KEMIRINGAN LERENG TERHADAP EROSI PADA TANAH PASIRAN PANTAI SELATAN KABUPATEN BANTUL
Diajukan Oleh
YULIANTO EKO SAPUTRO (10/300569/TP/09835)
JURUSAN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2014
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Tanah merupakan tempat dilaksanakan berbagai kegiatan serta menjadi media utama untuk manusia memperoleh pangan, sandang, dan papan. Oleh karena itu, sudah seharusnya kita dapat menjaga dan melestarikan tanah tersebut agar dapat terus mendukung kegiatan dan memenuhi kebutuhan hidup manusia. Dalam prakteknya, upaya pemanfaatan tanah untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia sudah banyak dilakukan misalnya pemanfaatan tanah pasiran yang dianggap sebagai lahan marginal sebagai media tanam yang berada di pesisir pantai selatan Kabupaten Bantul. Upaya konservasi tanah untuk tanah pasiran juga sudah banyak dilakukan. Menurut Eck dan Unger dalam Kertonegoro (1993) usaha konservasi untuk tanah pasiran adalah penggunaan bahan organik sebagai mulsa, pembajakan secara dalam untuk mencampur lapisan tanah bawah dengan tanah berkandungan lempung tinggi dengan lapisan tanah permukaan yang bertekstur kasar. selain itu menurut Sukrisno dalam Harjadi dan dona (2008) upaya konservasi untuk perbaikan agregat tanah guna meningkatkan kesuburan pasir lapisan atas (topsoil) adalah dengan dilakukan pemberian pupuk kandang dan tanah liat ke areal budidaya tanah pasiran pada kedalaman 10-30 cm. Sebagai sumberdaya yang banyak digunakan oleh manusia, tanah dapat mengalami erosi akibat dari bekerjanya gaya-gaya yang berasal dari air hujan, angin, dan lain sebagainya. Erosi merupakan proses alamiah yang sulit untuk dihilangkan sama sekali, khususnya untuk lahan-lahan yang diusahakan untuk pertanian. Tindakan yang dapat dilakukan adalah mengusahakan agar erosi berada dibawah ambang batas maksimum dengan pengolahan tanah dan penambahan bahan organik (Martono, 2004). Tanah pasiran merupakan tanah yang peka terhadap erosi air maupun angin sehingga pengendalian erosi dapat dilakukan dengan penambahan lempung dan bahan organik. Untuk mengetahui besarnya erosi akibat penambahan bahan organik maka dilakukan penelitian tentang erosi yang terjadi pada tanah pasiran. Sampel tanah yang di ambil merupakan tanah pasiran yang sudah terganggu yang artinya sudah pernah dilakukan konservasi tanah sehingga sudah digunakan untuk budidaya pertanian. Selain variasi bahan organik, penelitian ini juga di lakuan variasi kemiringan lahan. Hal ini karena salah satu faktor yang mempengaruhi erosi antara lain adalah faktor kemiringan.
1.2 Tujuan Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan pengaruh penambahan bahan organik dan kemiringan lereng terhadap erosi pada tanah pasiran.
1.3 Manfaat Hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat dalam menambah kelengkapan data dalam prediksi erosi tanah, khususnya untuk tanah pasiran.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Erosi 2.1.1. Pengertian Erosi Erosi merupakan suatu proses atau peristiwa terpindahkannya atau hilangnya bagian-bagian atau seluruhnya lapisan tanah permukaan (top soil) yang di sebabkan oleh gerakan air atau angin (Manoppo, 2009). Erosi (air) sendiri merupakan proses pengikisan atau pelepasan (detachment) massa tanah atau penghilangan massa tanah akibat pukulan air hujan dan pergerakan air limpasan permukaan (Mawardi, 2012). Secara umum erosi tanah adalah gabungan dari dua proses, yaitu pelepasan dan pengangkutan. Pelepasan butiran tanah diakibatkan karena stabilitas agregat tanah yang terganggu dapat diakibatkan oleh air atau angin yang kemudian disusul dengan tahap pengangkutan tanah yang terlepas tersebut untuk diendapkan di tempat lain (sedimen). Pada tanah yang permukaanya tanpa tanaman pelindung menyebabkan lapisan lapisan tanah permukaan akan lebih cepat mengalami kehilangan karena kemungkinan terjadinya erosi akan lebih tinggi (Manoppo, 2009). Erosi yang tinggi menjadi penyebab utama berkurangnya produktivitas lahan dan berkurangnya kapasitas saluran atau sungai akibat pengendapan material hasil erosi (Hardiyatmo, Hary C. 2006).
2.1.2. Proses Terjadinya Erosi Menurut Suripin dalam Martono (2004) erosi tanah terjadi melalui 3 tahap, yaitu tahap (1) pelepasan partikel tunggal dari massa tanah dan tahap (2) pengangkutan oleh media yang erosif seperti aliran air dan angin. Pada kondisi dimana energi yang tersedia tidak lagi cukup untuk mengangkut partikel, maka akan terjadi tahap (3) yaitu pengendapan. Untuk bisa menjadi erosi, tanah dihancurkan dahulu oleh curah hujan dan aliran permukaan, setelah hancur baru diangkut ketempat lain oleh hujan dan aliran permukaan. Menurut Wudianto dalam Martono (2004) erosi terjadi apabila intensitas hujan yang turun lebih tinggi dibanding kemampuan tanah untuk menyerap air hujan. Prosesnya dimulai dari penghancuran agregat tanah dan pelepasan partikel, dilanjutkan pengangkutan tanah oleh aliran air, dan terakhir adalah pengendapan tanah akibat aliran air tidak mampu lagi mengangkut tanah. Di alam terdapat erosi alami/geologis dan erosi dipercepat (accelerated erosion). Percepatan erosi terjadi karena campur tangan manusia, aktivitas hewan, atau karena kejadian alam. Erosi geologis terjadi secara alami dalam proses pembentukan lahan, yang diperlukan untuk menjaga keseimbangan lahan agar mampu mendukung kehidupan tumbuhan dan hewan termasuk manusia. Erosi dipercepat terjadi hilangnya massa dan kesuburan tanah yang mengakibatkan terjadinya penurunan fungsi hidro-orologis lahan, produktivitas, dan fungsi ekologis lainnya. Dengan kata lain, lahan lahan yang tererosi akan mengalami degradasi baik kesuburan, produktivitas, serta penurunan kualitas lahan secara keseluruhan (Mawardi, 2012). 2.1.3. Faktor yang Mempengaruhi Erosi Erosi air merupakan permasalahan utama yang dihadapi oleh lahan- lahan pertanian di dunia, terutama diwilayah tropika basah seperti di indonesia yang curah hujan tahunannya cukup tinggi. Faktor- faktor yang mempengaruhi erosi bisa di bedakan menjadi (Mawardi, 2012) : a. Faktor yang tidak bisa dirubah /dipengaruhi atau direkayasa yakni sifat hujan, sifat fisik tanah terutama tekstur dan struktur serta topografi (makro) lahan yang menentukan keterkikisan, ketergerusan (detachability) dan transportability sedimen hasil erosi. b. Faktor yang bisa dirubah/dimanipulasi/direkasaya, meliputi kemiringan lahan, panjang lereng serta manajemen tanah dan tanaman. Menurut Hardjowigeno dalam Martono (2004) ada 5 faktor yang mempengaruhi besarnya erosi yaitu : a. Curah hujan. Hujan terutama intensitas, besar tetesan, dan lama hujan sangat menentukan energi pukulan hujan terhadap permukaan tanah dan energi pengangkutan serta penggerusan oleh air limpasan permukaan. Hubungan antara karakteristik hujan, sifat tanah, lahan, dan limpasan permukaan dengan kehilangan tanah karena erosi bukan merupakan hubungan yang linear, tetapi sangat komplek. Suatu kajian terhadap hujan dan proses erosi tunggal menyimpulkan bahwa pukulan hujan yang intensitasnya tinggi dapat menyebabkan terjadinya erosi 1,5 2 kali lebih besar dari pada hujan yang intensitasnya rendah (Mawardi, 2012). Intensitas hujan akan menunjukkan tingginya curah hujan persatuan waktu, yang mana dinyatakan dalam mm/jam atau cm/jam. Jumlah hujan akan menunjukkan banyaknya air hujan selama terjadi hujan dalam kurun waktu tertentu, sedangkan distribusi hujan akan menunjukkan penyebaran waktu terjadinya hujan. Sifat-sifat hujan tersebut yang besar pengaruhnya terhadap erosi adalah intensitas hujan (Martono, 2004). b. Kepekaan tanah. Tanah di lapangan dibedakan menjadi tanah yang peka terhadap erosi dan tanah yang tahan terhadap erosi, sifat-sifat tanah yang mempengaruhi kepekaan tanah terhadap erosi antara lain tekstur tanah, bentuk dan kemantapan struktur tanah, kapasitas infiltrasi atau permeabilitas tanah, dan kandungan bahan organik. Tanah dengan tekstur kasar akan tahan terhadap erosi karena butiran tanahnya yang besar sehingga memerlukan tenaga yang besar pula dalam pengangkutannya. Tanah dengan tekstur halus seperti liat juga tahan terhadap erosi karena daya kohesinya kuat, sehingga gumpalannya sukar dihancurkan. Sedangkan tekstur tanah yang peka terhadap erosi adalah debu dan pasir yang sangat halus, makin tinggi kandungan debu dalam tanah maka makin peka tanah itu terhadap erosi (Martono, 2004). c. Lereng. Fitur topografi yang mempengaruhi erosi terutama adalah kelerengan dan panjang lereng serta bentuk permukaan tanah. Pada daerah dengan kelerengan tinggi, tanah akan lebih mudah di pecah dan diangkut oleh air limpasan permukaan ke daerah dibawahnya. Demikian pula pada tanah yang kelerengannya tinggi, daya rusak air limpasan permukaan akan lebih besar karena kecepatanya tinggi (Mawardi, 2012). d. Vegetasi. Pengaruh utama vegetasi dalam menurunkan laju erosi terjadi melalui: (1) intersepsi hujan melalui penyerapan energi pukulan air hujan oleh kanopi tanaman dan seresah. (2) pengurangan atau penahanan gaya atau energi erosivitas hujan, (3) pengurangan sumbatan permukaan tanah, menaikkan laju infiltrasi dan menurunkan limpasan permukaan, (4) mendorong terbentuknya ikatan fisik antar butiran tanah dan perbaikan porositas tanah oleh perakaran tanaman, (5) peningkatan aktifitas biologis dalam tanah dan (6) transpirasi yang menurunkan kandungan lengas yang lewat jenuh sehingga meningkatkan simpanan lengas permukaan dan menurunkan limpasan permukaan (Mawardi, 2012). Menurut martono (2004) pengaruh vegetasi adalah menghalangi air hujan agar tidak langsung jatuh di permukaan tanah sehingga kekuatan untuk menghancurkan tanah berkurang, menghambat aliran permukaan dan memperbanyak air meresap ke dalam tanah. e. Manusia. Kepekaan tanah tehadap erosi dapat diubah oleh manusia menjadi lebih baik atau menjadi lebih buruk, pengaruh baik apabila manusia melakukan pembuatan teras-teras pada tanah yang berlereng curam karena bisa mengurangi erosi, sebaliknya perbuatan manusia melakukan penggundulan hutan di daerah pegununggan merupakan tindakan yang tidak terpuji karena dapat menyebabkan erosi. Penggunaan tanah yang tidak bijak akan mengganggu keseimbangan alam dalam faktor mempercepat erosi. Besarnya pengaruh manusia ditentukan oleh kegiatan manusia seperti dalam pengolahan tanah, tanaman, tindakan pengawetan atau konservasi tanah (Martono, 2004).
2.2. Tanah Pasiran Tanah pasiran merupakan tanah yang sangat muda dan terdapat di atas endapan mineral lunak yang dalam dan tidak keras. Menurut Brady dalam Martono (2004), tanah pasiran adalah tanah yang sangat muda dengan ciri umum perkembangan profil kurang nyata dan perkembangannya di tentukan oleh iklim setempat. Jenis tanah ini mempunyai kandungan bahan organik yang rendah, kandungan air dan lempung juga rendah, sehingga penggunaan tanah ini untuk lahan pertanian agak terbatas. Sifat-sifat tanah pasiran adalah bertekstur kasar ditentukan oleh bahan induknya. Pengaruh tekstur terhadap permeabilitas cukup besar dan yang berpengaruh adalah fraksi pasirnya. Tanah pasiran merupakan salah satu tumpuan harapan penting untuk pengadaaan pangan nasional di Indonesia. Kedudukannya menjadi sangat penting karena tanah tersebut tersebar cukup luas. Tanah di sepanjang lahan pantai belum dimanfaatkan secara optimal untuk pertanian karena usaha tani di lahan ini masih dihadapkan pada beberapa kendala yang belum banyak terpecahkan secara praktikal dan ekonomi (Hendrata dkk.2010). Tanah pasiran merupakan salah satu substrat bagi pertumbuhan tanaman. Tanaman memerlukan kondisi tanah tertentu untuk menunjang pertumbuhannya yang optimum. Kondisi tanah tersebut meliputi faktor kandungan air, udara, unsur hara dan penyakit. Apabila salah satu faktor tersebut berada dalam kondisi kurang menguntungkan maka akan mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan tanaman (Bidwell, 1979). 2.2.1. Konservasi Tanah Pasiran Tanah pasiran mempunyai sifat-sifat kurang menguntungkan untuk usaha tani, antara lain strukturnya lepas, kandungan bahan organiknya rendah, sangat porous, laju evaporasinya tinggi dan rendah kemampuannya dalam menyimpan lengas (Mawardi, 2004). Upaya pemanfaatan, perbaikan dan peningkatan kesuburan lahan pertanian di kawasan pasir pantai yang secara alami kurang produktif dapat dilakukan melalui penerapan teknologi dan pemberdayaan masyarakat. Pemberian masukan tertentu misalnya lempung, kapur, zeolite atau kompos (bahan organik) dapat dilakukan ke dalam tanah dengan tujuan perbaikan sifat fisika, kimiawi dan biologi tanah. Selain itu, penambahan penutup tanah juga berguna untuk mengurangi laju evaporasi (Setyawan dkk, 2004). a. Penambahan lempung. Ada beberapa cara untuk melestarikan air atau lengas didalam tanah pasiran yang dikenal mempunyai struktur lepas- lepas, daya simpan air yang rendah, kesuburan kimia yang relatif rendah bila dibanding dengan tanah lainnya, aerasinya terlalu baik, mudah mampat dan peka terhadap erosi oleh air maupun angin. Salah satu caranya adalah penambahan tanah lempungan. Pengaruh penambahan tanah lempungan pada tanah pasiran marginal telah menunjukkan perbaikan secara nyata terhadap sifat-sifat tanah pasiran yang semula kurang menguntungkan. Perbaikan tersebut terutama menyangkut aspek sifat mengikat air, aerasi, serta aspek kimia dan biologis tanah (Kertonegoro, 1993). Tanah pasir pantai mempunyai berat volume (BV) yang sangat tinggi, kemampuan menyimpan air yang rendah, dan tanah ini di dominasi oleh pori-pori drainase cepat. Penambahan tanah lempung pada tanah pasiran telah menurunkan berat jenis (BJ) dan berat volum (BV) tanah. Penambahan ini juga meningkatkan porositas tanah (terutama pori halus) dan daya simpan air, hal ini diikuti dengan menurunnya nilai permeabilitas tanah (Kertonegoro, dkk). b. Bahan organik. Salah satu cara untuk mengurangi erosi tanah dan perbaikan sifat fisik tanah adalah dengan penambahan organik. Dengan pencampuran bahan organik dalam tanah akan dapat mengurangi erosi tanah dan aliran permukaan serta menambah unsur hara dalam tanah yang berguna bagi tanaman (Idkham dkk, 2012). Bahan organik berperan dalam memperbaiki struktur tanah. Penambahan yang intensif dapat mengikat partikel tanah menjadi struktur tanah. Bahan organik yang terdekomposisi, apabila ditambahkan pada tanah pasiran akan membuat ruang pori tanah yang bersangkutan mengecil sedemikian rupa sehingga tanah dapat mengikat lengas diantara butiran tanah dapat ditahan oleh gaya kapiler dalam sistem tanah tersebut dan gaya grafitasi dapat terkurangi pengaruhnya, sehingga lengas tidak bergerak terus kebawah (Soepardi, 1979). Kadar bahan organik tanah pasir sangat rendah (< 1%) sehingga kemampuan menyimpan unsur hara maupun memegang air juga rendah. Oleh karena itu diperlukan juga pemupukan dengan pupuk organik seperti kompos dan pupuk kandang. Di samping untuk menambah kesuburan tanah, pupuk organik juga dapat membantu memperbaiki lingkungan mikro, yaitu menambah kemampuan tanah memegang air (Ritawati, 2003).
2.3. Pengukuran Erosi Tanah Secara umum model prediksi erosi lahan dikelompokkan menjadi tiga, yaitu model fisik, model analog, dan model digital. Model digital sendiri terdiri dari: model deterministik, model stokastik, dan model empiris /parametrik (Martono, 2004). Menurut Rahim dalam Martono (2004), pengukuran erosi lahan bisa dilakukan dengan cara : pendekatan laboratorium, pendekatan lapangan, pendekatan gabungan, dan pendekatan permodelan. Martono (2004), dalam penelitiannya menjelaskan bahwa pengukuran erosi model fisik yaitu pengukuran dengan model dalam bentuk yang lebih kecil dari keadaan yang sebenarnya dan dilaksanakan di laboratorium menggunakan seperangkat alat (peralatan rainfall simulator) dengan asumsi terdapat kesamaan dinamik antara model dengan keadaan sebenarnya. Kelebihan menggunakan rainfall simulator adalah (1) dapat menunjukkan dan melihat besarnya butiran hujan, (2) dapat diatur besar kecilnya tekanan dan kecepatan, (3) dapat memberikan data yang cepat dan efisiean pada setiap waktu yang diinginkan, (4) dapat diatur untuk berbagai intensitas dan lama hujan sesuai yang diinginkan, (5) dapat digunakan untuk berbagai kemiringan lereng, dan (6) dapat digunakan untuk berbagai jenis tanah yang diinginkan. Sedangkan kekurangan yang ada adalah (1) kondisi lingkungan yang terkendali dibanding dengan kondisi lapangan seperti : angin, cahaya, temperatur, kelembaban, pengaruh vegetasi, permukaan tanah, yang sulit dikondisikan, (2) curah hujan yang tidak stabil sedangkan dengan alat rainfall simulator intensitasnya tetap. Pendekatan model fisik yang dilakukan di laboratorium adalah melakukan pengukuran erosi tanah yang ditempatkan pada petak kecil dan diberi perlakuan hujan buatan. Adapun kondisi fisik seperti kepadatan tanah, keadaan penutup serta kemiringan lereng dan panjang lereng dapat disimulasikan bergantung keadaan yang diinginkan. Keuntungan yang didapat dengan pengukuran di laboratorium adalah pengamatan mekanisme dan proses terjadinya erosi bisa dilakukan secara detail. Percobaan di laboratorium tidak terbatas waktu dan dapat diterapkan untuk segala jenis tanah, sehingga bisa menghemat waktu dan biaya (Idkham dkk, 2012).
BAB III METODELOGI PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Secara garis besar kegiatan- kegiatan yang dilakukan meliputi tiga bagian yaitu (1) kegiatan di lapangan, (2) kegiatan di laboratorium , dan (3) menganalisis data serta pembuatan laporan. Pada kegiatan di lapangan tanah pasiran yang akan diuji diambil dari daerah Patehan, Gading Sari, Sanden, Bantul. Pada kegiatan di laboratorium, laboratorium yang digunakan adalah laboratorium Teknik Sumberdaya Lahan dan Air (TSLA), Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Gadjah Mada. Waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan kegiatan tersebut adalah 4 bulan yaitu pada bulan Januari 2014 sampai dengan April 2014. 3.2. Alat-Peralatan Peralatan yang akan digunakan untuk melakukan penelitian adalah : 1. Rainfall simulator, merupakan seperangkat alat yang digunakan untuk membuat hujan buatan. 2. Bak penampung tanah dengan ukuran panjang 130 cm, lebar 50 cm, dan tinggi 20 cm. 3. Gelas ukur untuk menampung hasil pengukuran erosi 4. Stopwatch untuk mengukur waktu/lama hujan buatan yang diperlukan 5. Timbangan digital untuk menimbang hasil erosi 6. Oven 7. Penggaris 8. Alat bantu lain seperti : sekop, cetok, ember, martil/palu, kantong plastik, cangkul, dan lain-lainya yang digunakan untuk membantu pelaksanaan penelitian. 3.3. Bahan Bahan yang digunakan untuk melakukan penelitian adalah : 1. Tanah pasiran sebagai tanah (benda uji) yang akan diteliti 2. Pupuk kandang sebagai campuran bahan organik untuk tanah pasiran 3. Air, sebagai bahan untuk membuat hujan buatan dan dipastikan air yang digunakan harus bersih agar tidak merusak peralatan yang ada. 3.4. Prosedur Penelitian Uji erosi di laboratorium dilakukan dengan rancangan sebagai berikut:
Keterangan: P1 = Penambahan bahan organik 2 kg/m 2
P2 = Penambahan bahan organik 4 kg/m 2
P3 = penambahan bahan organik 6 kg/m 2
S1 = kemiringan lereng 2,5 % S2 = kemiringan lereng 5 % P1S1 P2S1 P3S1 P1S2 P2S2 P3S2 Setiap rancangan (P1S1) diulangi hingga 3 kali, sehingga jumlah percobaan menjadi 18 kali. Rancangan percobaan menggunakan rancangan faktorial 2x3 secara homogen (Completely Randomized Design). Dalam mengukur besarnya erosi dilakukan dengan cara: 1. Tanah pasiran di beri campuran bahan organik sesuai dengan perlakuan. Perlakuan I yaitu dengan penambahan bahan organik 2 kg/m 2 , dalam satu bak tanah maka diberi bahan organik sebesar 1,3 kg. Perlakuan II yaitu dengan penambahan bahan organik 4 kg/m 2 , dalam satu bak tanah maka diberi bahan organik sebesar 2,6 kg. Perlakuan III yaitu dengan penambahan bahan organik 6 kg/m 2 , dalam satu bak tanah maka diberi bahan organik sebesar 3,9 kg. 2. Sampel tanah dimasukkan ke dalam bak untuk tanah yang berada tepat dibawah alat rainfall simulator. 3. Kemiringan lereng diatur sesuai yang dicari yaitu pada kemiringan 2,5 % dan 5 % 4. Benda uji diberi hujan buatan dengan intensitas yaitu 5 mm/jam. Untuk mencari intensitas hujan dilakukan dengan meletakkan omplong yang telah diketahui luasnya dibawah alat rainfall simulator kemudian diberi hujan buatan selama sepuluh menit sehingga diperoleh volume air yang tertampung dalam omplong. Dengan diketahuinya volume dan waktu maka akan diperoleh besarnya intensitas hujan. 5. Tanah akan tererosi dan hasil erosi ditampung dalam gelas ukur . 6. Pencatatan waktu pengukuran dilakukan setiap 0,5 liter air yang tertampung dalam gelas ukur. 7. Percobaan diulang 3 kali untuk intensitas dan kemiringan lereng yang sama. 8. Hasil erosi tanah selanjutnya di oven dan di timbang untuk di ketahui beratnya. 9. Selanjutnya di analisis secara statistika untuk mengetahui perbedaan antara perlakuan.
Gambar 3.1. Bagan Alir Pelaksanaan Penelitian
Mulai Menentukan lokasi tanah yang akan di uji Pengambilan contoh tanah pasiran Uji laju kehilangan tanah dengan alat rainfall simulator Persiapan alat dan model penambahan bahan organik: ( 1 , 2, 4) kg kemiringan lereng : (2,5 ; 5) % Hasil erosi (tanah + air) Ulangi 3 kali dioven ditimbang Analisa data Kesimpulan selesai BAB IV PENUTUP
Demikian proposal penelitian ini disusun, semoga dapat memberikan gambaran dan informasi secara ringkas mengenai pelaksanaan kegiatan penelitian. Demi terlaksananya kegiatan tersebut, kami memohon bimbingan dan masukan serta kerjasama dari semua pihak. Atas perhatian dan kerjasamanya kami mengucapkan terima kasih.
DAFTAR PUSTAKA
Bidwell. 1979. Plant Physiology. Mc Millan Co. Inc., New York.
Hardiyatmo, Hary C. 2006. Penanganan Tanah Longsor dan Erosi. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta
Harjadi, B dan Dona O. 2008. PENERAPAN TEKNIK KONSERVASI TANAH DI PANTAI BERPASIR UNTUK AGROWISATA (Applying of Soil Conservation Technique at Sandy Coastal Areas for The Agro- Recreation. Balai Penelitian Kehutanan Solo. Hendrata,R.dkk.2010. Pengkajian Bawang Merah, Cabai Merah Dan Semangka Di Lahan Pasir Pantai Provinsi D.I. Yogyakarta dalam http://yogya.litbang.deptan.go.id/ind/index.php?option=com_content&vi w=article&id=37&Itemid=25. Diakses Rabu, 15 Januari 2014 Idkham M ,dkk. 2012. Model Laju Aliran Permukaan dan Erosi Tanah dengan Penambahan Serbuk Gergaji di DAS Krueng Aceh. Jurnal Agrovigor volume 5 ISSN 1979 5777. Kertonegoro, B. D. 1993. Upaya Konservasi Lengas Pada Tanah Pasiran Marginal Menggunakan Tanah Lempungan Tipe. Prosiding seminar Pengelolaan Tata Air dan Pemanfaatannya dalam Satu Kesatuan Toposekuens. Cilacap. Kertonegoro, B.D. dkk. Pencampuran Tanah Sebagai Salah Satu Upaya Dalam Peningkatan Produktivitas Lahan Pertanian. Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pertanian. Manoppo, F. J. 2009. Analisa Erosi Tanah Pasir Kelanauan Bitung (Erosion Analysis of Bitung Silty Sand). Jurnal TEKNO/Volume07/No.49 Martono, 2004. Pengaruh Intensitas Hujan dan Kemiringan Lereng Terhadap Laju Kehilangan Tanah Pada Tanah Regosol Kelabu. Tesis. Program Pasca Sarjana. Universitas Diponegoro. Semarang Mawardi, Muhjidin, 2004, Handout Sifat Alami Tanah, Jurusan Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian UGM, Yogyakarta. Mawardi, Muhjidin, 2012. Rekayasa Konservasi Tanah dan Air. Bursa Ilmu. Yogyakarta Ritawati, S, 2003, Kajian Iklim Mikro Pada Tanaman Cabai (Capsirum annum) di Tanah Pasiran Lahan Pantai Dengan Perlakuan Biokompos dan Subsurface Irrigation, Skripsi, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogjakarta. Setyawan, AD., K. Winarno and PC. Purnama. 2004. Konservasi Lahan Pertanian Marjinal di Kawasan Selatan Yogyakarta. Enviro 4 (1): 1-7.
Soepardi, G, 1979, Sifat dan Ciri Tanah, IPB Press, Bogor.