hipertensi pulmonal sering pula ditemukan pada pasien dengan sindrom
antifosfolipid. Pasien dengan nyeri pleuritik dan hipertensi pulmonal harus dievaluasi terhadap
kemungkinan sindrom antifosfolipid dan emboli paru.
f. Manifestasi Ginjal
Penilaian keterlibatan ginjal pada pasien LES harus dilakukan dengan menilai ada atau
tidaknya hipertensi, urinalisis untuk melihat proteinuroa dan silinderuria, ureum dan kreatinin,
proteinura dan klirens kreatinin. Pasien LES dengan hematuria mikroskopin dan/atau proteinuria
dengan penurunan GFR harus dipertimbangkan untuk biopsi ginjal.
g. Manifestasi Hemopoetik.
Pada LES, terjadi peningkatan Laju Endap Darah(LED) yang disertai dengan anemia
normositik normokrom yang terjadi akibat anemia akibat penyakit kronik, penyakit ginjal kronik,
gastritis dengan perdarahn dan anemia hemolitik autoimun.
Selain itu, ditemukan juga leukopemia dan limfopenia pada 50-80% kasus. Adanya
leukositosis harus dicurigai kemungkina infeksi. Trombositopenia pada LES ditemuakn pada 20%
kasus. Pasien yang mula-mula menunjukan gambaran trombositopenia idiopatik (ITP), sering kali
kemudian berkembang menjadi LES setelah ditemukan gambaran LES lain.
h. Manifestasi Susunan Saraf
Keterlibatan neuropsikiatri LES sangat bervariasi, dapat berupa migrain, neuropati perifer,
sampai kejang dan psikosis. Kelainan tromboembolik dengan antibodi anti-fosfolipif dapat
menyebabkan kelainan serebrovaskular pada LES. Neuropati perifer, merupakan tipe sensorik
ditemukan pada 10% kasus.
Keterlibatan saraf otak, jarang ditemukan. Kelainan psikiatri sering ditemukan seperti
anxietas, depresi, hingga psikosis. Kelainan psikiatrik juga dapat dipicu oleh pemakaian steroid.
i. Manifestasi Gastrointestinal
Manifestasi dapat berupa hepatomegali, nyeri perut yang tidak spesifik, splenomegali,
peritonitis aseptik, vaskulitis mesentrial, pankreatitis. Selain itu, ditemukan juga peningkatan SGOT
dan SGPT yang juga harus dievaluasi terhadap kemungkinan hepatitis autoimun.

IV. DIAGNOSIS
Menurut rekomendasi, kecurigaan akan penyakit LES perlu dipikirkan bila dijumpai 2(dua) atau lebih
kriteria di bawah ini:
1. Wanita muda dengan eterlibatan dua organ atau lebih
2. Kejala konstitusional: kelelahan, demam (tanpa bukti infeksi) dan penurunan berat
badan.
3. Muskuloskeletal: artritis, artralgia, miositis
4. Kulit: ruam kupu-kupu (butterfly atau malar rash), fotosensitivitas, lesi membrana
mukosa, alopesia, fenomena Raynaud, purpura, urtikaria, vaskulitis
5. Ginjal: hematuria, proteinuria, silinderuria, sindroma nefrotik
6. Gastrointestinal: mual, muntah, nyeri abdomen
7. Paru-paru: pleurisy, hipertensi pulmonal, lesi parenkim paru
8. Jantung: perikarditis, endokartis, miokarditis
9. Retikulo-endotel: organomegali (limfadenopati, splenomegali, hepatomegali)
10. Hematologi: anemia, leukopenia, dan trombositopenia
11. Neuropsikiatri: psikosis, kejang, sindroma otak organik, mielitis transversus,
gangguan kognitif neuropati kranial dan perifer

Batasan operasional diagnosis LES menagcu pada terpenuhinya kriteria dari the American
College of Rheumatology (ACR) revisi pada tahun 1997. Namun, dikarenakan begitu
dinamisnya gejala yang muncul pada LES bisa saja kriteria tersebut tidak terpenuhi. Maka
ketepatan diagnosis dan pengenalan dini ppenyakit LES sangatlah penting.

Tabel 1. Kriteria Diagnosis Lupus Eritematosus Sistemik
Kriteria Batasan
Ruam malar Eritema yang menetap, rata atau menonjol, oada
daerah malar dan cenderung tidak melibatkan lipatan
nasolabial
Ruam diskoid Plak eritema menonjol dengan keratotil dan sumbatan
folikular. Pada LES lanjut dapat ditemukan parut
atrofik
Fotosensitivitas Ruam kulit yang disebabkan reaksi abnormal terhadap
sinar matahari
Ulkus mulut Ulkus mulut atau orofaring, umumnya tidak nyeri
Artritis Artritis non erosif yang melibatkan dua atau lebih
sendi perifer
Serositis a. Pleuritis: riwayat nyeri pleuritik atau pleuritic
friction rub atau terdapat efusi pleura
b. Perikardirtis: terlihat dari EKG, adanya
pericardial friction rub atau adanya efusi
perikardium
Gangguan ginjal a. Proteinuria menetap >0.5 gram per hari atau >+3
bila tidak dilakukan pemeriksaan kuantitatif
atau
b. Silinder seluler: dapat berupa silinder
eritrosit,hemoglobin, granular, tubular atau
campuran
Gangguan neurologi a. Kejang yang bukan disebabkan oleh obat-obatan
atau gangguan metabolik(misalnya uremia,
ketosaidosis, atau ketidak-seimbangan elektrolit)
atau
b. Psikosis yang bukan disebabkan oleh obat-obatan
atau gangguan metabolik(misalnya uremia,
ketoasidosis, atau ketidak-seimbangan elektrolit)
Gangguan hematologik a. Anemia hemolitik degan retikulosis
atau
b. Leukopenia <4.000/mm
3
pada dua kali
pemeriksaan atau lebih
atau
c. Limfopenia <1.500/mm
3
pada dua kali
pemeriksaan atau lebih
atau
d. Trombositopenia <100.000/mm
3
tanpa disebabkan
oleh obat-obatan
Gangguan imunologik a. Anti-DNA: antibodi terhadap native DNA dengan
titer yang abnormal
atau
b. Anti-Sm: terdapat antibodi terhadap antigen
nuklear Sm
atau
c. Temuan positif terhadap antibodi antifosfolipid
yang didasarkan atas:
1) Kadar serum antibodi antikardiolipin
abnormal baik IgG atau IgM
2) Tes lupus antikoagulan positif
menggunakan metoda standard, atau
3) Hasil serologi postif palsu terhadap
sifilis sekurang-kurangnya selama 6
bulan dan dikonfirmasi dengan tes
imobilisasi Treponema pallidum atau tes
fluoresensu absorbsi antibodi treponema.
Antibodi antinuklear (ANA) positif Titer abnormal dari antibodi anti-nuklear berdasarkan
pemeriksaan imunofluoresensi ataupemeriksaan
setingkat pada setiap kurun waktu perjalanan penyakit
tanpa keterlibatan obat yang diketahui berhubungan
dengan sindroma lupus yang diinduksi obat.
Keterangan:
a. Klasifikasi ini terdiri dari 11 kriteria dimana diagnosis harus memenuhi 4 dari kriteria tersebut
yang terjadi secara bersamaan atau dengan tenggang waktu.
b. Modifikasi kriteria ini dilakukan pada tahun 1997.
Bila dijumpai 4 atau lebihkriteria di atas, diagnosis LES memiliki sensitifitas 85% dan
spesifisitas 95%. Sedangkan bila hanya 3 kriteria dan salah satunya ANA positif, maka
sangat mungkin LES dan diagnosis bergantung pada pengamatan klinis. Bila hasil ANA
negatif, maka kemungkinan bukan LES. Apabila hasil tes ANA positif dan manifestasi klinis
lain tidak ada, maka belum tentu LES, dan observasi jangka panjang perlu dilakukan.
Pemeriksaan Serologis pada LES
Tes imunologik awal yang diperlukan untuk menetukan diagnosis LES adalah tes
ANA generik. Tes ANA diperiksa hanya pada pasien dengan tanda dan gejala mengarah pada
LES. Pada penderita LES ditemukan hasil tes ANA positif sebesar 95-100%, akan tetapi hasil
tes ANA dapat positif pada beberapa penyakit menyerupai LES misalnya penyakit infeksi
kronis (tuberkulosis), penyakit autoimun (misalnya Mixed connective tissue disease (MCTD),
artritis rematoid, tiroiditis autoimun), keganasan atau pada orang normal.
Jika hasil tes ANA negatif, pengulangan tes ANA tidak diperlukan, tetapi perjalanan
penyakit reumatik sistemik termasuk LES seringkali dinamis berubah, mungkin diperlukan
pengulangan tes ANA pada waktu yang akan datang terutama jika didapatkan gambaran
klinis yang mencurigakan. Bila hasil tes ANA dengan menggunakan sel Hep-2 sebagau
substrat; negatif, dengan gambaran klinis tidak sesuai LES umumnya diagnosis LES dapat
disingkirkan.
Beberapa tes lain yang perlu dikerjakan setelah tes ANA positif adalah tes antibodi
terhadap antigen nuklear pspesifik, termasuk anti-dsDNA, Sm, nRNP, Ro(SSA), La(SSB),
Scl-70 dan anti Jo. Pemeriksaan ini dikenal sebagai profil ANA/ENA. Antibodi anti-drDNA
merupakan tes spesifik untuk LES, jarang di dapatkan pada penyakit lain dan spesifisitasnya
hampir 100%. Titer anti-dsDNA yang tinggi hampir pasti menunjukan diagnosis LES
dibandingkan dengan titer yang rendah.
V. TATALAKSANA
Pengelolaan LES bertujuan untuk mendapatkan masa remisi yang panjang, menurunkan
aktivitas penyakit seringan mungkin dan mengurangi rasa nyeri dan memelihara fungsi organ
agar aktivitas hidup keseharian tetap baik untuk mencapai kualitas hidup yang optimal.
Berikut merupakan pilar pengobatan dari kasus LES:
a. Edukasi dan konseling
Pada dasarnya pasien dengan LES memerlukan infortasi yang benar dan dukungan
dari sekitarnya dengan maksud agar dapat hidup mandiri. Pasien perlu mengetahui
masalah aktivitas fisik, mengurangi atau mencegah kekambuhan antara lain
melindungi kulit dari paparan sinar ultraviolet dengan menggunakan tabir surya,
payung atau topi; melakukan latihan secar teratur.
b. Program rehabilitasi
Pada pasien LES dengan imobilitas akan terjadi pengurangan massa otot. Selain itu
perlu dilakukan berbagai latihan untuk menjaga kestabilan sendi. Modalitas fisik
seperti pemberian panas atau dingin diperlukan untuk mengurangi rasa nyeri dan
mengurangi kekakuan otot.






c. Pengobatan medikamentosa
Algoritma penatalaksanaan LES

Bagan 1. Algoritme penatalaksanaan lupus eritematosus sustemik. Terapi LES seusai dari derajat keparahan
manifestasinya.
TR tidak responsif, RS respon sedang, RP respon penuh
KS adalah kortikosteroid setara prednison, MP metilprednisolon, AZA azatiopirin, OAINS obat anti inflamasi
steroid, CYC siklofosfamid, NPSLE neuropsikiatri SLE.

Anda mungkin juga menyukai