Anda di halaman 1dari 8

1

REKUREN AFTOSA STOMATITIS (RAS) 2.3.1 Pengertian


Rekuren Aftosa Stomatitis atau yang dikalangan masyarakat awam disebut
sariawan adalah luka yang terbatas pada jaringan lunak rongga mulut.
Istilah rekuren digunakan karena memang lesi ini biasanya hilang timbul.
Luka ini bukan infeksi, dan biasanya timbul soliter atau dibeberapa bagian
di rongga mulut seperti pipi, disekitar bibir, lidah atau mungkin juga terjadi
di tenggorokan dan langit-langit mulut. 25
Rekuren Aftosa Stomatitis adalah salah satu kelainan mukosa rongga
mulut yang paling sering terjadi dan menyerang kira-kira 15-20% populasi
masyarakat.
Rekuren aftosa stomatitis sering menimbulkan rasa sakit dan perasaan
yang tidak nyaman.26
Rekuren Aftosa Stomatitis mengenai permukaan mukosa, baik mukosa
berkeratin. Berikut ini permukaan mukosa rongga mulut yang terlibat :
mukosa labial dan bukal, unattached gingival, paltum lunak, pipi, bibir, atap
atau dasar rongga mulut, serta permukaan tengah dari lidah.27
Pasien penderita Rekuren Aftosa Stomatitis ini diklasifikasikan dalam 3
kategori. Kategori ini tergantung pada presentasi klinis dari lesinya, yaitu :
ulser minor, ulser mayor dan herpetiform ulser. Ulser minor sering terjadi
pada mukosa labial dan bukal serta pada dasar mulut. Ulser ini memiliki
diameter yang besarnya kurang dari 1 cm dan sembuh tanpa disertai
pembentukan jaringan parut sekitar 7-10 hari. Menurut Schreiner dkk, Ulser
mayor biasanya terdapat pada mukosa faring, bibir, palatum lunak. Dimana
diameter ulsernya berukuran lebih dari 1 cm dan akan membentuk jaringan
parut setelah penyembuhannya. Ulser herpetiform adalah yang paling
jarang terjadi dan biasanya merupakan lesi berkelompok dan terdiri dari
ulser beruukuran kecil dengan jumlah banyak. Ulser herpetifom dianggap
sebagai suatu gangguan klinis yang berbeda, yang bermanifestasi sebagai
suatu kumpulan yang rekuren sebanyak berlusin-lusin, dari ulser kecil yang
timbul di seluruh mukosa lunak rongga mulut.28
Rekuren Aftosa Stomaitis Minor disebut juga dengan nama Mikulizs
apthae yang terjadi sekitar 75-85% dari semua lesi Rekuren aftosa
stomatitis. Rekuren aftosa stomatitis Minor sering mengenai mukosa
rongga mulutyang tidak mengalami keratinisasi seperti pada mukosa bibir,
mukosa bukal dan dasar mulut. Ulkus ini tidak lebih dari 8-10 mm, dilapisi
membrane fibrous kekuningan dengan tepi eritematous, umumnya sembuh
dalam 10-14 hari tanpa meninggalkan jaringan parut.29

Rekuren aftosa stomatitis Minor mempunyai kecenderungan untuk terjadi
pada mukosa bergerak yang terletak pada jaringan kelenjar saliva minor.
Seringkali terjadi pada mukosa bibir dan pipi, tetapi ulkus jarang terjadi
pada mukosa berkeratin banyak seperti gusi dan palatum keras. Ulkus-
ulkus biasanya terdapat disepanjang lipatan mukobukal dan seringkali
2
tampak lebih memanjang, dimana rasa terbakar adalah keluhan awal dan
diikuti dengan nyeri hebat selama beberapa hari.31
Rekuren aftosa stomatitis Minor bersifat kambuhan dan pola terjadinya
bervariasi. Meskipun tidak ada pengobatan yang sukses sepenuhnya untuk
rekuren aftosa stomatitis Minor, namun pada beberapa kasus terbukti
bahwa pemberian obat- obatan golongan antibiotic, koagulasi, obat-obat
anti keradangan, mouth rinses yang mengandung enzim aktif dan terap
kombinasi dapat mengurangi rasa sakit, mempercepat penyembuhan serta
menurunkan jumlah dan ukuran ulser.32
2.3.2 Etiologi Rekuren Aftosa Stomatitis
Walupun penyebab yang pasti dari rekuren aftosa stomatitis minor belum
diketahui, namun terdapat beberapa factor pencetus yang diduga
memegang peranan penting dalam timbulnya rekuren aftosa stomatitis
minor. Faktor-faktor tersebut antara lain : faktor lokal, alergi, bakteri,
imunologi, hematologi, hormonal dan stress psikologis.33
a. Faktor lokal
Trauma rongga mulut dapat berpengaruh cepatnya perkembangan rekuren
aftosa stomatitis minor. Pada studi yang dilakukan oleh Ress terhadap 128
pasien dimana 20 pasien terbukti mengalami trauma pada mukosa
mulutnya yang berlanjut menjadi rekuren aftosa stomatitis. Trauma
tersebut disebabkan karena

tergigitnya mukosa rongga mulut, sikat gigi atau makan yang tajam yang
bias
menyebabkan luka pada mukosa rongga mulut.34
b. Alergi
Bahan-bahan allergen yang diduga berhubungan dengan rekuren aftosa
stomatitis minor adalah benzoic acid dan cinnamic aldehide yang sering
dipakai sebagai penyedap rasa, kacang kenari, tomat, buah-buahan
terutama strawberry, cokelat, kacang tanah, sereal, kacang, keju, tepung
terigu atau gandum yang mengandung gluten.30
c. Bakteri
L-form streptococcal bacteria juga berperan dalam terjadinya rekuren
aftosa stomatitis Jenis bakteri yang juga berperan yaitu Streptococcus
sanguis, Streptococcusmitis, dan Helicobacter pylori.35
d. Imunologi
Rekuren aftosa stomatitis minor umumnya terjadi pada pasien dengan
imunodefisiensi sel B dan 40% dari pasien-pasien rekuren aftosa stomatitis
mempunyai kompleks sirkulasi imun. Pengendapan imunoglubulin dan
komponen-komponen komplemen dalam epitel dan atau respon umum
seluler (cell mediated immune response) terhadap komponen-komponen
imun merupakan penyebab terjadinya rekuren aftosa stomatitis minor.36
e. Hematologi
3
Lebih dari 15-20% pasien rekuren aftosa stomatitis minor adalah penderita
defisiensi zat besi, vitamin B12 atau folic acid dan mungkin juga terdapat
pada penderita anemia. Penyembuhan rekuren aftosa stomatitis minor
seringkali terjadi sesudah terapi untuk mengatasi defisiensi tersebut.36
f. Hormonal

Diduga ada hubungan antara siklus menstruasi dan terjadinya rekuren
aftosa stomatitis minor, yang berhubungan dengan kadar estrogen dan
progesterone. Dimana perkiraan ada hubungan antara produksi estrogen
yang rendah waktu premenstrual dengan kornifikasi mukosa mulut.37
g. Stres Psikologi
Studi menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang cukup erat antara
stress dan terjadinya rekuren aftosa stomatitis minor dalam 10-20% dari
populasi masyarakat. Tetapi factor stress dalam perkembangan rekuren
aftosa stomatitis minor masih perlu diteliti lebih lanjut.34
2.3.3 Patogenesis Rekuren Aftosa Stomatitis
a. Stadium Pronormal
Terjadi pada 24-48 jam pertama, muncul perasaan geli pada tempat
dimana lesi berkembang. Bisa disertai gejala demam, malaise, mialgia,
athralgia, mual, muntah, sakit kepala dan pembesaran kelenjar limfe.
Stadium ini disertai dengan peningkatan rasa nyeri serta lesi berkembang
menjaadi edema popular lokal yang berhubungan dengan vakuolisasi
keratinosit yang dikelilingi oleh lingkaran eritematus yang menggambarkan
vaskulitis lokal dengan peningkatan infiltrasi sel mononuclear.37
b. Stadium Ulseratif
Terjadi ulseratif yang nyeri dan ditutupi membran fibrous, dasar ulkus
diinfiltrasi terutama oleh neutrofil, limfosit, dan sel plasma. Stadium ini
terjadi dalam beberapa hari sampai beberapa minggu.37
c. Stadium Penyembuhan.

Terjadi regenerasi epitel yang mulai menutupi ulkus serta berkurangnya
rasa nyeri yang ditimbulkan.37
Rekuren aftosa stomatitis minor biasanya sembuh dengan spontan tanpa
pembentukan jaringan parut, dalam waktu 14 hari.31
2.3.4 Diagnosis Rekuren Aftosa Stomatitis
Untuk dapat menegakkan diagnose yang tepat dari rekuren aftosa
stomatitis dapat dilakukan dengan cara melakukan anamnesis dan
pemeriksaan fisik. Biasanya pada anamnesis pasien akan merasakan sakit
pada mulutnya, tempat ulser sering berpindah-pindah dan biasanya
kejadiannya selalu berulang-ulang. Pasien biasanya dalam keadaan
demam ringan.38
Diagnosa rekuren aftosa stomatitis minor dapat dilihat dengan adanya
ulser rekuren yang simetris, bulat dan tidak terbatas pada mukosa mulut,
4
serta sembuh spontan dengan tidak disertai oleh tanda ataupun gejala-
gejala lainnya.39
Selain pemeriksaan visual, pemeriksaan laboratories diindikasikan bagi
pasien yang menderita rekuren aftosa stomatitis diatas usia 25 tahun
terutama dengan tipe mayor yang selalu hilang timbul, atau bila stomatitis
tidak kunjung sembuh, atau bila ada gejala dan keluhan lain yang berkaitan
dengan factor pemicu.25
Pertimbangan adanya defisiensi hematologi dan oleh karena itu penderita
harus mengalami pemeriksaan hitung darah lengkap serta perkiraan kadar
vitamin B12.39
2.3.5 Pengobatan Rekuren Aftosa Stomatitis
Rekuren aftosa stomatitis sebetulnya dapat sembuh sendiri, karena sifat
dari kondisi ini dalah self-limiting. Obat-obatan untuk mengatasi ras
diberikan sesuai dengan tingkat keparahan lesi.25

Banyak obat-obatan, termasuk vitamin, obat kumur antiseptic, steroid
topical dan imunomodulator sistemik untuk mengatasi rekuren aftosa
stomatitis minor. Walaupun demikian hanya sebagian kecil yang secara
ilmiah terbukti efisien. Kombinasi vitamin B1 (thiamin, 300 mg sehari) dan
viatamin B6 (pyridoxine, 50 mg setiap 8 jam) diberikan selama 1 bulan
dianjurkan sebagai penatalaksanaan empiris tahap awal. Penggunaan
terapi anxiolytic atau rujukan hipnoterapi dapat membantu bagi penderita
yang diperkirakan memiliki faktor presipitasi berupa stress. Beberapa
pasien memberikan respon yang baikterhadap obat kumur klorheksidin
serta kortikosteroid topical, seperti hidrokortison hemisuksinat (pellet, 2,5
mg dilarutkan dalam air dan digunakan sebagai obat kumur 3 kali
sehari).39

Berdasarkan jenis kelamin prevalensi tertinggi adalah pada perempuan
yaitu sebesar 69,4% dibandingkan laki-laki yang mendapatkan persentase
sebesar 30,6%. Salah satu faktor yang memicu karena pengaruh hormon
pada perempuan. Salah satu faktor presdiposisi dari stomatitis adalah
hormon. Hormon pada kombinasi oral dapat memberikan juga dampak,
khususnya hormon estrogen dan progesterone. Pada masa pra menstruasi
akan terjadi penurunan hormon tersebut yang mengakibatkan terjadi
penurunan aliran darah sehingga suplai darah utamanya daerah perifer
menurun sehingga terjadinya gangguan keseimbangan sel-sel termasuk
rongga mulut, memperlambat proses keratinisasi sehingga menimbulkan
reaksi yang berlebihan terhadap jaringan lunak mulut sehingga rentan
terhadap iritasi lokal dan mudah terjadi stomatitis.22
Faktor psikologis (stress), diduga berhubungan dengan produksi kortison di
dalam tubuh. 8. Gangguan hormonal (seperti sebelum atau sesudah
5
menstruasi). Terbentuknya stomatitis aphtosa ini pada fase luteal dari
siklus haid pada beberapa penderita wanita.

Patofisiologi
Tubuh sebenarnya memiliki pertahanan tubuh alamiah terhadap serangan
bakteri. Pertahanan ini disebut dengan sistem laktoperoksidase (LP-
system). Sistem ini terdapat pada saliva atau ludah. LP system dapat
berfungsi sebagai bakteriostatis terhadap bakteri mulut dan bakteriosid
terhadap bakteri patogen jika tersedia ketiga komponennya. Yaitu enzim
laktoperoksidase, dosianat, dan hydrogen peroksida (H2O2). Bakteri di
dalam mulut dapat berkembang biak tak terkendali karena sistem
laktoperoksidase yang merupakan pertahanan alami dalam saliva
umumnya rusak. Hal ini dikarenakan seringnya mengonsumsi makanan
yang mengandung zat-zat kimia, seperti perasa, pewarna, pengawet,
bahkan yang memakai zat pembasmi hama.

Pemakaian deterjen (sodium laurit sulfat) yang berlebihan dalam pasta gigi
juga dapat sebagai peneyebab dari rusaknya ludah. Bila dalam pemakaian
yang berlebihan atau melebihi toleransi dapat dengan mudah merusak
ludah dan menghancurkan sistem pertahanan alami. Tidak hanya itu,
pemakaian antiseptik pada obat kumur atau pasta gigi juga dapat
merusakkan LP system, sebab antiseptik ini bersifat bakteriosid sehingga
dapat membunuh semua bakteri yang berada di dalam rongga mulut, yang
dapat mengakibatkan lingkungan mukosa mulut menjadi rusak.
Seperti telah diterangkan bahwa mulut merupakan pintu gerbang
masuknya kuman-kuman atau rangsangan-rangsangan yang bersifat
merusak. Dilain pihak mulut tidak dapat melepaskan diri dari masuknya
berbagai jenis kuman ataupun berbagai pengaruh rangsangan antigenik
yang bersifat merusak.

Rangsangan perusak yang masuk sesuai dengan potensinya akan
ditanggapi oleh tubuh baik secara lokal atau sistemik. Tanggapan ini dapat
berlangsung wajar, artinya tanggapan-tanggapan tersebut secara normal
dapat dieleminasi melalui aksi fagositosis. Sebenarnya reaksi tubuh
terhadap rangsangan yang merusak itu bertujuan untuk mengurangi atau
meniadakan peradangan tersebut. Tetapi kadang-kadang reaksi jaringan
amat berlebih, melebihi porsi stimulusnya sendiri sehingga reaksi
pertahanan yang tadinya dimaksudkan untuk melindungi struktur dan
fungsi jaringan justeru berakhir dengan kerusakan jaringan sendiri.
Dalam keadaan yang tidak wajar, (Trauma, Stres dll ) terjadi ketidak
seimbangan immunologik yang melahirkan fenomena alergi dan defisiensi
immunologi dengan efek kerusakan-kerusakan yang menyangkut
komponen vaskuler, seluler dan matriks daripada jaringan. Dalam hal ini
6
sistem imun yang telah dibangkitkan untuk melawan benda asing oleh
porsi reaksi yang tidak seimbang akhirnya ikut merusak jaringan-jaringan
sendiri disekitarnya. Misalnya pelepasan mediator aktif dari aksi-aksi
komplemen, makrofag, sel plasma, sel limposit dan leukosit, histamin, serta
prostaglandin.

GEJALA
Gejalanya berupa rasa panas atau terbakar yang terjadi satu atau dua hari
yang kemudian bisa menimbulkan luka (ulser) di rongga mulut. Bercak luka
yang ditimbulkan akibat dari sariawan ini agak kaku dan sangat peka
terhadap gerakan lidah atau mulut sehingga rasa sakit atau rasa panas
yang dirasakan ini dapat membuat kita susah makan, susah minum,
ataupun susah berbicara. Penderita penyakit ini biasanya juga banyak
mengeluarkan air liur. Biasanya sariawan ini akan sembuh dengan
sendirinya adalam waktu empat sampai 20 hari. Bila penyakit ini belum
sembuh sampai waktu 20 hari maka penderita harus diperiksa lebih lanjut
untuk menentukan apakah ada sel kankernya atau tidak. Pada stomatitis
aphtosa yang berat, dapat digunakan suatu alat pelindung mulut yang
bersih dengan pengolesan anestetik lokal dibawah alat tersebut.

Tingginya kadar hormon estradiol dibanding kadar progesteron disebabkan
oleh karena hormon ini merupakan komponen terbesar penyusun estrogen.
Estrogen sendiri diproduksi dalam ovarium dengan fungsi mengatur siklus
haid, meningkatkan pembelahan sel serta bertanggung jawab untuk
perkembangan karakteristik sekunder wanita. Hasil penelitian Croley dan
Miers menjelaskan bahwa estrogen berpengaruh untuk merangsang
maturasi lengkap sel epitel mukosa rongga mulut, yaitu peningkatan sel
epitel superfisial dan keratin.11,12-21
Hubungan kadar hormon progesteron pada masing-masing responden
seperti yang terlihat pada gambar 4, meningkat pada hari keduapuluh
siklus menstruasi seiring dengan fluktuasi estradiol, hormon progesteron
juga akan mengalami fluktuasi fase luteal. Kurva ini menunjukkan bahwa
12 responden memiliki kadar hormon progesteron kurang dari normal, dan
3 responden memiiki kadar progesteron normal.
Hubungan siklus menstruasi dengan SAR ditunjukkan pada tingginya
penderita SAR pada wanita yang mencapai dua kali dibanding pada pria,
hal ini dilaporkan oleh Jason dan Maso. Pengaruh ini mungkin disebabkan
oleh fluktuasi kadar estrogen dan progesteron yang reseptornya dapat
dijumpai dalam rongga mulut, khususnya pada gingiva.11,22,23
Pada penderita SAR, dianggap berkurangnya kadar progesteron hingga
80%, menyebabkan faktor self limiting berkurang, polymorphonuclear
leukocytes menurun, demikian juga permeabilitas vaskuler yang
mengalami vasodilatasi oleh karena pengaruh estrogen, dan menjadi lebih
7
permeabel oleh pengaruh progesteron.Perubahan permeabilitas ini
menyebabkan mudahnya terjadi invasi bakteri yang menjadi penyebab
iritasi atau infeksi dalam rongga mulut dan akhirnya akan menyebabkan
ulkus setiap periode pramenstruasi. Penelitian ini menunjukkan bahwa
kadar estradiol yang normal, serta kadar progesteron yang kurang dari
normal berpengaruh terhadap terjadinya ulkus pada penderita SAR saat
mengalami menstruasi.24
Dari hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa kadar estradiol penderita
SAR, dengan pola menstruasi teratur cenderung normal, sedangkan kadar
progesteron kurang dari normal.

Stres dan menstruasi
Kedua faktor ini berperan penting sebagai penyebab kejadian SAR.
Beberapa
literatur menyebutkan adanya hubungan yang erat antara SAR dengan
siklus menstruasi meskipun belum ada bukti yang menyakinkan bahwa
keadaan psikologis atau stres berhubungan dengan SAR.
Mekanisme terjadinya SAR pada stres berhubungan dengan hormon
kortisol. Sekresi kortisol yang meningkat pada respon stres meningkatkan
level plasma kortisol. Hal ini akan meningkatkan katabolisme protein
sehingga penyembuhan luka menjadi lambat.
Hormon kortisol yang terbentuk dapat menghambat imunoglobulin A yang
terdapat dalam saliva, yang merupakan sistem imun dalam saliva.
Sehingga apabila stres, kortisol meningkat, lalu IgA menurun dan sistem
imun turun sehingga mempermudah terjadi ulser.

Lesi SAR yang pertama kali muncul seringkali terjadi pada usia 20-an dan
dapat ditimbulkan oleh trauma minor, menstruasi, infeksi saluran
pernafasan atas, atau kontak dengan makanan tertentu. Tahap-tahap
perkembangan ulser pada RAS:
48 jam, rasa tidak enak di dalam
mulut dan disertai gejala malaise seperti demam. Tetapi tahap ini jarang
terjadi pada kebanyakan pasien.
-ulseratif : ditandai dengan adanya mukosa yang berwarna
kemerahan dan bengkak.
adanya nyeri lokal pada mukosa mulut. Terlihat lesi cekung dengan margin
yang tajam dan jelas dikelilingi daerah yang eritema dan oedem. Lesi
berbentuk bulat atau oval regular. Hal ini berlawanan dengan lesi traumatik
yang berbentuk irregular.
granulasi dan pseodomembran.
8
tergantung dari faktor etiologi.
Patofisiologi SAR
Pada awal lesi terdapat infiltrasi limfosit yang diikuti oleh kerusakan epitel
dan infiltrasi neutrofil ke dalam jaringan. Sel mononuclear juga mengelilingi
pembuluh darah (perivaskular), tetapi vasculitis tidak terlihat. Namun,
secara keseluruhan terlihat tidak spesifik.
Perjalanan stomatitis aphtous dimulai dari masa prodromal selama 1-2
hari, berupa panas atau nyeri setempat. Kemudian mukosa berubah
menjadi makula berwarna merah, yang dalam waktu singkat bagian
tengahnya berubah menjadi jaringan nekrotik dengan epitelnya hilang
sehingga terjadi lekukan dangkal. Ulkus akan ditutupi oleh eksudat fibrin
kekuningan yang dapat bertahan selama 10-14 hari. Bila dasar ulkus
berubah warna menjadi merah muda tanpa eksudat fibrin, menandakan
lesi sedang memasuki tahap penyembuhan.

Anda mungkin juga menyukai