Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI TUMBUHAN

ANALISA VEGETASI DI KAWASAN PANGANDARAN


Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Praktikum Mata Ekologi Tumbuhan





Disusun Oleh :
Desti Nurba Indah Kurnia (1127020010)
Feni Khoerunnissa (1127020022)
Firda Rizky Khoerunnissa (1127020024)
Indri Lestari (1127020028)
Mia Maya Ulpah (1127020036)
Mohammad Redzka Andhika Putra (1127020037)
Muhammad Ikhsan Mahbuby (1127020039)
Kelas :Biologi III/A

PROGRAM STUDI BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
TAHUN 2014
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Cagar alam seluas 530 hektar, yang diantaranya termasuk wisata seluas
37,70 hektar berada dalam pengelolaan SBKSDA Jawa Barat II. Memiliki
berbagai flora dan fauna langka seperti Bunga Raflesia Padma, Banteng, Rusa dan
berbagai jenis Kera. Selain itu, terdapat pula gua-gua alam dan gua buatan seperti:
Gua Panggung, Gua Parat, Gua Sumur Mudal, Gua Lanang, gua Jepang serta
sumber air Rengganis dan Pantai Pasir Putih dengan Taman Lautnya. Untuk
Taman Wisata Alam (TWA) dikelola Perum Perhutani Ciamis.
Dalam mempelajari vegetasi ,dibedakan antara studi floristik dengan
analisis vegetasi, dibedakan antara studi floristic denan analisis vegetasi. Pada
studi floristic data yang diperoleh berupa data kualitatif, yaitu data yang
menunjukan bagaimana habtus dan penyebaran suatu jenis tanaman. Sedangkan
analisis vegetasi data yang diperoleh berupa data kualitatif dan kuantiatif. Data
kuantitatif menyatakan jumlah , ukuran , berat kering , berat basah suatu jenis.
Frekuensi temuan dan luas daerah yang ditumbhinya. Data kuantitatif di dapat
dari hasil penjabaran pengamatan petak contoh lapangan, sedangkan data
kualitatif didapat dari hasil pengamatan dilapangan berdasarkan pengamatan yang
luas.
Vegetasi merupakan masyarakat tumbuhan yang hidup di dalam suatu
tempat dalam suatu ekosistem. Masyarakat tumbuhan ( komunitas ) adalah
kumpulan populasi tumbuhan yang menempati suatu habitat. Jadi pengertian
komunitas identik dengan pengertian vegetasi. Bentuk vegetasi dapat terbentuk
dari satu jenis komunitas atau disebut dengan konsosiasi seperti hutan vinus ,
padang alang-alang dan lain-lain. Sedangkan yang dibentuk dari macam-macam
jenis komunitas disebut asosiasi seperti hutan hujan tropis, padang gembalaan dan
lain-lain.
Pada pengamnatan ini hanya menitik beratkan pada penggunaan analisis
dengan menggunakan metode kuadran. Metode kuadran adalah salah satu metode
yang tidak menggunakan petak contoh (plotless) metode ini sangat baik untuk
menduga komunitas yang berbentuk pohon dan tiang. Apabila diameter tersebut
lebih besar atau sama dengan 20 cm maka disebut pohon, dan jika diameter
tersebut antara 10-20 cm maka disebut pole (tihang), dan jika tinggi pohon 2,5 m
sampai diameter 10 cm disebut saling atau belta ( pancang ) dan mulai anakan
sampai pohaon setinggi 2,5 meter disebut seedling ( anakan/semai ).

1.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui vegetasi yang terdapat di wilayah Cirengganis,
Pangandaran
2. Untuk mengetahui diagram profil vegetasi di wilayah Cirengganis,
Pangandaran.









BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Metode kuadran umunya dilakukan bila vegetasi tingkat pohon saja yagng
jadi bahan penelitiaan. Metode ini mudah dan lebih cepat digunan untuk mengetahui
komposisi, dominasi pohon dan menksir volumenya (Santoso, 1994).
Vegetasi merupakan kumpulan tumbuh-tumbuhan biasanya terdiri dari
beberapa jenis yang hidup bersama-sama pada suatu tempat. Dalam mekanisme
kehidupan bersama tersebut terdapat interaksi yang erat baik diantara sesama individu
penyusun vegetasi itu sendiri maupun dengan organisme lainnya sehingga merupakan
suatu sistem yang hidup dan tumbuh serta dinamis (Surasana, 1990).
Analisa vegetasi adalah cara mempelajari susunan (komponen jenis) dan
bentuk (struktur) vegetasi atau masyarakat tumbuh-tumbuhan. Hutan merupakan
komponen habitat terpenting bagi kehidupan oleh karenanya kondisi masyarakat
tumbuhan di dalam hutan baik komposisi jenis tumbuhan, dominansi spesies,
kerapatan nmaupun keadaan penutupan tajuknya perlu diukur. Selain itu dalam suatu
ekologi hutan satuan yang akan diselidiki adalah suatu tegakan, yang merupakan
asosiasi konkrit (Resosoedarmo, 1984).
Beberapa metodologi yang umum dan sangat efektif serta efisien jika
digunakan untuk penelitian, yaitu metode kuadrat, metode garis, metode tanpa plot
dan metode kwarter. Akan tetapi dalam praktikum kali ini hanya menitik beratkan
pada penggunaan analisis dengan metode kuadrat (Rasyid, 1993).
Metode kuadrat, bentuk percontoh atau sampel dapat berupa segi empat atau
lingkaran yang menggambarkan luas area tertentu. Luasnya bisa bervariasi sesuai
dengan bentuk vegetasi atau ditentukan dahulu luas minimumnya. Untuk analisis
yang menggunakan metode ini dilakukan perhitungan terhadap variabel-variabel
kerapatan, kerimbunan, dan frekuensi (Rasyid, 1993).
Metode kuadran mudah dan lebih cepat digunakan untuk mengetahui
komposisi, dominansi pohon dan menaksir volumenya. Metode ini sering sekali
disebut juga dengan plot less method karena tidak membutuhkan plot dengan ukuran
tertentu, area cuplikan hanya berupa titik. Metode ini cocok digunakan pada individu
yang hidup tersebar sehingga untuk melakukan analisa denga melakukan perhitungan
satu persatu akan membutuhkan waktu yang sangat lama, biasanya metode ini
digunakan untuk vegetasi berbentuk hutan atau vegetasi kompleks lainnya. Beberapa
sifat yang terdapat pada individu tumbuhan dalam membent Para pakar ekologi
memandang vegetasi sebagai salah satu komponen dari ekosistem, yang dapat
menggambarkan pengaruh dari kondisi-kondisi faktor lingkungn dari sejarah dan
pada fackor-faktor itu mudah diukur dan nyata. Dengan demikian analisis vegetasi
secara hati-hati dipakai sebagai alat untuk memperlihatkan informasi yang berguna
tentang komponen-komponen lainnya dari suatu ekosistem (Michael, 1995).
Ada dua fase dalam kajian vegetasi ini, yaitu mendiskripsikan dan
menganalisa, yang masing-masing menghasilkan berbagi konsep pendekatan yang
berlainan. Metode manapun yang dipilih yang penting adalah harus disesuaikan
dengan tujuan kajian, luas atau sempitnya yang ingin diungkapkan, keahlian dalam
bidang botani dari pelaksana (dalam hal ini adalah pengetahuan dalam sistimatik),
dan variasi vegetasi secara alami itu sendiri (Michael, 1995).
Kelimpahan setiap spesies individu atau jenis struktur biasanya dinyatakan
sebagai suatu persen jumlah total spesises yang ada dalam komunitas, dan dengan
demikian merupakan pengukuran yang relatife. Secara bersama-sama, kelimpahan
dan frekuensi adalah sangat penting dalam menentukan struktur komunitas (Michael,
1995).
Sistem Analisis dengan metode kuadrat:Kerapatan, ditentukan berdasarkan
jumlah individu suatu populasi jenis tumbuhan di dalam area tersebut. Kerimbunan
ditentukan berdasarkan penutupan daerah cuplikan oleh populasi jenis tumbuhan.
Dalam praktikum ini, khusus untuk variabel kerapatan dan kerimbunan, cara
perhitungan yang dipakai dalam metode kuadrat adalah berdasarkan kelas kerapatan
dan kelas kerimbunan yang ditulis oleh Braun Blanquet (1964). Sedangkan frekuensi
ditentukan berdasarkan kekerapan dari jenis tumbuhan dijumpai dalam sejumlah area
sampel (n) dibandingkan dengan seluruh total area sampel yang dibuat (N), biasanya
dalam persen (%) (Rohman, 2001).
Keragaman spesies dapat diambil untuk menanadai jumlah spesies dalam
suatu daerah tertentu atau sebagai jumlah spesies diantara jumlah total individu dari
seluruh spesies yang ada. Hubungan ini dapaat dinyatakan secara numeric sebagai
indeks keragaman atau indeks nilai penting. Jumlah spesies dalam suatu komunitas
adalah penting dari segi ekologi karena keragaman spesies tampaknya bertambah bila
komunitas menjadi makin stabil (Syafei, 1990).
Nilai penting merupakan suatu harga yang didapatkan dari penjumlahan nilai
relative dari sejumlah variabel yangb telah diukur (kerapatan relative, kerimbunan
relative, dan frekuensi relatif). Jika disususn dalam bentuk rumus maka akan
diperoleh:
Indeks Nilai Penting (INP) = Kr + Dr + Fr
Harga relative ini dapat dicari dengan perbandingan antara harga suatu
variabel yang didapat dari suatu jenis terhadap nilai total dari variabel itu untuk
seluruh jenis yang didapat, dikalikan 100% dalam table. Jenis-jenis tumbuhan disusun
berdasarkan urutan harga nilai penting, dari yang terbesar sampai yang terkecil. Dan
dua jenis tumbuhan yang memiliki harga nilai penting terbesar dapat digunakan untuk
menentukan penamaan untuk vegetasi tersebut (Surasana, 1990).
Seperti diketahui, di dalam hutan pohon-pohon membentuk beberapa stratum
yang tersusun satu di atas yang lain dari beberapa tajuk pohonan. Namun di dalam
hutan sedang tidak pernah ditemui lebih dari dua stratum pohon, bahkan kadangkala
hanya terdapat 1 stratum. Sementara itu di dalam hutan hujan akan didapati 3 stratum
bahkan lebih, yang dicirikan dengan adanya susunan dari pohon-pohon yang diatur
dalam tiga tingkatan yang agak jelas. Istilah stratifikasi digunakan untuk tiga
perbedaan yang saling terkait, yaitu:1. Stratifikasi vertikal biomassa (Ashton dan
Hall, 1992) 2. Stratifikasi vertikal kanopi (Grubb dkk., 1963), dan 3. Stratifikasi
vertikal spesies (Oliver, 1978).Tingkat pertama (dominan) membentuk satu kanopi
sempurna.
Kanopi merupakan kumpulan tajuk (kesatuan tajuk) atas hutan yang rata-rata
mempunyai ketinggian 20-35 meter dan tumbuhnya rapat sehingga tajuknya saling
bertautan membentuk kesinambungan dan menjadi atap hutan. Hal ini menyebabkan
kondisi sekitar menjadi sejuk atau teduh tanpa sinar matahari. Tumbuh-tumbuhan
yang terdapat di kanopi umumnya berdaun tetapi variasinya kurang. Permukaan daun
rata dan mengkilap di kedua sisinya. Di bawahnya terdapat suatu tingkatan lain dari
pohon-pohon besar yang juga membentuk kanopi yang sempurna. Lebih rendah lagi
terdapat suatu tingkatan dari pohonpohon kecil yang terpencar (Rohman, 2001).
Suatu stratum pohon dapat membentuk suatu kanopi yang kontinu atau
diskontinu. Hal ini kemungkinan disebabkan adanya tajuk-tajuk yang saling
bersentuhan secara lateral. Istilah kanopi adakalanya sinonim dengan stratum. Kanopi
berarti suatu lapisan yang sedikit banyak kontinu dari tajuk-tajuk pohon yang
tingginya mendekati sama, misalnya permukaan yang tertutup. Atap dari hutan
kadangkala juga disebut kanopi. Di dalam hutan hujan, permukaan ini dapat dibentuk
oleh tajuk-tajuk dari stratum yang paling tinggi saja (Santoso, 1994).
Tajuk merupakan keseluruhan bagian tumbuhan, terutama pohon, perdu, atau
liana, yang berada di atas permukaan tanah yang menempel pada batang utama.
Pengertian lainnya juga mencakup batang/sumbu, terutama apabila tumbuhan itu
berupa semak atau terna. Kanopi terbentuk dari satu atau lebih tajuk tumbuhan yang
melingkupi suatu area. Istilah tajuk dipakai biasanya untuk menggambarkan
morfologi atau ekologi suatu komunitas pepohonan. Bentuk tajuk bermacammacam
dan sering kali khas untuk kelompok tumbuhan tertentu. Bentuk itu ditentukan oleh
proses adaptasidan bagaimana suatu individu bertahan hidup di tempatnya tumbuh.
Pengukuran terhadap tajuk dipakai untuk mendekati kesehatan suatu tumbuhan dan
efisiensi fotosintesis yang dilakukannya. Struktur vegetasi tumbuhan, seperti tinggi,
biomassa, serta heterogenitas vertikal dan horizontal, merupakan faktor penting yang
mempengaruhi perpindahan aliran materi dan energi, serta keanekaragaman
ekosistem. Kanopi/tajuk hutan merupakan faktor pembatas bagi kehidupan tumbuhan,
karena dapat menghalangi penetrasi cahaya ke lantai hutan. Keberhasilan sebuah
pohon untuk mencapai kanopi hutan tergantung karakter/penampakan anak pohon.
Variasi ketersediaan cahaya dan perbedaan kemampuan antar spesies anak pohon
dalam memanfaatkannya dapat mempengaruhi komposisi dan struktur vegetasi hutan.
Perbedaan kemampuan antara spesies anakan pohon dalam menoleransi naungan
mempengaruhi dinamika hutan. Pada kondisi cahaya rendah, perbedaan kecil dalam
pertumbuhan pohon muda dapat menyebabkan perbedaan mortalitas yang besar,
sehingga mempengaruhi kemelimpahan relatifnya (Santoso, 1994).








BAB III
METODE

3.1 Alat dan Bahan
No Alat Jumlah Bahan Jumlah
1. Kompas 1 buah Milimeter blok 2 lembar
2. Meteran 1 buah Hutan Rengganis 20 meter
3. Blumleiss 1 buah Hutan 10 meter
4. Alat Tulis 1 buah
5. Termohigrometer 1 buah
6. Lux meter 1 buah
7. GPS 1 buah
8. Patok 20 patok
9. Tali Rapia 1 gulung











3.2 Metode Kerja
3.2.1 Metode Diagram Profil


3.2.2 Metode Transek


Membuat garis transek sepanjang 100 meter dengan lebar 10 m, garis dibuat memotong kontur
dan sejajar dengan kemiringan lereng
Lebar plot dianggap sumbu Y sedangkan panjang plot dianggap sumbu X
Memberi nomor pada semua tiang dan pohon yang ada pada setiap plot
Mencatat nama jenis tiang dan pohon serta ukur posisis masing-masing tiang dan pohon pada
titik koordinat X dan Y
Mengukur diameter batang
Menggambar bentuk percabangan dan bentuk tajuk
Mengukur proyeksi penutupan tajuk terhadap permukaan tanah dari sisi kiri kanan depan dan
belakang
Mengambar diagram Prodil vertikal dan horizontal pada kertas milimeter blok
Membuat plot dengan ukuran 20x20 Untuk vegetasi tingkat pohon
Di dalam plot 20x20 m tersebut dibuat plot berukuran 10x10 m (tiang), 5x5
m (pancang) dan 2x2 m (semai)
Mengidentfikasi jenis tumbuhan yang ada pada setiap plot
Mencatat jumlah individu setiap spesies
Untuk vegetasi tingkat pancang, tiang dan pohon diukur diameter setinggi
dadaa, jika tumbuhan berakar banir, pengukuran dilakukan ditas akar banir
Untuk vegetasi tingkat semai dominansi dihitung dengan cara membuat petak-petak
bantu dalam plot lalu dihitung berapa petak yang tertutupi oleh setiap spesies
Mengukur suhu, kelembaban, intensitas cahaya, dan ketinggian pada setiap
plot pengamatan
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan
Kuadrat
Tabel 1. Data Analisa Vegetasi Metode Kuadrat (Transek) di Rengganis


Tabel 2. Data Vegetasi untuk Semai
Nama
Spesies
Plot Jumlah r(cm) Frekuensi Kerapatan Dominansi INP
2x2 5x5 10x10 20x20 FM FR KM KR DM DR
Bayur 12 - - - 12 0,5 0,25 50% 3 44% 6 60% 154
Liana 15 - - - 15 0,4 0,25 50% 3,75 56% 4 40% 146
Jumlah 27 - - - 27 0,9 0,50 100% 6,75 100% 10 100% 300


Plot Nama Spesies Diameter
(cm)
2x2 Bayur 0,95
Liana 0,8
5x5 Kokosan Monyet 9,8
Soka 7
Ki hafid 6,12
Ki bangbara 8
10x10 Ki minyak 14.5
Kedoya 13
Kokosan Monyet 17,6
20x20 Kokosan Monyet 25.5
Ki tales 21
Tabel 3. Data Vegetasi untuk Pancang, Tiang dan Pohon
Nama
Spesies
Plot Jumlah r
(cm)
Frekuensi Kerapatan Dominansi INP
2x2 5x5 10x10 20x20 FM FR KM KR DM DR
Kokosan
Monyet
- 1 4 4 9 9 0,75 34% 0,0225 22,5% 0,64 25% 81,5
Soka - 2 - - 2 3,5 0,25 11% 0,005 5% 0,096 4% 20
Ki hafid - 1 - - 1 3,6 0,25 11% 0,0025 2,5% 0,102 4% 17,5
Ki
bangbara
- 1 - - 1 4 0,25 11% 0,0025 2,5% 0,13 5% 18,5
Ki
minyak
- 14 - 14 7,25 0,25 11% 0,035 35% 0,41 16% 62
Kedoya - 12 - - 12 6,625 0,25 11% 0,03 30% 0,35 13% 54
Ki tales - - 1 1 10,5 0,25 11% 0,0025 2,5% 0.86 33% 46,5
Jumlah - 17 18 5 40 44,475 2,25 100% 0,1 100% 2,588 100% 300

Diagram Profil
Table 4. Data Analisa Vegetasi Metode Diagram Profil
No Nama Spesies Diameter
(m)
X
(m)
Y
(m)
Tinggi
(m)
Kanopi
Kanan Kiri Bawah Atas
Sp 1 Jejebugan (tiang) 0,16 0,53 3 6,40 1 3 2,5 2
Sp 2 Andong (tiang) 0,17 1,25 4,36 11,20 2 3,5 2 2
Sp 3 Jejerukan (pohon) 0,15 4,75 4,27 9,60 2 1,5 1 1
Sp 4 Laban (pohon) 0,37 2 3 12,80 3 3,5 3 2
Sp5 Laban (pohon) 0,20 7,8 2 8 3 1,5 2 2
Sp 6 Jejebugan (tiang) 0,20 8,3 3,4 9,6 2 3 2 1
Sp 7 Jejebugan (tiang) 0,17 1 7,9 11,2 2,5 3 3 2
Sp 8 Kipancar (pohon) 0,21 7,1 6,55 11,2 3,5 3 3 2,5


Gambar Diagram Profil
Diagram profil vertical Diagram profil horizontal


4.2Pembahasan
Pengamatan analisis vegetasi dilakukan di Cagar Alam Pangandaran di
daerah Rengganis. Metode yang digunakan adalah metode Transek, dan
digunakan area sepanjang 20 x 20 m untuk kategori semai, pancang, tiang, dan
pohon.
Metode kuadrat, bentuk percontoh atau sampel dapat berupa segi empat
atau lingkaran yang menggambarkan luas area tertentu. Luasnya bisa bervariasi
sesuai dengan bentuk vegetasi atau ditentukan dahulu luas minimumnya. Untuk
analisis yang menggunakan metode ini dilakukan perhitungan terhadap variabel-
variabel kerapatan, kerimbunan, dan frekuensi (Surasana, 1990).
Pengamatan yang kami lakukan bertujuan untuk mencari nilai frekuensi,
kerapatan, dominansi, dan indeks nilai penting. Frekuensi terdiri dari frekuensi
mutlak (FM) dan frekuensi relatif (FR), kerapatan meliputi kerapatan mutlak
(KM) dan kerapatan relatif (KR), dan dominansi terdiri dari dominansi mutlak
(DM) dan dominansi relatif (DR). Sedangkan indeks nilai penting merupakan
jumlah total persentase FR, KR, dan DR yang harus mencapai 300%.
Pada pengamatan kelompok semai dengan ukuran plot 2 x 2 m, ditemukan
2 spesies tumbuhan yaitu Bayur dan Liana dengan jumlah total individu yang
ditemukan adalah 27 tumbuhan. Dari analisa fresuensi semai, keduanya memiliki
nilai yang seimbang yaitu dengan FM 0.25 dan FR 25%. Pada analisa kerapatan
Liana memiliki nilai yang lebih tinggi dengan KM 3,75 dan KR 56% sedangkan
untuk bayur memiliki nilai 3 dengan persentase 44%. Dan untuk dominansi nilai
nilai DM tertinggi dimiliki oleh Bayur dengan nilai DM 6 sedangkan pada Liana
4, dan nilai DR dari keduanya adalah 60% dan 40%. Dari hasil analisis tersebut
Indeks nilai penting yang dihasilkan nilai 300%.
Pada pengamatan vegetasi untuk kategori pancang, tiang dan pohon
digunakan 3 ukuran plot untuk masing-masing kategori. Pada plot berukuran 5 x
5 m digunakan untuk mengamati pancang dengan tinggi 1,5 m dan diameter < 10
cm, ditemukan 5 spesies tumbuhan yaitu Kokosan Monyet, Soka, Ki Hafid, Ki
Bangbara, dan Kedoya dengan jumlah individu total 17 tanaman. Sedangkan pada
plot dengan ukuran 10 x 10 m digunakan untuk mengamati tiang dengan diameter
10-20 cm, ditemukan 2 spesies tumbuhan yaitu Kokosan Monyet dan Ki minyak
dengan jumlah spesies masing-masing 4 dan 14 pancang. Kemudian pada plot
20x20 m digunakan untuk pengamatan pohon dengan diameter > 20 cm,
ditemukan 2 spesies tumbuhan yaitu Kokosan monyet dan Ki Tales dengan
jumlah individu 4 dan 1 pohon. Secara keseluruhan jumlah individu untuk seluruh
plot adalah 40 tumbuhan.
Pada analisis frekuensi, untuk Kokosan monyet memiliki nilai frekuensi
tertinggi yaitu dengan FM 0,75 dan nilai FR 34%, sedangkan untuk 6 spesies
lainnya memiliki nilai yang sama karena hanya terdapat pada 1 plot saja yaitu
dengan nilaii FM 0.25 dan FR 11%. Nilai FR yang tinggi tersebut menunjukkan
bahwa pohon ini memiliki jumlah yang cukup banyak di area tersebut.
Pada analisis kerapatan, tanaman Ki Minyak memiliki nilai tertinggi
dengan nilai KM 0,035 dan KR 35%, selanjutnya ada tanaman Kedoya dengan
nilai KM 0,03 dan KR 30%, dan tanaman Kokosan Monyet dengan KM 0,0225
dan KR 22,5 %. Sedangkan 4 spesies lainnya memiliki nilai KM di bawah 0,005
dan KR dibawah 5%. Nilai KR yang tinggi menunjukkan bahwa pohon tersebut
memiliki kerapatan yang tinggi bila di bandingkan dengan spesies lainnya.
Dan untuk analisis dominansi, tanaman Ki Tales memiliki nilai tertinggi
dengan DM 0,86 dan DR 33%, selanjutnya ada tanaman Kokosan monyet dengan
nilai DM 0,64 dan DR 25%, kemudian Ki minyak dan Kedonya dengan nilai DM
0,42 dan 0,35 sedangkan nilai DR 16% dan 13%. Tiga spesies lainnya hanya
memiliki nilai DM 0,1 dengan DR 5% dan 4%. Nilai yang tinggi tersebut
menunjukkan bahwa tajuk yang dimiliki pohon tersebut lebih besar dari pohon
lainnya. Dan Indeks nilai penting yang dihasilkan adalah 300%.
Pada pembuatan diagram profil, dilakukan dengan membuat garis transek
sepanjang 100 m dan lebar 10 m. Beberapa pengukuran dilakukan pada diameter
batang, tinggi, dan batasan kanopi di bagian kanan, kiri, atas, dan bawah.Selain
itu di ukur pula jarak pohon yang di amati ke arak sumbu Y (lebar) dan sumbu X
(panjang).
Diagram profil hutan dibuat dengan meletakkan plot, biasanya dengan
panjang 40-70 m dan lebar 10 m, tergantung densitas pohon. Ditentukan posisi
setiap pohon, digambar arsitekturnya berdasarkan skala tertentu, diukur tinggi,
diameter setinggi dada, tinggi cabang pertama, serta dilakukan pemetaan proyeksi
kanopi ke tanah. Profil hutan menunjukkan situasi nyata posisi pepohonan dalam
hutan, sehingga dapat langsung dilihat ada tidaknya strata hutan secara visual dan
kualitatif . Dalam kasus tertentu, histogram kelas ketinggian atau biomassa dibuat
sebagai pelengkap diagram profil hutan (Ashton dan Hall, 1992).
Ditemukan 5 spesies tumbuhan yaitu Jejebungan, Andong, Jejerukan,
Laban, dan Kipancar. Jejebungan dan Andong termasuk kedalam kategori tiang
karena memiliki diameter < 20 cm sedangkan Jejerukan, Laban, dan Kipancar
termasuk kedalam kategori pohon karena memiliki diameter > 20 cm. Diagram
profil yang dibuat merupakan diagram vertikal dan horizontal.
Diagram profil vertikal memperlihatkan posisi tanaman dilihat dari bagian
samping. Selain itu akan terlihat pula perbedaan tinggi dari setiap tanaman.
Struktur vegetasi berupa vegetasi secara vertikal yang merupakan diagram profil
yang melukiskan lapisan pohon, tiang, sapihan, semai dan herba penyusun
vegetasi. Diagram profil horizontal memperlihatkan posisi tanaman dilihat dari
bagian atas, sehingga hanya terlihat bentukan kanopi pohon dan tiang. Pohon
akan terlihat memiliki kanopi yang lebih besar dan lebar.
Kanopi/tajuk hutan merupakan faktor pembatas bagi kehidupan tumbuhan,
karena dapat menghalangi penetrasi cahaya ke lantai hutan. Keberhasilan pohon
untuk mencapai kanopi hutan tergantung karakter/penampakan anak pohon.
Variasi ketersediaan cahaya dan perbedaan kemampuan antar spesies anak pohon
dalam memanfaatkannya dapat mempengaruhi komposisi dan struktur vegetasi
hutan. Perbedaan kemampuan antara spesies anakan pohon dalam menoleransi
naungan mempengaruhi dinamika hutan. Pada kondisi cahaya rendah, perbedaan
kecil dalam pertumbuhan pohon muda dapat menyebabkan perbedaan mortalitas
yang besar, sehingga mempengaruhi kemelimpahan relatifnya (Pacala dkk.,
1996).















BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Metode transek menggunakan 4 plot untuk 4 kategori tanaman yaitu semai,
pancang, tiang dan pohon dengan masing-masing cirinya. Pada kategori semai di
temukan 2 spesies, pada kategori pancang 5 spesies, tiang 2 spesies, dan pohon 2
spesies. Diagram profil vertikal menampilkan posisi tanaman dan akan
memperlihatkan perbedaan tinggi. Sedangkan diagram profil horivontal
memperlihatkan besar dan bentuk kanopi pohon dilihat dari atas.












DAFTAR PUSTAKA
Ashton, P.S., and P. Hall. 1992. Comparisons of structure among mixed dipterocarp
forests of north-western Borneo. Journal of Ecology.
Michael, P. 1995. Metode Ekologi untuk Penyelidikan Ladang dan Laboratorium.
Jakarta: UI Press.
Pacala, S.W., C.D. Canham, J. Saponara, J.A. Silander, R.K. Kobe, and E.Ribbens,
1996. Forest models defined by field measurements II. Estimation, error
analysis, and dynamics. Ecology Monograph.
Rohman, Fatchur.dkk. 2001. Petunjuk Praktikum Ekologi Tumbuhan. Malang: JICA.
Syafei, Eden Surasana. 1990. Pengantar Ekologi Tumbuhan. Bandung: ITB.
Rasyid. 1993. Ekologi Tanaman. Malang: UMM Press.
Resosoedarmo, soedjiran. 1984. Pengantar Ekologi. Bandung: PT Remaka
Rosdakarya
Surasana, syafeieden. 1990. Pengantar Ekologi Tumbuhan. Bandung: FMIPA
Biologu ITB
Santoso. 1994. Ekologi Umum. Malang: UMM Press.

Anda mungkin juga menyukai