Anda di halaman 1dari 47

1

BAB I
Pendahuluan
I.1 Latar Belakang
Pada dekade terakhir ini pengobatan gagal jantung mengalami banyak
perubahan. Pengobatan tidak hanya bertujuan hanya meringankan gejala tetapi
sudah mengarah pada mencegah timbulnya gejala gagal jantung serta
mencegah progresivitas gagal jantung. Dengan demikian akan menurunkan
angka kematian. Masalah gagal jantung tidak hanya menyangkut jantung itu
sendiri tetapi reaksi atau tanggapan dari tubuh penderita akibat menurunnya
fungsi jantung. Tanggapan dari tubuh antara lain menurunnya aliran darah
tepi, tidak normalnya struktur dan fungsi otot rangka, perubahan fungsi paru,
retensi air dan natrium. Aktivitas neuroendokrin dan sitokinin merupakan
mata rantai untuk terjadinya gagal jantung yang akan mempengaruhi kondisi
klinis dan prognosisnya. Jadi perhatian yang perlu pada penderita gagal
jantung tidak hanya untuk meningkatkan daya guna jantung. pengeluaran
garam dan air saja tetapi juga membatasi kerja atau pengaruh neuroendokrin
dan sitokinin serta memperbaiki kondisi organ di luar jantung yang menjadi
tidak normal. Pengobatan secara medis saat ini tujuannya adalah menurunkan
semua atau sebagian gejala akibat gagalnya fungsi jantung agar hidup menjadi
lebih lama. Pada beberapa penderita dengan menghilangkan penyebabnya
akan menormalkan kembali fungsi jantung. Sebagian kecil penderita
memerlukan transplantasi jantung. Penanganan gagal jantung sangat
tergantung pada diagnosis yang tepat. Untuk mendapatkan diagnosis yang
2
tepat diperlukan beberapa prasyarat yang menyangkut pengenalan yang tepat
akan adanya gagal jantung, penilaian kondisi fisiologis yang abnormal,
penyebab dasarnya dan penyakit lain yang menyertai. Jadi terdapat variasi
yang luas dalam pengobatan gagal jantung.
Pengobatan gagal jantung beraneka ragam yaitu menyangkut tindakan
umum, pengobatan farmakologis, penggunaan alat mekanik dan operasi.
Akibat yang merugikan dan pengaruh timbal balik antara bentuk pengobatan
dapat mengurangi optimalisasi pengobatan gagal jantung. Memburuknya
kondisi klinis penderita baik secara episodik atau progresif memerlukan
modifikasi cara pengobatan. Bahkan dikatakan tidak ada cara pengobatan
yang sama untuk setiap penderita gagal jantung; semua disesuaikan dengan
kondisi atau penyebabnya.
1,2
I.2 Manfaat Penulisan
Untuk mengetehui definisi gagal jantung, penyebab gagal jantung, bentuk
gagal jantung, Manifestasi klinis, Penatalaksanaan gagal jantung, Kesimpulan.








3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Definisi
Gagal jantung adalah suatu kondisi serius dimana jumlah darah yang
dipompa oleh jantung setiap menit ( cardiac output, curah jantung) tidak
mencukupi kebutuhan oksigen dan nutrisi tubuh.
3
Gagal jantung adalah suatu keadaan patofisiologis berupa kelainan fungsi
jantung sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk memenuhi
kebutuhan metabolisme jaringan dan atau kemampuannya hanya ada kalau
disertai peninggian volume diastolic secara berlebihan.
4
Gagal jantung merupakan suatu keadaan abnormalitas fungsi jantung
bertanggung jawab atas ketidakmampuan jantung untuk memompa darah pada
kecepatan sesuai dengan kebutuhan jaringan yang bermetabolisme dan/ atau
hanya dapat melakukan nya dari volume diastolic ventrikel yang meningkat secara
abnormal.
3,4,5

Mekanisme kompensasi
Tubuh memiliki beberapa mekanisme kompensasi untuk mengatasi gagal
jantung,yaitu :
1. Mekanisme respon darurat yang pertama berlaku untuk jangka pendek
(beberapa menit sampai beberapa jam), yaitu reaksi Flight-or-flight. Reaksi
terjadi akibat dari pelepasan adrenalin ( epinefrin ) dan noradrenalin (
norepenefrin ) dari kelenjar adrenal kedalam aliran darah ,norafrenalijuga
dilepaskan dari syaraf .
4
Adrenalin dan noradrenalin merupakan system pertahanan tubuh yang pertama
muncul setiap kali terjadi stres mendadak.Pada gadaljantung, adrenalin dan
nonadrenalin menyebabkan jantung bekerja lebih keras,untuk membantu
meningkatkan curah jantung dan mengatasi gangguan pompa jantung sampai
derajat tertentu.curah jantung bisa kembali normal,tetapi biasanya disertai
dengan meningkatnya denyut jantung dan bertabah kuatnya denyut jantung.
Pada seseorang yang tidak mempunyai kelainan jantung dan memerlukan
peningkatan fungsi jantung jangka pendek, respon seperti ini sangat
menguntungkan, tetapi pada penderita gagal jantung kronis, respon ini bisa
menyebabkan peningkatan kebutuhan jangka panjang terhadap system
kardiovaskuler yang sebelumnya sudah mengalami kerusakan.Lama-lama
peningkatan kebutuhan ini bisa menyebabkan menurunnya fungsi jantung.
2. Mekanisme perbaikan lainnya adalah penahan garam (natrium) oleh ginjal.
Penambahan air ini menyebabkan bertambahnya volume darah dalam sirkulasi
dan pada awalnya memperbaiki kerja jantung. Salah satu akibat dari
penimbuinan cairan ini adalah peregangan otot jantung karena bertambahnya
volume darah.
Otot yang teregang berkontraksi lebih kuat, hal ini merupakan mekanisme
jantung yang utama untuk meningkatkan kinerjanya dalam gagal
jantung.Tetapi sejalan dengan memburuknya gagal jantung, kelebihan cairan
akan dilepaskan dari sirkulasi dan berkumpul diberbagai bagian tubuh ,
menyebabkan pembengkakan ( edema ). Lokasi penimbunan cairan inim
tergantung kepada banyaknya cairan di dalam tubuh dan pengaruh gaya
5
gravitasi.Jika penderita berdiri, cairan akan terkumpul pada tungkai dan kaki.
Jika penderita berbaring, cairan akan terkumpul pada punggung dan perut.
3. Mekanisme utama lainnya adalah pembesaran otot jantung ( hipertrofi).
Otot jantung yang membesar akan memiliki kekuatan yang lebih besar, tetapi
pada akhirnya bisa terjadi kelainan fungsi dan menyebabkan semakin
memburuknya gagal jantung.
II.2 Penyebab Gagal Jantung
Dalam menilai pasien gagal jantung, penting unuk mengenali tidak saja
penyebab yang mendasari penyakit jantung tetapi juga penyebab yang memicu
timbulnya gagal jantung. Kelainan jantung akibat lesi bawaan atau didapat seperti
stenosis katup aorta dapat menetap selama bertahun-tahun dan tidak menimbulkan
gangguan klinis. Namun demikian, seringkali penampakan klinis gagal jantung
muncul pertama kali selama kejadian beberapa gangguan akut yang memberikan
beban tambahan pada miokard yang sudah mendapat beban berlebih dalam waktu
lama.
Penyebab pemicu :
1. Emboli paru.
Pasien tidak aktif secara fisis dengan curah jantung rendah mempunyai resiko
tinggimembentuk thrombus dalam vena dan tungkai bawah atau
panggul.Emboli paru dapat berasal dari peningkatan lebih lanjut tekanan arteri
pulmonalis,yang sebaliknya dapat menyebabkan atau memperkuat kegagalan
ventrikel. Dengan adanya bendungan pembuluh darah paru, emboli paru juga
bisa menyebabkan infark paru.
6
2. Infeksi.
Pasien dengan bendungan pembuluh darah paru juga lebih rentan terhadap
infeksi paru; infeksi apapun dapat memicu terjadinya gagal jantung. Demam,
takikardi, dan hipoksemia yang terjadi serta kebutuhan metabolic yang
meningkat akan memberikan tambahan beban pada miokard yang sudah
kelebihan beban meskipun masih terkompensasi pada pasien dengan penyakit
jantung kronik.
3. Anemia.
Pada keadaan anemia, kebutuhan oksigen jaringan yang melakukan
metabolisme hanya dapat dipenuhi dengan meningkatkan curah jantung.
Meskipun peningkatan curah jantung seperti ini dapat di pertahnkan oleh
jantung normal, tetapi jantung yang sakit, kelebihan beban kecuali masih
terkompensasi, tidak dapat meningkatkan volume darah yang cukup untuk di
alirkan ke perifer.pada keadaan ini, kombinasi anemia dan penyakit jantung
terkompensasi sebelumnya dapat menyebabkan penghantaran oksigen yang
tidak memadai ke perifer dan memicu gagal jantung.
4. Tirotoksikosis dan kehamilan.
Seperti pada anemia dan demam, pada tirotoksikosis dan kehamilan, perfusi
jaringan yang memadaimembutuhkan peningkatan curah jantung.
5. Aritmia.
Pada pasien dengan penyakit jantung terkompensasi,aritmia merupakan
penyebab pemicu gagal jantung yang paling sering.Aritmia menimbulkan efek
yang mengganggu dengan sejumlah alasan yaitu:A) takitaritmia mengurangi
7
waktu yang tersedia untuk pengisian.B) pemisahan yang terjadi antara
kontraksi atrium dan ventrikel yang khas pada banyak aritmia menyebabkan
hilangnya mekanisme pompa penguat atrium karena meningkatnya tekanan
atrium.C) pada aritmia yang disertai dengan abnormalitas konduksi
intraventrikel, kemampuan miokard dapat lebih tergaganggu karena hilangnya
keslarasan kontraksi ventrikel yang normal.d)bradikardi yang nyata disertai
blok atrioventrikel komplit atau bradiaritmia berat lainnya akan mengurangi
curah jantung kecuali volume sekuncup meningkat.
6. Reumatik dan bentuk miokarditis lainnya.
Demam rematik akut dan sejumlah proses infeksi atau peradangan lainnya
mengenai miokard dapat mengganggu fungsi miokard pada pasien dengan
atau tanpa penyakit jantung sebelumnya.
7. Endokarditis infektif.
Kerusakan katup tambahan, anemia, demam, dan miokarditis yang sering kali
muncul sebagai akibat endokarditis infektif dapat, sendiri atau bersama-sama,
memicu gagal jantung.
8. Beban fisis, makanan, cairan, lingkungan dan emosional yang berlebihan.
Penambahan asupan sodium, penghentian obat gagal jantung yang tidak tepat,
transfusi darah, kegiatan fisis yang terlalu berat, kelembaban atau panas
lingkungan yang berlebihan dan krisis emosional dapat memacu gagal jantung
pada pasien dengan penyakit jantung yang sebelumnya masih dapat
terkompensasi.

8
9. Hipertensi sistemik.
Peningkatan tekanan arteri yang cepat , seperti yang terjadi pada beberapa
hipertensi yang berasal dari ginjal atau karerna penghentian obat anti
hipertensi, dapat menyebabkan dekompensasi jantung.
10. Infark miokard.
Pada pasien dengan penyakit jantung iskemik kronik tetapi terkompensasi,
selain tidak ada gejala klinis (tenang), kadamg-kadang infark baru yang terjadi
dapat lebih mengganggu fungsi ventrikel dan memicu gagal jantung.

II.3 BENTUK GAGAL JANTUNG
GAGAL JANTUNG CURAH TINGGI VERSUS CURAH RENDAH
Gagal jantung curah rendah yaitu pasien dengan gagal jantung menjadi curah
rendah sedangkan gagal jantung curah tingi yaitu pasien dengan gagal jantung
menjadi curah meningkat.gagal jantung curah rendah terjadi sekunder terhadap
penyakit jantung iskemik, hipertensi, kardiomiopati dilatasi, penyakit katup dan
perikard.gagal jantung curah tinggi terjadi pada pasien dengan gagal jantung dan
hipertiroidisme, anemia, kehamilan, fistula arteri venosa, beri-beri dan penyakit
pagets.
Komponen fisiologik integral dari gagal jantung sisitolik adalah temuan bahwa
jantung tidak menghantarkan kuantitas oksigen yang dibutuhkan oleh jaringan
yang bermetabolisme. Mekanisme yang bertangung jawab untuk perkembangan
gagal jantung pada pasien yang curah jantungnya pada awalnya tinggi adalah
kompleks dan tergantung pada proses penyakit yang mendasari.
9
GAGAL JANTUNG KRONIK VEERSUS AKUT
Prototip gagal jantung akut adalah pasien yang secara keseluruhan sehat
sebelumnya, tetapi mendadak mengalami infeksi miokard besar atau rupture katup
jantung. Gagal jantung secara khas diamati pada pasien dengan kardiomiopati
dilatasi atau penyakit jantung multiple yang berkembang secara lambat. Gagal
jantung akut biasanya adalah sistolik, dan penurunan mendadak pada curah
jantung sering menimbulkan hipotensi sistemik tanpa adanya edem
perifer.Walaupun tamapk perbedaan yang mencolok dari manifestasi klinis antara
gagal jantung kronis dan gagal jantung kronik tapi dalam kenyataannya tidak ada
perbedaan yang mendasar antara gagal jantung bentuk akut dan bentuk kronis.
GAGAL JANTUNG KIRI VERSUS KANAN
Ventrikel kiri secar mekanis mengalami kelebihan beban ( misalnya stenosis aorta
) atau melemah ( misalnya sesudah infark miokard ) mengalami dispnea, ortopnea
sebagai akibat dari kongesti paru, keaadan yang dirujuk sebagai gagal jantung kiri.

II.4 Manifestasi klinis
NYERI
Pada saat otot tidak mendapat suplai darah dalam jumlah yang
cukup(Iskemia), kekurangan oksigen dan sisa-sisa metabolisme dalam jumlah
banyak akan menyebabkan kram. Bila otot jantung tidak mendapat cukup darah,
akan terjadi angina, rasa ketat atau seperti diperas di dada. Tingkat dan jenis
nyeri atau rasa tidak nyaman ini akan berbeda pada setiap orang.
10
Pericarditis, kondisi inflamasi atau perlukaan di kantung yang
membungkus jantung akan menimbulkan nyeri, yang bertambah hebat pada saat
penderita berbaring dan berkurang pada posisi duduk dan membungkuk ke depan.
Aktivitas berlebihan tidak menambah nyeri. Menarik atau menghembuskan nafas
bisa menambah atau mengurangi nyeri tergantung terjadi atau tidaknya pleuritis
(inflamasi membran yang menyellimuti paru-paru).
Bila arteri robek atau ruptur, seseorang akan merasakan nyeri hebat yang
datang dan pergi secara cepat. Nyeri ini tidak dipengaruhi aktivitas fisik.
Kadang-kadang arteri-arteru yang lebih besar terutama aorta akan mengalami
kerusakan.
SESAK NAPAS
Sesak napas merupakan gejala umum gagal jantung. Hal ini terjadi karena
masuknya cairan ke dalam ruang udara di paru-paru, yang disebut kongesti paru
atau edema paru.
Pada tahap awal sesak biasanya timbul pada saat aktivitas fisik yang berat.
Bersamaan bertambah beratnya penyakit sesak akan timbul pada aktivitas yang
semakin ringan sampai akhirnya tidak hilang pada saat istirahat.
Sesak napas akan lebih berat pada posisi berbaring dan berkurang bila
penderita duduk. Nocturnal dyspnea adalah sesak yang timbul pada saat penderita
tidur malam hari.
RASA PENAT
Bila jantung tidak memompa secara efisien, aliran darah ke otot tidak
mencukupi kebutuhan. Pada saat berolahraga kondisi ini mengakibatkan
11
penderita merasa lemas dan letih. Gejala ini biasanya tidak terlalu diperhatikan,
dan diatasi dengan mengurangi aktivitas atau dianggap sebagai akibat penuaan.
JANTUNG BERDEBAR
Dalam keadaan normal, orang tidak memperhatikan denyut jantungnya.
Tapi pada keadaan-keadaan tertentu denyut ini dapat dirasakan, misalnya pada
orang sehat yang berolahraga berat atau menghadapi kondisi emosional tertentu.
Denyut jantung dapat dirasakan kuat, cepat atau iramanya tidak beraturan.
Dokter akan memeriksa keluhan ini dengan meraba nadi dan
mendengarkan denyut jantung menggunakan stetoskop.
Jantung berdebar diikuti keluhan lain seperti sesak napas, nyeri, rasa lemas
dan penat atau kehilangan kesadaran, biasanya disebabkan irama jantung yang
abnormal atau penyakit serius lainnya.
PUSING DAN KEHILANGAN KESADARAN
Aliran darah yang tidak adekuat akibat gangguan denyut atau irama
jantung, atau akibat jeleknya daya pompa jantung dapat berakibat pusing atau
kehilangan kesadaran. Tapi gejala ini juga bisa timbul oleh penyebab lain seperti
penyakit-penyakit otak dan spinal cord, terlalu lama berdiri, nyeri yang hebat atau
emosi yang kuat.
II.5 PENATALAKSANAAN
Tujuan pengobatan gagal jantung.
Tujuan pengobatan gagal jantung adalah untuk mencegah gangguan fungsi
jantung dan progresivitas lebih lanjut, memperbaiki kualitas hidup penderita gagal
jantung serta, mempertahankan hidup lebih lama.
12
Banyak penyebab yang merusak otot jantung. Penyebab tersebut dapat
diobati/dicegah untuk mencegah kerusakan otot jantung lebih lanjut. Misalnya
pengobatan infark jantung, hipertensi, beberapa penyakit jantung yang spesifik,
mencegah infark berulang, mengurangi atau mengubah faktor risiko guna
mencegah terjadinya penyakit jantung koroner dan tidak terlambat memperbaiki
atau mengganti katup jantung yang terganggu. Apabila telah terjadi gangguan
fungsi jantung maka sasaran utama adalah menghilangkan penyakit dasarnya bila
memungkinkan seperti meniadakan penyebab iskemia, menghindari bahan toksik,
alkohol, obat tertentu dan penyakit kelenjar tiroid Sasaran berikutnya adalah
pengobatan secara mutakhir untuk mencegah gangguan fungsi jantung yang
belum memperlihatkan gejala.
Penanganan gagal jantung menahun
Pengobatan gagal jantung menahun dengan gangguan fungsi sistolik (systolic
cardiac dysfunction) dimulai dengan langkah-langkah umum, pengobatan
farmakologi, penggunaan alat mekanik dan operasi. Penanganannya mencakup
dua hal utama yaitu: Petunjuk umum dan langkah-langkah umum.
Penatalaksanaan gagal jantung pada kelompok lain seperti penatalaksanaan
gagal jantung usia lanjut atau gagal jantung karena gangguan fungsi diastolik
mempunyai petunjuk tersendiri. Selain itu untuk pengobatan gagal jantung akut,
edema paru, syok kardiogenik merupakan topik tersendiri yang tidak dibahas
disini.
Petunjuk umum
1. Memberitahu penderita dan keluarganya untuk mewaspadai kemungkinan
13
gagal jantung seperti berat badan yang bertambah, sesak napas, cepat lelah,
kaki bengkak dan sebagainya. Berat badan yang tiba-tiba meningkat lebih
dari 2 kg dalam 1- 3 hari harus menjadi perhatian utama.
2. Aktivitas sosial dan pekerjaan
Penderita tidak perlu diisolasi tetapi Ia harus menghindari aktivitas sosialnya.
Kalau dapat penderita tetap pada pekerjaannya sehari-hari tetapi harus
menyesuaikan diri dengan kapasitas fisiknya.
3. Perjalanan
Penderita diberi petunjuk bila melakukan perjalanan udara, berada di tempat
yang tinggi, daerah dengan suhu yang tinggi dan lembab. Untuk jarak dekat
hindarkan transportasi melalui udara. Pada penerbangan yang lama dapat
timbul dehidrasi, edema kaki, dan dapat terjadi trombosis vena terutama pada
gagal jantung yang berat(NYHA III dan IV). Untuk penderita gagal jantung
berat yang terpaksa harus melakukan perjalanan udara dianjurkan untuk
minum yang cukup, dan sedikit mobilitas dalam perjalanan. Semua penderita
gagal jantung harus diberitahu akibat dan perubahan diet selama perjalanan,
keseimbangan minum dan pengeluaran cairan tubuh serta pemakaian diuretik.
4. Vaksinasi
Sebaiknya semua penderita gagal jantung harus diberitahu untuk vaksinasi
terhadap influenza dan penyakit yang disebabkan oleh Pneumococcus.
5. Kontrasepsi
Pada penderita gagal jantung lanjut risiko kesakitan dan kematian ibu adalah
tinggi. Kehamilan harus dihindari sekalipun gagal jantungnya masih ringan.
14
Kontrasepsi hormonal yang aman dapat dipakai . Dosis rendah estrogen dan
generasi ke-3 derivat progesteron risikonya kecil untuk terjadi trombogenesis
dan hipertensi. Alat kontrasepsi intra-uterin merupakan pilihan terbaik
kecuali pada gagal jantung karena gangguan katup di mana infeksi dan atau
pengobatan koagulan dapat menimbulkan masalah. Data-data mendukung
kuat bahwa terapi hormon pengganti pada perempuan menopause akan
mengurangi kelainan koroner. Gagal jantung memang lebih banyak terdapat
pada perempuan usia lanjut.
4,5
Langkah-langkah umum
1. Diet
Tujuan utama diet adalah mengurangi kegemukan dan pembatasan
penggunaan garam. Pada gagal jantung ringan sedikit penggunaan garam
dapat dipertimbangkan. Minum/pemakaian cairan perlu dibatasi 1 - 1,5 liter
dalam 24 jam pada gagal jantung berat yang bersamaan atau tanpa
hiponatremia kecuali pada iklim panas.
2. Merokok
Menokok memang dilarang pada semua penderita gagal jantung.
3. Alkohol
Apabila ada dugaaan miokardiopatia karena alkohol maka alkohol harus
dilarang. Pada semua penderita tidak boleh minum alkohol lebih dari 40
g/hari untuk laki-laki dan pada perempuan 30 g/hari.
4. Olah raga
Akibat gagal jantung akan terjadi perubahan dalam metabolisme otot.
15
Aktivitas yang dianjurkan adalah yang ringan seperti jalan kaki. Hindari olah
raga isometrik (seperti angkat berat, push up dan sebagainya). Dianjurkan
aktivitas aerobik yang dinamik seperti jalan 3 5 kali selama 20 30
menit dalam satu minggu atau naik sepeda selama 20 mnenit lima kali
seminggu dengan perhitungan denyut jantung tidak melebihi 70 80%
denyut jantung maksimal yang diperbolehkan.
5. Istirahat
Tidak diharuskan untuk penderita gagal jantung menahun yang stabil. Pada
penderita gagal jantung akut atau kambuh secara akut maka istirahat
merupakan keharusan.
4-6
Pengobatan farmakologi
Diuretik perlu untuk pengobatan gagal jantunig disertai timbunan cairan
dengan manifestasi bendungan pada paru atau edema perifer. Pemberian diuretik
harus dikombinasi dengan penghambat ACE. Apabila memungkinkan loop
diuretic (furosemid, bumetanid, asam etakrinat); tiazid (hidnokiorotiazid) dan
metolazon digunakan pada berbagai tingkat gagal jantung. Pada gagal jantung
sedang dapat dipakai tiazid tetapi pada gagal jantung yang memburuk diperlukan
loop diuretic. Tiazid kurang efektif kalau filtrasi glomerulus kurang baik atau di
bawah 30 ml/menit, seperti pada gagal jantung usia lanjut. Pada gagal jantung
berat tiazid dikombinasi dengan loop diuretic yang kerjanya sinergik. Jangan me-
naikkan dosis loop diuretic karena akan berakibat buruk. Metolazon merupakan
diuretik yang kuat dan dipakai sebagai usaha terakhir dan dikombinasi dengan
diuretik lain.
16
Diuretik potassium-sparing
Hampir semua penderita gagal jantung diberi diuretik yang dikombinasi
dengan penghambat ACE Diuretik potassium-sparing (spironolakton, triamteren,
amilorid) pada umumnya tidak dipakai dalam kombinasi dengan penghambat
ACE. Namun pada penelitian akhir-akhir ini dengan dosis rendah spironolakton,
kurang dari 50 mg/hari, dapat dikombinasi dengan penghambat ACE dan loop
diuretic. Kombinasi tersebut tidak menimbulkan hiperkalemia, sehingga aman
pada gagal jantung. Apabila tetap terjadi hipokalemia dengan atau tanpa
penghambat ACE, maka diuretik potassiumsparing tetap diberikan untuk
mencegah atau menghilangkan pengaruh diuretik yang membuat hipokalemia.
Perlu diingatkan bahwa penambahan kalium peroral adalah kurang efektif untuk
mempertahankan kadar kalium darah selama pengobatan dengan diuretik.
4
Kalau penderita tidak mendapat penghambat ACE, diuretik potassium -
sparing dapat dipakai untuk mencegah hipokalemia karena kerjanya sinergik
dengan loop diuretic. Kombinasi diuretik, penghambat ACE dan diuretik
potassium-sparing sering dipakai untuk mengatasi hipokalemia yang lama. Pada
gagal jantung yang berat penambahan dosis rendah diuretik potassium-sparing
pada penghambat ACE tetap bermanfaat sekalipun tidak ada hipokalemia. Apabila
diuretik potassium-Sparing dipakai untuk penderita gagal jantung maka kreatinin
dan kalium darah perlu sering diperiksa. Dalam praktek perlu diperiksa kadar
kreatinin dan kalium tiap 5 - 7 hari sekali. Apabila keadaan stabil dipantau setiap
3 bulan dan akhirnya tiap 6 bulan. Hindari diuretik potassiumsparing dosis
tinggi. Efek samping loop diuretic adalah hipokalemia, hipomagnesemia,
17
hiponatremia, hiperurikemia, intoleransi glukosa, meningkatnya LDL kolesterol
dan gangguan asam basa. Efek samping amilorid, suatu diuretik potassium
sparing, adalah hiperkalemia dan bintikbintik merah pada kulit. Efek samping
spironolakton adalah ginekomasti.
4-7
Penghambat angiotensin-converting enzime (ACE)
Penghambat ACE dipakai untuk semua tingkat gagal jantung terlepas dari
ada atau tidak ada volume overload. Semua penderita gagal jantung yang diberi
diuretik harus dipertimbangkan untuk diberi juga penghambat ACE. Penghambat
ACE harus menjadi pilihan pertama pada gagal jantung dengan penurunan
ejection fraction ventrikel kiri yang disertai dengan keluhan lemah, sedikit sesak
napas pada aktivitas ringan sekalipun belum ada tanda-tanda overload. Penderita
yang belum memperlihatkan gejala baik yang masih pada fase sedang sampai
berat gangguan fungsi sistolikik ventrikel kiri, penghambat ACE sangat
bermanfaat untuk jangka waktu yang lama. Penelitian menunjukan pemberian
penghambat ACE pada gangguan fungsi ventrikel kiri dan sedang sampai berat
dengan ejection fraction kurang dari 35%, keluhannya akan berkurang bahkan
hilang gejalanya.
8
Angka kematiannya menurun dan tidak perlu dirawat. Hasilnya
lebih baik untuk kelangsungan hidup dibandingkan dengan kombinasi hidralasin
dan nitrat. Demikian pula hasilnya lebih baik pada gagal jantung yang disebabkan
infark jantung dan menekan angka kematian. Kondisi penderita menjadi lebih
baik, kapasitas aktivitas bertambah, rnengurangi kekambuhan infark jantung dan
gangguan unstable angina berkurang. Namun ada pengaruh buruk dan
penghambat ACE yaitu hipotensi, sinkop, gangguan fungsi ginjal. hiperkalemia
18
dan angioedema (otolaryngeal) .
8-10
Walaupun tidak mudah untuk membedakan batuk karena penghambat ACE
dan batuk kanena bendungan pada paru, keluhan batuk tersebut mendorong orang
sekitar 10 15% untuk menghentikan pemberian penghambat ACE. Gangguan
lain dari penghambat ACE adalah timbulnya bintik merah pada kulit dan
gangguan selera. Perlu diingat bahwa gangguan ginjal dengan kreatinin serum
kurang dari 3 mg/dl atau 265 umol/1 dan tekanan danah sistolik kurang dari 90
mmHg bukan merupakan kontraindikasi untuk penggunaan penghambat ACE.
Hampir semua penderita seperti ini kreatinin serumnya tetap stabil bahkan
menurun seperti sebelum diberi penghambat ACE. Perlu diingat bahwa sekalipun
terjadi perbaikan pada gagal jantung namun bila kreatinin serumnya meningkat
maka angka kematian akan menjadi lebih tinggi.
8

Risiko hipotensi dan gangguan fungsi ginjal pada umumnya meningkat pada
penderita gagal jantung yang diberi diuretik dosis tinggi, pada usia lanjut,
penderita yang sudah ada gangguan fungsi ginjal dan hiponatremia, sedangkan
peningkatan kalium serum hanya kecil (0,2 mmnol/l). Adanya hipernkalemia
ringan bnkan merupakan kontraindikasi penggunaan penghambat ACE. Apabila
kalium serum lebih dari 5,5 mmol/l maka merupakan kontraindikasi pernakaian
penghambat ACE. Diuretik potassiumsparing seperti spironolakton dan
sebagainya harus dihentikan lebih dahulu sebelum pemberian penghambat ACE.
Kontraindikasi mutlak pemberian penghambat ACE, adalah stenosis kedua arteri
renalis dan angioedema. Informasi dari penderita bahwa ia selalu batuk kalau
menggunakan penghambat ACE merupakan kontraindikasi relatif, tetapi harus
19
dipastikan dulu bahwa penderita tidak ada bendungan pada paru.
Sebelum dimulai pemakaian penghambat ACE perlu diperhatikan hal sebagai
berikut
1. Hindari pemberian diuretik yang terlalu lama. Hentikan dulu pemberian
diuretik selama 24 jam.
2. Penghambat ACE diberikan pada sore atau malam hari atau akan tidur untuk
menghindari pengaruh buruk pada tekanan darah.
3. Apabila diberi pagi/siang hari maka perlu dipantau tekanan darahnya.
Mulailah pemakaian penghambat ACE dengan dosis rendah. Selanjutnya dosis
disesuaikan dengan keadaan dan jenis penghambat ACE.
4. Fungsi ginjal/elektrolit harus selalu dipantau setiap 3 - 5 hari sampai keadaan
stabil, selanjutnya periksa ulang setiap 3 bulan, lalu tiap 6 bulan. Apabila
fungsi ginjal memburuk hentikan penghambat ACE.
5. Pada permulaan pemakaian penghambat ACE, hentikan dahulu diuretik
potassium-sparing. Pemberian diuretik potassium-sparing hanya bila terjadi
hipokalemia yang menetap.
6. Hindari obat anti radang nonsteroid.
7. Periksa tekanan darah setiap menaikkan dosis.
8,9

Dosis penghambat ACE
Pfeffer et al
9
menganjurkan untuk penderita infark jantung dengan atau tanpa
gagal jantung diberi kaptopnil dengan dosis target 50 mg tiga kali sehari ramipril
5 mg dua kali sehari dan trandolapril 4 mg/hari. Peneliti lain memakai enalapril
dengan dosis target 10 mg dua kali sehari dengan dosis rata-rata 16,6 mg/hari.
10

20
Cohn et al
11
memberikan enalapril dosis target 10 mg dua kali sehari dengan dosis
rata-rata 15,6 mg/hari.
Dosis dari pabriknya untuk penghambat ACE jenis lain adalah sebagai
berikut:
- Benazepril, dosis permulaan 6,25 mg dengan dosis pemeliharaan 5-10 mg
dua kali sehari.
- Kaptopril dosis permulaaan 6,25 mg 3 kali sehari dengan dosis pemeliharaan
25-50 mg 3 kali sehari.
- Enalapril, dosis permulaan 2,5 mg/hari dengan dosis pemeliharaan 10 mg 2
kali sehari.
- Lisinopril, dosis permulaan 2,5 mg/hari dengan dosis pemeliharaan 5 - 10
mg/hari.
- Quanapril, dosis permulaan 2,5 - 5 mg/hari dengan dosis pemeliharaan 5-10
mg 2 kali sehari.
- Perindopril, dosis permulaan 2 mg/hari dengan dosis pemeliharaan 4 mg/hari.
- Ramipril, dosis permulaan 1,25-2,5 mg/hari dengan dosis pemeliharaan 2,5-5
mg 2 kali sehari.
Harus hati-hati pada penderita dengan tekanan darah sistolik yang rendah
(100 mmHg). Pada penderita dengan tekanan sistolik kurang dari 90 mmHg
namun tidak ada keluhan, penghambat ACE dapat dipertahankan.
Pemantauan fungsi ginjal dilakukan sbb:
1. Fungsi ginjal diperiksa sebelum diberi obat, 3-5 hari berikutnya, bulan ke-3
dan setiap 6 bulan.
21
2. Apabila pemberian penghambat ACE disertai dengan obat yang
mempengaruhi fungsi ginjal seperti diuretik, prostaglandin dan vasodilator
lain.
3. Pada penderita yang sebelum diberi penghambat ACE memang sudah ada
gangguan fungsi ginjal atau gangguan eiektrolit.
8,10

Glikosid jantung (cardiac glycosides)
Digoksin dan digitoksin adalah obat yang paling sering dipakai. Keduanya
mempunyai pengaruh farmakodinamik yang sama, tetapi berbeda
farmakokinetiknya. Digoksin keluar melalui ginjal sedangkan digitoksin
dimetabolisme di hati sehingga tidak tergantung pada fungsi ginjal. Oleh karena
itu digitoksin dapat dipakai pada gangguan fungsi ginjal dan pada penderita usia
lanjut.
Apabila kadar dalam plasma normal, jarang terjadi intoksikasi glikosid.
Glikosid merupakan indikasi yang khusus pada denyut jantung cepat seperti pada
atrium fibrilasi dan pada semua tingkat gagal jantung karena gangguan fungsi
sistolik (systolic disfunction). Pada gagal jantung yang belum memperlihatkan
gejala dan atrium fibrilasi, glikosid dipakai untuk mengontrol denyut jantung
sekalipun masih belum dapat dipastikan lebih unggul dibandingkan dengan
verapamil, diltiazem atau -blocker. Pemberian glikosid disertai diuretik dan
penghambat ACE bermanfaat untuk memperbaiki gagal jantung NYHA III dan
IV, gangguan fungsi sistolik dengan irama sinus dan diteruskan apabila ada
perbaikan.
12
Sebaliknya glikosid dapat meningkatkan angka kematian karena
aritmia yang ditimbulkannya. Jangan menggunakan glikosid karena merupakan
22
kontraindikasi pada bradikardia, AV block derajat II-III, sick sinus syndrome
(SSS), wolf-parkinson white (WPW), hypertropic ostium cardio myopathy
(HOCM), hipokalemia dan hiperkalsemia. Dosis glikosid untuk setiap penderita
dengan atrium fibrilasi tergantung pada irama ventrikel, sedangkan penderita
dengan irama sinus harus selalu dipantau kadarnya dalam darah, apalagi kalau
sebelum pemberian glikosid tidak diketahui kondisi sebenarnya.
12,13
Digoksin
Dosis oral sehari biasanya 0,25-0,375 mg apabila kreatinin serum normal
dengan catatan pada orang tua diberikan dosis 0,0625-0,125 mg dan boleh sampai
0,25 mg. Pada penderita yang sudah sakit menahun tidak diperlukan loading dose.
Mulai saja dengan 0,25 mg 2 kali sehari untuk 2 hari. Fungsi ginjal dan kadar
kalium darah harus selalu diperiksa sebelum pengobatan dimulai. Apabila ada
gagal ginjal maka dosis digoksin perlu dikurangi sesuai dengan keadaan. Karena
digoxin clearance dan creatinin clearance hampir sama maka dapat dibuat
formula sebagal berikut Creatinin clearance = (140 - umur) X bb (kg)/72 X
kreatinin serum (mg/100 ml). Pemeriksaan digoksin serum perlu dikerjakan pada
orang usia lanjut, pada penderita yang dicurigai kelebihan dosis dan pada
penderita yang juga diberi obat lain yang berpengaruh pada pemberian digoksin
seperti amiodaron, quinidin, verapamil dan penderita yang atrium fibrilasinya
tidak dapat diatasi.
14

Digitoksin
Pemberian peroral perhari adalah 0,07 - 0, 1 mg boleh diberikan loading dose
0,3 mg/hari selama 3 hari. Apabila fungsi hatinya normal maka dosis perhari tidak
23
perlu dikurangi. Digitoksin tidak berinteraksi dengan verapamil, amiodaron atau
quinidin.
14
Vasodilator
Penggunaan vasodilator hanya sebagai obat tambahan saja dalam pengobatan
gagal jantung menahun. Kombinasi hidralasin dan isorbid dinitrat sebagai
pengobatan alternatif apabila ada kontraindikasi dan tidak ada toleransi terhadap
penghambat ACE. Dosis harian hidralasin adalah 300 mg, kombinasi dengan
isorbiddinitrat 160 mg yang diberikan bersama-sama dengan glikosid dan
diuretik,
11
tetapi nitrat dapat diberikan tersendir tanpa kombinasi. Perlu
dikombinasi pada hidralasin apabila ada gejala angina. Pemberian nitrat tiap 4 - 6
jam lebih baik dari pada tiap 8 - 12 jam.
16

Kalsium antagonis
Tidak dianjurkan untuk penderita gagal jantung karena gangguan fungsi
sistolik. Generasi ke-2 kalsium antagonis tipe dihidropiridin masih dianjurkan
untuk pengobatan gagal jantung yang bersamaan dengan hipertensi atau angina.
Namun tetap tidak dianjurkan untuk gagal jantung dengan gangguan fungsi
sistolik.
11,15,16
adrenaceptor antagonis
1-adrenergic blocker selektif seperti metaprolol bermanfaat pada penderita
dengan dilated cardiomyopathy dan pada gagal jantung tertentu. Penggunaan
bisoprolol pada ischaemic dampak vasodilatasi seperti carvedilol bermanfaat pada
ischaemic dan dilated cardiomyopathy.
Carvedilol merupakan non selective - blocker dan 1 blocker yang
24
berfungsi juga sebagai antioksidan. Dapat digunakan pada gagal jantung ringan,
sedang maupun berat. Metaprolol dosis permulaan yang dianjurkan adalah 5
mg/hari, dinaikkan tiap minggu 5 mg sampai mencapai 150 mg kalau diperlukan.
Bisoprolol dosis permulaan 1,25 mg/hari, dinaikkan 1,25 mg tiap minggu hingga
mencapai dosis 10 mg/hari bila diperlukan. Caverdilol dosis permulaan 3,125
mg/hari, dinaikkan 1,125 mg tiap minggu sehingga mencapai dosis 50 mg/hari.
Penjelasan mengapa dipakai -blocker adalah bahwa obat tersebut dapat
mengurangi tonus simpatik, mengurangi denyut jantung, memperpanjang periode
diastolik dan mungkin pula mengatur sistem reseptor dan -adrenergik. Namun
penggunaan -blocker tetap harus hati-hati karena sulit untuk memperkirakan
mana yang perlu -blocker dan mana yang tidak boleh. Penderita dengan
takikardia menjadi nominasi penggunaan -blocker. Perlu diketahui bahwa semua
-blocker membuat depresi otot jantung dan hal ini dapat mempercepat terjadinya
gagal jantung. Selain itu ia dapat mencetuskan asma yang mungkin sudah ada dan
dapat menyebabkan vasokonstriksi penifer.
17-19
Dopaminergik
Dopaminergik agonis yang digunakan secara oral adalah ibopamin. Pada
gagal jantung yang ringan dan sedang ibopamin tidak lebih baik dari digoksin.
Masih belum cukup data untuk mendukung penggunaan obat ini. Bahkan
penelitian dari obat ini terhadap gagal jantung tidak diteruskan sebab angka
kematiannya tinggi selama penelitian.
20

Obat inotropik positif
Obat ini antara lain -agonis dan penghambat AMP siklik-fosfodiesterase.
25
Kecuali glikosid maka obat yang mempunyai sifat inotropik positif yang tersedia
hanya untuk pemberian parenteral. Dapat diberikan pada gagal jantung yang
mengalami eksaserbasi akut. Kebanyakan diberikan pada penderita gagal jantung
fase akhir yang dipertahankan sambil menunggu giliran untuk transplantasi
jantung. Obat -agonis yang ada yaitu dopamin yang mempunyai efek
predominan - 1 sedangkan -2 nya kurang dominan. Dopeksamin -2 nya yang
dominan dan -1 kurang dominan. Dobutamin mempunyai aktivitas -adrenergik,
sedangkan dopeksamin mempunyai aktivitas dopaminergik. Aktivitas
perbaikannya relatif singkat karena sesudah beberapa hari terjadi toleransi sebagai
akibat berkurangnya reseptor . Pada gagal jantung yang berat pemberian dobu-
tamin menaikkan angka kematian walaupun pada permulaan memperlihatkan
perbaikan hemodinamik.
20,21
Penghambat AMP siklik-fosfodiesterase
Obat tersebut dengan predominan fosfodiestenase akan meningkatkan
kontraktilitas otot jantung dan menyebabkan vasodilatasi. Pemberiannya
parenteral. Memperbaiki hemodinamik dalam jangka pendek dan bermanfaat
untuk gagal jantung yang mendadak kambuh. Untuk hipotensi sistolik obat ini
dikombinasi dengan -adrenergik. Pada penderita dalam daftar tunggu untuk
transplantasi jantung dan untuk mempertahankan kelangsungan hidup? obat ini
dapat diberikan terus-menerus atau boleh juga secara intermiten.
20,21
Antikoagulan
Aspirin merupakan obat yang paling banyak dipakai terutama pada penyakit
jantung koroner, tetapi pemberian aspirin jangka panjang tidak menurunkan angka
26
kematian. Aspirin berinteraksi dengan penghambat ACE. Antikoagulan yang
diberi secara oral akan mengurangi risiko emboli sistemik pada gagal jantung.
Obat oral ini sangat dianjurkan untuk penderita gagal jantung dengan atrium
fibrilasi. Untuk penderita dengan riwayat emboli sistemik, emboli paru dan
trombus dalam rongga jantung harus diberikan antikoagulan. Antikoagulan oral
juga dianjurkan untuk penderita gagal jantung dengan jantung yang besar dengan
ejection fraction rendah atau kalau ada aneursma ventrikel. Heparin yang diberi
secara subkutan digunakan sebagai profilaksis untuk trombosis vena profunda
dengan gagal jantung untuk jangka waktu yang singkat. Banyak derivat heparin
subkutan ini yang dapat digunakan untuk jangka panjang. Untuk penderita gagal
jantung kongestif yang diberi diuretik secara agresif atau penderita yang
imobilisasi maka perlu diberikan heparin sebagai pencegahan.
22

Antiaritmia
Kelas I A : Quanidin, disopiramid, prokainamid dan sebagainya.
I B : Lidokain, meksiletin, tokanid, dan sebagainya.
I C : Ajmalin, lorkainid, fekainid, enkainid propafenon, apridin.
Kelas II : -blocker (propanolol).
Kelas III : Amiodaron, britilium.
Kelas IV : Verapamil, diltiazem, dan sebagainya.
Obat yang tidak dimasukan dalam kelas antiaritmia tetapi bekerja sebagai
antiaritmia juga adalah digitalis.
Obat antiaritmia Kelas I harus dihindari penggunaannya pada gagal jantung
karena mempunyai sifat proaritmia dan berpengaruh buruk pada hemodinamik.
27
Amiodaron efektif untuk semua aritmia supraventrikel dan ventrikel. Obat
tersebut akan mempertahankan irama sinus pada penderita gagal jantung, atrium
fibrilasi, jantung dengan atrium yang besar dan juga diberikan sesudah electrical
cardiversion. Amiodaron tidak bersifat inotropik negatif, bahkan dapat
memperbaiki fungsi sistolik ventrikel, namun tidak dianjurkan sebagai profilaktik.
Amiodaron berpengaruh buruk pada hiper maupun hipotiroid, hepatitis, fibrosis
paru dan neuropati. Kurangi dosisnya bila memang diperlukan pada keadaan
tersebut. Pemberian amiodaron secara rutin tidak dianjurkan.
23, 24

Oksigen
Oksigen dipakai pada gagal jantung akut dan tidak pada yang kronis. Pada
gagal jantung yang berat oksigen berpengaruh buruk terhadap hemodinamiknya.
Pada kor pulmonale pemberian oksigen jangka panjang menurunkan angka
kematian.
25

Penggunaan alat bantu dan operasi
Revaskularisasi
Revaskularisasi pada gagal jantung yang penyebabnya iskemia akan
mencegah gangguan fungsi ventrikel atau kerusakan otot jantung yang menetap.
Hipoperfusi menahun atau gangguan pada miositas otot jantung sekalipun otot
jantungnya masih hidup, kondisinya sudah menyebabkan terjadinya hipo atau
akinetik otot jantung. Keadaan tersebut dikenal dengan nama hibernating
myocardium. Revaskularisasi dalam kondisi tersebut akan sangat bermanfaat
untuk mengembalikan fungsi jantung.
1,2
Pacu jantung
28
Pacu jantung berperan cukup baik dalam mengatasi gagal jantung. Pacu
jantung diperlukan untuk koreksi denyut jantung yang lamban atau
mengoptimalkan interval atrioventrikulen guna menaikkan cardiac output.
Angka kesakitan lebih rendah dan hidup dipertahankan lebih lama pada gagal
jantung yang disertai dengan sick sinus syndrome (SSS) dan AV blocker yang berat
dan lama. Keadaannya menjadi lebih baik apabila pacu jantung dipasang di atrium
dan ventrikel sekaligus (dual-chamber pacing). Sekalipun jumlah penderita gagal
jantung yang meninggal mendadak karena bradiaritmia cukup banyak tetapi
apabila tidak ada gejala sebelumnya, pemasangan pacu jantung untuk profilaksis
tidak dibenarkan.
26

Pemasangan cardioverter-defibrilator (I mplantable Cardioverter
Defibrilator=I CD)
Bila alat tersebut dipasang pada penderita dengan riwayat takikardia ventrikel
dan atau ventrikel fibrilasi akan memberikan arti yang bermakna untuk mencegah
berulangnya gangguan denyut jantung jenis yang berbahaya ini. Dengan demikian
akan mengurangi angka kesakitan atau mengurangi kemungkinan penderita harus
dirawat di rumah sakit dan akhirnya menurunkan angka kematian. lCD dapat
memperbaiki tingkat gagal jantung ke arah yang lebih ringan. Menggunakan lCD
adalah lebih balk dibandingkan dengan obat antiaritmia, termasuk amiodaron.
Pada penderita dengan gagal jantung berat yang disertai takiaritmia penggunaan
lCD akan memperpanjang hidup.
27

Ultrafitrasi
Dipakai pada penderita dengan edema paru dan atau gagal jantung kongestif
29
yang sulit diatasi. Ultrafiltrasi dapat mengubah edema paru dan overhidration
pada kasus yang sulit disembuhkan dengan obat farmakologi. Namun hampir
semua penderita gagal jantung berat ultrafiltrasi hanya membantu untuk sementara
saja.
28

Transplantasi jantung
Saat ini operasi diterima sebagai cara pengobatan gagal jantung fase akhir.
Transplantasi jantung secara bermakna mempertahankan kelanjutan hidup,
meningkatkan kapasitas olah raga, dapat kembali bekerja dan memperbaiki
kualitas hidup dibandingkan dengan pengobatan konvensional. Saat ini hasilnya
pada penderita yang diberi pengobatan triple immunosupresive menunjukkan
dapat bertahan hidup selama 5 tahun kira-kira 70- 80% dan kembali dapat bekerja
penuh atau kerja paruh waktu atau mencoba kerja sesudah satu tahun kira-kira 2/3
dari penderita tersebut. Penderita yang dipertimbangkan untuk transplantasi
jantung adalah yang menderita gagal jantung berat dan tidak ada pengobatan
alternatif lainnya. Terdapat 14 kontraindikasi untuk transplantasi jantung, antara
lain usia di atas 60 tahun, peminum alkohol berat, penyalahgunaan obat, perokok,
gagal ginjal berat, penyakit lain dengan prognosis yang buruk, kanker ganas,
infeksi yang tidak dapat diatasi, komplikasi tromboemboli yang baru saja diderita,
gangguan faal hati, sakit mental, penyakit sistemik yang banyak melibatkan organ
tubuh, ulkus peptikum yang berat, tekanan arteri pulmonalis yang tinggi dan
sebagainya. Di samping donor yang terbatas, masalah utama adalah penolakan
tubuh penerima, yang dapat menyebabkan meninggal pada tahun pertama sesudah
transplantasi. Penggunaan immunosupresif yang lama dapat menyebabkan atau
30
mempermudah infeksi, hipertensi, gagal ginjal, keganasan, dan arteriosklerosis.
Keberatan lain adalah pada penderita yang sudah dikerjakan operasi pintas
jantung.
29

Obat yang perlu dihindari/harus hati-hati pemakaiannya
Obat yang harus dihindari atau harus hati-hati penggunaannya pada penderita
gagal jantung antara lain obat antiradang nonsteroid, antiaritmia kelas I, kalsium
antagonis seperti verapamil, diltiazem dan generasi pertama derivat dihidropiridin,
antidepresan trisiklik, kortikosteroid dan lithium.
3
Penentuan obat dan waktu pemakaian obat farmakologi
Perlu diperhatikan diagnosis yang tepat untuk menentukan obat dan waktu
yang tepat. Selain itu perlu menjadi perhatian akan adanya gangguan fungsi
sistolik ventrikel kiri yang belum memperlihatkan gejala tetapi ejection fracti on-
nya sudah menurun yang menunjukkan akan terjadi risiko gagal jantung.
Pemberian penghambat ACE perlu untuk penderita dengan fungsi sistolik yang
rendah dengan indikasi ejection fraction ventrikel kiri yang menurun (kurang dari
35% ) dengan ukuran jantung yang besar.
Pada gangguan fungsi ventrikel kiri yang sudah memperlihatkan gejala pada
tingkat klasifikasi NYHA kelas II dan belum terlihat tanda-tanda adanya retensi
cairan dan dalam waktu 4 - 6 minggu sudah menggunakan penghambat ACE
tetapi tidak memperlihatkan adanya perbaikan maka perlu dipertimbangkan hal-
hal sebagai berikut:
1. Penyesuaian dosis obat
2. Kemungkinan diagnosis yang tidak tepat sehingga perlu dipertimbangkan
31
diagnosis lain
3. Naikkan dosis diuretik
4. Apabila ada dugaan penyebabnya iskemia maka pertimbangkan untuk
menggunakan -blocker, nitrat atau tindakan revaskularisasi.
5. Pertimbangkan tindakan operasi apabila ada aneurisma (aneurysmectomy)
atau operasi katup.
Bila ada tanda-tanda retensi cairan maka kombinasi penghambat ACE dan
diuretik menjadi pertimbangan utama, tetapi apabila terdapat perbaikan gejala
misalnya retensi cairan berkurang atau menghilang maka dosis diuretik dikurangi
tetapi dosis penghambat ACE tetap dipertahankan secara optimal. Untuk
menghindari hiperkalemia maka diuretik potassium-sparing harus dihentikan
lebih dahulu sebelum diberi penghambat ACE. Diuretik potassium-sparing boleh
diberikan lagi apabila terjadi hipokalemia baik yang bersifat sementara atau yang
menetap. Penderita dengan irama sinus diberi glikosid dan bila gagal jantung berat
menjadi lebih ringan maka glikosid harus dipertahankan.
5,14

Bila kondisi jantung memburuk perlu diperhatikan
I. Penyebabnya bukan dari jantung: misalnya penggunaan garam berlebihan,
minum berlebihan, obat yang tidak sesuai dengan kondisi terakhir, pemberian
anti-aritmia bukan amiodaron, penggunaan -blocker yang tidak benar,
diberinya obat antisteroid, verapamil, diltiazem, penggunaan alkohol, gagal
ginjal, infeksi yang menyertai, kemungkinan emboli paru, gangguan fungsi
kelenjar tiroid dan anemia.
II. Penyebabnya dari jantung sendiri: antana lain atrium fibrilasi, aritmia baik
32
supra maupun ventrikuler, bradikardia, memburuknya insufisiensi mitral atau
trikuspid, adanya iskemia atau infark jantung atau manipulasi preload dan
afterload yang berlebihan.
Kalau kondisi penderita memburuk pada pemberian diuretik dan penghambat
ACE maka tambahkan glikosid, naikan dosis loop diuretic. Kombinasi loop
diuretic dan tiasid sering membantu. Diuretik potassium-sparing seperti
spironolakton dapat ditambahkan untuk memperkuat kerja diuretik lain dengan
tidak melupakan kontrol yang ketat terhadap kalium. Risiko hiperkalemia harus
selalu menjadi pertimbangan. Apabila kondisi jantung tetap memburuk sekalipun
diagnosis sudah tepat dan obat sudah maksimal maka tindakan operasi seperti
kardiomioplasti, operasi Batista dan transplantasi jantung menjadi pertimbangan
terakhir. Kalau ada kemungkinan karena faktor koroner maka revaskularisasi
perlu dikerjakan, atau aneurismektomi, atau operasi katup. Bagaimanapun juga
pengobatan farmakologi seperti pemakaian -adrenergik agonis, dopaminergik
agonis dan atau preparat fosfo-diesterase tetap boleh digunakan untuk gagal
jantung fase akhir. Usaha lain yang masih dapat dikerjakan adalah dukungan
aliran darah dengan menggunakan pompa balon intraaortik atau alat bantu
ventrikel, hemofiltrasi atau dialisis. Preparat opium dapat digunakan untuk
menolong kondisi gagal jantung fase akhir.
6

Penanganan gagal jantung yang disebabkan gangguan fungsi diastolik
Penyebabnya antara lain iskemia otot jantung, hipertensi, hipertropi otot
jantung, konstriksi otot jantung atau perikardial. Perlu ditekankan bahwa harus
diidentifikasi secara tepat agar pengobatannya tepat. Takiaritmia harus dikoreksi
33
dengan mengembalikan ke irama sinus, dapat dimulai dengan -blocker guna
menurunkan denyut jantung dan menaikkan periode sistolik. Verapamil dapat
digunakan dengan alasan yang sama. Nitrat dapat dipakai apabila dicurigai adanya
iskemia. Pemberian diuretik jangan sampai menurunkan preload berlebihan yang
dapat berakibat menurunkan stroke volume dan cardiac output. Penghambat ACE
dapat memperbaiki relaksasi ventrikel secara langsung dan dalam jangka panjang
akan mengurangi hipentrofi/regresi. Glikosid merupakan kontraindikasi karena
akan mengurangi pengisian jantung. Umumnya pengobatan gangguan fungsi
diastolik ini sulit dan sering tidak memuaskan. Salah satu masalah utama adalah
gangguan fungsi diastolik yang murni jarang sekali bahkan keadaan ini sering
terjadi dalam hubungan dengan beberapa tingkat/kelas gangguan fungsi sistolik.
Gangguan fungsi diastolik ini bervariasi antara satu penderita dengan penderita
lain sehingga penanganannya juga bervariasi.
Pengobatan gagal jantung pada usia lanjut
Pada usia lanjut misalnya di atas 75 tahun, penanganan gangguan fungsi
sistolik sama dengan pada orang usia muda. Karena ada perubahan
farmakokinetik dan farmakodinamik obat kardiovaskuler pada usia lanjut maka
pengobatanya harus hati-hati dan dosisnya disesuaikan. Faktor komplikasi seperti
meningkatnya kekakuan otot jantung, hilangnya miositas, fungsi reseptor yang
menumpul, fungsi kardiovaskuler yang berubah pada waktu istirahat maupun
waktu aktivitas, kondisi ginjal yang menurun, fungsi neuroendokrin yang
menurun, gaya hidup yang berubah/ berbeda di mana lebih banyak diam/tidak
bergerak/duduk-duduk saja, perubahan kondisi dan masa otot rangka, perubahan
34
dalam status kebiasaan makan yaitu berkurangnya makan protein atau makan
makanan berkalori rendah, penyakit lain yang menyertai dan obat yang dipakai.
Penggunaaan diuretik tiasid pada usia lanjut biasanya tidak efektif sebab
glomerulo filtration rate sudah menurun oleh faktor usia dan proses gagal
ginjalnya.
4
Penyerapan yang menurun dan peningkatan waktu pengeluaran tiasid
dan loop diuretic berakibat pada terlambatnya atau berkurangnya fungsi obat ini,
sehingga dosis obat perlu dinaikkan. Diuretik potassium-sparing seperti amilorid,
triamteren keluarnya dari tubuh lebih lambat sehingga menaikkan kadar kalium.
Walaupun terjadi hiponatremia dan hipomagnesemia, kondisi ini tidak seburuk
seperti pada hiperkalemia. Pada penderita usia lanjut hiperkalemia dapat terlihat
pada penderita yang diobati secara kombinasi antar diuretik potassium-sparing,
penghambat ACE dan non-steroid anti- inflammatory drugs (NSAIDs). Fungsi
jantung pada orang tua tergantung pada Kurva Starling dan gangguan regulasi
pada baroreseptor maka pemberian diuretik pada orang tua mudah terjadi gejala
hipovolumia dan keletihan. Pemakaian penghambat ACE untuk penderita usia
lanjut adalah efektif dan dapat ditoleransi dengan baik. Disarankan untuk meng-
gunakan dosis rendah. Perlu dipantau tekanan darah, fungsi ginjal dan kadar
kalium darah. Untuk menggunakan glikosid efeknya kurang baik/buruk. Waktu
paruh (half life) digoksin untuk eliminasi meningkat menjadi dua kali lipat pada
usia 70 - 90 tahun. Perubahan fungsi ginjal yang terjadi bersamaan dengan infeksi
saluran napas menyebabkan penumpukan dan intoksikasi glikosid. Kadar digoksin
dan digitoksin serum harus diperiksa dalam jangka waktu relatif pendek dan
dipertahankan dalam batas normal antara 0,7 - 1,2 ng/ml. Dengan dosis tersebut
35
hemodinamik dapat dipertahankan secara normal. Obat vasodilator untuk usia
lanjut seperti venodilator/nitrat pemberiannya harus hatihati dan perlu ada
keseimbangan antara hidralasin dan isorbidinitrat atau obat vasodilatasi arteri
seperti hidralasin sendiri akan lebih baik.
14,16

Gangguan irama jantung pada usia lanjut dengan gagal jantung dapat
menyebabkan meninggal mendadak. Kira-kira 40-50% terutama pada gagal
jantung yang sudah lanjut. Berbagal kondisi seperti peruhahan struktur jantung,
iskemia otot jantung, aktivitas neurohumoral ikut berperan untuk terjadinya
gangguan irama jantung. Sebagai faktor pencetus gangguan irama jantung antara
lain gangguan elektrolit seperti hipokalemia, hipomagnesemnia, hiperkalemia,
obat yang kerjanya berinteraksi dengan fungsi pompa jantung atau stabilitas listrik
jantung seperti antagonis kalsium, beberapa obat antiaritmia, keracunan digitalis
dan penyakit yang menyertai gagal jantung seperti hipertiroidisme atau penyakit
paru. Dalam menangani gagal jantung yang penting adalah mengetahui dengan
tepat faktor pencetusnya, memperbaiki fungsi jantung, turunkan tekanan dari
dalam dinding jantung, turunkan aktivitas simpatik dengan penghambat ACE dan
kalau mungkin dengan -bloeker. Untuk gangguan irama yang berat gunakan
amiodaron. Penderita dengan riwayat gangguan irama yang berulang-ulang atau
takiaritmia dan takikardia ventrikel atau ventrikel fibrilasi maka pemasangan
cardioverter defibrilator menjadi pertimbangan. Untuk atrium fibrilasi yang
menahun mungkin diperlukan electrical ardioversion. Antikoagulan harus
dipertimbangkan walaupun keberhasilannya tergantung dari besarnya atrium kiri.
Amiodaron dapat mnengubah atrium fibrilasi menjadi irama sinus dan
36
memperbesar angka keberhasilan dibandingkan dengan electrical cardiaversion.
Untuk penderita dengan atrium fibrilasi yang menetap diperlukan kontrol yang
teratur. Bagi penderita yang gagal jantung tetapi belum ada manifestasi gagal
jantungnya maka perlu dipikirkan penggunaan -blocker, verapamil atau digitalis.
Kalau sudah ada mnanifestasi gejalanya, maka digitalis menjadi pilihan utama.
Kombinasi dengan amiodaron diperlukan juga asal selalu dipantau kadar digoksin
plasma
24,27

Gangguan fungsi ventrikel kiri yang disertai angina dan hipertensi
Rekomendasi khusus untuk pengobatan gagal jantung kiri dalam kedua
keadaan tersebut antara lain :
Apabila ada angina : Pentimbangkan revaskularisasi arteri koronaria dan
tambahkan nitrat yang kerjanya jangka panjang (long acting nitrates). Kalau tidak
berhasil tambahkan generasi kedua dihidropiridin atau gunakan -blocker dengan
hati-hati.
Apabila ada hipertensi : Optimalkan dosis penghambat ACE, diuretik dan
tambahkan hidralasin. Apabila tidak berhasil coba dengan generasi kedua
dihidropiridin.
16,24

Obat yang masih dalam taraf penelitian untuk masa depan
1. Angiotensin I1/AII
Antagonis reseptor penghambat renin dipakai untuk hipertensi. Pada saat ini
peranannya dalam pengobatan gagal jantung baik sebagai pengganti maupun
dipakai bersama-sama dengan penghambat ACE, namun preparat ini masih
dalam penelitian lebih lanjut.
37
2. Arginine vasopresin (A VP) antagonis.
Penggunaannya untuk pengobatan gagal jantung memberikan harapan, tetapi
masih memerlukan data-data yang lebih banyak agar lebih meyakinkan.
3. Endotelin antagonis.
Beberapa endotelin antagonis selektif maupun nonselektif berkhasiat untuk
jangka waktu yang pendek/singkat pada gagal jantung. Pada manusia
memang terjadi perbaikan hemodinamik.
4. Penghambat neutral endopeptidase (NAP)
Penelitian permulaan pada penderita gagal jantung ringan menunjukan bahwa
pemberian secara oral dalam waktu lama dan penghambat neutral
endopeptidase akan menaikkan kadar faktor natriuretik atrium, diuresis,
natriuresis dan perbaikan hemodinamik. Pengaruhnya pada perbaikan
hemodinamik akan lebih baik bila diberikan hersama-sama dengan diuretik
karena penghambat NEP berpengaruh pada hilangnya rangsangan dan
neuroendokrin. Selama sistem renin angiotensin bekerja berlawanan dengan
faktor natriuretik atrium maka penggunaan penghambat ACE dalam jangka
panjang merupakan pilihan yang menarik.
5. Preparat inotropik positif.
Preparat ini akan meningkatkan kekuatan daya kontraksi jantung dengan cara
mneningkatkan sensitivitas troponin-C terhadap kalsium (calcium
sensitizers). Saat ini sedang dievaluasi pada gagal jantung. Banyak senyawa
yang mempunyai efek tambahan yang memiliki penghambat
fosfodiesterase/PDI seperti pimobendan, vesnarinon. Obat tersebut masih
38
dalam evaluasi karena obat yang bekerja melalui mekanisme AMP siklik
justru angka kematiannya meningkat.
6. Terapi metabolik.
Terapi metabolik merupakan alternatif dalam pengobatan penyakit jantung. L-
carnitine yang berfungsi mengangkut asam PEA melewati lapisan dalam
mitokondria adalah penting untuk menghasilkan energi otot jantung dan
menjadi pengobatan/pertolongan untuk kardiomiopati primer maupun
sekunder yang disebabkan oleh kekurangan carnitine. Kasus tersebut jarang
dan memerlukan pemeriksaan kadar carnitine dan biopsi otot jantung. Perlu
diingat bahwa pada gagal jantung yang menahun baik idiopatik maupun
karena iskemik kadar carintine umumnya menurun. Beberapa penelitian
menunjukan terjadi perbaikan hemodinamik dan fungsi jantung pada
pengobatan jangka panjang dengan L-carnitine atau L-propionil Carnitine.
Senyawa seperti koenzim Q 10 dan taurin sedikit memperbaiki kualitas hidup.
17,31-34
Operasi, alat bantu dan jantung buatan
1. Kardiomioplasti
Merupakan salah satu operasi untuk memperkuat kontraksi jantung dengan
memakai otot latisimus dorsi yang dihalutkan pada jantung yang gagal
berfungsi itu. Keberhasilannya terbaik pada gagal jantung NYHA kelas IIl,
sekalipun juga berhasil pada gagal jantung NYHA kelas IV namun
prosentasenya lebih rendah. Perbaikan teknik operasi ini, masih ditunggu
untuk memberikan hasil maksimal.
39
2. Operasi Batista
Randal Batista melakukan operasi pada gagal jantung dengan cara membuang
sebagian dinding ventrikel kiri lalu diutuhkan kembali untuk mendapatkan
rongga jantung yang lebih kecil. Ternyata hemodinamik membaik tetapi
angka kematiannya masih sangat tinggi. Masih memerlukan teknik operasi
yang lebih baik sehingga dapat diperoleh hasil yang lebik baik lagi.
3. Alat bantu ventrikel
Masih dalam penelitian sejumlah alat bantu jantung yang di masa depan
diharapkan dapat membantu penderita gagal jantung.
4. Jantung Buatan
Masih terus dalam penyelidikan. Sudah ada yang menggunakan untuk jangka
waktu satu tahun. Saat ini alat jantung buatan hanya dipakai untuk
mempertahankan hidup sambil menunggu transplantasi jantung. Mudah-
mudahan di masa mendatang jantung buatan tidak hanya untuk mereka yang
menunggu transplantasi jantung saja.








40
BAB III
KESIMPULAN
A. Secara umum mencakup hal-hal berikut:
1. Mengenal gejala gangguan fungsi jantung.
2. Aktivitas sosial dan pekerjaan
3. Perjalanan
4. Vaksinasi
5. Penggunaan alat kontrasepsi dan terapi hormon pengganti.
B. Langkah-langkah umum mencakup hal-hal berikut :
1. Diet
2. Merokok
3. Penggunaan alkohol
4. Olah raga
5. Istirahat
Selain pengobatan yang bersifat petunjuk atau nasehat tentu saja
pengobatan yang bersifat langsung juga diberikan yaitu pengobatan far-
makologi, peralatan bantu dan operasi.
C. Pengobatan farmakologi terdiri atas:
Diuretik, Penghambat angiotensin converting enzym (ACE), Glikosid
jantung, Vasodilator, Antagonis adrenoreseptor, Preparat dopaminergik,
Preparat inotropik positif lainnya, Antikoagulan, Antiaritmia, Oksigen.
D. Alat bantu dan operasi:
Revaskularisasi secara intervensi menggunakan kateter, operasi pintas dan
41
operasi lainnya, Pemasangan pacu jantung atau cardioventer defibrillator,
Ultrafiltrasi, hemodialisis, Transplantasi jantung.





















42
Daftar Pustaka

1. Cleland .JGF, Erdmann E, Ferrari R. Guidelines for the diagnosis and
assesment of heart failure. Eur Heart J 1995; 16:741-5.

2. Braunwald .E., 2002, Gagal jantung, dalam Harisson, Ed 13, Vol 3, EGC,
Jakarta.

3. WWW. Medicastore.COM, Gagal Jantung , Tanggal 12 Agustus 2003.

4. Rahimtoola SH. The hibernating myocardium. Am Heart J 1989; 117:211
21

5. Gogia H, Mehra A. Parikh . Prevention of tolerance to hemodynamic effect of
nitrates with concomitant use of hydralasine in patients with chronic heart
failure. L Am Coll Cardiol 1995;26: 1575-80

6. The RALES Investigators. Effectiveness of spironolactone added to an
angiotensin converting enzyme inhibitor and a loop diuretic for severe chronic
congestive heart failure (the randomized aldactone evaluation study (RALES).
Am J Cardiol 1996;78:902-7.

7. Cohn JN, Johnson G. Ziesche S. A comparison of enalapril with hydralazine-
isorbide dinitrate in the treatment of chronic congestive heart failure. N Engi J
Med 1991:325:303-10.

8. Coats AJS, Adamopoulos S, Radeaelli A. Controlled trial of physical training
in chronic heart failure. Exercise performance, hemodynamics, ventilation and
autonomic function. Circulation 1992;85 :2119-31

9. Van Vliet AA, Donker AJM, Nauta JJP. Spironolactone in congestive heart
failure refractory to high-dose loop diuretic and low-dose angiotensin-
converting enzyme inhibitor. Am J Cardiol 1993; 71:21 A28A.

10. Jungman S. Kjekshus J. Swedberg K for CONSENSUS Trial Group. Renal
function in severe congestive heart failure during treatment with enalapril. Am
J Cardiol 1992;70:479-87.

11. Preffer MA, Braunwald E, Moye LA. for the SAVE Investigators. Effect of
captopril on mortality and morbidity in patients with left ventriculer
dysfunction and myocardial infarction. Results of the survival and ventricular
enlargement trial. N Engl Med 1992;327:669-77.

12. Kober L, Torp-Pederson C, Carlsen JE. For the TRACE Study Group. A
clinical trial of the angiotensin-converting enzyme inhibitor trandolapril in
patients with left ventricular dysfunction after myocardial infarction. N EngI
43
Med 1995;333: 1670-6.

13. John JN, Archibald DG, Zieshe S. Effect of vasodilator therapy on mortality
in chronic congestive heart failure. Results of a veterans administration
cooperation study. N EngI J Med 1986:314:1547-52.


14. Packer M, Gheorghiade M. Young JR. Withdrawal of digoxin from patients
with chronic heart failure treated with angiotensin-converting-enzyme
inhibitors. N Engl J Med 1993:3:1-7.

15. Rapundalo ST, Lathrop DA, Harrison SA, Beavo JA, Schwartz A. Cyclic
AMP-dependent and cyclic AMP-independent actions of a novel cardiotonic
agent, OPC-8212. Nauny Schmiedebergs Arch Pharmacol 1988;338:692-8.

16. Ware JA, Snow F, Luchi JM, Luchi RJ. Effect of digoxin on ejection fraction
in elderly patents with congestive heart failure. J Am Geriartr Soc
1984;32:631-5.

17. Cohn JN, Fowler MB, Bristow MA. For the carvedilol heart failure study
group. Effect of carvedilol in severe chronic heart failure (Abstr). J Am CoIl
Cardiol 1996;27:(Suppl A): 169A.

18. Packer M, Lee WH, Kessler PD. Prevention of reversal of nitrate tolerance in
patients with congestive heart failure. N EngI J Med 1987:317:799-804.

19. Englemeier RS, O ^Connell JB. Walsh R, Rad N, Scanlon P. Gunnar RM.
Improvement symptoms and exercise tolerance by metoprolol in patients with
dilated cardiomyopathy : a double-blind, randomized, placebo-controlled trial.
Circulation 1985 ;72:536-46.

20. Lechat P. Jaillon P. Fountaine ML. A randomized trial of beta blokade in heart
failure: he cardiac insufficiency hisoprolol study (CIBIS). Circulation
1994:90:1765-73.

21. Anderson JL, Lutz JR, Gilbert EM. A randomized trial of low-dose beta-
blokage therapy for idiopathic dilated cardiomyopthy. Am J Cardiol
1985:55:4715.

22. Van Veldhuisen DJ, Man in ^t Veld AJ, Dunselman PH. Double-blind placebo
controlled study of ibopamine and digoxin in patients with mild to moderate
heart failure: results of the Dutch Ibopamine Multicenter Trial. J Am Coll
Cardiol 1993:22:1564-73.

23. Krell MJ, Kline FM, Rates ER. Intermittent, ambulatory dobutamine infusions
in patients with severe congestive heart failure. Am heart J 1986:112:78791.
44

24. Cleland JGF. Bulpitt CJ, Falk RH. Is aspirin safe for patients with heart
failure? Br Hert J 1995:74:215-19.

25. Channer KS, McLean KA, Lawson-Mathew P, Richardson M. Combination
diuretic treatment in severe heart failure. A randomized controlled trial. Br
Hert J 1994:71:146-50.

26. Gosselink ATM, Crijns HJGM, Van Gelder IC, Hillige H, Wiesfeld ACP, Lie
KI. Low-dose amiodarone for maintenance of sinus rhythm after cardioversion
or a trial fibrilation or flutter. J Am Med Assoc 1992:267:3289-93.


27. Haque WA, Boehmer J, Clemson BS, Leuenberger UA, Silber DH, Sinoway
LI. Hemodynamic effects of supplemental oxygen administration in
congestive heart failure. I Am CoIl Cardiol 1996:27:353-7.

28. Alpert MA, Curtiss JJ, Sanfelippo JF. Comparative survival after permanent
ventricular and dual-chamber pacing for patients with and without chronic
high degree atrioventricular block with and without pre-existing congestive
heart failure. J Am Coll Cardiol l986;7:925-32

29. Brethardt G. Camm AJ, Campbell RWF. Guidelinea for the use of implantable
cardioverter defibrillators. Eur heart J 1992;13: 1304-10.

30. Rimondini A, Cipolla CM. Della P. Hemofiltration as short-term treatment for
refractory congestive heart failure. Am J Med l987;83:43-8.

31. Paris W, Woodbury A, Thompson S. Returning to work after transplantation. J
Heart Lung Transplant 1993;12:46-54.

32. EIsner D, Muntze A, Kromer EP, Riegger GAJ. Effectiveness of
endopeptidase inhibition (candoxatril) in congestive heart failure. Am J
Cardiol 1992;82: 196-201.

33. Remme WJ, Kruijssen HACM, Van Hoogenhuyse DCA. Hemodynamic,
neurobumoral and myocardial energetic effects of pimobendan, a novel
calcium-sensitizing compound in patients with mild to moderate heart failure.
J Cardiovasc Pharmacol 1994:24:730-9.

34. Mancini M, Rengo F, Lingetti M, Sorrentino GP, Nofle G. Controlled study
on the therapeutic efficacy of propionyl-L-carnitine in patients with congestive
heart failure. Arzneimittelforsch 1992:42:1101-4.

35. Anderson JL. Hemodynamic and clinical benefis with intravenous milrinone
in severe heart failure: Results of a multicenter study in the United States. Am
45
Heart J 1991:121: 1965-64.

36. Regitz V, Shug AL, Flek E. Defective myocardial carnitine metabolism in
congestive heart failure secondary to dilated cardiomyopathy and to coronary,
hypertensive and valvular heart diseases. Am J Cardiol 1990:6S :755-60.





















46
REFERAT

DECOMPENSASIO CORDIS




















Disusun oleh:
Dyah Gaby Kesuma



Diajukan kepada:
Dr. Ronald, Sp.PD




SMF ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
RSUD. JENDRAL A. YANI METRO
2014
47
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .............................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................ii
KATA PENGANTAR............................................................................................iii
DAFTAR ISI...........................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................1
A. LATAR BELAKANG ..........................................................................1
B. MANFAAT PENULISAN ..................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................3
II. 1. DEFINISI......................................................................................3
II. 2. PENYEBAB GAGAL JANTUNG ..............................................5
II. 3. BENTUK GAGAL JANTUNG ..................................................7
II. 4. MANIFESTASI KLINIS ............................................................9
II. 5. PENATALAKSANAAN............................................................11
BAB III KESIMPULAN .......................................................................................36
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................37

Anda mungkin juga menyukai