APLIKASI PCR-RFLP UNTUK ANALISIS POLIMORFISME CYP2C9 DAN VKORC1 SERTA EFEKNYA PADA DOSIS ACENOCOUMAROL PADA PASIEN DENGAN PENGGANTIAN KATUP JANTUNG MEKANIK
DISUSUN OLEH : ALWIYAH 11613127
PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA 2013 / 2014 2
DAFTAR ISI ....................................................................................................... 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ...................................................................................... 2 B. Rumusan Masalah ................................................................................. 3 C. Tujuan ................................................................................................... 3 D. Manfaat ................................................................................................. 3 BAB II PEMBAHASAN A. Penggantian Katup Jantung .................................................................... 5 B. Antikoagulan ......................................................................................... 5 C. Cytochrome 450 ................................................................................... 7 D. PCR-RFLP .............................................................................................. 7 E. Analisis Polimorfisme CYP2C9 dan VKORC1 dengan PCR-RPLF .............. 8 BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN ........................................................................................ 11 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 12 LAMPIRAN
3
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasien dengan katup mekanis akan memerlukan pengobatan seumur hidup dengan antikoagulan (pengencer darah). Salah satu jenis antikoagulan adalah antagonis vitamin K. Antagonis vitamin K termasuk dalam kelompok obat yang paling sering digunakan di seluruh dunia. Obat antikoagulan golongan ini sering digunakan untuk terapi antikoagulasi jangka panjang, dan menunjukkan efek antikoagulan dengan cara menghambat vitamin K epoksida reduktase. Salah satu contoh obat antikogulan jenis antagonis vitamin K adalah Acenocoumarol. Penggunaan antagonis vitamin K harus dimonitoring sebab indeks terapeutik obatnya sempit dan memiliki hubungan dosis-respons tak terduga, sehingga sering menimbulkan komplikasi perdarahan. Besar variasi respon dosis secara nyata dipengaruhi oleh aspek farmakokinetik yang ditentukan oleh genetik, lingkungan dan mungkin faktor-faktor lainnya yang belum diketahui. Beberapa gen yang bertanggung jawab terhadap metabolisme obat adalah gen CYPP450, yang menyandi ekspresi dari enzim-enzim metabolisme obat yaitu CYP2C19, CYPIA1, CYP206, CYP2C9, CYP2E1. Variasi struktur dan fungsi dari enzim- enzim tersebut dapat menyebabkan meningkatnya efek samping dari berbagai jenis obat. Polimorfisme pada enzim seringkali juga dapat meningkatkan efek toksik dari obat dibandingkan dengan individu normal. Polismorfisme pada enzim CYP2C9, yang merupakan salah satu enzim pemetabolisme Acenocoumarol, kemungkinan dapat menyebabkan besarnya variasi respon dosis yang dapat menimbulkan efek samping pendarahan. Dikatakan bahwa di antara faktor penentu genetik, varian c.430C > T (Arg144Cys) dan c.1075A > C (Ile359Leu) dari sitokrom P450 2C9 (CYP2C9), yang terlibat dalam metabolisme warfarin dan acenocoumarol, telah ditunjukkan dapat mempengaruhi dosis antikoagulan (Aithal et al, 1999; Daly & King, 2005). Karena itu diperlukan suatu metode untuk menganalisis polimorfisme pada gen tersebut, salah 4
satunya yaitu dengan metode PCR jenis polymerase chain reaction-restriction fragment length polymorphism (PCR-RFLP). B. Rumusan Masalah Dari latar belakang diatas dapat ditarik suatu rumusan masalah sebagai berikut. 1. Apa yang dimaksud dengan penggantian katup jantung? 2. Bagaimana hubungan antara penggunaan antikoagulan terhadap pasien dengan katup jantung mekanik? 3. Polimorfisme pada gen apa yang menyebabkan efek samping dari penggunaan antikoagulan (econocoumarol) tersebut? 4. Bagaimana cara analisis polimorfisme dari gen tersebut dengan metode PCR-RFLP? C. Tujuan Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu untuk 1. Mengetahui yang dimaksud dengan penggantian katup jantung. 2. Mengetahui hubungan antara penggunaan antikoagulan terhadap pasien dengan katup jantung mekanik. 3. Mengetahui jenis polimorfisme yang terjadi yang menyebabkan efek samping dari penggunaan antikoagulan (econocoumarol). 4. Mengetahui cara analisis polimorfisme dari gen tersebut dengan metode PCR-RFLP. D. Manfaat Dari penulisan makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa informasi mengenai polimorfisme yang terjadi pada gen pemetabolisme obat Acenocoumarol, sehingga dapat menimbulkan efek samping pendarahan terutama pada pasien yang menggunakan antikoagulan (baik warfarin atau acenocoumarol) untuk terapi jangka panjang seperti pada pasien dengan katup jantung mekanis.
5
BAB II PEMBAHASAN A. Penggantian Katup Jantung Mekanik Katup jantung buatan adalah perangkat ditanamkan di jantung dari pasien dengan penyakit katup jantung (Bertazzo, Sergio, et al, 2013 & Miller, Jordan D., 2013). Katup jantung mekanik (MHV) adalah prosthetics yang dirancang untuk meniru fungsi katup alami dari jantung manusia. Sebagai hasil dari sejumlah proses penyakit, baik diperoleh dan bawaan, salah satu dari empat katup jantung dapat mengalami kegagalan fungsi dan mengakibatkan baik stenosis (aliran ke depan terhambat) dan / atau aliran mundur (regurgitasi). Hal tersebut akan membebani kerja jantung dan dapat menyebabkan masalah serius termasuk gagal jantung. Sebuah katup jantung mekanik dimaksudkan untuk menggantikan katup jantung yang sakit dengan setara prostetiknya. Namun, jantung dengan katup mekanis akan memerlukan pengobatan seumur hidup dengan antikoagulan (pengencer darah), misalnya warfarin atau acenocoumarin, sehingga dibutuhkan pemantauan pemeriksaan darah bulanan. B. Antikoagulan Antikoagulan adalah zat yang mencegah penggumpalan darah dengan cara mengikat kalsium atau dengan menghambat pembentukan trombin yang diperlukan untuk mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin dalam proses pembekuan. Salah satu jenis antikoagulan adalah antagonis vitamin K, contohnya warfarin dan acenocoumarol. Struktur dari obat-obatan golongan ini mirip dengan vitamin K, obat ini bekerja dengan cara antagonis terhadap vitamin K. Obat ini mengurangi bentuk aktif dari vitamin K dengan menghambat enzim reduktase vitamin K epoksida dan dengan demikian daur ulang vitamin K epoksida yang aktif kembali ke bentuk vitamin K tereduksi aktif. Obat-obatan antagonis vitamin K secara struktural mirip dengan vitamin K dan bertindak sebagai inhibitor kompetitif enzim. Istilah "antagonis vitamin K" adalah keliru, karena obat tidak langsung menginhibisi aksi vitamin K dalam arti farmakologi, melainkan daur ulang vitamin K. Zat ini menghalangi pembentukkan faktor pembekuan dalam hati, antara lain dari protrombin. Oleh karena itu, proses 6
pembekuan darah terhambat secara tidak langsung, selain mengurangi pembentukkan fibrin. Kumarin (lebih tepatnya 4-hydroxycoumarins ) adalah antagonis vitamin K paling umum digunakan. Obat golongan ini yang paling umum digunakan adalah warfarin (Pibarot, P., 2009). Acenocoumarol merupakan turunan kumarin digunakan sebagai antikoagulan. Turunan kumarin menghambat pengurangan vitamin K oleh reduktase vitamin K. Hal ini untuk mencegah carboxylation vitamin K yang bergantung pada faktor pembekuan, II, VII, XI dan X, dan mengganggu koagulasi. Hematokrit, hemoglobin, rasio normalisasi internasional dan panel hati harus dipantau. Acenocoumarol diidikasikan untuk pengobatan dan pencegahan penyakit tromboemboli. Lebih khusus lagi, diindikasikan untuk untuk pencegahan emboli serebral, trombosis vena dalam, emboli paru, infark tromboemboli dan serangan iskemik transien. Hal ini digunakan untuk pengobatan deep vein thrombosis dan infark miokard. Farmakodinamik, Acenocoumarol menghambat pengurangan vitamin K oleh reduktase vitamin K. Hal ini untuk mencegah carboxylation residu asam glutamat tertentu dekat N-terminal faktor pembekuan II, VII, IX dan X, yang tergantung K faktor pembekuan vitamin. Carboxylation asam glutamat penting bagi interaksi antara faktor-faktor pembekuan tersebut dan kalsium. Tanpa interaksi ini, pembekuan tidak dapat terjadi. Kedua fase ekstrinsik (melalui faktor VII, X dan II) dan intrinsik (melalui faktor IX, X dan II) dipengaruhi oleh acenocoumarol. Mekanisme kerja, Acenocoumarol menghambat vitamin K reduktase, sehingga penipisan bentuk tereduksi dari vitamin K (vitamin KH2). Seperti vitamin K adalah kofaktor untuk karboksilasi residu glutamat pada daerah N-terminal vitamin K tergantung faktor pembekuan, ini membatasi gamma karboksilasi dan aktivasi 7
berikutnya dari protein koagulan tergantung K vitamin. Sintesis vitamin K tergantung faktor koagulasi II, VII, IX, dan X dan protein antikoagulan C dan S dihambat mengakibatkan penurunan kadar protrombin dan penurunan jumlah trombin dihasilkan dan terikat fibrin. Hal ini akan mengurangi thrombogenicity gumpalan. C. Cytochrome 450 Beberapa gen yang bertanggung jawab terhadap metabolisme obat adalah gen P450, yang menyandi ekspresi dari enzim-enzim metabolisme obat yaitu CYP2C19, CYPIA1, CYP206, CYP2C9, CYP2E1. Variasi struktur dan fungsi dari enzim- enzim tersebut dapat menyebabkan meningkatnya efek samping dari berbagai jenis obat termasuk antidepresan, amfetamin, dan beberapa obat golongan beta-adreno receptor. Variasi allele pada enzim metabolisme obat lainnya yaitu thiopurine methyl transferase (TPMT), dapat menyebabkan efek samping yang tidak diinginkan. Polimorfisme pada enzim seringkali juga dapat meningkatkan efek toksik dari obat dibandingkan dengan individu normal. D. PCR-RFLP PCR adalah reaksi polimerase berantai, yaitu proses pemisahan untai ganda DNA menjadi untai tunggal, hibridisasi primer untuk mengawali replikasi DNA dilanjutkan dengan proses penambahan basa pada cetakan DNA oleh enzim polimerase, yang melibatkan enzim polimerase yang dilakukan secara berulang-ulang. Komponen PCR : 1. DNA 2. Primer 3. Dntp 4. Polimerase DNA 5. Bufer reaksi PCR Prinsip Dasar Reaksi PCR Pada prinsipnya, reaksi PCR ( protokol PCR konvensional ) membutuhkan tiga tahap : 1. Denaturasi (Melting), 2. Annealing Primer PCR, dan 3. Elongasi (ekstensi rantai DNA). Aplikasi PCR dibidang klinis Aplikasi PCR utama dibidang klinis adalah untuk diagnosis, dan kloning. Yang paling sering dipakai di bidang klinis saat ini adalah untuk diagnosis, yaitu untuk 8
deteksi patogen infeksius dan identifikasi mutasi pada gen yang berkaitan dengan faktor resiko penyakit. Untuk aplikasi PCR dibidang klinis tersebut, telah dikembangkan berbagai macam teknis berbasis PCR, antara lain : RFLP-PCR (restriction fragment lenght polymorphisms) Pada prinsipnya, teknik ini dimanfaatkan untuk deteksi polimorfisme. Secara umum teknik ini menggunakan enzim restriksi untuk mengetahui adanya polimorfisme (RFLP), dan produk hasil digesti tersebut diamplifikasi dengan PCR (RFLP-PCR). Teknik analisis Teknik dasar untuk mendeteksi RFLPs melibatkan memecah-belah sampel DNA oleh enzim restriksi, yang dapat mengenali dan memotong DNA mana pun spesifik pendek urutan terjadi, dalam proses yang dikenal sebagai pembatasan digest. Fragmen DNA yang dihasilkan kemudian dipisahkan oleh panjang melalui proses yang dikenal sebagai elektroforesis gel agarosa, dan ditransfer ke membran melalui blot Southern prosedur. Hibridisasi dari membran ke berlabel DNA probe kemudian menentukan panjang fragmen yang melengkapi dengan menyelidiki. Sebuah RFLP terjadi ketika panjang fragmen terdeteksi bervariasi antara individu. Setiap panjang fragmen dianggap sebagai alel, dan dapat digunakan dalam analisis genetik. Analisis RFLP dapat dibagi menjadi single-(SLP) dan penyelidikan multi-lokus (MLP) paradigma. Biasanya, metode SLP lebih disukai daripada MLP karena lebih sensitif, lebih mudah untuk menafsirkan dan mampu menganalisis sampel campuran DNA. Selain itu, data dapat dihasilkan bahkan ketika DNA rusak (misalnya ketika ditemukan dalam tulang tetap.) Aplikasi Analisis variasi RFLP dalam genom merupakan alat vital dalam pemetaan genom dan analisis penyakit genetik. Jika peneliti mencoba untuk awalnya menentukan lokasi kromosom gen penyakit tertentu, mereka akan menganalisis DNA dari anggota keluarga terserang penyakit ini, dan mencari alel RFLP yang menunjukkan pola yang sama dari warisan seperti yang dari penyakit. Setelah gen penyakit itu terlokalisasi, analisis RFLP keluarga lain bisa mengungkapkan siapa yang berisiko untuk penyakit ini, atau yang mungkin menjadi pembawa gen mutan. 9
Analisis RFLP juga dasar untuk metode awal sidik jari genetik, berguna dalam identifikasi sampel diambil dari kejahatan adegan, dalam penentuan ayah, dan dalam karakterisasi keragaman genetik atau pola breeding pada populasi hewan. RFLPs dapat digunakan menentukan status penyakit individu. Misalnya bisa digunakan dalam deteksi mutasi gen tertentu yang mengakibatkan perubahan farmakokinetik obat atau mutasi yang dapat menyebabkan penyakit tertentu. Selain itu, RFLPs juga dapat digunakan untuk mengukur tingkat rekombinasi yang dapat menyebabkan genetik peta dengan jarak antara lokus RFLP yang diukur dalam centiMorgans. E. Analisis polimorsime CYP29 dan VKORC1 dengan PCR-RFLP Analisis polimorfisme pada gen CYP2C9 dan VKORC1 menggunakan metode PCR-RFLP. Sampel DNA diekstraksi dari darah dengan menggunakan Invitrogen DNA ekstraksi kit murni DNA genom Link kit. PCR digunakan untuk memperkuat segmen gen CYP2C9 dan VKORC1 dari 100 ng DNA genom dalam volume total reaksi 25 l. Total 2.5 mM MgCl2, masing-masing 200 M dATP, dCTP, dGTP, dTTP, 0.025 unit/l Taq DNA polimerase, 75 mM Tris-HCl (pH 8.8 pada 25 C), 2SO4 20 mM (NH4), 0.16 M dari setiap forward dan reverse primers ditambahkan 1 l template DNA per reaksi. Reaksi berantai polimerase dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut : 94 C selama 5 menit, diikuti oleh 34 siklus 94 c selama 45 detik, 54.3 C untuk 1 min dan 72 C untuk 1 min 30 detik diikuti oleh akhir ekstensi pada 72 C selama 8 menit di pengendara sepeda termal (PTC 200 Thermal Cyclers, BioRad Inc) 8, 9. urutan primer forward dan reverse untuk CYP2C9*2, CYP2C9* , VKORC1 adalah sebagai berikut: * 2F = 5'TACAAATACAATGAAAATATCATG-3', * 2R = 5'CTAACAACCAGGACTCATAATG3'; untuk * 3F = 5'AGGAAGAGATTGAACGTGTGA-3', * 3R = 5'GGCAGGCTGGTGGGGAGAAGGTCAA-3'; VF=-5 'ATCCCTCTGGGAAGTC AGC-3' ; dan VR =-5 'CACCTTCAACCTCTCCATCC-3. AVAII, STY I, dan NCI1 masing-masing digunakan untuk metabolisme DNA untuk CYP2C9 * 2, CYP2C9 * 3, dan VKORC1. Produk PCR yang dielektroforesi pada 2 persen agarose gel di 120 V selama 60menit ditambahkan dengan 0,5 g/ml ethidium bromida Tris Borat EDTA (TBE) pH buffer (8.3) dan Divisualisasikan oleh radiasi 10
ultraviolet. Gambar perwakilan gel ditunjukkan dalam gambar 1. Ukuran amplicon untuk CYP2C9 * 2, * 3 dan VKORC1 yang 690,130, dan 636, masing-masing. Liar dan alel kecil masing-masing yang diidentifikasi oleh 521,169 dan 690 bp untuk CYP2C9 * 2, 130 dan 104, 26 untuk CYP2C9 * 3 dan 472, 114, 50 dan 522,114 untuk VKORC1. Dari metode PCR-RFLP tersebut diperoleh hasil bahwa polimorfisme gen CYP2C9 dan VKORC1 menentukan besarnya variabilitas dosis antar individu dari acenocoumarol pada pasien India dengan penggantian katup jantung mekanik.
11
BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Gen yang bertanggung jawab terhadap metabolisme obat Acenoumarol adalah gen P450, yang menyandi ekspresi dari enzim metabolisme obat yaitu CYP2C9. Variasi struktur dan fungsi atau polismorfisme pada enzim CYP2C9, kemungkinan dapat menyebabkan besarnya variasi respon dosis yang dapat menimbulkan efek samping pendarahan, terutama pada pasien dengan penggantian katup jantung mekanik yang selalu membutuhkan antikoagulan untuk terapi jangka panjang. PCR-RFLP (polimorfisme panjang) digunakan untuk mengetahui genotipe CYP2C9 *2, *3 dan VKORC1-1639G. Diperoleh hasil bahwa polimorfisme gen CYP2C9 dan VKORC1 menentukan besarnya variabilitas dosis antar individu dari acenocoumarol pada pasien dengan penggantian katup jantung mekanik. 12
DAFTAR PUSTAKA
Kaur, Anupriya, et al, 2013, Cytochrome P450 (CYP2C9*2,*3) & Vitamin-K Epoxide Reductase complex (VKORC1 -1639G<A) Gene Polymorphisms & Their Effect on Acenocoumarol Dose in Patients with Mechanical Heart Valve Replacement, Indian J Med Res, 137: 203 209. S. C. Cannegieter, F. R. Rosendaal and E. Briet, 1994, Thromboembolic and bleeding complications in patients with mechanical heart valve prostheses, Circulation, 89: 635 641. Ramon Montes, Estefana Ruiz de Gaona, Miguel Angel Martnez-Gonzalez, Ignacio Alberca and Jose Hermida, 2006, The c.) 1639G > A polymorphism of the VKORC1 gene is a major determinant of the response to acenocoumarol in anticoagulated patients, British Journal of Haematology, 133: 183187. Aithal, G.P., Day, C.P., Kesteven, P.J. & Daly, A.K., 1999, Association of polymorphisms in the cytochrome P450 CYP2C9 with warfarin dose requirement and risk of bleeding complications, Lancet, 353: 717719. Daly, A.K. & King, B.P., 2005, Pharmacogenetics of oral anticoagulants, Pharmacogenetics, 13: 247252. Bertazzo, Sergio, et al, 2013, Nano-analytical electron microscopy reveals fundamental insights into human cardiovascular tissue calcification, Nature Materials, 12 (6): 57683. Miller, Jordan D., 2013, Cardiovascular calcification: Orbicular origins, Nature Materials, 12 (6): 4768. Pibarot, P.; Dumesnil, J.G., 2009, Prosthetic Heart Valves: Selection of the Optimal Prosthesis and Long-Term Management, Circulation, 119 (7): 103448. http://www.drugbank.ca/drugs/DB01418 diakses pada 29 April 2014.