Anda di halaman 1dari 33

1

STATUS PENDERITA


No. Rekam Medik : 1309171366
Masuk RSAM : 14 September 2013
Pukul : 10.30 WIB

I. ANAMNESIS
Alloanamnesisdariibupasien, tanggal 18 September 2013
Identitas
- Nama penderita : In
- Jenis kelamin : Perempuan
- Umur : 7 tahun
- Nama Ayah : Tn .St
Umur : 33 tahun
Pekerjaan : Petani
Pendidikan : SMA
- NamaIbu : Ny.Sm
Umur : 32 tahun
Pekerjaan : IRT
Pendidikan : SMA
- Hub.dgnorangtua : Anak kandung
- Agama : Islam
- Suku : Jawa
- Alamat : Ratna Katon,Seputih Raman

2




RiwayatPenyakit
Keluhan utama : Kejang

Keluhan tambahan : Demam, muntah, batuk disertai pilek

Riwayat Penyakit Sekarang
Os datang ke UGD dalam keadaan tidak sadar. Os merupakan pasien rujukan dari
RS Islam Metro dengan keluhan kejang 1 hari SMRS. Kejang diawali dengan
demam yang terjadi secara tiba-tiba. Selama di RS Islam Metro Kejang terjadi
lebih dari lima kali dan terjadi tiap 2 jam sekali. Durasi kejang terjadi kira-kira 5
menit. Kejang meliputi seluruh badan, mata melihat keatas dan lidah tergigit. Saat
kejang dan setelah kejang os tidak sadar kemudian os dirujuk ke RSAY. Satu hari
SMRS os juga sempat muntah sebanyak 5 kali, berisi makanan. Os tidak pernah
mengalami kejang sebelumnya. Selain itu, os juga mengeluh batuk pilek sejak 1
minggu yang lalu. Menurut keluarga os suhu saat demam tidak terlalu
tinggi..Selama di rawat di RSAY os tidak mengalami kejang lagi.
Riwayat Penyakit Dahulu
Tidak pernah menderita gejala seperti ini sebelumnya.

Riwayat Penyakit Keluarga / Lingkungan
Dalam keluarga tidak ada yang menderita sakit seperti ini.
Riwayat Kehamilan
Selama hamil, ibu pasien rajin memeriksakan kehamilannya secara teratur ke
bidan dan tidak ada keluhan yang berarti.
Riwayat Persalinan
Bayi dilahirkan secara spontan pervaginam dibantu oleh bidan dan pasien
langsung menangis ketika lahir.Lahir cukup bulan. Berat badan lahir pasien 3 kg
dengan panjang badan 50 cm.
3


Riwayat Makanan
Umur : 0 - 6 bulan : ASI
Umur 6 18 bulan` : ASI
>18 bulan : bubur saring

RiwayatImunisasi
B C G : 1x, Skar (+)
Polio : 6x (0,2,3,4,18 bulan, 5 tahun)
Hepatitis B : 4x (0,2,3,4,18 bulan, 5 tahun)
D P T : 5x (2,3,4,18 bulan, 5 tahun
Campak : 2x (9 bulan, 6 tahun)
Kesimpulan : Imunisasi lengkap namun ibu os tidak ingat jadwal pemberian
imunisasi dilakukan di Posyandu oleh bidan

II. PEMERIKSAAN FISIK
Status Present
- Keadaan umum : Tampak Sakit Sedang
- Kesadaran : Compos mentis
- Nadi : 140 x/menit, teratur, isi cukup
- Respirasi : 30 x/menit
- Suhu : 38,1 C
- BB : 23 kg
- TB : 120 cm
- Lingkar Lengan Atas : 10 cm
- Status gizi : Berdasarkan WHO Growth Chart Standart
BB/U berada antara garis 0 dan 1 skala Z-score (gizi cukup);
TB/ U berada di persentil 0 skala Z-score (normal)
BB/TB berada antara 1sd 2 (gizi cukup)
4



Status Generalis
1. Kelainan mukosa kulit/subkutan yang menyeluruh
- Pucat : (-)
- Sianosis : (-)
- Ikterus : (-)
- Perdarahan : (-)
- Oedemumum : (-)
- Turgor : Cukup
- Pembesaran KGB : (-)

KEPALA
- Bentuk : Bentuk bulat, simetris,
- UUB : Rata
- Rambut : Hitam, tidak mudah dicabut, tumbuh merata
- Kulit : petekie (-), warna sawo matang
- Mata : Kelopak mata edem- /-, konjungtiva anemis -/-, skleraikterik -/-
- Telinga : Bentuk normal, simetris
- Hidung : Bentuk normal, septum deviasi (-),pernafasan cuping hidung(-),
sekret tidak ada
- Mulut :Bibir kering (-) pucat(-), sianosis (-), gigi tidak ada.

LEHER
- Bentuk : Simetris
- Trakhea : Ditengah
- KGB : Tidak ada pembesaran

5

THORAKS
- Bentuk : Simetris
- Retraksi suprasternal : (-)
- Retraksi substernal :(-)
- Retraksi intercostal : (-)
- Retraksi subcosta :(-)

JANTUNG
- Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
- Palpasi : Ictus cordis teraba
- Perkusi : redup
- Auskultasi : Bunyi jantung III reguler, murmur (-), gallop (-)

PARU PARU
ANTERIOR POSTERIOR
KIRI KANAN KIRI KANAN
Inspeksi Pergerakan
pernafasan simetris;
Pergerakan
pernafasan
simetris;
Pergerakan
pernafasan
simetris
Pergerakan
pernafasan
simetris
Palpasi Fremitus taktil =
kanan
Fremitus taktil
= kiri
Fremitus taktil =
kanan
Fremitus taktil =
kiri
Perkusi Sonor Sonor Sonor Sonor
6

Auskulta
si
Suara nafas
vesikuler

Suara nafas
vesikuler

Suara nafas
vesikuler

Suara nafas
vesikuler


ABDOMEN
- Inspeksi : datar, simetris
- Palpasi : Nyeri tekan (-)
- Perkusi : Timpani
- Auskultasi : Bising usus(+) normal

GENITALIA EXTERNA
- Kelamin : perempuan, tidak ada kelainan
STATUS NEUROLOGIS
A. Motorik
Kekuatan : 5 5
5 5
Gerakan : aktif
Tonus : +
Klonus : -
Reflek fisiologis : +
Refleks patologis : -
B. Sensorik : rangsang halus +,rangsang tajam +
C. Tanda rangsang meningeal : kaku kuduk -, kernig sign -, brudzinsky 1 -
EKSTREMITAS
Superior : Edema(-/-), Sianosis (-), akral hangat (+)
Inferior : Edema (-/-), Sianosis (-), akral hangat (+)
7


III. DIAGNOSA BANDING
Epilepsi
IV. DIAGNOSA KERJA
Kejang Demam Kompleks

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah lengkap
Tanggal 14 september 2013
HB : 11,5 g/dl
Leukosit : 42.100 /ul
Eritrosit : 4,77 /ul
Trombosit : 471.000 /ul
HT : 35,7%
Tanggal 17 Septeber 2013
HB : 11,6 g/dl
Leukosit : 13.600/ul
Eritrosit : 4,8 /ul
Trombosit : 390.000/ul
HT : 37,4/ul
VI. TATALAKSANA UGD
Oksigen nasal 4 liter/menit
IVFD RL XIIgtt/menit
Inj diazepam amp bila kejang
Drip phenitoin amp
Ceftriaxon 2x500 mg
Gentamicin 3 x1/2 amp
Paracetamol syrp 4x2cth
Ranitidin 2 x amp

8

VII. Follow up
16 September 2013 17 September 2013
Subjective Demam (-)
Kejang (-)

Pusing
Demam (-)
Kejang (-)
Objective Tampak Sakit Sedang
Compos mentis GCS 15
BB : 23 kg
Tampak Sakit Sedang
Compos mentis GCS 15
BB : 23 kg
TTV :
- HR : 84 x/m
- RR : 28x/m
- T : 36,5 C

Pemeriksaan Fisik :
Mulut : Sianosis (-)
Hidung : NCH(-)
Pulmo : I= hemithorak sin dex
P= Fremitus simetris
P= sonor /sonor
A= vesikuler
Abd : I = Datar simetris
P= NT (-),Hepatospenomegali (-)
P = timpani
A = BU +
Ekstremitas : sianosis (-), pucat (-)
Assessment KDK KDK
Planning IVFD RL 12 gtt/menit
Ceftriaxon 2x500 gr
Gentamicin 2x1/2 amp
Paracetamol syr 4 x 2 cth
IVFD RL 12 gtt/menit
Ceftriaxon 2x500 gr
Gentamicin 2x1/2 amp
Paracetamol syr 4 x 2 cth
9

Diazepam 2 mg iv jika
kejang
Diazepam 2 mg iv jika kejang

Cek DL ulang
-


18 September 2013
Subjective Demam (-)
Kejang (-)
Objective Tampak Sakit Ringan
Compos mentis GCS 15
BB : 23 kg
TTV :
- HR : 140 x/m
- RR : 28 x/m
- T : 35,9 C
Pemeriksaan Fisik :
Mulut : Sianosis (-)
Hidung : NCH(-)
Pulmo : I= hemithorak sin dex
P= Fremitus simetris
P= sonor /sonor
A= vesikuler
Abd : I = Datar simetris
P= NT (),
Hepatospenomegali(-)
P = timpani
A = BU +
Ekstremitas : sianosis (-), pucat (-)
Assessment KDK
10

Planning Pasien pulang dengan pengobatan:
Paracetamol syr 4 x 2 cth
Pasien pulang pada tanggal 18 September 2013 pukul 11.00 WIB




11


R E S U M E

I. Anamnesis
Os perempuan umur 7 tahun dengan berat badan 23 kg datang ke UGD
dalam keadaan tidak sadar. Os merupakan pasien rujukan dari RS Islam
Metro dengan keluhan kejang 1 hari SMRS. Kejang diawali dengan demam
yang terjadi secara tiba-tiba. Selama di RS Islam Metro Kejang terjadi lebih
dari lima kali dan terjadi tiap 2 jam sekali. Durasi kejang terjadi kira-kira 5
menit. Kejang meliputi seluruh badan, mata melihat keatas dan lidah
tergigit. Saat kejang dan setelah kejang os tidak sadar kemudian os dirujuk
ke RSAY. Satu hari SMRS os juga sempat muntah sebanyak 5 kali, berisi
makanan. Os tidak pernah mengalami kejang sebelumnya. Selain itu, os
juga mengeluh batuk pilek sejak 1 minggu yang lalu. Menurut keluarga os
suhu saat demam tidak terlalu tinggi..Selama di rawat di RSAY os tidak
mengalami kejang lagi.

II. Pemeriksaan
Status Present PemeriksaanFisik
- Keadaanu
mum
: Tampaksakits
edang
- Mulut : Sianosis (-)
- Kesadaran : Compos
mentis
- Hidung : NCH (-)
- Nadi : 140x/mnt, isi
cukup
- Thoraks : Hemithoraks sin=dek
- Respirasi : 30 x/mnt - : auskultasi
vesikuler/vesikuler
- Suhu : 38,1
o
C - Ektremitas : Sianosis -/-
- BB : 23 Kg - Status
Neurologis
: Tidak ada kelainan

III. Pemeriksaaan Penunjang
Darah lengkap
Tanggal 14 september 2013
HB : 11,5 g/dl
12

Leukosit : 42.100 /ul
Eritrosit : 4,77 /ul
Trombosit : 471.000 /ul
HT : 35,7%
Tanggal 17 Septeber 2013
HB : 11,6 g/dl
Leukosit : 13.600/ul
Eritrosit : 4,8 /ul
Trombosit : 390.000/ul
HT : 37,4/ul

IV. Diagnosis Kerja
Kejang Demam Kompleks
V. Diagnosis Banding
Epilepsi
VI. Penatalaksanaan
IVFD RL XII gtt/menit
Ceftriaxon 2x500 gr
Gentamicin 2x1/2 amp
Paracetamol syr 4 x 2 cth
Diazepam 2 mg iv jika kejang

VII. PemeriksaanAnjuran
Darah lengkap, EEG, Lumbal pungsi

VIII. Prognosis
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Quo ad functionam : Dubia ad bonam
Quo ad sanationam : Dubia ad bonam



13



TINJAUAN PUSTAKA

Definisi
Kejang demam berdasarkan definisi dari The International LeagueAgaints
Epilepsy (Commision on Epidemiology and Prognosis, 1993) adalah kejang yang
disebabkan kenaikan suhu tubuh lebih dari 38C tanpa adanya infeksi susunan
saraf pusat atau gangguan elektrolit akut pada anak berusia di atas 1 bulan tanpa
riwayat kejang sebelumnya (IDAI, 2009). Kejang demam ialah bangkitan kejang
yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38C) yang disebabkan
oleh suatu proses ekstrakranium (Konsensus Penatalaksaan Kejang demam IDAI,
2006).Kejang demam terjadi pada 2-4% anak berumur 6 bulan 5 tahun. Anak
yang pernah mengalami kejang tanpa demam, kemudian kejang demam kembali
tidak termasuk dalam kejang demam. Kejang disertai demam pada bayi berumur
kurang dari 1 bulan tidak termasuk dalam kejang demam.Bila anak berumur
kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun mengalami kejang didahului demam,
pikirkan kemungkinan lain misalnya infeksi SSP, atau epilepsi yang kebetulan
terjadi bersama demam (Konsensus Penatalaksaan Kejang demam IDAI, 2006).

Faktor Risiko
Beberapa faktor yang berperan menyebabkan kejang demam antara lain adalah
demam, demam setelah imunisasi DPT dan morbili, efek toksin dari
mikroorganisme, respon alergik atau keadaan imun yang abnormal akibat infeksi,
perubahan keseimbangan caira dan elektrolit (Dewanto dkk,2009).
Faktor risiko berulangnya kejang demam adalah (Konsensus Penatalaksaan
Kejang demam IDAI, 2006):
1. Riwayat kejang demam dalam keluarga
14

2. Usia kurang dari 12 bulan
3. Temperatur yang rendah saat kejang
4. Cepatnya kejang setelah demam
Bila seluruh faktor di atas ada, kemungkinan berulangnya kejang demam
adalah 80%, sedangkan bila tidak terdapat faktor tersebut kemungkinan
berulangnya kejang demam hanya 10%-15%. Kemungkinan berulangnya
kejang demam paling besar pada tahun pertama.
Faktor risiko menjadi epilepsi adalah :
1. Kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum kejang demam
pertama.
2. Kejang demam kompleks
3. Riwayat epilepsi pada orang tua atau saudara kandung. Masing-masing
faktor risiko meningkatkan kemungkinan kejadian epilepsi sampai 4%-6%,
kombinasi dari faktor risiko tersebut meningkatkan kemungkinan epilepsi
menjadi 10%-49% (Level II-2). Kemungkinan menjadi epilepsi tidak dapat
dicegah dengan pemberian obat rumat pada kejang demam.

Etiologi
Semua jenis infeksi yang bersumber di luar susunan saraf pusat yang
menimbulkan demam dapat menyebabkan kejang demam. Penyakit yang paling
sering menimbulkan kejang demam adalah infeksi saluran pernafasan atas, otitis
media akut, pneumonia, gastroenteritis akut, bronkitis, dan infeksi saluran kemih
(Soetomenggolo,2000).

Klasifikasi
Umumnya kejang demam dibagi menjadi 2 golongan. Kriteria untuk
penggolongan tersebut dikemukakan oleh berbagai pakar. Dalam hal ini terdapat
15

perbedaan kecil dalam penggolongan tersebut, menyangkut jenis kejang,
tingginya demam, usia penderita, lamanya kejang berlangsung, gambaran
rekaman otak, dan lainnya (Lumbantobing, 2004).
Studi epidemiologi membagi kejang demam menjadi 3 bagian yaitu: kejang
demam sederhana, kejang demam kompleks, dan kejang demam berulang
(Baumann, 2001).
Klasifikasi
1. Kejang demam sederhana (Simple febrile seizure)
Kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15 menit, dan
umumnya akan berhenti sendiri. Kejang berbentuk umum tonik dan atau
klonik, tanpa gerakan fokal. Kejang tidak berulang dalam waktu 24 jam.
Kejang demam sederhana merupakan 80% di antara seluruh kejang
demam.
2. Kejang demam kompleks (Complex febrile seizure)
Kejang demam dengan salah satu ciri berikut ini:
1. Kejang lama > 15 menit, kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit
atau kejang berulang lebih dari 2 kali dan di antara bangkitan kejang
anak tidak sadar.Kejang lama terjadi pada 8% kejang demam.
2. Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang
parsial.
3. Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam, kejang 2 kali atau lebih
dalam 1 hari, diantara 2 bangkitan kejang anak sadar. Kejang berulang
terjadi pada 16% di antara anak yang mengalami kejang demam.

Patofisiologi
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1C akan mengakibatkan kenaikan
metabolisme basal 10%-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada
seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh,
dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%. Jadi pada kenaikan suhu
16

tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel neuron
dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion Kalium maupun ion Natrium
melalui membran tadi, dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas
muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel
maupun ke membran sel tetangganya dengan bantuan bahan yang disebut
neurotransmitter dan terjadilah kejang. Tiap anak mempunyai ambang kejang
yang berbeda dan tergantung tinggi rendahnya ambang kejang seeorang anak
menderita kejang pada kenaikan suhu tertentu. Pada anak dengan ambang kejang
yang rendah, kejang telah terjadi pada suhu 38C sedangkan pada anak dengan
ambang kejang yang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40C atau lebih. Dari
kenyataan inilah dapatlah disimpulkan bahwa terulangnya kejang demam lebih
sering terjadi pada ambang kejang yang rendah sehingga dalam
penanggulangannya perlu diperhatikan pada tingkat suhu berapa penderita kejang.
Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya dan
tidak menimbulkan gejala sisa. Tetapi pada kejang yang berlangsung lama (lebih
dari 15 menit) biasanya disertai terjadinya apnea, meningkatnya kebutuhan
oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia,
hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anaerobik, hipotensi
arterial disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh makin
meningkatnya aktifitas otot dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otak
meningkat. Rangkaian kejadian di atas adalah faktor penyebab hingga terjadinya
kerusakan neuron otak selama berlangsungnyakejang lama.
Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia
sehingga meninggikan permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang
mengakibatkan kerusakan sel neuron otak. Kerusakan pada daerah mesial lobus
temporalis setelah mendapat serangan kejang yang berlangsung lama dapat
menjadi matang di kemudian hari, sehingga terjadi serangan epilepsi yang
spontan. Jadi kejang demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan
anatomis di otak hingga terjadi epilepsi (Ilmu Kesehatan Anak FK UI, 2002).

17

Manifestasi Klinis
Umumnya kejang demam berlangsung singkat,berupa serangan kejang klonik atau
tonik klonik bilateral. Seringkali kejang berhenti sendiri. Setelah kejang berhenti
anak tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi setelah beberapa detik
atau menit anak terbangun dan sadar kembali tanpa defisit neurologis. Kejang
demam diikuti hemiparesis sementara (Hemeparesis Tood) yang berlangsung
beberapa jam sampai hari. Kejang unilateral yang lama dapat diikuti oleh
hemiparesis yang menetap. Bangkitan kejang yang berlangsung lama lebih sering
terjadi pada kejang demam yang pertama. Kejang berulang dalam 24 jam
ditemukan pada 16% paisien (Soetomenggolo, 2000). Kejang yang terkait dengan
kenaikan suhu yang cepat dan biasanyaberkembang bila suhu tubuh (dalam)
mencapai 39C atau lebih. Kejang khas yang menyeluruh, tonik-klonik beberapa
detik sampai 10 menit, diikuti dengan periode mengantuk singkat pasca-kejang.
Kejang demam yang menetap lebih lama dari 15 menit menunjukkan penyebab
organik seperti proses infeksi atau toksik yang memerlukan pengamatan
menyeluruh (Nelson, 2000).

Diagnosa
Beberapa hal dapat mengarahkan untuk dapat menentukan diagnosis kejang
demam antara lain:
1. Anamnesis, dibutuhkan beberapa informasi yang dapat mendukung
diagnosis ke arah kejang demam, seperti:
Menentukan adanya kejang, jenis kejang, kesadaran, lama kejang,
suhu sebelum dan saat kejang, frekuensi, interval pasca kejang,
penyebab demam diluar susunan saraf pusat.
Beberapa hal yang dapat meningkatkan risiko kejang demam,
seperti genetik, menderita penyakit tertentu yang disertai demam
tinggi, serangan kejang pertama disertai suhu dibawah 39C.
18

Beberapa faktor yang memengaruhi terjadinya kejang demam
berulang adalah usia< 15 bulan saat kejang demam pertama,
riwayat kejang demam dalam keluarga, kejang segera setelah
demam atau saat suhu sudah relatif normal, riwayat demam yang
sering, kejang demam pertama berupa kejang demam akomlpeks
(Dewanto dkk,2009).
2. Gambaran Klinis, yang dapat dijumpai pada pasien kejang demam adalah:
Suhu tubuh mencapai 39C.
Anak sering kehilangan kesadaran saat kejang.
Kepala anak sering terlempar keatas, mata mendelik, tungkai dan
lengan mulai kaku, bagian tubuh anak menjadi berguncang. Gejala
kejang tergantung pada jenis kejang.
Kulit pucat dan mungkin menjadi biru.
Serangan terjadi beberapa menit setelah anak itu sadar (Dewanto
dkk,2009).
3. Pemeriksaan fisik dan laboratorium
Pada kejang demam sederhana, tidak dijumpai kelainan fisik neurologi
maupun laboratorium. Pada kejang demam kompleks, dijumpai kelainan
fisik neurologi berupa hemiplegi. Pada pemeriksaan EEG didapatkan
gelombang abnormal berupa gelombang-gelombang lambat fokal
bervoltase tinggi, kenaikan aktivitas delta, relatif dengan gelombang
tajam. Perlambatan aktivitas EEG kurang mempunyai nilai prognostik,
walaupun penderita kejang demam kompleks lebih sering menunjukkan
gambaran EEG abnormal. EEG juga tidak dapat digunakan untuk
menduga kemungkinan terjadinya epilepsi di kemudian hari
(Soetomenggolo, 2000).

Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang
demam, tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi
19

penyebab demam, atau keadaan lain misalnya gastroenteritis dehidrasi
disertai demam. Pemeriksaan labora-torium yang dapat dikerjakan
misalnya darah perifer, elektrolit dan gula darah (level II-2 dan level
III, rekomendasi D).
b. Pungsi lumbal
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau
menyingkirkan kemungkinan meningitis. Risiko terjadinya meningitis
bakterialis adalah 0,6%-6,7%.Pada bayi kecil seringkali sulit untuk
menegakkan atau meny-ingkirkan diagnosis meningitis karena
manifestasi klinisnya tidak jelas. Oleh karena itu pungsi lumbal
dianjurkan pada:
1. Bayi kurang dari 12 bulan sangat dianjurkan dilakukan
2. Bayi antara 12-18 bulan dianjurkan
3. Bayi > 18 bulan tidak rutin
Bila yakin bukan meningitis secara klinis tidak perlu dilakukan pungsi
lumbal.
c. Elektroensefalografi
Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak dapat memprediksi
berulangnya kejang, atau memperkirakan kemungkinan kejadian
epilepsi pada pasien kejang demam. Oleh karenanya tidak
direkomendasikan (level II-2, rekomendasi E).Pemeriksaan EEG
masih dapat dilakukan pada keadaan kejang demam yang tidak khas.
Misalnya: kejang demam kompleks
d. Pencitraan
Foto X-raykepala dan pencitraan seperti computed tomography scan
(CT-scan) atau magnetic resonance imaging(MRI) jarang sekali
dikerjakan, tidak rutin dan hanya atas indikasi seperti:
1. Kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis)
2. Paresis nervus VI
3. Papiledema

20

Diagnosa Banding
Infeksi susunan saraf pusat dapat disingkirkan dengan pemeriksaan klinis dan
cairan serebrospinal. Kejang demam yang berlangsung lama kadang-kadang
diikuti hemiperesis sehingga sukar dibedakan dengan kejang karena proses
intrakranial. Sinkop juga dapat diprovokasi oleh demam, dan sukar dibedakan
dengan kejang demam. Anak dengan kejang demam tinggi dapat mengalami
delirium, menggigil, pucat, dan sianosis sehingga menyerupai kejang demam
(Soetomenggolo, 2000).
Penatalaksanaan
Pada tatalaksana kejang demam ada 3 hal yang perlu dikerjakan, yaitu:
1. Pengobatan fase akut
Seringkali kejang berhenti sendiri. Pada waktu pasien sedang kejang semua
pakaian yang ketat dibuka, dan pasien dimiringkan kepalanya apabila muntah
untuk mencegah aspirasi. Jalan napas harus bebas agar oksigenasi terjamin.
Pengisapan lendir dilakukan secra teratur, diberikan oksiegen, kalau perlu
dilakukan intubasi. Awasi keadaan vital sperti kesadaran, suhu, tekanan darah,
pernapasan, dan fungsi jantung. Suhu tubuh yang tinggi diturunkan dengan
kompres air dingin dan pemberian antipiretik. Diazepam adalah pilihan utama
dengan pemberian secara intravena atau intrarektal (Soetomenggolo, 2000).

Penatalaksaan saat kejang
Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada waktu pasien datang
kejang sudah berhenti. Apabila datang dalam keadaan kejang obat yang paling
cepat untuk menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan secara
intravena. Dosis diazepam intravena adalah 0,3-0,5 mg/kg perlahan-lahan
dengan kecepatan 1-2 mg/menit atau dalam waktu 3-5 menit, dengan dosis
maksimal 20 mg.Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orang tua atau di
rumah adalah diazepam rektal (level II-2, level II-3, rekomendasi B). Dosis
diazepam rektal adalah 0,5-0,75 mg/kg atau diazepam rektal 5 mg untuk anak
21

dengan berat badan kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk berat badan lebih dari
10 kg. Atau diazepam rektal dengan dosis 5 mg untuk anak dibawah usia 3
tahun atau dosis 7,5 mg untuk anak di atas usia 3 tahun.

Bila setelah pemberian diazepam rektal kejang belum berhenti,dapat diulang
lagi dengan cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit. Bila
setelah 2 kali pemberian diazepam rektal masih tetap kejang, dianjurkan ke
rumah sakit. Di rumah sakit dapat diberikan diazepam intravena dengan dosis
0,3-0,5 mg/kg.Bila kejang tetap belum berhenti diberikan fenitoin secara
intravena dengan dosis awal 10-20 mg/kg/kali dengan kecepatan 1
mg/kg/menit atau kurang dari 50 mg/menit. Bila kejang berhenti dosis
selanjutnya adalah 4-8 mg/kg/hari, dimulai 12 jam setelah dosis awal.Bila
dengan fenitoin kejang belum berhenti maka pasien harus dirawat di ruang
rawat intensif.

Bila kejang telah berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung dari jenis
kejang demam apakah kejang demam sederhana atau kompleks dan faktor
risikonya.

2. Mencari dan Mengobati Penyebab
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menyingkirkan
kemungkinan meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama.
Walaupun demikian kebanyakan dokter melakukan pungsi lumbal hanya pada
kasus yang dicurigai meningitis atau apabila kejang demam berlangsung lama.
Pada bayi kecil sering mengalami meningitis tidak jelas, sehingga pungsi
lumbal harus dilakukan pada bayi berumur kurang dari 6 bulan, dan
dianjurkan pada pasien berumur kurang dari 18 bulan. Pemeriksaan
laboratorium lain perlu dilakukan utuk mencari penyebab (Soetomenggolo,
2000).


22

Pemberian obat pada saat demam
Antipiretik
Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi risiko
terjadinya kejang demam (level I, rekomendasi D), namun para ahli di
Indonesia sepakat bahwa antipiretik tetap dapat diberikan (level III,
rekomendasi B). Dosis parasetamol yang digunakan adalah 10 15 mg/kg/kali
diberikan 4 kali sehari dan tidak lebih dari 5 kali. Dosis Ibuprofen 5-10
mg/kg/kali ,3-4 kali sehari.

Meskipun jarang, asam asetilsalisilat dapat menyebabkan sindrom Reye
terutama pada anak kurang dari 18 bulan, seh-ingga penggunaan asam
asetilsalisilat tidak dianjurkan (level III, rekomendasi E).

Antikonvulsan
Pemakaian diazepam oral dosis 0,3 mg/kg setiap 8 jam pada saat demam
menurunkan risiko berulangnya kejang pada 30%-60% kasus, begitu pula
dengan diazepam rektal dosis 0,5 mg/kg setiap 8 jam pada suhu > 38,5C (level
I, rekomendasi A).Dosis tersebut cukup tinggi dan menyebabkan ataksia,
iritabel dan sedasi yang cukup berat pada 25-39% kasus.Fenobarbital,
karbamazepin, dan fenitoin pada saat demam tidak berguna untuk mencegah
kejang demam (level II reko-mendasi E)

3. Pengobatan Profilaksis
Kambuhnya kejang demam perlu dicegah, kerena serangan kejang merupakan
pengalaman yang menakutkan dan mencemaskan bagi keluarga. Bila kejang
demam berlangsung lama dan mengakibatkan kerusakan otak yang menetap
(cacat).

Pemberian obat rumat
Indikasi pemberian obat rumat
23

Pengobatan rumat hanya diberikan bila kejang demam menunjukkan ciri
sebagai berikut (salah satu):
1. Kejang lama > 15 menit
2. Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang,
misalnya hemiparesis, paresis Todd, cerebral palsy, retardasi mental,
hidrosefalus.
3. Kejang fokal
4. Pengobatan rumat dipertimbangkan bila:
1. Kejang berulang dua kali atau lebih dalam 24 jam. Kejang
demam terjadi pada bayi kurang dari 12bulan.
2. Kejang demam >4 kali per tahun.
Penjelasan:
1. Sebagian besar peneliti setuju bahwa kejang demam >15 menit
merupakan indikasi pengobatan rumat.
2. Kelainan neurologis tidak nyata misalnya keterlambatan
perkembangan ringan bukan merupakan indikasi pengobatan
rumat.
3. Kejang fokal atau fokal menjadi umum menunjukkanbahwa
anak mempunyai fokus organik.
Jenis antikonvulsan untuk pengobatan rumat. Pemberian obat fenobarbital
atau asam valproat setiap hariefektif dalam menurunkan risiko berulangnya
kejang (level I).Berdasarkan bukti ilmiah bahwa kejang demam tidak
berbahaya dan penggunaan obat dapat menyebabkan efek samp-ing, maka
pengobatan rumat hanya diberikan terhadap kasus selektif dan dalam jangka
pendek (rekomendasi D).
Pemakaian fenobarbital setiap hari dapat menimbulkan gangguan perilaku
dan kesulitan belajar pada 40-50% kasus. Obat pilihan saat ini adalah asam
valproat. Pada sebagian kecil kasus, terutama yang berumur kurang dari 2
tahun asam valproat dapat menyebabkan gangguan fungsi hati. Dosis asam
24

valproat 15-40 mg/kg/hari dalam 2-3 dosis, dan fenobarbital 3-4 mg/kg per
hari dalam 1-2 dosis.
Lama Pengobatan Rumat
Pengobatan diberikan selama 1 tahun bebas kejang, kemudian dihentikan
secara bertahap selama 1-2 bulan.
Edukasi pada orang tua
Kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orang tua. Pada
saat kejang sebagian besar orang tua berang-gapan bahwa anaknya telah
meninggal. Kecemasan ini harus dikurangi dengan cara yang diantaranya:
a. Menyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai prognosis
baik.
b. Memberitahukan cara penanganan kejang
c. Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali
d. Pemberian obat untuk mencegah rekurensi memang efektif tetapi harus
diingat adanya efek samping obat.

Ada 3 upaya yang dapat dilakukan:
- Profilaksis intermitten, pada waktu demam.
- Profilaksis terus-menerus, dengan obat antikonvulsan tiap hari
- Mengatasi segera bila terjadi kejang.
Profilaksis intermitten
Antikonvulsan hanya diberikan pada waktu pasien demam dengan ketentuan
orangtua pasien atau pengasuh mengetahui dengan cepat adanya demam pada
pasien. Obat yang diberikan harus cepat diabsorpsi dan cepat masuk ke otak.
Diazepam intermittent memberikan hasil lebih baik kerena penyerapannya lebih
cepat. Dapat digunakan diazepam intrarektal tiap 8 jam sebanyak 5 mg untuk
pasien dengan berat badan kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk pasien dengan
25

berat badan lebih dari 10 kg, setiap pasien menunjukkan suhu 38,5C atau lebih.
Diazepam dapat pula diberikan sacara oral dengan dosis 0,5 mg/kg BB/ hari
dibagi dalam 3 dosis pada waktu pasien demam. Efek samping diazepam adalah
ataksia, mengantuk, dan hipotonia (Soetomenggolo, 2000).
Profilaksis terus-menerus dengan antikonvulasan tiap hari. Pemberian fenobarbital
4-5 mg/kg BB/hari dengan kadar darah sebesar 16 mgug/ml dalam darh
menunjukkan hasil yang bermakna untuk mencegah berulanggnya kejang demam.
Obat lain yang dapat digunakan untuk profilaksis kejang demam adalah asam
valproat yang sama atau bahkan lebih baik dibandingkan efek fenobarbital tetapi
kadang-kadang menunjukkan efek samping hepatotoksik. Dosis asam valproat
adalah 15-40 mg/kg BB/hari. Profilaksis terus menerus berguna untuk mencegah
berulangnya kejang demam berat yang dapat menyebabkan kerusakan otak tetapi
tidak dapat mencegah terjandinya epilepsi di kemudian hari (Soetomenggolo,
2000).
Consensus Statement di Amerika Serikat mengemukakan kriteria yang dapat
dipakai untuk pemberian terapi rumat. Profilaksis tiap hari dapat diberi pada
keadaan berikut:
1. Bila terdapat kelainan perkembangan neurologi misalnya (cerebral palsy,
retardasi mental, mikrosefali).
2. Bila kejang demam berlangsung lama dari 15 menit, bersifat fokal, atau
diikuti kelainan neurologis sepintas atau menetap.
3. Terdapat riwayat kejang-tanpa-demam yang bersifat genetik pada orang
tua atau saudara kandung.
Vaksinasi
1. Sejauh ini tidak ada kontraindikasi untuk melakukan vaksinasi terhadap
anak yang mengalami kejang demam. Kejang setelah demam karena
vaksinasi sangat jarang. Angka kejadian pasca vaksinasi DPT adalah 6-9
kasus per 100.000 anak yang divak-sinasi sedangkan setelah vaksinasi
MMR 25-34 per 100.000.
26

2. Dianjurkan untuk memberikan diazepam oral atau rektal bila anak demam,
terutama setelah vaksinasi DPT atau MMR. Beberapa dokter anak
merekomendasikan parasetamol pada saat vaksinasi hingga 3 hari
kemudian.

Prognosis
Kemungkinan mengalami kecacatan atau kelainan neurologis. Kejadian kecacatan
sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah dilaporkan. Perkembangan mental
dan neurologis umumnya tetap normal pada pasien yang sebelumnya normal.
Penelitian lain secara retrospektif melaporkan kelainan neurologis pada sebagian
kecil kasus, dan kelainan ini biasanya terjadi pada kasus dengan kejang lama atau
kejang berulang baik umum atau fokal.Kematian karena kejang demam tidak
pernah dilaporkan. Kemungkinan berulangnya kejang demam. Kejang demam
akan berulang kembali pada sebagian kasus.

27


ANALISIS KASUS

1. Apakah diagnosis pada kasus ini sudah tepat ?

Diagnosa kerja pada pasien ini adalah kejang demam kompleks sudah
tepat karena kejang demam kompleks ditegakkan melalui anamnesa,
gejala klinik dan diperkuat dengan pemeriksaan penunjang. Adapun
definisi kejang demam adalah kejang yang disebabkan kenaikan suhu
tubuh lebih dari 38C tanpa adanya infeksi susunan saraf pusat atau
gangguan elektrolit akut pada anak berusia di atas 1 bulan tanpa riwayat
kejang sebelumnya (IDAI, 2009). Kejang demam ialah bangkitan kejang
yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38C) yang
disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium(Konsensus Penatalaksaan
Kejang demam IDAI, 2006). Gejala klinikkejang demam kompleks
(Complex febrile seizure) salah satu ciri berikut ini:
a. Kejang lama > 15 menit, kejang yang berlangsung lebih dari 15
menit atau kejang berulang lebih dari 2 kali dan di antara bangkitan
kejang anak tidak sadar.Kejang lama terjadi pada 8% kejang
demam.
b. Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului
kejang parsial.
c. Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam, kejang 2 kali atau
lebih dalam 1 hari, diantara 2 bangkitan kejang anak sadar. Kejang
berulang terjadi pada 16% di antara anak yang mengalami kejang
demam.

Dalam laporan kasus ini pasien adalah anak perempuan usia 7tahun
dengan BB 23 kg datang dengan keluhan kejang 1 hari sebelum masuk
28

rumah sakit.Kejang diawali dengan demam. Kejang terjadi lebih dari lima
kali dan terjadi setiap 2 jam sekali. Kejang terjadi kira-kira 5 menit.
Kejang meliputi seluruh badan, mata melihat keatas dan lidah tergigit. Saat
kejang dan setelah kejang os tidak sadar. Demam terjadi sejak satu minggu
yang lalu disertai batuk pilek. Suhu saat demam tidak terlalu tinggi. Satu
hari SMRS os juga sempat muntah sebanyak 5 kali. Sebelum dibawa ke
RSAY os sempat dirawat selama 1 hari di RS Islam Metro, namun karena
kejang terus berulang maka os dirujuk ke RSAY. Riwayat sebelumnya
dengan keluhan yang sama disangkal,.Riwayat kejang pada anggota
keluarga disangkal.
Pada kasus ini pasien datang dengan keluhan kejang. Kejang yang terjadi
dapat disebabkan oleh beberapa faktor:
Intracranium seperti pendarahan atau sumbatan pada otak.
Ektracranium seperti kejang demam, infeksi SSP, atau epilepsi.
Pada penyakit intracranium kejang biasanya timbulakibat adanya trauma
atau ada riwayat trauma sebelumnya termasuk trauma saat jalan lahir.
Kejang karena faktor intrakranium bisa timbul tanpa diawali demam
terlebih dahulu dan diikuti dengan pemeriksaan fisik reflek pupil yang
abormal anisokor ataupun pin point hingga terjadi penunurunan kesadaran.
Dari allonamnesa tidak ditemukan riwayat trauma, penurunan kesadaran
dan pemeriksaan fisik GCS dan reflek pupil yang abnormal sehingga
faktor kejang dari intracranium dapat disingkirkan. Kelainan akibat faktor
ekstracranium, dapat disebabkan oleh kejang demam, epilepsi dan infeksi
SSP. Pada pasien ini tidak ditemukan hasil yang positif pada pemeriksaan
rangsang meningeal sehingga infeksi SSP seperti meningitis dapat
disingkirkan. Untuk perbedaan kejang demam dan epilepsi dapat
dibandingkan dengan faktor resiko terbesar pada pasien. Pada pasien ini
kejang terjadi baru pertama kali dengan riwayat epilepsi pada keluarga
29

disangkal serta kejang diawali dengan demam. Oleh karena itu diagnosa
lebih mengarah pada kejang demam.
Berdasarkan kriteria pada kejang demam kompleks (Konsensus
Penatalaksaan Kejang demam IDAI, 2006), pasien pada kasus ini
mempunyai salah satu dari kriteria tersebut yakni: kejang berulang lebih
dari 1 kali dalam 24 jam, kejang 2 kali atau lebih dalam 1 hari, diantara 2
bangkitan kejang anak sadar. Sehingga diagnosa yang kam tetapkan pada
pasien ini adalah kejang demam kompleks.

2. Apakah penatalaksaan pada kasus sudah tepat ?
Pada awal masuk di UGD pasien ini diberikan penatalakasanaan:
Pemberian O2 diberikan untuk mengatasi hipoksemia yang
disebabkan oleh peningkatan kebutuhan oksigen dan energi.O2
nasal 4 liter/menit diberikan pada pasien ini pada saat kejang.
Pemasangan infus RL dengan kebutuhan cairan BB >20 kg; 85-
100cc/kgBB/hari. Berat badan pasien ini 23 kg, jadi diberikan
2070cc/hari. Sehingga pemberiannya XX tetes/menit.
Pemberian diazepam pada saat kejang digunakan dosis 0,3-0,5
mg/kg perlahan-lahan. Sehingga pada pasien ini seharusnya
diberikan diazepam IV sebanyak 6,9 mg (1 ampul) dengan
kecepatan 1-2 mg per menit dalam waktu 3- 5menit. Setelah
pemberian diazepam sebanyak 2 kali pasien tetap masih kejang,
sehingga dilanjutkan pembrian fenitoin dengan dosis 10-20
mg/kgBB IV perlahan dengan kecepatan 0,5- 1 mg/kgBB/menit.
Dosis fenitoin yang diberikan pada pasien ini seharusnya 230 mg
(2 ampul). Untuk pemberian diazepam dapat diberikan jika
pasien demam suhu diatas (38,5C) dengan dosis oral 0,3
mg/kgBB/8jam dapat menurunkan resiko kejang berulang.
30

Sehingga diazepam oral tablet dapat diberikan 3 tablet (6mg) jika
pasien demam suhu diatas (38,5C).
Antipiretik
Untuk mencegah timbulnya kejang akibat demam diberikan
parasetamol sirup dengan dosis 10-20 mg/kgBB, diberikan 230 mg,
sehingga diberikan 4x2cth. Jika keluhan demam telah hilang
pemberian obat ini dapat diberhentikan.
Antibiotik
Pemeberian antibiotika diberikan pada pasien yang observasi
kejang, terutama bila ada tanda-tanda infeksi.Pada pasien ini
didapatkan hasil lab peningkatan leukosit pada saat awal masuk RS
yakni 42.100/ul.Sehingga dapat diberikan antibiotik broad
spectrum terlebih dahulu yakni golongan beta lactam yang
dikombinasikan dengan aminoglikosida. Antibiotik yang diberikan
ceftriaxon dengan dosis 50-100mg/kgBB/hari sehingga diberikan
1050gr/hari (2x500 gr)ditambah dengan gentamisin dengan dosis
2-2.5mg/kgBB/hari sehingga diberikan 50mg/hari
seharusnya3x0,4cc (15mg).

Pengobatan rumat
Pengobatan rumat dipertimbangkan bila :
- Kejang berulang 2x atau lebih dalam 24 jam.
- Kejang demam terjadi pada bayi usia <12 bln
- Kejang demam > 4 kali per tahun.
Pada kasus ini pengobatan rumat dapat dipertimbangkan karena os
mengalami kejang berulang > 2x dalam waktu 24 jam.
Pengobatan rumat dapat diberikan asam valpoat dosis 15-40
mg/kgbb/hari terbagi dalam 2-3 dosis, namun pemberian harus
diperhatikan karena obat tsb dapat menyebabkan gangguan fungsi
hati. Ditambah pemberian fenobarbital 3-4 mg /kgbb/hari terbagi
31

dalam 1-2 dosis. Lama pengobatan diberikan selama 1 tahun bebas
kejang kemudian diberhentikan secara bertahap selama 1- 2 bulan.

3. Bagaimana prognosis pada kasus ?
Prognosis pada kasus ini dubia ad bonam, karena kemungkinan pasien
bisa mengalami kejang berulang lagi atau kecacatan atau kelainan
neurologis. Berdasarkan salah satu penelitian secara retrospektif laporan
kelainan neurologis terjadi pada sebagian kecil kasus, dan kelainan ini
biasanya terjadi pada kasus dengan kejang lama atau kejang berulang baik
umum atau fokal. Kematian karena kejang demam tidak pernah
dilaporkan.




32



DAFTAR PUSTAKA

1. Pusponegoro DH, Widodo D P, Ismael S.Konsensus Penatalaksanaan
Kejang Demam. Unit Kerja Koordinasi Neurologi: Badan Penerbit IDAI.
Th; 2006.hal; 1-15.
2. Bahtera T. Kejang Demam. Semarang: Badan Penerbit Universitas
Dipenogoro, Th; 2009. Hal; 22-67.
3. Deliana S. Tata Laksana Kejang Demam pada Anak. Sari Pediatri, Vol. 4,
No. 2, September 2002: 59 62
4. Nelson. E. Waldo. Ilmu Kesehatan Anak. EGC. 2000
5. Pusponegoro, dkk. Standart Pelayanan Medis Kesehatan Anak, Kejang
Demam; Penerbit; IDAI; 2005, Hal 209-211





33

a. Kejang demam kompleks ialah kejang demam yang lebih lama dari 15 menit, fokal atau
multiple (lebih dari 1 kali kejang per episode demam).
b. Kejang demam sederhana ialah kejang demam yang bukan kompleks.
c. Kejang demam berulang adalah kejang demam yang timbul pada lebih dari satu episode
demam. Epilepsi ialah kejang tanpa demam yang terjadi lebih dari satu kali
(Soetomenggolo, 2000).
Faktor risiko berulangnya kejang demam adalah
a. Riwayat kejang demam dalam keluarga;
b. Usia kurang dari 18 bulan;
c. Temperatur tubuh saat kejang. Makin rendah temperatur saat kejang makin sering berulang;
d. Lamanya demam.
Adapun faktor risiko terjadinya epilepsi di kemudian hari adalah
a. Adanya gangguan perkembangan neurologis;
b. Kejang demam kompleks;
c. Riwayat epilepsi dalam keluarga; dan
d. Lamanya demam (IDAI,2009)
Beberapa hal yang harus dikerjakan bila kembali kejang
1. Tetap tenang dan tidak panic
2. Kendorkan pakaian yang ketat terutama disekitar leher.
3. Bila tidak sadar, posisikan anak terlentang dengan kepala miring. Bersihkan
muntahan atau lendir di mulut atau hidung. Walaupun kemungkinan lidah tergigit,
jangan memasukkan sesuatu kedalam mulut.
4. Ukur suhu, observasi dan catat lama dan bentuk kejang.
5. Tetap bersama pasien selama kejang
6. Berikan diazepam rektal. Dan jangan diberikan bila kejang telah berhenti.
7. Bawa kedokter atau rumah sakit bila kejang berlang-sung 5 menit atau lebih
Beberapa hal yang harus dikerjakan bila kembali kejang, hindarilah rasa panik dan lakukanlah
langkah-langkah pertolongan sebagai berikut:
1. Telungkupkan dan palingkan wajah ke samping
2. Ganjal perut dengan bantal agar tidak tersedak
3. Lepaskan seluruh pakaian dan basahi tubuhnya dengan air dingin. Langkah ini diperlukan
untuk membantu menurunkan suhu badannya.
4. Bila anak balita muntah, bersihkan mulutnya dengan jari.
5. Walupun anak telah pulih kondisinya, sebaiknya tetap dibawa ke dokter agar dapat
ditangani lebih lanjut (Widjaja, 2001).

Anda mungkin juga menyukai