Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN TUTORIAL SKENARIO III

BLOK TRAUMATOLOGI






Kelompok A8 :
Achmad Nurul H (G0011003)
Aprilisasi P.S (G0011031)
Dea Saufika N (G0011063)
Fitria Dewi L (G0011097)
Ines Aprilia S (G0011115)
Risky Pratiwi P (G0011177)
Azamat Agus S (G0011047)
Gefaritza R (G0011099)
Jati F.A.L.P (G0011121)
Riko Saputra (G0011173)
Tutor :
dr. Yunia Hastami
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
2014
BAB I
PENDAHULUAN
A. Skenario
Seorang perempuan, berusia 30 tahun, diantar polisi ke IGD karena
menjadi korban KDRT. Menurut keterangan pasien, sekitar 2 jam
sebelumnya, saat pasien sedang memasak di dapur, suami yang mabuk tiba-
tiba memukul pasien dengan botol kaca namun berhasil ditahan hingga botol
pecah dan menimbulkan luka di tangan pasien. Suami pasien kemudian
melukai perut dan menusuk punggung pasien dengan pisau dapur. Pasien
jatuh mengenai panic berisi air mendidih dan tersiram air panas hingga
mengalami luka bakar di leher bagian depan dan dada sampai ke perut. Pasien
mengeluh nafasnya sesak dan nyeri di perut kanan atas. Pasien masih sadar
tapi merasa lemas dan ketakutan. Untung tentangga ada yang datang
menolong dan lapor ke polisi sehingga suami pasien melarikan diri.
Dari pemeriksaan dokter IGD didapatkan kesadaran pasien GS 15, jalan
nafas bebas, vital sign didapatkan nadi 120x/menit, tekanan darah 90/60
mmHg, suhu 36
0
, akral dingin dan lembab, RR 32x/menit.
Pada pemeriksaan status lokalis terdapat vulnus laceratum region palmar
sepanjang 3 cm. pasien juga mengalami combustio grade II 15% pada region
colli anterior dan thoracoabdominal.
Pada hemithorax sinistra posterior bagian bawah terdapat jejas vulnus
penetratum, pergerakan hemithorax sinistra tertinggal, perkusi hemithorax
sinistra bagian bawah redup, auskultasi suara vesikuler menurun.
Abdomen tampak distended, vulnus penetratum region abdomen kanan
atas,bising usus menurun, pekak hepar (+), defans muskuler (-). Perut teraba
tegang, undulasi (-). Pekak beralih (+).
Dokter memasang WSD segera, lalu keluar darah sebanyak 75 cc dan RR
post WSD 24x/mnt. Pasca pemasangan WSD (bubble (-), undulasi (+)).
Setelah pasien stabil, polisi meminta dokter untuk membuatkan visum et
repertum
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN DISKUSI
A. Klarifikasi Istilah (langkah 1)
1. Vulnus laceratum
Vulnus laceratum adalah luka robek.
2. Combustio grade II 15%
Combustio artinya adalah luka bakar. Sedangkan untuk grade II adalah
derajat luka bakar yang dialami oleh korban. 15% menunjukkan besar
luas daerah pada tubuh manusia yang mengalami luka bakar.
3. Thoracoabdominal
Thoracoabdominal artinya adalah daerah thorax dan abdomen. Jadi daerah
dari dada hingga ke perut.

B. Menentukan/mendefinisikan permasalahan dan Menganalisis
permasalahan dan membuat pertanyaan mengenai permasalahan (
Langkah 2 dan 3)
1. Apa saja jenis jenis luka?
2. Luka apa saja yang dapat terjadi pada trauma pada skenario di atas?
3. Bagaimana patofisiologi pasien sesak nafas dan nyeri perut kanan atas?
4. Bagaimana patofisiologi lemas dan ketakutan terkait trauma yang dialami
pasien?
5. Apa saja komplikasi dan trauma yang dialami pasien?
6. Pertolongan pertama apa yang seharusnya dilakukan pada pada pasien
dengan kasus seperti di skenario?
7. Bagaimana intepretasi hasil dari pemeriksaan fisik pada skenario di atas?
8. Apakah pasien mengalami syok dilihat dari hasil vital sign?
9. Apa saja penyebab vulnus laceratum? bagaimana penanganannya?
10. Apakah manifestasi klinis vulnus laceratum pada regio palmar?
11. Bagaimana pembagian grade luka bakar?
12. Apakah manifestasi klinis combustio grade II 15% pada regio colli
anterior dan thoracoabdominal?
13. Kapan luka bakar dapat mengarah ke syok? bagaimana patofisiologinya?
14. Apa saja pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan?
15. Apa saja organ yang berisiko terkena apabila terjadi vulnus penetratum
pada thorax dan abdomen?
16. Apakah indikasi, kontraindikasi, dan prsedur pemasangan wsd?
17. Mengapa respiratory rate pada pasien menurun setelah dilakukan
pemasangan WSD?
18. Apa saja yang perlu diperhatikan pasca pemasangan wsd? (terkait bubble
dan undulasi)
19. Bagaimana prosedur, format, dan alasan pembuatan visum et repertum?

C. Menginventarisasi permasalahan secara sistematis dan pernyataan
sementara mengenai permasalahan pada Langkah III. (Langkah IV)
Karena keterbatasan waktu, pada pertemuan pertama tidak dilakukan
inventarisasi permasalahan secara sistematis. Kelompok langsung membahas
permasalahan yang bisa dijawab pada pertemuan pertama.
D. Merumuskan tujuan pembelajaran. (Langkah V)
Semua pertanyaan yang diajukan pada pertemuan pertama dijadikan tujuan
pembelajaran pada diskusi tutorial ini.
E. Mengumpulkan Informasi Baru (Langkah VI)
Pencarian informasi baru mengenai hal-hal yang masih belum terbahas di
pertemuan pertama dilakukan di luar kegiatan diskusi tutorial.
F. Melaporkan, membahas dan menata kembali informasi baru yang
diperoleh (Langkah VII)
1. Apa saja jenis jenis luka?
a. Vulnus ekskoriasi atau luka lecet/gores adalah cedera pada
permukaan epidermis akibat bersentuhan dengan benda
berpermukaan kasar atau runcing. Luka ini banyak dijumpai pada
kejadian traumatik seperti kecelakaan lalu lintas, terjatuh maupun
benturan benda tajam ataupun tumpul.
b. Vulnus scissum adalah luka sayat atau iris yang di tandai dengan
tepi luka berupa garis lurus dan beraturan. Vulnus scissum
biasanya dijumpai pada aktifitas sehari-hari seperti terkena pisau
dapur, sayatan benda tajam ( seng, kaca ), dimana bentuk luka
teratur .
c. Vulnus laseratum atau luka robek adalah luka dengan tepi yang
tidak beraturan atau compang camping biasanya karena tarikan
atau goresan benda tumpul. Luka ini dapat kita jumpai pada
kejadian kecelakaan lalu lintas dimana bentuk luka tidak beraturan
dan kotor, kedalaman luka bisa menembus lapisan mukosa hingga
lapisan otot.
d. Vulnus punctum atau luka tusuk adalah luka akibat tusukan benda
runcing yang biasanya kedalaman luka lebih dari pada lebarnya.
Misalnya tusukan pisau yang menembus lapisan otot, tusukan paku
dan benda-benda tajam lainnya. Ke semuanya menimbulkan efek
tusukan yang dalam dengan permukaan luka tidak begitu lebar.
e. Vulnus morsum adalah luka karena gigitan binatang. Luka gigitan
hewan memiliki bentuk permukaan luka yang mengikuti gigi
hewan yang menggigit. Dengan kedalaman luka juga
menyesuaikan gigitan hewan tersebut.
f. Vulnus combutio adalah luka karena terbakar oleh api atau cairan
panas maupun sengatan arus listrik. Vulnus combutio memiliki
bentuk luka yang tidak beraturan dengan permukaan luka yang
lebar dan warna kulit yang menghitam. Biasanya juga disertai bula
karena kerusakan epitel kulit dan mukosa.
2. Luka apa saja yang dapat terjadi pada trauma pada skenario di
atas?
Pada skenario di atas ada beberapa trauma yang dapat terjadi.
Pukulan dari botol kaca dapat menyebabkan vulnus contusio. Bila botol
kaca tersebut pecah, pecahan kaca tersebut dapat menyebabkan vulnus
laseratum dan vulnus ekskoriasi. Vulnus combutio juga dapat kita
temukan akibat adanya air panas yang mengenai pasien. Kita juga dapat
menemukan vulnus penetratum akibat adanya penggunaan pisau.
3. Bagaimana patofisiologi pasien sesak nafas dan nyeri perut kanan
atas?
Pasien mengalami sesak nafas karena hemothoraks yang terdapat
pada pasien akibat trauma. Adanya hemothoraks akan mendesak organ-
organ pernapasan seperti paru-paru sehingga pengembangan saat ventilasi
terganggu lalu kebutuhan oksigen juga terganggu sehingga pasien sesak
nafas. Keluhan sesak nafas belum bisa dikaitkan sepenuhnya dengan
combustio yang terjadi di regio colli karena dari hasil WSD menandakan
adanya hemothoraks. Namun, combustio juga berisiko menimbulkan
kerusakan paru apabila pasienmengalami inhalasi asap atau pembentukan
embolus. Selain itu, dapat terjadikongesti paru akibat gagal jantung kiri
atau infark miokardium, serta sindrom distress pernafasan pada orang
dewasa.
Nyeri perut kanan atas karena syaraf-syaraf sensoris pada regio
tersebut tersensitasi baik dengan trauma combustio maupun rusak akibat
vulnus.
4. Bagaimana patofisiologi lemas terkait trauma yang dialami pasien?
Lemas yang terjadi pada pasien dapat diakibatkan oleh beberapa
hal. Yang pertama lemas pada pasien dapat diakibatkan karena
perdarahan yang dialami oleh pasien. Selain itu lemas juga dapat
diakibatkan karena rasa ketakutan yang amat besar yang dialami oleh
pasien akibat tindakan mantan suaminya.
5. Apa saja komplikasi dari trauma yang dialami pasien?
Ada beberapa komplikasi yang dapat terjadi akibat trauma yang dialami
pasien.
a. Perdarahan yang hebat serta luka bakar dapat menyebabkan syok.
Syok yang lama tidak ditangani dapat menyebabkan kerusakan ginjal
dan fungsinya. Jika syok tidak ditangani sampai 5-6 jam dapat
menyebabkan kematian akibat sirkulasi darah yang terganggu.
b. Pada punggung yang tertusuk dapat terjadi pneumothoraks,
hemothoraks, robeknya pembuluh darah besar, dan trauma
esophagus. Luka tusuk yang merobek esophagus akan menyebabkan
kematian karena mediastinitis. Biasanya keluhan pasien berupa nyeri
tajam yang mendadak di epigastrium dan dada yang menjalar ke
punggung.
c. Ruptur trakea
d. Tamponade pericardium bisa terjadi jika luka tusuk pada jantung
e. Luka tusuk pada abdomen dapat menyebabkan beberapa komplikasi
seperti hemoperitoneum, rupture organ yang terkena tusukan, dan
peritonitis.
6. Pertolongan pertama apa yang seharusnya dilakukan pada pada
pasien dengan kasus seperti di skenario?
Tujuan utama perawatan pra-rumah sakit adalah untuk menjauhkan
korban dari sumber luka bakar . Setelah itu perawatan awal korban luka
bakar harus mengikuti prinsip-prinsip dasar trauma resusitasi (yaitu
Airway, Breathing, dan Circulation (ABC). Penanganan awal yang
dilakukan pada korban luka bakar ialah (Jenkins, 2014).
a. Setiap pakaian dan perhiasan harus dilepas untuk mencegah barang-
barang tersebut menyebabkan efek tourniquet-like akibat edema
setelah terjadi luka bakar.
b. Setelah ventilasi dan peredaran darah pulih, dilakukan survei
sekunder. Bersamaan dengan manajemen napas dan peredaran darah,
petugas darurat harus melakukan upaya untuk menghentikan proses
burning.
c. Selama penilaian jalan napas, penyedia perawatan pra-rumah sakit
harus mencari tanda-tanda cedera inhalasi (misalnya sputum karbon
gosong pada rambut wajah atau hidung , luka bakar wajah, edema
orofaringeal, perubahan vokal , atau perubahan status mental ).
d. Penanganan awal shock akibat luka bakar dilakukan dengan
mengangkat kaki pasien 12 inchi dari tanah dan pemberian
humidified oxygen. Jika fasilitas mendukung dan waktu transportasi
membutuhkan waktu yang lama, diberikan juga cairan IV.
e. Resusitasi cairan tidak perlu dilakukan jika pasien akan diangkut ke
rumah sakit dalam waktu kurang dari 30 menit . Ketika waktu
transportasi akan lebih lama dari 30 menit , indikasi untuk resusitasi
cairan termasuk cedera termal yang melibatkan lebih dari 20 % dari
total luas permukaan tubuh (TBSA) dan terdapat syok.
f. Pendinginan jaringan yang terbakar dengan melepaskan pakaian
yang hangus kemudian merendam luka bakar dalam air dingin ( 1-
5C ) selama 30 menit jika transportasi tidak dapat dilakukan dengan
segera. Pendinginan harus dilakukan sesegera mungkin karena
pendinginan tidak memiliki manfaat terapeutik jika tertunda lebih
dari 30 menit setelah terjadi luka bakar. Jangan gunakan air es
karena dapat memperburuk kerusakan kulit serta menyebabkan
hipotermia. Jangan gunakan es langsung ke luka bakar karena dapat
menyebabkan peningkatan cedera jaringan akibat frostbite.
Untuk penanganan trauma pada abdomen dibagi menjadi dua bagian
yaitu penanganan pre-hospital dan hospital seperti yang tertulis di bawah.
a. Pre Hospital
Pengkajian yang dilakukan untuk menentukan masalah yang
mengancam nyawa, harus mengkaji dengan cepat apa yang terjadi di
lokasi kejadian. Paramedik mungkin harus melihat apabila sudah
ditemukan luka tikaman, luka trauma benda lainnya, maka harus
segera ditangani, penilaian awal dilakukan prosedur ABC jika ada
indikasi. Jika korban tidak berespon, maka segera buka dan
bersihkan jalan napas.
a) Airway
Dengan kontrol tulang belakang. Membuka jalan napas
menggunakan teknik head tilt chin lift atau menengadahkan
kepala dan mengangkat dagu, periksa adakah benda asing yang
dapat mengakibatkan tertutupnya jalan napas. Muntahan,
makanan, darah atau benda asing lainnya.
b) Breathing
Dengan ventilasi yang adekuat. Memeriksa pernapasan dengan
menggunakan cara lihat-dengar-rasakan tidak lebih dari 10
detik untuk memastikan apakah ada napas atau tidak.
Selanjutnya lakukan pemeriksaan status respirasi korban
(kecepatan, ritme dan adekuat tidaknya pernapasan).
c) Circulation
Dengan kontrol perdarahan hebat. Jika pernapasan korban
tersengal-sengal dan tidak adekuat, maka bantuan napas dapat
dilakukan. Jika tidak ada tanda-tanda sirkulasi, lakukan
resusitasi jantung paru segera. Rasio kompresi dada dan bantuan
napas dalam RJP adalah 30 : 2 (30 kali kompresi dada dan 2 kali
bantuan napas).
Selain melakukan primary survey pada pasien, ada
beberapa hal yang harus diperhatikan antara lain
a) Bila terjadi luka tusuk, maka tusukan (pisau atau benda tajam
lainnya) tidak boleh dicabut kecuali dengan adanya tim medis.
b) Penanganannya bila terjadi luka tusuk cukup dengan melilitkan
dengan kain kassa pada daerah antara pisau untuk memfiksasi
pisau sehingga tidak memperparah luka.
c) Bila ada usus atau organ lain yang keluar, maka organ tersebut
tidak dianjurkan dimasukkan kembali kedalam tubuh, kemudian
organ yang keluar dari dalam tersebut dibalut kain bersih atau
bila ada verban steril.
d) Imobilisasi pasien.
e) Tidak dianjurkan memberi makan dan minum.
f) Apabila ada luka terbuka lainnya maka balut luka dengan
menekang.
g) Kirim ke rumah sakit.
b. Hospital
a) Trauma penetrasi
Bila ada dugaan bahwa ada luka tembus dinding abdomen,
seorang ahli bedah yang berpengalaman akan memeriksa
lukanya secara lokal untuk menentukan dalamnya luka.
Pemeriksaan ini sangat berguna bila ada luka masuk dan luka
keluar yang berdekatan.
b) Skrinning pemeriksaan rontgen
Foto rontgen torak tegak berguna untuk menyingkirkan
kemungkinan hemo atau pneumotoraks atau untuk menemukan
adanya udara intraperitonium. Serta rontgen abdomen sambil
tidur (supine) untuk menentukan jalan peluru atau adanya udara
retroperitoneum.
c) IVP atau Urogram Excretory dan CT Scanning
Ini di lakukan untuk mengetauhi jenis cedera ginjal yang ada.
d) Uretrografi.
Di lakukan untuk mengetauhi adanya rupture uretra.
e) Sistografi
Ini digunakan untuk mengetauhi ada tidaknya cedera pada
kandung kencing, contohnya pada :
a. fraktur pelvis
b. trauma non-penetrasi
7. Bagaimana intepretasi hasil dari pemeriksaan fisik pada skenario di
atas?
Pasien diskenario mengalami trauma tajam akibat tusukan pisau
dapur. Dari hasil inspeksi terdapat adanya jejas vulnus penetratum pada
hemithorax sinistra posterior bagian bawah. Trauma ini dapat
menyebabkan pecahnya membran serosa yang melapisi atau menutupi
thorax dan paru-paru. Pecahnya membran ini memungkinkan masuknya
darah ke dalam rongga pleura yang disebut hemothorax. Darah pada
rongga pleura akan menekan paru-paru sehingga kolaps dan tidak dapat
mengembang. Hal ini dapat terlihat dengan adanya ketertinggalan gerak
pada dinding dada yang mengalami trauma. Thorax yang seharusnya
berisi udara berubah menjadi darah akibat trauma, sehingga terjadi
perubahan suara saat dilakukan perkusi, yakni dari sonor ke redup.
Adanya darah pada rongga thorax juga menyebabkan hantaran suara ke
dinding dada berkurang, sehingga pada auskultasi suara vesikuler akan
menurun bahkan tidak terdengar.
Pada pemeriksaan fisik abdomen, tampak abdomen distended.
Distensi pada abdomen disebabkan adanya akumulasi udara atau cairan
yang menyebabkan ekspansi pada dinding abdomen. Ada beberapa
penyebab dari distensi abdomen yaitu kehamilan, kwarsiokor, dan asites.
Pada pemeriksaan juga didapatkan hasil negative untuk undulasi dan
positif untuk pekak alih. Hal ini menunjukkan bahwa pada pasien ini tidak
ditemukan adanya asites. Ada beberapa hal yang menyebabkan berkurang
hingga hilangnya bunyi usus seperti adanya akumulasi darah pada
intraperitoneum. Cedera pada tulang iga, tulang belakang, atau tulang
panggul juga dapat menyebabkan hal serupa meskipun tidak adanya cedera
abdomen dalam. Sehingga tidak-adanya bising usus tidak memastikan ada
cedera intra-abdominal. Defans muscular pada pasien di atas adalah
negatif. Defans muscular positif ditandai dengan adanya nyeri tekan pada
seluruh lapang abdomen. Nyeri tersebut diakibatkan karena rangsangan
dari saraf peritoneum parietale yang mengindikasikan peritonitis.
Sedangkan untuk pekak hepar menunjukkan bahwa tidak didapatkan
kelainan pada organ tersebut.

8. Apakah pasien mengalami syok dilihat dari hasil vital sign?
a. Kesadaran pasien GCS 15
Sadar penuh (compos mentis)
b. Jalan nafas bebas
Tidak ada sumbatan
c. Nadi 120x/menit
Pasien mengalami takikardi. Takikardi merupakan salah satu
kompensasi tubuh apabila tubuh mengarah ke syok.
d. Tekanan darah 90/60 mmHg
Hipotensi
e. Suhu 36
o
C
Suhu lebih rendah dibandingkan suhu tubuh normal, menuju ke
hipotermia
f. Akral dingin dan lembab
Salah satu tanda syok
g. RR 32x/menit
Pasien mengalami takipnea.
Dilihat dari vital sign pasien, pasien mengalami hipotensi, takikardi,
takipnea, serta akral dingin dan lembab. Tanda-tanda tersebut
mengarah ke tanda-tanda syok.
9. Apa saja penyebab vulnus laceratum? bagaimana penanganannya?
Penyebab vulnus laceratum pada skenario ini adalah terkena pecahan
dari botol kaca, sedangkan penangannya sesuai dengan prinsip penangan
luka. Berikut adalah prinsip dari penanganan luka.
a. Evaluasi luka
1) Anamnesis
Penting untuk menentukan cara penanganan dengan
menanyakan bagaimana dan kapan luka terjadi. Hal ini dilakukan
untuk memperkirakan terjadinya kontaminasi dan menentukan
apakah luka akan ditutup secara primer atau dibiarkan terbuka.
2) Pemeriksaan Fisik
(a) Lokasi. Penting sebagai petunjuk kemungkinan cedera pada
struktur yang lebih dalam
(b) Eksplorasi. Dikerjakan untuk menyingkirkan kemungkinan
cedara pada struktur yang lebih dalam, menemukan benda
asing yang mungkin tertinggal pada lukan dan menentukan
adanya jaringan yang telah mati.
b. Tindakan antiseptik
Daerah disucihamakan lebih besar daripada luka dimulai dari
tengah secara spiral ke arah luar dengan menggunakan larutan
antiseptik povidone iodine 10% atau klorheksidine glukonat 0,5%
c. Pembersihan luka
Irigasi sebanyak-banyaknya dengan tujuan membuang jaringan
mati dan benda asing (debridement) sehingga mempercepat
penyembuhan, dilakukan menggunakan cairan fisiologis dari
superfisial ke lapisan yang lebih dalam, hilangkan semua benda asing
dan eksisi jaringan mati.
d. Penjahitan luka
Luka bersih dan diyakini tidak mengalami infeksi serta berumur
kurang dari 8 jam boleh dijahit primer, sedang luka yang
terkontaminasi berat atau tidak berbatas tegas sebaikan dibiarkan
sembuh persecundam atau per tertiam.
e. Penutupan luka
Fungsi kulit sebagai sarana pengatur penguapan cairan tubuh
dan sebagai barrier terhadap invasi bakteri patogen menurun karena
proses inflamasi atau bahkan hilang sama sekali (misal pada
kehilangan kulit akibat luka bakar) sehingga untuk mengembalikan
fungsi ini perlu dilakukan penutupan luka.
f. Pembalutan
Fungsi pembalutan antara lain untuk:
1) Sebagai pelindung terhadap penguapan dan infeksi
2) Mengupayakan lingkungan yang baik untuk penyembuhan:
menciptakan kelembaban, sebagai kompres, menyerap eksudat.
3) Sebagai fiksasi, mengurangkan pergerakan tepi-tepiluka sampai
pertautan terjadi
g. Pemberian antibiotik dan ATS/toksoid
Pada luka bersih tidak perlu diberikan antibiotik, pada luka yang
terkontaminasi atau kotor perlu diberikan antibiotik. Luka yang baik
bagi perkembangan bakteri anaerob (misal luka tusuk, luka
menggaung, terkontaminasi bahan yang merupakan media yang baik
untuk perkembangan kuman anaerob seperti karat atau kotoran kuda)
memerlukan pemberian ATS/toksoid.

10. Apakah manifestasi klinis vulnus laceratum pada regio palmar?
Manifestasi klinis yang muncul akibat vulnus laceratum pada regio
palmar bermacam-macam tergantung dari bagian mana yang terkena.
Syaraf, tulang, otot, tendo, ligamentum, dan pembuluh darah adalah
bagian-bagian pada region palmar yang mungkin terkena trauma.

11. Bagaimana pembagian grade luka bakar?
Kriteria Berat Ringannya luka bakar dapat dipakai ketentuan
berdasarkanAmerican Burn Association, yaitu sebagai berikut:
a. Luka bakar Ringan
a) Luka bakar derajat II < 15%
b) Luka bakar derajat II < 10% pada anak-anak
c) Luka bakar derajat III< 2%
b. Luka Bakar Sedang
a) Luka bakar derajat II 15-25% pada orang dewasa
b) Luka bakar II 10-25% pada anak-anak
c) Luka bakar derajat III< 10%
c. Luka Bakar Berat
a) Luka bakar derajat II 25% atau lebih pada orang dewasa
b) Luka bakar derajat II 20% atau lebih pada anak-anak
c) Luka bakar derajat II 10% atau lebih
d) Luka bakar mengenai tangan, wajah, telinga, mata, kaki
dangenitalia/perinerium
e) Luka bakar dengan cedera inhalasi, disertai trauma lain



12. Apakah manifestasi klinis combustio grade II 15% pada regio colli
anterior dan thoracoabdominal?
Manifestasi klinis yang didapatkan pada luka bakar di kedua regio
tersebut dapat berupa nyeri karena syaraf sensoris yang teriritasi, bullae
maupun blister, kulit yang sensitif terhadap dingin. meliputi epidermis
dan sebagian dermis, berupa reaksi inflamasi disertai proses eksudasi.
Terdapat bullae, nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik teriritasi.
Dibedakan atas 2 (dua) bagian :
a. Derajat II dangkal/superficial (IIA)
Kerusakan mengenai bagian epidermis dan lapisan atas dari
corium/dermis. Organ organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar
sebecea masih banyak. Semua ini merupakan benih-benih epitel.
Penyembuhan terjadi secara spontan dalam waktu 10-14 hari tanpa
terbentuk sikatrik.
b. Derajat II dalam / deep (IIB)
Kerusakan mengenai hampir seluruh bagian dermis dan sisa sisa
jaringan epitel tinggal sedikit. Organ organ kulit seperti folikel
rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebacea tinggal sedikit.
Penyembuhan terjadi lebih lama dan disertai parut hipertrofi.
Biasanya penyembuhan terjadi dalam waktu lebih dari satu bulan.

Bisa juga terjadi syok hipovolemia karena pembuluh darah yang
terpapar trauma combustio mengalami peningkatan permeabilitas
sehingga volume cairan intravaskuler merembes ke sekitar jaringan
(interstisial maupun intercellular). Hal ini ditandai dengan akral
ekstremitas yang dingin. Selain itu, dapat pula ditandai dengan denyut
nadi yang meningkat (takikardi), pada skenario disebutkan 120x/menit.
Sedangkan, untuk tekanan darah yang menurun dapat disebabkan karena
sistem kardiovaskuler yang belum menunjukkan kompensasi perfusi
jaringan yang rendah. Dilihat dari faktor psikologis, lemas dan ketakutan
juga manifestasi klinis yang didapatkan akibat trauma ini.
13. Kapan luka bakar dapat mengarah ke syok? bagaimana
patofisiologinya?
Pada luka bakar <20%, biasanya mekanisme kompensasi tubuh masih
dapat mengatasinya sedangkan untuk luka bakar >20% dapat
menimbulkan syok hipovolemik dengan gejala yang khas. Syok tersebut
diakibatkan karena kehilangan plasma dari jaringan yang terkena luka
bakar. Pembuluh darah kapiler yang terkena suhu tinggi mengalami
kerusakan. Selain itu sel darah yang di dalamnya juga ikut rusak sehingga
dapat terjadi anemia. Kerusakan pembuluh darah mengakibatkan
meningkatnya permeabilitas membran sehingga terbentuk edema dan
menimbulkan bula dengan membawa serta elektrolit. Hal ini
menyebabkan berkurangnya volume cairan intravaskuler. Tubuh
kehilangan cairan antara % - 1 %, Blood Volume setiap 1 % luka
bakar. Kerusakan kulit akibat luka bakar menyebabkan kehilangan cairan
tambahan karena penguapan yang berlebih (insensible water loss
meningkat).

14. Apa saja pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan?
Rontgen thorax posisi upright adalah studi diagnostik utama yang
ideal dalam evaluasi hemothorax. Studi pencitraan tambahan seperti USG
atau CT scan kadang-kadang diperlukan untuk identifikasi dan
kuantifikasi hemothorax. Radiografi polos upright chest mungkin cukup
untuk menegakkan diagnosis apabila ditemukan sudut costophrenic yang
tumpul atau batas udara-cairan jika terdapat hemopneumothorax
(Mancini, 2014).
MenurutMarylin E. Doenges, (2000) Pemeriksaan penunjang yang
dapat di lakukan pada pasien dengan luka bakar adalah:
a. Laju Endap Darah untuk mengkaji hemokonsentrasi.
b. Elektrolit serum mendeteksi ketidakseimbangan cairan dan biokimia
c. Gas-gas darah arteri dan sinar X thoraks mengkaji fungsi pulmonal,
khususnya pada cedera inhalasi asap.
d. BUN dan kreatinin mengkaji fungsi ginjal.
e. Urinalisis
f. Bronkoskopi membantu memastikan cedera inhalasi asap.
g. Koagulasi memeriksa faktor-faktor pembekuan yang dapat menurun
pada luka bakar masif.
h. Kadar karbon monoksida serum meningkat pada cedera inhalasi asap.

15. Apa saja organ yang berisiko terkena apabila terjadi vulnus
penetratum pada thorax dan abdomen?
Tabel 2.1 Proyeksi Organ Dalam pada Kuadran Abdomen
Kuadran kanan atas
1. Hepar
2. Vesica fellea
3. Pylorus
4. Duodenum
5. Caput pancreas
6. Flesura hepatica colon
7. Sebagai kolon ascendens
8. Kolon transversum
Kuadran kanan bawah
1. Caecum dan apendiks
2. Sebagian colon descenden
Kuadran kiri atas
1. Lobus kiri dari hepar
2. Lambung
3. Corpus pankreas
4. Fleksura linealis kolon
5. Sebagian kolon transversum
6. Kolon descenden
Kuadran kiri bawah
1. Kolon sigmoid
2. Sebagian colon descenden
Pada skenario terdapat vulnus penetratum pada regio kiri atas abdomen,
organ yang terkena dapat berupa lobus kiri hepar, lambung, corpus pankreas,
fleksura linealis kolon, sebagian kolon transversum, ataupun kolon
descenden. Sedangkan untuk daerah thorax ada beberapa organ yang dapat
terkena tergantung dari lokasi trauma seperti jantung, paru-paru, dan
pembuluh darah serta syaraf pada region thorax.

16. Apakah indikasi, kontraindikasi, dan prsedur pemasangan wsd?
a. Indikasi:
Hemotoraks, efusi pleura
Pneumotoraks ( > 25 % )
Profilaksis pada pasien trauma dada yang akan dirujuk
Flail chest yang membutuhkan pemasangan ventilator
b. Kontraindikasi
Infeksi pada tempat pemasangan
Gangguan pembekuan darah yang tidak terkontrol.
c. Cara kerja
Tentukan tempat pemasangan, biasanya pada sela iga ke IV dan V,
di linea aksillaris anterior dan media.
Lakukan analgesia / anestesia pada tempat yang telah ditentukan.
Buat insisi kulit dan sub kutis searah dengan pinggir iga, perdalam
sampai muskulus interkostalis.
Masukkan Kelly klemp melalui pleura parietalis kemudian
dilebarkan. Masukkan jari melalui lubang tersebut untuk
memastikan sudah sampai rongga pleura / menyentuh paru.
Masukkan selang ( chest tube ) melalui lubang yang telah dibuat
dengan menggunakan Kelly forceps
Selang ( Chest tube ) yang telah terpasang, difiksasi dengan jahitan
ke dinding dada
Selang ( chest tube ) disambung ke WSD yang telah disiapkan.
Foto X- rays dada untuk menilai posisi selang yang telah
dimasukkan.
17. Mengapa respiratory rate pada pasien menurun setelah dilakukan
pemasangan WSD?
Sebelum dilakukan WSD, pada cavum pleura pasien terdapat akumulasi
darah sehingga akan menghambat pengembangan paru. Kompensasi dari
terhambatnya pengembangan paru adalah terjadinya peningkatan
frekuensi pernapasan. Ketika darah sudah diambil, tidak ada yang
menghambat pengembangan paru sehingga respiratory rate mengalami
penurunan frekuensi.
18. Apa saja yang perlu diperhatikan pasca pemasangan wsd? (terkait
bubble dan undulasi)
Berikut beberapa hal yang perlu diperhatikan pasca pemasangan WSD
(Water Seal Drainage):
a. Perhatikan undulasi pada selang WSD
b. Observasi tanda-tanda vital : pernafasan, nadi, setiap 15 menit pada
1 jam pertama
c. Monitor pendarahan atau empisema subkutan pada luka operasi
d. Anjurkan pasien untuk memilih posisi yang nyaman dengan
memperhatikan jangan sampai selang terlipat
e. Anjurkan pasien untuk memegang selang apabila akan mengubah
posisi
f. Beri tanda pada batas cairan setiap hari, catat tanggal dan waktu
g. Ganti botol WSD setiap tiga hari dan bila sudah penuh, catat jumlah
cairan yang dibuang
h. Lakukan pemijatan pada selang untuk melancarkan aliran
i. Observasi dengan ketat tanda-tanda kesulitan bernafas, cynosis,
empisema.
j. Anjurkan pasien untuk menarik nafas dalam dan bimbing cara batuk
yang efektif
k. Botol WSD harus selalu lebih rendah dari tubuh
l. Bila undulasi tidak ada, ini mempunyai makna yang sangat penting
karena beberapa kondisi dapat terjadi antara lain :
1. Motor suction tidak jalan
2. Selang tersumbat atau terlipat
3. Paru-paru telah mengembang
19. Bagaimana prosedur, format, dan alasan pembuatan visum et
repertum?
1. Format:
a) Pro Justitia
1. Ordonansi Materai 1921 pasal 23 juncto pasal 31 ayat 2
sub 27
2. Sebagai pengganti materai untuk surat-surat resmi yang
dipakai untuk perkara-perkara di pengadilan
3. UNTUK KEADILAN
b) Pendahuluan
Identitas dokter pemeriksa pembuat Visum et repretum
(VeR)
Identitas peminta VeR
Saat dan tempat dilakukan pemeriksaan
Identitas barang bukti, sesuai dgn identitas yg tertera di
VeR/ label/ segel
Sifatnya obyektif administratif
c) Pemberitaan
Segala sesuatu yg dilihat, ditemukan pada barang bukti
Oleh dokter pemeriksa
Dengan atau tanpa pemeriksaan penunjang
Sifatnya : obyektif medis
d) Kesimpulan
Intisari pemeriksaan atau hasil pemeriksaan
Pendapat dokter pemeriksa
Sesuai pengetahuan dan pengalaman yg dimiliki
Sifatnya : subyektif medis
e) Penutup
Pernyataan bahwa ver dibuat atas sumpah dokter
Menurut pengetahuan yg sebaik-baiknya dan sebenar-
benarnya
Sifatnya : obyektif yuridis
2. Tata cara:
a) Permintaan visum et repertum
instruksi kapolri
surat permintaan VeR
b) Penyerahan VeR
c) Adanya surat permintaan visum et repertum (spv) secara resmi,
tertulis dari penyidik yang berwenang
d) Pangkat penyidik sekurangnya pembantu letnan dua (aipda)
e) Pangkat pembantu penyidik sekurangnya serda (bripda) serma
(bripka)
f) Adanya barang bukti
g) Adanya serah terima barang bukti
h) Usahakan penyelesaian :
Pemeriksaan luar : 7 hari
Pemeriksaan luar dan dalam : 14 hari sejak diterimanya spv
i) Ditandatangani oleh dokter pemeriksa
j) Surat pengantar bisa oleh direksi/ sekretariat
k) Diserahkan kepada instansi peminta
l) Disertai buku ekspedisi surat keluar
3. Kasus:
Pemerkosaan
Pembunuhan
Penganiayaan
Kecelakaan
4. Kepentingan:
Untuk menjadi bukti dalam persidangan bagi penyidik














BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
1. Ada berbagai macam jenis luka yang dapat timbul pada suatu trauma.
2. Penanganan segera dengan cepat dan tepat dibutuhkan agar kondisi pasien
yang mengalami trauma tidak mengalami perburukan.
3. Visum et repertum sangat penting sebagai barang bukti dalam suatu kasus
dalam persidangan.

B. Saran
1. Mahasiswa diharapkan lebih aktif dalam mengikuti diskusi tutorial
2. Penggunaan gadget pada saat diskusi sebaiknya dikurangi agar tercipta
suasana diskusi yang lebih baik.











DAFTAR PUSTAKA
American Collage Surgeon. 2008. Penilaian awal dan pengelolaannya dalam
Advanced Trauma Life Support for Doctora. Edisi ke-delapan. Jakarta:
IKABI.
Jenkins, JA. 2014. Emergent Management of Thermal Burns.
http://emedicine.medscape.com/article/769193-overview#aw2aab6b3
Mancini, MC. 2014. Hemothorax Workup.
http://emedicine.medscape.com/article/2047916-workup#showall
Lembaga Kriminologi UI (LKUI), 1980. Lokakarya Tata Laksana Visum Et
Repertum di DKI Jakarta 1980 V et R Kejahatan Kesusilaan V et R
Jenasah. LKUI. Jakarta.
Marylin E. Doenges. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk
Perencanaandan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Penerbit
Buku Kedoketeran EGC. Jakarta
Puteri AM, Sukasah CL. 2009. Presentasi Kasus: Luka Bakar. Jakarta :
Departemen Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Price Sylvia, Anderson. 2005. Patofisiologi: Konsep klinis Proses-proses
PenyakitVolume 1 (Edisi ke-6, Cetakan ke-1). Jakarta: EGC
Sjamsuhidajat, R., de Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta : EGC; 2004
WSD (Water Seal Drainage). 2011.
http://healthyroom.weebly.com/2/post/2011/02/wsd-water-seal-
drainage.html

Anda mungkin juga menyukai