Anda di halaman 1dari 22

PROPOSAL PENELITIAN

PENGARUH PENAMBAHAN BAHAN ORGANIK DAN VARIASI


KEMIRINGAN LERENG TERHADAP EROSI PADA TANAH PASIRAN
PANTAI SELATAN KABUPATEN BANTUL






Diajukan Oleh

YULIANTO EKO SAPUTRO
(10/300569/TP/09835)



JURUSAN TEKNIK PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2014

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Tanah merupakan tempat dilaksanakan berbagai kegiatan serta menjadi
media utama untuk manusia memperoleh pangan, sandang, dan papan. Oleh
karena itu, sudah seharusnya kita dapat menjaga dan melestarikan tanah
tersebut agar dapat terus mendukung kegiatan dan memenuhi kebutuhan hidup
manusia. Dalam prakteknya, upaya pemanfaatan tanah untuk memenuhi
kebutuhan hidup manusia sudah banyak dilakukan misalnya pemanfaatan
tanah pasiran yang dianggap sebagai lahan marginal sebagai media tanam
yang berada di pesisir pantai selatan Kabupaten Bantul. Upaya konservasi
tanah untuk tanah pasiran juga sudah banyak dilakukan. Menurut Eck dan
Unger dalam Kertonegoro (1993) usaha konservasi untuk tanah pasiran adalah
penggunaan bahan organik sebagai mulsa, pembajakan secara dalam untuk
mencampur lapisan tanah bawah dengan tanah berkandungan lempung tinggi
dengan lapisan tanah permukaan yang bertekstur kasar. selain itu menurut
Sukrisno dalam Harjadi dan dona (2008) upaya konservasi untuk perbaikan
agregat tanah guna meningkatkan kesuburan pasir lapisan atas (topsoil) adalah
dengan dilakukan pemberian pupuk kandang dan tanah liat ke areal budidaya
tanah pasiran pada kedalaman 10-30 cm.
Sebagai sumberdaya yang banyak digunakan oleh manusia, tanah dapat
mengalami erosi akibat dari bekerjanya gaya-gaya yang berasal dari air hujan,
angin, dan lain sebagainya. Erosi merupakan proses alamiah yang sulit untuk
dihilangkan sama sekali, khususnya untuk lahan-lahan yang diusahakan untuk
pertanian. Tindakan yang dapat dilakukan adalah mengusahakan agar erosi
berada dibawah ambang batas maksimum dengan pengolahan tanah dan
penambahan bahan organik (Martono, 2004). Tanah pasiran merupakan tanah
yang peka terhadap erosi air maupun angin sehingga pengendalian erosi dapat
dilakukan dengan penambahan lempung dan bahan organik.
Untuk mengetahui besarnya erosi akibat penambahan bahan organik
maka dilakukan penelitian tentang erosi yang terjadi pada tanah pasiran.
Sampel tanah yang di ambil merupakan tanah pasiran yang sudah terganggu
yang artinya sudah pernah dilakukan konservasi tanah sehingga sudah
digunakan untuk budidaya pertanian. Selain variasi bahan organik, penelitian
ini juga di lakuan variasi kemiringan lahan. Hal ini karena salah satu faktor
yang mempengaruhi erosi antara lain adalah faktor kemiringan.

1.2 Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan pengaruh penambahan
bahan organik dan kemiringan lereng terhadap erosi pada tanah pasiran.

1.3 Manfaat
Hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat dalam menambah
kelengkapan data dalam prediksi erosi tanah, khususnya untuk tanah pasiran.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Erosi
2.1.1. Pengertian Erosi
Erosi merupakan suatu proses atau peristiwa terpindahkannya atau
hilangnya bagian-bagian atau seluruhnya lapisan tanah permukaan (top
soil) yang di sebabkan oleh gerakan air atau angin (Manoppo, 2009).
Erosi (air) sendiri merupakan proses pengikisan atau pelepasan
(detachment) massa tanah atau penghilangan massa tanah akibat
pukulan air hujan dan pergerakan air limpasan permukaan (Mawardi,
2012). Secara umum erosi tanah adalah gabungan dari dua proses, yaitu
pelepasan dan pengangkutan. Pelepasan butiran tanah diakibatkan
karena stabilitas agregat tanah yang terganggu dapat diakibatkan oleh
air atau angin yang kemudian disusul dengan tahap pengangkutan tanah
yang terlepas tersebut untuk diendapkan di tempat lain (sedimen).
Pada tanah yang permukaanya tanpa tanaman pelindung
menyebabkan lapisan lapisan tanah permukaan akan lebih cepat
mengalami kehilangan karena kemungkinan terjadinya erosi akan lebih
tinggi (Manoppo, 2009). Erosi yang tinggi menjadi penyebab utama
berkurangnya produktivitas lahan dan berkurangnya kapasitas saluran
atau sungai akibat pengendapan material hasil erosi (Hardiyatmo, Hary
C. 2006).

2.1.2. Proses Terjadinya Erosi
Menurut Suripin dalam Martono (2004) erosi tanah terjadi melalui
3 tahap, yaitu tahap (1) pelepasan partikel tunggal dari massa tanah dan
tahap (2) pengangkutan oleh media yang erosif seperti aliran air dan
angin. Pada kondisi dimana energi yang tersedia tidak lagi cukup untuk
mengangkut partikel, maka akan terjadi tahap (3) yaitu pengendapan.
Untuk bisa menjadi erosi, tanah dihancurkan dahulu oleh curah hujan
dan aliran permukaan, setelah hancur baru diangkut ketempat lain oleh
hujan dan aliran permukaan.
Menurut Wudianto dalam Martono (2004) erosi terjadi apabila
intensitas hujan yang turun lebih tinggi dibanding kemampuan tanah
untuk menyerap air hujan. Prosesnya dimulai dari penghancuran
agregat tanah dan pelepasan partikel, dilanjutkan pengangkutan tanah
oleh aliran air, dan terakhir adalah pengendapan tanah akibat aliran air
tidak mampu lagi mengangkut tanah.
Di alam terdapat erosi alami/geologis dan erosi dipercepat
(accelerated erosion). Percepatan erosi terjadi karena campur tangan
manusia, aktivitas hewan, atau karena kejadian alam. Erosi geologis
terjadi secara alami dalam proses pembentukan lahan, yang diperlukan
untuk menjaga keseimbangan lahan agar mampu mendukung kehidupan
tumbuhan dan hewan termasuk manusia. Erosi dipercepat terjadi
hilangnya massa dan kesuburan tanah yang mengakibatkan terjadinya
penurunan fungsi hidro-orologis lahan, produktivitas, dan fungsi
ekologis lainnya. Dengan kata lain, lahan lahan yang tererosi akan
mengalami degradasi baik kesuburan, produktivitas, serta penurunan
kualitas lahan secara keseluruhan (Mawardi, 2012).
2.1.3. Faktor yang Mempengaruhi Erosi
Erosi air merupakan permasalahan utama yang dihadapi oleh
lahan- lahan pertanian di dunia, terutama diwilayah tropika basah
seperti di indonesia yang curah hujan tahunannya cukup tinggi. Faktor-
faktor yang mempengaruhi erosi bisa di bedakan menjadi (Mawardi,
2012) :
a. Faktor yang tidak bisa dirubah /dipengaruhi atau direkayasa yakni
sifat hujan, sifat fisik tanah terutama tekstur dan struktur serta
topografi (makro) lahan yang menentukan keterkikisan,
ketergerusan (detachability) dan transportability sedimen hasil
erosi.
b. Faktor yang bisa dirubah/dimanipulasi/direkasaya, meliputi
kemiringan lahan, panjang lereng serta manajemen tanah dan
tanaman.
Menurut Hardjowigeno dalam Martono (2004) ada 5 faktor yang
mempengaruhi besarnya erosi yaitu :
a. Curah hujan. Hujan terutama intensitas, besar tetesan, dan lama
hujan sangat menentukan energi pukulan hujan terhadap permukaan
tanah dan energi pengangkutan serta penggerusan oleh air limpasan
permukaan. Hubungan antara karakteristik hujan, sifat tanah, lahan,
dan limpasan permukaan dengan kehilangan tanah karena erosi
bukan merupakan hubungan yang linear, tetapi sangat komplek.
Suatu kajian terhadap hujan dan proses erosi tunggal menyimpulkan
bahwa pukulan hujan yang intensitasnya tinggi dapat menyebabkan
terjadinya erosi 1,5 2 kali lebih besar dari pada hujan yang
intensitasnya rendah (Mawardi, 2012). Intensitas hujan akan
menunjukkan tingginya curah hujan persatuan waktu, yang mana
dinyatakan dalam mm/jam atau cm/jam. Jumlah hujan akan
menunjukkan banyaknya air hujan selama terjadi hujan dalam kurun
waktu tertentu, sedangkan distribusi hujan akan menunjukkan
penyebaran waktu terjadinya hujan. Sifat-sifat hujan tersebut yang
besar pengaruhnya terhadap erosi adalah intensitas hujan (Martono,
2004).
b. Kepekaan tanah. Tanah di lapangan dibedakan menjadi tanah yang
peka terhadap erosi dan tanah yang tahan terhadap erosi, sifat-sifat
tanah yang mempengaruhi kepekaan tanah terhadap erosi antara lain
tekstur tanah, bentuk dan kemantapan struktur tanah, kapasitas
infiltrasi atau permeabilitas tanah, dan kandungan bahan organik.
Tanah dengan tekstur kasar akan tahan terhadap erosi karena butiran
tanahnya yang besar sehingga memerlukan tenaga yang besar pula
dalam pengangkutannya. Tanah dengan tekstur halus seperti liat
juga tahan terhadap erosi karena daya kohesinya kuat, sehingga
gumpalannya sukar dihancurkan. Sedangkan tekstur tanah yang
peka terhadap erosi adalah debu dan pasir yang sangat halus, makin
tinggi kandungan debu dalam tanah maka makin peka tanah itu
terhadap erosi (Martono, 2004).
c. Lereng. Fitur topografi yang mempengaruhi erosi terutama adalah
kelerengan dan panjang lereng serta bentuk permukaan tanah. Pada
daerah dengan kelerengan tinggi, tanah akan lebih mudah di pecah
dan diangkut oleh air limpasan permukaan ke daerah dibawahnya.
Demikian pula pada tanah yang kelerengannya tinggi, daya rusak
air limpasan permukaan akan lebih besar karena kecepatanya tinggi
(Mawardi, 2012).
d. Vegetasi. Pengaruh utama vegetasi dalam menurunkan laju erosi
terjadi melalui: (1) intersepsi hujan melalui penyerapan energi
pukulan air hujan oleh kanopi tanaman dan seresah. (2)
pengurangan atau penahanan gaya atau energi erosivitas hujan, (3)
pengurangan sumbatan permukaan tanah, menaikkan laju infiltrasi
dan menurunkan limpasan permukaan, (4) mendorong terbentuknya
ikatan fisik antar butiran tanah dan perbaikan porositas tanah oleh
perakaran tanaman, (5) peningkatan aktifitas biologis dalam tanah
dan (6) transpirasi yang menurunkan kandungan lengas yang lewat
jenuh sehingga meningkatkan simpanan lengas permukaan dan
menurunkan limpasan permukaan (Mawardi, 2012). Menurut
martono (2004) pengaruh vegetasi adalah menghalangi air hujan
agar tidak langsung jatuh di permukaan tanah sehingga kekuatan
untuk menghancurkan tanah berkurang, menghambat aliran
permukaan dan memperbanyak air meresap ke dalam tanah.
e. Manusia. Kepekaan tanah tehadap erosi dapat diubah oleh manusia
menjadi lebih baik atau menjadi lebih buruk, pengaruh baik apabila
manusia melakukan pembuatan teras-teras pada tanah yang
berlereng curam karena bisa mengurangi erosi, sebaliknya
perbuatan manusia melakukan penggundulan hutan di daerah
pegununggan merupakan tindakan yang tidak terpuji karena dapat
menyebabkan erosi. Penggunaan tanah yang tidak bijak akan
mengganggu keseimbangan alam dalam faktor mempercepat erosi.
Besarnya pengaruh manusia ditentukan oleh kegiatan manusia
seperti dalam pengolahan tanah, tanaman, tindakan pengawetan atau
konservasi tanah (Martono, 2004).

2.2. Tanah Pasiran
Tanah pasiran merupakan tanah yang sangat muda dan terdapat di atas
endapan mineral lunak yang dalam dan tidak keras. Menurut Brady dalam
Martono (2004), tanah pasiran adalah tanah yang sangat muda dengan ciri
umum perkembangan profil kurang nyata dan perkembangannya di tentukan
oleh iklim setempat. Jenis tanah ini mempunyai kandungan bahan organik
yang rendah, kandungan air dan lempung juga rendah, sehingga penggunaan
tanah ini untuk lahan pertanian agak terbatas. Sifat-sifat tanah pasiran adalah
bertekstur kasar ditentukan oleh bahan induknya. Pengaruh tekstur terhadap
permeabilitas cukup besar dan yang berpengaruh adalah fraksi pasirnya.
Tanah pasiran merupakan salah satu tumpuan harapan penting untuk
pengadaaan pangan nasional di Indonesia. Kedudukannya menjadi sangat
penting karena tanah tersebut tersebar cukup luas. Tanah di sepanjang lahan
pantai belum dimanfaatkan secara optimal untuk pertanian karena usaha tani
di lahan ini masih dihadapkan pada beberapa kendala yang belum banyak
terpecahkan secara praktikal dan ekonomi (Hendrata dkk.2010).
Tanah pasiran merupakan salah satu substrat bagi pertumbuhan
tanaman. Tanaman memerlukan kondisi tanah tertentu untuk menunjang
pertumbuhannya yang optimum. Kondisi tanah tersebut meliputi faktor
kandungan air, udara, unsur hara dan penyakit. Apabila salah satu faktor
tersebut berada dalam kondisi kurang menguntungkan maka akan
mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan tanaman (Bidwell, 1979).
2.2.1. Konservasi Tanah Pasiran
Tanah pasiran mempunyai sifat-sifat kurang menguntungkan untuk
usaha tani, antara lain strukturnya lepas, kandungan bahan organiknya
rendah, sangat porous, laju evaporasinya tinggi dan rendah kemampuannya
dalam menyimpan lengas (Mawardi, 2004).
Upaya pemanfaatan, perbaikan dan peningkatan kesuburan lahan
pertanian di kawasan pasir pantai yang secara alami kurang produktif
dapat dilakukan melalui penerapan teknologi dan pemberdayaan masyarakat.
Pemberian masukan tertentu misalnya lempung, kapur, zeolite atau kompos
(bahan organik) dapat dilakukan ke dalam tanah dengan tujuan perbaikan
sifat fisika, kimiawi dan biologi tanah. Selain itu, penambahan penutup
tanah juga berguna untuk mengurangi laju evaporasi (Setyawan dkk, 2004).
a. Penambahan lempung. Ada beberapa cara untuk melestarikan air atau
lengas didalam tanah pasiran yang dikenal mempunyai struktur lepas-
lepas, daya simpan air yang rendah, kesuburan kimia yang relatif rendah
bila dibanding dengan tanah lainnya, aerasinya terlalu baik, mudah
mampat dan peka terhadap erosi oleh air maupun angin. Salah satu
caranya adalah penambahan tanah lempungan. Pengaruh penambahan
tanah lempungan pada tanah pasiran marginal telah menunjukkan
perbaikan secara nyata terhadap sifat-sifat tanah pasiran yang semula
kurang menguntungkan. Perbaikan tersebut terutama menyangkut aspek
sifat mengikat air, aerasi, serta aspek kimia dan biologis tanah
(Kertonegoro, 1993). Tanah pasir pantai mempunyai berat volume (BV)
yang sangat tinggi, kemampuan menyimpan air yang rendah, dan tanah
ini di dominasi oleh pori-pori drainase cepat. Penambahan tanah lempung
pada tanah pasiran telah menurunkan berat jenis (BJ) dan berat volum
(BV) tanah. Penambahan ini juga meningkatkan porositas tanah (terutama
pori halus) dan daya simpan air, hal ini diikuti dengan menurunnya nilai
permeabilitas tanah (Kertonegoro, dkk).
b. Bahan organik. Salah satu cara untuk mengurangi erosi tanah dan
perbaikan sifat fisik tanah adalah dengan penambahan organik. Dengan
pencampuran bahan organik dalam tanah akan dapat mengurangi erosi
tanah dan aliran permukaan serta menambah unsur hara dalam tanah yang
berguna bagi tanaman (Idkham dkk, 2012). Bahan organik berperan
dalam memperbaiki struktur tanah. Penambahan yang intensif dapat
mengikat partikel tanah menjadi struktur tanah. Bahan organik yang
terdekomposisi, apabila ditambahkan pada tanah pasiran akan membuat
ruang pori tanah yang bersangkutan mengecil sedemikian rupa sehingga
tanah dapat mengikat lengas diantara butiran tanah dapat ditahan oleh
gaya kapiler dalam sistem tanah tersebut dan gaya grafitasi dapat
terkurangi pengaruhnya, sehingga lengas tidak bergerak terus kebawah
(Soepardi, 1979). Kadar bahan organik tanah pasir sangat rendah (< 1%)
sehingga kemampuan menyimpan unsur hara maupun memegang air juga
rendah. Oleh karena itu diperlukan juga pemupukan dengan pupuk
organik seperti kompos dan pupuk kandang. Di samping untuk
menambah kesuburan tanah, pupuk organik juga dapat membantu
memperbaiki lingkungan mikro, yaitu menambah kemampuan tanah
memegang air (Ritawati, 2003).

2.3. Pengukuran Erosi Tanah
Secara umum model prediksi erosi lahan dikelompokkan menjadi tiga,
yaitu model fisik, model analog, dan model digital. Model digital sendiri
terdiri dari: model deterministik, model stokastik, dan model empiris
/parametrik (Martono, 2004). Menurut Rahim dalam Martono (2004),
pengukuran erosi lahan bisa dilakukan dengan cara : pendekatan
laboratorium, pendekatan lapangan, pendekatan gabungan, dan pendekatan
permodelan.
Martono (2004), dalam penelitiannya menjelaskan bahwa pengukuran
erosi model fisik yaitu pengukuran dengan model dalam bentuk yang lebih
kecil dari keadaan yang sebenarnya dan dilaksanakan di laboratorium
menggunakan seperangkat alat (peralatan rainfall simulator) dengan asumsi
terdapat kesamaan dinamik antara model dengan keadaan sebenarnya.
Kelebihan menggunakan rainfall simulator adalah (1) dapat menunjukkan
dan melihat besarnya butiran hujan, (2) dapat diatur besar kecilnya tekanan
dan kecepatan, (3) dapat memberikan data yang cepat dan efisiean pada setiap
waktu yang diinginkan, (4) dapat diatur untuk berbagai intensitas dan lama
hujan sesuai yang diinginkan, (5) dapat digunakan untuk berbagai kemiringan
lereng, dan (6) dapat digunakan untuk berbagai jenis tanah yang diinginkan.
Sedangkan kekurangan yang ada adalah (1) kondisi lingkungan yang
terkendali dibanding dengan kondisi lapangan seperti : angin, cahaya,
temperatur, kelembaban, pengaruh vegetasi, permukaan tanah, yang sulit
dikondisikan, (2) curah hujan yang tidak stabil sedangkan dengan alat rainfall
simulator intensitasnya tetap.
Pendekatan model fisik yang dilakukan di laboratorium adalah
melakukan pengukuran erosi tanah yang ditempatkan pada petak kecil dan
diberi perlakuan hujan buatan. Adapun kondisi fisik seperti kepadatan tanah,
keadaan penutup serta kemiringan lereng dan panjang lereng dapat
disimulasikan bergantung keadaan yang diinginkan. Keuntungan yang
didapat dengan pengukuran di laboratorium adalah pengamatan mekanisme
dan proses terjadinya erosi bisa dilakukan secara detail. Percobaan di
laboratorium tidak terbatas waktu dan dapat diterapkan untuk segala jenis
tanah, sehingga bisa menghemat waktu dan biaya (Idkham dkk, 2012).



















BAB III
METODELOGI PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian
Secara garis besar kegiatan- kegiatan yang dilakukan meliputi tiga
bagian yaitu (1) kegiatan di lapangan, (2) kegiatan di laboratorium , dan (3)
menganalisis data serta pembuatan laporan. Pada kegiatan di lapangan tanah
pasiran yang akan diuji diambil dari daerah Patehan, Gading Sari, Sanden,
Bantul. Pada kegiatan di laboratorium, laboratorium yang digunakan adalah
laboratorium Teknik Sumberdaya Lahan dan Air (TSLA), Fakultas Teknologi
Pertanian, Universitas Gadjah Mada. Waktu yang diperlukan untuk
menyelesaikan kegiatan tersebut adalah 4 bulan yaitu pada bulan Januari
2014 sampai dengan April 2014.
3.2. Alat-Peralatan
Peralatan yang akan digunakan untuk melakukan penelitian adalah :
1. Rainfall simulator, merupakan seperangkat alat yang digunakan untuk
membuat hujan buatan.
2. Bak penampung tanah dengan ukuran panjang 130 cm, lebar 50 cm, dan
tinggi 20 cm.
3. Gelas ukur untuk menampung hasil pengukuran erosi
4. Stopwatch untuk mengukur waktu/lama hujan buatan yang diperlukan
5. Timbangan digital untuk menimbang hasil erosi
6. Oven
7. Penggaris
8. Alat bantu lain seperti : sekop, cetok, ember, martil/palu, kantong plastik,
cangkul, dan lain-lainya yang digunakan untuk membantu pelaksanaan
penelitian.
3.3. Bahan
Bahan yang digunakan untuk melakukan penelitian adalah :
1. Tanah pasiran sebagai tanah (benda uji) yang akan diteliti
2. Pupuk kandang sebagai campuran bahan organik untuk tanah pasiran
3. Air, sebagai bahan untuk membuat hujan buatan dan dipastikan air yang
digunakan harus bersih agar tidak merusak peralatan yang ada.
3.4. Prosedur Penelitian
Uji erosi di laboratorium dilakukan dengan rancangan sebagai berikut:




Keterangan:
P1 = Penambahan bahan organik 2 kg/m
2

P2 = Penambahan bahan organik 4 kg/m
2

P3 = penambahan bahan organik 6 kg/m
2

S1 = kemiringan lereng 2,5 %
S2 = kemiringan lereng 5 %
P1S1 P2S1 P3S1
P1S2 P2S2 P3S2
Setiap rancangan (P1S1) diulangi hingga 3 kali, sehingga jumlah percobaan
menjadi 18 kali. Rancangan percobaan menggunakan rancangan faktorial 2x3
secara homogen (Completely Randomized Design).
Dalam mengukur besarnya erosi dilakukan dengan cara:
1. Tanah pasiran di beri campuran bahan organik sesuai dengan perlakuan.
Perlakuan I yaitu dengan penambahan bahan organik 2 kg/m
2
, dalam satu
bak tanah maka diberi bahan organik sebesar 1,3 kg. Perlakuan II yaitu
dengan penambahan bahan organik 4 kg/m
2
, dalam satu bak tanah maka
diberi bahan organik sebesar 2,6 kg. Perlakuan III yaitu dengan
penambahan bahan organik 6 kg/m
2
, dalam satu bak tanah maka diberi
bahan organik sebesar 3,9 kg.
2. Sampel tanah dimasukkan ke dalam bak untuk tanah yang berada tepat
dibawah alat rainfall simulator.
3. Kemiringan lereng diatur sesuai yang dicari yaitu pada kemiringan 2,5 %
dan 5 %
4. Benda uji diberi hujan buatan dengan intensitas yaitu 5 mm/jam. Untuk
mencari intensitas hujan dilakukan dengan meletakkan omplong yang
telah diketahui luasnya dibawah alat rainfall simulator kemudian diberi
hujan buatan selama sepuluh menit sehingga diperoleh volume air yang
tertampung dalam omplong. Dengan diketahuinya volume dan waktu
maka akan diperoleh besarnya intensitas hujan.
5. Tanah akan tererosi dan hasil erosi ditampung dalam gelas ukur .
6. Pencatatan waktu pengukuran dilakukan setiap 0,5 liter air yang
tertampung dalam gelas ukur.
7. Percobaan diulang 3 kali untuk intensitas dan kemiringan lereng yang
sama.
8. Hasil erosi tanah selanjutnya di oven dan di timbang untuk di ketahui
beratnya.
9. Selanjutnya di analisis secara statistika untuk mengetahui perbedaan
antara perlakuan.































Gambar 3.1. Bagan Alir Pelaksanaan Penelitian



Mulai
Menentukan lokasi tanah yang akan di uji
Pengambilan contoh tanah pasiran
Uji laju kehilangan tanah dengan alat rainfall simulator
Persiapan alat dan model
penambahan bahan organik:
( 1 , 2, 4) kg
kemiringan lereng :
(2,5 ; 5) %
Hasil erosi (tanah + air)
Ulangi 3 kali
dioven ditimbang Analisa data
Kesimpulan
selesai
BAB IV
PENUTUP

Demikian proposal penelitian ini disusun, semoga dapat memberikan
gambaran dan informasi secara ringkas mengenai pelaksanaan kegiatan penelitian.
Demi terlaksananya kegiatan tersebut, kami memohon bimbingan dan masukan
serta kerjasama dari semua pihak. Atas perhatian dan kerjasamanya kami
mengucapkan terima kasih.
















DAFTAR PUSTAKA

Bidwell. 1979. Plant Physiology. Mc Millan Co. Inc., New York.

Hardiyatmo, Hary C. 2006. Penanganan Tanah Longsor dan Erosi. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta

Harjadi, B dan Dona O. 2008. PENERAPAN TEKNIK KONSERVASI TANAH DI
PANTAI BERPASIR UNTUK AGROWISATA (Applying of Soil
Conservation Technique at Sandy Coastal Areas for The Agro-
Recreation. Balai Penelitian Kehutanan Solo.
Hendrata,R.dkk.2010. Pengkajian Bawang Merah, Cabai Merah Dan Semangka
Di Lahan Pasir Pantai Provinsi D.I. Yogyakarta dalam
http://yogya.litbang.deptan.go.id/ind/index.php?option=com_content&vi
w=article&id=37&Itemid=25. Diakses Rabu, 15 Januari 2014
Idkham M ,dkk. 2012. Model Laju Aliran Permukaan dan Erosi Tanah dengan
Penambahan Serbuk Gergaji di DAS Krueng Aceh. Jurnal Agrovigor
volume 5 ISSN 1979 5777.
Kertonegoro, B. D. 1993. Upaya Konservasi Lengas Pada Tanah Pasiran
Marginal Menggunakan Tanah Lempungan Tipe. Prosiding seminar
Pengelolaan Tata Air dan Pemanfaatannya dalam Satu Kesatuan
Toposekuens. Cilacap.
Kertonegoro, B.D. dkk. Pencampuran Tanah Sebagai Salah Satu Upaya Dalam
Peningkatan Produktivitas Lahan Pertanian. Prosiding Seminar Nasional
Hasil Penelitian Pertanian.
Manoppo, F. J. 2009. Analisa Erosi Tanah Pasir Kelanauan Bitung (Erosion
Analysis of Bitung Silty Sand). Jurnal TEKNO/Volume07/No.49
Martono, 2004. Pengaruh Intensitas Hujan dan Kemiringan Lereng Terhadap
Laju Kehilangan Tanah Pada Tanah Regosol Kelabu. Tesis. Program
Pasca Sarjana. Universitas Diponegoro. Semarang
Mawardi, Muhjidin, 2004, Handout Sifat Alami Tanah, Jurusan Teknik Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian UGM, Yogyakarta.
Mawardi, Muhjidin, 2012. Rekayasa Konservasi Tanah dan Air. Bursa Ilmu.
Yogyakarta
Ritawati, S, 2003, Kajian Iklim Mikro Pada Tanaman Cabai (Capsirum annum)
di Tanah Pasiran Lahan Pantai Dengan Perlakuan Biokompos dan
Subsurface Irrigation, Skripsi, Fakultas Teknologi Pertanian,
Universitas Gadjah Mada, Yogjakarta.
Setyawan, AD., K. Winarno and PC. Purnama. 2004. Konservasi Lahan
Pertanian Marjinal di Kawasan Selatan Yogyakarta. Enviro 4 (1): 1-7.

Soepardi, G, 1979, Sifat dan Ciri Tanah, IPB Press, Bogor.

Anda mungkin juga menyukai