Anda di halaman 1dari 7

LAPORAN PENDAHULUAN

CEDERA KEPALA


I. Definisi :
Cedera kepala merupakan cedera yang mengenai kulit kepala hingga tengkorak
(Cranium dan bagian bawah). Namun penggunaan istilah cedera kepala (head injury)
ini biasanya berkaitan dengan cedera yang mengenai tengkorak atau otak atau
keduanya (Hickey, 2003). Defenisi lain menurut nasional institude of neurological
disorder and strok, cedera kepala atau yang sinonim dengan brain injuri/head
injuri/traumatic brain injuri, adalah cedera yang mengenai kepala atau otak (atau
keduanya) yang terjadi ketika trauma mendadak menyebabkan kerusakan pada otak.
Hemoragi intraserebral adalah perdarahan ke dalam substansi otak. Hemoragi ini
biasa terjadi pada cedera kepala dimana tekanan mendesak ke kepala sampai daerah
kecil (cedera peluru atau luka tembak dan cedera tumpul).
Hemoragi di dalam otak mungkin disebabkan oleh hipertensi sistemik yang
menyebabkan degenersi dan ruptur pembuluh darah, ruptur kantung aneurisme,
anomali vaskuler, tumor intrakranial.

II. Etiologi:
Cedera kepala dapat disebabkan karena kecelakaan lalu lintas, terjatuh,
kecelakaan industri, kecelakaan olah raga, luka pada persalianan (Tarwoto, dkk,
2007). Tipe dan Tingkatan Cedera Kepala.
Cedera kepala ringan :
- Klien bangun dan mungkin bisa berprientasi
- GCS (13-15)
- Kehilangan kesadaran atau amnesia < dari 30 menit
- Tidak terdapat fraktur tengkorak, kontusio, hamatom.

Cedera kepala sedang
- Klien mungkin konfusi/samnolen, namun tetap mampu untuk mengikuti perintah
sederhana
- GCS (9-12)
- Hilang kesadaran atau amnesia > 30 menit tetapi < 24 jam
- Dapat disertai fraktur tengkorak, disorientasi ringan

Cedera kepala berat
- Klien tidak mampu mengikuti bahkan perintah sederhana karena gangguan kesadaran
- GCS (3-8)
- Kehilangan kesadaran atau amnesia > 24 jam
- Mengalami kontusio serebral, laserasi, hematoma intrakranial.

IV. Patofisiologi
Kerusakan otak dapat diakibatkan cedera primer atau cedera sekunder pada kepala.
Pada cedera primer kerusakan otak akibat trauma itu sendiri, sedangkan pada cedera
sekunder kerusakan pada otak merupakan akibat dari pembengkakan (swelling),
perdarahan (hematom), infeksi, hipoksia cerebral, atau iskemia yang terjadi estelah cedera
primer. Cedera sekunder dapat terjadi dalam waktu yang cepat, dalam hitungan jam dari
terjadinya cedera primer (Porth, 1998 dalam Lemote & Burke, 2000).
Web of caution terlampir


V. Pemeriksaan fisik
Pengkajian
1. Aktifitas/ Istirahat
Gejala : Letih, lelah ,malaise, perubahan kesadaran dan kehilangan keseimbangan.
Sakit kepala yang hebat pada saat perunahan postur tubuh/ aktivitas.
Keterbatasan akibat keadaan.
2. Sirkulasi
Gejala : riwayat hipertensi
Tanda : Hipertensi
Denyutan vaskuler, misalnya daerah temporal.
Pucat, wajah tampak kemerahan.
3. Integritas Ego
Gejala : Perasaan ketidakmampuan, keputusasaan, ketidakberdayaan, depresi.
Peka rangsangan selama nyeri kepala
Factor-faktor stress emosional/ lingkungan tertentu.
4. Makanan/ cairan
Gejala : Makan-makanan yang tinggi kandungan vasoaktifnya, misalnya kafein, coklat, daging,
makanan berlemak.
Mual/muntah, anoreksia
Penurunan berat badan
5. Neurosensori
Gejala : Pusing, disorientasi, tidak mampu berkosentrasi.
Riwayat cedera kepala yang baru terjadi, trauma, infeksi intracranial,
Kraniotomy.
Penurunan tingkat kesadaran.
Status mental : mengobservasi penampilan klien dan tingkah laku
Perubahan visual, sensitive terhadap cahaya/ suara yang keras.
Kelemahanprogresif/ paralisi satu sis temporer
Tanda : Perubahan pola bicara/proses fakir.
Mudah terangsang, peka terhadap stimulus.
Penurunan reflektendon dalam papiledema
6. Nyeri/ Kenyamanan
Karakteristik tergantung pada jenis sakit kepala :
Pascatraumatik : berat dan biasanya bersifat kronis, kontiniu atau intermiten, setempat atau
umum, intensitas beragam, diperburuk oleh gangguan emosional, perubnahan posisi tubuh.
Tanda : Nyeri, kemerahan, pucat pada daerah wajah.
Respon emosional/ perilaku tak terarah, gelisah.
7. Interaksi Sosial :
Gejala : perubahan dalam tanggung jawab peran/ interaksi social yang berhubungan
dengan penyakit.
8. Ventilasi
Pada cedera kepala tertutup disarankan untuk melalukukan hiperventilasi manual dengan
memberikan oksigen
9. Hiportermi
Penurunan laju metabolisme serebral akan oksigen menyebabkan penurunan darah
serebral.

VI. Pemeriksaan Diagnostik
1. CT. Scan (dengan /tanpa zat kontras)
2. MRI, sama dengan CT Scan
3. EEG : memperlihatkan keberadaan/ berkembangnya sel patologis
4. Fungsi Lumbal : CSS menduga adanya perdarahn sub arachnoid
5. GDA : mengetahui masalah ventilasi dan oksigenasi yang dapat menarik TIK.

VII. Diagnosa keperawatan
Gangguan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan interupsi aliran darah, tidak
adekuatnya suplai darah ke cerebral : gangguan oklusi, hemoragi, vasospasme cerebral,
edema cerebral.
Kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan gangguan kesadaran dan disfungsi
hormonal.
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan perubahan
metabolisme, pembatasan cairan dan asupan yang tidak adekuat.
Perubahan proses pikir (defisit fungsi intelektual komunikasi, ingatan, proses informasi)
yang berhubungan dengan cedera otak.
Potensial terhadap koping keluarga tidak efektif yang berhubungan dengan pasien tidak
responsif, hasil yang tidak jelas, periode pemulihan yang lama, sisa kemampuan fisik
pasien dan defisit emosi.
Kurang pengetahuan tentang proses rehabilitasi.

VIII. Intervensi Keperawatan
Gangguan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan interupsi aliran darah, tidak
adekuatnya suplai darah ke cerebral : gangguan oklusi, hemoragi, vasospasme cerebral,
edema cerebral
INTERVENSI RASIONAL
Mandiri
- Berikan penjelasan kepada keluarga klien
tentang sebab-sebab peningkatan TIK dan
akibatnya.

- Anjurkan kepada klien untuk bed rest totat
- Observasi dan catat tanda-tanda vital dan
kelain tekanan intrakranial tiap dua jam

- Berikan posisi kepala lebih tinggi 15-30
dengan letak jantung ( beri bantal tipis)


- Anjurkan klien untuk menghindari batuk
dan mengejan berlebihan

- Ciptakan lingkungan yang tenang dan
batasi pengunjung






- Kolaborasi dengan tim dokter dalam
pemberian obat neuroprotektor


- Keluarga lebih berpartisipasi dalam
proses penyembuhan


- Untuk mencegah perdarahan ulang

- Mengetahui setiap perubahan yang terjadi
pada klien secara dini dan untuk penetapan
tindakan yang tepat.

- Mengurangi tekanan arteri dengan
meningkatkan draimage vena dan
memperbaiki sirkulasi serebral.

- Batuk dan mengejan dapat meningkatkan
tekanan intra kranial dan potensial terjadi
perdarahan ulang.
- Rangsangan aktivitas yang meningkat
dapat meningkatkan kenaikan TIK.
Istirahat total dan ketenagngan mingkin
diperlukan untuk pencegahan terhadap
perdarahan dalam kasus stroke hemoragik /
perdarahan lainnya.


- Memperbaiki sel yang masih viabel



Kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan gangguan kesadaran dan disfungsi
hormonal.
INTERVENSI RASIONAL
Mandiri
- Pantau TTV, catat adanya hipotensi

- Membantu dalam evaluasi derajat defisit
(termasuk perubahan postural), takikardia,
takipnea dan demam.

- Pertahankan masukan dan haluaran yang
akurat dan hubungkan dengan BB harian.

- Ukur berat jenis urine.



- Observasi kulit/ membran mukosa untuk
kekeringan, turgor.

- Ubah posisi tubuh dengan sering, berikan
perawatan kulit dengan sering dan
pertahankan tempat tidur kering dan bebas
lipatan.
cairan/ keefektifan penggantian terapi
cairan.

- Menunjukkan status hidrasi keseluruhan.


- Menunjukkan status hidrasi dan
perubahan pada fungsi ginjal akut pada
respon terhadap hipovolemia.

- Perpindahan cairan , dan kekurangan
nutrisi memperburuk turgor kulit.

- Jaringan edema dan adanya gangguan
sirkulasi cenderung merusak kulit.


Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan perubahan
metabolisme, pembatasan cairan dan asupan yang tidak adekuat.
INTERVENSI RASIONAL
Mandiri
- Kaji penyebab perubahan nutrisi.

- Tentukan program diet dan pola makan
klien dan bandingkan dengan makanan
yang dapat dihabiskan.
- Identifikasi makanan yang disukai atau
dikehendaki termasuk kebutuhan kultural.

- Libatkan keluarga klien pada

- Memudahkan pemberian intervensi yang
tepat.
- Mengidentifikasi kekurangan dan
penyimpangan dari kebutuhan terapetik.
- Jika makanan yang disukai klien dapat
dimasukkan dalam perencanaan makan,
kerja sama ini dapat diupayakan setelah
pulang.
- Memberikan informasi kepada keluarga
perencanaan makan ini sesuai indikasi.
- Timbang BB setiap hari atau sesui
indikasi.
- Observasi tanda-tanda hipoglikemik


.
- Kolaborasi dalam pemeriksaan gula darah
dengan finger stick.



untuk memahami kebutuhan nutrisi klien.
- Mengkaji pemasukan yang adekuat.

- Karena metabolisme karbohidrat mulai
terjadi (glukosa akan berkurang, sementara
insulin ttap diberikan maka hipoglikemik
dapat terjadi)
- Analisa ditempat tidur terhadap gula darah
lebih akurat daripada memantau gula dalam
urin.




DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Sudarth. ( 2002 ) Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.
Edisi, 8. Jilid 3. Jakarta: EGC.

Copstead, L, C & banasik, J, L. (2005).pathofisiologi. Jakarta : EGC.

Doenges,M. A., Moorhouse, M. F.,& Geissler, A.C (1999). Rencana asuhan keperawatan:
pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Jakarta: EGC.


Smeltzer, Z. C,& Brenda, G. B .( 2001 ) Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.Edisi 8,
vol 2. Jakarta: EGC.

Mansjoer, A. (2000). Kapita selekta kedokteran. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai