Larangan Mengendarai Mobil bagi Perempuan di Arab Saudi Dari Perspektif Hukum dan HAM Indonesia Disusun sebagai Tugas Akhir Mata Kuliah Hukum dan HAM Dosen pembimbing: Dr Mutiara Hikmah SH.,MH.
Disusun Oleh: Yohanes Dharmaly 1006710193
Fakultas Hukum Universitas Indonesia 2013 Yohanes Dharmaly - 1006710193 Page 2
BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Perlindungan terhadap Hak Asasi Perempuan dalam dunia internasional telah dilakukan sejak lama, diawali dengan komitmen dunia yang harus menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia, diwujudkan dengan adanya Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Rights) oleh PBB pada tahun 1948, dimana dalam pasal-pasalnya dijelaskan bahwa seluruh orang, dalam hal ini termasuk wanita haruslah memiliki martabat dan hak-hak yang sama, selanjutnya dapat dijelaskan bahwa setiap orang haruslah memiliki hak dan kedudukan yang sama dalam melakukan sesuatu, termasuk bagi perempuan yang merupakan bagian dari semua orang sesuai yang tercantum dalam DUHAM. Semua orang sebagaimana yang tercantum dalam DUHAM ternyata masih menciptakan diskriminasi dengan alasan gender, wanita sering mengalami diskriminasi dan kekerasan dalam berbagai bentuk, beberapa yang sering terjadi adalah perbedaan hak untuk dipilih dalam politik, lembaga negara, bahkan sampai pada posisi di dunia korporasi. Hak Asasi Perempuan juga harus dianggap sama dengan hak asasi manusia, hal ini juga dikenal di Indonesia, sesuai Pasal 45 Undang-undang nomor 39 tahun 1999. Dalam dunia internasional, penegakan hak asasi perempuan tidak dilakukan hanya dengan pembuatan konvensi-konvensi saja, bahkan Perserikatan Bangsa-Bangsa telah memiliki komisi khusus untuk status perempuan atau yang dikenal dengan UN Commission on the Status of Women, yang berada dibawah naungan ESOCOC ( United Nation Economics and Social Council). CSW sendiri memiliki tujuan untuk menyiapkan rekomendasi dan laporan kepada Dewan perihal kemajuan perempuan dalam hak-hak politik, sipil, ekonomi dan pendidikan. CSW juga memiliki pertemuan tahunan yang membahas mengenai hak-hak terhadap perempuan. Yohanes Dharmaly - 1006710193 Page 3
Meskipun terdapat banyak pengaturan internasional yang melindungi hak- hak perempuan dari diskriminasi, masih banyak terdapat negara yang belum meratifikasi pengaturan yang berlaku tersebut, dan masih terdapat banyak kekerasan dan diskriminasi yang terdapat di muka bumi ini. Penulis mengangkat suatu kejadian yang menggambarkan diskriminasi terhadap perempuan, yakni pelarangan menyetir mobil bagi perempuan di negeri Arab Saudi. Pemberian larangan menyetir mobil bagi perempuan di Arab Saudi, dilakukan tidak secara langsung, maksutnya tidak secara langsung yaitu pemberian larangan tidak melalui undang-undang yang secara tegas menyatakan , melainkan pemerintah tidak mengeluarkan surat izin mengemudi bagi wanita yang mendaftarkan diri untuk mendapatkan surat izin mengemudi tersebut. Adapun pengaturan ini dilakukan oleh pihak kerajaan Arab Saudi dengan dengan alasan bahwa perempuan yang menyetir akan menyebabkan ovarium (organ genital) dari wanita akan rusak, dan ditakutkan apabila dilanjutkan dapat mempengaruhi sistem reproduksi dari wanita yang menyetir, selain itu juga ada beberapa pemaparan oleh ulama yang mengatakan hal-hal seperti pemberian izin untuk mengemudi telah melawan hukum islam, dimana dikatakan bahwa dengan melakukan kegiatan seperti menyetir wanita sudah melawan kodratnya. Pemberian Larangan ini menurut penulis adalah bentuk diskriminasi terhadap wanita yang berpengaruh pada bidang ekonomi, dan sosial. Karena sesuai dengan Pasal 2 huruf (d) Lampiran Undang- Undang nomor 7 tahun 1984 yang merupakan ratifikasi dari Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap wanita ( Convention on The Elimination of All Forms of Discrimination Against Women (CEDAW)). CEDAW sendiri diadopsi oleh PBB pada tanggal 19 Desember 1979, dan dilaksanakan pada tahun 1981. I.II Permasalahan Berdasarkan latar belakang yang terdapat diatas, maka dapat dilihat bahwa diskriminasi terhadap perempuan masih terjadi, padahal sudah Yohanes Dharmaly - 1006710193 Page 4
terdapat banyak dokumen hukum yang melarang dan mencegah terjadinya diskriminasi terhadap perempuan. Diskriminasi yang dilakukan terhadap wanita hanya dilakukan karena perbedaan gender, dimana wanita dianggap tidak setara dengan pria. Diskriminasi yang terjadi dalam kasus ini bahkan difasilitasi oleh pemerintah yang berwenang di negara tertentu. I.III Perumusan Masalah Makalah ini akan membahas mengenai pelanggaran terhadap hak-hak perempuan yang terdapat dalam hal pelarangan untuk menyetir mobil sendiri di Arab Saudi, dan dikaitkan dengan instrumen hukum internasional dan nasional yang mengatur mengenai hak asasi manusia khususnya hak asasi perempuan. Makalah ini diharapkan dapat menjawab permasalahan berikut 1. Apakah larangan menyetir bagi wanita melanggar hak-hak perempuan apabila dikaitkan hal tersebut terjadi di Indonesia? 2. Bagaimana cara yang dapat dilakukan oleh negara dalam melindungi hak-hak perempuan? I.IV Tujuan Penulisan Penulisan makalah ini adalah sebagai tugas akhir mata kuliah Hukum dan HAM yang ditempuh penulis di Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Selain untuk tugas, penulis juga berharap penulisan makalah ini dapat bermanfaat menambah pengetahuan dari para pembaca khususnya mengenai peraturan-peraturan yang terkait dengan hak asasi perempuan dan penerapannya di Indonesia.
Yohanes Dharmaly - 1006710193 Page 5
BAB II ISI II.I Peraturan-Peraturan yang berlaku di Indonesia Karena hak asasi perempuan termasuk dalam hak asasi manusia, maka secara pbb secara jelas menyatakan bahwa dokumen-dokumen yang mengatur ham pada umumnya termasuk ke dalam dokumen yang juga mengatur mengenai hak asasi perempuan 1 . Dokumen-dokumen yang secara mengatur mengenai hak asasi (termasuk di dalamnya adalah hak perempuan) antara lain 1. Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) 2. Convention on the elminination of all forms of discrimination agains women tahun 1979 (CEDAW) yang di ratifikasi menjadi UU nomor 7 tahun 1984 tentang pengesahan konvensi penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap wanita; 3. Beijing Platform for Action tahun 1995; 4. Protokol opsional terhadap konvensi penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap wanita; 5. UU no 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia khususnya pada bagian kesembilan; 6. Inpres No 9 Tahun 2000 tentang pengarusutamaan gender dalam pembangunan nasional. II.II Pengertian Dari Hak Asasi Perempuan Karena hak asasi perempuan adalah bagian dari hak asasi manusia, maka perlu diketahui pengertian sendiri dari hak asasi manusia, menurut UU 39 tahun 1999 pengertian dari hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Pengertian ini berlaku bagi perempuan, yang dimana dijelaskan dengan demikian perempuan sebagai makhluk Tuhan
Yang Maha Esa memiliki hak-hak yang sebagaimana diatur dalam bagian kesembilan UU 39 tahun 1999, dimana yang dilindungi adalah hak hak perempuan dalam bidang berikut ini: 1. Hak politik dan pemerintahan; 2. Hak kewarganergaraan; 3. Hak dalam bidan pendidikan dan pengajaran; 4. Hak dalam bidang ketenagakerjaan; 5. Hak dalam bidang kesehatan; 6. Hak untuk membuat perbuatan hukum. II.III Kekerasan dan diskriminasi negara terhadap perempuan Kekerasan dan diskriminasi terhadap perempuan di muka bumi ini sudah banyak sekali terjadi, dalam banyak kasus kekerasan dan diskriminasi terjadi begitu saja tanpa ada campur tangan negara untuk melakukan pembatasan atau pencegahan terhadap kekerasan atau diksriminasi tersebut, padahal negara telah diberikan kepercayaan oleh para individu yang bernaung dibawahnya untuk dapat mengatur kembali mereka, termasuk didalamnya perempuan, yang harusnya mendapatkan perlindungan yang layak dari negara tempat dia bernaung. Batasan kekerasan yang dilakukan oleh negara dapat dikatakan sebagai alat untuk memperoleh atau mempertahankan kekuasannya 2 , dalam hal ini perempuan terlibat dan menjadi korban dari kekerasan yang terjadi dalam negara. Walaupun pembahasan mengenai kekerasan tidak akan dibahas dengan jelas dalam makalah ini, karena larangan menyetir terhadap perempuan di Arab Saudi tidak termasuk dalam bentuk-bentuk/ dimensi kekerasan yang terdiri atas 1. Dimensi fisik; 2. Dimensi psikologis; 3. Dimensi seksual; 4. Dimensi finansial;
2 Toeti Heraty Noerhadi et al., Negara dan Kekerasan Terhadap Perempuan (Jakarta: Yayasan Jurnal Perempuan(JYP),2000), hlm. 43 Yohanes Dharmaly - 1006710193 Page 7
5. Dimensi spiritual. Pembagian atas kekerasan dilakukan untuk memudahkan pembahasan, dan dalam kenyataan kekerasan terhadap perempuan lebih sering meunjukkan bentuk gabungan dari dimensi-dimensi yang ada,baik itu dimensi fisik, psikologis atau seksual. Lebih lanjut lagi bila tidak ada kekerasan menimbilakn bekas atau dampak fisik, dapat dikatakan bahwa semua bentuk kekerasan memiliki dampak psikologis pada perempuan, suatu dampak yang mungkin tidak langsung dan memerlukan penelaahan teliti 3 . Diskriminasi Negara Terhadap perempuan harus ditelaah dahulu pengertian dari diskriminasi terhadap perempuan, yang mana menurut Pasal 1 Lampiran Undang-Undang Republik Indonesia no 7 tahun 1984 adalah pembedaan, pengucilan atau pembatasan yang dibuat atas dasar jenis kelamin, yang mempunyai pengaruh atau tujuan untuk mengurangi atau menghapuskan pengakuan, penikmanatan atau penggunaan hak-hak asasi manusia dan kebebasan-kebeasan pokok di bidang politik, ekonomi, sosial, bidaya, sipil atau apapun lainnya oleh wanita, terlepas dari status perkawinan mereka, atas dasar persamaan antara pria dan wanita. Maka dapat diketahui bahwa diskriminasi negara terhadap perempuan adalah perbuatan sebagaimana yang yang diatur dalam Lampiran Undang- Undang Republik Indonesia no 7 tahun 1984. II.IV Larangan menyetir bagi perempuan di Arab Saudi dan kaitannya dengan UU HAM Larangan menyetir yang dilakukan oleh Arab Saudi sebagai sebuah entitas negara, apabila dikaitkan dengan salah satu dokumen hukum indonesia yakni UU 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia melanggar beberapa pasal. Pelanggaran itu secara khusus terdapat dalam pasal berikut
3 Achi Sudiarti Lululima, ed., Pemahaman Bentuk-bentuk Tindak Kekerasan Terhadap Perempuan dan Alternatif Pemecahannya (Jakarta: Alumni,2000),hlm. 11. Yohanes Dharmaly - 1006710193 Page 8
Pasal 5 ayat (1) dimana dinyatakan bahwa setiap orang diakui sebagai manusia pribadi yang berhak menuntut dan memperoleh perlakuan serta perlindungan yang sama sesuai dengan martabat kemanusiannya didepan hukum. Pasal ini secara umum dapat menggambarkan mengenai larangan menyetir yang dilakukan oleh negara dalam hal ini melanggar. Pasal 8 terlanggar karena pemerintah seharusnya dalam hal ini memberikan perlindungan dan pemenuhan hak asasi bagi perempuan. Pasal 11 yang menyatakaan dimana setiap orang berhak, oleh karena itu seharusnya negara tidak dapat mengambil hak dari masyarakat untuk melakukan kegiatan menyetir, karena apabila hak itu menurut orang yang dilarang menyetir, kegiatan menyetir adalah kebutuhan dasarnya, maka pemerintah dapat dikatakan melakukan pelanggaran. Pasal 12 merupakan hak setiap perempuan untuk menyetir dan mengembangkan pribadinya, serta meningkatkan kualitas hidupnya, karena secara tidak langsung dengan adanya pelarangan terhadap hal tersebut, kemampuan wanita untuk melakukan kegiatan ekonominya terbatas dan dengan demikian pemerintah terlah membatasi peningkatan akan kualitas hidup seseorang dan juga dalam hal pengembangan pribadi dari pribadi tersebut. Pasal 45 dimana karena pelanggaran terhadap hak-hak perempuan adalah bentuk terhadap pelanggaran hak asasi manusia. II.V Kesetaraan gender dalam hukum islam Menurut RUU Kesetaraan gender yang dimaksud dengan gender adalah nilai-nilai sosial budaya yang dianut oleh masyarakat setempat mengenai tugas, peran, tanggung jawab, sikap dan sifat yang dianggap patut bagi perempuan dan laki-laki, yang dapat berubah dari waktu ke waktu. Dimana dalam hal ini dapat dilihat gender bukan hanya terbatas pada Yohanes Dharmaly - 1006710193 Page 9
jenis kelamin sajam melainkan untuk mewujudkan nilai sosial dan budaya. Untuk mencapai kesetaraan gender di mana pria dan perempuan dapat berdiri setara, sebagaimana pengertian yang diambil dari RUU kesetaraan gender adalah kondisi dan posisi yang menggambarkan kemitraan yang selaras, serasi dan seimbang antara perempuan dan laki-laki dalam akses, partisipasi, kontrol dalam proses pembangunan, dan penikmatan manfaat yang sama dan adil di semua bidang kehidupan. Dalam hukum Islam wanita dikenal tidak setara dengan pria, walaupun sudah berkeluarga dalam al-quran dan hadis wanita dianggap tidak dapat setara dengan pria. Dengan demikian terdapat penolakan dari hukum islam mengenai ide kesetaraan gender, oleh karena harus dipahami bahwa larangan menyetir bagi perempuan di Arab pastilah terpengaruh oleh aturan hukum islam yang menyatakan perempuan dan pria tidaklah setara.
Yohanes Dharmaly - 1006710193 Page 10
BAB III PENUTUP III.I Analisis Analisis atas pelarangan untuk mengendarai mobil di oleh wanita Arab Saudi akan dilakukan berdasarkan kajian dari dokumen hukum yang berlaku di negara Indonesia. Penulis juga akan menjabarkan bagaimana suatu negara dapat berperan melindungi hak-hak bagi para perempuan. Larangan yang dilakukan dengan menjalankan prinsip hukum Islam di negara Arab saudi ini ternyata apabila dikaitkan dengan hukum positif yang terdapat di Indonesia banyak terdapat pelanggaran. Pelanggaran tersebut jika dikaitkan dengan UU 7 tahun 1984 tentang pengesahan konvensi penghapusan segala bentuk diskirminasi terhadap wanita adalah sebagai bentuk diskriminasi terhadap perempuan, hak-hak perempuan untuk menjadi setara dengan pria dilanggar yang dinyatakan dalam Lampiran UU 7 Tahun 1984. Penulis juga melihat keberadaan larangan menyetir bagi perempuan di negara Arab Saudi dipengaruhi oleh hukum Islam yang dianut oleh sebagian besar masyarakat di Arab Saudi. Hukum Islam mengenal budaya patriarki dimana dinyatakan dalam al-quran dan hadis yakni wanita kedudukannya berada dibawah pria dan harus selalu menuruti pria. Budaya patriarki yang muncul ini merusak nilai-nilai persamaan hak-hak bagi perempuan. Penulis tetapi menilai bahwa peraturan positif indonesia lebih condong kepada arah yang berlawanan dengan hukum islam dalam memberikan hak-hak kepada perempuan. Penjelasan mengenai budaya patriarki sendiri pada awalnya digunakan oleh Max Weber ntuk mengacu pada bentukan sistem sosial politik yang mengutamakan peran ayah (pria) dalam lingkup keluarga inti, keluarga luas dan lingkup publik seperti ekonomi, yang kemudian berkembang dengan pemikiran feminis yang menyatakan bahwa tidak hanya dalam ketiga lingkup tersebut, tetapi juga termasuk didalamnya lingkup hukum dan kaitannya dengan hak-hak yang Yohanes Dharmaly - 1006710193 Page 11
diperoleh oleh perempuan sebagai subyek hukum. Selanjutnya pemikiran tersebut jika dikaitkan dengan kebijakan negara Arab Saudi melakukan pelarangan perempuan untuk menyetir karena terdapat kontribusi budaya patriarki tersebut di dalam tatanan hukum Arab Saudi. Budaya patriarki akhirnya dapat memicu terjadinya kekerasan dan juga diskriminasi terhadap perempuan dalam kehidupan bernegara. Menurut penulis yang pemerintah dalam pewujudan perlindungan hak-hak terhadap perempuan saat ini adalah dengan lebih mengikuti acuan aturan dan pemikiran-pemikiran mengenai kesetaraan gender yang lebih dikenal oleh hukum barat, karena jika pemerintah tetap berkiblat pada hukum Islam maka akan sangat sulit untuk melindungi hak hak perempuan. Karena walaupun tidak terdapat budaya kekerasan, hukum Islam dapat menciptakan banyak sekali diskriminasi terhadap perempuan, salah satunya adalah pelarangan bagi perempuan untuk menyetir. III.II Kesimpulan Berdasarkan penjabaran diatas penulis akan menyimpulkan beberapa hal yakni pelarangan perempuan untuk menyetir di Arab Saudi melanggar hukum positif Indonesia, yakni yang tercantum dalam UU 7 tahun 1984 dan UU 39 tahun 1999. Juga peran pemerintah yang saat ini dapat dilakukan adalah dengan memberikan aturan yang jelas mengenai diskriminasi perempuan dan bentuk-bentuknya, karena sampai saat ini masih sedikit sekali peraturan positif Indonesia yang mengatur mengenai diskriminasi, yang banyak terdapat selama ini adalah perlindungan terhadap kekerasan perempuan, padahal masih banyak diskriminasi yang terjadi. III.III Daftar Pustaka Kelompok Kerja Convention Watch, Pusat Kajian Wanita dan Gender Universitas Indonesia. Hak Azasi Perempuan Instrumen Hukum untuk Mewujudkan Keadilan Gender, cet pertama.Jakarta:Obor, 2004 Yohanes Dharmaly - 1006710193 Page 12
Luluhima, Achi Sudiarti.Ed. Pemahaman Bentuk-bentuk Tindak Kekerasan Terhadap Perempuan dan Alternatif Pemecahannya. Jakarta: Alumni, 2000 Reilly, Niamh Womens Human Rights. Cambridge: Polity Press, 2009 Subono, Nur Iman. Ed. Negara dan Kekerasan Terhadap Perempuan.Jakarta: Yayasan Jurnal Perempuan, 2000