75%(4)75% menganggap dokumen ini bermanfaat (4 suara)
884 tayangan22 halaman
Deskripsi:
LAPORAN KASUSKU
Dermatitis kontak alergi adalah suatu dermatitis atau peradangan kulit yang timbul setelah kontak dengan alergen melalui proses sensitisasi
LAPORAN KASUSKU
Dermatitis kontak alergi adalah suatu dermatitis atau peradangan kulit yang timbul setelah kontak dengan alergen melalui proses sensitisasi
LAPORAN KASUSKU
Dermatitis kontak alergi adalah suatu dermatitis atau peradangan kulit yang timbul setelah kontak dengan alergen melalui proses sensitisasi
BAGIAN ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN LAPORAN KASUS
FAKULTAS KEDOKTERAN APRIL 2014
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
DERMATITIS KONTAK ALERGIK
OLEH : Abdul Gafur Zulkarnain, S.Ked 10542 0059 09
PEMBIMBING : dr. Helena Kendengan, Sp. KK.
DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR 2014
HALAMAN PENGESAHAN
Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa : Nama : Abdul Gafur Zulkarnain, S.Ked NIM : 10542 0059 09 Judul Laporan Kasus : Dermatitis Kontak Alergik Telah menyelesaikan tugas tersebut dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Makassar. Makassar, April 2014
Pembimbing Mahasiswa
(dr. Helena Kendengan, Sp. KK.) (Abdul Gafur Zulkarnain, S.Ked)
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT karena segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya serta segala kemudahan yang diberikan dalam setiap kesulitan hamba-Nya sehingga penulis bisa menyelesaikan lapsus ini dengan judul Dermatitis Kontak Alergik. Tugas ini ditulis sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Berbagai hambatan dialami dalam penyusunan tugas lapsus ini. Namun berkat bantuan saran, kritikan, dan motivasi dari pembimbing serta teman-teman sehingga tugas ini dapat terselesaikan. Secara khusus penulis sampaikan rasa hormat dan terima kasih banyak kepada dr. Helena Kendengan, Sp. KK, selaku pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu dengan tekun dan sabar dalam membimbing, memberikan arahan dan koreksi selama proses penyusunan tugas ini hingga selesai. Penulis menyadari bahwa lapsus ini masih jauh dari yang diharapkan oleh karena itu dengan kerendahan hati penulis akan senang menerima kritik dan saran demi perbaikan dan kesempurnaan tugas ini. Semoga lapsus bermanfaat bagi pembaca umumnya dan penulis secara khusus. Makassar, April 2014
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ................................................................................... i HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................... ii KATA PENGANTAR .................................................................................... iii DAFTAR ISI ................................................................................................... iv BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1 BAB II LAPORAN KASUS ........................................................................... 5 A. Identitas ..................................................................................................... 5 B. Anamnesis ................................................................................................. 5 C. Status Presens ............................................................................................ 6 D. Status Dermatology-Venerology ............................................................... 6 E. Pemeriksaan Laboratorium ....................................................................... 6 F. Resume ...................................................................................................... 7 G. Diagnosis ................................................................................................... 7 H. Diskusi ...................................................................................................... 7 I. Diagnosa Banding ..................................................................................... 11 J. Anjuran Pemeriksaan ................................................................................. 14 K. Terapi dan Edukasi...................................................................................... 16 BAB III KESIMPULAN ................................................................................. 17 DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 18 5
BAB I PENDAHULUAN
Dermatitis adalah peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai respon terhadap pengaruh faktor eksogen dan atau faktor endogen, menimbulkan kelainan klinis berupa efloresensi polimorfik (eritem, edema, papul, vesikel, skuama, likenifikasi) dan keluhan gatal. Dermatitis Cenderung residif dan menjadi kronis. Penyebab dermatitis dapat berasal dari luar (eksogen) misalnya bahan kimia (contoh detergen, asam, basa, oli, semen), fisik (contoh sinar dan suhu), mikroorganisme (jamur, bakteri), dapat pula dari dalam misalnya dermatitis atopi. 1
Dermatitis kontak ialah dermatitis yang disebabkan oleh bahan/substansi yang menempel pada kulit. Dikenal dua macam dermatitis kontak yaitu dermatitis kontak iritan dan dermatitis kontak alergik keduanya dapat bersifat akut maupun kronis. Dermatitis kontak iritan merupakan reaksi peradangan kulit nonimunologik, kerusakan kulit terjadi langsung tanpa didahului proses sensitisasi. Sebaliknya dermatitis kontak alergen merupakan dermatitis yang terjadi akibat pajanan ulang dengan bahan dari luar yang bersifat haptenik atau antigenik yang sama atau mempunyai struktur kimia yang serupa, pada kulit seseorang yang sebelumnya telah tersensitasi. Reaksi alergik yang terjadi adalah reaksi hipersensitivitas tipe IV menurut klasifikasi Coombs dan Gell dengan perantara sel limfosit T. 1,3
6
Bila dibandingkan dengan DKI, jumlah DKA lebih sedikit karena hanya mengenai orang yang keadaan kulitnya sangat peka (hipersensitif). Diramalkan bahwa jumlah DKA maupun DKI makin bertambah seiring dengan bertambahnya jumlah produk yang mengandung bahan kimia yang dipakai oleh masyarakat. Dahulu DKA akibat kerja adalah 20% tetapi data baru dari inggris dan Amerika serikat menunjukkan bahwa dermatitis kontak akibat kerja karena alergi ternyata cukup tinggi yaitu berkisar antara 50-60 persen. Sedangkan dari satu penelitian ditemukan frekuensi DKA akibat kerja tiga kali lebi sering daripada DKA akibat kerja. 1
Penyebab DKA bervariasi. Peranan bahan penyebab dermatitis tergantung pada potensi sensitisasi, derajat pemaparan dan penetrasi luas perkutan. Bahan- bahan yang palin sering menyebabkan sensitisasi adalah pakaian, sepatu, bahan- bahan perekat, parfum, resin, kosmetik, pestisida, logam (krom,nikel,cobalt), tanaman dan kayu, bahan-bahan pengawet anti mikroba dan karet. 3
Ada dua fase untuk menimbulkan dermatitis kontak alergi yaitu fase primer (induktif/afferen) yaitu penetrasi bahan yang mempunyai berat molekul kecil (hapten) ke kulit yang kemudian berikatan dengan barier protein di epidermis. Sedangkan Fase sekunder (eksitasi/aferen) yaitu pajanan hapten pada individu yang telah tersensitasi, sehingga antigen disajikan lagi oleh sel Langerhans ke sel T memori di kulit dan limfe regional. Kemudian akan terjadi reaksi imun yang menghasilkan limfokin. Terjadi reaksi inflamasi dengan perantara sel T karena lepasnya bahan-bahan limfokin dan sitokin. Maksimum reaksi terjadi 24-48 jam. 2
7
Gambaran klinis DKA dapat bervariasi tergantung dari letak dan perlangsungannya. Lesi yang akut berupa makula eritematosa, papul, vesikel, atau bulla sesuai intensitas dari respon alergi. Pada stadium subakut, lesi terutama terdiri dari krusta, skuama, sedikit likenifikasi, dan vesikel. Sedangkan pada stadium kronis kulit kan menebal, dapat timbul fissura, skuama, likenifikasi dan perubahan warna kulit berupa hipopigmentasi atau hiperpigmentasi. Dermatitis kontak alergi bisa akut atau kronik. Erupsi biasanya terjadi 24-48 jam setelah terpajan atau bisa lebih lambat sampai 4 hari. 3
Pemeriksaan lab berupa dermatopatologi dan patch test. Peradangan berupa edema intraepidermal intraceluler (spongiosis) dan infiltrasi monosit dan histiosit di dalam dermis memperlihatkan dermatitis kontak alergi. Sementara vesikel lebih dangkal mengandung leukosit polimorphonuclear memperlihatkan dermatitis kontak iritan. Pada dermatitis kontak iritan terdapat likenifikasi, (hiperkeratosis, akantosis, dan elongasi). Gambaran tersebut merupakan gambaran umum dan sangat sukar untuk membedakan gambaran histopatologik antara DKA dan DKI. 3,4
Pada dermatitis kontak alergik sensitisasi memperlihatkan setiap bagian pada kulit. Oleh karena itu penggunaan alergen untuk setiap area kulit normal menimbulkan suatu peradangan. Tes tempel positif memperlihatkan eritema dan papul, kemungkinan vesikel terbatas pada tempat yang dites saja. Tes tempel ini seharusnya ditunda sampai dermatitis mereda di lokasi yang dipilih dari tempat yang dites setidaknya 2 minggu. 4 8
Menghindari bahan penyebab dermatitis kontak merupkan cara penanganan DKA yang peling penting. Untuk tujuan tersebut harus diketahui bahan penyebab DKA berdasarkan anamnesis yang teliti, pemeriksaan fisis dan pemeriksaan penunjang berupa uji tempel bahan yang dicurigai. 3
Pengobatan dermatitis pada umumnya yaitu antihistamin, jika lesi basah diberi kompres KMnO4 1/5000. Jika sudah mengering diberi kortikosteroid topical seperti hidrokortison 1-2%, triamsinolone 0,1%, fluosinolone 0,025%, desoksimetasone 2-2,5% dan betametason-dipropionat 0,05%. Pada DKA yang disertai dengan infeksi sekunder dapat diberikan antibiotik sistemik. 3,5
Pada DKA yang cenderung meluas dapat diberikan kortikosteroid sistemik dengan dosis 40-60 m/ hari dosis terbagi, kemudian ditapering setelah ada perbaikan. 3
9
BAB II LAPORAN KASUS
A. Identitas Pasien Nama : Tn. Ramli Umur : 56 Tahun Jenis Kelamin : Laki-laki Status perkawinan : Menikah Pekerjaan : Petani Bangsa : Indonesia Agama : Islam Tanggal Pemeriksaan : 25 maret 2014 B. Anamnesis Keluhan Utama: Gatal pada punggung tangan Riwayat Penyakit Sekarang: Gatal pada punggung tangan dan pergelangan tangan bagian volar yang dialami kurang lebih 1 bulan yang lalu. Awalnya gatal dan kemerahan pada telapak tangan dan kemudian menjalar ke bagian punggung tangan dan pergelangan tangan. Ruam semakin lama semakin membesar akibat garukan sehingga tampak hiperpigmentasi dan erosi. Gatal dirasakan semakin hebat pada malam hari. Sebelumnya pasien sudah memberikan macam-macam obat 10
yaitu kalpanax cair selama 3 hari kemudian menggantinya dengan kalpanax cream dan minyak tawon tapi semakin memburuk. Pasien juga sempat mengonsumsi asam mefenamat. Dalam melakukan pekerjaan pasien jarang menggunakan sarung tangan dan biasanya terpapar dengan pestisida dan pupuk anorganik. Riwayat alergi pada pasien disangkal, riwayat keluarga dengan penyakit yang sama (-), riwayat penyakit kulit sebelumnya (-), riwayat pengobatan (+), penyakit DM (-) Nyeri Ulu hati (+). C. Status Presens Keadaan Umum Sakit : Ringan Kesadaran : Composmentis Gizi : Cukup Hygiene : Baik D. Status Dermatology-Venerology Lokasi : Punggung tangan kiri dan kanan pergelangan tangan bagian volar kiri dan kanan Distribusi : berbatas tegas, bilateral dan simetris Ukuran : Plakat Efloresensi : Makula hiperpigmentasi dengan skuama yang kasar dan erosi
E. Pemeriksaan Laboratorium Tidak dilakukan
11
F. Resume Seorang laki laki berusia 56 tahun datang ke poliklinik RS. Syekh Yusuf dengan keluhan Gatal pada punggung tangan dan pergelangan tangan bagian volar bilateral yang dialami kurang lebih 1 bulan yang lalu. Awalnya gatal dan kemerahan pada telapak tangan dan kemudian menjalar ke bagian punggung tangan dan pergelangan tangan. Ruam semakin lama semakin membesar akibat garukan sehingga tampak hiperpigmentasi dan erosi. Gatal dirasakan semakin hebat pada malam hari. Sebelumnya pasien sudah memberikan macam-macam obat yaitu kalpanax cair selama 3 hari kemudian menggantinya dengan kalpanax cream dan minyak tawon tapi semakin memburuk. Pasien juga sempat mengonsumsi asam mefenamat. Dalam melakukan pekerjaan pasien jarang menggunakan sarung tangan dan biasanya terpapar dengan pestisida dan pupuk anorganik. Riwayat alergi pada pasien disangkal, riwayat keluarga dengan penyakit yang sama (-), riwayat penyakit kulit sebelumnya (-), riwayat pengobatan (+), penyakit DM (-) Nyeri Ulu hati (+). G. Diagnosis Dermatitis Kontak Alergik H. Diskusi Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan dermatologi, maka ditegakkan diagnosis pada pasien yaitu Dermatitis Kontak Alergik. Dermatitis Kontak Alergik adalah dermatitis yang terjadi akibat pajanan ulang dengan bahan dari luar yang bersifat haptenik atau antigenik yang sama, atau mempunyai struktur kimia serupa, pada kulit seseorang yang sebelumnya telah 12
tersensitasi. Reaksi alergik yang terjadi adalah reaksi hipersensitivitas tipe IV menurut klasifikasi Coombs dan Gell dengan perantara sel limfosit T. 3
Penderita umumnya mengeluh gatal. Kelainan kulit bergantung pada keparahan dermatitis dan lokasinya. Pada fase akut dimulai dengan bercak eritematosa yang berbatas jelas kemudian diikuti edema, papulovesikel, vesikel, atau bula. Vesikel atau bula dapat pecah menimbulkan erosi dan eksudasi (basah). Pada yang kronis terlihat kulit kering, hiperpigmentasi, berskuama, papul, likenifikasi, dan mungkin juga fissura, batasnya tidak jelas. Kelainan ini sulit dibedakan dengan dermatitis kontak iritan kronis, mungkin penyebabnya juga campuran. 3
Gambar 1. Tampak makula hiperpigmentasi bilateral pada punggung tangan Gambar 2. Tampak makula eritema bilateral pada pergelangan tangan 13
Dermatitis kontak alergik paling sering terjadi ditangan, karena tangan merupakan organ tubuh yang paling sering digunakan untuk melakukan pekerjaan sehari-hari. Penyakit kulit akibat kerja sepertiga atau lebih mengenai tangan. Beberapa contoh bahan alergen akibat kerja pada petani adalah bahan-bahan yang terbuat dari karet (sarung tangan, sepatu bot), potassium dichromate (alat-alat pertanian), preservative (pada pupuk buatan), pestisida, serbuk gandum, tepung terigu, dan storahe myte. 6
Gambar 3. Tampak makula eritema dan hiperpigmentasi dengan skuama kasar dan erosi akibat garukan berulang-ulang Gambar 4. Tampak makula eritema dan hiperpigmentasi pada pergelangan tangan disertai skuama yang kasar 14
Pemeriksaan uji tempel perlu dipertimbangkan untuk menentukan apakah dermatitis tersebut karena kontak alergi. Tempat untuk melakukan uji tempel biasanya dipunggung. Untuk melakukan uji tempel diperlukan antigen standar buatan pabrik, misal Finn Chamber System Kit dan T.R.U.E. 1
Produk yang diketahui bersifat iritan, misalnya detergen, hanya boleh diuji bila diduga keras penyebab alergi. Apabila sepatu, pakaian, atau sarung tangan yang dicurigai penyebab alergi, maka uji tempel dilakukan dengan potongan kecil bahan tersebut yang direndam dalam air garam yan tidak dibubuhi bahan pengawet, atau air, dan ditempelkan dikulit dengan memakai finn chamber, dibiarkan sekurang-kurangnya 48 jam. 1
Pengobatan dermatitis kontak pada umunya adalah menghindari faktor penyebab, Oral kortikosteroid dosis 30-50 mg/hari. Untuk DKA ringan atau DKA akut yang telah mereda (setelah mendapat pengobatan kortikosteroid sistemik) cukup diberikan kortikosteroid atau makrolaktam (pimecrolimus atau tacrolimus) secara topikal. Antihistami diberikan sebagai antipruritus. 1,2
Petani dapat terpapar banyak bahan alergen maupun iritan saat menanam atau bercocok tanam. Jika diketahui jenis alergen dengan uji tempel maka alergen tersebut harus dihindari dari penderita. 6
Proteksi personal dengan menggunakan sarung tangan dapan mencegah dermatitis kontak. Selain sarung tangan, krim protektif membuat lapisan antara kulit dan alergen/iritan. Hasil survey mengatakan bahwa 98% percaya krim protektif tidak lebih efektif dibandingkan dengan emolients dalam pencegahan dermatitis pada tangan. Selain itu, kebersihan individual juga berperan penting 15
pada pencegahan DKA. Kebersihan individual mencakup kebersihan tangan, pakaian, kulit. Sehingga dibutuhkan edukasi pada pekerja. 6
Prognosis DKA umumnya baik, sejauh bahan kontaktannya dapat disingkirkan. Prognosis kurang baik dan menjadi kronis bila terjadi bersamaan dengan dermatitis oleh faktor endogen (dermatitis atopi, dermatitis numular, atau psoriasis), atau terpajan oleh alergen yang tidak mungkin dihindari misalnya berhubungan dengan pekerjaan tertentu atau yang terdapat dilingkungan penderita. 1
I. Diagnosa banding Dermatitis kontak iritan Dermatitis atopi Dermatitis Numularis Dermatitis kontak iritan adalah dermatitis yang disebabkan oleh pajanan yang bersifat kimiawi atau agen fisik terhadap kulit yang dapat mengiritasi daripada kulit baik akut maupun bersifat kronis. Iritasi yang hebat dapat disebabkan oleh reaksi toksik bahkan setelah pajanan singkat.
Tangan pada umunya area yang sering terkena. Penyebab yaitu iritan primer sperti asam dan basa kuat, serta pelarut organik. Frekuensi yang sama pada pria dan wanita. Efloresensi ditemukan eritema numular sampai
dengan plakat. Vesikel, bula, sampai erosi numular dan plakat. Gejala klinis berupa rasa panas, nyeri, atau gatal. Kelainan kulit timbul beberapa saat setelah kontak pertama. 4,5
Dermatitis atopi adalah dermatitisi yang terjadi pada orang yang mempunyai riwayat atopi. Atopi berasal dari bahasa Yunani yaitu penyakit aneh atau hipersensitivitas abnormal untuk melawan faktor-faktor lingkungan dijumpai pada penderita ataupun keluarganya, tanpa sensitisasi yang jelas sebelumnya. Diatesis atopik ditandai dengan adanya reaksi berlebihan terhadap rangsangan dari lingkungan sekitarnya, bahan iritan, alergen, dan kecenderungan untuk memproduksi IgE. Dermatitis atopi merupakan bentuk ekzem yang paling sering dijumpai. Penyakit ini mengenai kira-kira 2-3% anak. Karakteristiknya adalah rasa gatal yang hebat pada malam hari. Akibatnya penderita akan menggaruk sehingga timbul bermacam macam kelainan kulit berupa papul, likenifikasi, eritema, erosi, eksoriasi, eksudasi, dan krusta. Distribusi ekzema biasanya simetrik. Predileksi adalah muka, lipatan kulit, seperti fosa kubiti, dan fossa 17
poplitea dan sering ada riwayat atopi pada dirinya atau keluarganya seperti asma, rhinitis alergika, congjungtivitis alergik. 2
Dermatitis Numularis adalah peradangan kulit bersifat kronik, priritus, terdapat bentuk plak mata uang koin membentuk papul kecil dan vesikel dasar eritem. Lambat laun vesikel pecah dan menjadi eksudasi kemudian menjadi krusta kekuningan. Jumlah lesi dapat pula banyak dan tersebar, bilateral atau simetri dengan ukuran bervariasi mulai miliar sampai numular bahkan plakat. Tempat predileksi di tungkai bawah, badan, lengan, termasuk punggung tangan. Dermatitis numular cenderung hilang timbul. Ada pula yang terus menerus. Bila terjadi kekambuhan umumnya timbul pada tempat semula. Lesi dapat pula terjadi pada tempat yang mengalami trauma. Penyebabnya belum diketahui. Banyak faktor yang ikut berperan. Diduga stafilokokus dan mikrokokus ikut berperan. 2
Gambar 6. Dermatitis atopi pada kedua lipat siku. Tampak makula eritemaous Gambar 7. Dermatitis numular bentuk menyerupai uang logam tampak makula eritematous 18
J. Pemeriksaan Anjuran Uji tempel sangat diperlukan untuk mendiagnosis DKA. Uji ini fokus pada jenis alergen di tempat kerja penderita, lingkungan, produk kesehatan kulit dan kosmetik penderita. Umumnya digunakan alergen yang sudah distandarisasi dan jika memungkinkan pemeriksa menguji beberapa sampel material dari tempat kerja penderita. Uji tempel adalah uji invivo, digunakan untuk mengidentifikasi alergen pada DKA. Uji tempel dapat dilakukan dengan menempelkan bahan yang dicurigai dengan konsentrasi yang tidak menimbulkan iritan pada kulit yang masih utuh atau dapat dilakukan dengan menggunakan bahan standar seperti yang direkomendasikan oleh NACDG dan ICDRG. 3
Indikasi uji tempel yaitu membuktikan kasus yang secara klinis di diagnosis dermatitis kontak, untuk menentukan alergen sebenarnya diantara sejumlah bahan yang dicurigai secara klinik, untuk menentukan sensitizer kontak yang relevan tetapi klinis tidak dicurigai, sebagai uji untuk memperkirakan bahan apa yang dapat ditoleransi penderita secara aman. 3
Kontraindikasi yaitu dermatitis yang akut dan luas, karena dapat menyebabkan eksaserbasi. Kulit tempat uji harus bebas dari dermatitis sekurang- kurangnya 2 minggu, bahan yang memberi efek toksik sistemik/korosif dengan konsentrasi tinggi misalnya pestisida atau bahan baku yang belum diketahui atau masih dalam penelitian, Penderita sedang mendapat prednison sistemik lebih dari 20 mg sehari atau kortikoseroid lain yang setara. Kortikosteroid topikal pada 19
tempat uji mempengaruhi hasil reaksi. Antihistamin tidak mempengaruhi reaksi uji tempel. 3
Tempat penempelan adalah punggung bagian atas yang paling tepat. Bagian ini juga memberi reaksi yang paling kuat baik terhadap iritan maupun alergen. Sebaliknya tidak digunakan pada daerah berambut karena kontak dengan kulit berkurang. 3
Dermatitis kontak alergi dapat timbul karena kontak dengan alergen pada orang sensitif dan alergen harus diabsorbsi dahulu. Waktu kontak yang dibutuhkan dengan alergen dilingkungan bebas bervariasi dari beberapa detik sampai beberapa hari. 3
Pada umumnya uji tempel dibaca setelah 48 jamdan dibuka kembali setelah 72 jam dan 96 jam. Pembacaan hasil yang pertama sekurang-kurangnya 15-30 menit setelah uji tempel dilepas. Beberapa hal yang diperhatikan penderita selama uji tempel dilakukan adalah Tidak mandi atau membasahi tempat uji, tidak melakukan aktifitas fisik yang menyebabkan berkeringat, hindari gesekan pada tempat uji, hindari sinar ultraviolet. 3
Hasil uji positif ditunjukkan dengan adanya reaksi alergi berupa 3
Eritem dengan indurasi yang dapat dipalpasi disertai papul, vesikel/bulla tergantung intensitas reaksi. Intensitas reaksi dapat meningkat 2-4 hari Reaksi menetap lebih dari 4 hari dan Reaksi gatal 20
K. Terapi dan Edukasi Sistemik : Cetrizine 10 mg 1x1 Methyil Prednisolon 4 mg 3x1 Erytromisin 500 mg 3x1 Topikal : Inerson Zalf Edukasi : Jika diketahui jenis alergen dengan uji tempel maka alergen tersebut harus dihindari dari penderita. Proteksi personal dengan menggunakan sarung tangan dapan mencegah dermatitis kontak. Selain sarung tangan, krim protektif membuat lapisan antara kulit dan alergen/iritan. Hasil survey mengatakan bahwa 98% percaya krim protektif tidak lebih efektif dibandingkan dengan emolients dalam pencegahan dermatitis pada tangan. Selain itu, kebersihan individual juga berperan penting pada pencegahan DKA. Kebersihan individual mencakup kebersihan tangan, pakaian, kulit. Sehingga dibutuhkan edukasi pada pekerja.
21
BAB III KESIMPULAN
Dermatitis kontak alergen merupakan dermatitis yang terjadi akibat pajanan ulang dengan bahan dari luar yang bersifat haptenik atau antigenik yang sama atau mempunyai struktur kimia yang serupa, pada kulit seseorang yang sebelumnya telah tersensitasi. Reaksi alergik yang terjadi adalah reaksi hipersensitivitas tipe IV menurut klasifikasi Coombs dan Gell dengan perantara sel limfosit T. Bahan- bahan yang palin sering menyebabkan sensitisasi adalah pakaian, sepatu, bahan- bahan perekat, parfum, resin, kosmetik, pestisida, logam (krom,nikel,cobalt), tanaman dan kayu, bahan-bahan pengawet anti mikroba dan karet. Menghindari bahan penyebab dermatitis kontak merupkan cara penanganan DKA yang peling penting. Untuk tujuan tersebut harus diketahui bahan penyebab DKA berdasarkan anamnesis yang teliti, pemeriksaan fisis dan pemeriksaan penunjang berupa uji tempel bahan yang dicurigai.
Pengobatan dermatitis pada umumnya yaitu antihistamin, jika lesi basah diberi kompres. Jika sudah mengering diberi kortikosteroid topical. Pada DKA yang disertai dengan infeksi sekunder dapat diberikan antibiotik sistemik.
22
DAFTAR PUSTAKA
1. Djuanda, Prof.DR.Adhi, dkk, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi 9. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2009 : Hal 133-138
2. Irma D Mahadi Roseyanto, Ekzema dan dermatitis : Ilmu Penyakit Kulit. Harahap M, Editor. Hipokrates Jakarta : 2000. Hal 7-9,22-26.
3. Amiruddin Dali, Ilmu Penyakit Kulit, Makassar: Bagian Ilmu Penyakit Kulit DAN Kelamin Fakultas Kedokteran Hasanuddin, 2003: Hal 249-251.
4. Fitzpatrick TB et al, Color Atlas and Synopsis of Clinical Dermatology, 5 th
edition. McGraw-Hill 2001: Hal 18-25, 42-43.
5. Siregar R.S, Editor. Dermatosis Eritroskuamosa in Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit 2 th Ed. EGC : Jakarta : 2004. Hal 107-114.
6. Melina Tombeng. Dermatitis Kontak Akibat Kerja Pada Petani. Diakses pada tanggal 30 Maret 2014Link url: http://ojs.unud.ac.id/index.php/eum/article/viewFile/4882/3668
7. Denis sasseville MD. Occupational Contact Dermatitis. Diakses pada tanggal 30 Maret 2014. Link url: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2868883/