Anda di halaman 1dari 26

1

Anemia Defisiensi Besi


Devi karlina
102011069
email : devikarlina46@yahoo.co.id
Fakultas Kedokteran, Universitas Kristen Krida Wacana
Jalan Terusan Arjuna Utara 6, Jakarta Barat 11510

Pendahuluan
Anemia defisiensi besi (ADB) merupakan masalah defisiensi nutrien tersering pada anak di
seluruh dunia terutama di negara sedang berkembang termasuk Indonesia. Penyakit ini
disebabkan oleh kurangnya zat besi dalam tubuh penderita. Secara epidemiologi, prevalens
tertinggi ditemukan pada akhir masa bayi dan awal masa kanak-kanak diantaranya karena
terdapat defisiensi besi saat kehamilan dan percepatan tumbuh masa kanak-kanak yang
disertai rendahnya asupan besi dari makanan, atau karena penggunaan susu formula dengan
kadar besi kurang. Selain itu ADB juga banyak ditemukan pada masa remaja akibat
percepatan tumbuh, asupan besi yang tidak adekuat dan diperberat oleh kehilangan darah
akibat menstruasi pada remaja puteri. Data SKRT tahun 2007 menunjukkan prevalens ADB .
Angka kejadian anemia defisiensi besi (ADB) pada anak balita di Indonesia sekitar 40-45%.
Survai Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001 menunjukkan prevalens ADB pada
bayi 0-6 bulan, bayi 6-12 bulan, dan anak balita berturut-turut sebesar 61,3%, 64,8% dan
48,1%.
1
Skenario
Seorang anak perempuan 6 tahun dibawa ibunya kepuskesmas dengan keluhan utama pucat
sejak 3 bulan yang lalu. Selain itu anak sering merasa cepat lelah. Riwayat perdarahan dan
demam di sangkal oleh ibu pasien. Tidak ada angota keluarga yang batuk-batuk lama. Pada
PF ditemukan, BB 13 kg, suhu 36,8 C, nafas 22x/mnt, denyut nadi 110x/mnt, TD 90/60
mmHg, konjungtiva anemis (+), sklera dan kulit tidak terdapat ikterik, hepatosplenomegali
tidak ada.
Hipotesis
Seorang anak perempuan 6 tahun mengalami anemia defisiensi besi

2

Pembahasan
Anamnesis

TTV
Identitas
KU
Gejala khas :
- A. Def besi : disfagia, atropo papil lidah, stomatitis angularis, kuku sendok
- A. Megaloblastik : glositis, gangg neurologik
- Anemia hemolitik : ikterus, splenomegali, dan hepatomegali
- A. Aplastik : perdarahan dan tnda2 infeksi
Gejala dasar :
- Infeksi cacing tambang : sakit perut, pembengkakan parotis, telapak tangan kuning.
Cadangan zat besi pada waktu lahir
Diare menahun
Perdarahan
Gangguan pertumbhan
RPD
RPK
Staus sosial dan ekonomi

Working diagnosis
Anemia defisiensi besi (Fe)
Anemia defisiensi besi merupakan anemia yang terbanyak baik di Negara maju maupun
Negara yang sedang berkembang. Padahal besi merupakan suatu unsur terbanyak pada
lapisan kulit bumi, akan tetapi defisiensi besi merupakan penyebab anemia yang tersering.
Hal ini disebabkan tubuh manusia mempunyai kemampuan terbatas untuk menyerap besi dan
seringkali tubuh mengalami kehilangan besi yang berlebihan yang diakibatkan perdarahan.
Besi merupakan bagian dari molekul Hemoglobin, dengan berkurangnya besi maka sintesa
3

hemoglobin akan berkurang dan mengakibatkan kadar hemoglobin akan turun. Hemoglobin
merupakan unsur yang sangat vital bagi tubuh manusia, karena kadar hemoglobin yang
rendah mempengaruhi kemampuan menghantarkan O2 yang sangat dibutuhkan oleh seluruh
jaringan tubuh. Anemia defisiensi besi ini dapat diderita oleh
bayi, anak-anak, bahkan orang dewasa baik pria maupun wanita, dimana banyak hal yang
dapat mendasari terjadinya anemia defisiensi besi. Dampak dari anemia defisiensi besi ini
sangat luas, antara lain terjadi perubahan epitel, gangguan pertumbuhan jika terjadi pada
anak-anak, kurangnya konsentrasi pada anak yang mengakibatkan prestasi disekolahnya
menurun, penurunan kemampuan kerja bagi para pekerja sehingga produktivitasnya
menurun. Kebutuhan besi yang dibutuhkan setiap harinya untuk menggantikan zat besi yang
hilang dari tubuh dan untuk pertumbuhan ini bervariasi, tergantung dari umur, jenis kelamin.
Kebutuhan meningkat pada bayi, remaja, wanita hamil, menyusui serta wanita menstruasi.
Oleh karena itu kelompok tersebut sangat mungkin menderita defisiensi besi jika terdapat
kehilangan besi yang disebabkan hal lain maupun kurangnya intake besi dalam jangka
panjang.

METABOLISME BESI
Senyawa-senyawa esensial yang mengandung besi dapat ditemukan dalam plasma dan di
dalam semua sel. Karena zat besi yang terionisasi bersifat toksik terhadap tubuh, maka zat
besi selalu hadir dalam bentuk ikatan dengan heme yang berupa hemoprotein (seperti
hemoglobin, mioglobin dan sitokrom) atau berikatan dengan sebuah protein (seperti
transferin, ferritin dan hemosiderin) Jumlah besi di dalam tubuh seorang normal berkisar
antara 3-5 g tergantung dari jenis kelamin, berat badan dan hemoglobin. Besi dalam tubuh
terdapat dalam hemoglobin sebanyak 1,5 3g dan sisa lainnya terdapat dalam plasma dan
jaringan Kebanyakan besi tubuh adalah dalam hemoglobin dengan 1 ml sel darah merah
mengandung 1 mg besi (2000 ml darah dengan hematokrit normal mengandung sekitar 2000
mg zat besi) Pertukaran zat besi dalam tubuh merupakan lingkaran yang tertutup. Besi yang
diserap usus setiap hari kira-kira 1-2 mg, ekskresi besi melalui eksfoliasi sama dengan jumlah
besi yang diserap usus yaitu 1-2 mg. Besi yang diserap oleh usus dalam bentuk transferin
bersama dengan besi yang dibawa oleh makrofag sebesar 22 mg dengan jumlah total yang
dibawa tranferin yaitu 24mg untuk dibawa ke sumsum tulang untuk eritropoesis. Eritrosit
yang terbentuk memerlukan besi sebesar 17 mg yang merupakan eritrosit yang beredar
keseluruh tubuh, sedangkan yang 7 mg akan dikembalikan ke makrofag karena berupa
eritropoesis inefektif. Secara umum, metabolisme besi ini menyeimbangkan antara absorbsi
1-2 mg/ hari dan kehilangan 1-2 mg/ hari. Kehamilan dapat meningkatkan keseimbangan
besi, dimana dibutuhkan 2-5 mg besi perhari selama kehamilan dan laktasi. Diet besi normal
tidak dapat memenuhi kebutuhan tersebut sehingga diperlukan suplemen besi.
METABOLISME ZAT BESI
Penyerapan besi oleh tubuh berlangsung melalui mukosa usus halus, terutama di
duodenum sampai pertengahan jejunum, makin ke distal penyerapan akan semakin
berkurang. Ada 2 cara penyerapan besi dalam usus, yaitu :
4

1. Penyerapan dalam bentuk non heme ( + 90 % berasal dari makanan)
Zat besi dalam makanan biasanya dalam bentuk senyawa besi non heme berupa
kompleks senyawa besi inorganik (ferri/ Fe
3+
) yang oleh HCl lambung, asam amino
dan vitamin C mengalami reduksi menjadi ferro (Fe
2+
). Bentuk fero diabsorpsi oleh
sel mukosa usus dan di dalam sel usus, fero mengalami oksidasi menjadi feri yang
selanjutnya berikatan dengan apoferitin menjadi feritin. Bentuk ini akan dilepaskan ke
peredaran darah setelah mengalami reduksi menjadi fero dan di dalam plasma ion fero
direoksidasi menjadi feri yang akan berikatan dengan 1 globulin membentuk
transferin. Transferin berfungsi mengangkut besi untuk didistribusikan ke hepar,
limpa, sumsum tulang serta jaringan lain untuk disimpan sebagai cadangan besi
tubuh.
Di sumsum tulang sebagian besi dilepaskan ke dalam retikulosit yang akan
bersenyawa dengan porfirin membentuk heme. Persenyawaan globulin dengan heme
membentuk hemoglobin. Setelah eritrosit hancur, Hb akan mengalami degradasi
menjadi biliverdin dan besi. Besi akan masuk ke dalam plasma dan mengikuti siklus
seperti di atas.
2. Penyerapan dalam bentuk heme ( + 10 % dari makanan)
Besi heme di dalam lambung dipisahkan dari proteinnya oleh HCl lambung dan
enzim proteosa. Besi heme teroksidasi menjadi hemin yang akan masuk ke sel
mukosa usus secara utuh, lalu dipecah oleh enzim hemeoksigenasi menjadi ion feri
dan porfirin. Ion feri akan mengalami siklus seperti di atas.
Proses absorbsi besi juga dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain:
1. Heme-iron akan lebih mudah diserap dibandingkan nonheme-iron
2. Ferro lebih mudah diserap daripada ferri
3. Asam lambung akan membantu penyerapan besi
4. Absorbsi besi dihambat kompleks phytate dan fosfat
5. Bayi dan anak-anak mengabsorbsi besi lebih tinggi dari orang dewasa karena proses
pertumbuhan
6. Absorbsi akan diperbesar oleh protein
7. Asam askorbat dan asam organik tertentu
Jumlah total besi dalam tubuh sebagian besar diatur dengan cara mengubah kecepatan
absorbsinya. Bila tubuh jenuh dengan besi sehingga seluruh apoferitin dalam tempat
cadangan besi sudah terikat dengan besi, maka kecepatan absorbsi besi dari traktus intestinal
akan menjadi sangat menurun. Sebaliknya bila tempat penyimpanan besi itu kehabisan besi,
maka kecepatan absorbsinya akan sangat dipercepat.
Di dalam tubuh, cadangan besi ada dua bentuk, yang pertama feritin yang ebrsifat
mudah larut, tersebar di sel parenkim dan makrofag, terbanyak di hati. Bentuk kedua adalah
5

hemosiderin yang tidak mudah larut, lebih stabil tetapi lebih sedikit dibanding feritin.
Hemosiderin terutama ditemukan dalam sel Kupfer hati dan makrofag di limpa dan sumsum
tulang. Cadangan besi ini akan berfungsi untuk mempertahankan homeostasis besi dalam
tubuh.
2
Pada bayi, anak dan remaja yang mengalami masa pertumbuhan perlu ditambahkan kepada
jumlah zat besi yang dikeluarkan lewat basal. Kebutuhan zat besi relatif lebih tinggi pada
bayi dan anak daripada orang dewasa apabila dihitung berdasarkan per kg berat badan. Bayi
yang berumur dibawah 1 tahun, dan anak berumur 6 16 tahun membutuhkan jumlah zat
besi sama banyaknya dengan laki laki dewasa. Tetapi berat badannya dan kebutuhan energi
lebih rendah daripada laki laki dewasa. Untuk dapat memenuhi jumlah zat besi yang
dibutuhkan ini, maka bayi dan remaja harus dapat mengabsorbsi zat besi yang lebih banyak
per 1000 kcal yang dikonsumsi.
Kebutuhan zat besi pada anak balita dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
Tabel 1: Kebutuhan Zat Besi Anak Balita
Umur Kebutuhan
0 6 bulan
7 12 bulan
1 3 tahun
4 6 tahun
3 mg
5 mg
8 mg
9 mg
Sumber : Muhilal, et l 1993

Zat besi diserap di dalam duodenum dan jejunum bagian atas melalui proses yang kompleks.
Proses ini meliputi tahap tahap utama sebagai berikut :
a. Besi yang terdapat di dalam bahan pangan, baik dalam bentuk Fe
3+
atau Fe
2+
mula mula
mengalami proses pencernaan.
b. Di dalam lambung Fe
3+
larut dalam asam lambung, kemudian diikat oleh gastroferin dan
direduksi menjadi Fe
2+

c. Di dalam usus Fe
2+
dioksidasi menjadi FE
3+
. Fe
3+
selanjutnya berikatan dengan apoferitin
yang kemudian ditransformasi menjadi feritin, membebaskan Fe
2+
ke dalam plasma
darah.
d. Di dalam plasma, Fe
2+
dioksidasi menjadi Fe
3+
dan berikatan dengan transferitin
Transferitin mengangkut Fe
2+
ke dalam sumsum tulang untuk bergabung membentuk
hemoglobin. Besi dalam plasma ada dalam keseimbangan.
e. Transferrin mengangkut Fe
2+
ke dalam tempat penyimpanan besi di dalam tubuh (hati,
sumsum tulang, limpa, sistem retikuloendotelial), kemudian dioksidasi menjadi Fe
3+
. Fe
3+
ini bergabung dengan apoferritin membentuk ferritin yang kemudian disimpan, besi yang
terdapat pada plasma seimbang dengan bentuk yang disimpan.

Pada bayi absorbsi zat besi dari ASI meningkat dengan bertambah tuanya umur bayi
perubahan ini terjadi lebih cepat pada bayi yang lahir prematur dari pada bayi yang lahir
6

cukup bulan. Jumlah zat besi akan terus berkurang apabila susu diencerkan dengan air untuk
diberikan kepada bayi.
Walaupun jumlah zat besi dalam ASI rendah, tetapi absorbsinya paling tinggi. Sebanyak 49%
zat besi dalam ASI dapat diabsorbsi oleh bayi. Sedangkan susu sapi hanya dapat diabsorbsi
sebanyak 10 12% zat besi. Kebanyakan susu formula untuk bayi yang terbuat dari susu sapi
difortifikasikan denganzat besi. Rata rata besi yang terdapat diabsorbsi dari susu formula
adalah 4%.
Pada waktu lahir, zat besi dalam tubuh kurang lebih 75 mg/kg berat badan, dan reserve zat
besi kira kir 25% dari jumlah ini. Pada umur 6 8 mg, terjadi penurunan kadar Hb dari
yang tertinggi pada waktu lahir menjadi rendah. Hal ini disebabkan karena ada perubahan
besar pada sistem erotropoiesis sebagai respon terhadap deliveri oksigen yang bertambah
banyak kepada jringan kadar Hb menurun sebagai akibat dari penggantian sel sel darah
merah yang diproduksi sebelum lahir dengan sel sel darah merah baru yang diproduksi
sendiri oleh bayi. Persentase zat besi yang dapat diabsorbsi pada umur ini rendah karena
masih banyaknya reserve zat besi dalam tubuh yang dibawah sejak lahir. Sesudah umur tsb,
sistem eritropoesis berjalan normal dan menjadilebih efektif. Kadar Hb naik dari terendh 11
mg/100 ml menjadi 12,5 g/100 ml, pada bulan bulan terakhir masa kehidupan bayi.
Bayi yng lhir BBLR mempunyai reerve zat besi yang lebih rendah dari bayi yang normal
yang lahir dengan berat badan cukup, tetapi rasio zat besi terhadap berat badan adalah sama.
Bayi ini lebih cepat tumbuhnya dari pada bayi normal, sehingga reserve zat besi lebih cepat
bisa habis. Oleh sebab itu kebutuhan zat besi pada bayi ini lebih besar dari pada bayi normal.
Jika bayi BBLR mendapat makanan yang cukup mengandung zat besi, maka pada usia 9
bulan kadar Hb akan dapat menyamai bayi yang normal.
Prevalensi anemia yang tinggi pada anak balita umumnya disebabkan karena makanannya
tidak cukup banyak mengandung zat besi sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhannya,
terutama pada negara sedang berkembang dimana serelia dipergunakan sebagai makanan
pokok. Faktor budaya juga berperanan penting, bapak mendapat prioritas pertama
mengkonsumsi bahan makanan hewani, sedangkan anak dan ibu mendapat kesempatan yang
belakangan. Selain itu erat yang biasanya terdapat dalam makanannya turut pula menhambat
absorbsi zat besi.

a. BATASAN ANEMIA
Anemia didefinisikan sebagai suatu keadaan kadar hemoglobin (Hb) di dalam darah
lebih rendah daripada nili normal untuk kelompok orang yang bersangkutan. Kelompok
ditentukan menurut umur dan jenis kelamin, seperti yang terlihat di dalam
tabel di bawah ini.

Tabel 2. Batas normal Kadar Hemoglobin
Kelompok Umur Hemoglobin
Anak
Dewasa
6 bulan s/d 6 tahun
6 tahun s/d 14 tahun
Laki-laki
Wanita
11
12
13
12
7

Wanita hamil 11


PATOFISIOLOGI ANEMIA
Zat besi diperlukan untuk hemopoesis (pembentukan darah) dan juga diperlukan oleh
berbagai enzim sebagai faktor penggiat. Zat besi yang terdapat dalam enzim juga diperlukan
untuk mengangkut elektro (sitokrom), untuk mengaktifkan oksigen (oksidase dan
oksigenase). Defisiensi zat besi tidak menunjukkan gejala yang khas (asymptomatik)
sehingga anemia pada balita sukar untuk dideteksi.
Tanda-tanda dari anemia gizi dimulai dengan menipisnya simpanan zat besi (feritin)
dan bertambahnya absorbsi zat besi yang digambarkan dengan meningkatnya kapasitas
pengikatan besi. Pada tahap yang lebih lanjut berupa habisnya simpanan zat besi,
berkurangnya kejenuhan transferin, berkurangnya jumlah protoporpirin yang diubah menjadi
heme, dan akan diikuti dengan menurunya kadar feritin serum. Akhirnya terjadi anemia
dengan cirinya yang khas yaitu rendahnya kadar Rb.
Menurut Bothwell dalam Soemantri (1982) perkembangan terjadinya anemia gizi
digambarkan sebagai berikut:
Gambar 1.Skema perkembangan tingkat terjadinya anemia gizi

Sumber: Bothwell dalam Soemantri (1982)
Bila sebagian dari feritin jaringan meninggalkan sel akan mengakibatkan konsentrasi
feritin serum rendah. Kadar feritin serum dapat menggambarkan keadaan simpanan zat besi
dalam jaringan. Dengan demikian kadar feritin serum yang rendah akan menunjukkan orang
tersebut dalam keadaan anemia gizi bila kadar feritin serumnya <12 ng/ml. Hal yang perlu
diperhatikan adalah bila kadar feritin serum normal tidak selalu menunjukkan status besi
dalam keadaan normal. Karena status besi yang berkurang lebih dahulu baru diikuti dengan
kadar feritin.
Diagnosis anemia zat gizi ditentukan dengan tes skrining dengan cara mengukur kadar
Hb, hematokrit (Ht), volume sel darah merah (MCV), konsentrasi Hb dalam sel darah merah
(MCH) dengan batasan terendah 95% acuan
8

PENYEBAB ANEMIA GIZI PADA BALITA
Penelitian di negara berkembang mengemukakan bahwa bayi lahir dari ibu yang
menderita anemia kemungkinan akan menderita anemia gizi, mempunyai berat badan lahir
rendah, prematur dan meningkatnya mortalitas (Academi of Sciences, 1990).
Penyebab anemia gizi pada bayi dan anak:
a. Pengadaan zat besi yang tidak cukup
1) Cadangan zat besi pada waktu lahir tidak cukup.
a) Berat lahir rendah, lahir kurang bulan, lahir kembar
b) Ibu waktu mengandung menderita anemia kekurangan zat besi yang berat
c) Pada masa fetus kehilangan darah pada saat atau sebelum persalinan seperti adanya
sirkulasi fetus ibu dan perdarahan retroplasesta
2) Asupan zat besi kurang cukup
b. Absorbsi kurang
1) Diare menahun
2) Sindrom malabsorbsi
3) Kelainan saluran pencernaan
c. Kebutuhan akan zat besi meningkat untuk pertumbuhan, terutama pada lahir kurang bulan
dan pada saat akil balik.
d. Kehilangan darah
1) Perdarahan yang bersifat akut maupun menahun, misalnya pada poliposis rektum,
divertkel Meckel
2) Infestasi parasit, misalnya cacing tambang.

Penyebab defisiensi besi menurut umur
Bayi kurang dari 1 tahun
1. Cadangan besi kurang, a.l. karena bayi berat lahir rendah, prematuritas, lahir kembar,
ASI ekslusif tanpa suplementasi besi, susu formula rendah besi, pertumbuhan cepat
dan anemia selama kehamilan.
2. Alergi protein susu sapi
Anak umur 1-2 tahun
1. Asupan besi kurang akibat tidak mendapat makanan tambahan atau minum susu
murni berlebih.
2. Obesitas
3. Kebutuhan meningkat karena infeksi berulang / kronis.
4. Malabsorbsi.
Anak umur 2-5 tahun
9

1. Asupan besi kurang karena jenis makanan kurang mengandung Fe jenis heme atau
minum susu berlebihan.
2. Obesitas
3. Kebutuhan meningkat karena infeksi berulang / kronis baik bakteri, virus ataupun
parasit).
4. Kehilangan berlebihan akibat perdarahan (divertikulum Meckel / poliposis dsb).
Anak umur 5 tahun-remaja
1. Kehilangan berlebihan akibat perdarahan(a.l infestasi cacing tambang) dan
2. Menstruasi berlebihan pada remaja puteri.
Penanganan anak dengan anemia defisiensi besi yaitu :
1. Mengatasi faktor penyebab.
2. Pemberian preparat besi


KLASIFIKASI DEFISIENSI BESI
Defisiensi besi dibagi menjadi tiga tingkatan yaitu:
1. Deplesi besi (Iron depleted state).: keadaan dimana cadangan besinya menurun, tetapi
penyediaan besi untuk eritropoesis belum terganggu.
2. Eritropoesis Defisiensi Besi (Iron Deficient Erytropoesis) : keadaan dimana cadangan
besinya kosong dan penyediaan besi untuk eritropoesis sudah terganggu, tetapi belum
tampak anemia secara laboratorik.
3. Anemia defisiensi besi : keadaan dimana cadangan besinya kosong dan sudah tampak
gejala anemia defisiensi besi.
3


GEJALA ANEMIA DEFISIENSI BESI
Pada anemia defisiensi besi biasanya penurunan hemoglobinnya terjadi perlahan-lahan
dengan demikian memungkinkan terjadinya proses kompensasi dari tubuh, sehingga gejala
aneminya tidak terlalu tampak atau dirasa oleh penderita. Gejala klinis dari anemia defisiensi
besi ini dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu
1) Gejala umum dari anemia itu sendiri, yang sering disebut sebagai sindroma anemia
yaitu merupakan kumpulan gejala dari anemia, dimana hal ini akan tampak jelas jika
hemoglobin dibawah 7 8 g/dl dengan tanda-tanda adanya kelemahan tubuh, lesu,
mudah lelah, pucat, pusing, palpitasi, penurunan daya konsentrasi, sulit nafas
(khususnya saat latihan fisik), mata berkunang-kunang, telinga mendenging, letargi,
menurunnya daya tahan tubuh, dan keringat dingin.
2) Gejala dari anemia defisiensi besi: gejala ini merupakan khas pada anemia defisiensi
besi dan tidak dijumpai pada anemia jenis lainnya, yaitu:
koilonychia/ spoon nail/ kuku sendok dimana kuku berubah jadi rapuh, bergaris-garis
vertikal dan jadi cekung sehingga mirip sendok.
10


Gambar 2
Atropi papil lidah. Permukaan lidah tampak licin dan mengkilap disebabkan karena
hilangnya papil lidah.
Stomatitis angularis/ inflamasi sekitar sudut mulut.
Glositis
Pica/ keinginan makan yang tidak biasa
Disfagia merupakan nyeri telan yang disebabkan `pharyngeal web`
Atrofi mukosa gaster.
Sindroma Plummer Vinson/ Paterson kelly ini merupakan kumpulan gejala dari
anemia hipokromik mikrositik, atrofi papil lidah dan disfagia.

Anemia defisiensi besi yang terjadi pada anak sangat bermakna, karena dapat menimbulkan
irritabilitas, fungsi cognitif yang buruk dan perkembangan psikomotornya akan menurun.
Prestasi belajar menurun pada anak usia sekolah yang disebabkan kurangnya konsentrasi,
mudah lelah, rasa mengantuk. Selain itu pada pria atau wanita dewasa menyebabkan
penurunan produktivitas kerja yang disebabkan oleh kelemahan tubuh, mudah lelah dalam
melakukan pekerjaan fisik/ bekerja.
3) Gejala yang ditimbulkan dari penyakit yang mendasari terjadinya anemia defisiensi
besi tersebut, misalkan yang disebabkan oleh infeksi cacing tambang maka akan
dijumpai gejala dispepsia, kelenjar parotis membengkak, kulit telapak tangan warna
kuning seperti jerami. Jika disebabkan oleh perdarahan kronis akibat dari suatu
karsinoma maka gejala yang ditimbulkan tergantung pada lokasi dari karsinoma
tersebut beserta metastasenya.

PEMERIKSAAN LABORATORIUM:
Hapusan darah tepi menunjukan gambaran sel darah merah yang hipokrom mikrositik.
Anisositosis merupakan tanda awal defisiensi besi. Yang ditandai dengan peningkatan RDW
( red cell distribution width) dan pada penggabungan MCV, MCH, MCHC, RDW makin
11

meningkatan spesifisitas indeks eritrosit, dimana indeks eritrosit sudah dapat mengalami
perubahan sebelum kadar hemoglobin menurun.

Besi serum dan total iron binding capacity
Level besi serum menunjukan jumlah besi yang berikatan dengan transferin yang disirkulasi.
Nilai normal untuk besi serum antara 50-150 g/dl ; nilai normal untuk TIBC adalah 300-360
g/dl ; saturasi tranferin normalnya 25-50%. Status defisiensi besi dikaitkan dengan level
saturasi < 18%.

Feritin serum
Besi bebas bersifat toxic untuk sel, dan tubuh telah membentuk mekanisme proteksi untuk
mengikat besi dalam berbagai kompartemen jaringan. Dalam sel, besi disimpan secara
kompleks terhadap protein sebagai feritin atau hemosiderin. Besi dalam feritin atau
hemosiderin dapat diekstraksi dan dilepaskan oleh RE sel, meskipun hemosiderin kurang
tersedia. Dalam, kondisi mapan, level feritin serum dihubungkan dengan penyimpanan total
besi tubuh, sehingga level feritin serum merupakan tes laboratorium yang paling sesuai untuk
memperkirakan cadangan besi. Nilai normal untuk feritin bergam tergantung usia dan jenis
kelamin dari individu. Pria dewasa memliki nilai feritin sekitar 100 g/dl ; wanita dewasa
memliki nilai feritin sekitar 30 g/dl.
Pada anemia deffisiensi besi dijumpai feritin serum dengan cut off point 12 g/l yang
memiliki senstivitas dan spesifisitas 68% dan 98%. Namun, konsentrasi feritin dapat normal
atau bahkan meningkat pafa penyakit inflamasi atau keganasan.

Evaluasi cadangan besi di sumsum tulang
Meskipun penimpanan besi RE sel dapat dinilai dari pewarnaan besi dari aspirasi sumsum
tulang atau biopsi, pengkuran feritin serum telah menggantikan aspirasi sumsum tulang
dalam menilai cadangan besi.

Level feritin serum adalah indikator yang lebih baik untuk kelebihan besi dibandingkan
perwarnaan besi di sumsum tulang. Meskipun demikian, pewarnaan besi sumsum tulang
memiliki informasi mengenai hantaran efektif dari besi dalam menghasilkan eritroblas.
Normalnya, ketika hapusan sumsum tulang diwarnai untuk besi, 20-40% menghasilkan
eritroblas disebut sideroblast : memiliki granul feritin pada sitoplasmanya.
Pada defisiensi besi, aspirasi sumsung tulang dapat menunjukan hiperplasia normoblastik
ringan sampai sedang dengan normoblas kecil-kecil. Sitoplasma sangat sedikit dengan tepi
tidak teratur.

Level sel merah protoporfirin
Protoporfirin adalah perantara dalam jarul sintesis heme. Pada kkondisi dimana sintesis heme
tergnggu, protoporfirin terakumulasi dalam sel merah. Hal ini mencerminkan hantaran besi
ke prekursor eritroid tidak adekuat untuk mensintesi hemoglobin. Nilai normal dalah kyrang
dari 30 g/dl dari sel darah merah. Pada defisiensi besi nilai > 100 g/dl dapat terlihat.
Penyebab paling sering dari peningkatan level sel merah protoporfirin adalah defisiensi besi
yang absolut atau relatif dan menghasilkan peracunan.
12

Level serum transferin receptor protein
Karena sel eritroid memiliki jumlah tertinggi dari reseptor transferin pda permukaan sel
manapun di tubuh dan karena transferin receptor protein (TRP) dilepaskan oleh sel ke
sirkulasi, level serum TRP mencerminkan total masa eritroid sumsum tulang. Kondisi lain
dimana level TRP meningkat adalh pada defisiensi absolut. Nilai normalnya 4-9 g/dl dinilai
dengan immunoassay.
4


Gambar 3.Hapusan darah tepi pada anemia defisiensi besi. Tampak
hipokromik mikrositik, anisositosis dan poikilositosis.

Pencegahan
Tindakan pencegahan yang terpadu sangat diperlukan mengingat tingginya prevalensi
defisiensi besi di masyarakat. Pencegahan dapat dilakukan dengan memberikan penyuluhan
kesehatan masyarakat tentang kebersihan lingkungan tempat tinggal dan higiene sanitasi
masyarakat yang tingkat pendidikan dan faktor sosial ekonominya yang rendah yaitu dengan
memberikan penyuluhan tentang pemakaian jamban terutama di daerah pedesaan, atau daerah
yang terpencil Menganjurkan supaya memakai alas kaki terutama ketika keluar rumah,
membiasakan cuci tangan pakai sabun sebelum makan. Juga dilakukan penyuluhan gizi yaitu
penyuluhan yang ditujukan kepada masyarakat pedesaan mengenai gizi keluarga, yaitu
dengan mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung zat besi terutama yang berasal
dari protein hewani,yaitu daging dan penjelasan tentang bahan bahan makanan apa saja
yang dapat membantu penyerapan zat besi dan yang dapat menghambat penyerapan besi.
Untuk anak sekolah dilakukan melalui UKS (Usaha Kesehatan Sekolah) yang melibatkan
murid, guru dan orang tua dengan cara mensosialisasikan tentang cara hidup sehat yaitu cuci
tangan sebelum makan , makan makanan yang mengandung zat besi. Pemberian suplementasi
besi pada ibu hamil dan anak balita. Pada ibu hamil diberikan suplementasi besi oral sejak
pertama kali pemeriksaan kehamilannya sampai post partum, sedangkan untuk bayi diberikan
ASI dan pemberian sayur, buah/ jus buah saat usia 6 bulan. Selain itu dilakukan upaya
pemberantasan infeksi cacing tambang sebagai sumber perdarahan kronik, yang paling sering
terjadi didaerah tropik.

TERAPI
Pemberian terapi haruslah tepat setelah diagnosis ditegakkan supaya terapi pada anemia ini
berhasil. Dalam hal ini kausa yang mendasari terjadinya anemia defisiensi besi ini harus juga
diterapi. Pemberian terapi ini dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu:
13

1) Terapi kausal: terapi ini diberikan berdasarkan penyebab yang mendasari terjadinya
anemia defisiensi besi. Terapi kausal ini harus dilakukan segera kalau tidak, anemia
ini dengan mudah akan kambuh lagi atau bahkan pemberian preparat besi tidak akan
memberikan hasil yang diinginkan.
2) terapi dengan preparat besi: pemberiannya dapat secara:
1. Oral : preparat besi yang diberikan peroral merupakan terapi yang banyak
disukai oleh kebanyakan pasien, hal ini karena lebih efektif, lebih aman, dan
dari segi ekonomi preparat ini lebih murah. Preparat yang ter sedia berupa:
- Ferro Sulfat : merupakan preparat yang terbaik, dengan dosis 3 x 200 mg, diberikan
saat perut kosong [sebelum makan]. Jika hal ini memberikan efek samping misalkan
terjadi mual, nyeri perut, konstipasi maupun diare maka sebaiknya diberikan setelah
makan/ bersamaan dengan makan atau menggantikannya dengan preparat besi lain.
- Ferro Glukonat: merupakan preparat dengan kandungan besi lebih rendah daripada
ferro sulfat. Harga lebih mahal tetapi efektifitasnya hampir sama.
- Ferro Fumarat, Ferro Laktat. Waktu pemberian besi peroral ini harus cukup lama
yaitu untuk memulihkan cadangan besi tubuh kalau tidak, maka anemia sering
kambuh lagi. Berhasilnya terapi besi peroral ini menyebabkan retikulositosis yang
cepat dalam waktu kira-kira satu minggu dan perbaikan kadar hemoglobin yang
berarti dalam waktu 2-4 minggu, dimana akan terjadi perbaikan anemia yang
sempurna dalam waktu 1-3 bulan. Hal ini bukan berarti terapi dihentikan tetapi terapi
harus dilanjutkan sampai 6 bulan untuk mengisi cadangan besi tubuh. Jika pemberian
terapi besi peroral ini responnya kurang baik, perlu dipikirkan kemungkinan
kemungkinannya sebelum diganti dengan preparat besi parenteral. Beberapa hal yang
menyebabkan kegagalan respon terhadap pemberian preparat besi peroral antara lain
perdarahan yang masih berkelanjutan (kausanya belum teratasi), ketidak patuhan
pasien dalam minum obat (tidak teratur) dosis yang kurang, malabsorbsi, salah
diagnosis atau anemia multifaktorial.
2. Parenteral Pemberian preparat besi secara parenteral yaitu pada pasien dengan
malabsorbsi berat, penderita Crohn aktif, penderita yang tidak member respon
yang baik dengan terapi besi peroral, penderita yang tidak patuh dalam minum
preparat besi atau memang dianggap untuk memulihkan besi tubuh secara
cepat yaitu pada kehamilan tua, pasien hemodialisis.(Bakta IM, Ada beberapa
contoh preparat besi parenteral:
- Besi Sorbitol Sitrat (Jectofer) Pemberian dilakukan secara intramuscular
dalam dan dilakukan berulang.
- Ferri hidroksida-sucrosa (Venofer) Pemberian secara intravena lambat atau
infus. Harga preparat besi parenteral ini jelas lebih mahal dibandingkan
dengan preparat besi yang peroral. Selain itu efek samping preparat besi
parental lebih berbahaya. Beberapa efek samping yang dapat ditimbulkan dari
pemberian besi parenteral meliputi nyeri setempat dan warna coklat pada
tempat suntikan, flebitis, sakit kepala, demam, artralgia, nausea, vomitus,
nyeri punggung, flushing, urtikaria, bronkospasme, dan jarang terjadi
anafilaksis dan kematian. Mengingat banyaknya efek samping maka
pemberian parenteral perlu dipertimbangkan benar benar. Pemberian secara
14

infus harus diberikan secara hati-hati. Terlebih dulu dilakukan tes
hipersensitivitas, dan pasien hendaknya diobservasi selama pemberian secara
infus agar kemungkinan terjadinya anafilaksis dapat lebih diantisipasi. Dosis
besi parenteral harus diperhitungkan dengan tepat supaya tidak kurang atau
berlebihan, karena jika kelebihan dosis akan membahayakan si pasien.
Menurut Bakta IM, perhitungannya memakai rumus sebagai berikut:
Kebutuhan besi [ng]= (15-Hb sekarang) x BB x 3
3) Terapi lainnya berupa
1. Diet: perbaikan diet sehari-hari yaitu diberikan makanan yang bergizi dengan
tinggi protein dalam hal ini diutamakan protein hewani.
2. Vitamin C: pemberian vitamin C ini sangat diperlukan mengingat vitamin C
ini akan membantu penyerapan besi. Diberikan dengan dosis 3 x 100mg.
3. Transfusi darah: pada anemia defisiensi besi ini jarang memerlukan transfusi
kecuali dengan indikasi tertentu.
2

PROGNOSIS
Prognosa baik bila penyebab anemianya hanya kekurangan besi saja dan diketahui
penyebabnya serta kemudian dilakukan penanganan yang adekuat. Gejala anemia dan
manifestasi klinisnya akan membaik dengan pemberian preparat besi.

Diagnosis banding
Thalesmia
Thalasemia adalah penyakit bawaan yang diturunkan dari salah satu orang tua kepada
anaknya sejak masih dalam kandungan. Jika pasangan suami istri adalah pembawa gen
thalasemia , maka kemungkinan anaknya akan menderita thalasemia sebesar 25%, pembawa
gen thalasemia 50 %, dan normal 25%.
Hemoglobin merupakan suatu zat dalam sel darah merah yang berfungsi mengangkut oksigen
dar paru keseluruh jaringan tubuh dan memberi warna merah pada eritrosit. Dalam keadaan
normal , hemoglobin utama terdiri dari gugus heme dan mempunyai 2 rantai utama alfa dan
beta.
Thalasemia terjadi karena kelainan atau perubahan pada gen globin alfa atau beta yang
mengtur produksi rantai alfa dan beta. Berkurang atau tidak terbentuk sama sekali rantai
globin disebut thalasemia. Keadaan ini menyebabkan produksi hemoglobin terganggu dan
umur eritrosit memendek. Dalam keadaan normal umur erotrosit berkisar 120 hari.

EPIDEMIOLOGI
WHO (2006) meneliti kira-kira 5% penduduk dunia adalah carrier dari 300-400 ribu bayi
thalassemia yang baru lahir pertahunnya. Frekuensi gen thalassemia di Indonesia berkisar 3-
10%. Berdasarkan angka ini, diperkirakan lebih 2000 penderita baru dilahirkan setiap
tahunnya di Indonesia. Salah satu RS di Jakarta, sampai dengan akhir tahun 2003 terdapat
1060 pasien thalassemia mayor yang berobat jalan di Pusat Thalassemia Departemen Anak
FKUI-RSCM yang terdiri dari 52,5 % pasien thalassemia homozigot, 46,2 % pasien
15

thalassemia HbE, serta thalassemia 1,3%. Sekitar 70-80 pasien baru, datang tiap tahunnya.
Fakta ini mendukung thalasemia sebagai salah satu penyakit turunan yang terbanyak dan
menyerang hampir semua golongan etnik dan terdapat di seluruh negara di dunia termasuk
Indonesia.

PATOFISIOLOGI
Talasemia merupakan salah satu bentuk kelainan genetik hemoglobin yang ditandai dengan
kurangnya atau tidak adanya sintesis satu rantai globin atau lebih, sehingga terjadi ketidak
seimbangan jumlah rantai globin yang terbentuk. Mutasi gen pada globin alfa akan
menyebabkan penyakit alfa- thalassemia dan jika itu terjadi pada globin beta maka akan
menyebabkan penyakit beta-thalassemia Secara genetik, gangguan pembentukan protein
globin dapat disebabkan karena kerusakan gen yang terdapat pada kromosom 11 atau 16 yang
ditempati lokus gen globin. Kerusakan pada salah satu kromosom homolog menimbulkan
terjadinya keadaan heterozigot, sedangkan kerusakan pada kedua kromosom homolog
menimbulkan keadaan homozigot (-/-). Pada thalassemia homozigot, sintesis rantai menurun
atau tidak ada sintesis sama sekali. Ketidakseimbangan sintesis rantai alpha atau rantai non
alpha, khususnya kekurangan sintesis rantai akan menyebabkan kurangnya pembentukan
Hb. Ketidakseimbangan dalam rantai protein globin alfa dan beta disebabkan oleh sebuah gen
cacat yang diturunkan. Untuk menderita penyakit ini, seseorang harus memiliki 2 gen dari
kedua orang tuanya. Jika hanya 1 gen yang diturunkan, maka orang tersebut hanya menjadi
pembawa/carier.

Thalasemia alpha
Rantai globin yang berlebihan pada thalasemia adalah rantai dan yang kurang atau hilang
sintesisnya dalah rantai . Rantai bersifat larut sehingga mampu membentuk hemotetramer
yang meskipun relatif tidak stabil, mampu bertahan dan memproduksi molekul Hb yang lain
seperti Hb Bart (4) dan Hb H (4). Perbedaan dasar inilah yang mempengaruhi lebih
ringannya manisfestasi klinis dan tingkat keparahan penyakitnya dibandingkan dengan
thalasemia beta.
Patofisiologi thalasemia sebanding dengan jumlah gen yang terkena. Pada thalasemia
homozigot (-/-) tidak ada rantai yang diproduksi. Pasiennya hanya memiliki Hb Barts yang
tinggi dengan Hb embrionik. Meskipun kadar Hb nya tinggi tapi hampir semuanya adalah Hb
Barts sehingga sangat hipoksik yang menyebabkan sebagian besar pasien lahir mati dengan
tanda hipoksia intrauterin. Bentuk thalasemia heterozigot (0 dan -+) menghasilkan
ketidakseimbangan jumlah rantainya tetapi pasiennya dapat mampu bertahan dengan HbH
dimana kelainan ini ditandai dengan adanya anemia hemolitik karena HbH tidak bisa
berfungsi sebagai pembawa oksigen.

Thalasemia beta
Secara biokimia kelainan yang paling mendasar adalah menurunnya biosintesis dari unit
globin pada Hb A. Pada thalasemia heterozigot, sintesis globin kurang lebih separuh dari
nilai normalnya. Pada thalasemia homozigot, sintesis globin dapat mencapai nol. Karena
adanya defisiensi yang berat pada rantai , sintesis Hb A total menurun dengan sangat jelas
atau bahkan tidak ada, sehingga pasien dengan thalasemia homozigot mengalami anemia
16

berat. Sebagai respon kompensasi, maka sintesis rantai menjadi teraktifasi sehingga
hemoglobin pasien mengandung proporsi Hb F yang meningkat. Namun sintesis rantai ini
tidak efektif dan secara kuantitas tidak mencukupi. Pada thalasemia homozigot, sintesis
rantai tidak mengalami perubahan dan tidak mampu membentuk Hb tetramer. Ketidak-
seimbangan sintesis dari rantai polipeptida ini mengakibatkan kelebihan adanya rantai
bebas di dalam sel darah merah yang berinti dan retikulosit. Rantai bebas ini mudah
teroksidasi. Mereka dapat beragregasi menjadi suatu inklusi protein (haeinz bodys),
menyebabkan kerusakan membran pada sel darah merah dan destruksi dari sel darah merah
imatur dalam sumsum tulang sehingga jumlah sel darah merah matur yang diproduksi
menjadi berkurang sehingga sel darah merah yang beredar menjadi kecil, terdistorsi, dipenuhi
oleh inklusi globin, dan mengandung komplemen hemoglobin yang menurun dan
memberikan gambaran dari Anemia Cooley/anemia mikrositik hipokrom yaitu hipokromik,
mikrosisitk dan poikilositik.
Sel darah merah yang sudah rusak tersebut akan dihancurkan oleh limpa, hepar, dan sumsum
tulang, menggambarkan komponen hemolitik dari penyakit ini. Sel darah merah yang
mengandung jumlah Hb F yang lebih tinggi mempunyai umur yang lebih panjang. Anemia
yang berat terjadi akibat adanya penurunan oksigen carrying capacity dari setiap eritrosit dan
tendensi dari sel darah merah matur (yang jumlahnya sedikit) mengalami hemolisa
secara prematur. Eritropoetin meningkat sebagai respon adanya anemia, sehingga sumsum-
sumsum tulang dipacu untuk memproduksi eritroid prekusor yang lebih banyak. Namun
mekanisme kompensasi ini tidak efektif karena adanya kematian yang prematur dari
eritroblas. Hasilnya adalah suatu ekspansi sumsum tulang yang masif yang memproduksi sel
darah merah baru. Sumsum tulang mengalami ekspansi secara masif, menginvasi bagian
kortikal dari tulang, menghabiskan sumber kalori yang sangat besar pada umur-umur yang
kritis pada pertumbuhan dan perkembangan, mengalihkan sumber-sumber biokimia yang
vital dari tempat-tempat yang membutuhkannya dan menempatkan suatu stress yang sangat
besar pada jantung. Secara klinis terlihat sebagai kegalan dari pertumbuhan dan
perkembangan, kegagalan jantung high output, kerentanan terhadap infeksi, deformitas dari
tulang, fraktur patologis, dan kematian di usia muda tanpa adanya terapi transfusi. Jika
seseorang memiliki 1 gen beta globin normal, dan satu lagi gen yang sudah termutasi, maka
orang itu disebut carier/trait
Temuan Laboratorium
Kelainan morfologi eritrosit pada penderita thalassemia- yang tidak ditransfusi
adalah ekstrem. Disamping hipokromia dan mikrositosis berat, banyak ditemukan
poikilositosit yang terfragmentasi, aneh (bizarre) dan sel target. Sejumlah besar
eritrosit yang berinti ada di darah tepi, terutama setelah splenektomi. Inklusi
intraeritrosit, yang merupakan presipitasi dari kelebihan rantai , juga terlihat pasca
splenectomi. Kadar Hb turun secara cepat menjadi kurang dari 5 g/dL kecuali jika
transfusi diberikan. Kadar bilirubin serum tidak terkonjugasi meningkat. Kadar serum
besi tinggi, dengan saturasi kapasitas pengikat besi. Gambaran biokimiawi yang nyata
adalah adanya kadar Hb F yang sangat tinggi dalam eritrosit. Senyawa dipiridol
menyebabkan urin berwarna coklat gelap, terutama pasca splenektomi.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
17

Pemeriksaan laboratorium yang perlu untuk menegakkan diagnosis thalasemia ialah:
1. Darah
Pemeriksaan darah yang dilakukan pada pasien yang dicurigai menderita thalasemia adalah
Darah rutin
Kadar hemoglobin menurun. Dapat ditemukan peningkatan jumlah lekosit, ditemukan pula
peningkatan dari sel PMN. Bila terjadi hipersplenisme akan terjadi penurunan dari jumlah
trombosit.
Hitung retikulosit
Hitung retikulosit meningkat antara 2-8 %.
Gambaran darah tepi
Anemia pada thalassemia mayor mempunyai sifat mikrositik hipokrom. Pada gambaran
sediaan darah tepi akan ditemukan retikulosit, poikilositosis, tear drops sel dan target sel.

Gambar 3
Serum Iron & Total Iron Binding Capacity
Kedua pemeriksaan ini dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan anemia terjadi karena
defisiensi besi. Pada anemia defisiensi besi SI akan menurun, sedangkan TIBC akan
meningkat.
LFT
Kadar unconjugated bilirubin akan meningkat sampai 2-4 mg%. bila angka tersebut sudah
terlampaui maka harus dipikir adanya kemungkinan hepatitis, obstruksi batu empedu dan
cholangitis. Serum SGOT dan SGPT akan meningkat dan menandakan adanya kerusakan
hepar. Akibat dari kerusakan ini akan berakibat juga terjadi kelainan dalam faktor pembekuan
darah.
2. Elektroforesis Hb
Diagnosis definitif ditegakkan dengan pemeriksaan eleltroforesis hemoglobin. Pemeriksaan
ini tidak hanya ditujukan pada penderita thalassemia saja, namun juga pada orang tua, dan
saudara sekandung jika ada. Pemeriksaan ini untuk melihat jenis hemoglobin dan kadar Hb
A2. petunjuk adanya thalassemia adalah ditemukannya Hb Barts dan Hb H. Pada
thalassemia kadar Hb F bervariasi antara 10-90%, sedangkan dalam keadaan normal
kadarnya tidak melebihi 1%.
18

3. Pemeriksaan sumsum tulang
Pada sumsum tulang akan tampak suatu proses eritropoesis yang sangat aktif sekali. Ratio
rata-rata antara myeloid dan eritroid adalah 0,8. pada keadaan normal biasanya nilai
perbandingannya 10 : 3.
4. Pemeriksaan roentgen
Ada hubungan erat antara metabolisme tulang dan eritropoesis. Bila tidak mendapat tranfusi
dijumpai osteopeni, resorbsi tulang meningkat, mineralisasi berkurang, dan dapat diperbaiki
dengan pemberian tranfusi darah secara berkala. Apabila tranfusi tidak optimal terjadi
ekspansi rongga sumsum dan penipisan dari korteknya. Trabekulasi memberi gambaran
mozaik pada tulang. Tulang terngkorak memberikan gambaran yang khas, disebut dengan
hair on end yaitu menyerupai rambut berdiri potongan pendek pada anak besar.

Gambar 4
Thalassemia sering kali didiagnosis salah sebagai anemia defisiensi Fe, hal ini disebabkan
oleh karena kemiripan gejala yang ditimbulkan, dan gambaran eritrosit mikrositik hipokrom.
Namun kedua penyakit ini dapat dibedakan, karena pada anemia defisiensi Fe didapatkan :

m sumsum tulang

KLASIFIKASI THALASEMIA DAN PRESENTASI KLINISNYA
Thalassemia / minor
Penghapusan 4 gen- hydrops fetalis
Penghapusan 3 gen- penyakit Hb H
Penghapusan 2 gen ( trait thalasemia )
Penghapusan 1 gen ( trait thalasemia + )
Thalassemia
Homozigot thalassemia mayor
Heterzigot- trait thalassemia


Thalasemia merupakan salah satu jenis dari penyakit gangguan pembentukan hemoglobin
yang memberikan gejala sebagai berikut :
1. Anemia
19

Pada thalasemia , produksi rantai globin alfa berkurang atau tidak ada, sehingga
hemoglobin yang terbentuk sangat kurang dan menyebabkan anemia. Berlebihannya
rantai globin yang tidak berpasangan menyebabkan eritrosit mudah dipecahkan oleh
limpa.
2. Pembesaran limpa
Organ limpa berfungsi membersihkan eritrosit yang rusak dan berperan dalam
pembentukan eritrosit. Pembesaran limpa pada thalasemia dapat terjadi karena kerja
limpa yang berlebihan.
3. Fascies cooleys
Pada keadaan thalasemia yang berat dapat terjadi perubahan bentuk wajah yang di
sebut Fascies cooleys. Sumsum tulang pipih merupakan salah satu tempat untuk
memproduksi sel darah merah . pada thalasemia, sumsum tulang pipih memproduksi
sel darah merah berlebihan, sehingga rongga sumsum membesar yang menyebabkan
penipisan tulang dan penonjolan pada dahi.

Gambar 5
Ada bebrapa jenis thalasemia, yaitu :
1. Thalasemia alfa
Terjadi jika adanya kelainan sintesis rantai globin alfa. Dikenal 4 macam thalasemia
alfa berdasarkan banyaknya gen yang terganggu.
- Delesi 1 gen (silent carries) : kelainan hemoglobin sangat minimal dan tidak
memberikan gejala. Keadaan ini hanya dapat dilihat dari pemeriksaan
laboratorium secara molekuler.
- Delesi 2 gen (thalasemia alfa trait) : ditemukan adanya gejala anemia ringan
atau tanpa anemia.
- Delesi 3 gen ( penyakit HbH) : bisa dideteksi setelah kelahiran, disertai
anemia berat dan pembesaran limpa.
- Delesi 4 gen (hydrops fetalis) : biasanya bayi akan emninggal dalam
kandungan atausetelah dilahirkan karena kadar hemoglobin normal tidak
mungkin terbentuk.




20

Thalasemia
Thalasemia homozigot (0)
Sindrom hidrops Hb Barts biasanya terjadi dalam rahim. Bila hidup hanya dalam waktu
pendek.

Gambar 6
HbH disease
Ditandai anemia mikrositik hipokrom yang cukup berat (7-11 g/dL) dan splenomegali sedang
dimana Hb H (4) dapat dideteksi dalam sel darah merah dengan elektroforesis atau pada
sediaan retikulosit.
Karier thalasemia
Bisa berasal dari thalasemia 0 (-/) atau thalasemia (-/-). Biasanya asimptomatis, di
dapatkan anemia mikrositik hipokrom ringan dengan penurunan MCH dan MCV yang
bermakna.
Karier thalasemia silent
Bentuk heterozigot karier thalasemia + (/). Memiliki gambaran darah yang abnormal
tetapi dengan elektroforesis normal.

Thalasemia
Hampir semua anak dengan thalasemia homozigot dan heterozigot memperlihatkan gejala
klinis sejal lahir yaitu gagal tumbuh, infeksi berulang, kesulitan makan, kelemahan umum.
Bayi tampak pucat dan terdapat splenomegali. Bila menerima transfusi berulang,
pertumbuhannya bisa normal hingga pubertas. Pada anak yang mendapat transfusi dan terapi
chelasi (pengikat besi), anak bisa mencapai pubertas dan terus mencapai usia dewasa dengan
normal. Bila terapi chelasi tidak adekuat, secara bertahap akan terjadi penumpukkan besi
yang efeknya mulai nampak pada dekade pertama. Adolscent growth spurt tidak akan
tercapai, komplikasi ke hati, endokrin, dan jantung.

Gambaran klinis pada pasien yang tidak mendapat terapi adekuat yaitu :
Facies cooley
Terjadi keaktifan sumsum tulang yang luar biasa pada tulang muka dan
tulang tengkorak hingga nengakibatkan perubahan perkembangan tulang
tersebut dan umumnya terjadi pada anak usia lebih dari 2 tahun
21


Pucat yang berlangsung lama
Merupakan gejala umum pada penderita thalassemia, yang berkaitan dengan anemia berat.
Penyebab anemia pada thalassemia bersifat primer dan sekunder. Primer adalah
berkurangnya sintesis Hb A dan eritropoesis yang tidak efektif disertai penghancuran selsel
eritrosit intramedular. Sedangkan yang sekunder mengakibatkan hemodilusi, dan destruksi
eritrosit oleh sistem retikuloendotelial dalam limpa dan hati.
Perut membuncit
Pada anak yang besar tampak perut yang membuncit akibat pembesaran hati dan limpa. Hati
dan limpa membesar akibat dari hemopoisis ekstrameduler dan hemosiderosis. Dan akibat
dari penghancuran eritrosit yang berlebihan itu dapat menyebabkan terjadinya peningkatan
biliribin indirek, sehingga menimbulkan kuning pada penderita thalassemia dan kadang
ditemui trombositopenia.

Gambar 7
Gagal tumbuh dan mudah terkena infeksi
Karena pendeknya umur eritrosit menyebabkan hiperurikemi dan gout sekunder
sering timbul
Sering terjadi gangguan perdarahan akibat rombositopenia maupun kegagalan hati
akibat penimbunan besi, infeksi dan hemapoiesis ekstramedular.
Bila pasien ini mencapai pubertas, akan timbul komplikasi akibat penimbunan besi
yaitu Keterlambatan menarke (pada anak perempuan) dan gangguan perkembangan
sifat seks sekunder akibat dari hemosiderosis yang terjadi pada kelenjar endokrin.
Selain pada kelenjar endokrin, hemosiderosis pada pankreas dapat menyebabkan
diabetes mellitus. Siderosis miokardium menyebabkan komplikasi ke jantung.
5,6


Anemia penyakit kronis
Anemia penyakit kronis merupakan bentuk anemia derajat ringan sampai sedang yang terjadi
akibat infeksi kronis, peradangan trauma atau penyakit neoplastik yang telah berlangsung 12
bulan dan tidak disertai penyakit hati, ginjal dan endokrin. Jenis anemia ini ditandai dengan
kelainan metabolisme besi, sehingga terjadi hipoferemia dan penumpukan besi di makrofag.
Secara garis besar patogenesis anemia penyakit kronis dititikberatkan pada 3 abnormalitas
utama: (1) ketahanan hidup eritrosit yang memendek akibat terjadinya lisis eritrosit
lebih dini, (2) adanya respon sumsum tulang akibat respon eritropoetin yang terganggu atau
menurun, (3) gangguan metabolisme berupa gangguan reutilisasi besi.
22

Pada pemeriksaan status besi didapatkan penurunan besi serum, transferin saturasi transferin,
dan total protein pengikat besi, sedangkan kadar feritin dapat normal atau meningkat. Kadar
reseptor transferin di anemia penyakit kronis adalah normal. Berbeda dengan defisiensi besi
yang kadar total protein pengikat besi meningkat, sedangkan feritin menurun, dan kadar
reseptor transferin meningkat.
Terdapatnya peradangan dapat mengacaukan interpretasi pemeriksaan status besi. Proses
terjadinya radang merupakan respon fisiologis tubuh terhadap berbagai rangsangan termasuk
infeksi dan trauma. Pada fase awal proses infamasi terjadi induksi fase akut oleh makrofag
yang teraktivasi berupa penglepasan sitokin radang seperti Tumor Necrotizing Factor (TNF)-
, Interleukin (IL)-1, IL-6 dan IL-8. Interleukin-1 menyebabkan absorbsi besi berkurang
akibat pengelepasan besi ke dalam sirkulasi terhambat, produksi protein fase akut (PFA),
lekositosis dan demam. Hal itu dikaitkan dengan IL-1 karena episode tersebut kadarnya
meningkat dan berdampak menekan eritropoesis. Bila eritropoesis tertekan, maka kebutuhan
besi akan berkurang, sehingga absorbsi besi di usus menjadi menurun. IL-1 bersifat
mengaktifasi sel monosit dan makrofag menyebabkan ambilan besi serum meningkat. TNF-
juga berasal dari makrofag berefek sama yaitu menekan eritropoesis melalui penghambatan
eritropoetin. IL-6 menyebabkan hipoferemia dengan menghambat pembebasan cadangan besi
jaringan ke dalam darah.
Pada respon fase akut sistemik diperlihatkan bahwa akibat induksi IL-1, TNF-dan IL-6,
maka hepatosit akan memproduksi secara berlebihan beberapa PFA utama seperti C-reactive
protein, serum amyloid A (SAA) dan fibrinogen. Selain itu terjadi pula perangsangan
hypothalamus yang berefek menimbulkan demam serta perangsangan di sumbu hipothalmus-
kortikosteroid di bawah pengaruh adrenocorticotropic hormone(ACTH) yang berefek sebagai
akibat umpan balik negatif terhadap induksi PFA oleh hepatosit.
Selain CRP, SAA, dan fibrinogen, protein fase akut lain yang berhubungan penting dengan
metabolisme besi antara lain: apoferritin, transferin, albumin dan prealbumin.Pada proses
infllamasi sintesis apoferritin oleh hepatosit dan makrofag teraktivasi meningkat. Kadar
fibrinogen meningkat 23 kali normal, sedangkan transferin, albumin dan prealbumin
merupakan protein fase akut yang kadarnya justru menurun saat proses inflamasi.

Hubungan antara anemia penyakit kronis dan anemia defisiensi besi
Anemia penyakit kronis sering bersamaan dengan anemia defisiensi besi dan keduanya
memberikan gambaran penurunan besi serum. Oleh karena itu penentuan parameter besi yang
lain diperlukan untuk membedakannya. Rendahnya besi di anemia penyakit kronis
disebabkan aktifitas mobilisasi besi sistem retikuloendotelial ke plasma menurun, sedangkan
penurunan saturasi transferin diakibatkan oleh degradasi transferin yang meningkat. Kadar
feritin pada keadaan ini juga meningkat melalui mekanisme yang sama. Berbeda dengan
anemia defisiensi, gangguan metabolisme besi disebabkan karena kurangnya asupan besi atau
tidak terpenuhinya kebutuhan besi sebagai akibat meningkatnya kebutuhan besi atau
perdarahan.

Pembahasan
Pemeriksaan cadangan besi sumsum tulang merupakan alat penunjang diagnostik yang paling
23

baik untuk membedakannya. Di anemia defisiensi besi, cadangan besi sangat berkurang.
Sebaliknya di anemia penyakit kronis, cadangan besi meningkat. Namun, oleh karena teknik
pemeriksaan yang invasif menyebabkan cara ini tidak digunakan dalam pelayanan rutin.
Reseptor transferin terlarut lebih banyak digunakan dibandingkan dengan sumsum tulang
untuk mengetahui cadangan besi meskipun pada kondisi tertentu tidak memberikan korelasi
positif terhadap gambaran cadangan besi.
7

Tabel .Perbandingan data Laboratorium anemia penyakit kronis dan anemia defisiensi besi
Anemia Penyakit
Kronis

Anemia defisiensi
Besi

Kombinasi

Hemoglobin
MCV dan MCH
Besi serum
KIBT
Feritin
Besi sumsum tulang
Sideroblas
Respon besi
Reseptor Transferin


Biasanya <9 g/dl
Normal atau rendah
Rendah
Normal atau rendah
>25 atau sering >50
Normal atau tinggi
kurang
Tidak ada
meningkat

Bervariasi
Selalu rendah
Rendah
Selalu tinggi
<12
kosong
Sangat kurang
Baik
meningkat

Bervariasi
Selalu rendah
Rendah
Bervariasi
Sering <12
kosong
Sangat kurang
Sebagian
meningkat


Tabel 3. (Dikutip dari Samson dan Haworth,1994 )
24

Definisi Malaria
Malaria adalah penyakit yang dapat bersifat cepat maupun lama prosesnya,malaria
disebabkan oleh protozoa genus Plasmodium bentuk aseksual yang masuk kedalam tubuh
manusia ditularkan oleh nyamsuk malaria (anopeles) betina. Selain berasal dari vektor
nyamuk, malaria juga dapat ditularkan melalui transfusi darah atau jarum suntik yang
terkontaminasi darah penderita malaria. Malaria kongenitaldisebabkan oleh penularan agen
penyebab melalui barier plasenta, namun kejadian ini jarang terjadi. Sebaliknya, malaria
neonatus, agak sering terjadi dan merupakan akibatdari pencampuran darah ibu yang
terinfeksi dengan darah bayi selama proseskelahiran.
Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala yang di temukan pada klien dngan malaria secara umum menurutMansjoer
(1999) antara lain sebagai berikut :
a. Demam
Demam periodik yang berkaitan dengan saat pecahnya skizon matang
(sporolasi).Pada Malaria Tertiana (P.Vivax dan P. Ovale), pematangan skizon tiap 48
jam maka periodisitas demamnya setiap hari ke-3, sedangkan Malaria Kuartana
(P.Malariae) pematangannya tiap 72 jam dan periodisitas demamnya tiap 4 hari.
Tiapserangan di tandai dengan beberapa serangan demam periodik.Gejala umum
(gejala klasik) yaitu terjadinya Trias Malaria (malaria proxysm)secara berurutan :
1) Periode dingin.Mulai menggigil, kulit kering dan dingin, penderita sering
membungkus diridengan selimut atau sarung dan pada saat menggigil sering seluruh
badan bergetar dan gigi-gigi saling terantuk, pucat sampai sianosis seperti
orangkedinginan. Periode ini berlangsung 15 menit sampai 1 jam diikuti
denganmeningkatnya temperatur.
2) Periode panas.Muka merah, kulit panas dan kering, nadi cepat dan panas tetap tinggi
sampai40oC atau lebih, respirasi meningkat, nyeri kepala, nyeri retroorbital, muntah-
muntah, dapat terjadi syok (tekanan darah turun), kesadaran delirium sampaiterjadi
kejang (anak). Periode ini lebih lama dari fase dingin, dapat sampai 2 jam atau lebih,
diikuti dengan keadaan berkeringat.
3) Periode berkeringat.Penderita berkeringat mulai dari temporal, diikuti seluruh tubuh,
sampai basah, temperatur turun, penderita merasa capai dan sering tertidur.
Bila penderita bangun akan merasa sehat dan dapat melakukan pekerjaan biasa.
25

b. Splenomegali
Splenomegali adalah pembesaran limpa yang merupakan gejala khas MalariaKronik.
Limpa mengalami kongesti, menghitam dan menjadi keras karenatimbunan pigmen
eritrosit parasit dan jaringan ikat bertambah (Corwin , 2000, hal.571). Pembesaran
limpa terjadi pada beberapa infeksi ketika membesar sekitar 3kali lipat. Lien dapat
teraba di bawah arkus costa kiri, lekukan pada batas anterior.Pada batasan anteriornya
merupakan gambaran pada palpasi yang membedakan jika lien membesar lebih
lanjut. Lien akan terdorong ke bawah ke kanan,mendekat umbilicus dan fossa iliaca
dekstra.
c. Anemia
Derajat anemia tergantung pada spesies penyebab, yang paling berat adalahanemia
karena Falcifarum. Anemia di sebabkan oleh penghancuran eritrosit yang berlebihan
Eritrosit normal tidak dapat hidup lama (reduced survival time).Gangguan
pembentukan eritrosit karena depresi eritropoesis dalam sumsumtulang.
d. Ikterus
Ikterus adalah diskolorasi kuning pada kulit dan skIera mata akibat
kelebihan bilirubin dalam darah. Bilirubin adalah produk penguraian sel darah
merah.Terdapat tiga jenis ikterus antara lain :
1) Ikterus hemolitik Disebabkan oleh lisisnya (penguraian) sel darah merah yang
berlebihan.Ikterus ini dapat terjadi pada destruksi sel darah merah yang berlebihandan
hati dapat mengkonjugasikan semua bilirubin yang di hasilkan
2) Ikterus hepatoseluler Penurunan penyerapan dan konjugasi bilirubin oleh hati terjadi
padadisfungsi hepatosit dan di sebut dengan hepatoseluler.
3) Ikterus Obstruktif Sumbatan terhadap aliran darah ke empedu keluar hati atau melalui
duktus biliaris di sebut dengan ikterus obstuktif .

Kesimpulan
Anemia defisiensi besi (Anemia Gizi) adalah suatu keadaan kadar hemoglobin di dalam darah
leih rendah daripada nilai normal. Penyebab anemia Gizi pada balita sangat banyak
diantaranya: Pengadaan zat besi yang tidak cukup seperti cadangan besi yang tidak cukup.
26

Selain itu absorbsi. yang kurang karena diare ataupun infestasi cacing yang memperberat
anemia. Pemberian terapi haruslah tepat setelah diagnosis ditegakkan supaya terapi pada
anemia ini berhasil.

Daftar pustaka
1. http://idai.or.id/public-articles/seputar-kesehatan-anak/anemia-defisiensi-besi-pada-
bayi-dan-anak.html. 05 September 2013
2. Anemia Defisiensi Besi. Emmy Kartamihardja. Dosen Fakultas Kedokteran
Universitas Wijaya Kusuma Surabaya
3. Anemia Defisiensi Besi pada Balita. Arlinda sari wahyuni . Bagian Ilmu Kesehatan
Masyarakat/Ilmu Kedokteran Pencegahan/Ilmu. Kedokteran Komunitas Fakultas
Kedokteran USU. 2004
4. Anemia Defisiensi Besi. Dian anindita lubis. Divisi Hemato Onkologi Medik.
Departemen Ilmu Penyakit Dalam. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
RSUP. H. Adam Malik Medan- RSU Pringadi Medan.
5. Paediatrica Indonesiana, The Indonesian Journal of pediatrics and Perinatal Medicine,
volume 46, No.5-6. Indonesian Pediatric Society, Jakarta: 2006, page 134-138.
6. Children's Hospital & Research Center Oakland. 2005. What is Thalassemia and
Treating Thalassemia.
7. Penentuan Defisiensi Besi Anemia Penyakit Kronis. Adang Muhammad dan Osman
Sianipar.http://www.journal.unair.ac.id/filerPDF/IJCPML-12-1-03.pdf
8. http://www.who.int/topics/malaria/en/. Endang Windiastuti (Ikatan Dokter Anak
Indonesia). Telah dimuat di harian Kompas (29 4 2012)

Anda mungkin juga menyukai