Anda di halaman 1dari 103

BIOAKUMULASI LOGAM BERAT PADA IKAN

PATIN YANG DIBUDIDAYAKAN DI PERAIRAN


WADUK CIRATA DAN LABORATORIUM










ADANG SAPUTRA
C151 070 211



















SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009


PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI


Dengan ini, saya menyatakan bahwa tesis Biokumulasi Logam Berat pada
Ikan Patin yang Dibudidayakan di Perairan Waduk Cirata dan Laboratorium,
adalah karya saya sendiri dengan arahan komisi pembimbing dan belum pernah
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian
akhir tesis ini.


Bogor, 01 Agustus 2009

Adang Saputra
C 151070211




























ABSTRACT

ADANG SAPUTRA. Heavy Metal Bioaccumulation on Cultured Fish in Cirata
Reservoir and Laboratory. Under direction of Kukuh Nirmala and Tri Heru
Prihadi

Cirata reservoir in one of the reservoirs built in Citarum river in 1988. The
area of Cirata reservoir is about 6.200 ha, with the average dept of 106 m and
maximum water volume 2.165 million m
3
. In 2009, from the total number of
51.418 floating net cages (FNC) only 60% or 30.850 units with the total number
of fisheries household 2.838 that actively enganged in culture activities. Materials
for FNC construction consist of 56,06% iron ploating and 43,94% sterefoam.
Pangasius djambal is one of fish commodities cultured in Cirata reservoir affect
the condition of its resources in term of water quality degradation either
physically, chemically, or biologically. One of chemical factor contributing to the
pollutan is heavy metal. Toxic heavy metals that have bigger contribution to the
pollutan of P. djambal in Cirata reservoir are Pb, Cd, Hg, and Fe. Rate
accumulation of heavy metal in P. djambal is important to be studied especiall in
accordance with food savety issues. The research was conducted in two phases
that are field activities in J uly-December 2008 and laboratory activities from
October-December 2008. Result of water quality analysis that was evaluated using
Storet method showed that water quality in class I, II, and III were heavily
polluted, only in class IV was categorized into moderately polluted. Base on the
results of plankton abundance analysis, Cirata reservoir is categorized as eutrophic.
Results of heavy metal showed that accumulation of Pb and Fe has exceed the
standard of food safety while Hg and Cd were still safe. Besides, result of heavy
metal bioaccumulation calculation indicated that most of accumulation exist in the
sediment. Furthermore, results of bioaccumulation analysis on sediment explained
that there is no direct impact of bioaccumulation to the fish organ except from
water compartement. On the other hand, results of correlation regression
calculation showed that correlation between sediment and water and water and
fish organ is negative while between sediment and fish organ is positive. Therefor,
fish will easily absorb heavy metal from water compartement.


Keywords: cirata reservoir, bioaccumulation, heavy metal, food savety, pangasius
djambal











RINGKASAN

ADANG SAPUTRA. Bioakumulasi Logam Berat pada Ikan Pating yang
Dibudidayakan di Perairan Waduk Cirata dan Laboratorium. Dibimbing oleh
Kukuh Nirmala dan Tri Heru Prihadi.

Pada awal pembangunannya, Waduk Cirata bertujuan untuk memenuhi
kebutuhan tenaga listrik dan air irigasi serta pengendalian banjir. Namun dengan
perkembangan waktu dan kebutuhan manusia, keberadaan Waduk Cirata telah
membuka peluang bagi perkembangan subsektor pembangunan lain seperti
perikanan, air minum, pariwisata, dan perhubungan. Aktivitas kegiatan perikanan
pada tahun 2009 jumlah KJ A yang ada di Waduk Cirata sebanyak 51.418 unit
dengan jumlah rumah tangga petani (RTP) 2.838. Menurut BPWC (2009) material
yang digunakan untuk KJ A yaitu pelampung 56,06% dari besi dan 43,94% dari
busa, memberikan kontribusi terhadap pencemaran salah satunya akumulasi
logam berat. Akibat dari pencemaran ini, terjadi perubahan struktur komunitas
perairan, rantai makanan, tingkah laku biota, efek fisiologi, genetika, dan
resistensi terhadap penyakit.
Dampak dari akumulasi logam berat pada ikan adalah menurunkan tingkat
kematangan gonad, menutup membran insang sehingga ikan kekurangan oksigen,
menghambat pertumbuhan, dan ikan yang diproduksi menjadi tidak aman untuk
dikonsumsi. Salah satu komoditas yang dibudidayakan di Waduk Cirata adalah
ikan patin (Pangasius djambal). Ikan ini mempunyai nilai ekonomis tinggi,
mempunyai toleransi tinggi, relatif tahan terhadap penyakit, dan merupakan
komoditas unggulan bagi produksi perikanan Indonesia. Tetapi karena kebiasaan
makannya adalah plankton dan jasad benthos maka tingkat respirasi bahan kimia
diantaranya logam berat menjadi tinggi. Akumulasi logam berat oleh ikan patin
sangat penting untuk diketahui karena berhubungan dengan keamanan pangan.
Penelitian lapangan dilaksanakan di Waduk Cirata pada bulan J uli-
Desember 2008 dan Laboratorium pada bulan Oktober-Desember 2008. Sampel
sedimen dan air diambil dari Waduk Cirata, sedangkan ikan patin diambil dari
KJ A milik Pusat Riset Perikanan Budidaya yang berada di bagian tengah.
Pemeliharaan ikan patin di KJ A milik Pusat Riset Perikanan Budidaya selama 6
bulan mulai dari bulan Juli-Desember 2008. Berat ikan pada awal penebaran rata-
rata 300 g dan selama pemeliharaan tidak di beri pakan.
Kegiatan di lapangan adalah pengukuran logam berat pada ikan patin umur
pemeliharaan 0 dan 6 bulan serta pengukuran kualitas air yang meliputi faktor
fisika, kimia, dan biologi. Kegiatan laboratorium berupa analisis logam berat pada
air, sedimen, dan ikan patin yang dilakukan di Laboratorium Lingkungan
Budidaya Perikanan FPIK-IPB dan Balai Besar Pengembangan Budidaya air
Tawar, Sukabumi.
Kegiatan yang dilaksanakan di Laboratorium Lingkungan Budidaya
Perikanan, Departemen Budidaya Perikanan, FPIK-IPB adalah pemeliharaan ikan
patin dalam akuaruim. Akuarium yang digunakan sebanyak 6 buah, yang terdiri
dari 3 buah akuarium menggunakan sedimen dari Cirata masing-masing diisi
setinggi 10 cm. Tiga akuarium lainnya digunakan sebagai pembanding untuk tiap-
tiap stasiun tanpa diberi sedimen.

Kegiatan pemeliharaan ikan patin dimulai pada bulan Oktober-Desember
2008 dengan benih ikan patin diambil dari KJ A Pusat Riset Perikanan Budidaya
di Waduk Cirata yang sudah dipelihara selam 3 bulan. Tiap-tiap akuarium diisi
ikan patin sebanyak 3 ekor dengan berat rata-rata 600 g. Selama pemeliharaan,
ikan diberi pakan secukupnya. Pada bulan Desember 2008 dilakukan pengambilan
sampel ikan untuk dianalisis kandungan logam beratnya dilaboratorium.
Untuk melihat status kualitas airnya dianalisis menggunakan Metode
STORET. Metode untuk mengetahui keeratan hubungan antar kandungan logam
berat Hg, Pb, Cd, dan Fe dalam air, sedimen, dan ikan patin dihitung dengan
analisis regresi dan korelasi (Manttjik dan Sumertajaya, 2002) dengan software
minitab 14.0. Faktor distribusi sedimen dihitung menggunakan perbandingan
koefisien distribusi (Kd) pada sedimen, air, dan ikan. Untuk melihat perbandingan
tingkat biokonsentrasi faktor logam berat pada ikan dan air serta ikan dan sedimen
menggunakan rumus bioconsentration factor (BCF). Kelimpahan plankton
dinyatakan sebagai jumlah individu plankton per satuan volume air dihitung
dengan menggunakan metode Lackey Drop Microtransect counting (APHA,
1989).
Kualitas air Waduk Cirata untuk budidaya ikan dengan perhitungan
menggunakan Metode Storet sudah termasuk dalam kategori tercemar berat.
Parameter yang memberikan kontribusi terhadap pencemaran yaitu: sulfide,
ammonia, fenol, total fosfat, Pb, Cd, dan Fe. Hasil analisis terhadap plankton di
Waduk Cirata Termasuk kategori tercemar dan hasil analisis terhadap krorofil
a

perairan Waduk Cirata sudah termasuk kategori eutrofik-hypereutrofik (20-60
g/L).
Konsentrasi Pb pada insang baik yang dipelihara di Cirata maupun akuarium
akumulasinya telah melebihi bakumutu standar kemanan pangan. Hasil
perhitungan terhadap akumulasi Cd pada insang masih dalam ambang yang
ditoleransi untuk keamanan pangan dari Kepdirjen P2HP-DKP Nomor. KEP.
010/DJ -P2HP/2007 yaitu sebesar 0,10 mg/Kg . Konsentrasi logam Hg pada insang
yang dipelihara di Waduk Cirata maupun di akuarium masih dalam ambang
standar baku mutu untuk keamanan pangan. Kandungan Fe pada insang ikan ini
sudah tidak aman untuk dikonsumsi oleh manusia karena lebih tinggi dari standar
baku mutu yang direkomendasikan oleh EPA (1987) dalam Laws (1993) yaitu
sebesar 3 mg/Kg.
Konsentrasi Pb pada hati ikan baik yang dipelihara di Waduk Cirata maupun
akuarium akumulasinya telah melebihi baku mutu standar kemanan pangan.
Akumulasi logam Cd pada hati ikan patin masih dalam ambang yang ditoleransi
untuk keamanan pangan. Konsentrasi logam Hg pada hati ikan patin yang
dipelihara baik di Waduk Cirata maupun akuarium masih dalam ambang standar
baku mutu keamanan pangan. Logam Fe pada hati telah termasuk dalam kategori
yang tidak aman untuk dikonsumsi oleh manusia karena melebihi standar baku
mutu.
Akumulasi logam berat Pb pada daging baik yang dipelihara di Waduk
Cirata maupun akuarium akumulasinya telah melebihi baku mutu standar
keamanan pangan. Konsentrasi logam Cd pada daging masih dalam ambang yang
aman untuk dikonsumsi. Konsentrasi logam Hg pada daging ikan patin yang
dipelihara baik yang di Waduk Cirata maupun akuarium masih dalam ambang

standar baku mutu keamanan pangan. Konsentrasi logam berat Fe pada daging
ikan sudah melebihi standar kamanan pangan.
Hasil perhitungan terhadap nilai koefisien determinasi antara sedimen dan
air sudah melebihi nilai afinitasnya (>5). Sedangkan perhitungan terhadap faktor
biokonsentrasi logam berat antara sedimen dan organ tubuh ikan patin termasuk
dalam kategori rendah karena di bawah nilai afinitas (<1). Sedengkan BCF antara
air dengan organ tubuh ikan nilainya bervariasi antara mdium sampai tinggi
karena di atas nilai afinitasnya.
Hasil uji regresi korelasi antara sedimen dengan air mempunyai nilai
korelasi negatif. Korelasi antara sedimen dengan organ tubuh ikan (insang, hati,
dan daging) bernilai positif baik di awal penelitian, akhir penelitian, maupun yang
diakuarum dengan variasi di atas 53%. Regresi korelasinya antara air dan organ
tubuh ikan bernilai negatif. Ini menggambarkan bahwa yang memberikan dampak
akumulasi logam berat pada ikan patin yaitu dari air.

Kata kunci: waduk cirata, bioakumulasi, logam berat, keamanan pangan,
pangasius djambal












































@ Hak Cipta milik IPB, Tahun 2009
Hak Cipta dilindungi Undang-undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.



















BIOAKUMULASI LOGAM BERAT PADA IKAN PATIN
YANG DIBUDIDAYAKAN DI PERAIRAN WADUK CIRATA
DAN LABORATORIUM










ADANG SAPUTRA
C151 070 211












Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Ilmu Akuakultur









SEKOLAH PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009

J udul Tesis : Bioakumulasi Logam Berat pada Ikan Patin yang Dibudidayakan:
di Waduk Cirata dan Laboratorium
Nama : Adang Saputra
NIM : C151070211




Disetujui
Komisi Pembimbing





Dr. Ir. Kukuh Nirmala, M.Sc Dr. Ir. Tri Heru Prihadi, M.Sc
Ketua Anggota





Diketahui




Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana
Ilmu Akuakultur







Prof. Dr. Ir. Enang Harris, MS Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S






Tanggal Ujian : 20 Agustus 2009 Tanggal Lulus :

















Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Tatag Budiardi, M.Si.

















PRAKATA

Puji dan Syukur penulis panjatkan Kehadirat Illahirobi, atas rahmat dan
ridho-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih
dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan J uli 2008 ini ilalah logam berat,
dengan judul Bioakumulasi Logam Berat pada Ikan Patin yang Dibudidayakan di
Waduk Cirata dan Laboratorium.
Terima kasih dan penghargaan yang tak terhingga penulis sampaikan
kepada :
1. Bapak Dr. Ir. Kukuh Nirmala, M.Sc, selaku Ketua Komisi Pembimbing dan
Bapak Dr. Ir. Tri Heru Prihadi, M.Sc selaku anggota komisi pembimbing.
2. Kepala Badan Riset Kelautan dan Perikanan, atas bantuan Beasiswa untuk
mengikuti pendidikan Program Master.
3. Kepala Pusat Riset Perikanan Budidaya, atas bantuan dan izin yang diberikan
selama mengikuti pendidikan.
4. Prof. Dr. Achmad Sudradja, selaku peneliti senior pada Pusat Riset Perikanan
Buidaya yang selalu memberikan bimbingan dan memotivasi dalam
menyelesaikan studi.
5. Dra. Irsyapihani Insan,M.Si., selaku Kepada Bidang Pelayanan Teknis, Pusat
Riset Perikanan Budidaya.
6. Ir.Bambang Priono, SU, selaku Kepala Bagian Tata Usaha Pusat Riset
Perikanan Budiaaya.
7. Ir. Lies Emawati Hadie, M.Si, selaku Kepala Bidang Monitoring dan Evaluasi
Pusat Riset Perikanan Budidaya.
8. Purnomo Indra Basuki, S.E. selaku Kepala Subidang Publikasi dan
Perpustakaan Pusat Riset Perikanan Budidaya.
9. Laboratorium Lingkungan Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar
Sukabumi
10. Laboratorium Lingkungan Budidaya Perikanan, Departemen Budidaya
Perikanan, FPIKA-IPB.
11. Kepada kedua orang tua tercinta Alm (Bapak Madsahri dan Ibunda Enah
Manah).
12. Untuk istri tercinta (Tri Wahyuni, A.Pi) dan anak-anakku (Diah Mutiara
Safitri dan Firman Mutiara Saputra) serta kaka-kaka tercinta.
13. Armen Hidayat, I. Nyoman Radiarta, Ofri Johan, Rasidi, Suprapti, J oni
Haryadi, Diana, Erfina Safitri, Anjang B. Prastyo, IRA, Idil dan semua teman
sejawat yang selalu membantu dalam penyelesaian karya ilmiah ini)
14. Purnamawati dan rekan-rekan Program Studi Ilmu Akuakultur serta semua
pihak atas bantuan dan kerjasamanya dalam penyelesaian karya ilmiah ini.

Penulis menyadari karya ilmiah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena
itu saran dan kritik untuk perbaikan akan sangat penulis hargai. Semoga karya
ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2009
Adang Saputra


RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 12 Nopember 1973 di Ciamis, J awa Barat.
Penulis merupakan anak kelima dari pasangan Bapak Madsahri dan Ibunda Enah
Manah (Alm.).
Penulis lulus dari SD Negeri Tanjung Sari Kecamatan Cipaku, Kabupaten
Ciamis pada tahun 1987, SMP Negeri Kawali, di Kecamatan Kawali, Kabupaten
Ciamis lulus pada tahun 1990, pada tahun 1993 lulus dari Sekolah Menengah
Pertanian Negeri Cirebon. Pada tahun yang sama penulis diterima di Sekolah
Tinggi Perikanan J akarta dan lulus pada tahun 1998. Diangkat menjadi pegawai
negeri di Pusat Riset Perikanan Budidaya pada tahun yang sama sampai sekarang
dan pada tahun 2000 diterima pada program sarjana di IPB jurusan Pengelolaan
Sumberdaya Perairan. Pada tahun 2007 penulis melanjutkan S2 di Institut
Pertanian Bogor, Program Studi Ilmu Akuakultur atas biaya Badan Riset Kelautan
dan Perikanan.
Pada tanggal 9 Pebruari 1999 penulis menikah dengan Tri Wahyuni, A.Pi,
dan dikarunia dua orang anak Diah Mutiara Safitri (14 Oktober 1999), dan Firman
Mutiara Saputra (1 September 2003).















DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL . xv

DAFTAR GAMBAR . xvi

DAFTAR LAMPIRAN... xviii

1.PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang .. 1
1.2. Pendekatan dan Rumusan Masalah .. 7
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian . 8
1.4. Hipotesis 8

2. TINJ AUAN PUSTAKA .... 9
2.1. Perairan Waduk Cirata .. 9
2.2. Sumber Logam Berat .................................................................... 14
2.3. Logam Berat dalam Ekosistem Perairan........................................ 17
2.4. Sifat Fisika Kimia Logam Berat.... 18
2.4.1. Sifat fisika dan kimia logam timbal (Pb).... 18
2.4.2. Sifat fisika dan kimia logam kadmium (Cd)....................... 19
2.4.3. Sifat fisika dan kimia logam merkuri (Hg)......................... 19
2.4.4. Sifat fisika dan kimia logam besi (Fe) 20
2.5. Mekanisme Akumulasi Logam Berat oleh Ikan Patin..................
21
2.5. Dampak Logam Berat pada Ikan Patin ........................................ 22
2.6. Budidaya Ikan Patin dalam Keramba J aring Apung (KJ A) di
Waduk Cirata................................................................................
24

3. METODE PENELITIAN .. 29
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian... 29
3.2. Metode Pelaksanaan Penelitian..................................................... 29
3.3. Alat dan Bahan.............................................................................. 30
3.4. Prosedur Kerja .......... 31
3.4.1. Kegiatan Lapang (survai)........ 31
3.4.2. Kegiatan Laboratorium... 34

3.5. Analisis Data..........................................................
34
3.5.1. Evaluasi dengan Metode Stopret................................. 34
3.5.2. Regresi korelasi....... 35
3.5.3. Kefisien determinasi (Kd)... 36
3.5.4. Biokonsentrasi faktor (BCF)... 36

3.5.5.Kelimpahan plankton........... 36

4. HASIL DAN PEMBAHASAN.. 38
4.1. Kondisi Perairan Waduk Cirata Secara Fisik, Kimia, dan Biologi 38

4.2. Kandungan Logam Berat pada Ikan .............................................. 43
4.2.1. Insang...... 43
4.2.2. Hati...................................................................................... 48
4.2.3. Daging................................................................................. 52

4.3. Distribusi Logam Berat pada Media Pemeliharaan Ikan... 57
4.3.1. Logam berat timbal (Pb)..... 57
4.3.2. Logam berat kadmium (Cd).... 58
4.3.3. Logam berat merkuri (Hg)...... 59
4.3.4. Logam berat besi (Fe)..... 59

4.4. Distribusi Logam Berat pada Organ Ikan.. 60
4.4.1. Logam berat timbal (Pb)..... 60
4.4.2. Logam berat kadmium (Cd).... 61
4.4.3. Logam berat merkuri (Hg)...... 61
4.4.4. Logam berat besi (Fe)..... 62

4.5. Bioakumulasi Logam Berat pada Sedimen, Air, dan Ikan 63

4.6. Hubungan Antara Parameter.. 66
4.6.1. Hubungan antara Logam Berat pada Sedimen dan Air .. 66
4.6.2. Hubungan antara Logam Berat pada Sedimen dengan
Insang Ikan .........................................................................
66
4.6.3. Hubungan antara Logam Berat pada Sedimen dengan Hati
Ikan.............
68
4.6.4. Hubungan antara Logam Berat pada Sedimen dengan
Daging Ikan.........................................................................
69
4.6.5. Hubungan antara Logam Berat pada Air dengan Insang
Ikan.
70
4.6.6. Hubungan antara Logam Berat pada Air dengan Hati
Ikan.
71
4.6.7. Hubungan antara Logam Berat pada Air dengan Daging
Ikan.
72

5. KESIMPULAN DAN SARAN.
73
5.1. Kesimpulan.................................................................................... 73
5.2. Saran.............................................................................................. 73
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................... 74

LAMPIRAN.................................................................................................... 79



DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. J umlah KJ A dan rumah tangga petani di Waduk Cirata tahun 2009 11
2. Data kualitas perairan Waduk Cirata pada tahun 2003 12
3. Batas toleransi konsentrasi beberapa unsur dan senyawa logam
berat...........................................................................................
16
4. Kisaran umum konsentrasi logam dalam tubuh ikan........ 16
5. Komposisi umum unsur logam dalam sedimen tanah........................... 16
6. Batas maksimum logam dalam air untuk keamanan
manusia.........................................................................................................
17
7. Parameter air yang diukur dan alat yang digunakan............................. 31
8. Parameter-parameter kualitas air, sedimen, dan ikan yang diukur di
laboratorium..........................................................................................
32
9. Penentuan kualitas air Waduk Cirata dengan Metode Storet................ 39
10. Nilai parmeter kualitas air hasil pengukuran dan standar baku mutu... 39
11. Hasil analisis terhadap kelimpahan plankton di Waduk Cirata............. 41
12. Klasifikasi tingkat kesuburan perairan berdasarkan unsur hara dan
biomassa fitoplankton (krorofil
a
) (DKP 2007)......................................
42
13. Hasil perhitungan koefisien determinasi (Kd) pada sedimen dan air
Waduk Cirata.........................................................................................
63
14. Nilai BCF antara insang ikan yang dipelihara di Waduk Cirata dan
sedimen..................................................................................................
63
15. Nilai BCF antara hati ikan yang dipelihara di Waduk Cirata dan
sedimen..................................................................................................
64
16. Nilai BCF antara daging ikan yang dipelihara di Waduk Cirata dan
sedimen..................................................................................................
64
17. Nilai BCF antara insang ikan yang dipelihara di Waduk Cirata dan
Air..........................................................................................................
64
18. Nilai BCF antara hati ikan yang dipelihara di Waduk Cirata dan
Air..........................................................................................................
65
19. Nilai BCF antara daging ikan yang dipelihara di Waduk Cirata dan
Air..........................................................................................................
65


DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Gambaran umum Waduk Cirata dilihat dari Citra Landsat ETM 7
akuisisi bulan September 2004 .........................................................
2
2. Sebaran titik pengambilan sample sediment, air, dan ikan di Waduk
Cirata.....
30
3. Logam berat Pb (mg/Kg) dalam insang ikan patin........... 43
4. Logam berat Cd (mg/Kg) dalam insang ikan patin....... 44
5. Logam berat Hg (mg/Kg) dalam insang ikan patin....... 45
6. Logam berat Fe (mg/Kg) dalam insang ikan patin........ 47
7. Logam berat Pb (mg/Kg) dalam hati ikan patin........ 48
8. Logam berat Cd (mg/Kg) dalam hati ikan patin................... 49
9. Logam berat Hg (mg/Kg) dalam hati ikan patin................... 50
10. Logam berat Fe (mg/Kg) dalam hati ikan patin.................... 51
11. Logam berat Pb (mg/Kg) dalam daging ikan patin............... 52
12. Logam berat Cd (mg/Kg) dalam daging ikan patin............... 54
13. Logam berat Hg (mg/Kg) dalam daging ikan patin.................. 55
14. Logam berat Fe (mg/Kg) dalam daging ikan patin................... 56
15 Logam berat Pb pada media pemeliharaan........................................... 57
16 Logam berat Cd pada media pemeliharaan........................................... 58
17 Logam berat Hg pada media pemeliharaan........................................... 59
18 Logam berat Fe pada media pemeliharaan............................................ 59
19 Logam berat Pb pada organ tubuh ikan patin........................................ 60
20 Logam berat Cd pada organ tubuh ikan patin....................................... 61
21 Logam berat Hg pada organ tubuh ikan patin....................................... 61
22 Logam berat Fe pada organ tubuh ikan patin........................................ 62
23. Total akumulasi logam berat pada ikan................................................. 66






DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Hasil pengukuran dan analisis kualitas air 79
2. Hasil evaluasi kualitas air Waduk Cirata dengan Metode Storet.. 80
3. Hasil analisis logam berat awal penelitian............................................ 81
4. Data hasil analisis logam berat akhir penelitian.................................... 82
5. Hasil regresi dan korelasi sedimen dan air Waduk Cirata.................... 84
6. Hasil regresi dan korelasi sedimen dan insang ikan patin..................... 85
7. Hasil regresi dan korelasi sedimen dan hati ikan patin......................... 86
8. Hasil regresi dan korelasi sedimen dan daging ikan patin.................... 87
9. Hasil regresi dan korelasi air dan insang ikan patin.............................. 88
10. Hasil regresi dan korelasi air dan hati ikan patin.................................. 89
11. Hasil regresi dan korelasi air dan daging ikan patin............................. 90

1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Waduk adalah genangan air yang sengaja dibuat dengan membendung aliran
sungai. Waduk juga merupakan penampungan alami dalam pengumpulan unsur
hara, bahan padatan, dan bahan kimia toksik baik pada air maupun dasar/sedimen
perairan dan unsur tersebut merupakan sumber kontaminan yang utama. Pada
umumnya unsur kontamin terdiri dari minyak, pestisida, dan substansi toksik yang
dapat merusak kehidupan dasar perairan serta ikan yang hidup didalamnya.
Menurut Darmono (2008) kondisi hujan asam dan asam dari aliran air yang
mengalir ke danau atau waduk merupakan masalah yang serius pada danau atau
waduk karena asam dapat tertimbun didalamnya dan menjadi racun. Karena hujan
asam akan mempercepat proses bioakumilasi logam berat.
Waduk Cirata merupakan salah satu waduk yang dibangun di Daerah Aliran
Sungai (DAS) Citarum pada tahun 1988 yang terletak antara Waduk Saguling dan
J atiluhur. Posisi Waduk Cirata berada pada ketinggian 221 m dpl, luas 6.200 ha,
dan kedalaman mencapai 106 m dengan volume air maksimum 2.165 juta m
3

(Husen, 2004). Sedangkan menurut Radiarta et al., (2005) Waduk Cirata telah
mengalami penurunan (degradasi), kedalam maksimum hanya mencapai 89 m.
Kisaran kedalaman yang paling dominan pada Waduk Cirata adalah 21-30 m yang
mencapai 26%.
Pada awal pembangunannya, Waduk Cirata bertujuan untuk memenuhi
kebutuhan tenaga listrik dan air irigasi untuk pertanian serta pengendalian banjir.
Namun dengan perkembangan waktu dan kebutuhan manusia, keberadaan Waduk
Cirata telah membuka peluang bagi perkembangan sektor dan subsektor
pembangunan lain seperti perikanan, air minum, pariwisata, dan perhubungan.
Dalam rangka pemanfaatan waduk begi kegiatan perikanan, dalam
pengelolaannya harus dapat mengoptimalkan produksi ikan, menghindari konflik,
dan menjaga kelestarian lingkungan serta sumberdayanya sehingga pemanfaatan
tersebut dapat berkesinambungan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan
masyarakat.



2
106
106
107
107
108
108
-8 -8
-7 -7
-6 -6
Waduk Cirata














Gambar 1. Gambaran umum Waduk Cirata dilihat dari Citra Landsat ETM 7
akuisisi bulan September 2004

Sesuai dengan sifatnya, Waduk Cirata merupakan sumber daya alam yang
akan mengalami penurunan daya guna apabila pengaruh lingkungan yang
ditimbulkan olah aktifitas manusia dan industri terlalu berat. Penurunan daya guna
ini dapat berupa penurunan kualitas perairan yang bersifat fisik, kimia, maupun
biologi. Adanya masukan limbah yang merupakan bahan asing bagi perairan
akibat dari aktifitas manusia, akan menyebabkan terjadinya pencemaran perairan
yang dapat mengakibatkan perubahan sifat fisik, kimia, dan biologi perairan
tersebut.
Dampak aktifitas manusia yang signifikan mempengaruhi penurunan
kualitas perairan Waduk Cirata adalah budidaya ikan dengan teknologi Keramba
J aring Apung (KJ A). Menurut Misbah (2004) dampak positif dari kegiatan
budidaya ikan dengan KJ A adalah meningkatkan pendapatan daerah setempat,
mengurangi jumlah pengangguran, dan meningkatkan pendapatan nasional. Selain
dampak positif, KJ A juga mempunyai dampak negatif apabila tidak mengikuti
pada standard oprating procedure (SOP) yaitu mempercepat penurunan kualitas


3
air. Penurunan kualitas air berdampak pada penurunan daya dukung Waduk
Cirata. Komoditas ikan yang dibudidayakan di Waduk Cirata adalah ikan mas,
nila, patin, dan bawal.
Menurut DKP (2007), daya dukung suatu perairan untuk kegiatan budidaya
dalam KJ A adalah tingkat maksimum produksi (ikan) yang dapat didukung oleh
suatu perairan pada tingkat perubahan konsentrasi total P yang masih dapat
diterima oleh masyarakat yang terkait dengan perairan yang bersangkutan. Daya
dukung waduk untuk perikanan budidaya ialah sejumlah atau besaran stok ikan
maksimal atau potensi produksi yang bisa ditampung atau dipelihara dengan
berbagai sarana pemeliharaan di waduk dengan memperhatikan keberlanjutan
waduk yang tidak mengurangi kualitas lingkungan yang diperlukan bagi pelaku
budidaya dan masyarakat lain pengguna waduk. Keberlanjutan waduk berorientasi
pada pemanfaatan waduk yang maksimal dalam upaya pengelolaan konservasi
agar waduk bisa digunakan bagi pelaku budidaya generasi sekarang dan yang
akan dating, bahkan bagi pemanfaatan waduk lainnya.
Perkembangan KJ A di Waduk Cirata terus meningkat dari tahun ke tahun,
(Garno & Adibroto 1999) melaporkan pada tahun 1999 terdapat 27.786 KJ A
dengan produksi ikan 25.114 ton. J umlah 27.786 KJ A ini menutupi 136 ha atau
2,2% permukaan waduk dan sisa-sisa pakan yang tertampung di dalam waduk ada
sekitar 198,376 ton. Pada tahun 2003 dilaporkan bahwa jumlah KJ A yang ada di
Waduk Cirata sebanyak 38.276 unit yang menutupi permukaan waduk sebesar
15%-20%, dengan sisa pakan yang berada di dasar waduk sebesar 279.121 ton
(Prihadi 2004). Pada tahun 2009 jumlah KJ A yang ada di Waduk Cirata sebanyak
51.418 unit, tetapi yang aktif melakukan kegiatan budidaya hanya sebesar 60%
atau sebanyak 30.850 unit dengan jumlah rumah tangga petani (RTP) 2.838
(BPWC 2009).
Faktor manusia sangat berperan dalam memperburuk kondisi lingkungan
waduk. Penumpukan limbah yang diakibatkan dari sisa-sisa KJ A seperti
banyaknya busa yang mengambang, drum-drum bekas yang tenggelam, dan lain-
lain memberikan andil terhadap percepatan tingkat pencemaran lingkungan
(Misbah, 2004). Bahkan hasil penelitian dari PPSDAL-UNPAD serta Departemen
Teknologi Lingkungan ITB telah ditemukan bahan pencemar yang berasal dari


4
logam berat, yang merupakan sumber polutan sangat tidak diharapkan karena
akan berdampak cukup serius.
Sumber kegiatan yang memberikan kontribusi logam berat ke Waduk Cirata
ada dua yaitu kegiatan di darat (eksternal) dan kegiatan di Waduk Cirata itu
sendiri (internal). Kegiatan eksternal yang memberikan kontribusi logam berat
adalah pencucian emas, pabrik tekstil, pabrik cat, industri deterjen, pabrik baterai,
kegiatan pertanian, kendaraan bermotor, dan kegiatan limbah domestik yang
dibuang melalui sungai. Kegiatan di Waduk Cirata (internal) yang memberikan
kontribusi logam berat adalah kegiatan lalulintas kapal motor (perahu), pakan
ikan, anti poling, sisa minyak dalam drum pelampung, dan buangan domestik dari
penjaga KJA. Menurut BPWC (2009) material yang digunakan untuk KJ A
khususnya pelampung 28.824,93 unit (56,06%) dari besi dan 22.593,07 (43,94%)
dari busa yang berpotensi sebagai sumber logam Pb. Akibat dari pencemaran
logam berat ini menyebabkan perubahan struktur komunitas perairan, jaring
makanan, tingkah laku biota, efek fisiologi, genetika, dan resistensi terhadap
penyakit (Moriarty, 1987).
Secara umum diketahui bahwa logam berat merupakan unsur yang
berbahaya di permukaan bumi, sehingga kontaminasi logam berat di lingkungan
merupakan masalah besar dunia saat ini. Permasalahan spesifik logam berat di
lingkungan yaitu terakumulasinya logam berat yang menyebabkan tingkat
toksisitas pada tanah, udara, dan air terus meningkat.
Secara kimia sifat logam berat yaitu ionik, sehingga mudah mengendap pada
sedimen dan mempunyai waktu tinggal (residence time) sampai ribuan tahun.
Logam berat bisa juga terakumulasi dalam tubuh ikan melalui beberapa jalan
yaitu: pernapasan (respirasi), saluran makanan (biomagnifikasi), dan melalui kulit
(difusi) (Darmono, 2008). Dampak dari akumulasi logam berat pada ikan adalah
menurunkan tingkat kematangan gonad, menutup membran insang sehingga ikan
kekurangan oksigen, serta menghambat pertumbuhan. Faktor lain dari akumulasi
logam berat pada organ tubuh ikan adalah ikan yang diproduksi menjadi tidak
aman untuk dikonsumsi.
Di dalam ekosistem perairan pada umumnya logam berat berikatan dalam
senyawa kimia atau dalam bentuk logam ion, bergantung pada kompartemen


5
tempat logam tersebut berada. Tingkat kandungan logam berat pada setiap
kompartemen sangat bervariasi, bergantung pada lokasi, jenis kompartemen, dan
tingkat pencemarannya. Kompartemen sedimen menempati urutan pertama
sebagai tempat akumulasi logam berat yang paling tinggi, sehingga kompartemen
sedimen ini menjadi penting untuk diamati kontribusinya terhadap akumulasi
pada biota air.
Sedangkan air merupakan kompartemen kedua setelah sedimen. Menurut
Darmono (2008) tingkat konsentrasi logam berat dalam lingkungan perairan
dibedakan menurut tingkat pencemarannya, yaitu: polusi berat, polusi sedang, dan
non polusi. Oleh karena itu, pencemaran logam berat dalam lingkungan perairan
perlu dikaji dengan serius, karena efek dari toksisitas logam berat tersebut bisa
mengganggu keseimbangan lingkungan hidup.
Untuk mengukur pencemaran logam berat dalam lingkungan perairan, baik
pengaruh jangka pendek maupun jangka panjang perlu diketahui dulu sifat dari
siklus biogeokimiawi logam berat tersebut. Siklus perputaran logam berat dalam
air bisa dipelajari dengan konsep pendekatan sistem kehidupan air yang terdiri
dari sejumlah kompartemen dan peragaan alur dari perpindahan logam tersebut.
Menurut Hart & Lake (1987) salah satu siklus biogeokimiawi logam berat dalam
air yaitu kompartemen sedimen dasar perairan yang merupakan kompartemen
terbesar dari logam berat pada setiap ekosistem perairan.
Beberapa hasil penelitian tentang logam berat yang sering mencemari
habitat perairan ialah Hg, Cr, Cd, As, dan Pb (Anonimus, 1976). Menurut
Darmono (2001) yang termasuk dalam kelompok logam berat yang toksik adalah
Pb, Cd, dan Hg. Sedangkan menurut Effendi (2003) urutan toksisitas logam berat
di perairan adalah Hg, Cu, Cd, dan Zn. Davis dan Cornwell (1991)
mengemukakan, bahwa senyawa anorganik yang paling toksik dalam perairan
adalah As, Ba, Cd, Cr, Hg, Se, dan Ag. Sanusi (1985) mengemukakan air limbah
industri umumnya mengandung unsur logam berat beracun seperti Hg, Cd, Pb,
Cu, Zn, dan Ni.
Hasil kajian beberapa peneliti di Waduk Cirata melaporkan bahwa kondisi
logam beratnya sudah kritis. Menurut Prihadi (2004), kandungan logam berat di
Waduk Cirata sudah melampaui batas ambang yang diizinkan terutama Hg, Pb,


6
dan Zn
2+
. Kadar Hg sebanyak 510 g/L akan berdampak dalam meningkatkan
protein plasma sehingga ikan sulit untuk menyerap protein dan akan menurunkan
tingkat respirasinya sehingga pertambahan berat akan menurun, demikian juga
dengan konsentrasi Pb sebesar 0,1 g/L akan menurunkan laju tumbuh dan
konsentrasi Zn
2+
maks 0,2 mg/L akan menurunkan growth rate ikan yang
dipelihara (Jorgensen, 1989).
Menurut hasil pemantauan kualitas air Waduk Cirata Desember 2002 yang
dilakukan tim terpadu dari instansi tekait di wilayah Pemda J awa Barat dan ITB
dikemukakan bahwa konsentrasi beberapa jenis logam berat seperti: Pb (0,010-
0,015 mg/L), Zn (0,019-0,038 mg/L), Cr (0,002-0,005 mg/L), Cu (0,0034-0,0068
mg/L), Cd (0,006 mg/L), As (0,025-0,038) mg/L), dan Hg (0,00012-0,00017
mg/L). Hasil pemantauan BPWC Triwulan IV (2007) terhadap konsentrasi
beberapa logam berat di air Waduk Cirata yaitu: Fe (0,73 mg/L), Hg (0,13 g/L),
Cu (0,007 mg/L), Zn (0,008 mg/L). Menurut Amin (2008) jenis logam berat pada
tubuh ikan mas yang dipelihara di Waduk Cirata, yaitu: Hg (0,00131 mg/kg), Pb
(0,61 mg/kg), Cd (0,075 mg/kg), Zn (40,09 mg/kg), Cu (3,37 mg/kg), dan Ni
(2,26 mg/kg).
Hasil penelitian awal (J uni 2008) akumulasi logam berat pada sedimen
menunjukkan nilai Hg (26,83 mg/kg), Pb (2,38 mg/kg), Cd (0,32 mg/Kg), dan Fe
(29,50 mg/Kg), konsentrasi logam berat pada air yaitu: Hg (0,002 mg/L), Pb (0,11
mg/L), Cd (0,3 mg/L), dan Fe (0,02 mg/L), dan logam berat pada daging ikan
patin sebagai berikut: (Pb (0,10 mg/kg), Hg (0,0001 mg/kg), Cd (0,26 mg/kg) dan
Fe (0,52 mg/kg). Hal ini menunjukkan bahwa logam berat Hg, Pb, Cd, dan Fe
meberikan dampak yang cukup besar terhadap pencemaran pada ikan patin
maupun perairan Waduk Cirata itu sendiri.
Sifat dari logam berat yaitu tidak bisa direduksi serta terakumulasi baik pada
air, makhluk hidup, maupun sedimen. Sehingga jika terjadi umbalan (up welling)
yaitu perbedaan suhu di permukaan dan dasar perairan, maka logam berat yang
ada di dasar perairan akan teraduk dan terbawa ke permukaan perairan. Logam
berat merupakan salah satu kontaminan yang terbawa oleh air dapat
mengakibatkan kematian pada ikan yang dipelihara dan biota lainnya, serta
memberikan andil dalam menimbulkan pencemaran. Penomena alam seperti ini


7
sering terjadi di Waduk Cirata sehingga mengakibatkan kematian ikan secara
massal dan pada akhirnya mengakibatkan kerugian yang sangat besar.
Salah satu komoditas ikan yang dibudidayakan di Waduk Cirata adalah ikan
patin (Pangasius djambal). Ikan ini mempunyai nilai ekonomis tinggi,
mempunyai toleransi yang tinggi terhadap lingkungan, relatif tahan terhadap
penyakit, dan merupakan komoditas unggulan bagi produksi perikanan air tawar
Indonesia. Menurut Cholik et al., (2005) ikan patin termasuk dalam kelompok
karnivora tetapi dapat memakan biji-bijian dan kacang-kacangan, sehingga diduga
tingkat respirasi bahan kimia diantaranya logam berat menjadi tinggi. Tingkat
akumulasi logam berat oleh ikan patin sangat penting untuk diketahui karena
berhubungan dengan keamanan pangan bagi manusia.

1.2. Pendekatan dan Perumusan Masalah
Kegiatan budidaya KJ A di Waduk Cirata sampai tahun 2009 sudah melebihi
daya dukung peruntukannya. Sehingga kualitas perairan Waduk Cirata mengalami
penurunan dan sudah ada berubahn tatanan lingkungan dari kondisi awal ke
kondisi yang lebih buruk sebagai akibat masuknya bahan-bahan pencemar.
Sumber pencemaran ini sebagian besar berasal dari pertambangan, peleburan
logam, pencucian tambang emas, limbah rumah tangga, kegiatan pertanian, dan
jenis industri lainnya.
Cemaran yang masuk ke ekosistem perairan Waduk Cirata diketegorikan
dalam 2 jenis yaitu: limbah anorganik dan organik. Salah satu cemaran limbah
anorganik adalah logam berat baik yang masuk dalam kelompok toksik maupun
esensial. Media akumulasi logam berat dalam ekosistem perairan yaitu pada
sedimen dan air. Akumulasi logam berat dari tiap kompartemen tersebut akan
terakumulasi oleh biota perairan diantaranya ikan patin melalui proses pernapasan
(osmoregulasi), pencernaan (biomagnifikasi) dan difusi.
J ika akumulasi logam berat oleh ikan patin melebihi standar keamanan
pangan maka akan berdampak buruk bagi yang mengkonsumsinya serta dapat
mengakibatkan kematian pada ikannya itu sendiri. Untuk itu, pengkajian
akumulasi logam berat pada organ tubuh ikan patin yang dipelihara di Waduk


8
Cirata dan Laboratorium sangat perlu untuk dianalisis karena akan berhubungan
dengan keamanan pangan.

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk: 1) Mendeskripsikan kandungan logam berat
Hg, Pb, Cd, dan Fe dalam sedimen dan air Waduk Cirata, serta akumulasinya pada
organ tubuh ikan patin (insang, hati, daging) dalam satu siklus budidaya. 2).
Menentukan hubungan kandungan logam berat pada sedimen, air, dan organ
tubuh ikan patin. 3). Menganalisis besarnya akumulasi logam berat pada ikan
patin yang dipelihara pada akuarium yang diberi media sedimen dari Waduk
Cirata dan tidak diberi sedimen. Manfaat dari penelitian ini adalah untuk
memberikan informasi kandungan logam berat di perairan Waduk Cirata, serta
akumulasinya pada organ tubuh ikan patin (insang, hati, dan daging) dalam satu
siklus budidaya.

1.4. Hipotesis
Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah :
1. Kandungan logam berat Hg, Pb, Cd, dan Fe pada sedimen dan air Waduk
Cirata telah melewati ambang batas baku mutu peruntukannya.
2. Terdapatnya korelasi kandungan logam berat pada sedimen, air, dan organ
tubuh ikan patin dalam satu siklus budidaya.
3. Kandungan logam berat Hg, Pb, Cd, dan Fe pada organ tubuh (insang, hati,
dan daging) dalam satu siklus budidaya ikan patin akan melewati batas
ambang beku mutu keamanan pangan.
4. Ikan yang dibudidayakan pada akuarium yang menggunakan sedimen
kandungan logam beratnya akan tinggi.

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Perairan Waduk Cirata
Pada umumnya habitat air tawar dibagi menjadi dua kelompok, yaitu (1)
perairan menggenang atau habitat lentik, misalnya waduk, danau, kolam, rawa,
dan (2) habitat perairan mengalir atau habitat lotik, misalnya mata air dan sungai
(Koesoebiono dalam Amin 2008). Menurut Amin (2008) habitat lotik terbagi lagi
menjadi dua zone yaitu habitat lotik dingin, dangkal, dan sering mempunyai dasar
aliran yang berbatu-batu serta habitat lotik hangat, lebih dalam dengan dasar
berlumpur.
Salah satu perairan yang mempunyai fungsi multi guna, yaitu waduk.
Waduk adalah wilayah yang digenangi air sepanjang tahun serta dibentuk atau
dibangun atas rekayasa manusia (J angkaru 2002). Waduk dibangun dengan cara
membendung aliran sungai sehingga air sungai tertahan sementara dan
menggenangi bagian daerah aliran sungai (DAS) atau watershed yang rendah.
Waduk dapat dibangun di dataran rendah maupun dataran tinggi. Waduk-waduk
yang dibangun di dataran tinggi atau hulu sungai akan memiliki bentuk menjari,
relatif sempit, bertebing curam, dan dalam. Sebaliknya waduk yang dibangun di
dataran rendah atau hilir sungai berbentuk bulat, relatif luas, dan badan air relatif
dangkal.
Waduk merupakan penampungan alami dalam pengumpulan unsur hara,
bahan padatan, dan bahan kimia toksik yang akhirnya mengendap di dasar
perairan sehingga perairan menjadi terkontaminasi. Unsur kontaminasi terdiri dari
minyak, pestisida, dan substansi toksik yang dapat merusak kehidupan dasar
perairan dan ikan yang hidup di dalamnya. Menurut Darmono (2008) kondisi
hujan asam dan asam dari aliran air yang mengalir ke danau atau waduk
merupakan masalah yang serius pada danau atau waduk karena asam dapat
tertimbun didalamnya. Biasanya waduk memiliki drainase, kedalaman rata-rata,
kedalaman maksimum, luas beban perairan yang lebih besar dibanding danau,
tetapi dengan waktu tinggal yang lebih pendek (Suwignyo 1981; Ryding & Rast
1989).
Selanjutnya Ilyas et al. (1990) menegaskan, waduk merupakan badan air


10
yang karakteristik fisika, kimia, dan biologinya berbeda dari sungai yang
dibendung. Dari kualitas airnya, waduk lebih stabil dibandingkan dengan sungai
asalnya. Waduk menunjukkan tingkat heterogenitas secara spasial dalam
produktifitas dan biomassa fitoplankton karena adanya gradien longitudinal,
kecepatam aliran, waktu tinggal, padatan tersuspensi, ketersediaan cahaya, dan
nutrien.
Waduk Cirata merupakan salah satu waduk yang ada di J awa Barat, berada
pada DAS Citarum. Waduk Cirata dibangun selain untuk kepentingan pembangkit
tenaga listrik, juga mampu menjadi pusat kegiatan perekonomian bagi masyarakat
di sekitar waduk. Waduk Cirata selesai dibangun pada tahun 1988 dengan volume
air pada waktu normal sekitar 2.160.000.000 m
3
, luas permukaan air 6.200 ha,
kedalaman rata-rata 34,9 m, terdapat kedalaman maksimum (Z
maks
) 106 m. Status
kesuburan perairannya adalah mesotrophic hingga eutrophic dengan pola
pencampuran massa air oligomictic (Prihadi 2004).
Selanjutnya Prihadi (2005) mengatakan, waduk ini mulai dioperasikan pada
tahun 1988 dengan luasan waduk saat dioperasikan pertama kali adalah 6.200 ha.
Kondisi Waduk Cirata sampai saat ini telah mengalami degradasi yang sangat
serius. Luasan permukaan Waduk Cirata makin lama semakin sempit dengan
kedalaman air yang makin berkurang, karena Waduk Cirata dimanfaatkan untuk
kegiatan budidaya ikan dalam KJ A. Menurut Radiarta et al. (2005) pada saat
musim penghujan (April 2002) luas waduk mencapai 5.794 ha, luas ini
mengalami penurunan saat musim kemarau (September 2002) yaitu 4.664 ha.
Kedalaman perairan Waduk Cirata mengalami degradasi dimana kedalaman
maksimum hanya 89 m dibandingkan dengan saat pertama kali waduk ini
dioperasikan yang mencapai 106 m.
Perkembangan KJ A di Waduk Cirata terbilang sangat cepat, (Garno &
Adibroto 1999 dalam Prihadi 2005) mencatat pada tahun 1999 terdapat 27.786
KJ A dengan produksi ikan 25.114 ton. KJ A menutupi 136 ha atau 2,2%
permukaan waduk dan sisa-sisa pakan yang tertampung di dalam waduk ada
sekitar 198,376 ton (8,667 ton N dan 1,239 ton P) sedangkan pada tahun 2003
tercatat sebanyak 38.276 unit KJ A, sehingga sisa pakan yang berada di dasar


11
waduk adalah sebesar 279.121 ton. J umlah KJ A ini sudah menutupi permukaan
Waduk Cirata sebesar 15%20%.
J umlah KJ A di Waduk Cirata sampai tahun 2003 mencapai 38.276 unit, hal
ini merupakan jumlah yang sudah melebihi kapasitas yang maksimal sekitar 10
ribuan unit. Pada tahun 2009 jumlah KJ A yang ada di Waduk Cirata sebanyak
51.418 unit, tetapi yang aktif melakukan kegiatan budidaya hanya sebesar 60%
atau sebanyak 30.850 unit dengan jumlah rumah tangga petani (RTP) 2.838
(BPWC 2009) (Tabel 1). Akibat dari jumlah yang melebihi dari kapasitas
asimilasinya berdampak pada kualitas air yang terus menurun (Tabel 2).
Tabel 1. J umlah KJ A dan rumah tangga petani di Waduk Cirata tahun 2009
Wilayah

No Nama desa
J umlah
Petani
(RTP)
J umlah KJ A
(petak/kolam)
Konstruksi
jaring (%)
drum
besi
busa
Zona 1
Bandung
1 Margalaksana 497 8.403
46,66 53,34
2 Margaluyu 262 6.337
3 Nanggeleng 51 586
4 Nyenang 128 1.794
5 Bojong
Mekar
20 328
Jumlah 958 17.448
Zona 2
Purwakarta
1 Citamiang 93 1.487
79,08 20,.92
2 Sinar Galih 83 2.288
3 Tegal datar 302 5.822
4 Pasir J ambu 87 1.573
Jumlah 565 11.170
Zona 3
Cianjur
1 Bobojong 220 2.614
42,44 57,94
2 Mande 413 8.140
3 Cikidang
Bayangbang
250 3.374
4 Kertajaya 174 2.790
5 Gunung Sari 54 1.078
6 Kamurang 204 4.804
Jumlah 1.315 22.800
Total 2.838 51.418 56,06 43,94
Sumber: BPWC (2009)



12
Menurut hasil analisis, limbah pakan yang terdapat di Waduk Cirata
berdasarkan kaedah Yap dalam Prihadi (2002) limbah pakan yang berada di dasar
perairan waduk akibat kegiatan perikanan budidaya sebanyak 279.121 ton, artinya
jika luas permukaan 6.200 ha sedangkan luas permukaan kegiatan keramba jaring
apung sekitar 158198 ha, dari perhitungan ini maka ketinggian limbah pakan
sekitar 2 meter. Banyaknya pakan yang berada di dasar perairan tersebut sangat
memungkinkan karena tingkat purifikasi air tidak mampu lagi bekerja untuk
menguraikan limbah organik tersebut, sehingga usaha restorasi waduk perlu
dilakukan segera.

Tabel 2. Data kualitas perairan Waduk Cirata pada tahun 2003
Oksigen tertarut (mg/L) : 6,58,5 (7,3 0,1)
Kandungan bahan organik KMnO
4
: 564
NO
3

(nitrate) (ml/L) : 0,1391,819 (0,762 0,072)
Alkalinitas (mg CaCO
3
/L) : 19,8948,63 (34,36 0,9)
NH
4
(amonia) (ml/L) : 0,1394,816 (2,752 t 0,072)
NO
2
(nitric) (ml/L) : 0,062 3,490 (2,66 t 0,59)
Total P (fosfor) (ml/L) : 0,2541,108 (0,721 t 0,024)
PO
4
(fosfat) (ml/L) : 0,1114 0,996 (0,560 t 0,024)
Mg (magnesium) : 32,00 84,00 (59,18 t 2,24)
Hg (air raksa) (mg/L) : 0,0020,018
Pb (plumbum) : 0,010,310
Zn2+ : 0,02 0,316
Mn (mg/L) : 0,060,48
Cr : 0,0250,63
Fe : 0,053,24
Cu : 0,000,02
Cd (mg/L) : 0,0070,012
Keasaman (pH) : 6,38,5
Kecerahan air (cm) : 60130 (1008)
Sumber : Prihadi (2004)
Keterangan : Nilai rata-rata dan Standar Deviasi

Produksi budidaya ikan di Waduk Cirata dari waktu ke waktu terus
menurun. Hal ini bisa kita lihat dari tingkat kematian sering terjadi hampir setiap
tahun. Salah satu faktor yang perlu mendapat perhatian ekstra dalam keberhasilan
budidaya ikan di Waduk Cirata adalah kualitas air yang sesuai dengan baku mutu
untuk budidaya ikan. Untuk mendapatkan kondisi air Waduk Cirata dalam
keadaan baik dan sesuai dengan standar budidaya, saat ini memerlukan biaya yang


13
mahal karena airnya sudah tercemar oleh barbagai macam limbah dari aktivitas
manusia baik limbah rumah tangga, industri, maupun kegiatan lainnya (Wardhana
2001). Karena air merupakan pelarut yang baik untuk banyak unsur, maka air
merupakan media transportasi bagi unsur hara dan hasil limbah dalam berbagai
proses kehidupan, oleh karena itu banyak sekali senyawa ionik berdiasosiasi
dalam air.
Menurut Haynes (1978) dalam Nurifdiansyah (1993) pencemaran terhadap
badan air dapat mengakibatkan masuknya unsur-unsur beracun, bertambahnya
padatan tersuspensi, terjadinya dioksidasi, dan naiknya temperatur. Secara umum
kelompok sumber pencemaran perairan terdiri dari dua yaitu point source and non
point source. Menurut Amin (2008) pencemaran yang diberikan oleh kegiatan di
darat terhadap pencemaran perairan digolongkan menjadi empat kategori, yaitu:
(1) pencemaran yang disebabkan oleh limbah industri (industrial pollution), (2)
pencemaran yang disebabkan karena sampah atau limbah rumah tangga (sewage
pollution), (3) pencemaran disebabkan karena sedimentasi (sedimentation
pollution), dan (4) pencemaran yang disebabkan karena kegiatan pertanian
(agricultural pollution).
Menurut Effendi (2003) dilihat dari sifat toksisitasnya, pencemaran
dibedakan menjadi dua kelompok yaitu:
a) Polutan tidak toksik
Pencemaran tidak toksik biasanya telah berada pada ekosistem secara alami.
Sifat destruktif pencemaran ini muncul apabila berada dalam jumlah yang
berlebihan, sehingga dapat mengganggu kesetimbangan ekosistem melalui
perubahan proses fisika-kimia perairan.
b) Polutan toksik
Polutan toksik dapat mengakibatkan kematian (lethal) maupun bukan
kematian (sub-lethal), misalnya terganggu pertumbuhannya, lingkah laku, dan
karakteristik morfologi berbagai organisme akuatik. Polutan toksik ini
biasanya berupa bahan-bahan yang bukan bahan alami, misalnya pestisida,
deterjen, dan bahan-bahan toksik lainnya diantaranya logam berat.




14
2.2. Sumber Logam Berat

Logam berat ialah unsur logam dengan berat molekul tinggi >20. Istilah
logam biasanya diberikan kepada semua unsur-unsur kimia dengan ketentuan atau
kaidah-kaidah tertentu. Unsur ini dalam kondisi suhu kamar, tidak selalu
berbentuk padat, ada juga yang bentuknya cair. Logam-logam cair contohnya: Hg,
Ce, Pb, Fe, Zn. Setiap logam mempunyai bentuk dan kemampuan atau daya yang
terkandung didalamnya berbeda-beda, salah satunya memiliki kemampuan yang
baik sebagai penghantar arus listrik (konduktor), memiliki kemampuan sebagai
alloy dengan logam lainnya, dan untuk logam yang padat dapat ditempa dan
dibentuk (Palar 2004).
Logam adalah unsur alam yang dapat diperoleh dari laut, erosi batuan,
tambang, vulkanisme, dan industri lainnya. Logam dapat dibagi ke dalam 3
kelompok, yaitu:
a) Logam ringan (seperti: natrium, kalium, dan sebagainya) biasanya sebagai
kation aktif di dalam larutan encer.
b) Logam transisi (seperti: besi, tembaga, kobal, mangan) diperlukan dalam
konsentrasi yang rendah, tetapi dapat menjadi racun dalam konsentrasi yang
tinggi.
c) Logam berat dan metaloid (seperti: raksa, timah hitam, timah, selanium,
arsen) umumnya tidak diperlukan dalam kegiatan metabolisme dan sebagai
racun bagi sel pada konsentrasi rendah.
Menurut Amin (2008) logam-logam diatmosfir berdasarkan sumber
alaminya berasal dari: (1) debu-debu dari kegiatan gunung berapi, (2) erosi dan
pelapukan tebing dan tanah, (3) asap dan kebakaran hutan, dan (4) aerosol dan
partikulasi dari permukaan laut. Kegiatan manusia juga merupakan sumber utama
pemasukan logam ke dalam lingkungan perairan. Masuknya logam yang berasal
dari buangan langsung berbagai jenis limbah yang beracun, gangguan pada
cekungan perairan, presitifasi dan jatuhan atmosfir.
Wittman 1979 dalam Connel & Miller (2006) mengemukakan bahwa
sumber utama pemasukan logam berat adalah sebagai berikut:




15
a) Kegiatan pertambangan
Eksploitasi timbunan biji dalam membongkar permukaan batu bara dan
sejumlah besar sisa-sisa batu atau tanah untuk mempercepat kondisi
pelapukan. Hal ini menyebabkan masalah kualitas air yang serius, yang
mengakibatkan tingginya kadar logam seperti besi (Fe), mangan (Mn), zink
(Zn), kobal (Co), nikel (Ni), dan tembaga (Cu).
b) Cairan limbah rumah tangga
J umlah logam runutan yang cukup besar disumbangkan ke dalam perairan
dari cairan limbah rumah tangga adalah: sampah-sampah metabolik, korosi
pipa-pipa air (Cu, Pb, Zn, dan Cd), dan produk-produk konsumer (misalnya
formula deterjen yang mengandung Fe, Mn, Cr, Ni, Co, Zn, Cr, dan As).
c) Limbah dan buangan industri
Beberapa logam runutan yang dibuang ke dalam lingkungan perairan
melalui cairan limbah industri demikian juga dengan penimbunan dan
pencucian lumpur industri. Emisi logam dari pembakaran bahan bakar fosil
juga merupakan sumber utama logam dari udara yang ada di dalam air
alamiah dan daerah aliran sungai.
d) Aliran pertanian
Sifat yang berbeda-beda mengenai kegiatan dan praktik pertanian di seluruh
dunia mempersulit pengujian sumber-sumber logam ini secara keseluruhan.
Namun demikian, sangat banyak endapan yang mengandung logam, hilang
dari daerah pertanian sebagai akibat dari erosi tanah.

Dalam kegiatan budidaya ikan konsentrasi logam berat yang ada di sedimen,
air, dan ikan tidak boleh melebihi standar baku mutu karena berdampak negatif
bagi manusia yang mengkonsumsinya. Dalam Tabel 3, 4, 5, dan 6 ditunjukan
toleransi logam berat pada ikan, sedimen, dan air. Sementara itu logam berat yang
dominan dan toksik di Waduk Cirata adalah Hg, Pb, Cd, dan Fe.






16
Tabel 3. Batas toleransi konsentrasi beberapa unsur dan senyawa logam berat
Unsur/senyawa Krustase g/L Ikan (g/L) Manusia (mg/kg)
Cd
++
[CdCl
2
]
Cr
++
[Cr
2
(SO
4
)
3
]
Cu
++
[CuSO
4
]
Fe
++
[FeSO
4
]
Mn
++
Pb++[Pb(NO
3
)
2
]
0,03-0,4
0,03-0,1
0,08-0,8
1,62-152
500-1.000
3-170
3
1,2-200
0,03-0,8
0,9-152
50-1.200
0,33-200
50-500
500-5.000
8.000
500-5.000
500-5.000
2.000
Sumber: J ung & Liebmann dalam Forstner & Wittmann (1981)

Tabel 4. Kisaran umum konsentrasi logam dalam tubuh ikan
Logam berat Kisaran J aringan tubuh (organ)
Kadmium (Cd)
Krom (Cr)
Tembaga (Cu)
Besi (Fe)
Timbal (Pb)
Mangan (Mn)
-
0,02-1,6
0,07-1,28
0,1-1,78
2,0
0,421-2,98
-
otot
otot
otot
total ikan
otot
Sumber: Forstner & Wittmann (1981)

Tabel 5. Komposisi umum unsur logam dalam sedimen
Logam berat Kisaran
Kadmium (Cd)
Krom (Cr)
Tembaga (Cu)
Besi (Fe)
Timbal (Pb)
Mangan (Mn)
0,05-0,22
11,0-72,0
5,1-250
17.000-65.000
5,7-150
460-6.700
Sumber: Forstner & Wittmann (1981)





17
Tabel 6. Batas maksimum logam dalam air untuk keamanan manusia
Logam berat Konsentrasi (mg m
-3
)
Kadmium (Cd)
Krom (Cr)
Merkuri (Hg)
Besi (Fe)
Timbal (Pb)
Mangan (Mn)
10
50
0,144
300
5
50
Sumber: EPA (1987); dalam Laws (1993)

2.3. Logam Berat dalam Ekosistem Perairan
Perairan Waduk Cirata merupakan salah satu ekosistem waduk yang sudah
mengalami pencemaran. Sumber pencemaran yang masuk ke ekosistem Waduk
Cirata berasal dari pabrik, pertanian, perikanan, dan kegiatan masyarakat. Sesuai
dengan sifatnya, logam berat tidak bisa diuraikan (anorganik) sehingga akumulasi
dan pengangkutan dalam ekosistem perairan cukup tinggi. Pengangkutan dan
perubahan bentuk pencemaran logam di dalam lingkungan perairan dihubungkan
dengan: (1) sifat-sifat kimia-fisika pencemar, (2) proses pengangkutan di dalam
lingkungan, dan (3) proses perubahan bentuk pencemar (Conel & Miller 2006).
Di dalam perairan pada umumnya logam berat berikatan dalam bentuk
senyawa kimia atau dalam bentuk logam ion, bergantung pada kompartemen
logam tersebut berada. Tingkat kandungan logam berat pada setiap kompartemen
sangat bervariasi, bergantung pada lokasi, jenis kompartemen, dan tingkat
pencemaran. Siklus perputaran logam berat dalam air sangat dipengaruhi oleh
siklus biogeokimiawi logam berat tersebut, jumlah kompartemen, dan peragan
alur dari perpindahan logam tersebut. Menurut Hart & Lake (1987), mengatakan
bahwa ada 4 kompartemen yang terlihat dalam siklus biogeokimiawi logam dalam
air, yaitu:
a) Kompartemen logam yang terlarut ialah ion logam bebas, kompleks, dan
koloidal ikatan senyawanya.
b) Kompartemen partikel abiotik, terdiri dari bahan kimia anorganik dan
organik.


18
c) Kompartemen partikel biotik, terdiri dari fitoplankton dan bakteri di dalam
laut dangkal, laut dalam, daerah pantai, muara sungai, dan waduk yang
menempel pada tanaman.
d) Kompartemen sedimen di dasar perairan, merupakan kompartemen terbesar
dari logam berat pada setiap ekosistem air.
Sifat atau tingkah laku logam dalam lingkungan perairan sangat bergantung
dari karakteristik logam yang bersangkutan atau lazim disebut spesiasi logam.
Spesiasi suatu logam akan mempengaruhi hadirnya logam tersebut dalam jaringan
bilogik (bioavailability) dan toksisitasnya terhadap biota tersebut dalam air sangat
berbeda-beda tergantung pada jenis air dan sifat kimia-fisika logam berat itu
sendiri.

2.4. Sifat Fisik Kimia Logam Berat
2.4.1.Sifat fisik dan kimia logam timbal (Pb)
Timbal (Pb) mempunyai nomor atom 83, berat atom 207,9, titik cair
327,5
0
C, dan titik didih 1.725
0
C. Timbal di alam dalam bentuk sulfida (gelena),
Pb Carbonat (Cerussite), PBSO
4
(Angelieite), sedangkan timbal air berada dalam
bentuk PB
2+
, PbCO
3
, (Pb(CO
3
)
2-
, PbOH
+
, dan Pb (OH)
2
. Secara alami timbal
tersebar luas pada batuan dan lapisan kerak bumi. Saeni (1989) menyatakan
sumber utama timbal di atmosfir dan daratan dapat berasal dari bahan bakar
bertimbal sedangkan batuan kapur dan gelena (PbS) merupakan sumber timbal
pada perairan alami.
Menurut Darmono (1995) mengemukakan penggunaan timbal dalam
industri percetakan tinta, pelapis pipa sebagai anti korosif, dan digunakan dalam
campuran pembuat cat sebagai bahan pewarna karena daya larutnya rendah dalam
air. Sedangkan William et al. (2000) dalam Oktavianus dan Salmi (2005)
mengemukakan bahwa timbal berasal dari industri-industri seperti pabrik baterai,
amunisi, kawat, logam campuran, dan cat. Secara alamiah logam masuk ke dalam
perairan melalui pengkristalan timbal di udara dengan bantuan air hujan dan
proses korotifikasi batu-batuan mineral. Timbal masuk ke dalam perairan sebagai
dampak aktivitas manusia seperti buangan industri, buangan pertambangan biji
timah, dan buangan industri kaleng. Menurut Manahan (2002) konsentrasi logam


19
berat tinggi dalam air, ada kecenderungan konsentrasi logam berat tersebut tinggi
dalam sedimen dan akumulasi logam berat dalam tubuh hewan domersal.

2.4.2.Sifat fisik dan kimia logam kadmium (Cd)
Kadmium adalah logam berat dengan nomor atom 48, massa atom 112,4,
dan massa jenis 8,85 g/cm
3
. Mempunyai dua elektron di kulit terluar, Cd termasuk
ke dalam golongan II B, periode 5 dalam sistem periodik. Cd memiliki titik didih
lebih dari 67
0
C dan titik cair 320, 9
0
C (Cotton & Wilkinson 1989).
Pada pH yang tinggi kadmium mengalami pengendapan, toksisitas kadmium
dipengaruhi oleh pH dan kesadahan (Effendi 2003). Kadmium mempunyai efek
menghambat proses fisiologi seperti aktivitas cilia pada insang, serta pengambilan
oksigen (Akberali & Trueman 1985).
Kadmium banyak dipakai pada industri metalurgi, pelapisan logam, pigmen
baterai, peralatan elektronik, pelumas, peralatan fotografi, gelas keramik, tekstil,
dan plastik (Eckenfelder 1989).

2.4.3.Sifat fisik dan kimia logam merkuri (Hg)
Merkuri adalah unsur renik pada kerak bumi, yakni hanya sekitar 0,08
mg/kh (Moore 1991). Pada perairan alami, merkuri hanya ditemukan dalam
jumlah yang sangat kecil. Merkuri merupakan satu-satunya logam yang berada
dalam bentuk cairan pada suhu normal. Merkuri terserap dalam bahan-bahan
partikulat dan mengalami presitipasi. Pada dasar perairan anaerobik, merkuri
berkaitan dengan sulfur.
Merkuri anorganik dapat mengalami transpormasi menjadi dimetil merkuri
dengan bantuan aktivitas mikroba, baik pada kondisi aerob maupun anaerob
(Effendi 2003). Pada kadar merkuri anorganik yang rendah, akan terbentuk
dimetil merkuri, sedangkan pada kadar merkuri-merkuri anorganik yang tinggi,
akan terbentuk monometil merkuri. Pada perairan alami, kadar monometil merkuri
dan dimetil merkuri dipengaruhi oleh keberadaan mikroba, karbon organik, kadar
merkuri anorganik, pH, dan suhu. Kedua bentuk senyawa metil merkuri tersebut
dapat dipecah oleh bakteri yang hidup pada sedimen.


20
Sumber alami merkuri yang paling umum adalah cinnabar (HgS) (Novoty &
Olem 1994). Selain itu, mineral sulfida misalnya: sphalerite (ZnS), wurtzite
(ZnS), galene (PbS), juga mengandung merkuri. Cinnabar sukar larut dalam air
(Effendi 2003). Namun pelapukan bermacam-macam batuan dan erosi tanah dapat
melepaskan merkuri ke dalam lingkungan perairan (Mc Neely et al. 1979).
Senyawa merkuri digunakan dalam pembuatan amalgam, cat, komponen
listrik, baterai, ekstraksi emas dan perak, gigi palsu, senyawa anti karat, fotografi,
dan elektronik (Eckenfelder 1989). Industri kimia yang memproduksi gas klorin
dan asam klorida juga menggunakan merkuri. Garam-garam merkuri juga
digunakan sebagai fumigan yang berperan sebagai pestisida (Sawyer & McCarty
1978 dalam Effendi 2003).
Kadar merkuri di air tawar secara alami berkisar antara 10-100 g/L,
sedangkan pada perairan laut berkisar antara <10-30 g/L (Moore 1991).
Senyawa merkuri bersifat sangat toksik bagi manusia dan hewan. Garam-garam
merkuri terserap dalam usus dan terakumulasi di dalam ginjal dan hati. Metil
merkuri diangkut oleh sel darah merah dan dapat mengakibatkan kerusakan pada
otak.

2.4.4.Sifat fisik dan kimia logam besi (Fe)
Besi adalah logam dalam kelompok makromineral di dalam kerak bumi,
tetapi termasuk kelompok mikro dalam system biologi. Logam ini mungkin logam
yang pertama ditemukan dan digunakan oleh manusia sebagai alat pertanian. Pada
system biologi seperti hewan, manusia, dan tanaman, logam ini bersifat esensial,
kurang stabil, dan secara perlahan berubah menjadi fero (Fe
2+
) atau feri (Fe
3+
).
Pada perairan alami dengan pH sekitar 7 dan kadar oksigen terlarut yang cukup,
ion ferro yang bersifat mudah larut dioksidasi menjadi ion ferri. Pada oksidasi ini
terjadi pelepasan elektron. Sebaliknya, pada reduksi ferri menjadi ferro terjadi
penangkapan elektron. Proses oksidasi dan reduksi besi tidak melibatkan oksigen
dan hydrogen (Eckenfelder 1989; Mackereth et al. 1989).
Proses oksidasi dan reduksi besi biasanya melibatkan bakteri sebagai
mediator. Bakteri Thiobacillus dan Ferrobacillus memiliki sistem enzim yang
dapat mentransfer elektron dari ion ferro kepada oksigen. Transfer oksigen ini


21
menghasilkan ion ferri, air, dan energi bebas yang digunakan untuk sintesis bahan
organik dari karbondioksida. Bakteri kemosintetis bekerja secara optimum pada
pH rendah (sekitar 5). Metabolisme bakteri Desulfovibrio menghasikan H
2
SO
4

yang melarutkan besi (ferri) (Cole 1988).
Pada pH 7,5-7,7 ion ferri mengalami oksidasi dan berikatan dengan
hidroksida membentuk Fe (OH)
3
yang bersifat tidak larut dan mengendap
(presitipasi) di dasar perairan, membentuk warna kemerahan pada substrat dasar.
Oleh karena itu, besi banyak ditemukan pada perairan berada dalam kondisi
anaerob dan suasana asam (Cole 1988).
Fenomena serupa sering terjadi pada badan sungai yang menerima aliran air
asam dengan kandungan besi cukup tinggi yang berasal dari daerah
pertambangan. Sebagai pertanda terjadinya pemulihan kualitas air, pada bagian
hilir sungai dasar perairan berwarna kemerahan karena terbentuknya Fe (OH)
3

sebagai konsekuensi dari meningkatnya pH dan terjadinya proses oksidasi besi
(ferro) (Cole 1988).
Sumber di alam adalah pyrite (FeS
2
), hematite (Fe
2
O
3
), magnetite (Fe
3
O
4
),
limonite [FeO(OH)], geothite (HFeO
2
), dan ochere [Fe (OH)
3
] (Cole 1988; Moore
1991). Senyawa besi pada umumnya bersifat sukar larut dan cukup banyak
terdapat di dalam tanah. Kadang-kadang besi juga terdapat sebagai senyawa
siderite (FeCO
3
) yang bersifat mudah larut dalam air (Cole 1988).
Toksisitas besi (LC
50
) terhadap Lemna minor adalah 3,7 mg/L (Wang 1986
dalam Moore 1991), sedangkan terhadap avertebrata air Asellus aquaticus
(Isopoda) dan Carangonyx pseudogracilis (Amphipoda) berturut-turut 95 mg/L
dan 160 mg/L (Martin & Holdich 1986 dalam Moore 1991). Nilai LC
50
besi
terhadap ikan berkisar antara 0,3-10 mg/L. Toksisitas besi (LC
50
) terhadap
Dhapnia magnan adalah 5,9 mg/L (Biesinger & Christensen, 1972 dalam
Canadian Council of Resource and Enveronment Ministers 1987)

2.5. Mekanisme Akumulasi Logam Berat oleh Ikan
Logam dalam jaringan organisme akuatik menurut Simkiss & Mason (1984)
dalam Darmono (2008) dibagi menjadi dua tipe utama yaitu: (1) Logam tipe kelas
A, seperti Na, K, Ca, dan Mg, yang pada dasarnya bersifat elektrostatik dan pada


22
larutan garam berbentuk ion hidrofilik. (2) Logam tipe kelas B, seperti Cu, Zn,
dan Ni, yang merupakan komponen kovalen dan jaringan berbentuk ion bebas.
Tipe logam berat yang paling toksik bagi lingkungan adalah kelas B seperti Cd,
Pb, dan Hg.
Proses metabolisme logam berat kelas B ini sangat berbeda dari logam berat
kelas A. Logam berat kelas B bila masuk ke dalam sel hewan akuatik pada
umumnya selalu proporsional dengan tingkat konsentrasi logam berat dalam air
sekitarnya, sehingga logam berat dapat terikat dengan adanya ketersediaan ligan
dalam sel. Menurut Darmono (2008) respon sel terhadap masuknya logam berat
bergantung pada sel-sel sebagai berkut:
a) Sel yang mengandung ligan berlebihan dan sesuai untuk ikatan logam yang
masuk, logam dapat terikat sepenuhnya dan tidak menimbulkan gangguan
metabolisme.
b) Sel yang mengandung ligan terbatas, tetapi dapat mensintesis ligan lagi bila
diperlukan, sehingga masih dapat mengikat logam yang masuk dan tidak
menimbulkan gangguan metabolisme.
c) Sel yang mengandung ligan terbatas, tetapi masih dapat mensintesis ligan
dengan jalan mengusir logam yang telah terikat untuk keluar sel.
d) Sel yang mengandung ligan terbatas tetapi dalam proses pengikatannya
terjadi kompetisi antara logam itu sendiri.
Dilihat dari sifatnya, kelompok logam berat kelas B sangat mudah dan cepat
melakukan penetrasi dalam tubuh organisme air dari pada logam kelas A yang
termasuk logam ringan. Toksisitas logam Pb, Cd, dan Hg terhadap ikan sangat
dominan, sehingga kerusakan yang ditimbulkan terhadap jaringan organisme ikan
terjadi pada organ yang peka seperti insang dan usus kemudian masuk pada
jaringan dalam seperti hati dan ginjal.

2.6. Damapak Logam Berat pada Ikan Patin
Ikan patin (P. djambal) yang merupakan salah satu dari 14 spesies ikan patin
yang sekarang terdekumentasikan di Indonesia (Slembrouck et al, 2005). Habitat
asli dari ikan ini adalah sungai dan danau air tawar. Pada habitat aslinya ikan ini
bersifat karnivora, namun ketika dipelihara dikolam, ikan ini dapat mengkonsumsi


23
kacang-kacangan dan tumbuhan (Hora & Pillay 1962 dalam Sumantadinata
1983).
Walaupun ikan patin ini tergolong ikan karnivora, tetapi bisa memakan
kacang-kacangan dan tumbuhan selain makanan utamnnya, sehingga tingkat
akumulasi logam berat pada ikan ini diduga sangat tinggi. Karena masuknya
logam berat pada ikan melalui beberapa cara diantranya melalui jaringan makanan
dan respirasi.
Ikan patin juga termasuk ikan yang bergerak lambat, sehingga akumulasi
logam beratnya akan lebih tinggi jika dibandingkan dengan ikan yang mempunyai
pergerakan yang lebih cepat. Apalagi ikan yang dipelihara di Waduk Cirata
dengan teknologi KJ A mempunyai ruang gerak yang sangat terbatas, sehingga
tingkat akumulasi logam beratnya akan semakin tinggi. Menurut Darmono (2008)
ikan-ikan yang hidup pada habitat yang terbatas akan sulit untuk melarikan diri
dari pengaruh polusi.
Untuk logam berat Hg, Cd, dan Pb sangat reaktif terhadap ligan sulfur dan
nitrogen, sehingga logam ini sangat penting bagi fungsi normal metaloenzim dan
juga metabolisme sel. Apabila metaloenzim disubtitusi oleh logam yang bukan
semstinya maka akan menyebabkan protein mengalami deformasi dan
mengakibatkan menurunnya kemampuan katalitik enzim tersebut.
Logam berat dapat diserap oleh ikan patin melalui insang maupun saluran
pencernaan. Insang sebagai alat pernapasan ikan juga digunakan sebagai alat
pengatur tekanan antara air dan dalam tubuh ikan (osmoregulasi). Enzim yang
sangat berperan dalam insang ikan patin adalah enzim karbonik anhidrase dan
transpor ATP ase. Karbonik anhidrase adalah enzim yang mengandung Zn dan
berfungsi menghidrolisis CO
2
menjadi asam karbonat, apabila ikatan Zn ini
diganti logam lain, maka fungsi enzim karbonik anhidrase ini akan menurun.
Disamping gangguan sistem biokimiawi tersebut perubahan struktur
morfologi insang juga terjadi. Ikan patin akan mengalami hipoksia (karena
kesulitan mengambil oksigen dari air) sehingga terjadi penebalan sel epitel insang,
yang mengakibatkan ikan kurang mampu untuk berenang.
Logam berat juga akan terakumulasi pada saluran pencernaan dan hati.
Selain akumulasi, toksisitas logam berat pada saluran pencernaan dan hati sangat


24
signifikan, karena saluran pencernaan dan hati sebagai penghasil enzim
pencernaan akan selalu mendapatkan gangguan oleh pengaruh toksik logam yang
masuk. Toksisitas logam berat pada saluran pencernaan terjadi melalui pakan
yang terkontaminasi oleh logam berat. Toksisitas saluran pencernaan juga dapat
terjadi melalui air yang mengandung dosis toksik logam berat. Sedangkan
pengaruh logam berat pada hati yaitu menimbulkan gangguan sistem enzim di
dalam hati ikan patin itu sendiri.
Proses akumulasi logam berat dalam jaringan tubuh ikan patin terjadi setelah
absorpsi logam berat dari air atau melalui pakan yang terkontaminasi. Dimana
logam berat akan dibawa oleh sistem peredaran darah dan kemudian
didistribusikan ke dalam jaringan tubuh. Sehingga penyebaran akumulasi logam
berat pada ikan patin menjadi lebih merata hampir diseluruh organ tubuhnya.
Apabila kandungan logam berat ini melebihi standar baku mutu kemanan pangan,
maka prodak ikan patin ini akan berakibat buruk bagi yang mengkonsumsinya.

2.7. Budidaya Ikan Patin dalam Keramba Jaring Apung (KJA) di Waduk
Cirata
Teknologi budidaya ikan patin dalam KJ A telah berkembang di perairan
Waduk Cirata dan telah terbukti meningkatkan jumlah produksi ikan budidaya.
Perkembangan KJ A di perairan waduk tidak terkendali contoh di Waduk Cirata
mulai tahun 1988-1994 meningkat 140%/tahun (Krismono, 1995), maka banyak
dijumpai kematian ikan yang dipelihara di KJ A misalnya; tahun 1993 di Waduk
Saguling 1.042 ton, tahun 1994 di Waduk Cirata 1.039 ton, dan tahun 1996 di
Waduk J atiluhur ikan yang mati mencapai 1.560 ton dengan jenis ikan nila, mas,
dan patin (Krismono, 1995). Belajar dari pengalaman yang sudah terjadi
diperlukan cara pengelolaan perairan waduk untuk budidaya ikan dalam KJ A
yang sesuai dengan daya dukung, sehingga dapat menekan angka kematian pada
ikan.
Beberapa keuntungan budidaya ikan patin dalam KJ A adalah volume kecil
dan padat tebar tinggi. Dapat dilaksanakan dengan menggunakan teknologi yang
sederhana. Manajemen pengelolaan cukup mudah, karena kondisinya terkontrol.


25
Kerugian budidaya ikan dalam KJ A diantaranya resiko lepasnya ikan patin ke
waduk dan resiko pencemaran air yang tidak diharapkan.
Untuk keberhasilan budidaya ikan patin di waduk, kualitas air menjadi
faktor utama. Kualitas air sangat ditentukan oleh banyaknya variabel-variabel
biologi, fisika, dan kimia yang mempengaruhi kesesuaian air untuk suatu
penggunaan tertentu. Karena dalam kondisi ini metabolisme meningkat, sehingga
nafsu makan juga naik. Apabila kondisi perairan menurun dapat menyebabkan
kematian pada ikan patin yang dipeliharanya (Purnamawati, 2002). Dalam
budidaya ikan patin, kualitas air harus disesuaikan dengan kebiasaan ikan yang
akan dibudidayakan. Menurut (Slembrouck et al, 2005) budidaya ikan patin dalam
KJ A padat tebar 1,25 ekor ikan per m
2
, DO 5,9-8,1 mg.L
-1
, suhu 25-31
0
C daya
konduksi 35-75 S dan pH 6-7.
Suhu merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam mengatur
metabolisme serta penyebaran organisme dan mempengaruhi pada sifat fisik
kimiawi perairan. Kenaikan suhu dapat menurunkan kandungan oksigen serta
menaikan daya toksik yang ada dalam suatu perairan tertentu. Suhu juga
berpengaruh langsung pada organisme perairan tertentu di dalam proses
fotosintesis tumbuhan akuatik dan siklus reproduksi (Sverdrup et al. 1961). Lebih
jauh menurut Wardojo (1975), kenaikan suhu air sebesar 10
O
C akan menyebabkan
peningkatan kebutuhan oksigen hewani akuatik dua kali lebih banyak. Menurut
Gunarso (1985), ikan sangat peka terhadap perubahan suhu walaupun hanya
0,03
O
C. Sedangkan suhu air yang baik untuk budidaya ikan laut yaitu berkisar
antara 27
O
C32
O
C (Mayunar el al.1995).
Suhu air merupakan parameter terpenting yang memberikan pengaruh
proses fisiologi terhadap ikan, seperti laju pernapasan, efisiensi makanan,
pencernaan, pertumbuhan, prilaku, reproduksi, dan laju metabolisme di dalam
tubuh ikan. Kenaikan temperatur akan meningkatkan laju metabolisme dan
meningkatkan konsumsi oksigen dan aktivitas gerak ikan (Beveridge 1996;
Handojo 1994; Zonneveld et al. 1991), aktivitas makan, kebutuhan energi,
maintenan, aktivitas enzim, difusi molekul-molekul kecil, fungsi membran, dan
kecepatan sintesis protein (Houlihan et al. 1993). Menurut Tarsim (2000) suhu air
sangat berkaitan dengan konsentrasi oksigen dalam air dan laju konsumsi oksigen


26
hewan air. Saputra et al. (2007) mengemukakan bahwa suhu air merupakan salah
satu parameter kualitas air yang memegang peranan penting di dalam kehidupan
dan pertumbuhan biota perairan. Suhu berpangaruh langsung pada organisme
perairan terutama di dalam proses fotosintesis tumbuhan akuatik, proses
metabolisme, dan siklus reproduksi.
Tingkat keasaman (pH) adalah suatu ukuran untuk menyatakan besarnya
konsentrasi ion hydrogen (H
+
) di dalam air (Tebbut 1992 dalam Effendi 2003).
Nilai pH menunjukkan derajat keasaman atau kebasaan suatu perairan. Nila pH
suatu perairan sangat ditentukan oleh CO
2
dan substansi asam. Phytoplankton dan
tanaman air lainnya mengambil CO
2
selama berlangsungnya proses fotosintesis,
sehingga pH perairan meningkat di siang hari dan kembali turun pada malam hari
(Boyd & Licthkoppler 1982; Zonneveld et al. 1991).
Mackereth et al. (1989) berpendapat bahwa pH juga berkaitan erat dengan
karbondioksida dan alkalinitas. Pada pH <5, alkalinitas dapat mencapai nol.
Semakin tinggi nilai pH, semakin tinggi pula nilai alkalinitas dan semakin rendah
kadar karbondioksida bebas. Larutan yang bersifat asam (pH) rendah bersifat
korosif. Dalam keadaan tidak ada oksigen akan dihasilkan hidrogen sulfida (H
2
S),
amonia (NH
3
), dan metana (CH
4
). Hampir semua senyawa yang dihasilkan
tersebut bersifat asam yang pada akhirnya akan menurunkan pH. Zat tersebut akan
digunakan untuk proses fotosintesis, sehingga kandungan karbondioksida akan
menurun, dan ion bikarbonat (HCO
3
-
) akan berubah menjadi CO
2
dan ion OH
-
.
Adanya dominasi ion hidroksil ini mengakibatkan pH air meningkat (Prihadi,
2005).
Pada pemeliharaan ikan, pH memiliki arti penting untuk diketahui karena
nilai pH yang ekstrim dapat merusak permukaan insang sehingga menyebabkan
kematian pada ikan. Selain alasan tadi, pH juga dapat meningkatkan efek toksik
beberapa polutan seperti amonia, sianida, dan logam berat seperti aluminium
(Beveridge 1987).
Boyd & Licthkoppler (1982) menyatakan kisaran pH pada budidaya ikan
adalah sebagai berikut: pH 4-11 adalah titik mati asam dan basa, pH antara 4-6,
dan antara 9-10, ikan dapat hidup tapi pertumbuhannya lambat, sedangkan pH 6,5
dan 9 merupakan kisaran optimum bagi kehidupan ikan. Supaya ikan dapat


27
tumbuh maksimal, pH harus tetap ideal dengan fluktuasi yang kecil (Stickney
1993).
Moss (1993) mengatakan jika dalam suatu perairan terdapat bahan organik
yang tinggi, maka hasil dekomposisi bahan organik tersebut diantaranya
karbondioksida. Di dalam air karbondioksida ini akan membentuk asam karbonat.
Keadaan ini juga bisa terjadi jika 1% dari karbondioksida bereaksi dengan air,
sehingga membentuk asam karbonat (Cole 1988). Pada pembentukan asam
karbonat tersebut akan dihasilkan ion hidrogen yang mengakibatkan pH perairan
menurun.
Kesadahan adalah gambaran kation divalen. Kation-kation ini dapat
bereaksi dengan sabun membentuk endapan maupun dengan anion-anion yang
terdapat di dalam air membentuk endapan atau karat pada peralatan logam.
Pada perairan tawar, kation divalen yang paling berlimpah adalah kalsium
dan magnesium, sehingga kesadahan pada dasarnya ditentukan oleh jumlah
kalsium dan magnesium. Kalsium dan magnesium berikatan dengan anion
penyusun alkalinitas, yaitu bikarbonat dan karbonat. Kesadahan diklasifikasikan
berdasarkan dua kelompok, yaitu (1) berdasarkan ion logam (metal) dan (2)
berdasarkan anion yang berasosiasi dengan logam. Berdasarkan ion logam,
kesadahan dibedakan menjadi kesadahan kalsium dan kesadahan magnesium
(Effendi 2003).
Oksigen terlarut merupakan parameter kimia yang paling kritis di dalam
budidaya ikan. Oksigen dalam air terutama yang berasal dari udara melalui difusi
dan hasil sampingan fotosintesis tumbuhan akuatik terutama fitoplankton
(Mayunar et al. 1995). Menurut Connel & Miller (1995), proses fotosintesis
menyebabkan peningkatan oksigen terutama siang hari dan mencapai maksimum
pada sore hari, selanjutnya konsentrasi oksigen terlarut menurun menjelang
malam hingga pagi hari oleh aktivitas respirasi organisme dan dekomposisi bahan
organik. Sehingga oksigen terlarut menjadi sangat penting bagi kelangsungan
hidup biota air. Menurut Boyd (2001) bahwa pemuatan dan pelepasan hemoglobin
dengan oksigen diatur oleh tegangan oksigen. Karena hemoglobin melepaskan
oksigen ke dalam jaringan tubuh.


28
Kelarutan oksigen merupakan salah satu faktor kualitas air yang paling kritis
dalam budidaya ikan di kolam, sehingga goncangan oksigen sedikit saja langsung
dapat dirasakan oleh ikan. Kelarutan oksigen di perairan dipengaruhi oleh suhu,
tekanan parsial gas, dan salinitas (Boyd & Licthkoppler 1982). Selanjutnya
dinyatakan bahwa sumber oksigen di kolam berasal dari fotosintesis
phytoplankton dan difusi dari udara, sedangkan penyebab utama berkurangnya
kelarutan oksigen adalah karena respirasi plankton, respirasi ikan, respirasi
organisme dasar, dan difusi ke udara.
Oksigen terlarut merupakan salah satu komponen utama dari daya dukung
lingkungan yang dihasilkan dari proses fotosintesis fitoplankton dan makrofita.
Banyaknya oksigen terlarut dalam kolam merupakan salah satu parameter kualitas
air yang paling peka untuk kehidupan ikan. Menurut Cholik et al. (1986) dan
Sunarti (1992), bila konsentrasi oksigen terlarut tetap sebesar 3 atau 4 mg/L untuk
jangka waktu lama maka ikan akan menghentikan aktivitas dan pertumbuhannya
akan berhenti.
3. METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di dalam dua tahap yaitu kegiatan survai lapangan di
Waduk Cirata pada bulan J uli-Desember 2008 dan kegiatan di Laboratorium
Lingkungan Perairan Departemen Akuakultur FPIK-IPB bulan Oktober sampai
Desember 2008.
Sampel sedimen, air, dan ikan patin diambil dari Waduk Cirata. Posisi
pengambilan sampel air dan sedimen yaitu pada bagian inlet, tengah, dan outlet
(Gambar 2). Sedangkan ikan patin diambil dari KJ A milik Pusat Riset Perikanan
Budidaya yang berada di bagian tengah Waduk Cirata. Kegiatan penelitian
meliputi dua tahap yaitu: kegiatan dilapangan dan kegiatan laboratorium.
Kegiatan di lapangan adalah pengukuran logam berat pada ikan patin yang
dipelihara di KJ A pada waktu pemeliharaan 0 bulan (awal penelitian) dan 6 bulan
(akhir penelitian) dalam satu siklus budidaya serta kualitas airnya yang dimulai
pada bulan J uli 2008. Kegiatan laboratorium berupa analisis logam berat pada
sedimen, air, dan ikan patin di Laboratorium Lingkungan Budidaya Perikanan,
Departemen Budidaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB dan
Balai Besar Pengembangan Budidaya air Tawar, Sukabumi. Lamanya
pemeliharaan ikan patin di akuarium selama 3 bulan yang dilaksanakan mulai
pada bulan Oktober-Desember 2008.

3.2. Metode Pelaksanaan Penelitian
Pengambilan data lapang, terlebih dahulu dilakukan penetapan stasiun
pengukuran dan dilanjutkan dengan pengambilan sampel air, sedimen, ikan patin.
Titik stasiun pengambilan kualitas air ada tiga yang dianggap mewakili yaitu:
stasiun 1 (S-1) dibagian inlet (muara sungai citarum) dengan posisi geografis
06

.45,57 LS - 107

.16,40 BT, stasiun 2 (S-2) pada bagian tengah Waduk Cirata


(konsentrasi kegiatan KJ A) dengan posisi geografis 06

.43,58 LS-107

.16,.49
BT, dan stasiun 2 (S-3) bagian outlet (daerah bebas/bendungan) pada posisi
geografis 06

.42,50 LS - 107

.19,50 BT, semuanya masih dalam wilayah


perairan Waduk Cirata (Gambar 2)


30

Gambar 2. Sebaran titik pengambilan sampel sedimen, air, dan ikan patin di
Waduk Cirata

3.3. Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan adalah YSI tipe 556, GPSmap sounder tipe 298,
secchi disc, turbidity meter dengan ketelitian 0,001, ekman grab, plankton net
dengan mesh size 50 mikron, botol sampel, freezer, pH meter, spectrofotometer,
kertas label, dan AAS (Automic Absorbsion Spectrophotometer), dan peralatan
lain yang digunakan untuk analisis kualitas air. Bahan kimia yang digunakan
untuk preparasi air adalah H
2
SO
4
pekat, HNO
3
pekat, HgCl, dan bahan kimia
untuk mengawetkan plankton adalah lugol, untuk analisis logam berat sampel
ikan diawetkan dengan menggunkan es. Pemeliharaan ikan patin di KJ A milik
Pusat Riset Perikanan Budidaya selama 6 bulan mulai dari bulan J uli-Desember
2008. Berat ikan pada awal penebaran rata-rata 300 g dan selama pemeliharaan
tidak di beri makan. Untuk kegiatan laboratorium alat yang digunakan adalah
akuarium ukuran 60 x 30 x 40 cm sebanyak 6 buah untuk pemeliharaan ikan patin
dan 1 buah untuk akuarium stok ikan patin.

Stasiun 1 (inlet)
Stasiun 2 (tengah)
Stasiun 3 (outlet)
06

.43,58 LS
107

.16,.49 BT
06

.45,57 LS
107

.16,40 BT
06

.42,50 LS
107

.19,50 BT


31
3.4. Prosedur Kerja
3.4.1.Kegiatan lapangan (survai)
Kegiatan lapang dilakukan sebanyak dua kali yaitu pada bulan J uli 2008
(awal penelitian) dan Desember 2008 (akhir penelitian). Kegiatan lapangan terdiri
dari dua kegiatan yaitu: 1) pengukuran kualitas air Waduk Cirata secara langsung
(insitu). Parameter dan alat yang digunakan dalam pengukuran kualitas air secara
langsung disajikan pada Tabel 7. 2) pengambilan sampel untuk dianalisis di
laboratorium meliputi contoh air, sedimen, dan ikan patin. Sebelum pengukuran
dilaksanakan semua alat dikalibrasi sesuai dengan petunjuk dari manual peralatan
masing-masing.

Tabel 7. Parameter air yang diukur dan alat yang digunakan
Parameter Satuan Alat Tempat Analisis
Kualitas Air
Fisika
1. Suhu air
2. Kekeruhan
3. Kecerahan
4. TDS
5. Kedalaman

Kimia Air
1. DO
2. pH



o
C
NTU
Cm
-
Meter


mg/L
-



YSI 556
Turbidity meter
Sechi disk
Visual
GPSmap 298


YSI 556
YSI 556



Lapangan
Lapangan
Lapangan
Lapangan
Lapangan


Lapangan
Lapangan


Untuk analisis parameter kualitas air, pengambilan contoh air merujuk
pada SNI 03-7016-2004. Setiap stasiun, contoh air diambil pada kedalaman 1 m
sebanyak 500 ml. Contoh air disimpan pada botol plastik putih dan dipreservasi
supaya tidak mengalami perubahan komposisi. Pengambilan contoh air untuk
analisis logam berat Cd merujuk pada metode AOAC 973.34 16
th
edisi 1999,
logam berat Pb merujuk pada metode AOAC 973.23 16
th
edisi 1999, dan Hg
merujuk pada metode AOAC 973.15 16
th
edisi 1999. Untuk logam berat Fe,
pengambilan sampel merujuk pada SNI-06-6989.8-2004. Tiap-tiap contoh air
setiap parameter diambil sebanyak 500 ml dan disimpan dalam botol sampel yang
dibungkus dengan kertas gelap supaya tidak tembus cahaya. Selama


32
pengangkutan, sampel yang sudah dibungkus disimpan dalam cool box sampai di
analisis.
Pengambilan contoh sedimen untuk analisis logam berat Cd merujuk pada
metode AOAC 973.34 16
th
edisi 1999, logam berat Pb merujuk pada metode
AOAC 973.23 16
th
edisi 1999, dan Hg merujuk pada metode AOAC 973.15 16
th

edisi 1999. Untuk logam berat Fe, pengambilan sampel merujuk pada SNI-06-
6989.8-2004. Sedimen yang diambil dari dasar perairan pada tiap-tiap stasiun
dimasukkan dalam plastik hitam kemudian dimasukan dalam cool box.
Contoh ikan patin yang dianalisis di bawa dalam keadaan hidup sampai di
laboratorium. Kemudian ikan dibelah untuk mengambil tiap-tiap organ untuk
dianalisis yaitu insang, hati, dan daging sebanyak masing-masing 100 g. Metode
analisis selanjutnya untuk logam berat Cd merujuk pada metode AOAC 973.34
16
th
edisi 1999, logam berat Pb merujuk pada metode AOAC 973.23 16
th
edisi
1999, dan Hg merujuk pada metode AOAC 973.15 16
th
edisi 1999. Untuk logam
berat Fe, pengambilan sampel merujuk pada SNI-06-6989.8-2004.
Untuk analisis plankton, contoh air yang sudah disaring dengan plankton
net sebanyak 100 L, kemudian dimasukkan dalam botol dan dititrasi dengan lugol.
Parameter-parameter yang diukur di laboratorium disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8. Parameter-parameter kualitas air, sedimen, dan ikan yang diukur di
laboratorium
Parameter Satuan Metode Analisis Tempat Analisis

1. Karbondioksida (CO
2
)


2. Total fosfat

3. Orto fosfat (PO
4
3-
-P)
4. Nitrit (NO
2
-N)
5. Nitrat (NO
3
-N)

6. Amonia (NH
3
-N)

mg/L


mg/L

mg/L
mg/L
mg/L

mg/L

Titrimetrik dengan
sodium karbonat
(Na
2
CO
3
)

Titrasi dengan H
2
SO
4

pekat dan pemanasan

Stannous chloride
Sulfanilamide
Spektropotometer
Brucine

Spektropotometer
Indophenol

Laboratorium


Laboratorium

Laboratorium
Laboratorium
Laboratorium

Laboratorium


33
7. Alkalinitas


8. Kesadahan
9. Fenol
10. COD
11. BOD

12. Sulfide
13. Timbal (Pb)
14. Kadmium (Cd)
15. Merkuri (Hg)
16. Besi (Fe)
17. Plankton

18. Krorofil
a

mg/L


mg/L
mg/L
mg/L
mg/L

mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
Ind./L

g/L
Indikator warna
phenolpethalein (pp)
dan methyl orange (mo)

Titrimetrik
Titrimetrik
Botol gelap dan terang
Pemanasan dengan asam
sulfat

Iodometri
AAS
AAS
AAS
AAS
Lackey Drop
Microtransect counting

Spektrofotometer
Laboratorium


Laboratorium
Laboratorium
Laboratorium
Laboratorium

Laboratorium
Laboratorium
Laboratorium
Laboratorium
Laboratorium
Laboratorium

Laboratorium

Untuk analisis logam berat pada sampel ikan dengan menggunakan AAS,
dimulai dengan pembedahan untuk mengambil masing-masing organ target yang
akan dianalisis (insang, hati, dan daging). Kemudian sampel yang sudah diambil
dihomogenkan dengan menggunakan blender, setelah homogen kemudian
dikeringkan di dalam oven sekitar 18 jam. Setelah sampel kering, kemudian
ditumbuk sampai halus dan siap untuk di preparasi. Contoh sampel yang sudah
dihaluskan kemudian diambil sebanyak 5 g kemudian dibuat spike standar dan
dibuat blangko contoh (hanya contoh saja). Kemudian dipanaskan dalam tanur
selama 18 jam dengan suhu 450
o
C dan selanjutnya ditimbang kadar abunya.
Setelah selesai penimbangan abunya, kemudian ditambahkan 1 ml larutan
HNO
3
pekat, sampel selanjutnya dimasukan ke dalam hot plate sampai kering.
Langkah selanjutnya adalah memasukan sampel yang telah dikeringkan di dalam
hot plate ke dalam tanur selama 3 jam dengan suhu 450
o
C. Sampel yang sudah
ditanur selama 3 jam, selanjutnya diberi larutan sebanyak 5 ml HCl 6 M,
kemudian dipanaskan dalam hot plate sampai kering. Setelah sampel kering,
kemudian ditambahkan sebanyak 10 ml larutan HNO
3
0,1 M dan selanjutnya


34
didinginkan sekitar 1 jam dalam suhu ruang. Langkah terakhir yaitu larutkan lagi
dalam labu yang berukuran 50 ml dengan larutan HNO
3
0,1 M. Selanjutnya
larutan tadi siap diukur logam beratnya dengan menggunakan AAS.

3.4.2. Kegiatan laboratorium
Kegiatan laboratorium dilaksanakan di Laboratorium Lingkungan
Budidaya Perikanan, Departemen Budidaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan, IPB. Kegiatan yang dilakukan adalah pemeliharaan ikan patin
dalam akuaruim. Akuarium yang digunakan sebanyak 6 buah, yang terdiri dari 3
buah akuarium menggunakan sedimen dari Cirata masing-masing setinggi 10 cm.
Akuarium satu diisi sedimen yang diambil dari Waduk Cirata pada S-1, akuarium
dua diisi sedimen dari Waduk Cirata pada S-2, dan akuarium tiga diisi sedimen
dari Waduk Cirata yang diambil dari S-3. Tiga akuarium lainnya digunakan
sebagai pembanding untuk tiap-tiap stasiun tanpa diberi sedimen.
Kegiatan pemeliharaan ikan patin dilakukan pada bulan Oktober-Desember
2008 dengan benih ikan patin diambil dari KJ A Pusat Riset Perikanan Budidaya
di Waduk Cirata yang sudah dipelihara sebelumnya selama 3 bulan (dari bulan
juli 2008). Tiap-tiap akuarium dipelihara ikan patin sebanyak 3 ekor dengan berat
rata-rata 600 g. Satu akuarium lagi digunakan sebagai ikan stok untuk mengganti
jika terjadi kematiaan pada saat penelitian belangsung.
Selama pemeliharaan, ikan diberi pakan secukupnya dan pengukuran pH,
suhu, dan DO hanya upaya untuk menjaga kelangsungan hidup ikan patin yang
dipelihara. Pada akhir kegiatan (bulan Desember 2008) dilakukan pengambilan
sampel ikan untuk dianalisis kandungan logam beratnya di laboratorium. Metode
analisis sama dengan yang dilakukan dengan sampel ikan yang diambil dari
Waduk Cirata.

3.5. Analisis Data
3.5.1. Evaluasi dengan metode STORET
Metode STORET ini dimaksudkan untuk mengetahui baik buruknya kualitas
air pada suatu waduk atau badan air lainnya untuk peruntukan air tertentu. Selain
itu pada metode ini juga dapat diketahui parameter-parameter apa saja yang telah


35
melampaui atau tidak memenuhi syarat baku mutu (Canter, 1977). Adapun
tahapan analisisnya :
1. Menyajikan tabel analisis kualitas air yang memuat semua nilai hasil
pengukuran parameter fisika, kimia, dan biologi perairan. Kemudian
mencantumkan nilai minimum, maksimum dan rata-rata dari hasil pengukuran
masing-masing parameter.
2. Pada tabel yang sama, dicantumkan pula nilai baku mutu untuk masing-
masing parameter.
3. Membandingkan nilai minimum, maksimum, dan rata-rata hasil pengukuran
dari masing-masing parameter terhadap nilai baku mutu yang telah ditetapkan.
4. Memberikan skor terhadap masing-masing parameter di atas dengan ketentuan
yang ada.
5. Setelah masing-masing parameter memiliki skor, lalu nilai-nilai skor dari
seluruh parameter (fisika, kimia dan biologi) dijumlahkan dan jumlah tersebut
dibandingkan terhadap Klasifikasi Mutu Air berdasarkan US-EPA sebagai
berikut :
a. Kelas A, jumlah total skor =0 (kualitas air tergolong sangat baik)
b. Kelas B, jumlah total skor 1 s/d 10 (kualitas air tergolong baik)
c. Kelas C, jumlah total skor 11 s/d 30 (kualitas air tergolong sedang)
d. Kelas D, jumlah total skor 30 (kualitas air tergolong buruk)

3.5.2. Regresi korelasi
Untuk mengetahui keeratan hubungan antar kandungan logam berat Hg,
Pb, Cd, dan Fe dalam air, sedimen, dan ikan patin akan dibuat analisis regresi dan
korelasi (Manttjik dan Sumertajaya, 2002). Adapun koefisien korelasinya dihitung
berdasarkan rumus sebagai berikut:
2
) (
2
) (
y x
xy
S S
S
r =


1
) )( (


=

n
y Yi x xi
S
xy




36
1
) (
2
2

=

n
x Xi
S
x


1
) (
2
2

=

n
y Yi
S
y


Keterangan:
r =Koefisien korelasi
Sxy =Sebaran nilai pengamatan x dan y
Sx
2
=Keragaman nilai x
Sy
2
=Keragaman nilai y

3.5.3. Koefisien distribusi (Kd)
Untuk melihat perbandingan koefisien distribusi logam berat dalam
sedimen, air, dan ikan menggunakan rumus Koefisien Distribusi (Kd), yaitu:

[ ]
[ ] air berat Logam
Lumpur berat Logam
Kd =

3.5.4. Biokonsentrasi Faktor (BCF)
Untuk melihat perbandingan tingkat biokonsentrasi faktor logam berat
pada ikan dan air sertaikan dan sedimen menggunakan rumus:

[ ]
[ ] air berat Logam
Ikan berat Logam
BCF =

[ ]
[ ] Lumpur berat Logam
Ikan berat Logam
BCF =


3.5.5. Kelimpahan Plankton
Kelimpahan plankton dinyatakan sebagai jumlah individu plankton per
satuan volume air dihitung dengan menggunakan metode Lackey Drop
Microtransect counting (APHA, 1989), dengan rumus sebagai berikut :
V vc
v
A
a
n N
F
1
=



37
Keterangan :
N
F
=J umlah total plankton (sel/L.).
N =J umlah rataan individu per lapang pandang
a =luas gelas penutup (mm
2
)
A =Luas satu lapangan pandang (mm
2
)
v =Volume air terkonsentrasi (ml)
vc =Luas Volume air di bawah gelas penutup (ml)
V =Volume air yang disaring (L)
4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Kondisi Perairan Waduk Cirata Secara Fisika, Kimia, dan Biologi
Degradasi lingkungan lahan budidaya akibat tingginya cemaran dan
kesalahan pengelolaan budidaya yang berakibat pada perubahan perairan secara
fisika, kimia, dan biologi. Aktivitas kegiatan KJA memberikan dampak yang
signifikan terhadap terjadinya perubahan kualitas air Waduk Cirata (Prihadi
2004). Perkembangan KJA di Waduk Cirata terjadi sangat cepat, (Garno &
Adibroto 1999 dalam Prihadi 2005) mencatat pada tahun 1999 terdapat 27.786
KJA dengan produksi ikan 25.114 ton. KJA menutupi 136 ha atau 2,2%
permukaan waduk dan sisa-sisa pakan yang tertampung di dalam waduk ada
sekitar 198,376 ton (8,667 ton N dan 1,239 ton P) sedangkan pada tahun 2003
tercatat sebanyak 38.276 unit KJA, sehingga sisa pakan yang berada di dasar
waduk adalah sebesar 279.121 ton. Jumlah KJA ini sudah menutupi permukaan
Waduk Cirata sebesar 15%20%. Pada tahun 2009 jumlah KJA yang ada di
Waduk Cirata sebanyak 51.418 unit, walaupun yang aktif melakukan kegiatan
budidaya hanya sebesar 60% atau sebanyak 30.850 unit dengan jumlah rumah
tangga petani (RTP) 2.838 (BPWC 2009) jauh melebihi daya dukung yang telah
direkomendasikan.
Standarisasi penentuan tingkat cemaran air Waduk Cirata, didasarkan pada
hasil evaluasi kualitas air dari tiap-tiap stasiun pengamatan yang berdasarkan pada
baku mutu air PP. No. 82 Tahun 2001 dengan evaluasi menggunakan metode
STORET. Menurut Purnamawati (2009), kualitas air sangat ditentukan oleh
konsentrasi bahan pencemar di dalam air, PP. No. 82 Tahun 2001, menjelaskan
bahwa pencemaran air adalah turunannya kualitas air ke tingkat tertentu yang
menyebabkan air tidak berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya.
Secara prinsif metode Storet adalah membandingkan antara dua kualitas air
dengan baku mutu yang disesuaikan dengan peruntukannya guna menentukan
status mutu air tersebut. Penentuan status mutu air Waduk Cirata menunjukkan
kualitas airnya telah melewati baku mutu yang sesuai dengan peruntukannya.
Indeks penghitungan baku mutu air Waduk Cirata berdasarkan pada


39
penggolongan klasifikasi baku mutu air yang terdiri dari Kelas I, Kelas II, Kelas
III, dan Kelas IV (berdasarkan PP No. 82 Tahun 2001 pasal 8).
Parameter-parameter yang melewati standar baku mutu berperan dalam
pemberian skor pada penghitungan dengan metode Storet (Tabel 9) dan data
pengukuran kualitas air disajikan pada Lampiran 1. Parameter yang melebihi
standar baku mutu menunjukkan bahwa perairan tersebut telah mengalami
perubahan ke arah yang lebih buruk (tercemar). Dari hasil perhitungan dengan
metode Storet kualitas air pada Kelas I, II, dan III telah tercemar berat, hanya
Kelas IV yang masuk kategori tercemar sedang.

Tabel 9. Penentuan kualitas air Waduk Cirata dengan metode Storet
Sampel
Kelas I Kelas II Kelas III Kelas IV
Parameter
yang tidak
memenuhi
Parameter
yang tidak
memenuhi
Parameter
yang tidak
memenuhi
Parameter
yang tidak
memenuhi
Air Waduk
Cirata (stasiun
I, II, dan III)
Sulfide,
fenol, COD,
BOD, total
fosfat, Pb,
Cd, Hg

-70 (TB)
Sulfide,
ammonia,
fenol, total
fosfat, Pb, Cd,


-60 (TB)
Sulfide,
ammonia,
fenol, total
fosfat, Pb, Cd,


-60 (TB)
Sulfide, Cd,





-20 (TS)
Keterangan: TB (tercemar berat), TS (tercemar sedang)

Peruntukan air untuk kegiatan budidaya ikan air tawar berada pada kategori
Kelas III. Dari hasil perhitungan, kualitas air Waduk Cirata sudah termasuk dalam
kategori tercemar berat. Parameter-parameter yang sudah tercemar di perairan
Waduk Cirata disajikan dalam Tabel 10.

Tabel 10. Nilai parameter kualitas air hasil pengukuran dan standar baku mutu
Parameter kualitas air Baku mutu
Hasil pengukuran
Maxsimum Minimum Rerata
Sulfide (mg/L)
Amonia (mg/L)
Fenol (mg/L)
Total fosfat (mg/L)
Timbal (Pb) (mg/L)
Kadmium (Cd) (mg/L)
0,002
0,02
0,001
1,0
0,03
0,01
<0,2
0,104
<0,05
1,50
0,29
0,035
<0,2
0,052
<0,05
1,076
0,105
0,035
<0,2
0,052
<0,05
1,31
0,198
0,035


40
Dari Tabel 10 terlihat untuk nilai sulfide, ammonia, fenol, total fosfat,
timbal, dan cadmium sudah melebihi standar baku mutu untuk budidaya ikan.
Menurut Effendi (2003) kadar sulfide lebih dari 0,002 mg/L mengakibatkan
terjadinya gangguan pada sistem pencernaan, kadar fenol lebih dari 0,01 berakibat
toksik bagi ikan. Nilai amoniak tinggi di perairan berasal dari sisa-sisa pakan dan
feses ikan yang berasal dari KJA di sekitar stasiun pengamatan. Dengan terjadinya
penumpukan bahan organik yang terus-menerus di dasar perairan maka
menyebabkan terjadinya proses dekomposisi oleh mikroorganisme sehingga
menghasilkan amoniak yang terus bertambah. Menurut Boyd (1982) keberadaan
amoniak diperairan merupakan hasil dari proses dekomposisi dari bahan organik
yang banyak mengandung senyawa nitrogen oleh mikroba, sekresi organisme,
reduksi nitrit oleh bakteri, dan kegiatan pemupukan. Nilai amoniak hasil
pengukuran sudah melebihi nilai standar baku mutu untuk budidaya ikan air
tawar, karena konsentrasi amoniak lebih dari 0,2 mg/L bersifat toksik bagi ikan
(McNeely et al. 1979 dalam Effendi 2003). Menurut Boyd (1982) amoniak tinggi
akan mempengaruhi permeabilitas ikan terhadap air dan menurunkan konsentrasi
ion dalam tubuh ikan, sehingga meningkatkan konsumsi oksigen pada jaringan
dan mengakibatkan kerusakan pada insang serta mengurangi kemampuan darah
dalam menstransportasikan oksigen.
Sumber utama total fosfat anorganik terutama berasal dari penggunaan
deterjen, alat pembersih untuk keperluan rumah tangga, serta berasal dari industri
pupuk pertanian. Sedangkan total fosfat organik barasal dari makanan dan
buangan rumah tangga. Fosfat sangat berguna untuk pertumbuhan organisme dan
merupakan faktor yang menentukan produktivitas badan air. Menurut Wetzel
(1975) perairan yang memiliki kadar total fosfat 0,031-0,1 mg/L tergolong
perairan eutrofik. Menurut Prihadi (2005) jika suatu perairan ada bahan pencemar
dalam jumlah yang tinggi dan mengakibatkan kandungan fosfatnya tinggi,
mengakibatkan terjadinya proses eutrofikasi atau keadaan lewat subur yang
menyebabkan pertumbuhan plankton yang tidak terkendali. Dengan perairan
menjadi eutrofikasi, persaingan oksigen menjadi tinggi, serta penetrasi cahaya
metahari menjadi terhalang, keadaan ini akan mengganggu pada kelangsungan
hidup ikan yang ada di perairan tersebut.


41
Efek toksik dari logam timbal pada tubuh ikan akan terikat dalam molekul
protein sehingga menghambat aktivitas kerja sistem enzim dalam pembentukan
hemoglobin. Efek toksik kadmium pada ikan adalah merusak struktur jaringan
morfologi insang. Menurut (Hughes et al. 1979 dalam Darmono 2008) pada dosis
0,002 mg/L kadmium ikan mengalami hipoksia (kesulitan mengambil oksigen
dari air) sehingga terjadi penebalan pada sel epitel insang. Dampak lain karena
tingginya nilai kadmium adalah terjadinya hyperplasia pada bagian lamela dan
interlamela epitel filament. Menurut Albergoni & Viola (1995) pada konsentrasi
20 g 1
1
logam berat kadmium dapat menurunkan antibodi pada ikan. Dilihat
dari hasil pengukuran kadmium diperairannya sudah melebihi standar baku mutu,
maka layak perairan Waduk Cirata tersebut masuk dalam kategori tercemar berat.
Plankton merupakan salah satu media tempat akumulasi logam berat
dalam ekosistem perairan (Jannet 2005). Sehingga evaluasi kelimpahan plankton
menjadi penting untuk diketahui. Hasil analisis terhadap plankton di Waduk
Cirata disajikan pada Tabel 11.

Tabel 11. Hasil analisis terhadap kelimpahan plankton di Waduk Cirata
Kelompok Biota ST-1 ST-2 ST-3
Fitoplankton
Ulothrik sp
Microspora sp
Synedra sp
Diatoma sp
Zygnema
Spyrogira sp
Ankistrodesmus sp
Oscillatoria sp
Kelimpahan (Iid./L)
Keragaman
Keseragaman
312
375
468
625
593
625
500
375
3.873
2,16
1,04
281
0
625
531
469
625
469
313
3.313
1,91
0,98
375
344
531
594
531
625
531
344
3.875
2,05
0,99







42
Zooplankton
Paramecium sp
Copepoda sp
Corycaeus sp
Keratella sp
Notholca sp
Brachionus sp
Kelimpahan (Ind./M
3
)
Keragaman
Keseragaman
219
188
375
375
281
469
1.906
1,74
0,97
219
250
344
313
281
438
1.844
1,76
0,98
188
219
344
313
281
438
1781
1,75
0,98

Dari Tabel 11 terlihat bahwa perairan dilihat dari indeks keragaman (H)
untuk fitoplankton berkisar antara 1,91-2,16 dan untuk zooplankton nilai indeks
keragamannya berkisar antara 1,74-1,76. Menurut Odum (1971) bahwa nilai
keragaman 1-3 termasuk dalam tingkat keragaman sedang. Nilai indeks
keseragaman fitoplankton berkisar antara 0,98-1,04 dan untuk indeks
keseragaman zooplankton berkisar antara 0,97-0,98. Menurut Lee et al, (1978)
dalam Bahtiar (1994) klasifikasi indeks keseragaman antara 1,0-2,0 tercemar
ringan, <1,0 tercemar sedang, dan >2,0 tidak tercemar. Sehingga perairan Waduk
Cirata sudah dalam kategori tercemar sedan-ringan. Dilihat dari kandungan
krorofil
a
yang ada di Waduk Cirata berkisar antara 20-60 g/L sudah termasuk
dalam kategori eutrofik-hypereutrofik (DKP 2007). Klasifikasi tingkat kesuburan
perairan berdasarkan unsur hara dan biomassa fitoplankton (krorofil
a
) disajikan
pada Tabel 12 (DKP 2007).

Tabel 12. Klasifikasi tingkat kesuburan perairan berdasarkan unsur hara dan
biomassa fitoplankton (krorofil
a
) (DKP 2007)
Parameter
Klasifikasi kesuburan
Oligotrofik Mesotrofik Eutrofik Hypereutrofik
Rata-rata Total N (g/L) 661 753 1.875 Tinggi
Rata-rata Total P (g/L) 8,0 26,7 84,4 >200
Rata-rata krorofil
a
(g/L) 1,7 4,7 14,3 100-200>
Puncak konsentrasi krorofil
a
(g/L)
4,2 16,1 42,6 >500



43
4.2. Kandungan Logam Berat pada Ikan
Data hasil analisis terhadap logam berat disajikan pada Lampiran 2.

4.2.1.Insang
a. Timbal (Pb)
0.000
0.050
0.100
0.150
0.200
0.250
0.300
0.350
0.400
Hasil dari Patin
Cirata Awal
Hasil dari Patin
Cirata Akhir
Hasil dari Patin
Tanpa Sedimen
Hasil dari Patin
Pakai Sedimen
P
b

(
m
g
/
K
g

b
b
)

Gambar 3. Logam berat Pb (mg/Kg) dalam insang ikan patin

Logam berat Pb termasuk dalam logam berat toksik bagi ikan dan banyak
tersedia di perairan (Das et al. 2007). Pada awal penelitian organ insang ikan patin
telah terkonsentrasi logam berat sebesar 0,0984 mg/Kg, pada akhir penelitian ada
kenaikan akumulasi logam berat insang sebanyak 0,340 mg/Kg (73,71%). Logam
berat Pb pada insang ikan patin yang dipelihara selama 6 bulan ternyata
akumulasinya cukup tinggi. Ikan patin termasuk ikan karnivora dan suka
memakan tumbuhan dan kacang-kacangan maka akumulasi logam berat lebih
cepat melalui rantai makanan. Menurut Zyadah (1998) cemaran logam berat
terakumulasi pada air, sedimen, dan komponen yang mempengaruhi biologi
perikanan.
Konsentrasi Pb pada ikan patin yang dipelihara di akuarium dengan tidak
menggunakan sedimen dari Waduk Cirata konsentrasinya cukup tinggi yaitu
sebesar 0,380 mg/Kg (kenaikannya sebesar 74,11% dari konsentrasi awal) dan
konsentrasi pada insang ikan patin yang dipelihara di akuarium yang diberi
sedimen Waduk Cirata kenaikannya sebesar 0,268 mg/Kg (73,11%). Konsentrasi
logam berat Pb pada insang yang dipelihara secara alami di Waduk Cirata lebih
kecil dari pada ikan yang dipelihara di Akuarium. Hal ini diduga karena media
distribusi logam berat Pb bukan saja lewat air tetapi bisa lewat udara. Hasil
penelitian emisi logam berat Pb banyak terdapat di udara disampaikan menurut


44
(Darmono 2008; Connell & Miller 1995: Widowati et al. 2008; Effendi 2003: Das
et al. 2007: Dauvalter & Rognerud 2001).
Konsentrasi Pb pada insang ikan yang dipelihara pada akuarium yang
menggunakan sedimen jumlahnya lebih sedikit dari yang tidak menggunakan
sedimen. Hal ini karena sifat logam berat yang berbentuk kation sehingga mudah
mengendap pada sedimen. Menurut Effendi (2003) penyerapan logam Pb oleh
sedimen/tanah sangat baik, tetapi bisa dilepaskan pada saat terjadi perubahan
kesadahan dan perubahan DO. Salah satu upaya untuk menurunkan konsentrasi Pb
yaitu dengan meningkatkan kesadahan dan oksigen terlarut.
Konsentrasi Pb pada insang ikan patin baik yang dipelihara di Waduk
Cirata maupun akuarium akumulasinya telah melebihi standar baku mutu
kemanan pangan yang ditetapkan oleh Kepdirjen P2HP-DKP No 010/DJ-
P2HP/2007 tentang pengendalian dan monitoring hasil perikanan yaitu sebesar 0,2
mg/Kg. Konsentrasi ini juga sudah tidak layak bagi manusia karena sudah
melebihi standar yang direkomendasikan oleh EPA (1987) dalam Laws (1993)
yaitu baku mutu aman untuk manusia sebesar 0,05 mg/Kg. Sehingga insang ikan
patin sudah tidak bisa dikonsumsi karena konsentrasi logam berat Pb yang ada
pada insang sudah melebihi standar baku mutu keamanan pangan.

b. Kadmium (Cd)
0.00
0.01
0.02
0.03
0.04
0.05
0.06
0.07
0.08
Hasil dari Patin
Cirata Awal
Hasil dari Patin
Cirata Akhir
Hasil dari Patin
Tanpa Sedimen
Hasil dari Patin
Pakai Sedimen
C
d

(
m
g
/
K
g

b
b
)

Gambar 4. Logam berat Cd (mg/Kg) dalam insang ikan patin

Logam berat kadmium (Cd) banyak ditemukan dalam perairan dalam jumlah
yang sangat sedikit (renik) dan bersifat tidak larut dalam air. Akumulasi nilai Cd
pada akhir penelitian pada insang ikan patin mencapai 0,04 mg/Kg atau
mengalami kenaikan akumulasi sebesar 0,02 mg/Kg (50%) jika dibandingkan


45
dengan awal penelitian. Konsentrasi Cd pada insang ikan patin yang dipelihara di
akuarium yang tidak menggunakan sedimen sebesar 0,053 mg/Kg (72,60%) dan
akumulasi pada ikan yang diberi sedimen kenaikannya sebesar 0,011 mg/Kg
(35,48%) jika dibandingkan dengan konsentrasi awal penelitian.
Dilihat dari sifat logam berat Cd yaitu terikat pada protein dan lemak,
sehingga pada tempat yang terbatas logam tersebut bisa iekresikan tetapi masuk
lagi ke dalam tubuh ikan. Selain sifat dari logam itu sendiri, juga diduga oleh
media penyebaran yaitu salah satunya melalui udara, sehingga diakuarium pun
bisa terakumulasi lebih tinggi dari yang dipelihara di alam. Beberapa pernyataan
bahwa logam Cd bisa melalui udara disampaikan dari hasil penelitian (Darmono
2008; Connell & Miller 1995: Widowati et al. 2008; Effendi 2003: Das et al.
2007: Dauvalter & Rognerud 2001). Menurut Peters (1999) akumulasi dan
kontaminasi logam Cd pada sedimen sangat rendah.
Konsentrasi logam Cd pada insang masih dalam ambang yang ditoleransi
untuk keamanan pangan dari Kepdirjen P2HP-DKP Nomor. KEP. 010/DJ-
P2HP/2007 tentang pengendalian dan monitoring hasil perikanan yaitu sebesar
0,10 mg/Kg dan untuk kemanan manusia dari EPA (1987) dalam Laws (1993)
yaitu baku mutu aman untuk manusia sebesar 0,10 mg/Kg. Sehingga bagian
insang terbebas dari kontaminasi logam Cd.

c. Merkuri (Hg)
0.000
0.005
0.010
0.015
0.020
0.025
Hasil dari Patin
Cirata Awal
Hasil dari Patin
Cirata Akhir
Hasil dari Patin
Tanpa Sedimen
Hasil dari Patin
Pakai Sedimen
H
g

(
m
g
/
K
g

b
b
)

Gambar 5. Logam berat Hg (mg/Kg) dalam insang ikan patin

Logam berat (Hg) adalah satu-satunya logam dalam bentuk cair pada suhu
normal (Effendi 2003). Pada dasar perairan anaerobik, Hg berikatan dengan
sulfur. Pada kadar Hg anorganik yang rendah dapat mengalami transformasi


46
menjadi dimetil merkuri dan pada kadar Hg yang tinggi mengalami transformasi
menjadi monometil dengan bantuan mikroba, baik dalam kondisi aerob maupun
anaerob. Kedua bentuk metil merkuri tersebut dapat dipecah oleh bakteri yang
hidup pada dasar sedimen. Senyawa Hg bersifat toksik bagi ikan dan biota akuatik
lainnya karena dapat mengalami biomagnitifikasi pada rantai makanan.
Salah satu sumber utama pencemaran logam Hg adalah pembuangan tailing
pengolahan emas yang diolah secara amalgasi. Sehingga kandungan Hg pada
sedimen Waduk Cirata sekitar 29,83 mg/Kg, tetapi di air konsentrasinya lebih
kecil. Karena dalam air Hg mudah berikatan dengan klor yang ada dalam air dan
membentuk ikatan HgCl (Widowati 2008). Dalam bentuk tersebut, Hg mudah
masuk ke dalam plankton dan bisa masuk kebiota akuatik lainnya. Sehingga
konsentrasi Hg pada insang ikan patin yang dipelihara di Waduk Cirata lebih
tinggi jika dibandingkan dengan yang dipelihara di akuarium. Karena salah satu
sumber utama Hg pada plankton yang langsung dimakan oleh ikan tidak tersedia
pada akuarium.
Konsentrasi Hg pada insang ikan patin pada akhir penelitian mengalami
akumulasi sebesar 0,0155 mg/Kg (76,35%) dibandingkan dengan awal penelitian.
Pada insang ikan patin yang dipelihara di akuarium tanpa di beri sedimen
kandungan merkurinya mengalami penurunan sebesar 0,0034 mg/Kg (70,80%)
dan pada ikan yang dipelihara di akuarium yang diberi sedimen nilai merkurinya
tidak terdeteksi. Penurunan ini karena sifat logam Hg yang mudah terurai oleh
bakteri khususnya bakteri anaerob sehingga terjadi depurasi pada konsentrasi
logam Hg pada insang ikan patin yang dipelihara di akuarium dengan sumber
yang masuk lebih sedikit.
Konsentrasi logam Hg pada insang ikan patin yang dipelihara baik yang
dipelihara di Waduk Cirata maupun akuarium masih dalam ambang standar baku
mutu keamanan pangan (Kepdirjen P2HP-DKP Nomor. KEP. 010/DJ-P2HP/2007
tentang pengendalian dan monitoring hasil perikanan yaitu sebesar 1,00 mg/Kg.
Sehingga insang ikan patin yang dipelihara di Waduk Cirata masih layak untuk
dikonsumsi.




47
d. Besi (Fe)
0.00
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
6.00
7.00
8.00
9.00
Hasil dari Patin
Cirata Awal
Hasil dari Patin
Cirata Akhir
Hasil dari Patin
Tanpa Sedimen
Hasil dari Patin
Pakai Sedimen
F
e

(
m
g
/
K
g

b
b
)

Gambar 6. Logam berat Fe (mg/Kg) dalam insang ikan patin

Mineral yang sering berada dalam jumlah besar adalah kadungan Fe.
Kadungan nilai Fe pada sedimen Waduk Cirata cukup tinggi yaitu sebesar 29,495
mg/Kg. Logam berat Fe termasuk dalam kelompok esensial yaitu dibutuhkan oleh
organisme tateapi dalam jumlah yang tidak banyak. Pada sistem biologi hewan Fe
tidak stabil dan secara perlahan berubah menjadi fero (FeII) atau feri (FeIII).
Kandungan Fe dalam tubuh hewan sangat bervariasi tergantung pada status
kesehatan, nutrisi, umur, jenis kelamin, dan spesies (Darmono 2008).
Konsentrasi Fe pada insang ikan patin di awal penelitian sebesar 6,47
mg/Kg dan mengalami peningkatan akumulasi pada akhir penelitian (6 bulan
masa pemeliharaan) menjadi 7,30 mg/Kg (11,37%). Dibanding dengan logam
lainnya (Pb, Cd, Hg) peningkatan akumulasinya termasuk sedikit karena logam ini
diperlukan oleh ikan untuk metabolisme dan pengikatan oksigen walaupun
diperoleh dalam jumlah yang tidak banyak.
Konsentrasi Fe pada insang ikan patin yang dipelihara di akuarium tanpa
sedimen mengalami peningkatan sebesar 0,69 mg/Kg (9,64%). Konsentrasi ini di
bawah konsentrasi akumulasi pada isang ikan patin yang dipelihara di akuarium
yang diberi sedimen dan mengalami peningkatan sebesar 1,9 mg/Kg (22,7%). Hal
ini disebabkan karena logam Fe mudah larut dalam air, yang berakibat konsentrasi
logam Fe pada sedimen terurai oleh aerasi sehingga akumulasi oleh ikan cukup
tinggi dan sebagian dipakai untuk proses metabolisme serta pengikatan oksigen.
Kandungan Fe pada isang ikan ini sudah tidak aman untuk dikonsumsi
karena lebih tinggi dari standar baku mutu yang direkomendasikan oleh EPA
(1987) dalam Laws (1993) yaitu sebesar 3 mg/Kg.


48
4.2.2. Hati
a. Timbal (Pb)
0.00
0.10
0.20
0.30
0.40
0.50
0.60
Hasil dari Patin
Cirata Awal
Hasil dari Patin
Cirata Akhir
Hasil dari Patin
Tanpa Sedimen
Hasil dari Patin
Pakai Sedimen
P
b

(
m
g
/
K
g

b
b
)

Gambar 7. Logam berat Pb (mg/Kg) dalam hati ikan patin

Logam berat Pb termasuk dalam logam berat toksik bagi ikan dan banyak
tersedia di perairan (Das et al. 2007). Pada awal penelitian organ hati ikan patin
telah terkonsentrasi logam berat sebesar 0,1388 mg/Kg, pada akhir penelitian ada
kenaikan akumulasi logam berat pada hati sebanyak 0,268 mg/Kg (48,21%).
Logam berat Pb pada hati ikan patin yang dipelihara selama 6 bulan ternyata
akumulasinya cukup tinggi. Ikan patin termasuk ikan karnivora dan bisa memakan
tumbuhan dan kacang-kacangan maka akumulasi logam berat akan lebih cepat
melalui rantai makanan. Menurut Zyadah (1998) cemaran logam berat
terakumulasi pada air, sedimen, dan komponen yang mempengaruhi biologi
perikanan.
Konsentrasi Pb pada hati ikan patin yang dipelihara di akuarium yang
tidak diberikan sedimen dari Waduk Cirata konsentrasinya cukup tinggi yaitu
sebesar 0,219 mg/Kg (kenaikannya sebesar 71,50% dari konsentrasi awal) dan
konsentrasi pada hati ikan patin yang dipelihara diakuarium yang diberi sedimen
Waduk Cirata kenaikannya sebesar 0,298 mg/Kg (68,24%). Konsentrasi logam
berat Pb pada hati yang dipelihara secara alami di Waduk Cirata lebih kecil dari
pada ikan yang dipelihara di akuarium. Hal ini diduga karena sifat dari logam Pb
itu sendiri yang terikat pada protein dan lemak, karena dalam hati ikan kandungan
protein dan lemaknya rendah dibandingkan dengan enzim, sehingga logam berat
Pb bisa di eksresi keluar tubuh melalui urin atau peses. Tetapi karena dalam
akuarium sangat terbatas, sehingga kemingkinan terserap masuk lagi ke dalam
tubuh ikan cukup tinggi serta ditunjang oleh salah satu media distribusinya


49
melalui media udara. Hasil penelitian emisi logam berat Pb banyak terdapat di
udara disampaikan oleh (Darmono 2008; Connell & Miller 1995: Widowati et al.
2008; Effendi 2003: Das et al. 2007: Dauvalter & Rognerud 2001).
Konsentrasi Pb pada hati ikan yang dipelihara pada akuarium yang
menggunakan sedimen jumlahnya lebih kecil dari yang tidak menggunakan
sedimen. Hal ini karena sifat logam berat yang berbentuk ionik sehingga mudah
terikat pada sedimen. Menurut Effendi (2003) logam Pb diserap oleh
sedimen/tanah dengan baik. Salah satu upaya untuk menurunkan konsentrasi Pb
yaitu dengan meningkatkan kesadahan dan oksigen terlarut.
Konsentrasi Pb pada hati baik yang dipelihara di Waduk Cirata maupun
akuarium akumulasinya telah melebihi baku mutu standar kemanan pangan yang
ditetapkan oleh Kepdirjen P2HP-DKP No 010/DJ-P2HP/2007 tentang
pengendalian dan monitoring hasil perikanan yaitu sebesar 0,2 mg/Kg.
Konsentrasi ini juga sudah tidak layak bagi manusia karena sudah melebihi
standar yang direkomendasikan oleh EPA (1987) dalam Laws (1993) yaitu baku
mutu aman untuk manusia sebesar 0,05 mg/Kg. Sehingga insang hati ikan patin
sudah tidak layak dikonsumsi karena akan berakibat toksik bagi yang
mengkonsumsinya.

b. Kadmium (Cd)
0.00
0.01
0.02
0.03
0.04
0.05
0.06
0.07
0.08
Hasil dari Patin
Cirata Awal
Hasil dari Patin
Cirata Akhir
Hasil dari Patin
Tanpa Sedimen
Hasil dari Patin
Pakai Sedimen
C
d

(
m
g
/
K
g

b
b
)

Gambar 9. Logam berat Cd (mg/Kg) dalam hati ikan patin

Logam berat kadmium (Cd) banyak ditemukan di perairan dalam jumlah
yang sangat sedikit (renik) dan bersifat tidak larut dalam air, sehingga akumulasi
nilai Cd pada hati ikan patin di akhir penelitian mengalami penurunan sebesar
0,0044 mg/Kg (17,32%) jika dibandingkan dengan awal penelitian. Konsentrasi


50
Cd pada hati ikan patin yang dipelihara di akuarium yang tidak menggunakan
sedimen sebesar 0,034 mg/Kg (25,30%) dan akumulasi pada ikan yang diberi
sedimen kenaikannya sebesar 0,045 mg/Kg (63,71%) jika dibandingkan dengan
konsentrasi awal penelitian.
Konsentrasi logam Cd pada hati ikan patin masih dalam ambang yang
ditoleransi untuk keamanan pangan dari Kepdirjen P2HP-DKP Nomor. KEP.
010/DJ-P2HP/2007 tentang pengendalian dan monitoring hasil perikanan yaitu
sebesar 0,10 mg/Kg dan untuk kemanan manusia dari EPA (1987) dalam Laws
(1993) yaitu baku mutu aman untuk manusia sebesar 0,10 mg/Kg. Sehingga
bagian hati terbebas dari kontaminasi logam Cd.

c. Merkuri (Hg)
0.000
0.002
0.004
0.006
0.008
0.010
0.012
0.014
0.016
Hasil dari Patin
Cirata Awal
Hasil dari Patin
Cirata Akhir
Hasil dari Patin
Tanpa Sedimen
Hasil dari Patin
Pakai Sedimen
H
g

(
m
g
/
K
g

b
b
)

Gambar 7. Logam berat Hg (mg/Kg) dalam hati ikan patin

Logam berat (Hg) adalah satu-satunya logam dalam bentuk cair pada suhu
normal (Effendi 2003). Pada dasar perairan anaerobik, Hg berikatan dengan
sulfur. Pada kadar Hg anorganik yang rendah dapat mengalami transformasi
menjadi dimetil merkuri dan pada kadar Hg yang tinggi mengalami transformasi
menjadi monometil dengan bantuan mikroba, baik dalam kondisi aerob maupun
anaerob. Kedua bentuk metil merkuri tersebut dapat dipecah oleh bakteri yang
hidup pada dasar sedimen. Senyawa Hg bersifat toksik bagi ikan dan biota akuatik
lainnya karena dapat mengalami biomagnitifikasi pada rantai makanan.
Salah satu sumber utama pencemaran logam Hg adalah pembuangan tailing
pengolahan emas yang diolah secara amalgasi. Sehingga kandungan Hg pada
sedimen Waduk Cirata sekitar 29,83 mg/Kg, tetapi di air konsentrasinya lebih
kecil. Karena dalam air, Hg mudah berikatan dengan klor dan membentuk ikatan


51
HgCl (Widowati 2008). Dalam bentuk tersebut, Hg mudah masuk ke dalam
plankton dan bisa masuk ke biota akuatik lainnya. Sehingga jumlah konsentrasi
Hg pada hati ikan patin yang dipelihara di Waduk Cirata maupun yang dipelihara
di akuarium tidak terdeteksi konsentrasi nilai merkurinya. Hal ini disebabkan oleh
jumlah Hg yang ada di perairan cukup kecil dan bersifat mudah larut dalam air
sehingga dalam hati ikan patin terjadi depurasi oleh enzim pencernaan dan
mengalami penurunan konsentrasi. Penurunan ini karena sifat logam Hg yang
mudah terurai oleh bakteri sehingga terjadi depurasi konsentrasi logam Hg pada
hati ikan patin yang dipelihara di akuarium.
Konsentrasi logam Hg pada insang ikan patin yang dipelihara baik di Waduk
Cirata maupun akuarium masih dalam ambang standar baku mutu keamanan
pangan (Kepdirjen P2HP-DKP Nomor. KEP. 010/DJ-P2HP/2007 tentang
pengendalian dan monitoring hasil perikanan yaitu sebesar 1,00 mg/Kg).
Sehingga insang ikan patin yang dipelihara di Waduk Cirata masih layak untuk
dikonsumsi.

d. Besi (Fe)
0.00
2.00
4.00
6.00
8.00
10.00
12.00
14.00
16.00
18.00
Hasil dari Patin
Cirata Awal
Hasil dari Patin
Cirata Akhir
Hasil dari Patin
Tanpa Sedimen
Hasil dari Patin
Pakai Sedimen
F
e

(
m
g
/
K
g

b
b
)

Gambar 10. Logam berat Fe (mg/Kg) dalam hati ikan patin

Logam yang sering berada dalam jumlah besar adalah Fe. Kadungan nilai Fe
pada sedimen Waduk Cirata cukup tinggi yaitu sebesar 29,495 mg/Kg. Logam
berat Fe termasuk dalam kelompok esensial yaitu dibutuhkan oleh organisme
tetapi dalam jumlah sedikit. Pada sistem biologi hewan Fe tidak stabil dan secara
perlahan berubah menjadi fero (FeII) atau feri (FeIII). Kandungan Fe dalam tubuh
hewan sangat bervariasi tergantung pada status kesehatan, nutrisi, umur, jenis
kelamin, dan spesies (Darmono, 2008).


52
Konsentrasi Fe pada hati ikan patin di awal penelitian sebesar 3,7296 mg/Kg
dan mengalami peningkatan akumulasi pada akhir penelitian (6 bulan masa
pemeliharaan) menjadi 15,59 mg/Kg (76,08%). Peningkatan akumulasi logam Fe
tidak semuanya di netralisir, karena logam Fe ini masih diperlukan untuk
metabolisme dan pengikatan oksigen oleh ikan, sehingga akumulasinya menjadi
tinggi.
Konsentrasi Fe pada hati ikan patin yang dipelihara di akuarium tidak diberi
sedimen mengalami peningkatan sebesar 13,08 mg/Kg (77,81%). Konsentrasi ini
lebih besar jika dibandingkan dengan konsentrasi pada hati ikan patin yang
dipelihara di akuarium dengan diberi sedimen konsentrasinya sebesar 4,33 mg/Kg
(25,76%). Hal ini disebabkan karena logam Fe mudah larut dalam air, sehingga
konsentrasi logam Fe pada sedimen terurai oleh aerasi sehingga banyak
diakumulasi oleh ikan dan dipakai untuk proses metabolisme serta pengikatan
oksigen. Sisa dari metabilosme yang tidak digunakan kembali diekresikan lagi
melalui urin dan feses serta terakumulasi lagi pada sedimen, tetapi yang tanpa
sedimen sisa metabolisme tadi tidak terakumulasi pada media lain sehingga
kembali dimanfaatkan lagi oleh ikan.
Kandungan Fe pada hati ikan patin sudah termasuk dalam kategori yang
tidak aman untuk dikonsumsi oleh manusia karena lebih tinggi dari standar baku
mutu yang direkomendasikan oleh EPA (1987) dalam Laws (1993) yaitu sebesar
3 mg/Kg.

4.2.3. Daging
a. Timbal (Pb)
0.00
0.05
0.10
0.15
0.20
0.25
0.30
0.35
0.40
0.45
Hasil dari Patin
Cirata Awal
Hasil dari Patin
Cirata Akhir
Hasil dari Patin
Tanpa Sedimen
Hasil dari Patin
Pakai Sedimen
P
b

(
m
g
/
K
g

b
b
)

Gambar 11. Logam berat Pb (mg/Kg) dalam daging ikan patin



53
Logam berat Pb termasuk dalam logam berat toksik bagi ikan dan banyak
tersedia di perairan (Das et al. 2007). Pada awal penelitian daging ikan patin telah
terkonsentrasi logam berat sebesar 0,1040 mg/Kg, pada akhir penelitian ada
kenaikan akumulasi logam berat pada daging sebanyak 0,389 mg/Kg (73,26%).
Logam berat Pb pada daging ikan patin yang dipelihara selama 6 bulan ternyata
akumulasinya cukup rendah. Walaupun ikan patin termasuk ikan karnivora dan
bisa memakan tumbuhan dan kacang-kacangan maka akumulasi logam beratnya
akan lebih cepat melalui rantai makanan. Menurut Zyadah (1998) cemaran logam
berat terakumulasi pada air, sedimen, dan komponen yang mempengaruhi biologi
perikanan. Tetapi karena proses akumulasi pada daging ikan memerlukan
mekanisme yang panjang dan melalui beberapa filter dalam sistem pencernaan,
sehingga konsentrasi di dalam daging relatif lebih rendah dibandingkan dengan
insang dan hati.
Konsentrasi Pb pada daging ikan patin yang dipelihara di akuarium dengan
tidak diberi sedimen dari Waduk Cirata konsentrasinya sebesar 0,0,3130 mg/Kg
(kenaikannya sebesar 20,9% dari konsentrasi awal) dan konsentrasi pada daging
ikan patin yang dipelihara diakuarium yang diberi sedimen Waduk Cirata
kenaikannya sebesar 0,308 mg/Kg (74,76%). Konsentrasi logam berat Pb pada
daging yang dipelihara secara alami di Waduk Cirata lebih kecil dari pada ikan
yang dipelihara di akuarium. Hal ini diduga karena media pengikatan logam ini
oleh protein dan lemak, sehingga akumulasi pada daging lebih stabil tidak mudah
diekresika karena kandungan lemak pada ikan patin sangat tinggi.
Konsentrasi Pb pada hati ikan patin yang dipelihara pada akuarium yang
diberi sedimen jumlahnya lebih kecil dari pada yang tidak diberikan sedimen. Hal
lain karena sifat logam berat yang berbentuk ionik sehingga mudah mengendap
pada sedimen. Menurut Effendi (2003) penyerapan logam Pb oleh sedimen/tanah
cukup tinggi. Salah satu upaya untuk menurunkan konsentrasi Pb yaitu dengan
meningkatkan kesadahan dan oksigen terlarut.
Konsentrasi Pb pada daging ikan patin baik yang dipelihara di Waduk
Cirata maupun di akuarium akumulasinya telah melebihi baku mutu standar
kemanan pangan yang ditetapkan oleh Kepdirjen P2HP-DKP No 010/DJ-
P2HP/2007 tentang pengendalian dan monitoring hasil perikanan yaitu sebesar 0,2


54
mg/Kg. Konsentrasi ini juga sudah tidak layak bagi manusia karena sudah
melebihi standar yang direkomendasikan oleh EPA (1987) dalam Laws (1993)
yaitu sebesar 0,05 mg/Kg. Sehingga daging ikan patin yang dipelihara di Waduk
Cirata sudah tidak aman untuk dikonsumsi karena akan berakibat toksik bagi yang
mengkonsumsinya.

b. Kadmium (Cd)
0.000
0.005
0.010
0.015
0.020
0.025
0.030
0.035
0.040
0.045
0.050
Hasil dari Patin
Cirata Awal
Hasil dari Patin
Cirata Akhir
Hasil dari Patin
Tanpa Sedimen
Hasil dari Patin
Pakai Sedimen
C
d

(
m
g
/
K
g

b
b
)

Gambar 12. Logam berat Cd (mg/Kg) dalam daging ikan patin

Logam berat kadmium (Cd) banyak ditemukan dalam perairan dalam jumlah
yang sangat sedikit (renik) dan bersifat tidak larut dalam air, sehingga akumulasi
logam berat Cd pada daging ikan patin di akhir penelitian mengalami kenaikan
akumulasi sebesar 0,0036 mg/Kg (12%) jika dibandingkan dengan awal
penelitian. Konsentrasi Cd pada daging ikan patin yang dipelihara di akuarium
yang tidak menggunakan sedimen mengalami penurunan sebesar 0,0044 mg/Kg
(16,67%) dan akumulasi pada ikan patin yang dipelihara di akuarium dengan
diberi sedimen kenaikannya sebesar 0,0206 mg/Kg (43,83%) jika dibandingkan
dengan konsentrasi awal penelitian.
Menurut Peters (1999) akumulasi dan kontaminasi logam Cd pada sedimen
sangat rendah. Karena konsentrasi di alam sangat sedikit, maka pada akuarium
yang tanpa menggunakan sedimen jumlahnya lebih banyak dibandingkan dengan
yang diberi sedimen, karena logam ini terikat oleh sediment dan ini menjadikan
mediator dalam traspor logam berat Cd sampai terakumulasi di daging.
Konsentrasi logam Cd pada daging masih dalam ambang standar baku mutu
keamanan pangan dari Kepdirjen P2HP-DKP Nomor. KEP. 010/DJ-P2HP/2007
tentang pengendalian dan monitoring hasil perikanan yaitu sebesar 0,10 mg/Kg


55
dan untuk kemanan manusia dari EPA (1987) dalam Laws (1993) yaitu baku
mutu aman untuk manusia sebesar 0,10 mg/Kg. Sehingga bagian daging ikan
patin terbebas dari kontaminasi logam Cd.

c. Merkuri (Hg)
0.000
0.005
0.010
0.015
0.020
0.025
0.030
Hasil dari Patin
Cirata Awal
Hasil dari Patin
Cirata Akhir
Hasil dari Patin
Tanpa Sedimen
Hasil dari Patin
Pakai Sedimen
H
g

(
m
g
/
K
g

b
b
)

Gambar 13. Logam berat Hg (mg/Kg) dalam daging ikan patin

Logam berat (Hg) adalah satu-satunya logam dalam bentuk cair pada suhu
normal (Effendi 2003). Pada dasar perairan anaerobik, Hg berikatan dengan
sulfur. Pada kadar Hg anorganik yang rendah dapat mengalami transformasi
menjadi dimetil merkuri dan pada kadar Hg yang tinggi mengalami transformasi
menjadi monometil dengan bantuan mikroba, baik dalam kondisi aerob maupun
anaerob. Kedua bentuk metil merkuri tersebut dapat dipecah oleh bakteri yang
hidup pada dasar sedimen. Senyawa Hg bersifat toksik bagi ikan dan biota akuatik
lainnya karena dapat mengalami biomagnitifikasi pada rantai makanan.
Salah satu sumber utama pencemaran logam Hg adalah pembuangan tailing
pengolahan emas yang diolah secara amalgasi. Sehingga kandungan Hg pada
sedimen Waduk Cirata sekitar 29,83 mg/Kg, tetapi di air konsentrasinya lebih
kecil. Karena dalam air Hg mudah berikatan dengan klor dan membentuk ikatan
HgCl (Widowati 2008). Dalam bentuk tersebut, Hg mudah masuk ke dalam
plankton dan bisa masuk ke biota akuatik lainnya. Sehingga jumlah konsentrasi
Hg pada daging ikan patin yang dipelihara di Waduk Cirata lebih tinggi jika
dibandingkan dengan yang dipelihara di akuarium. Karena salah satu sumber
utama Hg pada plankton yang langsung dimakan oleh ikan tidak tersedia pada
akuarium.


56
Konsentrasi Hg pada daging ikan patin pada akhir penelitian mengalami
akumulasi sebesar 0,025 mg/Kg (99,6%) dibandingkan dengan awal penelitian.
Menurut Alen-Gill (1996) logam Hg lebih banyak ditemukan di dalam daging
ikan, sehingga sangat memungkinkan akumulasi pada daging ikan akan tinggi
walaupun tidak diberikan sedimen. Pada daging ikan patin yang dipelihara di
akuarium tanpa di beri sedimen kandungan merkurinya tidak terdeteksi juga pada
ikan yang dipelihara pada akuarium yang diberi sedimen nilai merkurinya tidak
terdeteksi. Penurunan ini karena sifat logam Hg yang mudah terurai oleh bakteri
sehingga logam Hg pada daging ikan patin terdepurasi baik pada ikan patin yang
dipelihara di akuarium dengan diberi sedimen maupun yang dipelihara di
akuarium yang tidak diberi sedimen.
Konsentrasi logam Hg pada daging ikan patin yang dipelihara baik yang di
Waduk Cirata maupun di akuarium masih dalam ambang standar baku mutu
keamanan pangan (Kepdirjen P2HP-DKP Nomor. KEP. 010/DJ-P2HP/2007
tentang pengendalian dan monitoring hasil perikanan yaitu sebesar 1,00 mg/Kg).
Sehingga daging ikan patin yang dipelihara di Waduk Cirata masih layak untuk
dikonsumsi.

d. Besi (Fe)
0.00
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
6.00
7.00
8.00
9.00
Hasil dari Patin
Cirata Awal
Hasil dari Patin
Cirata Akhir
Hasil dari Patin
Tanpa Sedimen
Hasil dari Patin
Pakai Sedimen
F
e

(
m
g
/
K
g

b
b
)

Gambar 14. Logam berat Fe (mg/Kg) dalam daging ikan patin

Kadungan nilai Fe pada sedimen Waduk Cirata cukup tinggi yaitu sebesar
29,495 mg/Kg. Logam berat Fe termasuk dalam kelompok esensial yaitu
dibutuhkan oleh organisme tetapi dalam jumlah yang tidak banyak. Konsentrasi
Fe pada daging ikan patin di awal penelitian sebesar 6,47 mg/Kg dan mengalami
peningkatan akumulasi pada akhir penelitian menjadi 7,30 mg/Kg (11,37%).


57
Konsentrasi Fe pada daging ikan patin yang dipelihara di akuarium yang
tidak diberi sedimen mengalami peningkatan sebesar 3,864 mg/Kg (88,22%).
Konsentrasi ini di bawah konsentrasi akumulasi pada daging ikan patin yang
dipelihara di akuarium dengan diberi sedimen mengalami peningkatan sebesar
7,724 mg/Kg (93,74%). Hal ini disebabkan karena mineral Fe mudah larut dalam
air, sehingga konsentrasi logam Fe pada sedimen terurai oleh aerasi sehingga
banyak diakumulasi oleh ikan dan sebagian dipakai untuk proses metabolisme.
Kandungan Fe pada daging ikan ini termasuk dalam konsentrasi yang
tidak aman untuk dikonsumsi karena telah melebihi standar baku mutu yang
direkomendasikan oleh EPA (1987) dalam Laws (1993) yaitu sebesar 3 mg/Kg.

4.3. Distribusi Logam Berat pada Media Pemeliharaan Ikan
4.3.1. Logam berat timbal (Pb)
0.00
0.10
0.20
0.30
0.40
0.50
0.60
0.70
0.80
Hasil dari Patin
Cirata Awal
Hasil dari Patin
Cirata Akhir
Hasil dari Patin
Tanpa Sedimen
Hasil dari Patin
Pakai Sedimen
P
b

(
m
g
/
K
g
)
Insang
Hati
Daging

Gambar 15. Logam berat Pb pada media pemeliharaan

Dari Gambar 15 terlihat bahwa kandungan logam berat Pb pada ikan yang
dipelihara di Waduk Cirata akumulasinya lebih rendah jika dibandingkan dengan
akumulasi pada organ ikan patin yang dipelihara di akuarium. Kecuali logam
berat Pb pada daging ikan patin yang dipelihara di akuarium yang tidak diberi
sedimen kensentrasinya mengalami penurunan. Hal ini diduga karena media
pengikat logam berat Pb pada ikan patin yaitu protein dan lemak kandungannya


58
cukup tinggi, sehingga akumulasi pada daging relatif stabil tidak mudah
terdepurasi.

4.3.2. Logam berat kadmium (Cd)
0.00
0.01
0.02
0.03
0.04
0.05
0.06
0.07
0.08
Hasil dari Patin
Cirata Awal
Hasil dari Patin
Cirata Akhir
Hasil dari Patin
Tanpa Sedimen
Hasil dari Patin
Pakai Sedimen
Insang
Hati
Daging

Gambar 16. Logam berat Cd pada media pemeliharaan

Konsentrasi logam berat Cd (Gambar 16) terlihat bahwa pada daging ikan
patin yang dipelihara di akuarium tanpa diberi sedimen dari Waduk Cirata lebih
rendah jika dibandingkan dengan konsentrasi pada ikan patin yang dipelihara di
Waduk Cirata. Hal ini diduga karena pada ikan patin yang tidak diberi sedimen
terjadi depurasi dan susah kembali terikat oleh organ tubuh untuk kembali
terakumulasi pada daging. Tetapi konsentrasi Cd pada ikan yang dipelihara di
akuarium yang diberi sedimen konsentrasinya lebih tinggi, hal ini diduga karena
kondisinya terkontrol dan ada sumber logam berat yaitu pada sedimen. Untuk
insang pada ikan yang dipelihara di akuarium yang diberi sedimen konsentrasinya
lebih tinggi dari pada yang dipelihara di akuarium yang tidak diberikan sedimen.
Hal ini diduga oleh proses depurasi, karena pada insang logam berat Cd mudah
sekali dilepaskan dan logam yang dilepaskan tadi tidak terikat pada sedimen
sehingga kembali terakumulasi pada insang ikan. Kondisi ini berbeda dengan ikan
patin yang dipelihara di akuarium dengan penambahan media sedimen,
kandungannya lebih kecil karena logam Cd yang dilepaskan langsung diikat oleh
sedimen dan susah kembali untuk diambiloleh ikan.


59
4.3.3. Logam berat merkuri (Hg)
0.00
0.01
0.02
0.03
0.04
0.05
0.06
0.07
0.08
Hasil dari Patin
Cirata Awal
Hasil dari Patin
Cirata Akhir
Hasil dari Patin
Tanpa Sedimen
Hasil dari Patin
Pakai Sedimen
H
g

(
m
g
/
K
g
)
Insang
Hati
Daging

Gambar 17. Logam berat Hg pada media pemeliharaan

Akumulasi logam berat Hg pada ikan patin yang dipelihara di Waduk
Cirata konsentrasinya lebih tinggi jika dibandingkan dengan konsentrasi pada ikan
patin yang dipelihara di akuarium (Gambar 17). Hal ini diduga karena logam berat
Hg bersifat cair dan mudah larut, tetapi yang di Waduk Cirata karena konsentrasi
dan sumbernya banyak sehingga akumulasinya tetap tinggi.

4.3.4. Logam berat besi (Fe)
0.0
1.0
2.0
3.0
4.0
5.0
6.0
7.0
8.0
9.0
10.0
11.0
12.0
13.0
14.0
15.0
16.0
17.0
18.0
Hasil dari Patin
Cirata Awal
Hasil dari Patin
Cirata Akhir
Hasil dari Patin
Tanpa Sedimen
Hasil dari Patin
Pakai Sedimen
F
e

(
m
g
/
K
g
)
Insang
Hati
Daging

Gambar 18. Logam berat Fe pada media pemeliharaan


60
Logam berat Fe termasuk yang esensial, sehingga masih diperlukan oleh
ikan walaupun dalam jumlah yang tidak banyak untuk mengikat oksigen. Dari
Gambar 18 terlihat bahwa dalam hati konsentrasinya paling tinggi dibanding
dengan yang ada pada insang maupun daging. Konsentrasi pada ikan patin yang
dipelihara diakuarium tanpa sedimen jumlahnya lebih sedikit jika dibandingkan
dengan yang diberi sedimen. Hal ini diduga karena logam Fe ini bersifat esensial,
tetapi pada akuarium yang tidak diberikan sedimen logam beratnya mengalami
pengurangan dan tidak ada penambahan dari sumber lain, sehingga yang ada
digunakan untuk metabolisme oleh tubuh ikan patin itu sendiri.

4.4. Distribusi Logam Berat pada Organ Ikan
4.4.1.Logam berat timbal (Pb)
0.00
0.10
0.20
0.30
0.40
0.50
0.60
0.70
0.80
Insang Hati Daging
P
b

(
m
g
/
K
g
)
Hasil dari
Patin Cirata
Awal
Hasil dari
Patin Cirata
Akhir
Hasil dari
Patin Tanpa
Sedimen
Hasil dari

Gambar 19. Logam berat Pb pada organ tubuh ikan patin

Data hasil analisis konsentrasi logam berat disajikan pada Gambar 19.
Akumulasi logam berat Pb yang paling tinggi terdapat pada hati ikan patin.
Sedangkan pada insang dan daging lebih rendah jika dibandingkan dengan hati.
Hal ini sesuai dengan penelitian Laws (1993) konsentrasi logam berat Pb paling
tinggi terdapat pada hati. Hanya konsentrasi logam berat Pb pada ikan patin yang
dipelihara di Waduk Cirata kandungan di hati lebih rendah dari pada di insang
maupun daging. Hal ini diduga karena akhir penelitian di Waduk Cirata masuk


61
pada musim hujan, sehingga logam berat Pb mengalami pengenceran dan banyak
terikat oleh sedimen sedangkan pada ikan mengalami depurasi.

4.4.2.Logam berat kadmium (Cd)
0.00
0.01
0.02
0.03
0.04
0.05
0.06
0.07
0.08
Insang Hati Daging
C
d

(
m
g
/
K
g
)
Hasil dari
Patin Cirata
Awal
Hasil dari
Patin Cirata
Akhir
Hasil dari
Patin Tanpa
Sedimen
Hasil dari

Gambar 20. Logam berat Cd pada organ tubuh ikan patin

Pada Gambar 20 terlihat bahwa konsentrasi logam Cd pada insang masih
cukup tinggi terutama pada ikan patin yang dipelihara diakuarium. Hasil ini sesuai
dengan penelitian Laws (1993) bahwa kandungan Cd tertinggi yaitu pada hati dan
ginjal. Konsentrasi Cd pada hati dan ginjal dipengaruhi oleh sel protein thionin
dan transpor metallothionin dari hati ke ginjal oleh sel darah merah.

4.4.3.Logam berat merkuri (Hg)
0.00
0.01
0.02
0.03
0.04
0.05
0.06
0.07
0.08
Insang Hati Daging
H
g

(
m
g
/
K
g
)
Hasil dari Patin
Cirata Awal
Hasil dari Patin
Cirata Akhir
Hasil dari Patin
Tanpa Sedimen
Hasil dari Patin

Gambar 21. Logam berat Hg pada organ tubuh ikan patin


62
Logam berat Hg pada Gambar 21 mengambarkan bahwa pada ikan patin
yang dipelihara di waduk Cirata konsentrasi tertinggi terdapa pada hati, tetapi
pada ikan patin yang dipelihara di akuarium konsentrasi tertinggi yaitu pada
daging. Hal ini diduga karena sifat logam Hg yang bersifat cair sehingga pada
ikan yang dipelihara di akuarium mudah terdepurasi pada bagian insang dan hati,
tetapi pada daging susah terombak karena terikat oleh lemak dan protein.

4.4.4.Logam berat besi (Fe)
0.0
2.0
4.0
6.0
8.0
10.0
12.0
14.0
16.0
18.0
Insang Hati Daging
F
e

(
m
g
/
K
g
)
Hasil dari
Patin Cirata
Awal
Hasil dari
Patin Cirata
Akhir
Hasil dari
Patin Tanpa
Sedimen
Hasil dari

Gambar 22. Logam berat Fe pada organ tubuh ikan patin

Dari Gambar 22 terlihat bahwa pada awal penelitian adanya perbedaan
konsentrasi logam berat pada setiap organ tubuh ikan patin yang diamati. Tetapi
pada akhir penelitian, konsentrasi logam berat Fe tertinggi terdapat pada hati.
Konsentrasi pada insang dan daging konsentrasinya lebih kecuali jika
dibandingkan dengan konsentrasi pada hati. Hal ini sesuai dengan penelitian Laws
(1993) dan disebabkan karena logam berat Fe ini esensial sehingga banyak
digunakan untuk metabolisme dan pengikatan oksigen oleh ikan di dalam tubuh.
Tetapi pada hati konsentrasi ini dianggap racun dan tidak didistribusikan ke organ
lainnya. Penurunan konsentrasi pada daging terjadi pada ikan patin baik yang
dipelihara di Waduk Cirata maupun akuarium.




63
4.5. Bioakumulasi Logam Berat pada Sedimen, Air, dan Ikan
Bioakumulasi menurut Semichal (2008), lebih banyak kearah
kompartemen sedimen sedangkan biokonsentrasi lebih kearah akumulasi pada
hewannya. Bioakumulasi menurut Soemirat (2003) bisa dihitung dengan
menggunakan rumus koefieien determinasi (Kd) dan hasilnya disajikan pada
Tabel 13. Dari Tabel 13 terlihat bahwa semua logam berat yang diamati ada
hubungan yang tinggi distribusi kandungan logam berat pada sedimen dengan
konsentrasi yang ada di air. Kondisi ini akan mempercepat proses bioakumulasi
pada ikan patin yang dipelihara.
Biokonsentrasi menurut Soemirat (2003) bisa dihitung dengan menggunakan
rumus faktor biokonsentrasi (BCF) antara ikan (insang, hati, daging) dan sedimen
disajikan pada Tabel 14, 15, dan 16.

Tabel 13. Hasil perhitungan koefisien determinasi (Kd) pada sedimen dan air
Waduk Cirata

No Jenis logam berat Nilai Kd Kategori afinitas Ket.
1
2
3
4
Timbal (Pb)
Kadmium (Cd)
Merkuri (Hg)
Besi (Fe)
22,7
9,14
13.415,5
166,33
>5
>5
>5
>5
tinggi
tinggi
tinggi
tinggi

Tabel 14. Nilai BCF antara insang ikan yang dipelihara di Waduk Cirata dan
sedimen

No Jenis logam berat Nilai BCF Kategori afinitas Ket.
1
2
3
4
Timbal (Pb)
Kadmium (Cd)
Merkuri (Hg)
Besi (Fe)
0,14
0,13
0,0076
0,25
<1
<1
<1
<1
rendah
rendah
rendah
rendah





64
Tabel 15. Nilai BCF antara hati ikan yang dipelihara di Waduk Cirata dan
sedimen

No Jenis logam berat Nilai BCF Kategori afinitas Ket.
1
2
3
4
Timbal (Pb)
Kadmium (Cd)
Merkuri (Hg)
Besi (Fe)
0,11
0,085
0
0,53
<1
<1
<1
<1
rendah
rendah
rendah
rendah

Tabel 16. Nilai BCF antara daging ikan yang dipelihara di Waduk Cirata dan
sedimen

No Jenis logam berat Nilai BCF Kategori afinitas Ket.
1
2
3
4
Timbal (Pb)
Kadmium (Cd)
Merkuri (Hg)
Besi (Fe)
0,16
0,095
0,0009
0,22
<1
<1
<1
<1
rendah
rendah
rendah
rendah

Dari Tabel 14, 15, dan 16 bahwa konsentrasi logam berat di dalam
sedimen Waduk Cirata tidak memberikan pengaruh langsung terhadap akumulasi
pada organ tubuh ikan patin yang dipelihara di Waduk Cirata.
Untuk melihat pengaruh konsentrasi logam berat pada air terhadap
akumulasi pada ikan patin disajikan pada Tabel 17, 18, dan 19.

Tabel 17. Nilai BCF antara insang ikan yang dipelihara di Waduk Cirata dan air

No Jenis logam berat Nilai BCF Kategori afinitas Ket.
1
2
3
4
Timbal (Pb)
Kadmium (Cd)
Merkuri (Hg)
Besi (Fe)
3,24
1,15
10,15
486,67
3-3,5
1-3
>5
>5
medium rendah
medium rendah
tinggi
tinggi



65
Tabel 18. Nilai BCF antara hati ikan yang dipelihara di Waduk Cirata dan
sedimen

No Jenis logam berat Nilai BCF Kategori afinitas Ket.
1
2
3
4
Timbal (Pb)
Kadmium (Cd)
Merkuri (Hg)
Besi (Fe)
2,55
0,61
0
1.039,33
1-3
<1
<1
>5
medium rendah
rendah
rendah
tinggi

Tabel 19. Nilai BCF antara daging ikan yang dipelihara di Waduk Cirata dan
sedimen

No Jenis logam berat Nilai BCF Kategori afinitas Ket.
1
2
3
4
Timbal (Pb)
Kadmium (Cd)
Merkuri (Hg)
Besi (Fe)
3,70
0,86
12,5
428,67
3-3,5
<1
>5
>5
medium rendah
rendah
tinggi
tinggi

Dari Tabel 17, 18, dan 19 bahwa akumulasi biokonsentrasi logam berat
pada ikan patin sangat dipengaruhi oleh konsentrasi yang ada pada air. Begitu
juga dengan konsentrasi logam berat yang lainnya (Cd, Hg, dan Fe) sangat
dipengaruhi oleh konsentrasi yang ada pada air.
Hasil perhitungan akumulasi tiap-tiap logam berat di awal penelitian, akhir
penelitian, di akuarium tanpa diberikan sedimen, dan di akuarium yang diberikan
sedimen dari Waduk Cirata (Gambar 23). Dari Gambar 23 terlihat bahwa total
akumulasi logam berat Pb pada ikan yang dipelihara di akuarium konsentrasinya
lebih tinggi dibandingkan dengan yang dipelihara di Waduk Cirata. Hal ini
berhubungan dengan sifat logam berat Pb yang mudah larut dalam air dan media
penyebarannya bisa melalui udara.
Logam berat Cd konsentrasi ikan yang dipelihara di akuarium pada Gambar
23 terlihat nilainya lebih tinggi dibandingkan dengan yang dipelihara di Waduk
Cirata. Tingginya nilai akumulasi pada ikan yang dipelihara diakuarium karena
Cd lebih mudah terikat oleh sedimen, sehingga diperairan logam Cd menjadi tidak


66
bebas. Sedangkan pada akuarium, konsentrasi logam Cd bertambah tetapi yang
mengikat tidak ada sehingga tingkat akumulasi oleh ikan patin menjadi tinggi.
Sifat dari logam berat Hg bisa menjadi cair pada suhu normal, sehingga
mudah masuk ke dalam plankton. Plankton merupakan salahsatu komponen rantai
makan yang banyak dimakan oleh ikan patin. Sehingga dari Gambar 23 terllihat
konsentrasi akumulasi logam berat Hg pada ikan yang dipelihara di Waduk Cirata
lebih tinggi jika dibandingkan dengan yang di pelihara di akuarium.
0.00
5.00
10.00
15.00
20.00
25.00
30.00
Lo g a m B e ra t
Awal 0.341 0.072 0.019 10.716
Akhir 0.997 0.091 0.045 29.320
Tanpa s edimen 1.180 0.129 0.001 28.350
P akai s edimen 1.215 0.148 - 29.090
P b Cd Hg Fe

Gambar 23. Total akumulasi logam berat pada ikan

4.6. Hubungan Antara Parameter

4.6.1.Hubungan antara Logam Berat pada Sedimen dan Air
Dari hasil nilai uji korelasi terhadap sedimen dan air mempunyai nilai
korelasi negatif yaitu sebesar -0,727 dengan nilai koefisien korelasinya (r) = 0,73.
Ada hubungan yang erat antara peningkatan konsentrasi akumulasi logam berat
pada air akan diikuti dengan penurunan konsentrasi logam berat pada sedimen.
Hal ini disebabkan karena logam berat tidak bisa didegradasi di alam secara total
dan sifatnya akumulasi. Sehingga perpindahan akumulasi logam berat pada setiap
kompartemen bisa terjadi. Persamaan regresinya adalah y = 0,07084-0,002146x
dan total regresi korelasi disajikan pada Lampiran 3.



67
4.6.2.Hubungan Logam Berat pada Sedimen dengan Insang Ikan
Pada awal penelitian regresi korelasi antara kandungan logam berat pada
sediemen dan insang ikan patin bernilai positif (0,627), koefisien korelasinya (r)
sebesar 0,63 dengan persamaan regresinya adalah y = -0,264+0,1296x. Berarti
tidak ada hubungan yang erat dengan penambahan kandungan logam berat pada
sedimen dan akumulasinya pada ikan patin. Karena diduga sumber logam berat
yang masuk ke dalam ikan bukan saja dari sedimen tetapi dari rantai makanan
seperti plankton.
Hubungan antara kandungan logam berat yang ada pada sedimen dengan
akumulasinya pada insang ikan patin pada akhir penelitian regresi korelasinya
bernilai positif sebesar 0,616 dengan koefisien korelasinya (r) sebesar 0,62.
Persamaan regresinya adalah y = -0,174+0,1422x. Secara regresi korelasi antara
sedimen dan insang ikan patin baik pada awal penelitian maupun akhir penelitian
tidak ada hubungan yang erat. Ini menandakan bahwa jika adanya penambahan
akumulasi logam berat pada sedimen tidak mempengaruhi akumulasi pada isang
ikan patin yang dipelihara.
Secara total kandungan logam berat pada insang ikan patin yang dipelihara
pada akuarium yang tidak diberikan sedimen dari Waduk Cirata berkorelasi erat
(0,610) dengan koefisien korelasinya (r) sebesar 0,61. Persamaan regresinya
adalah y = -0,129+0,1377x. Ini berarti penambahan akumulasi logam berat pada
sedimen di Waduk Cirata tidak signifikan meningkatkan jumlah konsentrasi
akumulasi logam berat pada insang ikan patin yang dipelihara dan tidak diberi
sedimen dari waduk Cirata. Karena sifat dari logam berat yaitu akumulasi
sehingga lama untuk bisa terjadi depurasi.
Hubungan regresi korelasi antara sedimen dan akumulasi pada insang patin
yang dipelihara pada akuarium yang diberi sedimen tidak ada hubungan yang erat
(0,616) dengan koefisien korelasinya (r) sebesar 0,62. Persamaan regresinya
adalah y = -0,219+0,1634x. Ini memberikan gambaran bahwa kandungan logam
berat pada sedimen Waduk Cirata secara signifikan tidak memberikan pengaruh
pada akumulasi logam berat pada insang ikan patin yang dipelihara. Secara
lengkap perhitungan regresi korelasi antara sedimen dan insang ikan patin
disajikan pada Lampiran 4.


68
4.6.3.Hubungan Logam Berat pada Sedimen dan Hati Ikan
Hubungan regresi korelasi konsentrasi logam berat pada sedimen dan hati
ikan patin pada awal penelitian bernilai positif sebesar 0,620. Nilai koefisen
korelasinya (r) sebesar 0,62, persamaan regresinya adalah y = -0,103 + 0,07321x,
ini mengambarkan tidak ada hubungan yang erat antara sedimen dan akumulasi
logam berat pada hati ikan patin pada awal penelitian. Sehingga jika ada
peningkatan akumulasi logam berat pada sedimen tidak diikuti dengan
peningkatan konsentrasi logam berat pada hati ikan patin yang dipelihara.
Regresi korelasi akumulasi logam berat pada sedimen dan ikan yang
dipelihara di Waduk Cirata pada akhir penelitian bernilai positif sebesar 0,626
dengan koefisien korelasi (r) sebesar 0,63, persamaan regresinya adalah y=-
0,636+0,3121x. Nilai ini masih dalam kisaran yang tidak mempunyai hubungan
yang erat antara konsentrasi logam berat dalam sedimen dengan akumulasi pada
hati ikan patin yang dipelihara. Sehingga jika terjadi peningkatan konsentrasi
logam pada sediman tidak meningkatkan jumlah akumulasi pada hati ikan patin
yang dipelihara.
Hubungan korelasi sedimen dan akumulasi logam pada hati ikan patin yang
dipelihara di akuarium tanpa diberi sedimen dari Waduk Cirata bernilai positif
(0,622) dengan koefisien korelasinya sebesar (r) 0,62. Persamaan regresinya
adalah y = -0,580+0,3329x. Disini terlihat tidak ada hubungan yang erat,
walaupun ada sumber logam yang dimasukan pada media pemeliharaan. Hal ini
lebih kepada sifat dari logam yang terakumulasi sehingga lebih banyak
terakumulasi pada hati ikan patin yang pada awalnya sudah terakumulasi oleh
logam berat.
Pemberian sedimen pada pemeliharaan ikan patin di akuarium mempunyai
hubungan yang tidak erat akumulasi logam beratnya dengan sedimen yang ada di
perairan Waduk Cirata. Hubungan regresi korelasinya bernilai positif (0,618)
dengan koefisien korelasi (r) sebesar 0,62, persamaan regresinya adalah y=-
0,368+0,2450x. Ini berarti bahwa peningkatan konsentrasi logam dalam sedimen
secara tidak nyata memberikan nilai akumulasi pada hati ikan patin yang cukup
signifikan (Lampiran 5).



69
4.6.4.Hubungan Logam Berat pada Sedimen dan Daging
Hubungan korelasi antara sedimen dengan akumulasi logam berat pada
daging bernilai positif sebesar 0,530. Koefisien korelasinya (r) sebesar 0,53
dengan persamaan regresi y = -0,0407+0,008195x, ini menggambarkan antara
sedimen dan konsentrasi logam berat pada daging ikan patin tidak mempunyai
hubungan yang erat. Sehingga jika ada peningkatan pada sedimen tidak berakibat
pada peningkatan akumulasi pada daging ikan patin.
Nilai regresi korelasi antara sedimen dan daginga ikan patin yang dipelihara
di Waduk Cirata pada akhir penelitian juga bernilai positif sebesar 0,612. Nilai
koefisien korelasinya (r) sebesar 0,61 dengan persamaan regresinya adalah y = -
0,111+0,1240x, yang memberikan gambaran bahwa hubungan antara sedimen dan
akumulasi logam berat pada daging di akhir penelitian tidak signifikan, serta lebih
tinggi jika dibandingkan dengan regresi korelasi pada awal penelitian. Ini
memberikan indikasi yang kuat peningkatan logam berat pada sedimen tidak akan
meningkatkan konsentrasi logam berat tersebut pada daging ikan patin yang
dipelihara.
Hubungan korelasi antara konsentrasi logam berat pada sedimen dengan
konsentrasi logam berat pada daging ikan yang dipelihara di akuarium tanpa
diberi sedimen bernilai positif (0,605). Nilai koefisien korelasinya (r) sebesar 0,60
dengan persamaan regresi y = -0,051+0,08330x, ini berarti hanya 60% konsentrasi
logam berat pada sedimen memberikan pengaruh pada konsentrasi logam berat
pada daging ikan patin yang dipelihara di akuarium.
Regresi korelasi antara kandungan logam berat pada sedimen dengan
konsentrasi logam berat pada daging ikan patin yang dipelihara di akuarium
dengan diberi sedimen dari Waduk Cirata bernilai positif (0,613). Ini memberikan
indikasi yang kuat tidak ada hubungan yang erat dengan adanya peningkatan
konsentrasi logam berat pada sedimen akan meningkatkan pula konsentrasi logam
berat pada daging ikan patin yang dipelihara di akuarium. Koefisien korelasinya
sebesar 0,61 dengan persamaan regresi y = -0,181+0,1596x, artinya hanya 61%
pariasi konsentrasi logam berat pada sedimen mempengaruhi pada konsentrasi
logam berat pada daging ikan patin yang dipelihara di akuarium dengan diberi


70
sedimen dari Waduk Cirata. Lebih lengkapnya perhitungan regresi korelasi antara
sedimen dan daging ikan patin dsajikan pada Lampiran 6.

4.6.5.Hubungan Logam Berat pada Air dan Insang Ikan
Pada awal penelitian regresi korelasi antara kandungan logam berat pada air
dan insang ikan patin bernilai negatif (-0,339) dengan koefisien korelasinya (r)
sebesar 0,34. Persamaan regresinya adalah y = 2,579-23,77x. Ini artinya ada
hubungan yang erat dengan peningkatan konsentrasi logam pada insang ikan akan
diikuti dengan penurunan jumlah konsentrasi logam berat pada air sebesar 34%.
Karena diduga logam berat yang ada dalam air akan mudah masuk ke dalam ikan
secara langsung masuk dan jika terjadi depurasi dari insang akan kembali lagi ke
air, sehingga konsentrasi pada air akan meningkat.
Hubungan antara kandungan logam berat yang ada pada air dengan
akumulasinya pada insang ikan patin pada akhir penelitian regresi korelasinya
bernilai negatif sebesar -0,314 dengan koefisien korelasinya (r) sebesar 0,99.
Persamaan regresinya adalah y = 2,886-24,53x. Secara regresi korelasi antara air
dan insang ikan patin baik pada awal penelitian maupun akhir penelitian ada
hubungan yang erat. Ini menandakan bahwa jika adanya penambahan akumulasi
logam berat pada insang ikan patin akan diikuti dengan penurunan konsentrasi
logam berat pada air dengan pariasi sebesar 99%.
Secara total kandungan logam berat pada insang ikan yang dipelihara pada
akuarium yang tidak diberikan sedimen dari Waduk Cirata berkorelasi erat (-
0,307) dengan koefisien korelasinya (r) sebesar 0,97. Persamaan regresinya adalah
y = 2,824-23,49x. Ini berarti penambahan akumulasi logam berat pada insang ikan
patin akan diikuti dengan penurunan jumlah konsentrasi akumulasi logam berat
pada perairan Waduk Cirata.
Hubungan regresi korelasi antara air dan akumulasi pada insang patin yang
dipelihara pada akuarium yang diberi sedimen sangat erat (-0,314) dengan
koefisien korelasinya (r) sebesar 0,99. Persamaan regresinya adalah y = 3,298-
28,23x. Ini memberikan gambaran bahwa kandungan logam berat pada air Waduk
Cirat akan berkurang secara signifikan apabila peningkatan akumulasi logam berat


71
pada insang ikan patin semakin meningkat. Secara lengkap perhitungan regresi
korelasi antara sedimen dan insang ikan patin disajikan pada Lampiran 7.

4.6.6.Hubungan Logam Berat pada Air dan Hati Ikan
Pada awal penelitian regresi korelasi antara kandungan logam berat pada air
dan hati ikan patin bernilai negatif (-0,323) dengan koefisien korelasinya (r)
sebesar 0,32. Persamaan regresinya adalah y = 1,483-12,92x. Ini artinya ada
hubungan yang erat dengan peningkatan konsentrasi logam pada hati ikan patin
akan diikuti dengan penurunan jumlah konsentrasi logam berat pada air sebesar
32%. Karena diduga logam berat yang ada dalam air akan mudah masuk ke dalam
ikan secara langsung dan jika terjadi depurasi dari insang akan kembali lagi ke air,
sehingga konsentrasi pada air akan meningkat.
Hubungan antara kandungan logam berat yang ada pada air dengan
akumulasinya pada hati ikan patin pada akhir penelitian regresi korelasinya
bernilai negatif sebesar -0,337 dengan koefisien korelasinya (r) sebesar 0,34.
Persamaan regresinya adalah y = 6,197-56,9x. Secara regresi korelasi antara air
dan hati ikan patin baik pada awal penelitian maupun akhir penelitian ada
hubungan yang erat. Ini menandakan bahwa jika adanya penambahan akumulasi
logam berat pada hati ikan patin akan diikuti dengan penurunan konsentrasi logam
berat pada air dengan pariasi sebesar 34%.
Secara total kandungan logam berat pada hati ikan yang dipelihara pada
akuarium yang tidak diberikan sedimen dari Waduk Cirata berkorelasi erat (-
0,327) dengan koefisien korelasinya (r) sebesar 0,33. Persamaan regresinya adalah
y = 6,654-59,3x. Ini berarti penambahan akumulasi logam berat pada hati ikan
patin akan diikuti dengan penurunan jumlah konsentrasi akumulasi logam berat
pada perairan Waduk Cirata sebesar 33%.
Hubungan regresi korelasi antara air dan akumulasi pada insang patin yang
dipelihara pada akuarium yang diberi sedimen sangat erat (-0,322) dengan
koefisien korelasinya (r) sebesar 0,32. Persamaan regresinya adalah y = 4,942-
43,24x. Ini memberikan gambaran bahwa kandungan logam berat pada air Waduk
Cirat akan berkurang secara signifikan apabila peningkatan akumulasi logam berat


72
pada hati ikan patin semakin meningkat. Secara lengkap perhitungan regresi
korelasi antara sedimen dan insang ikan patin disajikan pada Lampiran 8.

4.6.7.Hubungan Logam Berat pada Air dengan Daging Ikan
Pada awal penelitian regresi korelasi antara kandungan logam berat pada air
dan daging ikan patin bernilai negatif (-0,174) dengan koefisien korelasinya (r)
sebesar 0,55. Persamaan regresinya adalah y = 0,1973-0,910x. Ini artinya ada
hubungan yang erat dengan peningkatan konsentrasi logam pada daging ikan akan
diikuti dengan penurunan jumlah konsentrasi logam berat pada air sebesar 55%.
Karena diduga logam berat yang ada dalam air akan mudah masuk ke dalam ikan
secara langsung dan jika terjadi depurasi dari daging akan kembali lagi ke air,
sehingga konsentrasi pada air akan meningkat.
Hubungan antara kandungan logam berat yang ada pada air dengan
akumulasinya pada daging ikan patin pada akhir penelitian regresi korelasinya
bernilai negatif sebesar -0,302 dengan koefisien korelasinya (r) sebesar 0,95
Persamaan regresinya adalah y = 2,530-20,71x. Secara regresi korelasi antara air
dan daging ikan patin baik pada awal penelitian maupun akhir penelitian ada
hubungan yang erat. Ini menandakan bahwa jika adanya penambahan akumulasi
logam berat pada daging ikan patin akan diikuti dengan penurunan konsentrasi
logam berat pada air dengan pariasi sebesar 95%.
Secara total kandungan logam berat pada hati ikan yang dipelihara pada
akuarium yang tidak diberikan sedimen dari Waduk Cirata berkorelasi erat (-
0,290) dengan koefisien korelasinya (r) sebesar 0,92. Persamaan regresinya adalah
y = 1,708-13,51x. Ini berarti penambahan akumulasi logam berat pada daging
ikan patin akan diikuti dengan penurunan jumlah konsentrasi akumulasi logam
berat pada perairan Waduk Cirata sebesar 92%.
Hubungan regresi korelasi antara air dan akumulasi pada insang patin yang
dipelihara pada akuarium yang diberi sedimen sangat erat (-0,309) dengan
koefisien korelasinya (r) sebesar 0,98. Persamaan regresinya adalah y = 3,243-
27,26x. Ini memberikan gambaran bahwa kandungan logam berat pada air Waduk
Cirata akan berkurang secara signifikan apabila peningkatan akumulasi logam
berat pada daging ikan patin semakin meningkat. Secara lengkap perhitungan
regresi korelasi antara sedimen dan insang ikan patin disajikan pada Lampiran 9.

BABVKESIMPULANDANSARAN
Tidakada

DAFTARPUSTAKA
Tidakada


79
Lampiran 1. Hasil pengukuran dan analisis kualitas air

No Parameter Satuan
Baku mutu Hasil pengamatan
Kelas
I
Kelas
II
Kelas
III
Kelas
IV
Stasiun
I
Stasiun
II
Stasiun
III
A Fisika
1 Suhu
o
C dev.3 dev.3 dev.3 dev.5 30.09 30.33 29.1
2 TDS mg/L 1000 1000 1000 2000 0.128 0.127 0.129
3 Kekeruhan NTU (-) (-) (-) (-) 25.6 2.38 4.54
4 pH - 69 69 69 69 7.12 6.72 6.75
B Kimia
1 DO mg/L 6 4 3 0 8.94 9.11 8.2
2 Karbondioksida
(CO
2
)
mg/L (-) (-) (-) (-) 8.91 11.88 16.83
3 Sulfide mg/L 0.002 0.002 0.002 0.002 <0,2 <0,2 <0,2
4 Amonia (NH
3
-N) mg/L 0.5 0.02 0.02 (-) 0.065 0.052 0.104
5 Nitrit (NO
2
-N) mg/L 0.06 0.06 0.06 (-) 0.037 0.025 0.027
6 Nitrat (NO
3
-N) mg/L 10 10 20 20 0.388 0.215 0.056
7 Fenol mg/L 0.001 0.001 0.001 (-) <0,05 <0,05 <0,05
8 BOD mg/L 2 3 6 12 2.24 1.25 1.39
9 COD mg/L 10 25 50 100 12.9 15.9 13.9
10 Total fosfat mg/L 0.2 0.2 1 5 1.357 1.076 1.5
11 Orto fosfat (PO
4
3-
-P) mg/L (-) (-) (-) (-) 0.373 0.19 1.291
12 Alkalinitas mg/L (-) (-) (-) (-) 71.64 55.72 91.54
13 Kesadahan mg/L (-) (-) (-) (-) 39.04 60.06 42.04
14 Kalsium (Ca) mg/L (-) (-) (-) (-) 8.15 8.72 8.001
15
Timbal (Pb)
mg/L 0,03 0,03 0,03 1 (-) (-) (-)
16
Kadmium (Cd)
mg/L 0,01 0,01 0,01 0,01 (-) (-) (-)
17
Merkuri (Hg)
mg/L 0,001 0,002 0,002 0,005 (-) (-) (-)
18
Besi (Fe)
mg/L 0,3 (-) (-) (-) (-) (-) (-)
19 Krorofil
a
m/L (-) (-) (-) (-) 50 20 60
C Biologi

1 zooplankton Ind/m
3
(-) (-) (-) (-) 1906 1844 1781
2 fitoplankton Ind/m
3
(-) (-) (-) (-) 3873 3313 3875

80
Lampiran 2. Hasil evaluasi kualitas air Waduk Cirata dengan Metode Storet
No

Parameter

Satuan
Baku mutu Hasil pengamatan Hasil pengamatan Skor IKA_STORET
Kelas
I
Kelas
II
Kelas
III
Kelas
IV
Maksi-
mum
Mini-
mum
Rata-
rata
Stasiun
I
Stasiun
II
Stasiun
III
Kelas
I
Kelas
II
Kelas
III
Kelas
IV
A Fisika
1 Suhu
o
C dev.3 dev.3 dev.3 dev.5 30.09 29.1 29.84 30.09 30.33 29.1 0 0 0 0
2 TDS mg/L 1000 1000 1000 2000 0.128 0.127 0.13 0.128 0.127 0.129 0 0 0 0
3 Kekeruhan NTU (-) (-) (-) (-) 25.6 2.38 10.81 25.6 2.38 4.54 0 0 0 0
4 pH - 69 69 69 69 7.12 6.72 6.86 7.12 6.72 6.75 0 0 0 0
B Kimia
1 DO mg/L 6 4 3 0 9.11 8.2 8.75 8.94 9.11 8.2 0 0 0 0
2 Karbondioksida (CO
2
) mg/L (-) (-) (-) (-) 16.83 8.91 12.54 8.91 11.88 16.83 0 0 0 0
3 Sulfide mg/L 0.002 0.002 0.002 0.002 <0,2 <0,2 <0,2 <0,2 <0,2 <0,2 -10 -10 -10 -10
4 Amonia (NH
3
-N) mg/L 0.5 0.02 0.02 (-) 0.104 0.052 0.07 0.065 0.052 0.104 0 -10 -10 0
5 Nitrit (NO
2
-N) mg/L 0.06 0.06 0.06 (-) 0.037 0.025 0.03 0.037 0.025 0.027 0 0 0 0
6 Nitrat (NO
3
-N) mg/L 10 10 20 20 0.388 0.056 0.22 0.388 0.215 0.056 0 0 0 0
7 Fenol mg/L 0.001 0.001 0.001 (-) <0,05 <0,05 <0,05 <0,05 <0,05 <0,05 -10 -10 -10 0
8 BOD mg/L 2 3 6 12 2.24 1.25 1.63 2.24 1.25 1.39 -2 0 0 0
9 COD mg/L 10 25 50 100 15.9 12.9 14.23 12.9 15.9 13.9 -10 0 0 0
10 Total fosfat mg/L 0.2 0.2 1 5 1.5 1.076 1.31 1.357 1.076 1.5 -10 -10 -4 0
11 Orto fosfat (PO
4
3-
-P) mg/L (-) (-) (-) (-) 1.291 0.19 0.62 0.373 0.19 1.291 0 0 0 0
12 Alkalinitas mg/L (-) (-) (-) (-) 91.54 55.72 72.97 71.64 55.72 91.54 0 0 0 0
13 Kesadahan mg/L (-) (-) (-) (-) 60.06 39.04 47.05 39.04 60.06 42.04 0 0 0 0
14 Kalsium (Ca) mg/L (-) (-) (-) (-) 8.72 8.001 8.29 8.15 8.72 8.001 0 0 0 0
15 Timbal (Pb) mg/L 0,03 0,03 0,03 1 0,291 0,105 0,198 (-) (-) (-) -10 -10 -10 0
16
Kadmium(Cd)
mg/L 0,01 0,01 0,01 0,01 0,035 0,036 0,037 (-) (-) (-) -10 -10 -10 -10
17
Merkuri (Hg)
mg/L 0,001 0,002 0,002 0,005 0,002 ttd 0,002 (-) (-) (-) -8 0 0 0
18 Besi (Fe) mg/L 0,3 (-) (-) (-) 0,122 0,015 0,069 (-) (-) (-) 0 0 0 0
C Biologi

1 zooplankton Ind./m
3
(-) (-) (-) (-) 1906 1781 1843.67 1906 1844 1781 0 0 0 0
2 fitoplankton Ind./m
3
(-) (-) (-) (-) 3875 3313 3687.00 3873 3313 3875 0 0 0 0
Jumlah Skor -70 -60 -54 -20
Status air TB TB TB TR
Keterangan:
TB : Terecemar Berat
TR : Tercemar Ringan
81
Lampiran 3. Hasil Analisis logam berat awal penelitian

No Identifikasi sampel Parameter Satuan Hasil Metode
1 Insang
Pb
mg/kg bb
0.0984 AOAC 972.23 16
th
edition, 1999
Cd
mg/kg bb
0.0200 AOAC 972.23 16
th
edition, 1999
Hg
mg/kg bb
0.0048 AOAC 972.23 16
th
edition, 1999
Fe mg/kg bb 6.4700 APHA 1998-3112.B
2 Hati
Pb
mg/kg bb
0.1388 AOAC 972.23 16
th
edition, 1999
Cd
mg/kg bb
0.0254 AOAC 972.23 16
th
edition, 1999
Hg
mg/kg bb
0.0136 AOAC 972.23 16
th
edition, 1999
Fe mg/kg bb 3.7296 APHA 1998-3112.B
3 Daging
Pb
mg/kg bb
0.1040 AOAC 972.23 16
th
edition, 1999
Cd
mg/kg bb
0.0264 AOAC 972.23 16
th
edition, 1999
Hg
mg/kg bb
0.0001 AOAC 972.23 16
th
edition, 1999
Fe mg/kg bb 0.5160 APHA 1998-3112.B
4 Tanah
Pb
mg/kg bb
2.3830 AOAC 972.23 16
th
edition, 1999
Cd
mg/kg bb
0.3170 AOAC 972.23 16
th
edition, 1999
Hg
mg/kg bb
26.8310 AOAC 972.23 16
th
edition, 1999
Fe mg/kg bb 29.4950 APHA 1998-3112.B
5 Air
Hg mg/L 0.0020 APHA 1998-3112.B
Cd mg/L 0.0347 APHA 1998-3112.B
Pb mg/L 0.1050 SNI-06-6989.8-2004
Fe mg/L 0.0150 APHA 1998-3112.B

82
Lampiran 4. Data hasil analisis logam berat akhir penelitian

Ikan Patin dari Cirata
No
Identifikasi
sampel
Parameter Satuan Hasil Metode
1 Insang
Pb
mg/kg bobot basah
0.3400 AOAC 972.23 16
th
edition, 1999
Cd
mg/kg bobot basah
0.0400 AOAC 972.23 16
th
edition, 1999
Hg
mg/kg bobot basah
0.0203 AOAC 972.23 16
th
edition, 1999
Fe mg/kg bobot basah 7.3000 SNI-06-6989.8-2004
2 Hati
Pb
mg/kg bobot basah
0.2680 AOAC 972.23 16
th
edition, 1999
Cd
mg/kg bobot basah
0.0210 AOAC 972.23 16
th
edition, 1999
Hg
mg/kg bobot basah
TTD AOAC 972.23 16
th
edition, 1999
Fe mg/kg bobot basah 15.5900 SNI-06-6989.8-2004
3 Daging
Pb
mg/kg bobot basah
0.3890 AOAC 972.23 16
th
edition, 1999
Cd
mg/kg bobot basah
0.0300 AOAC 972.23 16
th
edition, 1999
Hg
mg/kg bobot basah
0.0250 AOAC 972.23 16
th
edition, 1999
Fe mg/kg bobot basah 6.4300 SNI-06-6989.8-2004


Ikan Patin Tanpa Sedimen
No
Identifikasi
sampel
Parameter Satuan Hasil Metode
1 Insang
Pb
mg/kg bobot basah
0.3800 AOAC 972.23 16
th
edition, 1999
Cd
mg/kg bobot basah
0.0730 AOAC 972.23 16
th
edition, 1999
Hg
mg/kg bobot basah
0.0014 AOAC 972.23 16
th
edition, 1999
Fe mg/kg bobot basah 7.1600 SNI-06-6989.8-2004
2 Hati
Pb
mg/kg bobot basah
0.4870 AOAC 972.23 16
th
edition, 1999
Cd
mg/kg bobot basah
0.0340 AOAC 972.23 16
th
edition, 1999
Hg
mg/kg bobot basah
TTD AOAC 972.23 16
th
edition, 1999
Fe mg/kg bobot basah 16.8100 SNI-06-6989.8-2004
3 Daging
Pb
mg/kg bobot basah
0.3130 AOAC 972.23 16
th
edition, 1999
Cd
mg/kg bobot basah
0.0220 AOAC 972.23 16
th
edition, 1999
Hg
mg/kg bobot basah
TTD AOAC 972.23 16
th
edition, 1999
Fe mg/kg bobot basah 4.3800 SNI-06-6989.8-2004

83

Ikan Patin Pakai Sedimen
No
Identifikasi
sampel
Parameter Satuan Hasil Metode
1 Insang
Pb
mg/kg bobot basah
0.3660 AOAC 972.23 16
th
edition, 1999
Cd
mg/kg bobot basah
0.0310 AOAC 972.23 16
th
edition, 1999
Hg
mg/kg bobot basah
TTD AOAC 972.23 16
th
edition, 1999
Fe mg/kg bobot basah 8.3700 SNI-06-6989.8-2004
2 Hati
Pb
mg/kg bobot basah
0.4370 AOAC 972.23 16
th
edition, 1999
Cd
mg/kg bobot basah
0.0700 AOAC 972.23 16
th
edition, 1999
Hg
mg/kg bobot basah
TTD AOAC 972.23 16
th
edition, 1999
Fe mg/kg bobot basah 12.4800 SNI-06-6989.8-2004
3 Daging
Pb
mg/kg bobot basah
0.4120 AOAC 972.23 16
th
edition, 1999
Cd
mg/kg bobot basah
0.0470 AOAC 972.23 16
th
edition, 1999
Hg
mg/kg bobot basah
TTD AOAC 972.23 16
th
edition, 1999
Fe mg/kg bobot basah 8.2400 SNI-06-6989.8-2004

Sedimen (tanah) dan Air
1 Tanah
Pb
mg/kg bobot basah
2.3830 AOAC 972.23 16
th
edition, 1999
Cd
mg/kg bobot basah
0.3170 AOAC 972.23 16
th
edition, 1999
Hg
mg/kg bobot basah
26.8310 AOAC 972.23 16
th
edition, 1999
Fe mg/kg bobot basah 29.4950 APHA 1998-3112.B
2 Air
Hg
mg/L
0.2910 AOAC 972.23 16
th
edition, 1999
Cd
mg/L
0.0350 AOAC 972.23 16
th
edition, 1999
Pb
mg/L
TTD AOAC 972.23 16
th
edition, 1999
Fe mg/L 0.1220 SNI-06-6989.8-2004



84
Lampiran 5. Hasil regresi dan korelasi sedimen dan air Waduk Cirata


Regression Analysis: Air versus Sedimen
The regression equation is Air =0.07084 - 0.002146 Sedimen

S =0.0386150 R-Sq =52.8% R-Sq(adj) =29.2%

Analysis of Variance
Source DF SS MS F P
Regression 1 0.0033371 0.0033371 2.24 0.273
Error 2 0.0029822 0.0014911
Total 3 0.0063194

Correlations: Sedimen, Air
Pearson correlation of Sedimen and Air =-0.727
P-Value =0.273

x
y
30 25 20 15 10 5 0
0.10
0.08
0.06
0.04
0.02
0.00
S 0.0386150
R-Sq 52.8%
R-Sq(adj) 29.2%
Air = 0.07084 - 0.002146 Sedimen



85
Lampiran 6. Hasil regresi dan korelasi sedimen dan insang ikan patin

Sedimen
A
w
a
l
30 25 20 15 10 5 0
7
6
5
4
3
2
1
0
S 3.06862
R-Sq 39.3%
R-Sq(adj) 8.9%
Fitted Line Plot
Awal = - 0.264 +0.1296 Sedimen

Sedimen
I
n
s
a
n
g


A
k
h
ir
30 25 20 15 10 5 0
8
7
6
5
4
3
2
1
0
S 3.45894
R-Sq 38.0%
R-Sq(adj) 7.0%
Fitted Line Plot
Insang Akhir = - 0.174 +0.1422 Sedimen



Sedimen
T
a
n
p
a

S
e
d
im
e
n
30 25 20 15 10 5 0
8
7
6
5
4
3
2
1
0
S 3.40430
R-Sq 37.2%
R-Sq(adj) 5.8%
Fitted Line Plot
Tanpa Sedimen = - 0.129 +0.1377 Sedimen

Sedimen
P
a
k
a
i
S
e
d
im
e
n
30 25 20 15 10 5 0
9
8
7
6
5
4
3
2
1
0
S 3.97716
R-Sq 37.9%
R-Sq(adj) 6.9%
FittedLine Plot
Pakai Sedimen = - 0.219 +0.1634 Sedimen





86
Lampiran 7. Hasil regresi dan korelasi sedimen dan hati ikan patin

Sedimen
H
a
t
i
A
k
h
ir
30 25 20 15 10 5 0
4
3
2
1
0
S 1.76485
R-Sq 38.4%
R-Sq(adj) 7.6%
Fitted Line Plot
Hati Awal = - 0.103 +0.07321 Sedimen

Sedimen
A
k
h
ir
30 25 20 15 10 5 0
16
14
12
10
8
6
4
2
0
S 7.39939
R-Sq 39.2%
R-Sq(adj) 8.8%
Fitted Line Plot
Akhir = - 0.636 +0.3121 Sedimen



Sedimen
T
a
n
p
a

S
e
d
im
e
n
30 25 20 15 10 5 0
18
16
14
12
10
8
6
4
2
0
S 7.98160
R-Sq 38.7%
R-Sq(adj) 8.0%
Fitted Line Plot
Tanpa Sedimen = - 0.580 +0.3329 Sedimen

Sedimen
P
a
k
a
i
S
e
d
im
e
n
30 25 20 15 10 5 0
14
12
10
8
6
4
2
0
S 5.92840
R-Sq 38.2%
R-Sq(adj) 7.3%
Fitted Line Plot
Pakai Sedimen = - 0.368 +0.2450 Sedimen





87
Lampiran 8. Hasil regresi dan korelasi sedimen dan daging ikan patin

Sedimen
A
w
a
l
30 25 20 15 10 5 0
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0.0
S 0.249615
R-Sq 28.1%
R-Sq(adj) 0.0%
Fitted Line Plot
Awal = 0.0407 +0.008195 Sedimen

Sedimen
A
k
h
ir
30 25 20 15 10 5 0
7
6
5
4
3
2
1
0
S 3.04550
R-Sq 37.5%
R-Sq(adj) 6.3%
Fitted Line Plot
Akhir = - 0.111 +0.1240 Sedimen


Sedimen
T
a
n
p
a

S
e
d
im
e
n
30 25 20 15 10 5 0
5
4
3
2
1
0
S 2.08524
R-Sq 36.6%
R-Sq(adj) 5.0%
Fitted Line Plot
Tanpa Sedimen = - 0.051 +0.08330 Sedimen

Sedimen
P
a
k
a
i
S
e
d
im
e
n
30 25 20 15 10 5 0
9
8
7
6
5
4
3
2
1
0
S 3.91711
R-Sq 37.6%
R-Sq(adj) 6.3%
Fitted Line Plot
Pakai Sedimen = - 0.181 +0.1596 Sedimen





88
Lampiran 9. Hasil regresi dan korelasi air dan insang ikan patin

Air
A
w
a
l
0.10 0.08 0.06 0.04 0.02 0.00
7
6
5
4
3
2
1
0
S 3.70360
R-Sq 11.5%
R-Sq(adj) 0.0%
Fitted Line Plot
Awal = 2.579 - 23.77 Air

Air
A
k
h
ir
0.10 0.08 0.06 0.04 0.02 0.00
8
7
6
5
4
3
2
1
0
S 4.17017
R-Sq 9.9%
R-Sq(adj) 0.0%
FittedLine Plot
Akhir = 2.886- 24.53Air



Air
T
a
n
p
a

S
e
d
im
e
n
0.10 0.08 0.06 0.04 0.02 0.00
8
7
6
5
4
3
2
1
0
S 4.08858
R-Sq 9.4%
R-Sq(adj) 0.0%
Fitted Line Plot
Tanpa Sedimen = 2.824 - 23.49 Air

Air
P
a
k
a
i

S
e
d
im
e
n
0.10 0.08 0.06 0.04 0.02 0.00
9
8
7
6
5
4
3
2
1
0
S 4.79275
R-Sq 9.9%
R-Sq(adj) 0.0%
FittedLine Plot
Pakai Sedimen= 3.298- 28.23Air





89
Lampiran 10. Hasil regresi dan korelasi air dan hati ikan patin

Air
A
w
a
l
0.10 0.08 0.06 0.04 0.02 0.00
4
3
2
1
0
S 2.12817
R-Sq 10.4%
R-Sq(adj) 0.0%
Fitted Line Plot
Awal = 1.483 - 12.92 Air

Air
A
k
h
ir
0.10 0.08 0.06 0.04 0.02 0.00
16
14
12
10
8
6
4
2
0
S 8.93452
R-Sq 11.3%
R-Sq(adj) 0.0%
FittedLine Plot
Akhir = 6.197- 56.9Air


Air
T
a
n
p
a

S
e
d
im
e
n
0.10 0.08 0.06 0.04 0.02 0.00
18
16
14
12
10
8
6
4
2
0
S 9.63152
R-Sq 10.7%
R-Sq(adj) 0.0%
Fitted Line Plot
Tanpa Sedimen = 6.654 - 59.3 Air

Air
P
a
k
a
i
S
e
d
im
e
n
0.10 0.08 0.06 0.04 0.02 0.00
14
12
10
8
6
4
2
0
S 7.14021
R-Sq 10.4%
R-Sq(adj) 0.0%
FittedLine Plot
Pakai Sedimen= 4.941- 43.24Air





90
Lampiran 11. Hasil regresi dan korelasi air dan daging ikan patin

Air
A
w
a
l
0.10 0.08 0.06 0.04 0.02 0.00
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0.0
S 0.289867
R-Sq 3.0%
R-Sq(adj) 0.0%
Fitted Line Plot
Awal = 0.1973 - 0.910 Air

Air
A
k
h
ir
0.10 0.08 0.06 0.04 0.02 0.00
7
6
5
4
3
2
1
0
S 3.67241
R-Sq 9.1%
R-Sq(adj) 0.0%
Fitted Line Plot
Akhir = 2.530 - 20.71 Air


Air
T
a
n
p
a

S
e
d
im
e
n
0.10 0.08 0.06 0.04 0.02 0.00
5
4
3
2
1
0
S 2.50713
R-Sq 8.4%
R-Sq(adj) 0.0%
FittedLine Plot
Tanpa Sedimen= 1.708- 13.51Air

Air
P
a
k
a
i
S
e
d
im
e
n
0.10 0.08 0.06 0.04 0.02 0.00
9
8
7
6
5
4
3
2
1
0
S 4.71455
R-Sq 9.6%
R-Sq(adj) 0.0%
Fitted Line Plot
Pakai Sedimen= 3.243- 27.26Air

Anda mungkin juga menyukai