Anda di halaman 1dari 7

1

ANALISIS URIN
Kadek Anggra Suprapta
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Pendidikan Ganesha
Email: Dekanggra5@gmail.com
Abstract
The purpose of this experiment was to identify the presence of indican in the urine, urine
glucose levels determine the semi-quantitative (Benedict's test), identifying the presence of
protein and ketones in the urine. Urine is the liquid remaining excreted by the kidneys which
then will be removed from the body through urination. Substances chemically role in the urine
of which is nitrogen (urea, creatinine and uric acid), hippuric acid waste products of digestion
of vegetables and fruit, ketone bodies waste products of fat metabolism, electrolyte ions (Na, Cl,
K, ammonium, sulfate, Ca, and Mg), hormones, toxins (drugs, vitamins, and foreign chemicals),
and abnormal substances (proteins, glucose, blood cells Crystalline limestone). In identifying
the content of the urine is used several tests, including : indican test ( Obermeyer), benedict test,
the test protein (Heller and test and coagulation tests) and ketone bodies test (Rothera). Based
on the experimental results showed that the urine samples contain indican (positive Obermeyer
test) , does not contain glucose (negative Benedict test), not contain protein (negative Heller test
and coagulation tests ) and not contain ketones (negative Rothera test).
Keywords: urine, Benedict test, Rothera test, Obermeyer test, Heller test.
1. PENDAHULUAN
Urin adalah cairan sisa yang
diekskresikan oleh ginjal yang kemudian akan
dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses
urinasi. Urin disaring di dalam ginjal, dibawa
melalui ureter menuju kandung kemih,
akhirnya dibuang keluar tubuh melalui uretra.
Cairan dan materi pembentuk urin berasal dari
darah atau cairan interstisial. Komposisi urin
berubah sepanjang proses reabsorpsi ketika
ada molekul yang masih dibutuhkan oleh
tubuh. Cairan yang tersisa mengandung urea
dalam kadar yang tinggi dan berbagai
senyawa yang berlebih atau berpotensi racun
yang akan dibuang keluar dari tubuh
(Poedjiadi 2005).
pH urin berkisar antara 4,8-7,5 urin akan
menjadi lebih asam jika mengkonsumsi
banyak protein, sedangkan urin akan menjadi
lebih basa jika mengkonsumsi banyak
sayuran. Berat jenis urin 1,002-1,035. Secara
kimiawi kandungan zat dalan urin diantaranya
adalah nitrogen (ureum, kreatinin dan asam
urat), asam hipurat zat sisa pencernaan
sayuran dan buah, badan keton zat sisa
metabolisme lemak, ion-ion elektrolit (Na, Cl,
K, amonium, sulfat, Ca, dan Mg), hormon, zat
toksin (obat, vitamin, dan zat kimia asing),
dan zat abnormal (protein, glukosa, sel darah
Kristal kapur).
2
Gambar 1. Komposisi urin
a Volume urin normal per hari adalah
1200-1500 ml, volume tersebut dipengaruhi
banyak faktor diantaranya suhu, zat-zat
diuretika (teh, alkohol, dan kopi), jumlah air
minum, hormon ADH, dan emosi. Interpretasi
warna urin dapat menggambarkan kondisi
kesehatan organ dalam seseorang (Girindra,
2010).
Urin yang kita keluarkan terdiri dari
berbagai unsur seperti air, protein, amonia,
glukosa, sedimen, bakteri, dan epitel. Unsur-
unsur tersebut sangat bervariasi
perbandingannya pada orang yang berbeda
dan juga pada waktu yang berbeda dan
dipengaruhi oleh makanan yang kita
konsumsi. Kandungan urin inilah yang
menentukan tampilan fisik air urin seperti
kekentalannya, warna, kejernihan, bau, dan
busa. Pada keadaan normal, urin memang
tampak sedikit berbusa karena urin
mengandung unsur-unsur tersebut. Apalagi
bila urin dicurahkan ke dalam tempat
berwadah dari posisi tinggi, akan terjadi
reaksi yang menyebabkan urin tampak
berbusa. Memastikan adanya kelainan pada
urin perlu diperhatikan beberapa hal seperti
warna, bau, kejernihan, dan kekentalan.
Warna yang memerah menandakan adanya
darah yang bercampur dalam urin. Hal ini
terjadi pada keadaan infeksi, luka, batu
saluran kemih, tumor, atau meminum obat
tertentu. Jika warna sangat merah
menandakan adanya perdarahan yang hebat di
saluran kemih (Ophart 2003).
Urin yang terlalu keruh menandakan
tingginya kadar unsur-unsur yang terlarut di
dalamnya. Hal ini bisa terjadi karena faktor
makanan dan adanya infeksi yang
mengeluarkan bakteri atau konsumsi air yang
kurang. Bau urin dapat bervariasi karena
kandungan asam organik yang mudah
menguap. Diantaranya bau yang berlainan
dari normal seperti bau oleh makanan yang
mengandung zat-zat atsiri seperti jengkol,
petai, durian, dan asperse. Bau obat-obatan
seperti terpentin, menthol. Bau amonia
biasanya terjadi kalau urin dibiarkan tanpa
pengawet atau karena reaksi oleh bakteri yang
mengubah ureum di dalam kantong kemih.
Bau keton sering terjadi pada penderita
kencing manis dan bau busuk sering terjadi
pada penderita tumor di saluran kemih
(Ophart 2003).
Analisis urin secara fisik meliputi
pengamatan warna urin, berat jenis cairan
urin, pH, dan suhu urin. Sedangkan analisis
kimiawi dapat meliputi analisis glukosa,
analisis protein, dan analisis pigmen empedu.
Untuk analisis kandungan protein ada banyak
sekali metode yang dapat digunakan, mulai
dari metode uji Millon sampai kuprisulfa dan
sodium basa. Analisis secara mikroskopik,
Bikarbonat 1,2 gr
Kreatinin 2,7 gr
Rata-rata urin
yang dikeluarkan
orang dewasa 1,4
liter per hari
Komposisi Urin
Asam urat 1,2 gr
Ion sodium 4,3 gr
gr
Ion Na
+
3,2 gr
Ion Cl
-
6,6 gr
Urea 2,5 gr
3
sampel urin secara langsung diamati di bawah
mikroskop sehingga akan diketahui zat-zat
apa saja yang terkandung di dalam urin
tersebut, misalnya kalsium phospat, serat
tanaman, bahkan bakteri (Lehninger 1982).
Tetapi dalam praktikum ini hanya dilakukan
uji indikan, uji benedict, uji benda keton
(Rothera) dan uji protein (uji Heller dan uji
koagulasi).
2. METODE
Praktikum ini dilakukan di Laboratorium
Kimia Organik Jurusan Pendidikan Kimia,
Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja
pada tanggal 16 Mei 2014. Alat dan bahan
yang digunakan dalam praktikum ini
didapatkan dari Laboratorium Organik
Jurusan Pendidikan Kimia. Adapun alat-alat
yang digunakan pada praktikum ini yaitu 1
rak tabung reaksi, gelas kimia 500 mL, batang
pengaduk, kaca arloji, pipet tetes, gelas kimia
100 mL, labu ukur 100 mL, labu ukur 250
mL, pipet volume 5 mL, penjepit kayu dan 1
buah pemanas. Adapun bahan-bahan yang
digunakan pada praktikum ini antara lain:
urin, akuades, Kristal ammonium sulfat,
larutan Na nitroprusid, ammonium hidroksida
pekat pereaksi obermeyer, kloroform, larutan
glukosa 0,3%, larutan glukosa 1%, larutan
glukosa 5%, larutan Benedict, larutan asam
nitrat pekat dan larutan asam asetat
Prosedur kerja dalam praktikum ini
adalah sebagai berikut.
Uji indikan (Obermeyer)
Sebanyak 8 mL urin dimasukkan ke
dalam tabung reaksi, selanjutnya ditambahkan
pereaksi Obermeyer sebanyak 8 mL. pereaksi
Obermeyer merupakan larutan FeCl
3
.6H
2
O
dalam asam klorida pekat. Setelah
ditambahkan pereaksi Obermeyer, diamkan
beberapa menit, kemudian ditambahkan 8 mL
kloroform. Campur dengan membalik-balik
tabung sampai 10 kali.
Uji benedict
Empat buah tabung reaksi (1, 2, 3 dan 4)
diisi dengan pereaksi benedict sebanyak 2,5
mL. kemudian pada tabung 1 ditambahkan 4
tetes urin, pada tabung 2 ditambahkan 4 tetes
larutan glukosa 0,3%, pada tabung 3
ditambahkan 4 tetes larutan glukosa 1% dan
pada tabung 4 ditambahkan 4 tetes larutan
glukosa 5%.. Selanjutnya keempat tabung
reaksi tersebut dipanaskan dalam penangas air
selama 5 menit.
Uji Protein
Ada dua percobaan yaitu uji Heller dan
uji koagulasi. Percobaan pertama dengan uji
Heller, yaitu dengan menambahkan 5 mL
larutan asam nitrat pekat ke dalam tabung
reaksi, selanjutnya ditambahkan urin 5 mL
secara perlahan. Percobaan kedua yaitu uji
koagulasi. Urin sebanyak 5 mL dididihkan,
setelah dididihkan terbentuk endapan putih.
Selanjutnya ditambahkan asam asetat ke
dalam tabung reaksi.
Uji benda keton (Rothera)
Sebanyak 5 mL urin ditambahkan Kristal
ammonium sulfat sampai jenuh. Selanjutnya
ditambahkan larutan Na nitroprusid 5% 3 tetes
dan larutan ammonium hidroksida pekat 2
tetes. Selanjutnya campuran ini didiamkan 30
menit.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Dalam praktikum analisis urin ini
dilakukan beberapa pengujian antara lain: uji
indikan (Obermeyer), uji Benedict
semikuantitatif, uji protein (uji Heller dan uji
koagulasi) dan uji benda keton (Rothera).
Dengan dilakukan pengujian-pengujian
tersebut, maka kandugan yang terdapat dalam
sampel urin dapat teridentifikasi.
Uji Indikan (Obermeyer)
Indikan berasal dari pertumbuhan bakteri,
sering di usus kecil.Indican merupakan indole
diproduksi oleh bakteri pada suatu asam
amino tryptophan dalam usus .Kebanyakan
indol dibuang dalam kotoran. Sisanya akan
diserap dan dimetabolisme serta diekskresi
sebagai indicant dalam urin.
Dalam usus besar, asam amino akan
mengalami dekarboksilasi oleh enzim dan
bakteri usus menghasilkan amintoksik. Asam
amino triptofan akan membentuk indol dan
skatol. Indol dan skatol akan diserap dari
4
usus, selanjutnya dalam hati akan dioksidasi
menjadi indoksil. Indoksil akan berkombinasi
dengan sulfat (proses konjugasi) membentuk
indikan (=indoksilsulfat). Indikan akan
dieksresi kedalam urin dan merupakan salah
satu sulfat etereal dalam urin. Indikan dalam
urin berasal dari proses pembusukan asam
amino triptofan dalam usus. Reaksi
pembentukan indikan adalah sebagai berikut.
Gambar 2. Triptophan
Gambar 3. Reaksi pembentukan indikan
Dalam uji indikan (Obermeyer) ini,
sebanyak 8 mL urin dimasukkan ke dalam
tabung reaksi, selanjutnya ditambahkan
pereaksi Obermeyer sebanyak 8 mL. pereaksi
Obermeyer merupakan larutan FeCl
3
.6H
2
O
dalam asam klorida pekat. Setelah
ditambahkan pereaksi Obermeyer, diamkan
beberapa menit, kemudian ditambahkan 8 mL
kloroform. Setelah penambahan kloroform,
terbentuk dua lapisan. lalu campur dengan
membalik-balik tabung sampai 10 kali. Dari
hasil pengamatan terbentuk warna biru indigo
yang larut dalam kloroform, yang
menandakan bahwa di dalam urin terkandung
indikan (indoksil sulfat). Terjadinya
perubahan warna biru indigo ini diakibatkan
karena Pereaksi Obermeyer yang mengandung
FeCl
3
dalam HCI pekat mengoksidasi gugus
indoksil membentuk biru indigo yang
larutdalam kloroform.
.
Gambar 4. Hasil dari uji indikan yang berwarna biru indigo
5
Uji benedict
Adanya glukosa dalam urin dapat
dinyatakan berdasarkan sifat glukosa yang
dapat mereduksi ion-ion logam tertentu dalam
larutan alkalis. Uji ini tidak hanyan spesifik
terhadap glukosa, gula lain yang mempunyai
sifat mereduksi dapat juga memberikan hasil
yang positif.
Gugus aldehid atau keton bebas gula
akan mereduksi kuproksida dalam pereaksi
benedict menjadi kuprooksida yang
berwarna. Dengan ini dapat diperkirakan
secara kasar (semi kuantitatif) kadar gula
dalam urin.
Percobaan ini dilakukan dengan tujuan
untuk menentukan kadar glukosa dalam
urin dengan pereaksi Bennedict secara semi
kuantitatif. Pertama-tama 4 buah tabung
reaksi (1, 2, 3 dan 4) diisi dengan pereaksi
benedict sebanyak 2,5 mL. kemudian pada
tabung 1 ditambahkan 4 tetes urin, pada
tabung 2 ditambahkan 4 tetes larutan glukosa
0,3%, pada tabung 3 ditambahkan 4 tetes
larutan glukosa 1% dan pada tabung 4
ditambahkan 4 tetes larutan glukosa 5%.
Warna keempat tabung reaksi tersebut adalah
berwarna biru yang merupakan warna khas Cu
yang terdapat dalam pereaksi benedict.
Selanjutnya keempat tabung reaksi tersebut
dipanaskan dalam penangas air selama 5
menit, pemanasan bertujuan untuk
mempercepat jalannya reaksi antara logam Cu
dalam pereaksi benedict dengan glukosa
dalam urin, kemudian didinginkan dengan
perlahan. Dari hasil pengamatan menunjukan
bahwa pada tabung 2 terbentuk endapan
berwarna hijau yang artiya kadar glukosa <
0,5%, tabung 3 terbentuk endapan jingga yang
berarti kadar glukosanya 1-2% dan 4
terbentuk endapan berwarna merah dengan
intensitas warna yang semakin meningkat,
yang artinya kadar glukosa > 2,0%.
Terbentuknya endapan merah ini diakibatkan
karena pereaksi Benedict yang mengandung
kuprisulfat dalam suasana basa akan tereduksi
oleh gula yang menpunyai gugus aldehid
atau keton bebas (misal oleh glukosa),
yang dibuktikan dengan terbentuknya
kuprooksida berwarna merah. Sedangkan
pada tabung 1 larutan tetap berwarna biru dan
tidak terbentuk endapan. Hal ini menandakan
bahwa pada sampel urin tidak terkandung
glukosa.
Gambar 5.
Uji Protein
Pada uji protein dalam urin digunakan
dua percobaan yaitu uji heller dan uji
koagulasi. Uji heller digunakan untuk melihat
ada tidaknya protein dalam urin. Kehadiran
protein ditunjukkan dengan adanya cincin
putih dipersimpangan solusi dan asam nitrat
pekat. Uji koagulasi merupakan tindak lanjut
dari uji heller, yaitu melihat adanya protein
berlebih dalam urin. Uji protein ini dapat
digunakan untuk mengevaluasi dan memantau
fungsi ginjal, mendeteksi, dan mendiagnosis
kerusakan ginjal. Protein yang berlebih pada
urin atau yang biasa disebut proteinuria
menunjukkan kerusakan pada ginjal atau
mungkin sebelum dilakukan tes orang tersebut
mengkonsumsi obat-obatan.
Percobaan pertama dengan uji Heller,
yaitu dengan menambahkan 5 mL larutan
asam nitrat pekat ke dalam tabung reaksi,
Hasil dari uji benedict: tabung 1 dengan 4 tetes urin, tabung 2 dengan 4 tetes
glukosa 0,3%, tabung 3 dengan 4 tetes glukosa 0,5% dan tabung 4 dengan 4 tetes
glukosa 1% (kiri ke kanan).
6
selanjutnya ditambahkan urin 5 mL secara
perlahan. Berdasarkan hasil pengamatan, tidak
terbentuk cincin putih dipersimpangan urin
dengan asam nitrat. Hal ini menandakan
bahwa sampel urin tidak mengandung protein.
Percobaan kedua yaitu uji koagulasi.
Urin sebanyak 5 mL dididihkan, setelah
dididihkan terbentuk endapan putih. Endapan
putih yang terbentuk adalah endapan fosfat
atau protein. Tetapi setelah ditambahkan asam
asetat endapan tersebut menghilang. Hal ini
menandakan bahwa di dalam sampel urin
tidak terkandung protein.
Gambar 6. (a) Hasil dari uji Heler, (b) Hasil dari uji koagulasi
Uji benda keton (Rothera)
Benda keton (asam hidroksibutirat,
asam asetoasetat dan aseton) tidak ditemukan
dalam urin normal. Pada penderita diabetes
mellitus, pada alkoholisme dan yang
menderita kelaparan yang berkepanjangan
terjadi gangguan metabolism karbohidrat yang
disertai peningkatan metabolism lipid. Pada
keadaan ini terjadi peningkatan produksi
benda keton dalam hati yang selanjutnya akan
diekskresikan ke dalam urin. adanya badan
keton didalam urin ini disebut Ketonuria.
Benda keton dalam urin dapat
diidentifikasi melalui uji Rothera, yaitu 5 mL
urin ditambahkan Kristal ammonium sulfat
sampai jenuh. Selanjutnya ditambahkan
larutan Na nitroprusid 5% 3 tetes dan larutan
ammonium hidroksida pekat 2 tetes.
Selanjutnya campuran ini didiamkan 30
menit. Hasil positif pada uji ini ditandai
dengan terbentuknya warna ungu.
Berdasarkan hasil pengamatan, setelah
campuran didiamkan selama 30 menit tidak
terbentuk warna ungu. Hal ini menandakan
bahwa sampel urin tidak mengandung benda
keton.
Gambar 7. Hasil dari uji enda keton (Rothera)
4. SIMPULAN
Berdasarkan hasil eksperimen dapat
ditarik simpulan bahwa sampel urin
mengandung indikan (positif uji Obermeyer),
tidak mengandung glukosa (negative uji
Benedict), tidsk mengandung protein
(negative uji Heller dan uji koagulasi) dan
(a) (b)
7
tidak mengandung benda keton (negative uji
Rothera).
5. UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terima kasih penulis sampaikan
kepada Dr. I Nyoman Tika, M.Si., sebagai
dosen pengampu mata kuliah Praktikum
Biokimia, Kadek Dewi Wirmandianthy, S.Pd
selaku asisten dosen, dan I Dewa Subamia
selaku laboran di Jurusan Pendidikan Kimia
atas masukan dan sarannya sehingga
percobaan ini dapat dilaksanakan dengan baik.
6. REFERENSI
Soewoto, Hafiz dkk. 2001. Biokimia
Eksperimen Laboratorium: UI-Press
Girindra A. 2010. Biokimia. Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama
Ophart C.E.2003. Virtual Chembook. Jakarta:
Elmhurst College
Poedjiadi A. 2005. Dasar-Dasar Biokimia.
Jakarta: Penerbit UI-Press

Anda mungkin juga menyukai