Anda di halaman 1dari 9

1

MANAJEMEN PORTOFOLIO

1. Investor Institusional VS Investor individu
Pihak-pihak yang melakukan investasi disebut dengan investor. Investor pada umumnya dapat
digolongkan menjadi dua, yaitu investor individual (individual investors) dan investor institusional
(institutional investors). Investor individual terdiri dari individu-individu yang melakukan aktivitas
investasi. Sedangkan investor institusional biasanya terdiri dari perusahaan-perusahaan asuransi,
lembaga penyimpanan dana, (bank dan lembaga simpan-pinjam), lembaga dana pensiun, maupun
perusahaan investasi.
Di negara-negara maju investor institusional banyak menggunakan pendekatan institusional
dalam melakukan aktivitas investasinya. sedangkan calon investor individual bisa mengambil garis
besarnya agar bisa lebih selektif dan mengetahui apa sebenarnya yang harus diketahui. Pendekatan
institusional terdiri dari tiga tahap yaitu:
a. Penetapan Kriteria
Dalam menetapkan kriteria, calon investor mencari faktor-faktor penting yang menentukan hal-hal
yang diinginkan dalam berinvestasi. Hal-hal tersebut bukan hanya performa return tetapi dapat
mencakup proses investasi, pengambilan resiko, pelayanan terhadap investor, management fee,
dan lain-lain. Menetapkan kriteria dimulai dengan menggali masalah fundamental bagi calon
investor yang meliputi jenis asset class (saham, pendapatan tetap, pasar uang, dll), gaya investasi
(saham blue chip, obligasi swasta, obligasi pemerintah, saham perusahaan
kecil/menengah,internasional,dll),dan manajemen investasi aktif (aktif dalam memilih
saham/obligasi) vs. pasif (index fundz). Jenis asset class sangat menentukan return dan resiko
yang akan didapatkan. Beberapa riset di Amerika menyebutkan bahwa 90%-95% return yang
diperoleh ditentukan oleh jenis asset class di mana investor berinvestasi. Jika investor memilih
asset class pendapatan tetap maka hasil maksimum investasi jangan diharapkan bisa menyamai
hasil maksimum investasi di saham. Namun pada saat yang bersamaan, resiko yang dianut juga
tidak sebesar resiko saham. Penentuan ini harus sesuai profil resiko investor masing-masing.
Gaya investasi (investment style) bermanfaat jika calon investor mencari diversifikasi melalui
alokasi aset (asset allocation). Pada dasarnya setiap asset class dapat dibagi lagi menjadi
beberapa gaya investasi. Di negara-negara maju, diversifikasi alokasi aset adalah lazim, tetapi di
Indonesia praktek ini masih terbatas karena kendala jumlah saham yang ada di dalam tiap kategori
2

kapitalisasi (blue chip/kapitalisasi besar, kapitalisasi menengah, dan kapitalisasi kecil),
pengetahuan investor individual, dan jenis produk reksa dana yang ditawarkan. Untuk jenis
pendapatan tetap, gaya investasi dapat terdiri dari investasi dengan fokus pada obligasi
pemerintah, obligasi swasta, atau obligasi internasional/asing.
b. Penyaringan (Screening)
Berdasarkan kriteria-kriteria yang telah ditetapkan, calon investor kemudian menyeleksi para
potensial MI. Daftar lengkap seluruh reksa dana di Indonesia dan jenis-jenisnya dapat dilihat di
website Bapepam (www.bapepam.go.id/e-monitoring). Untuk lebih mengetahui informasi tentang
suatu perusahaan MI, calon investor dapat melakukan riset lebih jauh tentang calon MI tersebut.
Berita-berita tentang sebuah perusahaan MI jika dikumpulkan dapat memberikan gambaran secara
menyeluruh tentang perusahaan tersebut. Sumber lain yang layak digali adalah pengalaman
pihak-pihak lain dalam berinvestasi melalui MI tersebut. Informasi dan pengalaman dari orang
dalam juga sangat berguna dalam mengevaluasi MI. Berdasarkan informasi yang telah
dikumpulkan, calon investor bisa membandingkan kriteria-kriteria yang telah ditetapkan dengan
keadaan para MI yang sebenarnya.
c. Seleksi
Proses screening menghilangkan sebagian besar MI dan menyisakan beberapa saja yang akan
dievaluasi lebih jauh. Dalam tahap seleksi, calon investor memfokuskan dalam mendapatkan
gambaran menyeluruh apa yang disebut dengan P7 yaitu People, Process, Philosophy, Product,
Progress, Price, dan Performance.

2. Sikap Investor terhadap resiko
Dalam berinvestasi apapun berbagai risiko yang bisa mempengaruhi tingkat keuntungan atau
mengalami kerugian selalu akan menjadi pertimbangan bagi investor. Sebanyak mungkin faktor risiko
yang mungkin akan mempengaruhi tingkat keuntungan dalam investasi saham harus selalu dideteksi
agar seluruh gerak pasar bisa diantisipasi. Untuk itu penasihat investasi dan investor professional
sekalipun selalu mencari informasi yang relevan dengan kondisi pasar. Di pasar modal, setidaknya
risiko yang patut dicermati investor secara umum, antara lain risiko inflasi, risiko tingkat suku bunga,
risiko pasar, risiko perusahaan dan risiko politik. Masing-masing risiko tersebut ada kalangan saling
kait mengkait, dan berjalan secara dominan. Namun adakalanya sama sekali tidak berhubungan.
3

Dari risiko tersebut yang selalu berhubungan adalah risiko inflasi. Biasanya begitu diketahui
inflasi tinggi, akan diikuti dengan kebijakan perubahan tingkat suku bunga. Jika inflasi tinggi, dapat
dipastikan nilai uang turun. Turunnya nilai uang, bisa karena jumlah uang yang beredar di masyarakat
lebih melimpah. Untuk itu sehingga agar mobilitas uang yang beredar turun, biasanya akan diikuti
dengan kenaikan tingkat sukubunga, naiknya tingkat suku bunga dengan sendirinya akan membawa
dana-dana kembali sistem perbankan, sehingga pada gilirannya bursa saham akan turun. Berikut
beberapa resiko yang mungkin dihadapi:
a. Risiko Inflasi
Dalam industri finansial khususnya dalam ekonomi berbasis uang, risiko yang cukup
mengkhawatirkan adalah ancaman akan penurunan nilai uang. Penggerusan nilai uang ini terlalu
banyak faktor yang bisa dijadikan alasan, padahal aspek utamanya adalah menurunnya nilai uang.
Contoh paling sederhana soal inflasi ini adalah apabila uang bernominal Rp1.000 yang pada
kemarin lusa bisa membeli dua butir telur, tapi hari ini hanya dapat ditukar dengan satu telur.
Akibatnya untuk membeli dua butir telur kita harus mengeluarkan kocek Rp1.000 lagi. Kalau itu
terjadi berarti sudah terjadi inflasi, turunnya nilai uang. Penurunan nilai uang tersebut juga terjadi
tidak saja untuk membeli produk, tapi juga dalam menggunakan jasa. Dalam kondisi saat ini,
pemerintah mengatakan akan mempertahankan bahwa target inflasi dipatok pada bilangan lima
persen. Itu berarti dalam berinvestasi, investor yang memiliki dana Rp1.000 saat ini harus bisa
memperkerjakan uangnya itu dengan minimal penghasilan (return) di atas lima persen, sehingga
pada akhir tahun nilai uang tersebut tetap bisa digunakan dan memiliki nilai yang sama pada saat
ini. Nilai uang pada masa kini dan masa yang akan datang diharapkan bobot (nilai atau harganya)
tetap sama. Artinya kalau saat ini bisa membeli telur satu butir maka tahun depan minimal nilainya
tetap sama. Inflasi adalah suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum dan terus-
menerus. Penyebab inflasi ini bisa berupa naiknya harga barang dan jasa, bisa juga karena
turunnya nilai uang yang terjadi secara mekanis. Inflasi yang disebabkan karena naiknya harga
barang, juga tidak bergerak sendirian. Bisa jadi karena bahan baku atas produk itu sulit didapat,
seperti BBM. Akibat tidak adanya subtitusi dari BBM ini dipastikan kenaikan harga BBM akan
menyebabkan naiknya harga barang-barang dan jasa. Hal ini karena ketergantungan yang sangat
tinggi atas produk yang bernama BBM ini. Inflasi lainnya adalah karena terlalu banyaknya uang
yang beredar, sehingga secara mekanis akan mempengaruhi nilai uang. Untuk inflasi yang
disebabkan banyak uang beredar, Bank Sentral bisa melakukan tindakan dengan cara membuat
4

kebijakan meningkatkan suku bunga. Peningkatan sukubunga ini dengan sendirinya akan menarik
para pemilik dana untuk kembali memarkir dananya di perbankan. Kendati upaya tersebut harus
diikuti oleh kebijakan lain, diantaranya membuat kebijakan guna terciptanya iklim investasi. Bagi
pasar modal risiko inflasi ini akan sangat mempengaruhi keputusan investasi. Kalau inflasi tinggi,
kita ibaratkan dalam setahun 10 persen, maka boleh jadi harga saham diciptakan oleh pasar itu
sebenarnya sudah terdiskon sebesar 10 persen. Kalau harga saham Rp1.000 maka akibat inflasi
yang 10 persen itu harga saham tersebut sebenarnya hanya Rp900. Akan tetapi, kondisi yang
sebenarnya terjadi akan bertambah kompleks akibat dampak inflasi. Kalau kita ibaratkan harga
BBM mengalami kenaikan dengan begitu biaya produksi perusahaan akan mengalami kenaikan.
Belum lagi dampak dari BBM ini akan diikuti dengan melemahnya daya beli, sehingga barang yang
diproduksi tidak akan laku terjual. Kalau hal itu yang terjadi maka bisa dipastikan pemutusan
hubungan kerja, akibat pengurangan produksi hampir pasti akan dilakukan perusahaan, sehingga
pada gilirannya ekspektasi investor saham atas saham perusahaan itu akan menurun.
b. Risiko tingkat sukubunga
Risiko tingkat suku bunga dapat menjadi bayangan hitam bagi pelaku pasar. Tingkat bunga yang
tinggi akan menjadikan perusahaan yang menjual sahamnya di bursa pasti juga akan kedodoran.
Apalagi bagi perusahaan yang mendanai sebagian operasionalnya dengan pinjaman kredit. Dari
sisi investasi fluktuasi tingkat sukubunga yang gonjang-ganjing akan membuat bingung iklim
investasi. Kalau tingkat sukubunga tinggi maka investor akan dengan senang hati untuk
menempatkan dananya dalam bentuk deposito. Banyaknya uang yang masuk dalam deposito
akan membuat dunia perbankan kebingungan menyalurkan dana pihak ketiga tersebut. Di sisi lain
dana tersebut memang harus diputar ke sektor-sektor produktif kalau tidak ingin kinerja bank
tersebut ambrol karena harus membayar bunga tinggi. Soal tinggi dan rendahnya tingkat suku
bunga, bagi pasar yang penting bahwa tingkat bunga itu stabil tidak gonjang-ganjing dan
kebijaksanaannya tidak situasional.
c. Risiko Pasar
Risiko pasar sering terjadi di pasar modal karena kondisi yang tidak bisa dijelaskan secara
ekonomi. Karena ekspektasi seseorang terhadap produk dan jasa tertentu akan berbeda dengan
ekspektasi pasar. Dalam konteks perdagangan saham, ketika ekspektasi atas saham secara
jangka panjang naik, maka boleh jadi ekspektasi pasar atas saham pada saat pasar bereaksi
justru turun. Karenanya bagi investor saham yang perlu dipahami bahwa investasi saham adalah
5

investasi pada saham, sedangkan penciptaan harga saham yang dibuat pasar adalah harga yang
terjadi pada saat selama pasar berlangsung. Penyebab ekspektasi pasar berbeda dengan kondisi
sebenarnya atas nilai saham, penyebabnya bisa beragam. Yang paling sederhana boleh jadi
karena supply dan demand yang tidak seimbang. Ketika supply atas saham berlebih, sementara
demand tetap maka dengan sendirinya harga saham akan turun. Di pasar modal Indonesia sering
terjadi begitu ada perusahaan yang akan melakukan penawaran umum (IPO) biasanya akan diikuti
dengan penurunan indikator perdagangan. Turunnya indikator perdagangan itu lantaran investor
menjual saham yang telah menjadi portofolionya untuk kemudian membeli saham yang akan IPO.
Perilaku tersebut merupakan contoh yang paling sangat sederhana dari faktor risiko pasar. Tidak
sama besarnya posisi supply dan demand ini juga terjadi apabila terjadi investor melakukan
perubahan portofolio sebagaimana yang kerap terjadi pada akhir tahun dan awal tahun bursa
saham.
Untuk mengetahui apakah proses investasi yang dilakukan benar atau tidak, berikut merupakan
langkah-langkahnya:
a. Pengetahuan tentang pengembalian dan resiko investasi.
b. Mengetahui sikap investor terhadap resiko. Setiap investor harus mau menerima resiko
investasi yang terkadang di dalam aset riil maupun surat berharga, dan dapat mengidentifikasi
kombinasi pengembalian dan resiko yang dapat diterima. Dengan kata lain, sebelum menerima
resiko investasi, investor harus berada pada posisi finansial yang logis, dan harus siap
menggunakan alasan-alasan yang masuk akal untuk proses pembuatan keputusan.
c. Pengetahuan dari setiap tipe surat berharga / aset yang tersedia untuk investasi, termasuk
pengembalian yang diharapkan dan resiko yang berhubungan dengan tipe aset / surat berharga
tersebut.
d. Memilih beberapa surat berharga / aset yang dapat memberi suatu pengembalian dan resiko
yang dapat diterima berdasarkan kebutuhan -kebutuhan dari investor tertentu.
Korelasi langsung antara pengembalian dengan resiko, yaitu: semakin tinggi pengembalian,
semakin tinggi resiko. Oleh karena itu, investor harus menjaga tingkat resiko dengan
pengembalian yang seimbang. Berikut beberapa faktor Risiko dalam Analisis Finansial:
o pengertian resiko sendiri yaitu penyimpangan hasil (return) yang diperoleh dari rencana
hasil (return) yang diharapkan.
6

o Risiko invetasi adalah risiko yang dihadapi investor akan kemungkinan tidak tercapainya
hasil (keuntungan) yang diharpkan. Hal tersebut dikarenakan factor uncertainty yang
besar.
o Sikap investor terhadap risiko yaitu ; senang (desire) menghadapi risiko, anti risiko ( risk
aversion), dan acuh (indifference) terhadap risiko. Diperhitungkannya faktor risiko dalam
keputusan keuangan, mempengaruhi investor untuk menentukan hasil atau mensyaratkan
hail (required rate of return).
o Risiko tidak dapat dihindari, tetapi dapat dikelola agar risiko tersebut dapat diminimalisasi
(risiko terkontrol). Dan ada pula risiko yang tidak dapat dikontrol/dikendalikan. Sehingga
jenis risiko terbagi ke dalam:
Risiko Individual, yaitu risiko yang berasal dari proyek investasi secara individu tanpa
dipengaruhi proyek yang lain.
Risiko perusahaan, yaitu risiko yang diukur tanpa mempertimbangkan
penganekaragaman (diversifikasi) atau portofolio yang dilakukan oleh investor.
Risiko pasar atau beta, yaitu risiko investasi ditinjau dari investor yang menanamkan
modalnya pada investasi yang juga dilakukan oleh perusahaan dan perusahaan-
perusahaan lain. Besarnya risiko ini tidak dapat dihilangkan dengan melakukan
diversifikasi.


3. Formulasi Kebijakan Investasi (Tujuan, Kendala, dan Preferensi)
Tujuan
Kebijakan investasi mengandung pernyataan mengenai return yang telah disesuaikan
dengan inflasi. Inflasi merupakan sebuah masalah bagi investor, karena nominal uang pada
masa sekarang berbeda dengan nominal uang di masa yang akan datang. Oleh karena itu,
investor selalu berusaha mendapatkan return yang lebih tinggi daripada tingkat inflasi. Saham,
tidak selalu menjadi perlindungan terhadap inflasi, karena nilai saham dapat berubah naik atau
turun sewaktu-waktu.
Masing-masing investor juga memiliki kebutuhan dan keadaan yang unik, bersifat pribadi
dan berbeda-beda tiap investor, hal ini dapat menyebabkan pembatasan seorang investor untuk
melakukan investasi aset pada kelas tertentu.
7


Kendala dan preferensi
a. Waktu
Tujuan investasi dari masing-masing investor berbeda. Oleh karena itu, untuk mencapai
tujuannya, investor memerlukan perencanaan waktu melakukan investasi secara khusus.
Investor bisa melakukan investasi dalam jangka pendek atau dalam jangka panjang,
disesuaikan dengan tujuan dari investasi yang dia lakukan.
b. Kebutuhan Liquiditas
Investor dalam melakukan investasi kadang terbentur dengan kebutuhan liquiditasnya. Dia
dapat memerlukan uang sewaktu-waktu. Oleh karena itu, investor sebaiknya mengetahui
kebutuhan kas dia di masa yang akan datang, sehingga tidak menghambat investasi yang
telah dilakukan.
c. Kesadaran atas Pajak
Tingkat pajak atas pendapatan berbeda dengan tingkat pajak atas keuntungan atas penjualan
aset. Investor mempunyai preferensi untuk melakukan investasi untuk mendapatkan
keringanan pajak dari keuntungan penjualan aset. Pendapatan bekerja memiliki tingkat pajak
yang lebih tinggi. Tetapi, program-program pensiun biasanya memberikan perlindungan
tersendiri atas pajak (pengurangan pendapatan). Investor mempertimbangkan hal ini dalam
membuat keputusan investasi, apakah melakukan investasi dalam instrumen investasi
(portofolio) atau melakukan investasi jangka panjang dalam bentuk dana pensiun.


4. Implementasi Strategi Investasi (Alokasi Aset dan Optimisasi Portofolio)
a. Asumsi Tingkat Pengembalian
Investor memiliki asumsi atas tingkat pengembalian yang dapat diterima. Argumen
mengenai mean-reversion saham menyatakan bahwa harga saham yang tinggi atau rendah
hanya bersifat sementara, pada akhirnya harga saham akan cenderung kembali ke tengah (rata-
rata). Selain itu, return saham mengandung risiko yang harus diperhitungkan. Tidak ada yang
jaminan bahwa return yang diharapkan investor akan didapatkan dengan mudah. Hal ini
menyebabkan investor berusaha mendapatkan return yang lebih tinggi dengan melakukan
optimisasi portofolio.
8

b. Membentuk Portofolio
Investor menggunakan kebijakan investasi dan ekspektasi pasar modal untuk memilih
portofolio atau aset. Pada pemilihan portofolio dan aset, investor harus menentukan saham-
saham mana saja yang sesuai untuk dimasukkan ke dalam portofolionya. Investor juga
menggunakan prosedur optimisasi untuk memilih saham dari saham-saham yang sesuai dan
menentukan berat (proporsi) saham pada portofolionya. Model Markowitz adalah model formal
dari investasi yang dilakukan oleh investor.
c. Alokasi Aset
Alokasi aset berhubungan dengan keputusan untuk menentukan berat (proporsi) bagi
kas, obligasi, atau saham yang akan dimiliki oleh investor. Keputusan ini sangat penting karena
perbedaan alokasi atas aset akan menyebabkan perbedaan performa dari portofolio itu sendiri.
Ada beberapa faktor yang harus diperhitungkan investor. Faktor-faktor itu antara lain
return yang disyaratkan, toleransi risiko dan umur dari investor itu sendiri. Investor yang lebih
muda cendering bersifat risk taker. Sebaliknya, investor yang lebih tua cenderung bersifat risk
averse. Perbedaan faktor yang diperhitungkan akan mempengaruhi alokasi aset investasi.
d. Alokasi Strategis Aset
Investor perlu melakukan prosedur simulasi yang digunakan untuk menentukan
kemungkinan range hasil yang dihubungkan dengan tiap-tiap komposisi aset. Simulasi ini akan
memberikan gambaran mengenai keuntungan dan risiko yang mungkin akan diperoleh investor
apabila memilih komposisi aset tersebut. Investor juga perlu membentuk strategi alokasi aset
untuk jangka panjang.
e. Alokasi Taktis Aset
Perubahan atas komposiss aset yang dilakukan biasanya disebabkan oleh perubahan
tingkat pengembalian yang diharapkan investor. Selain itu perubahan komposisi aset ini juga
bisa dilakukan oleh investor dengan pendekatan market timing (waktu dimana pasar bergerak).
Investor cenderung melakukan antisipasi atas perubahan pasar. Pada saat yang tepat, investor
melakukan perubahan atas komposisi asetnya untuk mendapatkan keuntungan atau menjaga
nilai asetnya.



9

5. Monitoring dan Penyesuian Portofolio
a. Monitoring
Keadaan investor dapat berubah karena beberapa alasan, yaitu sebagai berikut:
Perubahan kesejahteraan yang mempengaruhi toleransi terhadap risiko
Perubahan horizon investasi
Perubahan kebutuhan likuiditas
Perubahan aturan perpajakan
Pertimbangan regulasi pemerintah
Keadaan dan kebutuhan unik
b. Penyesuaian Portofolio
Komposisi portfolio tidak dimaksudkan untuk tetap sama . Yang paling penting diketahui
adalah kapan harus melakukan penyeimbangan kembali (rebalancing). Biaya Rebalancing
mencakup:
1. Komisi broker
2. Dampak dari perdagangan yang mungkin mempengaruhi harga pasar
3. Aspek waktu dalam memutuskan untuk bertransaksi

Biaya untuk tidak melakukan rebalancing adalah berada dalam posisi yang tidak menguntungkan

Anda mungkin juga menyukai