Anda di halaman 1dari 73

Phedheral Vol. 3. No.

2 Nopember 2010________________________________________1

PERBEDAAN PENGARUH ANTARA LATIHAN KONVENSIONAL DITAMBAH
LATIHAN PLYOMETRICS DAN LATIHAN KONVENSIONAL TERHADAP
PENGURANGAN NYERI, DAN DISABILITAS PENDERITA FROZEN SHOULDER

Hadi Miharjanto
1
, Heru Purbo Kuntono
1
, dan Danur Setiawan
2
.
Jurusan Fisioterapi Politeknik Kesehatan Surakarta


ABSTRACT

Pain and limitation of shoulder joint is problematic due to frozen shoulder pain
complaints are pretty much found in clinical and very aktivity daily work. Frozen shoulder
often found in the productive age, despite various efforts to control and management of
therapy has been investigated but the results are still not optimal. One way to reduce
problematic on condition of frozen shoulder with exercise therapy in the form of plyometrics
exercises.
The purpose of this study were (1) to know the difference between exercise influence
conventional plus plyometrics exercises and conventional training on reducing pain, disability
and improving functional ability in patients with frozen shoulder. (2) to find out Which is
better between conventional training and plyometrics training plus conventional exercise
training on reducing pain, disability and improving functional ability in patients with frozen
shoulder.
Location and time of study: Unit / Installation Physiotherapy Orthopaedic Hospital
Prof. Dr. Soeharso in Surakarta in September-October 2008, The study was quasi experiment
with the design of the research is two groups pre and post test design. The number of subjects
n = 18 people with frozen shoulder randomly allocated into 2 groups, the conventional
practice plyometrics exercises plus a number of 9 persons, and the conventional exercise
group of 9 people. Test hypothesis using non-parametric statistics with Mann-Whitney U test
and Wilcoxon test.
Results: There were significant differences between groups of conventional exercise
plus plyometrics exercises with conventional exercise group on the reduction of pain,
disability and improving functional ability in patients with frozen shoulder (p <0.05),
treatment with conventional exercise plus plyometrics exercise is better than conventional
exercise the reduction of pain (57.88%> 29.12%), disability (57.76> 27.83%) in patients with
frozen shoulder

Keywords: Exercise Plyometrics, SPADI, UEFI, Frozen Shoulder.


PENDAHULUAN
Frozen shoulder merupakan
gangguan pada sendi bahu yang
menimbulkan nyeri dan keterbatasan luas
gerak sendi (LGS). Adanya rasa nyeri
dapat mengganggu penderita dalam
melakukan aktifitas. Biasanya nyeri ini
akan timbul saat melakukan aktifitas,
seperti : mengangkat tangan ke atas waktu
menyisir rambut, menggosok punggung
sewaktu mandi, menulis dipapan tulis,
mengambil sesuatu dari saku belakang
celana, mengambil atau menaruh sesuatu
di atas dan kesulitan saat memakai atau
melepas baju. Hal ini akan menyebabkan
pasien enggan menggerakkan sendi
bahunya yang akhirnya dapat
memperberat kondisi yang ada sehingga
dapat menimbulkan gangguan dalam gerak
dan aktifitas fungsional keseharian
(Wiratno, 1988).
2____________________________________Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010

Secara epidemiologi onset frozen
shoulder terjadi sekitar usia 40-65 tahun.
Dari 2-5 % populasi sekitar 60 % dari
kasus frozen shoulder lebih banyak
mengenai perempuan dibanding laki-laki.
Frozen shoulder juga terjadi pada 10-20 %
dari penderita diabetus mellitus yang
merupakan salah satu faktor resiko frozen
shoulder (Sandor, 2004).
Kasus frozen shoulder memiliki
masalah yang komplek bila dibandingkan
dengan tendinitis dan bursitis karena
terjadi keterbatasan gerak yang lebih berat
dan prognosis kesembuhan yang lebih
buruk dibandingkan dengan tendinitis dan
bursitis (Calliet, 1991)
Dalam penelitian Simmond
dinyatakan bahwa bahwa setelah 3 tahun,
dari 21 penderita frozen shoulder hanya 6
penderita yang lingkup gerak sendi
bahunya dapat kembali berfungsi seperti
semula.
Berbagai modalitas dapat
dipergunakan untuk menyelesaikan
problematik frozen shoulder, salah satu
modalitas yang dipakai adalah terapi
latihan. Bentuk terapi latihan bermacam-
macam dapat berupa latihan pasif, aktif,
resisted yang diwujudkan dalam latihan
pulley, shoulder wheel, shoulder leader,
latihan Codman dll. Latihan yang cukup
penting salah satunya adalah dengan
latihan explosive power berupa latihan
plyometrics (Kisner, 1996).
1. Frozen Shoulder
Frozen shoulder merupakan istilah
yang merupakan wadah untuk semua
gangguan pada sendi bahu yang
menimbulkan nyeri dan pembatasan
lingkup gerak sendi baik aktif maupun
pasif akibat capsulitis adhesive yang
disebabkan adanya perlengketan kapsul
sendi, yang sebenarnya lebih tepat untuk
menggolongkannya dalam kelompok
periarthritis (Sidharta, 1984). Dalam
pendapat yang lain frozen shoulder adalah
penyakit kronis dengan gejala khas berupa
nyeri bahu dan pembatasan lingkup gerak
sendi bahu yang dapat mengakibatkan
gangguan aktivitas kerja sehari-hari
(AAOS, 2000).
Etiologi dari frozen shoulder masih
belum diketahui dengan pasti. Adapun
faktor predisposisinya antara lain periode
immobilisasi yang lama, akibat trauma,
over use, cidera atau operasi pada sendi,
hyperthyroidisme, penyakit
kardiovaskuler, clinical depression dan
Parkinson (AAOS, 2000).
Menurut American Academy Of
Orthopedic Surgeon (2000), teori yang
mendasari terjadinya frozen shoulder
adalah sebagai berikut :
a. Teori hormonal
Pada umumnya frozen shoulder terjadi
60 % pada wanita bersamaan dengan
datangnya menopause.
b. Teori genetik
Beberapa studi mempunyai komponen
genetik dari frozen shoulder,
contohnya ada beberapa kasus dimana
kembar indentik pasti menderita pada
saat yang sama.
c. Teori auto immun
diduga penyakit ini merupakan respon
auto immun terhadap hasil-hasil
rusaknya jaringan lokal.
d. Teori postur
Banyak studi yang belum diyakini
bahwa berdiri lama dan postur tegap
menyebabkan pemendekkan pada salah
satu ligamen bahu.
Walaupun banyak peneliti
sependapat bahwa immobilisasi
merupakan faktor penting dari penyebab
frozen shoulder sendi glenohumeral. Ada
beberapa kondisi predisposisi yang lain,
pertama usia pasien. Adhesive capsulitis
tidak terjadi pada usia muda, tetapi sering
pada usia pertengahan. Kedua, refleks
spasme otot penting dalam perubahan
fibrotic primer.
Dalam memperhatikan penyebab
primer dari frozen shoulder sendi
glenohumeral, patologinya
dikarakteristikan dengan adanya kekakuan
kapsul sendi oleh jaringan fibrous yang
padat dan selular. Berdasarkan susunan
intra articular adhesion, penebalan sinovial
Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010________________________________________3

akan berlanjut ke keterbatasan articular
cartilago.
Berkurangnya cairan sinovial pada
sendi sehingga terjadi perubahan
kekentalan cairan tersebut yang
menyebabkan penyusutan pada kapsul
sendi, sehingga sifat ekstensibilitas pada
kapsul sendi berkurang dan akhirnya
terjadai perlekatan. Tendinitis bicipitalis,
calcificperitendinitis, inflamasi rotator
cuff, frkatur atau kelainan ekstra articular
seperti angina pectoris, cervical sponylosis,
diabetes mellitus yang tidak mendapatkan
penanganan secara tepat maka kelama-
lamaan akan menimbulkan perlekatan atau
dapat menyebabkan adhesive capsulitis.
Adhesive capsulitis dapat menyebabkan
patologi jaringan yang menyebabkan nyeri
dan menimbulkan spasme, degenerasi juga
dapat menyebabkan nyeri dan dapat
menimbulkan spasme.
Faktor immobilisasi juga
merupakan salah satu faktor terpenting
yang juga dapat menyebabkan perlekatan
intra.ekstra selular pada kapsul dan
ligamen, kemudian kelenturan jaringan
menjadi menurun dan menimbulkan
kekakuan. Semua organ yang disekeliling
jaringan lunak, terutama tendon
supraspinatus terlibat dalam perubahan
patologi. Fibrotic ligamen coracohumeral
cenderung normal dari tendon bicep caput
longum juga rusak (robek). Keterlibatan
tendon bicep berpengaruh secara signifikan
dalam penyebaran nyeri ke anterior sendi
glenohumeral yang berhubungan dengan
adhesive capsulitis.
Menurut Kisner (1996) frozen
shoulder dibagi dalam 3 tahap, yaitu :
a. Pain (Freezing) : ditandai dengan
adanya nyeri hebat bahkan saat
istirahat, gerakan sendi bahu menjadi
terbatas selama 2-3 minggu dan masa
akut ini berakhir sampai 10-36 minggu.
b. Stiffness (Frozen) : ditandai dengan
nyeri saat bergerak, kekakuan atau
perlengketan yang nyata dan
keterbatasan gerak dari glenohumeral
yang diikuti oleh keterbatasan gerak
scapula. Fase ini berakhir 4-12 bulan.
c. Recovery (Thawing) : pada fase ini
tidak ditemukan adanya rasa nyeri dan
tidak ada synovitis tetapi terdapat
keterbatasan gerak karena perlengketan
yang nyata. Fase ini berakhir 6-24
bulan atau lebih.

2. Problematik Frozen shoulder
Frozen shoulder merupakan
gangguan pada sendi bahu yang
menimbulkan nyeri dan keterbatasan luas
gerak sendi (LGS) pada sendi
glenohumeral. Adanya rasa nyeri dapat
mengganggu penderita dalam melakukan
aktifitas. Biasanya nyeri ini akan timbul
saat melakukan aktifitas, seperti :
mengangkat tangan ke atas waktu menyisir
rambut, menggosok punggung sewaktu
mandi, menulis dipapan tulis, mengambil
sesuatu dari saku belakang celana,
mengambil atau menaruh sesuatu di atas
dan kesulitan saat memakai atau melepas
baju. Hal ini akan menyebabkan pasien
enggan menggerakkan sendi bahunya
yang akhirnya dapat memperberat kondisi
yang ada sehingga dapat menimbulkan
gangguan dalam gerak dan aktifitas
fungsional keseharian (Wiratno, 1988).
Sedangkan sifat keterbatasan frozen
shoulder ditandai dengan : (1) mengikuti
pola kapsular (capsular pattern), yang
ditandai dengan gerak eksorotasi lebih
nyeri dan terbatas dari gerakan abduksi
serta lebih terbatas lagi dari endorotasi.
(eksorotasi > abduksi > endorotasi), (2)
bukan pola kapsuler (non capsular pattern),
yaitu keterbatasan gerak dan nyeri terjadi
pada arah gerak tertentu, tergantung dari
topis lesi, misalnya keterbatasan ke arah
endorotasi atau abduksi saja (Heru Purbo
Kuntono, 2007).
Problematika pada frozen shoulder
berupa nyeri dan keterbatasan gerak akan
menyebabkan keluhan pada keterbatasan
fungsi berupa ketidakmampuan untuk
menggosok punggung saat mandi,
menyisir rambut, kesulitan dalam
berpakaian, mengambil dompet dari saku
belakang, kesulitan memakai pakaian
dalam bagi wanita dan gerakan- gerakan
4____________________________________Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010

fungsional yang lain yang melibatkan
sendi bahu (Apley, 1993). Akibat
selanjutnya penderita frozen shoulder akan
mendapatkan hambatan dalam aktifitas
sosial masyarakat karena keadaannya.

3. Latihan Konvensional pada Frozen
Shoulder
Latihan konvensional pada frozen
shoulder adalah berupa latihan-latihan otot
pada bahu dengan menggunakan latihan
pasif, aktif, resisted yang diwujudkan
dalam latihan pulley, shoulder wheel,
shoulder leader.
Tujuan pemberian latihan ini adalah
untuk mengulur jaringan lunak sekitar
sendi yang mengalami pemendekan serta
meningkatkan lingkup gerak sendi dan
mengurangi nyeri sehingga dapat
meningkatkan kemampuan fungsional dan
pada akhirnya disabilitas tidak terjadi.
Pelaksanaan latihan konvensional berupa
latihan pulley, shoulder wheel dan
shoulder leader dengan pengulangan
masing-masing 2 x 10 (Kisner, 1996)

4. Latihan Plyometrics
Menurut Sharkey (2003) bahwa
Plyometrics adalah latihan-latihan otot
yang bersifat eksplosif power dengan
gerakan yang cepat, singkat dan kuat atau
bentuk latihan yang menggunakan
kontraksi berat.
Dasar pemikiran latihan
plaiometriks (plyometrics) adalah bahwa
ketegangan otot maksimal akan meningkat
ketika otot aktif diregangkan secara cepat.
Plaiometriks ini menggunakan konsep
regangan awal pada otot secara cepat
sebelum kontraksi eksentrik pada otot yang
sama. Teori terdahulu beranggapan bahwa
otot akan menghasilkan kekuatan yang
lebih besar jika otot dikendurkan atau
diistirahatkan sebelum berkontraksi, tetapi
sekarang konsep yang dipakai adalah
bahwa kontraksi otot akan lebih kuat dan
efisien jika kontraksi-kontraksi yang
terjadi sebelumnya tergantung pada
kontraksi eksentrik
Ide dasar latihan plaiometrik adalah
untuk merangsang berbagai perubahan
pada sistem saraf otot dan untuk
meningkatkan kemampuan kelompok otot
agar dapat merespon dengan cepat dan
kuat dalam panjang otot (Radcllife, 2002).
Perbaikan kontrol motorik dan
peningkatan eksplosif power nampaknya
berhubungan dengan latihan plaiometrik,
yang memiliki kaitan langsung dengan
perubahan susunan saraf otot dan jalur
sensor-motorik yang kompleks (Radcliffe,
2002).
Latihan plyometrics untuk frozen
shoulder adalah latihan-latihan otot yang
bersifat eksplosif power dengan gerakan
yang cepat, singkat dan kuat atau bentuk
latihan yang menggunakan kontraksi berat
dengan media bola dengan cara
melemparkan bola ke depan dengan cepat
dan kuat.
Latihan plyometrics yang dapat
dipakai untuk menyelesaikan problematic
frozen shoulder adalah two hand over head
throw, two hand side to side throw, single
arm throw (Radclife,2002).
Plyometrics membantu dalam
pengembalian kapasitas fungsional terkait
dengan gerakan melempar (Peters, 2007),
LGS pasif internal rotasi shoulder, power
konsetrik isokinetik, kemampuan
fungsional (Fortun, 2008).
Belum banyak penelitian yang
mengkaji latihan plyometrics untuk bidang
klinis fisioterapi, untuk itu perlu dilakukan
penelitian mengetahui perbedaan pengaruh
antara latihan konvensional ditambah
latihan plyometrics dan latihan
konvensioanl terhadap pengurangan nyeri,
dan disabilitas pada penderita frozen
shoulder.









Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010________________________________________5

BAHAN DAN CARA PENELITIAN

A. Bahan

1. Jenis Dan Desain Penelitian
Jenis penelitian ini adalah
quasi experimental atau penelitian
eksperimen semu, dengan
pertimbangan : tidak mampu
mengontrol aktivitas penderita
dalam aktivitas sehari-hari.
Sedangkan desain penelitian yang
digunakan adalah two groups pre
and post desain, dimana dalam
penelitian ini terdapat dua
kelompok perlakuan yang akan
dibandingkan, yaitu kelompok
latihan konnvensional ditambah
latihan plyometrics dan kelompok
latihan konvensional.
R O
1
-X
1
O
2
(X
1
) (kelompok
frozen shoulder memakai latihan
konvensional ditambah latihan
plyometrics)
R O
1
-X
2
--- O
2
(X
2
) (kelompok
frozen shoulder memakai latihan
konvensional)

2. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian akan
dilaksanakan Unit/instalasi
Fisioterapi Rumah Sakit Ortopedi
Prof. Dr. Soeharso di Surakarta
pada bulan September-Oktober
2008

3. Populasi dan Sampel
Populasi adalah semua
pasien frozen shoulder yang
berkunjung di Rumah Sakit
Ortopedi Prof. Dr. Soeharso
Surakarta yang memenuhi kiteria
penerimaan (kriteria inklusi).
Sampel dalam penelitian ini
berdasarkan estimasi proporsi dua
keadaan populasi yang memenuhi
kriteria sebagai berikut :
a. Kriteria Inklusi :
- Penderita frozen shoulder
jenis capsulitis, dan
tendinitis.
- Penderita frozen shoulder
usia 30 65 tahun.
- Penderita sebelumnya
mendapatkan medika
mentosa yang sejenis
(NSAID).
- Intensitas nyeri sebelum
penelitian minimal derajat
sedang (SPADI = 6- 8)
- Bersedia mengikuti
program latihan sampai
selesai selama 1 bulan.

b. Kriteria eksklusi
- Penderita mengalami
gangguan postur.
- Penderita mengalami
gangguan fungsi jantung
(untuk memastikan
dilakukan tes EKG bagi
sampel penelitian).
- Penderita mengalami
gangguan neurologist
- Subyek yang 2 kali
berturut-turut tidak ikut
latihan (absent), tidak
disertakan dalam proses
penelitian lebih lanjut.

4. Teknik Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel
menggunakan metode purposive
random sampling dengan rumus :
n > pq

p

2
Prediksi dari populasi 60 %, maka
diperoleh besar sampel :
6 . 9
026 . 0
25 . 0
026 . 0
) 50 . 0 ( ) 50 . 0 (
N
dibulatkan
menjadi 10 jumlah pasien kurang
lebih : 10 orang untuk masing-
masing kelompok






6____________________________________Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010

5. Variabel dan alat ukur
Variabel bebas : terapi standar +
latihan plyometrics, terapi standar
Variabel terikat : pengurangan
nyeri, disabilitas, dan kemampuan
fungsional frozen shoulder
Variabel kontrol : umur, berat
badan, pendidikan.
Alat ukur : Formulir isian SPADI .

6. Definisi operasional :
Frozen shoulder adalah
suatu kondisi bahu dimana
dijumpai nyeri gerak baik aktif
maupun pasif dan adanya limitasi
gerak sendi bahu yang diakibatkan
karena problematic pada capsul
sendi dan tendon pada region
shoulder (bahu).
Latihan plyometrics adalah
latihan-latihan otot yang bersifat
eksplosif power dengan gerakan
yang cepat, singkat dan kuat atau
bentuk latihan yang menggunakan
kontraksi berat dengan media bola
dengan cara melemparkan bola ke
depan dengan cepat dan kuat
dengan pengulangan 2 x 10
(Radclife, 2002).
Latihan konvsensional
berupa latihan-latihan otot pada
bahu dengan menggunakan latihan
pasif, aktif, resisted yang
diwujudkan dalam latihan pulley,
shoulder wheel, shoulder leader
dengan pengulangan 2 x 10
(Kisner, 1996).
Gangguan Postur : adanya
perubahan bentuk berupa scoliosis,
lordosis
Gangguan fungsi jantung :
adanya atrium fibrilasi (gangguan
irama jantung).
Gangguan neurologis :
adanya stroke, monoparesis, wing
scapula.




7. Cara pengumpulan data :
Pengumpulan data
dilakukan di Poli Fisioterapi RS
Ortopedi Prof Dr. Soeharso
Surakarta. Adapun petugas
pengambil data adalah fisioterapis
yang telah ditunjuk. Data yang
diambil merupakan data hasil
pengurangan nyeri, disabilitas dan
kemampuan fungsional penderita
frozen shoulder. Data diambil dari
pengukuran pretes dan post tes.

8. Jalannya Pelaksanaan Penelitian:
a. Pasien dilakukan pemeriksaan
fisik awal terkait dengan
kondisi awal nyeri, disabilitas
dengan SPADI dan menanda
tangani lembar persetujuan,
juga pemeriksaan EKG untuk
memastikan masuk dalam
kriteria inklusi, pasien
dipisahkan antara nomor genap
dan nomor ganjil kemudian
dilakukan pemisahan dengan
diundi.
b. Pasien dikelompokan : 1
kelompok dengan latihan
konvensional ditambah latihan
plyometrics, dan 1 kelompok
diberikan latihan konvensional.
c. Kelompok latihan konvesioanl
ditambah latihan plyometrics
setelah diberikan heating dan
latihan konvensional diberikan
latihan melempar bola basket
dengan teknik two hand over
head throw, two hand side to
side throw, single arm throw.
Dengan dosis latihan : 2 x 10
lemparan bola (1set)
d. Kelompok latihan
konvensioanl melakukan
gerakan dengan latihan pulley,
shoulder wheel, shoulder leader
dengan pengulangan 2 x 10
gerakan.


Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010________________________________________7

e. Pasien diberikan intervensi
selama 1 bulan dengan
pelaksanaan terapi 8 kali (1
bulan 8 x terapi).
f. Pasien dilakukan pemeriksaan
fisik akhir terkait dengan
kondisi awal nyeri, disabilitas
dengan SPADI

9. Analisa data :
Data yang terkumpul
dimasukkan ke dalam komputer,
dilakukan seleksi data, pemberian
koding dan tabulasi. Analisa
dilakukan secara deskriptif dimana
variabel dengan skala kontinyu
dideskripsikan sebagai rerata dan
simpangan baku (SB). Untuk
mengetahui pengaruh umur, jenis
kelamin, dan pekerjaan.
Untuk mengetahui hasil
perubahan pengurangan nyeri,
disabilitas dan peningkatan
kemampuan fungsional pada
kelompok latihan konvesional
ditambah latihan plyometrics dan
latihan konvesional pada penderita
frozen shoulder dilakukan uji
hipotesis. Uji hipotesis akan
menggunakan Uji beda (t test) bila
memenuhi persyaratan uji analisis.
Namun bila tidak memenuhi
persyaratan analisis dilakukan uji
hipotesis dengan non parametrik.
Uji hipotesis yang dipakai adalah
untuk mengetahui beda inter
perlakuan (pre-post) kelompok
latihan konvensional ditambah
latihan plyometrics dan kelompok
latihan konvensional menggunakan
uji Wilcoxon, sedangkan untuk
mengetahui beda antar perlakuan
pre-post kelompok latihan
konvensional ditambah latihan
plyometrics dan kelompok latihan
konvensional menggunakan uji
Mann-Whitney U test.
Batas kemaknaan dalam
penelitian ini adalah P = 0.05 (5
%). Bila P > 0.05; tidak bermakna.
Bila nilai P < 0.05; bermakna.
Analisis data dlakukan dengan
program SPSS for windows versi
10.00

B. Kelemahan dan Keterbatasan
Penelitian

1. Peneliti tidak dapat sepenuhnya
mengendalikan ataupun mengontrol
aktivitas keseharian subyek
penelitian secara langsung maupun
tidak langsung sehingga dapat
mempengaruhi biasnya perlakuan.
2. Jumlah subyek penelitian yang
terlalu kecil untuk bisa
digeneralisasi.
3. Teknik randomisasi tidak
memungkinkan untuk membagi 2
kelompok dengan proporsi
kemampuan keadaan fisik yang
merata.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil dan Analisis Penelitian

1. Deskripsi Data
Didapatkan 18 klien yang
memenuhi kriteria menjadi subyek
penelitian yang memenuhi kriteria
penerimaan penelitian. Kemudian
dilakukan randomisasi sederhana
untuk membagi subyek ke dalam 2
kelompok perlakuan yaitu latihan
konvensional ditambah latihan
plyometrics, dan latihan
konvensional. Kelompok latihan
konvensional ditambah latihan
plyometrics berjumlah 9 orang,
kelompok latihan konvensional
berjumlah 9 orang. Data penelitian
ini diperoleh dari pengukuran
pengurangan nyeri, disabilitas dan
kemampuan fungsional anggota
gerak atas, sebagai subyek adalah
penderita frozen shoulder yang
berkunjung ke Poli Fisioterapi
RSO Prof. Dr. Soeharso Surakarta.
Dari ke 18 orang subyek diberikan
8____________________________________Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010

intervensi terapi selama 8 kali,
seminggu 2 kali. Diawal diberikan
pre tes dan setelah 8 kali terapi
dilakukan post test.

2. Karakteristik Subyek Penelitian
Dari 18 subyek penelitian,
rata-rata umur : 54.39 tahun
(berkisar 35-65 tahun), rata-rata pre
test nyeri : 47.17 (berkisar 43-50),
rata-rata pre test disabilitas : 74.33
berkisar (69-77), rata-rata post test
nyeri : 26.83 (berkisar 9-39), rata-
rata post test disabilitas : 42.69
berkisar (3-63). Untuk lebih jelas
lihat tabel 1.

Tabel 1. Data Karaktersistik Subyek
Penelitian
Karakteristik N Min Maks Rata-
rata
Simpangan
baku
Umur 18 35 65 54.39 7.79
Jenis
Kelamin
18 1 2 1.61 0.50
Pekerjaan 18 1 3 2.22 0.81
Pretest
Nyeri
18 43 50 47.17 2.09
Pretest
Disabilitas
18 69 77 74.33 2.49
Post test
Nyeri
18 9 39 26.83 9.75
Post test
Disabilitas
18 3 63 42.69 16.13

3. Pengujian Prasyarat Analisis

Sebelum dilakukan uji
hipotesis, terlebih dahulu dilakukan
pengujian terhadap prasyarat
analisis. Persyaratan analisis dalam
penelitian ini adalah uji normalitas
sampel dan uji homogenitas
varians.
a. Uji normalitas
Uji normalitas
dimaksudkan untuk mengetahui
apakah data yang terkumpul itu
berdistribusi normal atau tidak.
Pengujian normalitas dilakukan
dengan uji Kolmogorov-
Smirnov. Analisis uji
normalitas ini menggunakan
paket program statistik SPSS
11.00 dengan bantuan
komputer. Hasil analisis uji
normalitas disajikan pada tabel
10 berikut ini.

Tabel 6. Ringkasan hasil analisis uji
normalitas
Uji
variabel
Kolmog
orov-
Smirnov
Asymp.
Sig
(2-tailed)
Keterangan
Pre test
Nyeri
Lat
konv+
Plyo
0.147 0.200 Distribusi
Normal
Lat
Konv
0.248 0.116 Distribusi
Normal
Pre test
Disabilitas
Lat
konv+
Plyo
0.187 0.200 Distribusi
Normal
Lat
Konv
0.259 0.084 Distribusi
Normal
Post test
Nyeri
Lat
konv+
Plyo
0.148 0.200 Distribusi
Normal
Lat
Konv
0.284 0.035 Distribusi
tidak
normal
Post test
Disabilitas
Lat
konv+
Plyo
0.227 0.200 Distribusi
Normal
Lat
Konv
0.241 0.141 Distribusi
Normal

Berdasarkan tabel diatas
menunjukkan bahwa p pada
variabel Post test nyeri adalah
< 0.05 yang berarti data
berdistribusi tidak normal,
sedangkan pada variabel lain
berdistribusi normal.

b. Uji homogenitas
Uji homogenitas
dimaksudkan untuk mengetahui
apakah data yang terkumpul itu
dalam varians yang sama atau
tidak. Pengujian homogenitas
dilakukan dengan uji Levene.
Analisis uji homogenitas ini
menggunakan paket program
statistik SPSS 11.00 dengan
bantuan komputer. Hasil
analisis uji homogenitas
Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010________________________________________9

disajikan pada tabel berikut
ini.
Tabel 7. Ringkasan hasil analisis uji
homogenitas

Uji
variabel
Levene
Statistics
Asymp.
Sig
(2-tailed)
Keterangan
Pre test
nyeri
4.414 0.052 Homogen
Pre test
disabilitas
2.544 0.130 Homogen
Post test
nyeri
2.504 0.133 Homogen
Post test
disabilitas
3.468 0.081 Homogen

Berdasarkan tabel diatas
menunjukkan bahwa p pada
variabel pre test KF adalah <
0.05 yang berarti data memiliki
variansi tidak sama atau data
bersifat tidak homogen,
sedangkan pada variabel yang
lain bersifat homogen.
Berdasarkan uji
normalitas dan homogenitas
ditemukan nilai p < 0.05 maka
uji statistik parametrik tidak
dapat dilakukan karena tidak
memenuhi uji prasyarat
analisis, selanjutnya analisis
dilakukan dengan uji statistik
non para metrik .

4. Pengujian Hipotesis
a. Sebelum Perlakuan (Pre test)
Sebelum diberi
perlakuan, kelompok-kelompok
yang dibentuk dalam penelitian
ini diuji perbedaannya terlebih
dahulu. Hasil uji perbedaan
antar kelompok latihan adalah
sebagai berikut :








Tabel 1. Perbedaan Hasil Pre test
Kelompok

Pengurangan
Nyeri
Disabilitas
Latihan
Konvensional
+Lat
Plyometrics
N 9 9
Mean 45.89 73.22
SD 2.205 2.728
Latihan
Konvensional
N 9 9
Mean 48.44 54.44
SD 0.882 1.740
Hitungan
Statistik
U 12.000 21.000
P 0.011 0.078
P* P<0.05 P>0.05
Keterangan Signifikan Tidak
signifikan

Uji Mann Whitney hitung

Dari uji Mann Whitney
yang dilakukan diperoleh U
hitung sebagai berikut : Pada
Pre test nyeri U = 12.000,
dengan p = 0.011 dimana
P<0.05 yang berarti terdapat
perbedaan bermakna antar 2
kelompok perlakuan. Hal ini
berarti bahwa kedua kelompok
berangkat dari kemampuan
dasar yang tidak sama (setara)
untuk pengurangan nyeri. Pada
disabilitas U = 21.000, dengan
p = 0.078 dimana P>0.05 yang
berarti tidak terdapat perbedaan
bermakna antara kedua
kelompok perlakuan.
Dari kelompok diatas
berangkat dari keadaan yang
tidak sama untuk pengurangan
nyeri, sedangkan untuk
disabilitas berangkat dari
keadaan yang sama, sehingga
dapat dianggap dari potensi
awal yang homogen.





10____________________________________Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010

b. Setelah perlakuan
Setelah diberikan
perlakuan diperoleh hasil
sebagai berikut :
1. Uji inter kelompok latihan
a) Pengurangan Nyeri

Tabel 2. Perbedaan Hasil Pre-Post test
pada Pengurangan Nyeri
Kelompok N Mean SD Z P P*
Latihan
konvensional
+Lat
Plyometrics
Pre
test
9 45.89 2.205 -2.668 0.008 P<0.05
Post
test
9 19.33 7.089
Latihan
konvensional
Pre
test
9 48.44 0.882 -2.680 0.007 P<0.05
Post
test
9 34.33 5.025


P* uji Wilcoxon
Dari uji Wilcoxon yang
dilakukan diperoleh Z = -2.668
pada kelompok latihan
konvensional ditambah
plyometrics, dengan P = 0.008
dimana p<0.05 yang berarti
terdapat perbedaan bermakna
dalam kelompok latihan
konvensional ditambah
plyometrics sebelum dan
setelah perlakuan.
Dari uji Wilcoxon yang
dilakukan diperoleh Z = -2.680
pada kelompok latihan
konvensional, dengan P = 0.007
dimana p<0.05 yang berarti
terdapat perbedaan bermakna
dalam kelompok terapi standar
sebelum dan setelah perlakuan.













b) Disabilitas

Tabel 3. Perbedaan Hasil Pre-Post test
pada Disabilitas
Kelompok N Mean SD Z P P*
Latihan
konvensional
+ Lat
Plyometrics
Pre
test
9 73.22 2.728 -2.668 0.008 P<0.05
Post
test
9 3.0.9
3
14.163

Latihan
Konvensio
nal
Pre
test
9 75.44 1.740 -2.670 0.008 P<0.05
Post
test
9 54.44 6.425


P* uji Wilcoxon
Dari uji Wilcoxon yang
dilakukan diperoleh Z = -2.668
pada kelompok terapi standard
ditambah plyometrics, dengan P
= 0.008 dimana p<0.05 yang
berarti terdapat perbedaan
bermakna dalam kelompok
latihan konvensional ditambah
plyometrics sebelum dan
setelah perlakuan.
Dari uji Wilcoxon yang
dilakukan diperoleh Z = -2.670
pada kelompok terapi standar,
dengan P = 0.008 dimana
p<0.05 yang berarti terdapat
perbedaan bermakna dalam
kelompok latihan konvensional
sebelum dan setelah perlakuan.

2. Uji antar kelompok setelah
perlakuan

Tabel 6. Perbedaan Hasil Post test
Kelompok Pengurangan
Nyeri
Disabilitas
Latihan
Konvensional
+Lat
Plyometrics
N 9 9
Mean 19.33 30.93
SD 7.089 14.163
Latihan
Konvensional
N 9 9
Mean 34.33 54.44
SD 5.025 6.425
Hitungan
Statistik
U 3.500 3.000
P 0.001 0.001
P* P<0.05 P<0.05
Keterangan Signifikan signifikan

Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010________________________________________11

Uji Mann Whitney hitung

Dari uji Mann Whitney
yang dilakukan diperoleh U
hitung sebagai berikut : Pada
Post test nyeri U = 3.500,
dengan p = 0.001 dimana
P<0.05 yang berarti terdapat
perbedaan bermakna antar 2
kelompok perlakuan. Hal ini
berarti bahwa kedua kelompok
terdapat perbedaan yang
bermakna setelah diberikan
perlakuan. Pada disabilitas U =
3.000, dengan p = 0.001 dimana
P<0.05 yang berarti terdapat
perbedaan bermakna antara
kedua kelompok setelah
diberikan perlakuan.

3. Persentase Pengurangan
Nyeri, dan Disabilitas
Diperoleh berbagai hasil
yang sama dalam setiap
kelompok perlakuan yakni
adanya perbedaan yang
bermakna setelah mendapatkan
perlakuan baik dengan latihan
konvensional ditambah latihan
plyometrics maupun hanya
dengan latihan konvensional.
Untuk itu perlu dilihat dari
perubahan mean different pada
masing-masing kelompok
perlakuan.

Tabel 7. Persentase Penurunan Nyeri dan
Disabilitas

Kelompok Komponen Mean
awal
Mean
Akhir
Mean
Different
Persent
ase
Kenai-
kan
(%)
Latihan
konvensional
+ Lat
Plyometrics
Nyeri 45.89 19.33 -26.56 57.88
Disabilitas 73.22 30.93 -42.29 57.76
Latihan
Konvensional
Nyeri 48.44 34.33 -14.11 29.12
Disabilitas 75.44 54.44 -21 27.83


Dari tabel dapat dilihat bahwa
persentase kenaikan lebih tinggi pada
kelompok latihan konvensional
ditambah latihan plyometrics daripada
latihan konvensional pada penderita
frozen shoulder.

B. Pembahasan

Dari pengujian hipotesis
diperoleh hasil-hasil sebagai berikut :
(1) Terdapat perbedaan yang
bermakna antara pretest dengan post
test pada kelompok latihan
konvensional ditambah latihan
plyometrics (p< 0.05) pada
pengurangan nyeri, dan disabilitas
pada pasien frozen shoulder , (2).
Terdapat perbedaan yang bermakna
antara pretest dengan post test pada
kelompok latihan konvensional (p<
0.05) pada pengurangan nyeri, dan
disabilitas pada pasien frozen shoulder,
(3). Terdapat perbedaan yang
bermakna antara kelompok latihan
konvensional ditambah latihan
plyometrics dengan kelompok latihan
konvensional (p< 0.05) pada
pengurangan nyeri, dan disabilitas
pada pasien frozen shoulder, (4).
Perlakuan dengan latihan konvensional
ditambah latihan plyometrics lebih baik
dibandingkan dengan latihan
konvensional (p< 0.05) pada
pengurangan nyeri, disabilitas pada
pasien frozen shoulder.
Terapi yang diberikan secara
teratur akan membantu penyelesaian
masalah problematik frozen shoulder.
Pada dasarnya terapi latihan dengan
latihan konvensional dan latihan
konvensional ditambah latihan
plyometrics efektif bila dilakukan
secara rutin dan teratur. Terapi latihan
bertujuan dalam mempercepat proses
penyembuhan serta meningkatkan
kekuatan otot-otot sendi bahu
(Benjamin, 2004).
Pada prinsipnya terapi latihan
bertujuan dalam mengurangi oedem,
12____________________________________Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010

meningkatkan kekuatan otot,
meningkatkan kekuatan jaringan ikat
dan integritas, meningkatkan densitas
tulang, meningkatan sirkulasi dan
proses penyembuhan jaringan lunak,
meningkatkan perekrutan otot,
meningkatkan lingkup gerak sendi,
serta mengembangkan pola normal
(anonim, 1999).

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Dari penelitian ini dapat
disampaikan simpulan sebagai berikut :
1. Terdapat perbedaan bermakna
antara kelompok dengan latihan
konvensioanl ditambah dengan
latihan plyometris dengan
kelompok latihan konvensional
dalam mengurangi nyeri, dan
disabilitas pada penderita frozen
shoulder.
2. Latihan Konvensional ditambah
latihan plyometrics lebih baik
dibandingkan dengan latihan
konvensional.

B. Saran
1. Untuk mendapatkan hasil
penelitian yang lebih baik perlu
diperluas pada pengambilan sampel
dan distribusi lokasi, terutama pada
klien problematik muskuloskeletal
pada ekstremitas atas.
2. Perlu penelitian lebih lanjut untuk
mendapatkan model-model latihan
pada problematik frozen shoulder.


DAFTAR PUSTAKA

AAOS. 2000. Frozen Shoulder. http://www.AAOS.FrozenShoulder.com. [diakses tanggal 7
Mei 2007]

Anonim. 1999. Upper Extremity Treatment Guideline.
http://www.owcc.state.ok..usPDRGuidelines20Extremity%20PROPOSED.Pdf
[diakses tanggal 7 Mei 2008]

Appley, A. Graham & Luis Solomon. 1993. Buku Ajar Orthopedi dan Fraktur Sistem
Appley. Butterworth-Heinieman.

Benjamin, N. 2004. Shoulder Series 2 Supraspinatus Tendinitis.
http://www.benbenjamen.netpdfs04AS.pdf. [diakses : 7 Mei 2008]

Calliet, M. D. 1991. Shoulder Pain. New York : Info access & distribution.

Fortun, Chad.1998. The Effects of Plyometrics on The Shoulder Internal Rotator.
http://murphylibrary.uwlax.edu/digital/jur/1998/fortun.pdf. [diakses : 13 Oktober
2008]

Kisner, Carollyn. 1996. Therapeutic Exercise Foundation and Technique.
Philadelphia : FA. Davis

Peters, Courtney & Steven Z. Goerge. Outcomes of Following Plymetrics for Young
Throwing Athlete : Case Report . Dalam Physiotherapy Theory and Pracyice Vol ;
23 (6) Nop. 2007 P : 1335-1364

Radcliffe. 2002. Plyometrics untuk Meningkatkan Power. Surakarta : UNS Press.
Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010________________________________________13


Sandor, Rick. 2004. Frozen Shoulder/Epidemilogy (dalam http://www.aaos.org akses 7
January 2007).

Swanik, Kathleen A. Et all. The Effects of Shoulder Plyometrics Training on Propriocetion
and Sekected Muscle Performance Characteristics. Dalam Journal Shoulder Elbow
Surgery. November/ December 2002 (11) p : 579 -586

Wilk, Kevin E. & Christoper A. Arrigo. Current Concept in Rehabilitation of Athletic
Shoulder. Dalam Journal Orthopedics Sport Physical Therapy, 1993 ; 18 (1) p.
365 -378

Wiratno. 1988. Fisioterapi pada Kapsulitis Adhesiva. TITAFI VI Jakarta.





































14____________________________________Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010

PERBEDAAN PENGARUH GAYA MENGAJAR,
KEMAMPUAN GERAK DASAR DAN KELOMPOK UMUR TERHADAP
KETERAMPILAN TEKNIK DASAR BERMAIN SEPAKBOLA

Pomo Warih Adi
Universitas Sebelas Maret Surakarta

ABSTRACT

This research aims to find out the difference effect of teaching style between
command and exercise styles in elementary school students with both high and low basic
movement skills in age group of 8-9 years and 10-11 years on the basic technique skill of
playing football. In addition, it also aims to find out the interaction between teaching style,
basic movement skill, and age group on the basic technique skill of playing football.
This research was conducted using experimental method involving three variables:
independent variables is teaching style, attribute variable is basic movement skill and age
group, and dependent variable is basic technizue skill of playing football. Research design
employed was 2x2x2 factorial design. The sample of research was the male students of SD
Muhammadiyah 1 Surakarta with ages ranging from 9-11 years. The size of sample taken for
the research was 104 students coming from SD Muhammadiyah 1 Surakarta in academic year
of 2007/2008. The sampling technique used was purposive random sampling with lottery.
Technique of analyzing data employed was across average multiple comparative test with
Scheffe method. Technique of analyzing data was conducted with computer. The hypothesis
testing was conducted at significance level of 0.05.
The research concludes that: (1) There are significan different effects between the
commando and exercise teaching styles on the basic technique skill of playing football. (2)
There are significan different effects of basic technique skill of playing football between the
students with low basic movement skill. (3) There are significan different effects of basic
technique skill of playing football between the group with 8-9 years age and the one with 10-
11 years age. (4) There is an interaction between teaching style and basic movement skill on
the basic technique skill of playing football. (5) There is an interaction between the teaching
style and the age group on the basic technique skill of playing football. (6) There is an
interaction between the basic movement skill and the age group on the basic technique skill of
playing football. (7) There is an interaction between the teaching style, the basic movement
skill, and the age group on the basic technique skill of playing football.

Keyword : Teaching style, basic movement skills, the age group, the basic technique skill of
playing football.

PENDAHULUAN

Pendidikan jasmani sebagai suatu
proses pembinaan manusia yang
berlangsung seumur hidup, pendidikan
jasmani, olahraga dan kesehatan yang
diajarkan disekolah memiliki peranan
sangat penting, yaitu memberikan
kesempatan kepada peserta didik untuk
terlibat langsung dalam berbagai
pengalaman belajar melalui aktivitas
jasmani, olahraga dan kesehatan yang
dipilih yang dilakukan secara sistematis.
Pembekalan pengalaman belajar itu
diarahkan untuk membina pertumbuhan
fisik dan pengembangan psikis yang lebih
baik, sekaligus membentuk pola hidup
sehat dan bugar sepanjang hayat.
Pendidikan jasmani, olahraga dan
kesehatan merupakan media untuk
mendorong pertumbuhan fisik,
perkembangan psikis, keterampilan
Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010________________________________________15

motorik, pengetahuan dan penalaran,
penghayatan nilai-nilai (sikap-mental-
emosional-sportivitas-spiritual-sosial),
serta pembiasaan pola hidup sehat yang
yang bermuara untuk merangsang
pertumbuhan dan perkembangan kualitas
fisik dan psikis yang seimbang.
Untuk menjalankan proses
pendidikan, kegiatan belajar dan
pembelajaran merupakan suatu usaha yang
amat strategis untuk mencapai tujuan yang
diharapkan. Pergaulan yang bersifat
mendidik itu terjadi melalui interaksi aktif
antara siswa sebagai peserta didik dan guru
sebagai pendidik. Kegiatan belajar
dilakukan oleh siswa, dan melalui kegiatan
ini akan ada perubahan perilakunya,
sementara kegiatan pembelajaran
dilakukan oleh guru untuk memfasilitasi
proses belajar. Kedua peranan itu tidak
akan terlepas dari situasi saling
mempengaruhi dalam pola hubungan
antara dua subyek, meskipun di sini guru
lebih berperan sebagai pengelola.
Untuk mencapai tujuan pendidikan
jasmani, ada beberapa faktor pendukung
yang diperlukan antara lain faktor guru
sebagai penyampai informasi, siswa
sebagai penerima informasi, sarana
prasarana, dan juga metode atau cara untuk
menyampaikan informasi. Metode yang
dipilih dan diperkirakan harus cocok
digunakan dalam proses pembelajaran teori
dan praktek keterampilan, semata-mata
untuk meningkatkan efektifitas dan
efisiensi proses. Proses pembelajaran dapat
dikatakan efektif bila perubahan perilaku
yang terjadi pada siswa setidak-tidaknya
mencapai tingkat optimal. Efisiensinya
terletak pada kecepatan dikuasainya materi
pelajaran yang disajikan, sekalipun dalam
waktu yang relatif pendek. Dengan kata
lain hendaknya guru dalam mengajar
menggunakan pendekatan yang diharapkan
mampu memberikan pengalaman yang
berarti kepada siswa, baik secara fisik
maupun psikis sehingga akan
meningkatkan partisipasi minat gerak
seluruh siswa sehingga tingkat kualitas
gerak maksimal.
Penampilan seorang anak
dipengaruhi oleh faktor umur. Faktor umur
memiliki tingkat perkembangan yang
berbeda secara kapasitas. Setiap kelompok
umur berbeda kapasitas fisik, mental dan
sosial yang disebabkan faktor lingkungan.
Perbedaan ini memiliki implikasi terhadap
proses pembelajaran. Anak yang memiliki
tahapan umur lebih tinggi memiliki aspek
kognisi yang lebih tinggi pula. Aspek
kognisi mempengaruhi penerimaan
informasi; makin tinggi tingkat kognisi
makin mudah menerima informasi. Fakta
dilapangan menunjukkan bahwa
pembelajaran khususnya olahraga kurang
memperhatikan karakteristik siswa yang
didasarkan pada perkembangan usia.
Sebagai contoh pembelajaran olahraga di
sekolah dasar anak-anak kelas II diberikan
pembelajaran yang sama dengan anak
kelas V. Karakteristik fisik, mental dan
sosial dipastikan memiliki perbedaan, oleh
karena itu semestinya diberikan model
pendekatan pembelajaran yang berbeda.
Kelompok umur di Sekolah Dasar
diperkirakan antara 7 12 tahun, maka
dalam penelitian ini nantinya akan
mengambil sampel siswa kelompok umur
8-11 tahun yang diperkirakan duduk
dikelas II V. Uraian diatas menimbulkan
permasalahan apakah ada perbedaan hasil
pembelajaran yang diberikan kepada anak
yang memiliki perbedaan usia.
Kemampuan gerak dasar juga
mempengaruhi didalam mempelajari
ketrampilan gerak dalam suatu cabang
olahraga. Sejalan dengan meningkatnya
ukuran tubuh dan meningkatnya
kemampuan fisik, maka akan meningkat
pula kemampuan gerak dasar anak.
Gerakan-gerakan yang dilakukan
bentuknya dapat menyerupai gerakan
orang dewasa pada umumnya, hanya
perbedaannya terletak pada pelaksanaan
gerak yang masih lemah dan kurang
bertenaga. Hal ini disebabkan kapasitas
fisik anak belum dapat menyamai
kapasitas fisik orang dewasa. Selain itu
16____________________________________Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010

kapasitas fisik masing-masing anak tidak
sama, hal ini disebabkan karena perbedaan
koordinasi tubuh, ukuran tubuh dan
kekuatan otot, sehingga terdapat
kemampuan gerak dasar tinggi dan
kemampuan gerak dasar rendah. Dengan
demikian akan berbeda pula hasil
pembelajaran didalam proses ketrampilan
geraknya.
Sepakbola merupakan cabang
olahraga permainan yang peraturannya
dapat dimodifikasi, sehingga termasuk
materi yang harus diberikan pada mata
pelajaran pendidikan jasmani sekolah
dasar. Bermain sepakbola memiliki unsur
dasar yang sangat kompleks. Kompleksitas
permainan membawa implikasi terhadap
proses pembelajaran ketrampilan bermain
sepakbola. Ketrampilan bermain
merupakan h*asil dari proses pembelajaran
sejak usia dini. Pembelajaran sangat
dipengaruhi kondisi siswa (sebagai
masukan) yang berupa faktor tinggi
rendahnya kemampuan dasar, usia
pertumbuhan, dan perkembangan
fisik,mental dan sosial. Pada anak usia
sekolah dasar (SD) memiliki karakteristik
pertumbuhan fisik, mental dan sosial
berbeda dengan usia-usia pada jenjang
pendidikan lain. Oleh karena didalam
pembelajaran keterampilan dibutuhkan
metode mengajar yang sesuai dengan
perkembangan dan pertumbuhan anak.
Pengaruh gaya mengajar, kemampuan
gerak dan kelompok umur terhadap
keterampilan teknik dasar bermain
sepakbola pada tingkat usia sekolah dasar
merupakan permasalahan yang diangkat
dalam penelitian ini. Sebagai tolok ukur
keberhasilan siswa dalam pembelajaran ini
adalah penguasaan unsur dasar bermain
sepakbola yang diformulasikan dalam
bentuk tes keterampilan.

Gaya Mengajar Komando

Gaya komando adalah suatu cara
pendekatan guru dalam membuat semua
keputusan selama pertemuan berlangsung
yang akan diteruskan kepada siswa. Dalam
gaya ini, Moston (1994: 17) meninjaunya
dari tiga perangkat keputusan : Pra-
pertemuan, selama pertemuan, dan pasca
pertemuan. Dalam pra-pertemuan semua
keputusan dibuat oleh guru antara lain
mengenai materi pokok bahasan, tugas-
tugas, organisasi, dan lain-lain. Selama
pertemuan berlangsung yang dibuat oleh
guru antara lain penjelasan peranan guru
dan siswa, penyampaian pokok bahasan,
penjelasan mengenai prosedur organisasi,
kelompok, tempat kegiatan yang terdiri
dari : peragaan, penjelasan, pelaksanaan,
dan penilaian. Keputusan pada pasca
pertemuan antara lain umpan balik dari
guru kepada siswa, sasarannya harus
memberi banyak waktu pada waktu
pelaksanaan tugas.
Implikasi dari gaya komando ini
adalah standar penampilan sudah mantap
dan ada umumnya satu model untuk satu
tugas pokok bahasan yang dipelajari
dengan cara menirukan dan mengingat
melalui penampilan setiap pokok bahasan
dipilah-pilah menjadi bagian-bagian yang
mudah di mengerti dan dapat diikuti oleh
siswa; dalam gaya komando tidak ada
perbedaan individual. Mosston (1994:17)
mengemukakan bahwa tujuan dari gaya ini
adalah Untuk belajar melaksanakan tugas
dengan teliti, menumbuhkan sikap disiplin,
memperoleh kemajuan dalam mengatasi
setiap masalah, saling menghargai dan
menumbuhkan sikap bertanggung jawab
dalam melaksanakan tugas.

Gaya Mengajar Latihan

Menurut Mosston (1994:32) gaya
latihan adalah pelimpahan keputusan
tertentu dari guru kepada siswa dalam
tugas-tugas latihan yang telah di
demonstrasikan sebelumnya. Dalam gaya
latihan ini, ada beberapa keputusan selama
pertemuan berlangsung yang dipindahkan
dari guru ke siswa.
Anatomi dari gaya latihan adalah
guru membuat keputusan mengenai
penyampaian tugas dengan peragaan dan
penjelasan selama pra-pertemuan; pada
Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010________________________________________17

saat pertemuan pelaksanaan tugas dan
keputusan ada pada siswa; dan keputusan
pada pasca pertemuan tergantung pada
guru melalui hasil pengamatan penampilan
siswa dan penilaian. Inti dari gaya ini
adalah waktu yang diberikan pada siswa
untuk melaksanakan tugas sendiri dan
waktu yang ada oleh guru digunakan untuk
memberikan umpan balik untuk semua
siswa secara individu.

Tabel 1. Perbandingan antara Gaya
Komando dan Gaya Latihan
No Gaya Komando Gaya Latihan
1







2





3








4



5



6



7




Guru memberi
instruksi kepada
siswa untuk
melakukan setiap
gerakan yang telah
didemonstrasikan
sebelumnya

Guru berada pada
satu tempat saja
pada waktu
mengajar


Semua keputusan
tergantung kepada
guru sebelum,
pelaksanaan sesudah
pelaksanaan
mengajar.



Keseragaman dan
penampilan yang
sinkrom

Efisiensi
penggunaan waktu


Mempertahankan
standar estetika


Kedisiplinan dan
keamanan selama
pembelajaran
berlangsung
terkontrol
Guru memberi
kesempatan
kepada siswa
untuk
melakukan
latihan sendiri


Guru tidak harus
dalam posisi
yang tetap
selama
melakukan
episodenya

Guru melibatkan
siswa dalam
rangka
mengambil
keputusan
selama latihan /
pembelajaran

Keseragaman
penampilan
kurang

Penggunaan
waktu kurang
efisien

Standar estetika
kurang
diperhatikan

Kedisplinan dan
keamanan
kurang
terkontrol



8







9







10






11







12


Terjadi peningkatan
semangat kelompok






Kreatifitas siswa
terbatas






Kesempatan siswa
untuk berinteraksi
dengan siswa yang
lain kurang



Guru dalam
memberi instruksi
kepada siswa untuk
melakukan setiap
gerakan yang
ditampilkan
cenderung kaku

Gaya ini lebih cocok
diajarkan kepada
siswa pemula yang
belum mengetahui
tentang ketrampilan
teknik dasar bermain
bola


Semangat
kelompok
kadang-kadang
terabaikan
karena
kepentingan
individu

Siswa mendapat
kesempatan
untuk
mengembangkan
kreatifitas sesuai
dengan
kemampuannya

Siswa mendapat
kesempatan
lebih banyak
untuk interaksi
dengan siswa
yang lain

Guru dalam
memberi
instruksi materi
pembelajaran
kepada siswa
mudah
dimengerti

Gaya ini cocok
untuk siswa
yang telah
mengetahui
tentang
ketrampilan
teknik dasar
bermain sepak
bola


Kemampuan Gerak Dasar

Keterampilan gerak tidak akan
berkembang melalui kematangan saja,
melainkan keterampilan itu harus
dipelajari. Di dalam mempelajari
keterampilan gerak menurut Hurlock (1978
: 157), yaitu : Hal terpenting di dalam
mempelajari keterampilan gerak meliputi :
kesiapan belajar, kesempatan belajar,
18____________________________________Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010

kesempatan berpraktek, model yang baik,
bimbingan, motivasi, individu dan
sistematis.
Di dalam proses pembelajaran
gerak keterampilan diperlukan adanya
kondisi tertentu yang berbeda dengan
kondisi belajar pada jenis belajar yang lain.
Ada dua jenis kondisi pada belajar gerak
keterampilan, yaitu kondisi internal dan
kondisi eksternal (Gagne, 1977: 231).
Kondisi internal adalah kondisi yang ada
pada diri pelajar, sedangkan kondisi
eksternal adalah kondisi yang ada pada
situasi belajar. Kondisi internal meliputi
dua hal, yaitu: mengingat bagian bagian
keterampilan (recall of part-skills) dan
mengingat rangkaian pelaksanaan (recall
of executing routine). Kondisi eksternal
meliputi lima hal, yaitu: instruksi verbal,
gambar, demontrasi, praktek, dan umpan
balik.
Klasifikasi gerakan terampil
menurut Harrow (1972: 76), yaitu:
Klasifikasi gerakan yang terampil dibagi
menjadi dua kontinum, yaitu kontinum
vertikal dan kontinum horisontal .
Kontinum vertikal menunjukkan derajat
kesukaran gerak yang dilakukan dari
berbagai keterampilan dan biasanya
disebut sebagai tingkat kompleksitas.
Sedangkan kontinum horisontal
menggambarkan tingkat penguasaan
keterampilan yang dicapai oleh siswa dan
biasa disebut sebagai tingkat ketangkasan.
Kontinum horizontal berhubungan
dengan derajat ketangkasan atau
penguasaan keterampilan yang dapat
dicapai dalam keterampilan tertentu.
Harrow (1972: 78), menyatakan bahwa :
Kontinum horizontal dibagi menjadi empat
tingkat, yaitu tingkat pemula, menengah,
lanjut, dan keterampilan tinggi .
Jenis tes kemampuan gerak untuk
anak Sekolah Dasar di sesuaikan dengan
perkembangan fisik dan fisiologis anak.
Pertumbuhan fisik erat kaitannya dengan
terjadinya proses peningkatan pematangan
fisiologis pada diri setiap individu.
Pertumbuhan dan tingkat kematangan fisik
dan fisiologis membawa dampak pada
perkembangan kemampuan fisik. Indikasi
untuk menaksir kemampuan fisik anak
dapat dilakukan dengan mengadakan tes.
Tes untuk menaksir kemampuan fisik anak
usia Sekolah Dasar di antaranya meliputi :
Scotts motor ability test : obstacle race,
loncat jauh tanpa awalan, dan lempar bola
basket (mathews, 1973 : 168). Barrows
motor ability test : loncat jauh tanpa
awalan, lempar bola soft-ball, lari zig-zag,
lempar bola ke dinding, menempatkan bola
medecine dan lari 60 yard. (Mathews,
1973: 170 ).

Tabel 2.Faktor-faktor yang mempengaruhi
kemampuan gerak dasar

Kemampuan gerak
dasar tinggi
Kemampuan gerak
dasar rendah
1. aktivitas
pada masa
sebelumnya
diberikan
kebebasan
2. lingkungan,
orang tua
dan pra
sarana
pendukung
3. memiliki
koordinasi
tubuh dan
kekuatan
otot yang
baik
4. motivasi
melakukan
kegiatan
tinggi
1. aktivitas
pada masa
anak kurang
atau
dikekang
2. lingkungan,
orang tua
dan pra
sarana
kurang
mendukung
3. koordinasi
tubuh dan
kondisi fisik
lemah
4. kurang
bermotivasi
terhadap
kegiatan
olahraga.


Kelompok Umur

Pengelompokan siswa menurut
Clarke dalam Drowatzky (1975:61) yaitu:
Ada dua prosedur utama yang dapat
digunakan untuk mengadakan
pengelompokkan siswa secara homogen,
yakni dengan cara pengelompokkan
berdasarkan macam kegiatan khusus yang
Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010________________________________________19

mereka ikuti dan berdasarkan
kemampuan umur yang mereka miliki.
Dengan mempertimbangkan pada
karakteristik fisik, sosial, emosional dan
mental dari siswa yang didasarkan pada
umur dan kelompok kelas II - V tersebut,
maka perlu diadakan pengelompokan
siswa, yaitu pengelompokan umur 8-9
tahun dan pengelompokan umur 10-11
tahun. Menurut survey yang peneliti
lakukan, bahwa yang termasuk dalam
kelompok umur 8-9 tahun yaitu anak atau
siswa yang berumur 8 tahun sampai 9,5
tahun. Sedangkan kelompok umur 10-11
tahun yaitu siswa yang berumur 9,6 tahun
sampai umur 11 tahun. Kelompok umur 8 -
9 tahun dan kelompok umur 10 - 11 tahun
sebagai kelompok eksperimen dalam
penelitian.

Keterampilan Teknik Dasar Bermain
Sepakbola

Untuk dapat mencapai penguasaan
teknik-teknik dasar bermain sepak bola
seseorang harus melakukan dengan
prinsip-prinsip gerakan teknik yang benar,
cermat, sistematik yang dilakukan
berulang-ulang terus menerus dan
berkelanjutan, sehingga menghasilkan
kerjasama yang baik antara sekumpulan
saraf otot, untuk pembentukan gerakan
yang harmonis, sehingga menghasilkan
otomatisasi gerakan. Beberapa teknik dasar
yang perlu dipelajari menurut Sneyyer
(1988:11), yaitu:
Mengendalikan bola dengan kaki, paha,
dada dan kepala, meneruskan bola tanpa
ditahan, dribbling, tendangan sambil salto,
pass pendek dan panjang, melempar bola,
tendangan langsung dan tidak langsung,
tendangan sudut pendek dan yang panjang,
menyundul bola, memberi efek pada bola
dan sebagainya.
Sedangkan menurut Fuchs
(1979:48), adalah: Keterampilan teknis
bermain sepak bola terdiri dari menendang,
trapping, dribling, volleying, heading dan
throw-in. Selanjutnya disebutkan secara
garis besarnya keterampilan teknis bermain
sepak bola yang harus dikuasai oleh setiap
pemain sepak bola meliputi : menendang
(instep kick, inside foot kick, outside foot
kick, heel kick, trapping atau
mcnghentikan bola (sole of the foot trap,
foot trap, body trap). Tiap bagian dapat
diajarkan secara terpisah-pisah sesuai
dengan kebutuhan bahan atau materi
pembelajaran.

METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan di
Sekolah Dasar Muhammadiyah I
Surakarta. Metode penelitian yang
digunakan dalam penelitian ini adalah
metode eksperimental. Sampel dalam
penelitian ini adalah siswa putra Sekolah
Dasar Muhammadiyah I Surakarta yang
berumur 8-11 tahun yang berjumlah 56
siswa. Teknik pengumpulan data yang
digunakan untuk memperoleh data dalam
penelitian adalah metode survey dengan
teknik tes dan pengukuran. Data yang
dikumpulkan ada tiga macam, yaitu :
1. Data kemampuan gerak dasar dari :
Barrow Motor Ability Test : Test
Number Two (Mathews, 1973 : 170
171.
2. Data kelompok umur siswa
3. Data keterampilan bermain sepakbola
dari Siem Plooyer (1970:152-157).
Penelitian ini menggunakan rancangan
faktorial 2 x 2 x 2 (Sutrisno Hadi. 1987 :
271).
















20____________________________________Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010

HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN

Tabel 1. Diskripsi data Tes ketrampilan
teknik dasar bermain
sepakbola tiap kelompok
berdasarkan variabel penelitian
Sebelum dan Sesudah
Perlakuan.

Variabel
Penelitian



Statistik
Deskriptif
Gaya Mengajar Komando Gaya Mengajar Latihan
Kemampuan
Gerak Dasar
Tinggi
Kemampuan
Gerak Dasar
Rendah
Kemampuan
Gerak Dasar
Tinggi
Kemampuan
Gerak Dasar
Rendah
Umur
8-9 th
Umur
10-11
th
Umur
8-9 th
Umur
10-11
th
Umur
8-9 th
Umur
10-11
th
Umur
8-9 th
Umur
10-11 th
Sebelum
Y
Y
1635
233.571
2515
359.286
1830
261.429
2560
365.714
1830
261.429
2290
327.143
1760
251.429
2490
355.714
Sesudah
Y
Y
1975
282. 143
2990
427.143
2465
352.143
3060
437.143
2255
322.143
2995
427.857
2175
310.714
3155
450.714
Peningk
atan
Y
Y
N
340
48.571
7
475
67.857
7
635
90.714
7
500
71.429
7
425
60.714
7
705
100.714
7
415
59.286
7
665
95.000
7


Tabel 2. Ringkasan nilai rerata
keterampilan teknik dasar
bermain sepakbola sebelum
dan sesudah perlakuan.

Variabel
Penelitian



Statistik
Deskriptif
A1 A2
B1 B2 B1 B2
C1 C2 C1 C2 C1 C2 C1 C2
Sebelum
233.571 359.286 261.429 365.714 261.429 327.143 251.429 355.714
Sesudah
282.143 427.143 352.143 437.143 322.143 427.857 310.714 450.714
Peningkatan
48.571 67.857 9.714 71.429 60.714 100.714 59.286 95.000















Tabel 3. Ringkasan keseluruhan hasil
analisis varians dua faktor
Sumber
Variasi
dk JK RJK F
o
F
t

Rata-rata
Perlakuan 1 309028.5714 309028.5714
A 1 1207.1429 1207.1429 4.8691 4.04
B 1 1301.7857 1301.7857 5.2509
AB 1 2444.6429 2444.6429 9.8607
C 1 5016.0714 5016.0714 20.2329
AC 1 5016.0714 5016.0714 20.2329
BC 1 1607.1429 1607.1429 6.4826
ABC 1 1028.5714 1028.5714 4.1489
Kekeliruan 48 11900.0000 247.9167
Total 56 338550.0000

Keterangan :
A = Kelompok gaya mengajar
B = Kelompok siswa berdasarkan tinggi-
rendahnya kemampuan gerak dasar
C = Kelompok siswa berdasarkan umur.

1. Ada perbedaan yang signifikan
antara peningkatan keterampilan
teknik dasar bermain sepakbola
yang diberi perlakuan dengan gaya
mengajar komando dan gaya
mengajar latihan.
Apabila dilihat dari hasil
mean kedua gaya mengajar
tersebut, ternyata mean gaya
mengajar latihan mendatangkan
hasil pembelajaran yang lebih baik
daripada gaya mengajar komando.
Gaya mengajar latihan sangat
cocok digunakan untuk
mempraktekkan gerakan atau
keterampilan yang sifatnya
individu, misalnya menimang-
nimang bola, menggiring bola atau
menyundul bola. Sedangkan gaya
mengajar komando dengan
keterampilan yang terputus-putus,
misalnya menendang bola,
menghentikan bola, melempar bola.
2. Ada perbedaan yang signifikan
antara peningkatan keterampilan
teknik dasar bermain sepakbola
Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010________________________________________21

antara siswa yang mempunyai
kemampuan gerak dasar tinggi dan
siswa yang mempunyai
kemampuan gerak dasar rendah.
Kemampuan gerak dasar
secara signifikan berpengaruh
terhadap keterampilan bermain
sepakbola, sehingga hipotesis
diajukan diterima. Hal ini
menunjukkan bahwa kemampuan
seseorang akan mempengaruhi
tingkat penguasaan keterampilan.
Penguasaan keterampilan
merupakan salah satu gerakan
yang memerlukan koordinasi tubuh
secara keseluruhan. Penguasaan
keterampilan gerak dipengaruhi
oleh tinggi rendahnya kemampian
gerak dasar subyek didik. Secara
potensial setiap individu
mempunyai kemampuan gerak
dasar yang berbeda. Secara teoritis,
seseorang yang memiliki gerak
dasar yang tinggi mampu menerima
informasi yang lebih cepat dalam
pembelajaran gerak, karena lebih
banyak memiliki pengalaman
gerak. Anak yang memiliki
kemampuan gerak dasar yang
tinggi akan lebih cepat di dalam
mengimitasi, mengeksplorasi,
menguji dan membangun suatu
gerakan. Sedangkan anak yang
memiliki kemampuan gerak dasar
rendah cenderung memiliki
pengalama gerak yang rendah pula.
Anak yang memiliki kemampuan
gerak dasar yang rendah akan
lambat pula di dalam mengimitasi,
mengeksplorasi, menguji dan
membangun suatu gerakan.
Namun menurut penelitian ini,
siswa yang memiliki kemampuan
rendah,justru rata-rata hasil
keterampilannya lebih baik
dibandingkan dengan siswa yang
memiliki kemampuan gerak dasar
tinggi. Ada beberapa kemungkinan
yang menyebabkannya, yakni:
Pertama, Siswa Sekolah Dasar
masih dalam tingkatan
keterampilan pemula, sehingga
belum siap diberikan tes
kemampuan gerak dasar yang
sifatnya masih baru. Kedua, Siswa
belum dapat menangkap informasi
dan menafsirkan maksud dan
tujuan gerakan yang diberikan
dalam tes kemampuan gerak dasar.
Ketiga, ada kemungkinan variable
variable tidak terkontrol ikut
mempengaruhi hasil pembelajaran.
3. Ada perbedaan yang signifikan
antara peningkatan keterampilan
teknik dasar bermain sepakbola
antara siswa yang berumur 8-9
tahun dan siswa yang berumur 10-
11 tahun.
Kelompok umur
berpengaruh secara signifikan
terhadap keterampilan bermain
sepakbola. Hal ini menunjukkan
bahwa keberhasilan pembelajaran
dipengaruhi oleh kondisi fisik,
perkembangan sosial dan
emosional, serta perkembangan
mental anak. Pada kenyataannya
antara kelompok umur 8 - 9 tahun
karakteristik fisik, perkembangan
sosial dan emosional serta
perkembangan mental terdapat
perbedaan dibandingkan dengan
anak kelompok umur 10 - 11 tahun.
Perbedaan itu akan membawa
dampak pada proses kematangan
seseorang. Kematangan
mempengaruhi arti kesiapan dan
kesediaan anak di dalam menerima
pembelajaran. Bila kesiapan dan
kesediaan anak dalam menerima
pembelajaran belum siap, maka
akan kehilangan efisien atau anak
lebih lama dalam menerima dan
menyerap informasi yang
diberikan. Kematangan seseorang
dipengaruhi oleh tahap tahap
perkembangan, oleh sebab itu
proses belajar gerah mengacu pada
tahapan perkembangan kematangan
anak. Hasil penelitian menunjukkan
22____________________________________Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010

bahwa kelompok umur 10-11 tahun
memiliki hasil yang lebih baik bila
dibandingkan dengan kelompok
umur 8 - 9 tahun. Ada beberapa hal
yang menyebabkan perbedaan,
antara lain karena tingkat
kematangan. Kelompok umur 10
11 tahun lebih memiliki tingkat
kesiapan dan kesediaan di dalam
menerima pembelajaran
keterampilan dengan tingkatan
gerak yang komplek. Kematangan
seseorang ditandai dengan minat
belajar yang tinggi, minat yang
timbul pada dirinya akan bertahan
lama, artinya tidak cepat bosan atau
tidak mudah jemu dari kemajuan
belajar menjadikan kebanggaan
dalam dirinya. Jadi jelasnya bahwa
seseorang yang lebih matang, akan
lebih baik pula hasil pembelajaran
yang diperolehnya.
4. Terdapat interaksi faktor utama
penelitian dalam bentuk interaksi
dua faktor yakni interaksi antara
gaya mengajar dan kemampuan
gerak dasar.
Interaksi antara gaya
mengajar dan kemampuan gerak
dasar berpengaruh secara signifikan
terhadap keterampilan bermain
sepakbola. Kemampuan gerak
dasar pada dasarnya bersifat
potensial dan merupakan awal
keberhasilan dari suatu proses
pembelajaran. Belajar gerak selalu
mendasarkan pada keterampilan
atau aktivitas yang dikuasai
sebelumnya.
5. Terdapat interaksi faktor utama
penelitian dalam bentuk interaksi
dua faktor yakni interaksi antara
gaya mengajar dan kelompok
umur.
Antara gaya mengajar
dengan kelompok umur terhadap
keterampilan bermain sepakbola
terdapat interaksi yang signifikan.
Pembelajaran keterampilan kurang
berhasil jika seorang guru tidak
mampu melakukan pendekatan
sebagai sistem. Penggolongan
tahapan perkembangan pada
dasarnya merupakan salah satu
pendekatan sistim. Tahapan
perkembangan dikelompokkan
menjadi prenatal, bayi, anak
anak, remaja, dewasa dan tua.
Dengan umur dan tingkat kelas
yang sama akan mendatangkan
hasil yang baik, karena siswa dapat
melakukan kompetisi yang positif
pada sesama teman dengan umur
yang hampir sama dalam proses
pembelajaran. Perlu diingat bahwa
perkembangan dan karakteristik
anak masing masing memiliki ciri
khas tersendiri yang dapat
mempengaruhi tingkat
keterampilan. Perbedaan
karakteristik fisik, sosial,
emosional dan mental akan
mempengaruhi hasil pembelajaran.
Oleh sebab itu penggabungan kelas
yang memperhatikan kaidah
kaidah perkembangan dan jiwa
anak akan menyebabkan
keseimbangan, sehingga hasil
pembelajaran dapat maksimal.
6. Terdapat interaksi faktor utama
penelitian dalam bentuk interaksi
dua faktor yakni interaksi antara
kemampuan gerak dasar dan
kelompok umur.
Kemampuan gerak dasar
terkait erat dengan kematangan
seseorang. Seseorang yang
memiliki tingkat kemampuan gerak
dasar yang tinggi akan memiliki
kematangan sistem syaraf, otot dan
organisme tubuh yang baik pula.
Umur yang lebih tua akan
membentuk karakteristik fisik,
sosial dan emosional serta
karakteristik mental yang lebih
baik, sehingga akan mempengaruhi
kemampuan gerak dasar seseorang.


Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010________________________________________23

7. Terdapat interaksi faktor utama
penelitian dalam bentuk interaksi
tiga faktor yakni interaksi antara
gaya mengajar, kemampuan gerak
dasar dan kelompok umur.
Hasil penelitian
menunjukkan bahwa antara gaya
mengajar, kemampuan gerak dasar
dan kelompok umur terhadap
keterampilan bermain sepakbola
ternyata interaksi yang bermakna.
Hal ini disebabkan karena variabel
gaya mengajar, kemampuan gerak
dasar dan kelompok umur tidak
memiliki tingkat independensi yang
kuat. Kekuatan independensi akan
berpengaruh terhadap kekuatan
interaksi. Karena dengan pemilihan
metode praktek yang tepat akan
dapat meningkatkan kemampuan
gerak dasar seseorang dan apabila
gaya mengajar itu disesuaikan
dengan kelompok umur para
peserta didik akan lebih baik lagi.
Kemampuan gerak dasar terkait
erat dengan kematangan seseorang.
Seseorang yang memiliki tingkat
kemampuan gerak dasar yang
tinggi akan memiliki kematangan
sistem syaraf, otot dan organisme
tubuh yang baik pula. Umur yang
lebih tua akan membentuk
karakteristik fisik, sosial dan
emosional serta karakteristik
mental yang lebih baik, sehingga
akan mempengaruhi kemampuan
gerak dasar seseorang. Oleh sebab
itu antara kemampuan gerak dasar
dan kelompok umur akan terjadi
interaksi dengan gaya mengajar dan
hasil pembelajaran.









KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan kesimpulan analisis
data dan pembahasannya, maka dapat
ditarik suatu kesimpulan sebagai berikut :
1. Ada perbedaan pengaruh antara gaya
mengajar komando dan gaya mengajar
latihan terhadap keterampilan teknik
dasar bermain sepakbola pada siswa
putra SD Muhammadiyah I Surakarta,
karena F
0
= 4.8691 lebih besar dari F
t
=
4.04. Pada taraf signifikansi 5%.
2. Ada perbedaan pengaruh antara siswa
yang mempunyai kemampuan gerak
dasar tinggi dan siswa yang
mempunyai kemampuan gerak dasar
rendah terhadap keterampilan teknik
dasar bermain sepakbola pada siswa
putra SD Muhammadiyah I Surakarta.
Karena F
0
= 5.2509 lebih besar dari F
t

= 4.04. Pada taraf signifikansi 5%.
3. Ada perbedaan pengaruh antara siswa
yang berumur 8-9 tahun dan siswa
yang berumur 10-11 tahun terhadap
keterampilan teknik dasar bermain
sepakbola pada siswa putra SD
Muhammadiyah I Surakarta. Karena F
0

= 20.2329 lebih besar dari F
t
= 4.04.
Pada taraf signifikansi 5%.
4. Ada interaksi antara gaya mengajar dan
kemampuan gerak dasar terhadap
keterampilan teknik dasar bermain
sepakbola pada siswa putra SD
Muhammadiyah I Surakarta, karena F
0

= 9.8607 lebih besar dari F
t
= 4.04.
Pada taraf signifikansi 5%.
5. Ada interaksi antara gaya mengajar dan
kelompok umur terhadap keterampilan
teknik dasar bermain sepakbola pada
siswa putra SD Muhammadiyah I
Surakarta, karena F
0
= 20.2329 lebih
besar dari F
t
= 4.04. Pada taraf
signifikansi 5%.
6. Ada interaksi antara kemampuan gerak
dasar dan kelompok umur terhadap
keterampilan teknik dasar bermain
sepakbola pada siswa putra SD
Muhammadiyah I Surakarta, karena F
0

= 6.4826 lebih besar dari F
t
= 4.04.
Pada taraf signifikansi 5%.
24____________________________________Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010

7. Ada interaksi antara gaya mengajar,
kemampuan gerak dasar dan kelompok
umur terhadap keterampilan teknik
dasar bermain sepakbola pada siswa
putra SD Muhammadiyah I Surakarta,
karena F
0
= 4.1489 lebih besar dari F
t
=
4.04. Pada taraf signifikansi 5%.

Dalam rangka ikut bertanggung
jawab di dalam meningkatkan kualitas
pendidikan dan suatu usaha untuk
menyumbangkan pemikiran dan wawasan
mengenai salah satu strategi pembelajaran
pendidikan jasmani yang berorientasi pada
waktu pelaksanaan yaitu mengenai gaya
mengajar, maka dianjurkan saran-saran
kepada guru pendidikan jasmani sebagai
berikut:
1. Dapat menerapkan gaya mengajar
komando dan latihan dalam proses
belajar mengajar dengan prosedur
pembelajarannya fleksibel dan kreatif.
2. Selalu mengembangkan kemampuan
gerak sebagai dasar untuk
meningkatkan kemampuan gerak dasar.
Karena dengan memiliki kemampuan
gerak dasar yang baik akan menunjang
siswa terampil dalam cabang olahraga.
3. Dalam mengajar siswanya disesuaikan
dengan umur dan tingkat kelas yang
bersangkutan.


DAFTAR PUSTAKA

Drowatzky, John N. 1975. Motor Learning : Principles and Practices. Minncapolis.
Minnesota : Burgess Publishing Company.

Gallahue, David I. 1989. Understanding Motor Development Infant Children Adolescent.
Indianapolis : Benchmark Press, Inc.

Harre, Dietrich. 1982. Principles of Sport Training Introduction to The Theory and Methods
of Training. Berlin : Sport Verlag.

Hurlock, Elizabeth B. 1991. Perkembangan Anak. (Terjemahan olah Meitasari Tjandrasa dan
Mushichah Zarkasih). Edisi ke 6 Jakarta : PT. Gelora Aksara Pratama.

Mathews, Donald K. 1973.Measurement in Physical Education. Philadclphia : W.B. Saunders
Company.

Mosston, Muska and Ashworth. 1994. Teaching Physical Education. Fourth Edition. Mac.
Millan Publishing Company. New York USA.

Plooyer, Siem. 1970. Jeugd Voetball, KNVB. Jeugdvoeltball. Seredeel G. The Football
Association. Skifull Soccer For Young Players. London : Educational Production
Ltd.

Sneyers, Jeff. 1998. Sepak Bola Latihan dan Strategi Bermain. (Alih Bahasa : L. Lanjang)
Jakarta : PT. Rosdo Jaya Putra Offset.

Strand, Bradford N. and Rolayne Wilson. 1993. Assessing Sport Skills. Utah State University.
Human Kinetics Publisher.



Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010________________________________________25

Sudjana. 1994. Desain dan Analisis Eksperimen. Edisi III. Bandung : Penerbit Tarsito

______. 1996. Metoda Statistika. Edisi Ke-6 Bandung : Penerbit Tarsito.

Sutrisno Hadi. 1987. Analisa Regresi. Yogyakarta : Yayasan Penerbit Fakultas

Psikologi Universitas Gajah Mada Yogyakarta.

______. 1990. Metodologi Research Jilid IV. Yogyakarta. Penetbit Andi Offset.









































26____________________________________Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010

PENINGATAN MOTIVASI BELAJAR AKTIFITAS RITMIK
MELALUI METODE AKTUALISASI KREATIFITAS GERAK

Agus Mukholid
(Staf Pengajar di Jurusan POK FKIP UNS)
Nur Hariadi Pudjias Tjahyono
(Peserta Program Sertivikasi Guru Dalam Jabatan
Melalui Jalur Pendidikan Profesi)
Adi Putranto
(Guru SMP N 7 Surakarta)


ABSTRACT

One of the causes of low student motivation is the students feel bored and tired of the
atmosphere of learning they experienced, as well as by low student motivation in learning
materials rhythmic activity physical education subjects. One way to increase motivation to
learn rhythmic activity is buy using the method of actualizing creativity in motion. This
method provides an opportunity for student to explore the potential and ability in developing
creativity in motion. Through classroom action research conducted in three cycles, most
students feel happy to follow the learning, not easily saturated and can demonstrate its ability
to develop the learning atmosphere motion creativity, become more fun, more creative and
motivated students to learn more increases.

Keywords: creative actualization movement, motion to learn.


PENDAHULUAN

Salah satu penyebab kurang
berhasilnya suatu pembelajaran adalah
rendahnya motivasi siswa dalam mengikuti
pembelajaran tersebut. Demikian pula pada
pembelajaran aktifitas ritmik mata
pelajaran pendidikan jasmani, salah satu
penyebab rendahnya motivasi siswa karena
selama ini yang banyak dilakukan oleh
guru penjas adalah bersifat mendikte,
siswa hanya melakukan apa yang
diinstruksikan oleh guru, siswa tidak
mempunyai kesempatan untuk
menanpilkan potensi dan kemampuannya
dalam mengembangkan kreatifitas
geraknya sehingga suasana pembejaran
terkesan monoton, jenuh, bosan dan pada
akhirnya siswa merasa kurang senang
terhadap pembelajaran yang dihadapinya.
Permasalahan diatas adalah sekelumit
penyebab mengapa motivasi belajar dalam
mata pelajaran pendidikan jasmani masih
begitu rendah. Dalam upaya meningkatkan
motivasi belajar tersebut perlu adanya
langkah kongkrit dari para guru penjas,
yang salah satunya yaitu dengan cara
menggunakan metode aktualisasi
kreatifitas gerak yang akan dibahas pada
penelitian ini.
Dengan adanya penelitian ini
diharapkan dapat menemukan solusi atas
rendahnya motivasi siswa dalam mengikuti
pembelajaran aktifitas ritmik. Metode
aktualisasi kreatifitas gerak yang akan
diangkat dalam penelitian ini melibatkan
pihak lain sebagai kolaborator dan
dilaksanakan dengan biaya seminim
mungkin tetapi dapat mencapai hasil
semaksimal mungkin, sehingga
manfaatnya dapat dirasakan langsung baik
oleh siswa, guru maupun pihak sekolah.
Dalam hal ini penyebab rendahnya
motivasi belajar aktifitas ritmik adalah: (1)
Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010________________________________________27

Masih adanya perlakuan guru penjas yang
bersikap otoriter/mendikte dan lebih
kepada kegiatan melatih siswa bukan
mengajar penjas, (2) siswa hanya
melakukan apa yang
diperintahkan/diinstruksikan oleh guru, (3)
siswa tidak memiliki kesempatan untuk
menggali potensi/kemampuan dalam
mengembangkan kreatifitas yang
dimilikinya, dan (4) kreatifitas siswa
menjadi terpasung.
Upaya yang dapat dilakukan guna
mencari solusi yang terbaik untuk
memecahkan permasalahan tersebut antara
lain: (1) menggunakan metode
pembelajaran aktualisasi kreatifitas gerak,
(2) setelah itu dilanjutkan dengan
pengelompokan siswa dalam menggali
potensi gerak, dan (3) diakhiri dengan
melakukan evaluasi silang terhadap
gerakan yang telah berhasil ditemukannya.
Dengan demikian muncul dua pertanyaan
apakah pembelajaran dengan
menggunakan metode Aktualisasi
kreatifitas gerak dapat meningkatkan
motivasi belajar aktifitas ritmik? dan
bagaimanakah meningkatkan motivasi
belajar aktifitas ritmik melalui metode
aktualisasi kreatifitas gerak?
Penelitian ini bertujuan untuk
menentukan langkah alternatif dalam
meningkatkan motivasi belajar aktifitas
ritmik di SMP Negeri 7 Surakarta. Dapat
mengetahui sejauh mana pengaruh
penerapan metode aktualisasi kreatifitas
gerak terhadap motifasi belajar aktifitas
ritmik. Dengan adanya penerapan hasil
penelitian ini diharapkan siswa dapat
termotivasi dalam mengikuti pembelajaran
aktifitas ritmik sehingga suasana
pembelajaran menjadi lebih
menyenangkan, kreatifitas siswa dapat
tereksplorasi secara maksimal, potensi
gerak siswa dapat dikembangkan hingga
pada akhirnya manfaat kebugaranpun akan
dapat dirasakan.
Aktualisasi diri adalah kebutuhan
naluriah pada manusia untuk melakukan
yang terbaik dari yang dia bisa. Istilah ini
digunakan dalam berbagai teori psikologi,
seperti oleh Kurt Goldstein, Abraham
Maslow, dan Carl Rogers. Goldstein
adalah ahli yang pertama melihat bahwa
kebutuhan ini menjadi motivasi utama
manusia, sementara kebutuhan lainnya
hanyalah manifestasi dari kebutuhan
tersebut. Namun yang membuat istilah ini
lebih mengemuka adalah teori Maslow
tentang hirarki kebutuhan, yang
menganggapnya sebagai tingkatan
tertinggi dari perkembangan psikologis
yang bisa dicapai bila semua kebutuhan
dasar sudah dipenuhi dan
pengaktualisasian seluruh potensi dirinya
mulai dilakukan.
Aktualisasi diri adalah proses seorang
individu untuk menjadi dirinya sendiri.
Untuk bisa mengaktulisasikan dirinya,
seseorang tidak harus terlebih dahulu
terpenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar yang
berada di tingkat di bawahnya (menurut
Maslow). Karena sebenarnya teori Maslow
bukanlah sesuatu yang linier, tetapi ada
inter-relasi atau over-lappingnya. Artinya
orang bisa saja "sampai" pada self-
actualization tanpa harus fulfilled
kebutuhan akan fisik dasar, rasa aman.
Yang diperlukan untuk bisa sampai pada
aktualisasi diri adalah "keberanian" untuk
keluar dari belenggu kebutuhan-kebutuhan
yang ada di bawahnya.
Kata kreatif adalah bentuk sifat
dari kata dalam bahasa Inggris create.
Create menurut Kamus Inggris Indonesia
susunan John M. Echols dan Hassan
Shadily (2000) berarti menciptakan,
menimbulkan, membuat. Kata turunannya
antara lain kreativitas (creativity) yang
berarti daya cipta, kreatif (creative) yang
berarti bersifat memiliki daya cipta, kreasi
(creation) yang artinya ciptaan, dan kreator
(creator) yang artinya pencipta. Secara
bebas, proses kreatif dapat diartikan
sebagai proses yang bersifat menciptakan
atau proses terciptanya sesuatu. Sesuatu
yang diciptakan itu dapat berupa benda
konkret (misalnya karya seni dan produk
teknologi), konsep (hipotesis atau teori
ilmiah), dan dapat pula berupa ide untuk
28____________________________________Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010

memecahkan masalah atau cara tertentu
untuk menyikapi hidup sehari-hari.
Menurut Rhodes, ada empat aspek
yang menandai adanya kreativitas. Empat
aspek itu adalah pribadi kreatif (the
creative person), proses kreatif (the
creative process), produk kreatif (the
creative product), dan pendorong atau
lingkungan kreatif (the creative press or
environment). Keempat aspek ini disebut
Four Ps of Creativity: Person, Process,
Product, dan Press. Keempatnya
berhubungan sebagai berikut: pribadi
kreatif yang melibatkan diri dalam proses
kreatif, dengan dukungan pendorong atau
lingkungan kreatif, akan menghasilkan
produk kreatif (Munandar, 1999).
Definisi kreativitas selalu dikaitkan
dengan satu atau lebih faktor-faktor
tersebut. Menurut Rhodes, yang telah
menganalisis lebih dari 40 definisi
kreativitas, pada umumnya kreativitas
dirumuskan dalam istilah pribadi, proses,
dan produk. Definisi kreativitas dalam
istilah pendorong (press) atau lingkungan
adalah satu tinjauan lain yang dia
tawarkan, yaitu bahwa ada faktor
pendorong dari sisi pribadi (motivasi) dan
pendorong dari luar (lingkungan) yang
mengarahkan individu kepada perilaku
kreatif (Munandar, 1999).
Definisi lain yang dikemukakan oleh
Abraham Maslow, tokoh psikologi
humanistik, juga dapat dilihat dalam
pengertian pribadi. Maslow memaknai
kreativitas sebagai kreativitas aktualisasi-
diri, yang dalam beberapa hal hampir
serupa dengan kesehatan mental yang baik,
atau sifat-sifat istimewa bagi kemanusiaan
yang sempurna. Bagi Maslow, seorang
yang kreatif dalam menjalani
kehidupannya adalah dia yang telah
mencapai tingkat aktualisasi-diri
(Langgulung, 1991).
Dalam upaya meningkatkan
pelayanan pendidikan yang semakin
kompetitif, dibutuhkan profesionalisme
kerja dari seluruh komponen
penyelenggara pendidikan, terlebih para
guru sebagai ujung tombak keberhasilan
pelaksanaan pendidikan.
Guru tidak hanya dituntut untuk
mampu mentransfer ilmu kepada peserta
didik, tetapi lebih dari itu disamping
sebagai pengajar guru juga harus mampu
mendidik siswa dengan penuh kreatifitas,
inovatif dan dapat membangkitkan
motivasi belajar siswa. Suryabrata (1984)
mengemukakan bahwa motivasi adalah
motif yang sudah menjadi aktif pada saat
tertentu. Sedangkan Winskel (1987)
mengemukakan bahwa motif adalah daya
penggerak didalam diri seseorang untuk
melakukan aktifitas aktifitas tertentu demi
terciptanya suatu tujuan. Proses belajar
yang dilakukan tanpa adanya motivasi dari
siswa untuk mempelajari materi yang
disampaikan dalam kegiatan belajar
mengajar tersebut, maka bukan mustahil
pembelajaran yang dilakukan tidak akan
berhasil dengan baik.
Demikian pula pada pembelajaran
aktifitas ritmik, salah satu upaya untuk
meningkatkan motivasi siswa yaitu dengan
cara memberikan kesempatan kepada
siswa untuk mengaktualisasikan diri dalam
mengembangkan kreatifitas geraknya.
Sedangkan guru sebagai fasilitator
berperan untuk mengakomodir kreatifitas
siswa serta memberikan batasan batasan
tentang gerakan pemanasan, gerakan inti,
dan gerakan penenangan, dengan begitu
suasana pembelajaran akan
menyenangkan, siswa akan terpacu untuk
menemukan variasi-variasi gerakan dan
kreatifitas gerak siswa akan muncul.
Brown (1971) mengemukakan ada 8
ciri motivasi belajar yang tinggi yaitu: (1)
Tertarik pada guru artinya tidak bersikap
acuh tak acuh, (2) tertarik pada suatu
pelajaran yang diajarkan, (3) antusias
tinggi, serta mengendalikan perhatian dan
energi kepada kegiatan belajar, (4) ingin
selalu bergabung pada suatu kelompok
kelas, (5) ingin identitas diri diakui orang
lain, (6) tindakan dalam kebiasaannya,
serta moralnya selalu dalam kontrol, (7)
selalu mengingat pelajaran dan dipelajari
Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010________________________________________29

kembali di rumah, (8) selalu terkontrol
oleh lingkungan.
Bagaimana meningkatkan motivasi
belajar aktifitas ritmik. Mencermati
pertanyaan yang sangat mendasar tersebut
ada baiknya kita memperhatikan tahap-
tahap dalam pelaksanaan kegiatan belajar
mengajar. pada awal kegiatan inti proses
belajar mengajar guru memberikan
batasan-batasan tentang gerakan dalam
materi aktifitas ritmik. Namun mengingat
tingkat kemampuan yang bervariasi, tentu
ada beberapa siswa yang mengalami
kesulitan dalam menemukan gerakan,
disinilah peran guru sebagai fasilitator
memberikan solusi/langkah pemecahan
masalah, yaitu dengan memberikan
contoh-contoh / alternatif gerakan
sekaligus mendemonstrasikan dengan
diiringi irama. Hal ini akan membantu
siswa dalam menggali potensi sekaligus
mengaktualisasikan kreatifitas gerak yang
dimilikinya.

METODE PENELITIAN

Penelitian inia dalah Penelitian
Tindakan Kelas (PTK) yang dilaksanakan
di SMP Negeri 7 Surakarta dengan alamat
Jl. Mr. Sartono No. 34 Surakarta. Kelas
yang digunakan penelitian adalah kelas 8
D. Sedangkan jadwal penelitian adalah
pada siklus pertama dilaksanakan pada
minggu pertama bulan April 2009, siklus
kedua dilaksanakan pada minggu kedua
bulan April 2009, dan siklus ketiga
dilaksanakan pada minggu ketiga bulan
April 2009.
Karakteristik sekolah yang
digunakan penelitian adalah sebagai
berikut: Sekolah Standart Nasional.
Memiliki 18 rombongan belajar, memiliki
jumlah siswa 738 orang. Sedangkan siswa
8 D berjumlah 40 orang, dengan usia
berkisar 13 tahun, yang terdiri dari siswa
perempuan berjumlah 19 orang dan siswa
lelaki berjumlah 21 orang. Kolaborator
terdiri dari 2 orang yaitu Nur Hariadi
Pudjias Tjahjono dan Adi Putranto (Guru
Penjasorkes SMP N 7 Surakarta).
Penelitian ini beralur tiga siklus
yang dilakukan mulai minggu pertama
April 2009 s/d minggu ketiga April 2009.
Pada siklus pertama: Setelah
memberikan penjelasan tentang batasan-
batasan dalam senam irama dan kesesuaian
langkah, ayunan tangan sampai dengan
gerakan kepala yang disesuaikan dengan
irama yang mengiringinya. Kemudian
memberikan kesempatan kepada siswa
untuk bebas menggali potensi dan
kemampuan siswa dalam mengembangkan
kreatifitas gerak yang dimilikinya.
Peran guru sebagai peneliti
sekaligus fasilitator mengakomodir
kreatifitas gerak yang dikembangkan siswa
sekaligus memberikan arahan tentang
motif gerakan. Sedangkan kolaborator
berperan mengadakan pengamatan
terhadap tingkat partisipasi masing-masing
siswa dalam mengaktualisasikan kreatifitas
geraknya.
Pada akhir siklus ini siswa
diberikan angket yang telah disediakan
kemudian diisi sesuai pengalaman belajar
yang baru saja diikutinya, kolaborator
melakukan pengamatan dan wawancara
sesuai dengan cheklis yang sudah
disiapkan tentang sejauh mana masing-
masing siswa sudah berperan dalam
pembelajaran, setelah itu kolaborator
kembali pengadakan pengamatan sekaligus
mengisi cheklis pengamatan yang sudah
disiapkan secara klasikal tentang proses
kegiatan belajar yang baru saja
dilaksanakan.
Pada siklus kedua: Dengan tingkat
kemampuan fisik motorik siswa yang
bervariasi, tentunya akan berpengaruh juga
pada kemampuan siswa dalam
mengaktualisasikan kreatifitas gerak yang
akan ditampilkannya. Untuk mengatasi
permasalahan ini pada siklus kedua akan
dilakukan pengelompokkan siswa pada
kelas tersebut, dengan membagi menjadi
beberapa kelompok, satu kelompoknya
berkisar antara 4 6 siswa.
Dengan adanya pengelompokkan
tersebut diharapkan siswa dapat bertukar
ide gerakan, saling mengisi dan melakukan
30____________________________________Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010

shering terhadap aktualisasi gerak yang
sudah ditemukan pada siklus pertama,
sehingga masing-masing kelompok akan
bersaing untuk menampilkan yang terbaik.
Pada tahap ini kembali siswa
diberikan angket yang telah disediakan
kemudian diisi sesuai pengalaman belajar
yang baru saja diikutinya, kolaborator
melakukan pengamatan dan wawancara
sesuai dengan cheklis yang sudah
disiapkan tentang sejauh mana masing-
masing siswa sudah berperan terhadap
kelompoknya, setelah itu kolaborator
kembali pengadakan pengamatan sekaligus
mengisi cheklis pengamatan yang sudah
disiapkan secara klasikal tentang proses
kegiatan belajar yang baru saja
dilaksanakan.
Pada siklus ketiga: Untuk
menyempurnakan validitas penelitian ini
pada siklus ketiga guru dapat menerapkan
metode evaluasi silang, yaitu masing-
masing kelompok saling mengevaluasi dan
memberikan komentar/penilaian terhadap
penampilan kelompok lain. Dengan
menerapkan siklus ketiga ini diharapkan
pembelajaran aktifitas ritmik dapat
memperoleh hasil yang maksimal karena
seluruh siswa dapat terlibat langsung
dalam proses pembelajaran mulai dari
menggali potensi kreatifitas gerak,
melakukan tukar ide/shering dan kerjasama
dengan kelompoknya sampai dengan
mengadakan evaluasi terhadap penampilan
kelompok lain.
Pada akhir siklus ini sekali lagi
siswa diberikan angket yang telah
disediakan kemudian diisi sesuai
pengalaman belajar yang baru saja
diikutinya, kolaborator melakukan
pengamatan dan wawancara sesuai dengan
cheklis yang sudah disiapkan tentang
sejauh mana masing-masing siswa sudah
berperan terhadap kelompoknya, setelah
itu kolaborator kembali pengadakan
pengamatan sekaligus mengisi cheklis
pengamatan yang sudah disiapkan secara
klasikal tentang proses kegiatan belajar
yang baru saja dilaksanakan.
Pengambilan data penelitian ini
menggunakan angket, wawancara, dan
pengamatan langsung oleh guru sebagai
kolaborator. Pengambilan data dilakukan
sebanyak tiga kali pada masing-masing
siklus yang diterapkan pada penelitian ini.
Pada tiap-tiap siklus diberikan instrumen
pertanyaan melalui angket kepada 40
siswa, dengan materi pernyataan sebagai
berikut: Bagaimana menurut pendapatmu
tentang pembelajaran aktifitas ritmik yang
baru saja kamu ikuti?. Setelah diisi
kemudian angket dikumpulkan kembali
tanpa menuliskan identitas siswa. Setelah
itu diberikan instrumen wawancara melalui
angket kepada siswa yang berjumlah 40
orang, seperti pada tabel 1 berikut:

Tabel 1: Angket Wawancara Siswa

No Pertanyaan
Ceklis Jawaban
A B C D E

1




2




3



4



5

Setujukah anda bahwa
dengan berkelompok
persiapan dalam mengikuti
pembelajaran aktifitas ritmik
sudah cukup baik?
Setujukah anda bahwa
proses belajar mengajar
aktifitas ritmik yang anda
ikuti sudah dilaksanakan
dengan baik?
Setujukah anda bahwa dalam
menggali potensi kreatifitas
gerak, anda tidak mengalami
kesulitan?
Setujukah anda bahwa anda
sudah mengikuti
pembelajaran aktifitas ritmik
dengan perasaan senang?
Setujukah anda bahwa anda
mengalami kemudahan
dalam mengaktualisasikan
kreatifitas gerak yang anda
miliki?











Catatan: Ceklis jawaban: A = Sangat
setuju, B = Setuju, C = Tidak tahu, D =
Kurang setuju, dan E = Tidak setuju.

Berikutnya kolaborator menuliskan hasil
pengamatan ke dalam instrumen
pengamatan langsung secara klasikal,
seperti pada tabel 2 berikut ini:

Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010________________________________________31

Tabel 2 Ceklis Pengamatan Secara
Klasikal Proses Pembelajaran
Aktifitas Ritmik pada Kelas 8D
SMP Negeri 7 Surakarta

No Aspek pengamatan Ceklis penilaian
pengamat
A B C D E

1




2



3




4




Kegiatan persiapan
pembelajaran.
Tingkat partisipasi
siswa dalam mengikuti
pembelajaran.
Kesungguhan siswa
dalam menggali potensi
kreatifitas gerak yang
dimilikinya
Kemampuan siswa
dalam
mengaktualisasikan
kreatifitas gerak yang
ditemukannya.
Keserasian gerak yang
ditampilkan dengan
irama yang
mengiringinya.


Catatan: Ceklis penilaian pengamat.
A = Amat baik, B = Baik, C = Cukup,
D = Kurang baik, dan E = Tidak Baik.

Dari hasil pengumpulan dapat
ditarik suatu kesimpulan dengan analisa
data sebagai berikut: Apabila hasil
penyataan melalui angket pada siklus
pertama terdapat lebih dari 26 siswa atau
lebih dari 65 % siswa menjawab merasa
senang atau bernada positif, dari hasil
wawancara melalui angket dari seluruh
item jawaban yang terkumpul terdapat
lebih dari 65 % jawaban bernada setuju
dan dari hasil cheklis pengamatan
langsung oleh masing-masing kolaborator
terdapat lebih dari 2 jawaban bernada baik,
kemudian pada siklus kedua dan ketiga
terjadi peningkatan hasil, maka dapat
ditarik suatu kesimpulan bahwa metode
aktualisasi kreatifitas gerak dapat
meningkatkan motivasi belajar aktifitas
ritmik.





HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Siklus Pertama

1. Perencanaan.

Terlebih dahulu siswa akan
menerima penjelasan mengenai batasan
batasan gerakan pemanasan, gerakan inti
dan gerakan penenangan, setelah itu siswa
diberikan kebebasan untuk menggali
potensi kreatifitas gerak yang dimilikinya,
guru sebagai fasilitator akan
mengakomodir kreatifitas gerak siswa dan
memberikan kebebasan kepada siswa
untuk menampilkan / mengaktualisasikan
kreatifitas gerakan yang sudah
dikembangkan.

2. Pelaksanaan.

Setelah memberikan penjelasan
terlebih dahulu kepada siswa mengenai
batasan batasan gerakan pemanasan,
gerakan inti dan gerakan penenangan,
kemudian memberikan kesempatan kepada
siswa untuk menggali / mencari gerakan-
gerakan dalam senam irama sesuai dengan
kreatifitas yang dimiliki masing-masing
siswa. Setelah itu guru sebagai fasilitator
menampung / mengakomodir dan memberi
komentar terhadap gerakan yang
ditemukan oleh siswa, sekaligus
memberikan kesempatan kepada siswa
untuk menampilkan / mengaktualisasikan
kreatifitas geraknya.

3. Pengamatan.

Setelah melaksanakan tindakan pada
siklus pertama, satu demi satu siswa
diminta memberikan komentar tentang
pembelajaran yang baru saja dilakukannya
dengan menjawab pertanyaan melalui
angket, dengan 40 orang siswa, hasilnya:
27 siswa atau 67,5 % dari jumlah siswa
merasa senang dengan alasan: (1) lebih
merasa leluasa dalam menggali /
menemukan gerakan gerakan dalam
senam irama, (2) lebih bebas dalam
32____________________________________Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010

mengekspresikan gerakan yang ditemukan,
(3) tidak jenuh dalam mengikuti
pembelajaran, (4) suasana belajar lebih
santai, dan (5) tidak terlalu banyak didikte
oleh guru. Sedangkan 13 siswa atau 32,5
% dari jumlah siswa merasa tidak senang
dengan alasan: (1) kekurangan ide dalam
menemukan gerakan, (2) gerakan yang
ditemukan terlalu sederhana dan tidak
berbobot, (3) menemui kesulitan dalam
mencari gerakan, (4) memakan banyak
waktu dalam menggali potensi gerak dan
pendapat lain yang senada.
Dari hasil wawancara melalui
angket yang dibagikan kepada seluruh
siswa yang berjumlah 40 orang diperoleh
hasil sebagai berikut: Dari seluruh
pertanyaan yang diajukan kepada siswa,
jawaban yang bernada setuju adalah 66,8
%, sedangkan yang bernada tidak setuju
adalah 33,2 %.
Adapun dari hasil pengamatan yang
dilakukan secara langsung oleh kolaborator
sebagai pengamat diperoleh hasil bahwa
dari seluruh aspek pengamatan,
memberikan penilaian seperti pada tabel 3
dan 4.

Tabel 3: Hasil Pengamatan Kolaborator
1, pada Siklus Pertama Secara
Klasikal Proses Pembelajaran
Aktifitas Ritmik pada Kelas 8D
SMP Negeri 7 Surakarta.

No Aspek Pengamatan Ceklis Penilaian
Pengamat
A B C D E

1

2


3


4



5

Kegiatan persiapan
pembelajaran.
Tingkat partisipasi siswa
dalam mengikuti
pembelajaran.
Kesungguhan siswa dalam
menggali potensi kreatifitas
gerak yang dimilikinya.
Kemampuan siswa dalam
mengaktualisasikan
kreatifitas gerak yang
ditemukannya.
Keserasian gerak yang
ditampilkan dengan irama
yang mengiringinya.




V




V






V



V





V


Tabel 4: Hasil Pengamatan Kolaborator 2,
pada Siklus Pertama Secara
Klasikal Proses Pembelajaran
Aktifitas Ritmik pada Kelas 8D
SMP Negeri 7 Surakarta.

No Aspek Pengamatan Ceklis Penilaian
Pengamat
A B C D E

1

2

3


4


5

Kegiatan persiapan
pembelajaran.
Tingkat partisipasi siswa dalam
mengikuti pembelajaran.
Kesungguhan siswa dalam
menggali potensi kreatifitas
gerak yang dimilikinya.
Kemampuan siswa dalam
mengaktualisasikan kreatifitas
gerak yang ditemukannya.
Keserasian gerak yang
ditampilkan dengan irama yang
mengiringinya.








V





V

V

V




V


4. Refleksi
Dari hasil pengamatan yang
dilakukan pada siklus pertama sebagian
besar siswa sudah merasa senang dan
menyatakan setuju, namun masih ada
beberapa siswa yang merasa tidak senang
dan tidak setuju dengan alasan: (1)
kekurangan ide dalam menemukan
gerakan, (2) gerakan yang ditemukan
terlalu sederhana dan tidak berbobot, (3)
merasa kesulitan dalam menemukan
gerakan, (4) butuh waktu yang lama dalam
menemukan kreasi gerakan.
Untuk mencari pemecahan masalah
tersebut perlu merencanakan suatu solusi
yang akan diterapkan pada siklus kedua
yaitu dengan menggunakan metode
aktualisasi kreatifitas gerak dengan
pengelompokan.

B. Siklus Kedua

1. Perencanaan

Pada perencanaan siklus kedua ini
siswa ditugaskan membentuk kelompok
dengan jumlah anggota satu kelompok 4
sampai 6 orang siswa. Diharapkan dengan
pengelompokkan tersebut siswa lebih
Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010________________________________________33

mudah dalam menggali potensi kreatifitas
gerak yang dikembangkannya karena dapat
saling bertukar pikiran gerakan dan
melakukan sharing dengan teman satu
kelompok.

2. Pelaksanaan.
Pada pertemuan kedua ini, dalam
kegiatan inti siswa dibagi menjadi
beberapa kelompok, yang satu
kelompoknya beranggotakan 4 sampai 6
orang siswa. Bersama kelompoknya
masing masing siswa bertukar pikiran ide
gerakan dan melakukan sharing tentang
kreatifitas gerak dan mengembangkannya
dalam bentuk gerakan berurutan sesuai
dengan irama yang mengiringinya. Pada
pelaksanaan pembelajaran ini siswa begitu
bersemangat dalam menggali potensi
geraknya.

3. Pengamatan.
Setelah melakukan pembelajaran
pada siklus kedua siswa diminta
memberikan komentar / pendapat tentang
pembelajaran yang baru saja dialaminya
dengan menjawab pertanyaan melalui
angket, hasilnya 31 orang siswa atau
77,5% dari seluruh siswa merasa senang
dengan alasan: (1) Dengan berkelompok
lebih mudah menemukan gerakan, (2)
gerakan yang ditemukan lebih berbobot
dan tidak monoton, (3) waktu yang
dibutuhkan untuk menemukan gerakan
tidak terlalu lama, (4) lebih percaya diri
dalam mengaktualisasikan kreatifitas
geraknya, dan (5) lebih terpacu untuk
menampilkan yang terbaik dan pendapat
lain yang senada.
Sedangkan 9 siswa atau 22,5% dari
seluruh siswa merasa kurang senang
dengan alasan: (1) Tidak dapat
menentukan ukuran gerakan yang bagus,
(2) merasa tidak yakin dengan gerakan
yang diaktualisasikan, (3) gerakan yang
ditemukan banyak ditiru oleh kelompok
lain, dan pendapat lain yang senada. Dari
hasil wawancara melalui angket yang
dibagikan kepada seluruh siswa yang
berjumlah 40 orang diperoleh hasil sebagai
berikut: Dari seluruh pertanyaan yang
diajukan kepada siswa, jawaban yang
bernada setuju adalah 76 %, sedangkan
yang bernada tidak setuju adalah 24 %.
Adapun dari hasil pengamatan yang
dilakukan secara langsung oleh kolaborator
sebagai pengamat diperoleh hasil bahwa
dari seluruh aspek pengamatan,
memberikan penilaian seperti pada tabel 5
dan 6 berikut ini:

Tabel 5: Hasil Pengamatan Kolaborator 1,
pada Siklus Kedua Secara
Klasikal Proses Pembelajaran
Aktifitas Ritmik pada Kelas 8D
SMP Negeri 7 Surakarta.

No Aspek Pengamatan Ceklis Penilaian
Pengamat
A B C D E

1

2

3


4


5

Kegiatan persiapan
pembelajaran.
Tingkat partisipasi siswa dalam
mengikuti pembelajaran.
Kesungguhan siswa dalam
menggali potensi kreatifitas
gerak yang dimilikinya.
Kemampuan siswa dalam
mengaktualisasikan kreatifitas
gerak yang ditemukannya.
Keserasian gerak yang
ditampilkan dengan irama yang
mengiringinya.












V

V



V


V



V


























34____________________________________Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010

Tabel 6: Hasil Pengamatan Kolaborator 2,
pada Siklus Kedua Secara
Klasikal Proses Pembelajaran
Aktifitas Ritmik pada Kelas 8D
SMP Negeri 7 Surakarta.

No Aspek Pengamatan Ceklis Penilaian
Pengamat
A B C D E

1

2


3


4



5

Kegiatan persiapan
pembelajaran.
Tingkat partisipasi siswa
dalam mengikuti
pembelajaran.
Kesungguhan siswa dalam
menggali potensi kreatifitas
gerak yang dimilikinya.
Kemampuan siswa dalam
mengaktualisasikan
kreatifitas gerak yang
ditemukannya.
Keserasian gerak yang
ditampilkan dengan irama
yang mengiringinya.




V




V


V



V



V










4. Refleksi

Dari hasil pengamatan yang
dilakukan pada siklus kedua sebagian
besar siswa sudah merasa senang dan
menyatakan setuju, namun masih ada
beberapa siswa yang merasa tidak senang
dan tidak setuju dengan alasan: (1) Tidak
dapat menentukan ukuran gerakan yang
bagus, (2) merasa tidak yakin tentang
gerakan yang diaktualisasikan dan (3)
gerakan yang ditemukan banyak ditiru oleh
kelompok lain. Untuk mencari pemecahan
masalah tersebut perlu merencanakan suatu
solusi yang akan diterapkan pada siklus
ketiga yaitu dengan menggunakan metode
aktualisasi kreatifitas gerak dengan
pengelompokan dan diakhiri dengan
evaluasi silang.

C. Siklus Ketiga.

1. Perencanaan

Pada perencanaan siklus ketiga ini
setelah siswa dikelompokkan dengan
jumlah anggota satu kelompok 4 sampai 6
orang siswa, kemudian masing-masing
kelompok itu diberikan kesempatan untuk
saling memberikan penilaian atau pendapat
tentang penampilan masing masing
kelompok. Diharapkan dengan evaluasi
silang tersebut siswa lebih mudah dalam
menggali potensi kreatifitas gerak yang
dikembangkannya karena dapat saling
bertukar pikiran gerakan dan melakukan
sharing dengan teman satu kelompok.
Kemudian guru menarik suatu kesimpulan
terhadap hasil evaluasi yang dilakukan
oleh masing masing kelompok.

2. Pelaksanaan.

Pada pertemuan ketiga ini dalam
kegiatan inti siswa dibagi menjadi
beberapa kelompok yang satu
kelompoknya beranggotakan 4 sampai 6
orang siswa. Bersama kelompoknya
masing-masing siswa bertukar pikiran
gerakan dan melakukan sharing tentang
kreatifitas gerak dan mengembangkannya
dalam bentuk gerakan berurutan sesuai
dengan irama yang mengiringinya. Dan
pada akhir pembelajaran masing-masing
kelompok saling memberikan penilaian
atau pendapat tentang penampilan
kreatifitas gerak kelompok lain. Pada
pelaksanaan pembelajaran ini siswa begitu
bersemangat dalam menggali potensi
geraknya dan bersungguh sungguh dalam
mengevaluasi kelompok lain.

3. Pengamatan.
Setelah melakukan pembelajaran
pada siklus ketiga kembali siswa diminta
memberikan komentar / pendapat tentang
pembelajaran yang baru saja dialaminya
melalui jawaban atas pertanyaan melalui
angket, hasilnya 33 orang siswa atau
82,5% dari seluruh siswa merasa senang
dengan alasan: (1) Evaluasi silang dapat
menambah wawasan dan referensi
gerakan, (2) mendapat kesempatan untuk
saling mengkoreksi diantara kelompok, (3)
waktu yang dibutuhkan untuk menemukan
gerakan tidak terlalu lama, (4) lebih
percaya diri dalam mengaktualisasikan
Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010________________________________________35

kreatifitas geraknya, dan (5) lebih terpacu
untuk menampilkan yang terbaik dan
pendapat lain yang senada. Sedangkan
siswa yang merasa kurang senang hanya 7
orang siswa atau 17,5% dari seluruh siswa.
Dari hasil wawancara melalui
angket yang dibagikan kepada seluruh
siswa yang berjumlah 40 orang diperoleh
hasil sebagai berikut: Dari seluruh
pertanyaan yang diajukan kepada siswa
jawaban yang bernada setuju adalah 84 %,
sedangkan yang bernada tidak setuju
adalah 16 %. Adapun dari hasil
pengamatan yang dilakukan secara
langsung oleh kolaborator sebagai
pengamat diperoleh hasil bahwa dari
seluruh aspek pengamatan, memberikan
penilaian seperti pada tabel berikut ini:

Tabel 7: Hasil Pengamatan Kolaborator 1,
pada Siklus Ketiga Secara
Klasikal Proses Pembelajaran
Aktifitas Ritmik pada Kelas 8D
SMP Negeri 7 Surakarta.

No Aspek
Pengamatan
Ceklis Penilaian
Pengamat
A B C D E

1

2


3


4


5

Kegiatan persiapan
pembelajaran.
Tingkat partisipasi siswa
dalam mengikuti
pembelajaran.
Kesungguhan siswa
dalam menggali potensi
kreatifitas gerak yang
dimilikinya.
Kemampuan siswa dalam
Mengaktualisasikan
kreatifitas gerak yang
ditemukannya.
Keserasian gerak yang
ditampilkan dengan
irama yang
mengiringinya.













V

V

V


V


V




















Tabel 8: Hasil Pengamatan Kolaborator 2,
pada Siklus Ketiga Secara
Klasikal Proses Pembelajaran
Aktifitas Ritmik pada Kelas 8D
SMP Negeri 7 Surakarta.

No Aspek Pengamatan Ceklis Penilaian
Pengamat
A B C D E

1

2


3


4


5

Kegiatan persiapan
pembelajaran.
Tingkat partisipasi siswa
dalam mengikuti
pembelajaran.
Kesungguhan siswa dalam
menggali potensi kreatifitas
gerak yang dimilikinya.
Kemampuan siswa dalam
Mengaktualisasikan kreatifitas
gerak yang ditemukannya.
Keserasian gerak yang
ditampilkan dengan irama
yang mengiringinya.




V

V


V


V


V













4. Refleksi

Dari hasil pengamatan yang
dilakukan pada siklus ketiga sebagian
besar siswa sudah merasa senang dan
menyatakan setuju, dan hanya beberapa
siswa saja yang merasa tidak senang dan
tidak setuju, ini menandakan penelitian
yang baru saja dilakukan menunjukkan
korelasi positif bahwa pembelajaran
aktifitas ritmik dengan menggunakan
metode aktualisasi kreatifitas gerak disertai
pengelompokkan dan diakihiri evaluasi
silang dapat meningkatkan motivasi
belajar.
Perbandingan prosentase hasil
jawaban atas pertanyaan melalui angket
dan wawancara melalui angket pada siklus
pertama, kedua dan ketiga. Dari hasil
jawaban pertanyaan melalui angket,
menunjukkan peningkatan jumlah siswa
yang merasa senang antara siklus pertama,
siklus kedua, dan siklus ketiga. Prosentase
yang merasa senang 67,5%; 77,5%; 82,5%,
sedangkan jumlah siswa yang merasa
tidak senang menunjukkan penurunan
dengan prosentase 32,5%; 22,5%; 17,5%.
Sedangkan dari hasil wawancara langsung
melalui angket menunjukkan peningkatan
36____________________________________Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010

jumlah siswa yang menjawab setuju antara
siklus pertama, siklus kedua, dan siklus
ketiga. Prosentase yang menyatakan setuju
66,8%; 76%; 84%, sedangkan jumlah
siswa yang menyatakan tidak setuju
menunjukkan penurunan dengan
prosentase 33,2%; 24%; 16%.
Dari perbandingan prosentase hasil
di atas yang terus meningkat mulai dari
siklus 1 sampai dengan siklus 3, maka
dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa
pembelajaran aktifitas ritmik dengan
menggunakan metode aktualisasi
kreatifitas gerak dapat meningkatkan
motivasi belajar siswa.







KESIMPULAN DAN SARAN

Melalui menelitian yang dilakukan
dalam tiga siklus, dan dari hasil
pembahasan penelitian ini dapat
disimpulkan bahwa: (1) Penerapan metode
aktualisasi kreatifitas gerak dapat
meningkatkan motivasi belajar aktifitas
ritmik, (2) siswa lebih banyak memiliki
kesempatan untuk menggali potensi
kreatifitas geraknya, dan (3) gerakan yang
dilakukan siswa lebih variatif dan selaras
dengan irama yang mengiringinya.
Penelitian ini dapat digunakan
sebagai salah satu langkah alternatif untuk
meningkatkan motivasi belajar aktifitas
ritmik di SMP Negeri 7 Surakarta
khususnya dan sekolah lain pada
umumnya. Di samping itu perlu adanya
sosialisasi penerapan metode aktualisasi
kreatifitas gerak dalam pembelajaran
aktifitas ritmik sebagai bahan referensi.


DAFTAR PUSTAKA

Brown, James W. 1971. College Teaching; A Sistimatic Aproach. Toronto: Mc Graw- Hill
Book Company.
Echols, John M., dan Hassan Shadily, 2000, Kamus Inggris Indonesia, cet. ke-25, Jakarta:
Gramedia.
http://wikipedia.org/wiki/Creativity.
Roji, 1994. Buku Pegangan Guru. Klaten: Intan Pariwara.
Plsek, Paul E., 1996, Working Paper: Models for the Creative Process, dalam http:
//www.directedcreativity.com/pages/WPModels.htm
Munandar, Utami, 1999, Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat, Jakarta: Rineka Cipta.
______, 1992, Mengembangkan Bakat dan Kreativitas Anak Sekolah, Jakarta: Grasindo.
Suryabrata, Sumadi. 1984. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rajawali.

Winskel, W. S. 1987. Psikologi Pengajaran. Jakarta: Gramedia.




Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010________________________________________37

PROSES PENUAN DAN OLAHRAGA

Tri Winarti Rahayu
Universitas Sebelas Maret Surakarta


ABSTRACT
Sports activity can delay the arrival of the aging process. Aging identical to the
decline in vitality and productivity. Delay the aging process is an important part of efforts
human development. The aging process can be prevented or slowed. Awareness about the
importance of maintaining health and avoiding the various factors causing the aging process
will give greater opportunities to live healthy and long-lived. Sports activities undertaken are
sufficient and useful exercise for health Sports is one of physical activity which can inhibit
the aging process. Sports activities undertaken are sufficient and useful exercise for health but
not excessively so as not to cause stress to the body and soul. Sports are done continuously
and regularly to prevent the onset of the disease and prolong life expectancy.

Keywords :Aging process, Sports

PENDAHULUAN
Setiap manusia mempunyai
keinginan untuk dapat menghambat dan
memperlambat proses penuaan. Berbagai
upaya dilakukan untuk dapat
memperlambat datangnya proses penuaan.
Meskipun menjadi tua merupakan suatu
proses alami, akan tetapi proses penuaan
ini dapat, diperlambat atau dihambat
sehingga harapan hidup menjadi lebih
panjang dengan kualitas hidup yang baik.
Salah satu faktor yang dapat digunakan
untuk menghambat proses penuaan adalah
dengan menjaga kesehatan tubuh dan jiwa
dengan gaya hidup sehat. Olahraga
merupakan aktivitas fisik yang dapat
digunakan untuk menjaga kesehatan tubuh,
karena dengan berolahraga secara teratur
dapat meningkatkan hormon-hormon daya
tahan yang ada pada tubuh sehingga tubuh
tidak mudah terserang penyakit dan akan
memiliki kesehatan yang selalu terjaga
dengan baik. Olahraga tidak hanya dapat
menjaga kesehatan fisik tapi juga dapat
untuk menjaga kesehatan mental, karena
selama berolahraga tubuh akan
memproduksi hormon yang meredakan
ketegangan jiwa, selama olahraga itu
dilakukan tanpa paksaan akan membuat
hati senang, meredakan emosi negatif
seperti marah dan strees.
Olahraga akan memberikan
manfaat yang maksimal ketika olahraga
tersebut dilakukan dengan teratur dan
terukur. Beberapa penelitian menunjukkan
bahwa ;
(1) Penyakit jantung koroner terjadi paling
tidak dua kali lebih sering pada orang-
orang yang secara fisik tidak aktif
dibandingkan dengan mereka yang aktif.
Aktivitas fisik yang teratur membantu
meningkatkan efesiensi jantung secara
keseluruhan; (2) Mereka yang secara fisik
aktif umumnya mempunyai tekanan dara
yang lebih rendah dan lebih jarang
terserang tekanan darah tinggi; (3) Mereka
yang secara fisik aktif cenderung untuk
mempunyai fungsi otot dan sendi yang
lebih baik, karena orang-orang demikian
lebih kuat dan lebih lentur; (4) Mereka
yang secara fisik aktif lebih kecil
kemungkinannya untuk menderita kencing
manis, khususnya kencing manis yang
berat, terutama karena berkurangnya
obesitas dan pengaturan gula darah yang
lebih baik; (5) Mereka yang secara fisik
38____________________________________Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010

aktif mempunyai fungsi paru-paru lebih
baik ; (6) Mereka yang secara fisik aktif
cenderung menyesuaikan diri lebih baik
terhadap stres emosional dan mental dan
lebih jarang menderita kelainan
kepribadian serta memiliki kemampuan
yang lebih baik untuk menyesuaikan diri
terhadap stres psikis.

PEMBAHASAN
Teori Penuaan
Menjadi tua adalah suatu proses
yang terjadi dalam tubuh yang berjalan
secara perlahan tapi pasti, dimana terjadi
penurunan fungsi tubuh secara
berangsur.Bertambahnya usia seseorang
pada usia dewasa akan diikuti dengan
perubahan bentuk jaringan otot yang
menyebabkan turunnya kemampuan otot
dan fungsi organ yang lainnya. Atau
dengan kata lain seluruh komponen tubuh
tidak berkembang lagi dan justru
sebaliknya terjadi penurunan karena proses
penuaan. Akibat dari adaya proses
penuaan ini, maka ada dua jenis usia, yaitu
usia kronologis atau usia kalender dan usia
biologis. Usia kronologis adalah usia yang
kita lihat dari kalender, sedang usia
biologis dilihat dari kondisi serta fungsi
fisiologis jaringan tubuh. Meskipun usia
kronologis seseorang sama tapi usia
biologis dapat berbeda-beda karena
dipengaruhi banyak faktor, salah satunya
adalah kondisi lingkungan. Usia lanjut
biologis dalam batas tertentu dapat
diperlambat akan tetapi tidak dapat
dicegah.
Bila dilihat dari teori penuaan, pada
dasarnya terbagi menjadi dua kelompok,
yaitu teori Program dan Teori Wear and
Tear. Teori program menekankan prinsip
bahwa di dalam tubuh manusia terdapat
suatu jam biologis, mulai dari proses janin
sampai pada kematian dalam suatu model
yang memiliki program yang sudah
tercetak. Peristiwa ini terprogram mulai
dari tingkat sel sampai embrio, janin, masa
bayi dan anak-anak, remaja, dewasa
menjadi tua dan akhirnya meninggal. Teori
Program meliputi pembatasan replikasi sel,
proses imun, dan mekanisme
neuroendokrin dari penuaan. Pada suatu
penelitian laboratorium diketahui bahwa
sel normal memiliki kapasitas yang
terbatas untuk melakukan pembelahan
yang terus menerus, hal inilah yang terjadi
pada sel-sel tubuh orang dewasa yang
akhirnya menjadi tua dan lemah, teori ini
menjadi dasar dari teori pembatasan
replikasi sel. Mekanisme neuroendokrin
mengatakan bahwa ketika manusia
menjadi tua, tubuh hanya mampu
memproduksi hormon lebih sedikit
akibatnya fungsi tubuh terganggu dam
muncul berbagai keluhan.Sedangkan Teori
Wear and Tear menganggap bahwa tubuh
dan sel-selnya yang terlalu sering
digunakan dan disalahgunakan secara terus
menerus akan menjadi lemah dan akan
mengalami kerusakan dan akhirnya
meninggal. Organ tubuh seperti hati,
lambung, ginjal, kulit dan yang lain akan
menurun fungsinya karena toksin di dalam
makanan dan lingkungan yang kita terima
setiap hari, selain itu juga akibat dari
konsumsi lemak, gula, kafein, nikotin,
alkohol yang berlebihan. Dan yang tidak
kalah penting adalah akibar dari paparan
sinar matahari serta stress fisik dan psikis.
Yang harus diingat adalah bahwa
kerusakan ini tidak terbatas pada organ,
melainkan juga terjadi pada tingkat sel.
Sedangkan teori penuaan jika
dilihat dari usia biologis dapat dibagi
menjadi 2 bagian yaitu :
1. Teori Stokastik/ Stochastic Theories
Bahwa penuaan merupakan
suatu kejadian yang terjadi secara acak/
random dan akumulasi setiap waktu.
Teori ini terdiri dari :
a) Error Theory
Teori kesalahan didasarkan
pada gagasan di mana kesalahan
dapat terjadi di dalam rekaman
sintese DNA. kesalahan ini
diabadikan dan secepatnya didorong
kearah sistem yang tidak berfungsi di
tingkatan yang optimal. Jika proses
transkripsi dari DNA terganggu maka
akan mempengaruhi suatu sel dan
Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010________________________________________39

akan terjadi penuaan yang berakibat
pada kematian.
b) Free Radical Theory/ teori radikal
bebas
Teori ini menyatakan bahwa
penuaan disebabkan akumulasi
kerusakan ireversibel akibat senyawa
pengoksidan. Radikal bebas adalah
produk metabolisme selular yang
merupakan bagian molekul yang
sagat reaktif. Molekul ini mempunyai
muatan ekstraselular kuat yang dapat
menciptakan reaksi dengan protein,
mengubah bentuk dan sifatnya ;
molekul ini juga dapat bereaksi
dengan lipid yang berada dalam
membran sel, mempengaruhi
permeabilitasnya, atau dapat
berikatan dengan organel sel lainnya
(Christiansen dan Grzybowsky,
1993).
Proses metabolisme oksigen
diperkirakan menjadi sumber radikal
bebas terbesar (Hayflick, 1987),
secara spesifik, oksidasi lemak,
protein dan karbohidrat dalam tubuh
menyebabkan formasi radikal bebas.
Polutan lingkungan merupakan
sumber eksternal radikal bebas.
c) Cross-Linkage Theory
Teori ini seperti protein yang
metabolisme tidak normal sehingga
banyak produksi sampah didalam sel
dan kinerja jaringan tidak dapat
efektif dan efisien.
d) Wear and Tear Theory
Teori ini mengatakan bahwa
manusia diibaratkan seperti mesin.
Sehingga perlu adanya perawatan.
Dan penuaan merupakan hasil dari
penggunaan.
2. Teori Nonstokastik/ NonStochastic
Theories
Proses penuaan disesuaikan
menurut waktu tertentu
a) Programmed Theory
Pembelahan sel dibatasi oleh
waktu, sehingga suatu saat tidak
dapat regenerasi kembali.

b) Immunity Theory
Mutasi yang berulang atau
perubahan protein pasca translasi,
dapat menyebabkan berkurangnya
kemampuan system imun tubuh
mengenali dirinya sendiri. Mutasi
somatic menyebabkan terjadinya
kelainan pada antigen permukaan sel,
maka hal ini dapat menyebabkan
system imun tubuh mengalami
perubahan, dan dapat dianggap
sebagai sel asing. Hal inilah yang
menjadi dasar terjadinya peristiwa
autoimun. Dilain pihak, system imun
tubuh sendiri daya pertahanannya
mengalami penurunan pada proses
penuaan dan daya serangnya
terhadap sel kanker mengalami
penurunan. (http://keperawatan-
gun.blogspot.com/2007/07/teori-
penuaan.html)
Teori penuaan dan proses
penuaan yang sangat kuat digunakan
adalah teori-teori tentang sel. Karena
sel merupakan unit terkecil dari
kehidupan manusia. Pola kehidupan
sel ditentukan oleh subtansi kimia
DNA. Subtansi DNA inilah yang
mampu menghasilkan RNA. RNA ini
yang mampu membuat protein,
termasuk enzym-enzym yang
mengatur proses kimia dalam sel
manusia. DNA ini mampu diperbaiki
sendiri oleh proses kimia dalam sel
tersebut, hingga DNA mampu
mengatasi tantangan waktu. Tiap
reaksi kimia dalam tubuh kita
berjalan tidak sempurna. Hal ini akan
menghasilkan sebagai hasil metabolit
yang tidak dikehendaki oleh sel
tubuh kita. Hasil metabolit ini akan
tertimbun dan menghambat atau
merubah proses kimiawi yang telah
tersusun rapi. Dampak dari
ketidakteraturan ini adalah terjadinya
proses penuaan. Jumlah sel-sel yang
mati dan usang tidak diimbangi
dengan memproduksi sel-sel yang
baru.(Bergener, 1991:110).
40____________________________________Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010

Beberapa perubahan
fisiologis yang terjadi akibat dari
gejala penuan antara lain adalah
sebagai berikut ;
a. Perubahan pada panca indera
terutama rasa
Sekresi saliva berkurang
mengakibatkan pengeringan rongga
mulut. Papil-papil pada permukaan
lidah mengalami atrofi sehingga
terjadi penurunan sensitivitas
terhadap rasa terutama rasa manis
dan asin. Keadaan ini akan
mempengaruhi nafsu makan, dan
dengan demikian asupan gizi juga
akan terpengaruh. Perubahan indera
penciuman, penglihatan dan
pendengaran juga mengalami
penurunan fungsi seiring dengan
bertambahnya usia.
b. Esofagus
Lapisan otot polos esofagus
dan sfingter gastro esofageal mulai
melemah yang akan menyebabkan
gangguan kontraksi dan reflek
gastrointestinal spontan sehingga
terjadi kesulitan menelan dan
makan menjadi tidak nyaman.
c. Lambung
Pengosongan lambung lebih
lambat, sehingga orang akan makan
lebih sedikit karena lambung terasa
penuh, terjadilah anoreksia.
Penyerapan zat gizi berkurang dan
produksi asam lambung menjadi
lebih sedikit untuk mencerna
makanan. Diatas umur 60 tahun,
sekresi HCl dan pepsin berkurang,
akibatnya absorpsi protein, vitamin
dan zat besi menjadi berkurang.
Terjadi overgrowth bakteri
sehingga terjadi penurunan faktor
intrinsik yang juga membatasi
absorbsi vitamin B12, Penurunan
sekresi asam lambung dan enzim
pankreas, fungsi asam empedu
menurun menghambat pencernaan
lemak dan protein, terjadi juga
malabsorbsi lemak dan diare.

d. Tulang
Kepadatan tulang akan
menurun, dengan bertambahnya
usia. Kehilangan massa tulang
terjadi secara perlahan pada pria
dan wanita dimulai pada usia 35
tahun yaitu usia dimana massa
tulang puncak tercapai. Dampaknya
tulang akan mudah rapuh (keropos)
dan patah, mengalami cedera,
trauma yang kecil saja dapat
menyebabkan fraktur.
e. Otot
Penurunan berat badan
sebagai akibat hilangnya jaringan
otot dan jaringan lemak tubuh.
Presentasi lemak tubuh bertambah
pada usia 40 tahun dan berkurang
setelah usia 70 tahun. Penurunan
Lean Body Mass ( otot, organ
tubuh, tulang) dan metabolisme
dalam sel-sel otot berkurang sesuai
dengan usia. Penurunan kekuatan
otot mengakibatkan orang sering
merasa letih dan merasa lemah,
daya tahan tubuh menurun karena
terjadi atrofi. Berkurangnya protein
tubuh akan menambah lemak
tubuh. Perubahan metabolisme
lemak ditandai dengan naiknya
kadar kolesterol total dan
trigliserida.
f. Ginjal
Fungsi ginjal menurun
sekitar 55% antara usia 35 80
tahun. Banyak fungsi yang
mengalami kemunduran, contohnya
laju filtrasi, ekskresi, dan
reabsorbsi oleh ginjal. Reaksi asam
basa terhadap perubahan
metabolisme melambat.
Pembuangan sisa-sisa metabolisme
protein dan elektrolit yang harus
dilakukan ginjal menjadi beban
tersendiri.
g. Jantung dan Pembuluh darah
Perubahan yang terkait
dengan ketuaan sulit dibedakan
dengan perubahan yang
diakibatkan oleh penyakit. Pada
Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010________________________________________41

lansia jumlah jaringan ikat pada
jantung (baik katup maupun
ventrikel) meningkat sehingga
efisien fungsi pompa jantung
berkurang. Pembuluh darah besar
terutama aorta menebal dan
menjadi fibrosis. Pengerasan ini,
selain mengurangi aliran darah dan
meningkatkan kerja ventrikel
kiri,juga mengakibatkan
ketidakefisienan baroreseptor
(tertanam pada dinding aorta, arteri
pulmonalis, sinus karotikus).
Kemampuan tubuh untuk mengatur
tekanan darah berkurang.
h. Paru-paru
Elastisitas jaringan paru dan
dinding dada berkurang,kekuatan
kontraksi otot pernapasan menurun
sehingga konsumsi oksigen akan
menurun pada lansia.Perubahan ini
berujung pada penurunan fungsi
paru.
i. Kelenjar endokrin
Terjadi perubahan dalam
kecepatan dan jumlah
sekresi,respon terhadap stimulasi
serta struktur kelenjar endokrin.
Pada usia diatas 60 tahun terjadi
penurunan sekresi
testosteron,estrogen,dan
progesteron.
j. Kulit dan rambut
Kulit berubah menjadi tipis,
kering, keriput dan tidak elastis
lagi.Rambut rontok dan berwarna
putih,kering dan tidak mengkilat.
k. Fungsi imunologik
Penurunan fungsi
imunologik sesuai dengan umur
yang berakibat tingginya
kemungkinan terjadinya infeksi dan
keganasan. Ada kemungkinan jika
terjadi peningkatan pemasukan
vitamin dan mineral termasuk zinc,
dapat meniadakan reaksi ini.
(http://anggaway89.wordpress.com/
2010/04/01/perubahan-fisiologis-
pada-lanjut-usia/)
Proses penuaan terjadi secara
bertahap. Tahapan tersebut adalah
sebagai berikut ;

1. Tahap subklinik (usia 25 35
tahun)
Pada tahap ini sebagain
besar hormon di dalam tubuh mulai
menurun, yaitu hormon testosteron,
growth hormone dan hormon
estrogen. Pembentukan radikal
bebas yang dapat merusak sel dan
DNA mulai mempengaruhi tubuh.
Kerusakan ini biasanya tidak
tampak dari luar, karena pada tahap
ini orang merasa dan tampak
normal, tidak mengalami gejala dan
tanda penuaan.
2. Tahap transisi (usia 35 45),
Selama tahap ini kadar
hormon menurun sampai 25 persen.
Massa otot berkurang sebanyak
satu kilogram setiap beberapa
tahun. Akibatnya tenaga dan
kekuatan terasa hilang, sedangkan
komposisi lemak tubuh bertambah.
Keadaan ini menyebabkan
resistensi insulin, meningkatnya
risiko penyakit jantung pembuluh
darah dan obesitas.Pada tahap ini
gejala mulai muncul penglihatan
dan pendengaran menurun, rambut
putih mulai tumbuh, elastisitas dan
pigmentasi kulit menurun,
dorongan seksual dan bangkitan
seksual menurun. Pada tahap ini
orang mulai merasa tidak muda lagi
dan tampak lebih tua.
3. Tahap klinik (usia 45 tahun ke
atas).
Pada tahap ini penurunan
kadar hormon terus berlanjut yang
meliputi DHEA, melatonin, growth
hormone, testosteron, estrogen dan
juga hormon tiroid. Terjadi juga
penurunan bahkan hilangnya
kemampuan penyerapan bahan
makanan, vitamin dan mineral,
densitas tulang menurun, massa
otot berkurang sekitar satu
42____________________________________Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010

kilogram setiap tiga tahun, yang
mengakibatkan ketidakmampuan
membakar kalori, meningkatnya
lemak tubuh dan berat badan.
Penyakit kronis menjadi lebih
nyata, sistem organ tubuh mulai
mengalami kegagalan.
Ketidakmampuan menjadi faktor
utama sehingga mengganggu
aktivitas sehari-hari. (Wimpie
Pangkahila, 2007: 25 26)

Manfaat Olahraga
Aktivitas yang teratur dan tidak
berlebihan adalah cara untuk mencapai
kesehatan, kebugaran, kontrol berat badan
dan bahkan umur panjang. Istilah teratur
mudah dimengerti, tapi konsep tidak
berlebihan membutuhkan definisi lebih
jauh. Latihan yang tidak berlebihan bagi
atlet mungkin membahayakan bagi orang
dewasa pasif. Sedangkan aktivitas yang
tidak berlebihan bagi individu yang tidak
bugar mungkin tidak lebih dari pemanasan
bagi atlet lari jarak jauh. Tidak berlebihan
dapat didefinisikan sebagai tingkat latihan
yang akan menghasilkan kebugaran tanpa
menimbulkan bahaya bagi individu yang
melakukannya. Zona latihan denyut
jantung adalah panduan yang terbaik dari
latihan yang tidak berlebihan.
Program latihan/kegiatan
olahraga yang baik adalah apabila,
olahraga yang dilakukan:
1. Cukup bermanfaat terhadap keempat
komponen kebugaran, terutama
kebugaran aerobik, tetapi harus sekecil
mungkin kemungkinannya untuk
mengakibatkan persoalan-persoalan
medis
2. Cukup dapat dinikmati, mudah
dilakukan dengan teratur dan tanpa
memerlukan bakat khusus, fasilitas,
peralatan dan keadaan tertentu
3. Tidak menghabiskan waktu terlalu
banyak dan tidak terlalu melelahkan,
seseorang harus dapat pulih kembali 30
sampai 60 menit setelah akhir dari
latihan.
4. Mempunyai manfaat yang dapat
dirasakan dan diukur dalam waktu
yang cukup singkat dan setelah itu
tetap terasa bermanfaat

Olahraga sangat berperan dalam
meningkatkan kesehatan jasmani. Manfaat
olahraga di antaranya melancarkan
sirkulasi darah, memperkuat otot,
mencegah pengeroposan tulang,
menurunkan tekanan darah, menurunkan
kolesterol jahat dan menaikan kolesterol
baik. Selain itu olahraga juga dapat
membakar kalori, meningkatkan
keseimbangan dan koordinasi otot serta
meningkatkan kekebalan tubuh. Beberapa
manfaat olah raga bagi kesehatan antara
lain;
1. Meningkatkan kemampuan otak kita.
Olah raga bisa meningkatkan
kadar oksigen di dalam darah kita dan
mempercepat sirkulasi darah dalam
tubuh kita terutama ke otak. Hal
tersebut dipercaya bisa meningkatkan
kemampuan otak kita.
2. Menunda proses penuaan.
Proses penuaan merupakan hal
yang alami dan pasti terjadi, akan
tetapi dengan olah raga proses tersebut
bisa di kurangi lajunya.
3. Mengurangi stress
Dalam kehidupan manusia
sekarang ini stress adalah penyakit
yang sering mendatangi kita karena
tekanan hidup, tekanan pekerjaan,
tekanan ekonomi dan masalah-masalah
kehidupan yang lain. Dengan olah raga
kita bisa mengurangi kadar stress
dalam kehidupan kita.
4. Meningkatkan daya tahan tubuh kita
Aktivitas olah raga bisa
meningkatkan hormon-hormon dalam
otak kita seperti adrenalin, serotonin,
dopamin dan endorfin, dimana
hormon-hormon tersebut berfungsi
untuk meningkatkan daya tahan tubuh
kita.
5. Menambah rasa percaya diri
Dengan olah raga yang teratur
kita bisa mengontrol berat badan kita,
Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010________________________________________43

sehingga kita bisa mencapai berat
badan ideal dan kita memperoleh
postur tubuh yang proporsional yang
secara langsung bisa menambah rasa
percaya diri kita.
(http://gayahidupsehat.org/manfaat-
olah-raga-bagi-kesehatan/)
Ada enam aspek kebugaran yang
dapat dihasilkan dengan melakukan
olahraga tertentu, seperti yang tercantum
dalam tabel dibawah ini
No Aspek Jenis
latihan/olahraga
1. Daya tahan dan
fungsi jantung-
pernapasan
Jalan santai,
mendaki, joging,
lari, bersepeda,
aerobik, bermain
ski, berenang,
mendayung,
melompat diatas
trampolin
2. Kekuatan dan
perkembangan
otot
Latihan beban,
lari cepat,
berenang,
mendayung,
tenis, yoga,
isometric, perang-
perangan, squash,
bola basket
3. Kecepatan dan
waktu reaksi
Lari cepat, tenis,
pingpong,
racquetball,
baseball, bola
tangan, perang-
perangan, soccer,
sepak bola,
lempar cakram
4. Koordinasi dan
keseimbangan
Dansa, golf,
squash, berlayar,
tenis, melompat
di atas trampolin,
bowling, berkuda,
baseball, tai chi,
bola basket,
sepak bola, bulu
tangkis, biliar,
meluncur,
perang-perangan,
yoga

5. Kelenturan Dansa,
peregangan, tai
chi, meditasi,
yoga
6. Relaksasi syaraf
otot
Berkebun, golf,
lempar cakram,
bermain layang-
layang, perang-
perangan, tai chi,
yoga
(Wimpie Pangkahila, 2007: 112)

Salah satu manfaat dari berolahraga
adalah untuk menunda proses penuaan.
Proses itu hanya dapat diperlambat dengan
melalui pelatihan yang sistematis dan
teratur. Olahraga merupakan istrumen
yang efektif untuk memperlambat proses
penuaan. Berbagai penelitian telah
menunjukkan pengaruh olahraga untuk
menunda penuaan dan memperpanjang
usia. Orang-orang yang rutin berolahraga
diketahui lebih sehat meski usia mereka
bertambah. Dalam penelitian yang
dilakukan terhadap pelari dengan orang
yang jarang olahraga diketahui, di bawah
mikroskop sel-sel para pelari tersebut
terlihat jauh lebih muda dibanding orang
yang tak berolahraga. Secara spesifik, para
peneliti menilai panjang telomer, bagian
dari sel yang mempengaruhi cepat
lambatnya proses penuaan kita. Setiap kali
sel membelah diri, telomer akan
memendek. Bila telomer terlalu pendek,
sel tak akan lagi bisa membelah diri dan
mati. Ini berarti makin cepat proses
penuaan terjadi.
Sementara itu pada studi terhadap
para atlet berusia sekitar 30-an yang rutin
berlari sejauh 50 mil setiap minggu
diketahui mereka memiliki telomer yang
panjang. Tidak mengejutkan pula para atlet
tersebut memiliki tekanan darah yang
rendah, lemak tubuh lebih sedikit, serta
detak jantung lebih stabil. Hasil studi ini
dipublikasikan dalam jurnal American
Heart Association, Circulation.
Disimpulkan bahwa panjang pendeknya
telomer berkaitan dengan tingkat aktivitas
fisik. Orang yang rajin berolahraga
44____________________________________Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010

memiliki usia telomer 10 tahun lebih muda
daripada orang yang tidak berolahraga.
Olahraga yang disarankan untuk
menghambat proses penuaan adalah
olahraga ringan yang disesuaikan dengan
usia dan kemampuan tubuh. Pada dasarnya
upaya untuk menghambat proses penuaan
dapat dilakukan dengan berbagai cara,
salahsatunya adalah dengan menjaga
kesehatan tubuh dan jiwa dengan gaya
hidup yang sehat. Berolahraga secara
teratur merupakan bagian dari cara gaya
hidup yang sehat. Penelitian yang
dilakukan oleh The American Cancer
Society, mengenai pengaruh olahraga
untuk memperpanjang usia, menghasilkan
kesimpulan bahwa latihan fisik
memperpanjang hidup dan mencegah
penyakit jantung dan stroke, terutama bagi
pria.
Pengaruh aktivitas olahraga dan
proses penuaan dapat dilihat sebagai
berikut:

Pengaruh
proses
penuaan
Gejala proses
penuaan
Olahraga
memperlambat
proses
penuaan

Kehilangan
kekuatan
otot




Tulang
kehilangan
kalsium dan
menjadi
rapuh




Kehilangan
efisiensi
Jantung/
paru




Setelah usia 65
tahun kita
kehilangan
10% masa otot



Wanita
kehilangan 30
50% densitas
tulang pada
usia 90 tahun.
Resiko patah
tulang
meningkat

Umumnya kita
kehingan lebih
dari 50%
kebugaran





Olahraga
meningkatkan
ukuran dan
kekuatan otot,
termasuk otot
jantung.

Lengan dan
kaki yang kuat
membuat
gerakan tetap
gesit




Olahraga
dengan beban
memperkuat
tulang,
meningkatkan
keseimbangan,
mengurangi
risiko terjatuh



Kardiovaskuler
antara usia 20
80 tahun
dan patah
tulang

Olahraga
menghentikan
proses ini dan
melindungi
tubuh dari
penyakit
jantung dan
penyakit
kronis lainnya.
(Srikandi Waluyo & Budhi Marhaendra
Putra, 2010 : 97)

Pada dasarnya latihan fisik 30
menit sehari direkomendasikan untuk
meningkatkan harapan hidup manusia.
Untuk meningkatkan kebugaran dan
kualitas hidup diperlukan paling sedikit 20
menit latihan aerobik terus-menerus yang
meningkatkan denyut jantung, paling
sedikit 3 hari dalam seminggu. Diperlukan
12 minggu latihan latihan teratur untuk
menjadi bugar, yang berarti kapasitas
oksigen meningkat

KESIMPULAN DAN SARAN
Penanggulangan terhadap lajunya
proses penuaan sebaiknya dilakukan sedini
mungkin. Penuaan adalah suatu proses
yang dapat diminimalisasi. Sebaliknya
sebelum muncul keluhan dan gejala yang
umumnya terjadi pada usia lanjut, perlu
ada upaya untuk menghambat proses
penuaan. Proses penuaan dapat di
perlambat dengan aktivitas olahraga.
Olahraga yang bertujuan memperpanjang
hidup dan kesehatan adalah aktivitas fisik
yang dilakukan dengan semangat dan
memenuhui syarat tertentu, dan bukan
merupakan aktivitas yang berlebihan
bukan pula yang bersifat kompetitif tinggi
dan dengan penyalahgunaan. Aktivitas
fisik yang seperti ini justru mengakibatkan
stres, menghasilkan adrenalin yang
berlebihan, dan mengalihkan energi yang
berasal dari proses pemeliharaan normal
tubuh.
Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010________________________________________45

DAFTAR PUSTAKA


Brian J. Sharkey. .Kebugaran dan Kesehatan. Jakarta : PT Rajagrafindo Persada

Giam., CK.1993. Ilmu Kedokteran Olahraga. Jakarta: Binarupa Aksara.

Junusul Hairy. 1989. Fisiologi Olahraga. Jakarta : Depdikbud, Dirjendikti, Proyek
Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan

Najamuddin Muhammad. 2010. 100 Tanya- Jawab Kesehatan Harian untuk Lansia.
Jogyakarta : Tunas Publishing.

Srikandi Waluyo & Budhi Marhaendra Putra.2010. The Book Of Antiaging : Rahasia Awet
Muda: Mind-Body-Spirit: Jakarta : PT Elex Media Komputindo.

Sugiyanto. Perkembangan dan Belajar Motorik. Jakarta : Universitas Terbuka.

Wimpie Pangkahila. 2007. Anti-Aging Medicine: Memperlambat Penuaan Meningkatkan
Kualitas Hidup. Jakarta : Penerbit Buku Kompas.

http://anggaway89.wordpress.com/2010/04/01/perubahan-fisiologis-pada-lanjut-usia/

http://anton182.wordpress.com/2009/12/03/mengapa-olahraga-memperlambat-penuaan/

http://archive.kaskus.us/thread/3563997olahraga dapat menghambat penuaan

http://gaya hidup sehat.org/manfaat-olah-raga-bagi-kesehatan/

http://keperawatan-gun.blogspot.com/2007/07/teori-penuaan.html

http://www.ruripamela.com/2008/06/memahami-proses-penuaan-dan-upaya-03:html

http://www.terangdunia.com/index.php?option=com_content&view=article&id=266:mengapa
-olahraga-memperlambat-penuaan&catid=46:kesehatan&Itemid=76.
.













46____________________________________Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010

APLIKASI RECIPROKAL TEACHING STYLE
DAPAT MENINGKATKAN MOTIVASI
BERLATIH ATLETIK

Slamet Riyadi dan Waluyo Widodo
Dosen Pendidikan Kepelatihan Olahraga JPOK FKIP UNS
Guru Penjaskes SMP Negeri 11 Surakarta


ABSTRACT

The purpose of this research is to increase the motivation to practice the basic
techniques of track and field in PE subjects through the implementation of reciprocal teaching
style. This research is a class action. The subject of this research is the PE teacher and
students in grade 11 Surakarta SMP Negeri 8C. Data collection techniques in this study are:
observation, questionnaires and performance tests / practice tests. The analysis technique used
is the technique of comparative analysis, quantitative and qualitative analysis techniques. This
research was conducted for 3 cycles.
Based on data obtained from the first cycle until the third cycle can be said that trying
to use the reciprocal teaching style can enhance students' motivation to practice. How to
motivate students to perform basic techniques of athletic daring one of them involving
students in the learning process. The involvement of students in this case is to give students
the opportunity to correct the movement or exercise done by friends / other students. In cycle
III shows the condition that: 25 students (78.13%) gave a good response, 7 students (21.87%)
were responding. There are no students who give responses that are less good. Motivation
train students in the third cycle increases of 20 students (62.5%) had high motivation to
practice, 12 students (37.5%) have the motivation was and no students who have low
motivation. While learning achievement in cycles III shows that 26 students (81.25%)
obtained a good value that is above the value of 70 and 6 students (18.75%) obtained a value
below 70.


Keywords: Physical Education, reciprokal style, motivation, basic engineering athletics

PENDAHULUAN

Pendidikan jasmani merupakan
bagian integral dari pendidikan
keseluruhan, yang bertujuan untuk
mengembangkan individu secara organik,
neuromuskuler, intelektual dan emosional.
Dalam proses pembelajaran pendidikan
jasmani, pertumbuhan dan perkembangan
intelektual, sosial dan emoslonal anak
sebagian besar terjadi melalui aktivitas
gerak atau motorik yang dilakukan anak.
Peran guru dalam proses
pendidikan jasmani di antaranya adalah
menentukan dan memilih gaya mengajar
yang tepat dan efektif agar siswa dapat
mengerti dan memahami materi
pembelajaran yang disajikan sesuai dengan
tujuan yang diharapkan. Berdasarkan
observasi pendahuluan yang dilakukan tim
peneliti terhadap proses pembelajaran
penjaskes di sekolah menunjukan bahwa
guru penjas dalam proses pembelajaran
masih menggunakan gaya mengajar yang
konvensional. Semangat siswa untuk
melakukan latihan atau mempraktikan
jenis-jenis latihan fisik terutama pada
standar kompetensi atletik masih sangat
kurang. Hal ini ditunjukan oleh sedikitnya
siswa yang berani mencoba jenis-jenis
latihan fisik tersebut. Berdasarkan hasil
wawancara menunjukan bahwa siswa
Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010________________________________________47

mengalami kesulitan dalam mempraktikan
teknik dasar atletik karena siswa kurang
semangat dan kurang termotivasi berlatih,
takut dan tidak berani mencoba berlatih.
Selain itu guru kurang inovatif dalam
memilih dan menggunakan media
pembelajaran yang dapat membantu siswa
melakukan latihan teknik dasar atletik.
Gaya mengajar yang sering
digunakan dalam pendidikan jasmani ada
beberapa macam. Salah satu gaya
mengajar yang tepat digunakan oleh guru
dalam proses pembelajaran penjaskes di
SMP adalah gaya resiprokal. Gaya
resiprokal adalah gaya mengajar yang
menekankan adanya perubahan dalam
membuat keputusan dari guru ke siswa.
Siswa bertanggung jawab untuk
mengobservasi penampilan dari teman dan
memberikan umpan balik setiap kali
melakukan gerakan dengan mengunakan
lembar tugas sebagai evaluasi, dengan
tujuan untuk membantu siswa apakah
gerakan-gerakan yang dilakukan siswa
sudah sesuai dengan contoh yang ada pada
lembar tugas tersebut. Tujuan penelitian ini
adalah untuk meningkatkan motivasi
berlatih teknik dasar atletik pada mata
pelajaran penjaskes melalui penerapan
gaya mengajar resiprokal di SMP N 11
Surakarta.


KAJIAN PUSTAKA

1. Mata Pelajaran Pendidikan Jasmani
dan Kesehatan (Penjaskes)

Pendidikan jasmani dan kesehatan
pada dasarnya merupakan bagian integral
dari sistem pendidikan secara keseluruhan,
yang meliputi aspek kesehatan, kebugaran
jasmani, keterampilan berfikir kritis,
stabilitas emosional, keterampilan sosial,
penalaran dan tindakan moral, yang
merupakan tujuan pendidikan pada
umumnya. Atau secara spesifik melalui
pembelajaran pendidikan jasmani, siswa
melakukan kegiatan berupa permainan
(game), dan berolahraga yang disesuaikan
dengan pertumbuhan dan perkembangan
anak. Meskipun demikian unsur prestasi
dan kompetisi juga terdapat di dalamnya
dan dimanfaatkan sebagai alat pendidikan.
Tujuan pendidikan jasmani di
Sekolah Menengah Pertama (SMP),
meliputi aspek-aspek sebagai berikut. (1)
mengembangkan kepribadian yang kuat,
mengembangkan sikap cinta damai,
mengembangkan sikap sosial dan
mengembangkan sikap toleransi dalam
kontek kemajemukan budaya, etnis dan
agama. (2) Mengembangkan sikap sportif,
sikap jujur, sikap disiplin, sikap
bertanggung jawab, sikap kerja sama,
sikap percaya diri, dan melatih demokrasi
melalui aktivitas jasmani, melalui aktivitas
permainan, dan melalui aktivitas olahraga.
(3) Mengembangkan keterampilan-
keterampilan gerak dan keterampilan
berbagai macam permainan dan olahraga
(aktivitas luar sekolah atau alam bebas).
(4) Mengembangkan keterampilan
pengelolaan diri untuk mengembangkan
dan memelihara kebugaran melalui
aktivitas jasmani dan olahraga. (5)
Mengembangkan keterampilan untuk
menjaga keselamatan diri sendiri dan
mengembangkan keterampilan untuk
menjaga keselamatan orang lain atau
lingkungannya. (6) Mengetahui dan
memahami konsep aktivitas jasmani dan
olahraga sebagai informasi untuk mencapai
kesehatan, untuk memelihara kebugaran,
dan membiasakan pola hidup sehat. Dan
(7) Mampu memanfaatkan waktu luang
dengan aktivitas jasmani yang bersifat
rekreatif (Depdiknas, 2006).

2. Gaya Mengajar Resiprokal

Seorang guru dapat
mengkombinasikan atara gaya yang satu
dengan lainnya menurut kebutuhannya.
Hal ini karena tidak ada satu gaya
mengajar yang dianggap paling berhasil
karena bergantung pada situasi. Seperti
yang dikemukakan Rusli Lutan (2000)
alasan digunakannya beberapa macam
gaya mengajar dalam proses pembelajaran
48____________________________________Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010

yaitu, (1) untuk mendorong terciptanya
suasana belajar yang mengajarkan siswa
untuk belajar, (2) agar guru dan siswa
sama-sama termotivasi dan giat
melaksanakan tugas masing-masing
Peran guru dalam proses
pendidikan jasmani di antaranya adalah
menentukan dan memilih gaya mengajar
yang tepat dan efektif agar siswa dapat
mengerti dan memahami materi
pembelajaran yang disajikan sesuai dengan
tujuan yang diharapkan. Kemampuan guru
memilih dan menyajikan materi
pembelajaran ditentukan olen kemampuan
dan pengalamannya dalam pembelajaran.
Salah satu gaya mengajar yang tepat
digunakan oleh guru dalam proses
pembelajaran penjaskes di SMP adalah
gaya resiprokal.
Metode mengajar resiprokal
diartikan sebagai gaya mengajar yang
menunjukkan hubungan sosial antar teman
sebaya dan kondisi untuk memberi umpan
balik yang cepat (Mosston, 1994). Kondisi
pembelajaran tersebut dihubungkan
dengan kegiatan pembelajaran dan peran
siswa dalam mealaksanakan tugas. Kelas
diatur berpasangan dengan peranan-
peranan khusus untuk tiap pasangan, yaitu
separo kelas menjadi pelaku dan separo
lagi menjadi pengamat. Menurut Mosston
(1994), gaya resiprokal mempunyai ciri-
ciri pokok antara lain :
a. Mempunyai kesempatan untuk
melakukan pengulangan praktek
dengan observer secara individu.
b. Mempraktekkan tugas berdasarkan
kondisi-kondisi yang diberikan secara
umpan balik segera dari teman sebaya.
c. Mampu mendiskusikan dengan teman
sebaya mengenai aspek spesifik dari
tugas tersebut.
d. Melihat dan memahami bagian-
bagian/urutan didalam melakukan
tugas.
e. Mempraktekkan tugas tanpa guru
meminta umpan balik atau penjelasan
ketika ada kesalahan yang dikoreksi.
Mekanisme pelaksanaan gaya
resiprokal menurut Mosston (1994:65),
antara lain :
a. Memberi kesempatan pada proses
sosialisasi tertentu untuk saling
memberi dan menerima umpan balik
dengan teman sebaya.
b. Mengamati kemampuan teman
pasangannya, membandingkan,
menarik kesimpulan, dan
mengkomunikasikan hasil dengan
teman pasangannya.
c. Mempelajari bagaimana cara memberi
koreksi umpan balik yang tidak
mengangu kelangsungan persahabatan
d. Mengembangkan kesabaran,toleransi
dan menghargai syarat untuk suksesnya
pelaksaan proses pembelajaran.
e. Memberikan penghargaan pada yang
sukses.
f. Mengembangkan ikatan sosial melalui
pelaksanaan tugas.
Untuk mengembangkan kreasi baru
dalam ruang olahraga yang menyediakan
suasana hubungan baru antara guru dan
murid, lebih banyak keputusan diberikan
ke pada siswa. Keputusan ini secara
prinsip diberikan perubahan pada setting
post impact mulai memperhatikan umpan
balik dengan segera. Terlebih dahulu
kepada siswa diberitahukan, bagaimana ia
harus menguasai kemampuan, hal ini akan
memberi kesempatan yang luar biasa untuk
melakukan penampilan yang benar. Di
dalam kelas siswa diatur secara
berpasangan dengan masing-masing
anggota diberi peran tertentu. Satu anggota
ditunjuk sebagai pelaku dan yang lain
sebagai pengamat, serta menentukan
pasangan ini secara periodik. Tugas pelaku
adalah berkomunikasi dengan pengamat
dan tugas pengamat adalah memberikan
umpan balik kepada pelaku dan
berkomunikasi dengan guru. Peran guru
adalah mengamati pelaku dan pengamat
tetapi berkomunikasi hanya dengan
pengamat. Pada metode ini siswa harus
belajar bertanggung jawab menggunakan
power ketika mereka memberi dan
Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010________________________________________49

menerima umpan balik dengan teman
sebaya.


3. Motivasi berlatih

Pengertian motivasi menurut
Mc.Donal, dalam Sudirman (1990)
mengatakan bahwa: Motivasi adalah
perubahan energi dalam diri seseorang
yang ditandai munculnya feeling dan
didahului dengan tanggapan terhadap
adanya tujuan. Pengertian ini
mengandung tiga elemen penting yaitu:
a. Motivasi mengawali terjadinya
perubahan energi pada diri individu.
Perkembangan motivasi membawa
beberapa perubahan energi pada diri
manusia.
b. Motivasi ditandai dengan munculnya
rasa atau feeling. Dengan demikian
motivasi ini sesuai dengan aspek
kejiwaan yang menentukan perilaku
manusia
c. Motivasi terangsang karena adanya
suatu tujuan. Jadi motivasi adalah
respon atau reaksi dari suatu aksi yaitu
tujuan yang muncul dari dalam diri
manusia.

4. Teknik Dasar Atletik

Dalam penelitian ini, kajian
tentang teknik dasar atletik dibatasi pada
teknik dasar atletik untuk jenjang SMP
kelas VIII. Teknik dasar atletik ini
meliputi: teknik lari jarak menengah,
teknik dasar lompat jauh gaya
menggantung, dan teknik dasar tolak
peluru gaya Obrain.
Dalam upaya mencapai kompetensi
mata pelajaran penjakes, maka guru perlu
mengupayakan gaya mengajar yang
efektif dan atraktif. Untuk itu guru
pendidikan jasmani harus berusaha
seoptimal mungkin untuk mempengaruhi
atau memotivasi bahkan melibatkan siswa
dalam proses pembelajaran pendidikan
jasmani, yaitu dengan cara menyajikan
bentuk-bentuk pembelajaran keterampilan
gerak yang baik dan benar.
Sehubungan dengan itu, maka
untuk melakukan proses pembelajaran
pendidikan jasmani, khususnya tentang
pembelajaran teknik dasar atletik perlu
dipilih gaya mengajar yang tepat, mudah
diterapkan kepada siswa, dan melibatkan
siswa dalam proses pembelajaran sehingga
berbagai aktivitas gerak pendidikan
jasmani dapat dikuasai dengan baik dan
benar. Gaya mengajar resiprokal sangat
cocok diterapkan pada siswa SMP yang
menuntut perkembangan kreativitas, fisik
dan mental yang optimal. Gaya mengajar
resiprokal, adalah gaya mengajar yang
menekankan adanya perubahan dalam
membuat keputusan dari guru ke siswa.
Siswa bertanggung jawab untuk
mengobservasi penampilan dari teman dan
memberikan umpan balik setiap kali
melakukan gerakan dengan mengunakan
lembar tugas sebagai evaluasi, dengan
tujuan untuk membantu siswa apakah
gerakan-gerakan yang dilakukan siswa
sudah sesuai dengan contoh yang ada pada
lembar tugas tersebut. Dengan menerapkan
gaya mengajar resiprokal ini, siswa akan
dilibatkan dalam proses
pembelajaran/latihan, sehingga siswa akan
termotivasi dalam berlatih, rasa takut
berkurang dan berani untuk mencoba
teknik dasar atletik.


METODE PENELITIAN

Subjek penelitian adalah guru dan
siswa SMP Negeri 11 Surakarta kelas VIII.
Dalam penelitian ini, guru pengajar
penjaskes merupakan pengajar sekaligus
peneliti mitra. Sedangkan tim peneliti dari
UNS bertindak sebagai perencana dan
pengamat proses kegiatan pembelajaran.
Dalam penelitian ini tim peneliti dari UNS
bersama-sama dengan peneliti mitra (guru)
merencanakan, mengamati, mendiskusikan
dan menganalisis hasil penelitian. Obyek
dalam penelitian ini adalah gaya
resiprokal, dan motivasi berlatih teknik
50____________________________________Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010

dasar atletik pada mata pelajaran
penjaskes.
Penelitian ini dilakukan di SMP
Negeri 11 Surakarta kelas VIII. Waktu
pelaksanaannya adalah pada semester
gasal/ganjil pada tahun ajaran 2009/2010.
Teknik pengumpulan data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah:
observasi, angket dan tes. Teknik analisis
data yang digunakan adalah: a) teknik
analisis komparatif, b) teknik analisis
kuantitatif dan c) teknik analisis data
kualitatif. Penelitian ini dilakukan dengan
pendekatan penelitian tindakan kelas.
Sesuai dengan prinsip-prinsip dalam
penelitian tindakan kelas terdapat siklus
penelitian yang terdiri dari 4 tahap, yaitu:
perencanaan, pelaksanaan tindakan,
observasi dan refleksi dan dalam penelitian
ini indikator pencapaiannya adalah:

Tabel 1. Indikator Keberhasilan
Permasalahan Indikator
Kinerja
Ukuran
keberhasilan
Kurangnya
ketertarikan
siswa
terhadap
mata
pelajaran
penjaskes.



Rendahnya
motivasi
siswa
berlatih
teknik-
teknik dasar
atletik

Rendahnya
prestasi
belajar
siswa
dalam
mempraktik
an teknik
dasar atletik
pada mata
pelajaran
penjaskes
Meningkatnya
ke-tertarikan
dan kepuasan
siswa terhadap
media
pembelajaran
dan cara
pembelajaran
yang di-lakukan
guru

Minimal 70%
siswa tertarik
dan puas
terhadap media
pembelajaran
dan cara
pembelajaran
yang dilakukan
guru
Meningkatnya
motivasi siswa
berlatih teknik-
teknik dasar
atletik
Minimal 60%
siswa
mempunyai
motivasi tinggi
untuk berlatih
teknik-teknik
dasar atletik

Meningkatnya
prestasi belajar
siswa dalam
mempraktikan
teknik dasar
atletik
Minimal 70%
siswa
memperoleh
prestasi baik




HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN

Data penelitian dan analisisnya
untuk masing-masing siklus penelitian
akan disajikan berikut ini. Penelitian ini
merupakan penelitian tindakan kelas yang
terbagi dalam 3 siklus penelitian.

1. Siklus I
a. Perencanaan

Kegiatan pada tahap perencanaan
ini antara lain adalah:
1) Menyiapkan Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP) termasuk
didalamnya
2) Mempersiapkan media pembelajaran
penjaskes yang sesuai dengan RPP
3) Menyusun lembar observasi untuk
mengetahui kondisi pelaksanaan
pembelajaran dan semangat berlatih
siswa.
4) Menyusun instrumen yaitu quesioner
sebagai pedoman siswa untuk
mengoreksi gerakan yang dilakukan
oleh temannya/pasangannya.
5) Mendesain alat evaluasi untuk melihat
hasil belajar siswa/hasil pencapaian
kompetensi dalam siklus pertama.
6) Materi dalam siklus I adalah teknik
dasar lari jarak menengah

b. Pelaksanaan

Pada tahap pelaksanaan, tim
peneliti melaksanakan proses pembelajaran
sesuai dengan perencanaan. Dalam
penelitian ini yang bertindak sebagai
pengajar adalah guru penjaskes SMP
Negeri 11 Surakarta, sedangkan perencana
dan pengamat adalah tim peneliti dari UNS
dan setiap siklus dilaksanakan selama 1
pertemuan.
1) Guru menjelaskan teknik dasar atletik
lari jarak menengah dan
mendemontrasikan teknik-teknik dasar
lari jarak menengah misalnya teknik
dasar gerakan badan, teknik
pernapasan dan teknik masuk finish.
Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010________________________________________51

2) Memberikan penjelasan tentang proses
pembelajaran pada pertemuan tersebut
bahwa siswa untuk saling memberi
dan menerima umpan balik dengan
teman.
3) Membagi siswa berpasangan untuk
mengamati kemampuan teman
pasangannya, membandingkan,
menarik kesimpulan, dan
mengkomunikasikan hasil dengan
teman pasangannya.
4) Siswa melakukan teknik lari jarak
menengah dengan diamati temannya
5) Memberikan penghargaan pada siswa
yang melakukan latihan dengan
baik/sukses.
Setelah masing-masing siswa
mencoba berlatih teknik dasar lari jarak
menengah, siswa diberi hasil pengamatan
yang dilakukan teman/siswa pasangannya.
Berdasarkan hasil pengamatan temannya,
siswa melakukan teknik dasar lari jarak
menengah dengan memperhatikan koreksi
temannya. Pada kesempatan kedua ini guru
mengamati dan sekaligus mengevaluasi
teknik dasar lari jarak menengah yang
dilakukan oleh siswa. Di akhir
pembelajaran, siswa diminta untuk mengisi
angket tanggapan siswa terhadap proses
pembelajaran yang dilakukan oleh guru
dan angket motivasi berlatih teknik dasar
atletik.

c. Observasi dan Interprestasi

Berdasarkan hasil observasi pada
siklus I menunjukan bahwa semua siswa
melakukan teknik dasar lari jarak
mennegah dengan diamati temannya secara
berpasangan dengan menggunakan
instrumen yang telah disediakan oleh tim
peneliti. Gerakan-gerakan teknik dasar lari
jarak menengah dilakukan sesuai aba-aba
dan petunjuk yang diberikan guru. Setelah
masing-masing siswa mencoba berlatih
teknik dasar lari jarak menengah, siswa
diberi hasil pengamatan yang dilakukan
teman/siswa pasangannya. Berdasarkan
hasil pengamatan temannya, siswa
melakukan teknik dasar lari jarak
menengah dengan memperhatikan koreksi
temannya. Pada kesempatan kedua ini guru
mengamati dan sekaligus mengevaluasi
teknik dasar lari jarak menengah yang
dilakukan oleh siswa
Hasil angket dari siswa
menunjukan bahwa 6 siswa (18,75%)
mempunyai motivasi berlatih tinggi, 10
siswa (31,25%) mempunyai motivasi
sedang dan 16 (50%) mempunyai motivasi
rendah. Tanggapan siswa terhadap proses
pembelajaran penjaskes yang dilakukan
guru dalam tingkat sedang. Ini ditunjukan
oleh sebanyak 15 siswa (46.87%)
memberikan tanggapan baik, 17 siswa
(53,13%) memberi tanggapan sedang dan
tidak ada siswa yang memberikan
tanggapan yang kurang baik terhadap
kegiatan pembelajaran penjaskes. Prestasi
siswa pada siklus I menunjukan bahwa
22 siswa (68,75%) memperoleh nilai baik
yaitu diatas nilai 70 dan 10 siswa (31,25%)
memperoleh nilai dibawah 70.

d. Refleksi

Berdasarkan pelaksanaan dan
observasi pada siklus I menunjukan bahwa
motivasi siswa masih tergolong rendah,
terutama siswa putri. Pada pelaksanaan
pembelajaran, siswa putra dan putri
dijadikan berpasangan. Hal tersebut
mempunyai dampak bagi siswa putri.
Siswa putri merasa malu jika dipasangkan
dengan siswa laki-laki. Untuk mengatasi
hal tersebut pada siklus berikutnya, siswa
dipasangkan berdasarkan jenis kelamin
(gender). Siswa putra dipasangkan dengan
siswa putra dan siswa putri dipasangkan
dengan siswa putri.
Berdasarkan hasil yang dincapai
pada siklus I, menunjukan bahwa indikator
motivasi, indikator kepuasan siswa
terhadap proses pembelajaran dan
indikator prestasi belajar belum tercapai.
Dengan demikian siklus penelitian
dilanjutkan ke siklus berikutnya.



52____________________________________Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010

2. Siklus II
a. Perencanaan

Berdasarkan hasil observasi dan
refleksi pada siklus I, maka pada saat
siklus II, siswa dipasangkan berdasarkan
jenis kelamin untuk mengatasi rasa malu
dan grogi terutama siswa putri.
Kegiatan pada tahap perencanaan
ini antara lain adalah:
1) Menyiapkan Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP) termasuk
didalamnya
2) Mempersiapkan media pembelajaran
penjaskes yang sesuai dengan RPP
3) Menyusun lembar observasi untuk
mengetahui kondisi pelaksanaan
pembelajaran dan semangat berlatih
siswa.
4) Menyusun instrumen yaitu quesioner
sebagai pedoman siswa untuk
mengoreksi gerakan yang dilakukan
oleh temannya/pasangannya.
5) Mendesain alat evaluasi untuk melihat
hasil belajar siswa/hasil pencapaian
kompetensi dalam siklus kedua.
6) Materi dalam siklus II adalah teknik
dasar tolak peluru

b. Pelaksanaan

Pada tahap pelaksanaan, tim
peneliti melaksanakan proses pembelajaran
sesuai dengan perencanaan. Dalam
penelitian ini yang bertindak sebagai
pengajar adalah guru penjaskes SMP
Negeri 11 Surakarta, sedangkan perencana
dan pengamat adalah tim peneliti dari
UNS. Setiap siklus dilaksanakan selama 1
pertemuan. Sedangkan langkah-langkah
dalam pelaksanaan tahap ini adalah
sebagai berikut:
1) Guru menjelaskan teknik dasar tolak
peluru dan mendemontrasikan gerakan
teknik dasar tolak peluru.
2) Memberikan penjelasan tentang proses
pembelajaran pada pertemuan tersebut
bahwa siswa untuk saling memberi
dan menerima umpan balik dengan
teman sebaya.
3) Membagi siswa berpasangan untuk
mengamati kemampuan teman
pasangannya, membandingkan,
menarik kesimpulan, dan
mengkomunikasikan hasil dengan
teman pasangannya.
4) Siswa melakukan teknik dasar tolak
peluru dengan diamati temannya
5) Memberikan penghargaan pada siswa
yang melakukan latihan dengan
baik/sukses.
Setelah masing-masing siswa
mencoba berlatih teknik dasar tolak
peluru, siswa diberi hasil pengamatan
yang dilakukan teman/siswa pasangannya.
Berdasarkan hasil pengamatan temannya,
siswa melakukan teknik dasar tolak peluru
dengan memperhatikan koreksi temannya.
Pada kesempatan kedua ini guru
mengamati dan sekaligus mengevaluasi
teknik dasar tolak peluru yang dilakukan
oleh siswa. Di akhir pembelajaran, siswa
diminta untuk mengisi angket tanggapan
siswa terhadap proses pembelajaran yang
dilakukan oleh guru dan angket motivasi
berlatih teknik dasar atletik.

c. Observasi dan Interprestasi

Berdasarkan hasil observasi pada
siklus II menunjukan bahwa semua siswa
melakukan teknik dasar atletik tolak peluru
dengan diamati temannya secara
berpasangan dengan menggunakan
instrumen yang telah disediakan oleh tim
peneliti. Gerakan-gerakan teknik dasar
tolak peluru dilakukan sesuai aba-aba dan
petunjuk yang diberikan guru. Setelah
masing-masing siswa mencoba berlatih
teknik dasar tolak peluru, siswa melihat
hasil pengamatan yang dilakukan
teman/siswa pasangannya. Berdasarkan
hasil pengamatan temannya, siswa
melakukan teknik dasar tolak peluru
dengan memperhatikan koreksi temannya.
Pada kesempatan kedua ini guru
mengamati dan sekaligus mengevaluasi
teknik dasar tolak peluru yang dilakukan
oleh siswa
Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010________________________________________53

Hasil angket dari siswa
menunjukan bahwa 15 siswa (46,87%)
mempunyai motivasi berlatih tinggi, 9
siswa (28,13%) mempunyai motivasi
sedang dan 8 (25%) mempunyai motivasi
rendah. Tanggapan siswa terhadap proses
pembelajaran penjaskes yang dilakukan
guru dalam tingkat kepuasan tinggi. Ini
ditunjukan oleh sebanyak 20 siswa
(62,5%) memberikan tanggapan baik, 12
siswa (37,5%) memberi tanggapan sedang.
Tidak ada siswa yang memberikan
tanggapan yang kurang baik terhadap
kegiatan pembelajaran penjaskes. Prestasi
siswa pada siklus II menunjukan bahwa
25 siswa (78,13%) memperoleh nilai baik
yaitu diatas nilai 70 dan 7 siswa (21,87%)
memperoleh nilai dibawah 70.

d. Refleksi

Berdasarkan pelaksanaan dan
observasi pada siklus II menunjukan
bahwa motivasi siswa masih tergolong
rendah. Berdasarkan hasil yang dincapai
pada siklus II, menunjukan bahwa
indikator motivasi berlatih belum tercapai.
Indikator kepuasan siswa terhadap proses
pembelajaran dan indikator prestasi belajar
sudah tercapai pada siklus II. Dengan
demikian siklus penelitian dilanjutkan ke
siklus berikutnya. Cara meningkatkan
motivasi siswa adalah dengan memberikan
hadiah atau penghargaan berupa barang
berwujud (buku dan bolpoint). Maksud
pemberian penghargaan ini adalah untuk
meningkatkan motivasi siswa agar lebih
bersungguh-sungguh dalam berlatih.

3. Siklus III
a. Perencanaan
Pada tahap pelaksanaan, tim
peneliti melaksanakan proses pembelajaran
sesuai dengan perencanaan. Materi pada
siklus III adalah teknik dasar lempar
lembing.
Kegiatan pada tahap perencanaan
ini antara lain adalah:
1) Menyiapkan Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP) termasuk
didalamnya
2) Mempersiapkan media
pembelajaran penjaskes yang
sesuai dengan RPP
3) Menyusun lembar observasi untuk
mengetahui kondisi pelaksanaan
pembelajaran dan semangat
berlatih siswa.
4) Menyusun instrumen yaitu
quesioner sebagai pedoman siswa
untuk mengoreksi gerakan yang
dilakukan oleh
temannya/pasangannya.
5) Mendesain alat evaluasi untuk
melihat hasil belajar siswa/hasil
pencapaian kompetensi dalam
siklus ketiga.
6) Menyiapkan hadiah sebagi
penghargaan bagi siswa yang
berlatih dengan baik dan sungguh-
sungguh.
7) Materi dalam siklus III adalah
teknik dasar lempar lembing

b. Pelaksanaan

Langkah-langkah dalam pelaksanaan
ini adalah:
1) Guru menjelaskan teknik dasar lempar
lembing dan mendemonstrasikan
gerakan teknik dasar lempar lembing.
2) Memberikan penjelasan tentang proses
pembelajaran pada pertemuan tersebut
bahwa siswa untuk saling memberi
dan menerima umpan balik dengan
teman sebaya.
3) Membagi siswa berpasangan untuk
mengamati kemampuan teman
pasangannya, membandingkan,
menarik kesimpulan, dan
mengkomunikasikan hasil dengan
teman pasangannya.
4) Siswa melakukan teknik lempar
lembing dengan diamati temannya
5) Memberikan penghargaan pada siswa
yang melakukan latihan dengan
baik/sukses.

54____________________________________Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010

Setelah masing-masing siswa
mencoba berlatih teknik dasar lempar
lembing, siswa diberi hasil pengamatan
yang dilakukan teman/siswa pasangannya.
Berdasarkan hasil pengamatan temannya,
siswa melakukan teknik dasar tolak peluru
dengan memperhatikan koreksi temannya.
Pada kesempatan kedua ini guru
mengamati dan sekaligus mengevaluasi
teknik dasar lempar lembing yang
dilakukan oleh siswa. Siswa yang
memperoleh nilai tertinggi diberikan
penghargaan yaitu diberikan buku tulis dan
bolpoint. Siswa yang memperoleh
penghargaan berupa buku dan bolpoint jika
nilainya diatas 80. Di akhir pembelajaran,
siswa diminta untuk mengisi angket
tanggapan siswa terhadap proses
pembelajaran yang dilakukan oleh guru
dan angket motivasi berlatih teknik dasar
atletik.

c. Observasi dan Interprestasi

Berdasarkan hasil observasi pada
siklus III menunjukan bahwa semua siswa
melakukan teknik dasar atletik lempar
lembing dengan diamati temannya secara
berpasangan dengan menggunakan
instrumen yang telah disediakan oleh tim
peneliti. Gerakan-gerakan teknik dasar
lempar lembing dilakukan sesuai aba-aba
dan petunjuk yang diberikan guru. Setelah
masing-masing siswa mencoba berlatih
teknik dasar lempar lembing, siswa melihat
hasil pengamatan yang dilakukan
teman/siswa pasangannya. Berdasarkan
hasil pengamatan temannya, siswa
melakukan teknik dasar lempar lembing
dengan memperhatikan koreksi temannya.
Pada kesempatan kedua ini guru
mengamati dan sekaligus mengevaluasi
teknik dasar lempar lembing yang
dilakukan oleh siswa
Hasil angket dari siswa
menunjukan bahwa 20 siswa (62,5%)
mempunyai motivasi berlatih tinggi, 12
siswa (37,5%) mempunyai motivasi
sedang dan tidak ada siswa yang
mempunyai motivasi rendah pada siklus
III. Tanggapan siswa terhadap proses
pembelajaran penjaskes yang dilakukan
guru dalam tingkat puas. Ini ditunjukan
oleh sebanyak 25 siswa (78,13%)
memberikan tanggapan baik, 7 siswa
(21,87%) memberi tanggapan sedang.
Tidak ada siswa yang memberikan
tanggapan yang kurang baik terhadap
kegiatan pembelajaran penjaskes. Prestasi
siswa pada siklus III menunjukan bahwa
26 siswa (81,25%) memperoleh nilai baik
yaitu diatas nilai 70 dan 6 siswa (18,75%)
memperoleh nilai dibawah 70.

d. Refleksi

Berdasarkan pelaksanaan dan
observasi pada siklus III menunjukan
bahwa motivasi siswa meningkat lebih dari
60% siswa mempunyai motivasi berlatih
relatif tinggi. Berdasarkan hasil yang
dincapai pada siklus III, menunjukan
bahwa indikator motivasi berlatih sudah
tercapai. Indikator motivasi berlatih
menunjukan siswa yang mempunyai
motivasi tinggi untuk berlatih sebanyak 20
siswa (62,5%) mempunyai motivasi
berlatih tinggi, 12 siswa (37,5%)
mempunyai motivasi sedang dan tidak ada
siswa yang mempunyai motivasi rendah.
Indikator kepuasan siswa terhadap proses
pembelajaran yang dilakukan guru telah
tercapai pada siklus III yaitu 25 siswa
(78,13%) memberikan tanggapan baik, 7
siswa (21,87%) memberi tanggapan
sedang dan tidak ada siswa yang
memberikan tanggapan yang kurang baik
terhadap kegiatan pembelajaran penjaskes.
Indikator prestasi belajar pada siklus III
telah tercapai yaitu sebanyak 26 siswa
(81,25%) memperoleh nilai baik yaitu
diatas nilai 70. Berdasarkan pencapaian
pada siklus III maka siklus penelitian tidak
dilanjutkan.






Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010________________________________________55

Pembahasan.

Berdasarkan data yang diperoleh
dari siklus pertama sampai siklus ketiga
dapat dikatakan bahwa mencoba
menggunakan gaya mengajar resiprokal
dapat meningkatkan motivasi berlatih
siswa. Materi teknik dasar atletik
merupakan materi yang menuntut
kemauan, keberanian dan ketepatan teknik
gerakan, sehingga siswa harus dimotivasi
untuk berani melakukan teknik dasar
atletik. Cara memotivasi siswa agar berani
melakukan teknik dasar atletik salah
satunya dengan memberikan kebebasan
siswa untuk melakukan teknik dasar atletik
dengan diamati temannya. Diharapkan
dengan belajar bersama teman sebaya akan
meningkatkan motivasi dan prestasi belajar
siswa. Selain itu dengan saling
memberikan hasil pengamatan antar siswa
akan meningkatkan rasa percaya diri dan
mengurangi rasa malu, takut dan grogi
pada diri siswa.
Ketercapaian indikator penelitian
ini akan diuraikan berikut ini. Indikator
pertama dalam penelitian ini adalah
minimal 70% siswa tertarik dan puas
terhadap media pembelajaran dan cara
pembelajaran yang dilakukan guru. Hasil
penelitian ini menunjukan bahwa pada
siklus II indikator ini telah tercapai.
Perbandingan ketertarikan dan kepuasan
siswa terhadap media dan cara
pembelajaran yang dilakukan guru dari
siklus I sampai dengan siklus III dapat
dilihat pada tabel berikut ini













Tabel 2. Indikator ketertarikan dan
kepuasan siswa terhadap media
dan cara pembelajaran yang
dilakukan guru dari siklus I
sampai dengan siklus III

Siklus I Siklus II Siklus III
15 siswa
(46.87%) mem-
berikan
tanggapan baik,
17 siswa
(53,13%) mem-
beri tanggapan
sedang. Tidak
ada siswa yang
memberikan
tanggapan yang
kurang baik
terhadap
kegiatan
pembelajaran
penjaskes
20 siswa
(62,5%)
memberikan
tanggapan baik,
12 siswa
(37,5%)
memberi
tanggapan
sedang. Tidak
ada siswa yang
memberikan
tanggapan yang
kurang baik
25 siswa
(78,13%)
memberikan
tanggapan baik,
7 siswa
(21,87%)
memberi
tanggapan
sedang. Tidak
ada siswa yang
memberi-kan
tanggapan yang
kurang baik

Selanjutnya indikator kedua dalam
penelitian ini adalah minimal 60% siswa
mempunyai motivasi tinggi untuk berlatih
teknik-teknik dasar atletik. Hasil penelitian
ini menunjukan bahwa pada siklus III
indikator motivasi siswa melakukan latihan
teknik dasar atletik telah tercapai. Tabel
berikut ini menunjukan peningkatan
motivasi siswa melakukan teknik dasar
atletik.

Tabel 3. Motivasi siswa berlatih teknik
dasar atletik
Siklus I Siklus II Siklus III
6 siswa
(18,75%) mem-
punyai motivasi
berlatih tinggi,
10 siswa
(31,25%)
mempunyai
motivasi sedang
dan 16 (50%)
mempunyai
motivasi rendah.
15 siswa
(46,87%)
mempunyai
motivasi berlatih
tinggi, 9 siswa
(28,13%)
mempunyai
motivasi sedang
dan 8 (25%)
mempunyai
motivasi rendah.
20 siswa
(62,5%)
mempunyai
motivasi berlatih
tinggi, 12 siswa
(37,5%) mem-
punyai motivasi
sedang dan tidak
ada siswa yang
mempunyai
motivasi rendah

Indikator ketiga dalam penelitian
ini adalah minimal 70% siswa memperoleh
prestasi baik. Pada penelitian ini, indikator
prestasi belajar tercapai pada siklus II.
Tingkat prestasi belajar siswa pada
56____________________________________Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010

pelajaran penjaskes dari siklus I sampai
dengan siklus III dapat dilihat
perbandingannya pada tabel berikut ini.

Tabel 4. Prestasi Belajar Siswa dalam
Mata Pelajaran Penjaskes

Siklus I Siklus II Siklus III
22 siswa
(68,75%) mem-
peroleh nilai
baik yaitu diatas
nilai 70.
Sedang-kan 10
siswa (31,25%)
memperoleh
nilai di-bawah
70
25 siswa
(78,13%)
memperoleh
nilai baik yaitu
diatas nilai 70.
Sedangkan 7
siswa (21,87%)
memperoleh
nilai dibawah
70.
26 siswa
(81,25%)
memperoleh
nilai baik yaitu
diatas nilai 70.
Sedangkan 6
siswa (18,75%)
memperoleh
nilai dibawah
70.
Prestasi belajar siswa pada saat siklus I
sampai dengan siklus III dapat dilihat pada
lampiran 5

KESIMPULAN

Salah satu gaya mengajar yang
tepat digunakan oleh guru dalam proses
pembelajaran penjaskes di SMP adalah
gaya resiprokal. Gaya resiprokal adalah
gaya mengajar yang menekankan adanya
perubahan dalam membuat keputusan dari
guru ke siswa. Siswa bertanggung jawab
untuk mengobservasi penampilan dari
teman dan memberikan umpan balik setiap
kali melakukan gerakan dengan
mengunakan lembar tugas sebagai
evaluasi, dengan tujuan untuk membantu
siswa apakah gerakan-gerakan yang
dilakukan siswa sudah sesuai dengan
contoh yang ada pada lembar tugas
tersebut. Dengan menerapkan gaya
mengajar resiprokal ini, siswa akan
dilibatkan dalam proses
pembelajaran/latihan, sehingga siswa akan
termotivasi dalam berlatih, rasa takut
berkurang dan berani mencoba teknik
dasar atletik.
Penerapan gaya mengajar
resiprokal dalam penelitian ini dilakukan
dalam selama 3 siklus penelitian dan dapat
meningkatkan kepuasan dan ketertarikan
siswa terhadap proses pembelajaran yang
dilakukan oleh guru, motivasi berlatih dan
prestasi belajar siswa. Pada siklus III
menunjukan bahwa 25 siswa (78,13%)
memberikan tanggapan baik, 7 siswa
(21,87%) memberi tanggapan sedang.
Tidak ada siswa yang memberikan
tanggapan yang kurang baik. Pada siklus
III menunjukan bahwa indikator motivasi
berlatih siswa meningkat yaitu 20 siswa
(62,5%) mempunyai motivasi berlatih
tinggi, 12 siswa (37,5%) mempunyai
motivasi sedang dan tidak ada siswa yang
mempunyai motivasi rendah. Sedangkan
indikator prestasi belajar pada siklus III
menunjukan bahwa 26 siswa (81,25%)
memperoleh nilai baik yaitu diatas nilai 70.
Sedangkan 6 siswa (18,75%) memperoleh
nilai dibawah 70.
Berkaitan dengan penerapan gaya
resiprokal tersebut, maka siswa harus
mampu mengembangkan diri untuk
meningkatkan motivasi berlatih dengan
mencoba latihan teknik dasar atletik yang
diajarkan oleh guru tanpa melihat apakah
akan diberikan penghargaan dalam wujud
barang atau tidak serta melakukan
aktivitas gerak sesuai kompetensi dasar
penjaskes dengan menumbuhkan rasa
percaya diri. Dalam proses pembelajaran,
guru dapat menggunakan model
pembelajaran resiprokal. Karena model ini
dapat meningkatkan motivasi dan prestasi
belajar siswa, khususnya untuk kompetensi
teknik dasar atletik. Membiasakan siswa
untuk ikut terlibat dalam latihan teknik
dasar atletik, agar siswa merasakan
dihargai dan dibutuhkan dalam
pembelajaran. Dengan demikian siswa
akan mempunyai motivasi tinggi dalam
belajar dan menerapkan model-model
pembelajaran yang sesuai dengan
kompetensi penjaskes agar siswa
mempunyai semangat dan motivasi
berlatih aktivitas gerak sesuai kompetensi
penjaskes SMP.



Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010________________________________________57

DAFTAR PUSTAKA

Anon. Pedoman Mendeteksi Potensi Peserta Didik. Jakarta: Ditjen Dikdasmen, Depdiknas,
2004.

Anon. Pedoman Pembelajaran Tuntas. Jakarta: Ditjen Dikdasmen, Depdiknas, 2003.

Ateng, Abdul Kadir. Asas dan Landasan Pendidikan Jasmani. Jakarta: Depdikbud Ditjen
Dikti, 1992.

Badan Standar Nasional Pendidikan. Standar Kompetensi Lulusan. Jakarta: Depdiknas, 2006.

Cratty, Bryant J. Psychology in Contemporary Sport. New Jersey: Prentice Hall Englewood
Cliffs Inc., 1998.

Depdiknas. Kurikulum 2004 Standar Kompetensi Mata Pelajaran Pendidikan Jasmani
SMP/MTs. Jakarta: Depdiknas, 2004.

Edward B. Rahantoknam. 1988. Belajar Motorik : Teori dan Aplikasi dalam Pendidikan
Jasmani dan Olahraga. Jakarta : Depdikbud Ditjendikti.

Freeman, William H. Physical Education and Sport in a Changing Society. Boston: Allyn and
Bacon, 2001.

Irawan, Prasetya, Suciati, Wardani IGAK. Teori Belajar, Motivasi, dan Keterampilan
Mengajar. Jakarta: Ditjen Dikti, Depdikbud, 1994.

Johnson, Barry L. and Jack K. Nelson. 1979. Practical Measurement for Evaluation in
Physical Education. Minnesota : Burgers Publishing.

Lutan, Rusli. Pembaharuan Pendidikan Jasmani di Indonesia. Jakarta: Depdiknas Ditjen
Dikdasmen, 2004.

Mosston. M. and Ashworth. S. 1994. Teaching Physical Education. USA: Macmillan College
Publising Company, Inc.

Muhibbin Syah. 2003. Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru. Bandung. PT Remaja
Rosda Karya.

Mutohir, Toho Cholik. Gagasan-gagasan tentang Pendidikan Jasmani dan Olahraga.
Surabaya: Unesa University Press, 2002.

Nadisah.1992. Pengembangan Kurikulum Pendidikan Jasmani dan Kesehatan. Jakarta: Ditjen
Dikti Depdikbud.

Supandi. Strategi Belajar Mengajar Pendidikan Jasmani dan Kesehatan. Jakarta: Depdikbud
Ditjen Dikti PPTK, 1992.

58____________________________________Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010

REFLEKSI
SISTEM PENGEMBANGAN PENDIDUIKAN JASMANI DI SD

Waluyo
Universitas Sebelas Maret Surakarta

ABSTRACT

There are still many problems that teachers physical education teacher, such as
competence and knowledge is still not maximum . Physical education programs that are not
qualified, causing students will not get competence and knowledge in life in the future.
Through physical education is expected to achieve the establishment of the Indonesian people
qualified, and is a sports achievements. The purpose of physical education in primary schools
can be achieved in accordance with the educational objectives in determining the physical
education curriculum objectives should refer to the objectives of physical education. With
physical education is expected to achieve improved physical fitness, skills, attitude and good
sense, which is useful for the individual child in his life.

Keywords: Physical Education Curriculum, Learning Orientation

PENDAHULUAN

Isu penting dalam dunia pendidikan
kita dewasa ini adalah, bagaimana upaya
pendidikan dan pengajaran di sekolah
mampu memberikan sumbangan berarti
pada upaya peningkatan kualitas manusia
Indonesia. Hal ini terkait dengan
perkembangan mutakhir abad 21, yang
ditandai dengan bangkitnya tuntutan sistem
ekonomi dan politik yang bersifat global,
sehingga akibat kemajuan teknologi dalam
bidang komunikasi dan kepariwisataan.
Dalam kecenderungan demikian, individu
masyarakat dunia mulai berinteraksi secara
langsung, melewati batas wilayah nasional
dan benua, sehingga setiap individu
dituntut untuk mampu berdiri sejajar dalam
bidang pengetahuan, penguasaan bahasa
dan teknologi, serta dalam kesiapan
mental-emosial, moral serta nilai-nilai
universal kemanusiaan.
Secara tersurat, tentunya program
pendidikan jasmani harus dirancang untuk
menciptakan atmosfer yang
memungkinkan guru dan anak didik dapat
bekerja sama untuk membangun
pengetahuan dan tindakan yang berguna
bagi hidup mereka. program itu harus
didasari asumsi yang kokoh tentang
keterpaduan pikiran-tubuh-jiwa (mind-
body spirit). Tujuannya adalah agar terjadi
pengembangan kesadaran diri peneriamaan
diri, kompetensi, kesehatan, serta berbagai
ketrampilan yang berguna dalam
kehidupan nyata.
Sayangnya, hingga kini harapan di
atas masih tinggal sebagai harapan. Pada
kenyataanya, program pendidikan jasmani
masih belum mampu mengusung perannya
yang demikian ideal, karena berbagai
kelemahan yang masih membelit dari
waktu ke waktu. pada tingkatan yang
paling awal, kelemahan program
pendidikan jasmani masih berkutat dengan
struktur kurikulum nasional yang masih
diwarnai oleh kesalahan orientasi dalam
berbagai aspeknya. Pada tingkat ini
masalah yang dapat diidentifikasi adalah
masih sangat sentralistisnya tujuan
kurikuler dan tujuan instruksional,
sehinggga oleh beberapa pihak dianggap
sangat membelenggu guru. Orientasi
kurikulum yang sangat menekankan
pencapaian atau penguasaan ketrampilan-
ketrampilan formal dari berbagai cabang
Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010________________________________________59

olahraga masih sangat dominan,
mencerminkan kurangnya pemahaman
secara komprehensif terhadap arti dan
peranan pendidikan jasmani dalam tataran
asas dan falsafahnya.
Lebih lanjut, kelemahan pun masih
terasa dalam hal fasilitas dan penunjang
proses belajar mengajar. Sudah bukan
rahasia lagi bahwa banyak guru yang
selama ini sudah pesimis untuk bisa
mencapai tujuan kurikulum dan tujuan
instruksional, karena tidak tersedianya alat
di sekolahnya. Bahkan akhirnya, ketiadaan
alat dan fasilitas ini dijadikan alasan untuk
berkelit dari keharusan mengajarkan
beberapa komponen kurikulum yang
penting.
Pada tahap berikutnya, kelemahan
pun masih mewarnai kompetensi guru-
guru penjas dalam hal yang berkaitan
dengan pelaksanaan tugas mereka. Terasa
sekali, bahwa guru penjas dalam hal yang
berkaiatan dengan pelaksanaan tugas
mereka. Terasa sekali, bahwa guru penjas,
terutama di tingkat sekolah dasar,
umumnya tidak menguasai berbagai
kompetensi seperti metode mengajar, daya
mengajar, ketrampilan meningkatkan
kualitas proses belajar mengajar, serta tak
kalah pentingnya dalam hal evaluasi. Di
samping itu, seperti para guru pun tidak
mengetahui secara pasti wilayah tugas dari
mata pelajaran pendidikan jasmani dalam
jenjang sekolah di mana ia bertugas.
Mereka umumnya tidak mampu
merumuskan, kearah manakah tujuan
program penjas yang diberikan pada anak:
apakah untuk menunjang proses
pertumbuhkembangan anak agar optimal,
apakah untuk meningkatkan kebugaran
jasmani siswa, apakah untuk meningkatkan
ketrampilan dasar dan berbagai
pengayaanya, apakah supaya anak terampil
melakukan berbagai macam cabang olah
raga formal, apakah agar anak menguasai
berbagai aturan permaianan secara hafalan,
ataukah untuk meningkatklan pengertian
siswa terhadap gerak dan prinsip-
prinsipnya. apalagi jika dikaitkan dengan
trend mutakhir dalam pendidikan jasmani,
misalnya berbagai aliran model kurikulum
seperti pendidikan gerak, pendidikan
perkembangan, pendidikan olahraga,
pendidikan kebugaran, pendidikan
petualangan, pendidikan kebermaknaan
personal, dan sebagainya.
Dalam kaitan ini, mudah
diidentifikasi bahwa banyak sekali
permasalah yang dihadapi para guru
penjas, di samping secara bawaan,
kompetensi dan pengetahuannya masih
belum optimal. Sungguh akan merupakan
ancaman serius bagi anak-anak kita kelak,
karena dengan program pendidikan
jasmani yang tidak berkualitas, tidak akan
mendapatkan bekal yang lengkap dalam
menghadapi tugas berat kehiduipan di
masa-masa yang akan dihadpinya kelak.
Banyak momen-momen penting dari tahap
pertumbuhan dan perkembangan
terlewatkan tanpa ada sentuhan positif
untuk mengoptimalkan proses
pertumbuhan dan perkembangannya.
Banyak waktu dihabiskan di dalam
kehidupan sekolah tanpa mendapatkan
pengalaman yang berarti bagi kematangan
perkembangan fisik, intelektual, emosial,
serta sosial mereka. Sungguh akan
menyesal telah melewatkan begitu saja jika
para guru mengetahui dan memahami
makna dari gerak dalam kehidupan
mereka.

Perumusan Masalah

Dalam konteks global demikian,
pendidikan tentu perlu mengambil
langkah-langkah yang strategis dalam
upaya mempersiapkan anak didik dalam
mengahadapi tentangan yang juga semakin
mengglobal. Anak-anak Indonesia kelak
akan berhadapan langsung dengan anak-
anak lain dari belahan dunia yang sudah
maju, dan harus siap bersaing dengan
mereka dalam arti sesungguhnya untuk
bisa hidup layak. Mampukah pendidikan di
Indonesia mengimplementasikan
kurikulumnya, yang tentunya juga harus
memiliki fokus pada pemberdayaan
individu dalam lingkup bidang personal,
60____________________________________Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010

sosial, politik, dan ekonomi. Sejauh
manakah para guru di Indonesia akan
mampu berupaya merancang dan
menyediakan pengalaman yang berarti
lewat berbagai mata pelajaran yang
diasuhnya.
Pertanyaan demikian, patut pula
dialamatkan pada guru pendidikan jasmani
di sekolah-sekolah, dengan asumsi bahwa
pendidikan jasmani pun merupakan bagian
intregral dari pendidikan. Bagaimanakah
pendidikan jasmani mampu membantu
anak didik untuk tumbuh dan berkembang
secara optimal? Bagaimanakah pendidikan
jasmani mampu anak didik dalam
mengendalikan perilakunya yang agresif?
Akankah program pendidikan jasmani
memberikan pendidikan pada anak dalam
hal, bagaimana bersikap demokratis dan
menjadi orang yang mampu berempati
pada teman dan orang lain secara penuh
rasa hormat dan kasih sayang?

KONSEP PENDIDIKAN JASMANI

Pada hakekatnya pendidikan
jasmani adalah proses pendidikan yang
melibatkan interaksi antara peserta didik
dengan lingkungannya, yang dikelola
melalui aktifitas jasmani secar sistematik
menuju pembentukan manusia seutuhnya.
Aktifitas jasmani diartikan sebagai
kegiatan peserta didik untuk meningkatkan
ketrampilan motorik dan nilai-nilai
fungsional yang mencakup kognitif,
afektif, dan sosial.
Pendidikan jasmani merupakan
bagian dari pendidikan dan tujuan
pendidikan jasmani harus mempunyai
tujuan akhir sama dengan tujuan
pendidikan. Tujuan pendidikan nasional
Indonesia tercantum pada Bab 11 Pasal 4
Undang-Undang Republik Indonesia No:
tahun 1989 sebagai berikut:
Pendidikan nasional bertujuan
mencerdaskan kehidupan bangsa dan
mengembangkan manusia Indonesia
seutuhnya yaitu manusia yang beriman dan
bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa
dan berbudi pekerti luhur, memiliki
pengetahuan dan ketrampilan, kesehatan
jasmani dan rohani, kepribadian yang
mantap dan mandiri serta rasa tanggung
jawab kemasyarakatan serta kebangsaan
(Soedijarto, 2000).
Bila tujuan pendidikan nasional
tersebut dianalisis, terdapat empat tujuan
pokok yang dipentingkan dalam proses
pendidikan, yaitu : manusia Indonesia yang
bermoral dan berbudi pekerti luhur, sehat
jasmani dan rohaninya, memiliki
pengetahuan dan ketrampilan, dan
memiliki kepedulian sosial yang tinggi.
Jika direnungkan, maka tujuan
pendidikan jasmani pun sebenarnya selaras
dengan tujuan pendidikan nasional. Oleh
karena itu tidak berlebihan jika pendidikan
jasmani berperan penting dalam
menunjang tujuan pendidikan nasional
tersebut, sebagaiman arti dari pendidikan
jasmani itu sendiri. Salah satu definisi
pendidikan jasmani (Cholik dan Lutan,
1997) adalah sebagai berikut : Pendidikan
jasmani adalah suatu proses yang
dilakukan secara sadar dan sistematik
melalui berbagai kegiatan jasmani untuk
memperoleh pertumbuhan jasmani,
kesehatan, dan kebugaran jasmani,
kemampuan dan ketrampilan, kecerdasan
dan perkembangan watak serat kepribadian
yang harmonis dalam rangka memmbentuk
manusia Indonesia seutuhnya yang
berkualitas berdasarkan Pancasila.
Berdasarkan Keputusan menteri
Pendidikan dan Kebudayaan No.
413/U/1987 berbunyi : . Pendidikan
Jasmani merupakan bagian integral dari
pendidikan secara keseluruhan melalui
berbagai kegiatan jasmani yang bertujuan
mengembangkan individu secara
neuromuskuler, intelektual dan
emosional. sedang Unesco dalam
Internasional Charter Of Physical
Education memberikan batasan Pendidikan
jasmani sebagai berikut : Pendidikan
jasmani adalah suatu proses pendidikan
seseorang sebagai individu maupun sebagi
anggota masyarakat yang dilakukan secara
sadar dan sistematik melalui berbagai
kegiatan jasmani dalam rangka
Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010________________________________________61

memperoleh peningkatan kemampuan dan
ketrampilan jasmani, pertumbuhan dan
kecerdasan dan pembentukan watak Oleh
karena itu pendidikan jasmani hendaknya
diarahkan untuk membantu siswa dalam
peningkatan kebugaran jasmani dan
kesehatan melalui pengenalan dan
penanaman sikap positif serta sikap
kemampuan gerak dasar dan berbagai
aktifitas fisik / jamani, agar dapat :
1. tercapai pertumbuhan dan
perkembangan jasmani khususnya
tinggi badan dan berat badan secara
harmonis.
2. terbentuknya sikap dan perilaku
disiplin, jujur, kerjasama, mengikuti
peraturan dan ketentuan yang berlaku.
3. menyenanggi aktivitas jasmani yang
dapat dipakai untuk mengisi waktu
serta kebiasaan hidup sehat.
4. mempunyai kemapuan untuk
menjelaskan tentang manfaat
pendidikan jasmani, ketrampilan gerak
yang benar dan efisien.
5. meningkatkan kebugaran jasmani dan
kesehatan, serta daya tahan tubuh
terhadap penyakit.
Adapun tujuan umum pendidikan
jasmani bagi siswa Sekolah Dasar adalah
untuk :
1. Meletakkan landasan karakter moral
yang kuat melalui internalisasi nilai
dalam pendidikan jasmani.
2. Membangun landasan kepribadian
yang kuat, sikap cinta damai, sikap
sosial dan toleransi dalam konteks
kemajemukan budaya, etnis dan
agama.
3. Menumbuhkan kemampuan berfikir
kritis melalui tugas ajar dalam
pendidikan jasmani.
4. Mengembangkan ketrampilan untuk
melakukan aktifitas jasmani dan
olahraga, serta memahami alasan-
alasan, yang melandasi gerak dan
peforma.
5. Menumbuhkan kecerdasan emosi dan
penghargaan terhadap hak-hak asasi
orang lain melalui pengalaman fair
play dan sportivitas.
6. Menumbuhkan rasa percaya diri (self-
esteem) sebagai landasan kepribadian
melalui pengembangan kesadaran
terhadap kemampuan dan pengendalian
gerak tubuh.
7. Mengembangkan ketrampilan dan
kebiasaan untuk melindungi
keselamatan diri sendiri dan
keselamatan orang lain.
8. Menumbuhkan cara pengembagan dan
pemeliharaan kebugaran jasmani dan
kebiasaan pola hidup sehat.
9. Menumbuhkan kebiasaan dan
kemampuan untuk berpartisipasi aktif
secara teratur dalam aktivitas fisik dan
memahami manfaat dari
keterlibatannya.
10. Menumbuhkan kebiasaan untuk
memanfaatkan dan mengisi waktu
luang denagn aktivitas jasmani.
(Kurikulum Pendidikan Jasmani,
2001).

KONSEP KURIKULUM
PENDIDIKAN JASMANI

Agar tujuan pendidikan jasmani di
sekolah dasar dapat tercapai sesuai dengan
tujuan pendidikan maka dalam penemtuan
tujuan kurikulum pendidikan jasmani
hendaknya mengacu kepada tujuan
pendidikan jasmani :
Pada uraian di bawah ini adalah
konsep kurikulum pendidikan jasmani
yang berorientasi pada proses
pertumbuhuan dan perkembagan anak
didik :
1. Kurikulum penjas hendaknya
berorientasi pada Pertumbuhan &
Perkembangan Anak Didik
Pendidikan jasmani yang diberikan
harus berdasarkan minat, karakteristik
anak dan tingkat pertumbuhan &
perkembangan anak didik.
2. Setiap Anak Didik Mempunyai
Kebutuhan Belajar Serta Daya Tahan
Tangkap Yang Berbeda-Beda
Metode mengajar pendidikan jasmani
harus diberikan sesuai dengan
62____________________________________Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010

kemampuan belajar dan daya tangkap
anak didik yang berbeda-beda.
3. Anak Didik Harus Diberikan
Pengertian
Penjas yang diajarkan harus sesuai
dengan kemampuan fisik dan
kebugaran jasmani anak didik. Dalam
hal kognitif, anak didik wajib
diberikan pengertian tentang gerakan
apa yang mereka lakukan gerakan ini?
Jadi dalam hal pengembangan
kemampuan fisik tidak hanya berkisar
pada kata bagaimana ? Tetapi juga
mengapa ?
Dalam hal Affective domain, anak
didik yang mempunyai kebugaran
jasmani yang baik akan mempunyai
pola piker positif yang baik pula.
4. Hasil Pendidikan Jasmani Harus
Diuraikan Dengan Jelas.
Hasil pendidikan jasmani tidak dapat
diperoleh secara otomatis atau secara
kebetulan tetapi melaui program dan
strategi instruksional.
5. Gerakan adalah Dasar Pendidikan
Jasmani
Dalam pendidikan jasmani gerakan
tubuh sangat penting dan kualitas
gerak tubuh yang dilakukan dinilai
dengan tingkat pengalaman gerak
tubuh anak didik.
6. Mengikuti Pendidikan Jasmani sebagi
bekal kemampuan gerak untuk menuju
kelangsungan hidup dimas depan bagi
anak didik.
Pemeliharaan kebugaran jasmani dan
kesehatan adalah sangat penting
dalam kehidupan sehari-hari, sebagai
contoh melakukan kemampuan gerak
harus dilakukan secara
berkesinambungan pada cabang
olahraga tertentu.

Menetapkan tujuan kurilulum

Tujuan kurikulum merupakan salah
satu anak tangga menuju tercapainya
tujuan umum pendidikan. Apabila tujuan
umum pendidikan merupakan terjemahan
falsafah bangsa ke dalam dunia
pendidikan, maka tujuan kurikulum
merupakan terjemahan tujuan pendidikan
kedalam lingkungan sekolah. Di Negara-
negara yang menganut sistem pendidikan
terpusat (centralized education), seperti
Indonesia, tujuan kurikulum dan bahan
tujuan intruksional umum dirumuskan di
tingkat pusat dan berlaku untuk semua
sekolah. Jadi, perumusan tujuan kurikuler
berada diluar tugas guru yang memegang
mata pelajaran tertentu.
Dalam pembuatan kurikulum,
keikutsertaan guru pendidikan jasmani
sangat diperlukan, karena merekalah
sebetulnya yang mengetahui kebutuhan
pendidikan jasmani bagi siswa yang
menjadi obyek pengajaran. perumusan
tujuan kurikulum sangat penting, karena
tujuan inilah yang akan dijadikan pedoman
dalam menetapkan tujuan instruksional,
ruang lingkup dan sikuen isi kurikulum,
pengalaman belajar, dan sistem evaluasi
yang akan digunakan. Untuk menjajagi
sejauh mana kurikulum merupakan arah
yang sifatnya luas, maka tujuan ini tidak
berurusan dengan perolehan khusus, di
dalam suatu batas waktu tertentu. Namun
tujuan itu pula tidak terlalu luas sehingga
tidak realistis.
Untuk menentukan tujuan
kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan
siswa atau masyarakat setempat,
hendaknya dilakukan melalui suatu
penelitian. ada berbagai macam instrument
penelitian untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat. Yaitu (1) observsi survai, (2)
tes obyektif, (3) penelitian sendiri oleh
orang-orang terkait dengan kurikulum itu.
Observasi dilakukan untuk menarik
kesimpulan tentang kebutuhan pendidikan
jasmani. Berbagai macam skala nilai untuk
performa olahraga telah diciptakan untuk
menjajaki keterampilan performa baik
kelompok maupun perorangan. Petunjuk
melakukan observasi, checklist, dan skala
nilai dirancang untuk menilai kemampuan
performa motorik yang hasil-hasilnya
dapat diadaptasi yang digunakan untuk
menafsirkan kebutuhan siswa dalam
Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010________________________________________63

menafsirkan kebutuhan siswa dalam
kurilulum pendidikan jasmani.
Survai biasanya dapat dilakukan
untuk menjajaki kepuasan dalam program
pendidikan jasmani. Keinginan untuk
mengetahui apakah anak didik dan
masyarakat puas atau tidak puas dengan
program pendidikan jasmani yang
dijalankan di sekolah dapat dilakukan
dengan menggunakan instrument
opinioner yang disusun guna mengetahui
tingkat kepuasan serta kebaikan dan
kelemahan suatu kurikulum menurut
pandangan siswa, orang tua murid,
kalangan perguruan tinggi, dan masyarakat
lainnya. Untuk menilai tingkat kepuasan
terhadap manfaat pendidikan jasmani di
sekolah, dapat pula dilakukan dengan
memanfaatkan mantan siswa lulusan
sekolah dasar. Survei juga perlu dilakukan
terhadap sikap masyarakat kepada hal-hal
yang berkaitan dengan : moral dan etika
dalam olahraga, sejauh mana perlunya
melakukan kegiatan olahraga secara teratur
dalam kehiduipan , dan perlu tidaknya
olahraga masuk dalam kurikulum sekolah.
Tes perlu dilakukan untuk
mengetahui satatus fitness generasi muda,
tingkat ketrampilan olahraganya, dan
pengetahuannya tentang pendidikan
jasmani. Pemeriksaaan kesehatan yang
menyeluruh dari pra siswa diperlukan
sehingga dapat diperhitungkan apa yang
dapat diperbuat dalam kurikulum
pendidikan jasmani.
Penilaian oleh para pemakai
kurikulum diperlukan untuk penempatan
seseorang siswa di dalam program
pendidikan jasmani sehingga pelajaran
dapat dilakukan secara individual.
Setelah mengetahui bagaimana
kebutuhan masyarakat/siswa terhadap
program pendidikan jasmani, maka barulah
dapat dirumuskan tujuan kurikulum.
Sedang tugas berikutnya adalah
menerjemahkan tujuan kurikulum ke
dalam tujjuan instruksional. tujuan
instruksional dirumuskan untuk membantu
guru agar dapat memilih isi pelajaran.
dalam program Pendidikan Jasmani di
sekolah pada umumnya dan di Sekolah
Dasar khususnya, penentuan tujuan
kurikulum hendaknya lebih berorientasi
kepada pemenuhan kebutuhan siswa selaku
obyek/sasaran kurikulum. Jadi bukan
semata-mata pada kebutuhan masyarakat,
sebab dalam pembelajaran pendidikan
jasmani di Sekolah Dasar, yang menjadi
pusat perhatian adalah bagaimana siswa
dapat melakukan pendidikan jasmani
dengan benar sesuai dengan tingkat
perkembangan dan pertumbuhanya.
Apa yang sudah dilakukan oleh
NASPE (Nasional Association For Sport
And Physical Education) di Amerika untuk
memberikan pedoman pada para guru
penjas dalam hal penetapan tujuan
kurikulum untuk dapat dijadikan sebuah
contoh kasus yang menarik. Pedoman itu
berupa dokumen yang menentukan hasil
atau tujuan akhir dari program pendidikan
jasmani yang bermutu, yang dirumuskan
sebagai anak yang terdidik dalam
pendidikan jasmani, adalah :
Telah mempelajari ketrampilan yang
berguna untuk menampilkan berbagai
kegiatan fisik :
1. bergerak dengan menggunakan
konsep kesadaran tubuh, kesadaran
ruang, usaha, dan
keterhubungannya.
2. mendemonstrasikan kompetensi
dalam berbagai ketrampilan
manipulatif, lokomotor dan non-
lokomotor.
3. mendemonstrasikan kompetensi
dalam kombinasi ketrampilan
manipulatif, lokomotor dan non-
lokomotor yang dilakukan secara
individual maupun dengan orang
lain.
4. mendemonstrasikan kompetensi
dalam berbagi bentuk aktivitas
fisik.
5. mendemonstrasikan kemahiran
dalam berbagi bentuk aktivitas
fisik.
6. telah mempelajari bagaimana
mempelajari ketrampilan baru.

64____________________________________Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010

Memiliki kebugaran fisik
1. menafsir, mencapai, dan
memelihari kebugaran fisik.
2. merancang program kebugaran
fisik pribadi yang aman sesuai
dengan prinsip pelatihan dan
kondisioning.
Berpartisipasi secara teratur dalam
kegiatan fisik.
1. berperanserta dalam aktivitas fisik
yang meningkatkan kesehatan
sedikitnya tiga kali dalam
seminggu.
2. memilih dan berpartisipasi teratur
dalam aktivitas fisik sepanjang
hayat.
Mengetahui implikasi dan manfaat dari
keikutsertaan sepanjang hayat.
1. mengenali manfaat, biaya, dan
keharusan yang terkait dengan
partisipasi teratur dalam aktivitas
fisik.
2. mengenali faktor resiko dan
keselamatan yang terkait dengan
partisipasi teratur dalam aktivitas
fisik.
3. menerapkan konsep dan prinsip
dari perkembangan ketrampilan
gerak.
4. mengerti bahwa kesehatan
melibatkan lebih banyak hal
daripada hanya kebugaran fisik.
5. mengetahui peraturan, strategi, dan
perilaku yang patut untuk aktivitas
fisik tertentu.
6. mengakui bahwa berpartisipasi
dalam aktivitas fisik dapat
mengarah pda, pengertian antar
budaya dan antar bangsa.
7. mengerti bahwa aktivitas fisik
memberikan kesempatan untuk
keriangan, ekspresi diri, dan
komunikasi.
Menghargai aktivitas fisik dan
sumbangannya pada gaya hidup sehat :
1. menghargai hubungan dengan
orang lain sebagi hasil partisipasi
dalam aktivitas fisik.
2. menghargai peranan dari aktivitas
fisik yang teratur dalam upaya
mencapai kesehatan seumur hidup,
dan kesejahteraan.
3. menghargai perasaan yang
dihasilkan dari pertisipasi teratur
dalam aktifitas fisik.

Definisi terhadap hasil dari
program penjas di atas, merefleksikan
kepercayaan, pendapat, dan kesan-kesan
dalam spectrum yang luas dari para
pendidik di bidang pendidikan jasmani
yang professional. Sekaligus, definisi
diatas menjadi acuan bagi para guru penjas
sebagai arah dan sasaran yang harus
diupayakan terjadi dan dapat dicapai dari
program penjasnya.

Isi Kurikulum
Ketrampilan Dasar

Materi pada proses pembelajaran
pendidikan jasmani untuk tingkat sekolah
dasar mengacu pada proses tumbuh
kembang anak, untuk itu selama berada
dalam sekolah dasar, anak diharapkan
menguasai ketrampilan-ketrampilan dasar
yang akan mereka pergunakan sepanjang
hidupnya.
Ketrampilan dasar terbagi atas tiga
kategori :
Ketrampilan lokomotor adalah jenis
ketrampilan yang dipakai untuk
mengerakkan tubuh dari satu tempat
ketempat lain untuk memproyeksikan
tubuh bagian atas seperti lompat dan
loncat, termasuk berjalan, berlari,
meluncur, lompat kuda, dan lain-lain.
Ketrampilan non-lokomotor adalah
gerakan ditempat tanpa memindahkan
badan (tanpa berpindah tempat).
ketrampilan ini contohnya adalah
melekukkan badan, merenggang,
mendorong, menarik, menggepal,
memutar, menggoyang, mengetuk,
menengok, kebelakang dan lain-lain.
Ketrampilan manipulatif adalah
ketrampilan yang menuntut adanya
kemampuan untuk menguasai suatu
benda atau obyek tertentu atau tubuh
atau bagian tubuh tertentu.
Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010________________________________________65

Ketrampilan ini meliputi ketrampilan
tangan dan kaki, juga bagian tubuh
yang lain. ketrampilan manipulatif ini
biasanya memerlukan adanya
koordinasi mata-tangan dan mata-kaki.
Ketrampilan manipulatif adalah dasar
dari permainan (game). Contohnya :
mendorong, melempar, menendang,
memukul, menerima atau menangkap.

Nuansa Pengembangan Ketrampilan
Sosial

Selama usia sekolah dasar anak
berkembang secara sosial, membuat
kontak pertamanya dengan pihak lain.
untuk itu materi pendidikan jasmani harus
menawarkan sebuah lingkungan sosial
yang efektif dan sangatlah penting bagi
anak-anak untuk belajar menghargai
kerjasama. Kerjasama merupakan syarat
utama dari hidup berkelompok yang
merupakan wahana, latihan untuk
bermasyarakat. Dalam hidup
bermasyarakat pun hadir pula suasana
kompetensi, di mana atmosfer
pembelajaran penjas sekaligus dianggap
sebagai upaya melatih anak dengan
kemampuan berkompetensi secara sehat
dan sesuai norma yang berlaku.

Konsep Diri yang Positif

Setiap anak harus mengembangkan
konsep diri yang positif. Konsep diri ini
dibentuk melalui pengalaman sukses yang
semakin mengukuhkan keyakinan anak
bahwa dirinya memiliki kemampuan,
menumbuhkan citra diri yang positif, yang
kesemuanya menjadi landasan bagi
pembentukan kepribadian anak. Konsep
dan keyakinan diri ini akan menjadi alat
bagi anak untuk mampu berperan dalam
lingkungan sebayanya, dimana anak
merasa memiliki, merasa dicintai dan
merasa dihormati. Dalam kaitannya
dengan pembelajaran gerak, penjas
memberi bekal ketrampilan gerak yang
berguna bagi anak.
Kemampuan untuk bergerak secara
anggun, percaya diri dan mudah akan
membantu seorang anak menganggap
dirinya mampu serta akan membuat
seorang anak merasa positif dan yakin
akan kemampuan dirinya./ Oleh karena itu,
penting sekali program penjas dirancang
sedemikian rupa sehingga lebih sering
memberikan perasaan sukses, meskipun
sesekali anak harus disandarkan dengan
keterbatasan kemampuan diri.

Nilai-Nilai Pribadi

Melalui pendidikan jasmani
seorang anak mendapatkan nilai-nilai
pribadi yang membuat hidup menjadi
produktif dan berarti. Banyak keuntungan-
keuntungan yang dapat diperoleh dari
program pendidikan jasmani. Melalui
pendekatan terprogram, siswa diharapkan
dapat berusaha memperbaiki pekerjaan
mereka. Berusaha melakukan yang terbaik
adalah kebiasaan bagus yang perlu
ditanamkan dan mendapatkan nilai
kepuasan melalui keterlibatannya dalam
kegiatan dan bekerja sama dengan orang
lain, juga merupakan upaya meningkatkan
kesehatan mental anak. Untuk itu
programnya memberikan kesempatan pada
anak-anak untuk merasakan kepuasan
dalam memecahkan masalah. Anak-anak
juga diberi kesempatan untuk
mengembangkan pola-pola baru dalam
gerakan.
Di bawah ini ditampilkan beberapa
kegiatan yang sekiranga dapat dianggap
cocok dipertimbangkan sebagai isi
kurikulum pendidikan jasmani.
Jenis kegiatan Pendidikan Jasmani untuk
kelas I :
1. Atletik melipuiti : gerakan berdiri,
berjalan, lari, melompat, melempar,
mendorong dan menarik.
2. Senam meliputi : berbagai pola gerak
dominan seperti lokomotor, posisi
ststis, pendaratan, tolakan, ayunan dan
putaran.
3. Permainan meliputi : ular naga, elang
dan anak ayam, menirukan gerakan
66____________________________________Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010

binatang, mencari pasangan dan
berbagai jenis permainan lainnya.
4. Kesehatan meliputi : mengenal alat-alat
kebersihan pribadi, memperagakan
cara mandi, manfaat mandi dan sikat
gigi, mengenal makanan sehat, cara
memelihara kesehatan dan lain-lain.

Jenis kegiatan Pendidikan Jasmani untuk
kelas II :
1. Atletik meliputi : gerakan kombinasi
jalan dan lari lompat dan lempar.
2. Senam meliputi latihan fleksibelitas,
peregangan, keseimbangan, melakukan
gerakan kombinasi togok, lengan, bahu
dan tungkai dan senam irama.
3. Permaianan meliputi : kucing dan ular,
perlombaan naik kuda, memasuki
terowongan, lempar tangkap bola besar
dan kecil.
4. Kesehatan meliputi : menjaga
kebersihan lingkungan sekolah,
menjaga keselamatan diri melalui
pengenalan bahaya yang dapat terjadi
sehri-hari, megenal cara menjaga
kesehatan dan lain sebagainya.

Jenis kegiatan Pendidikan Jasmani
untuk kelas III :
1. Atletik meliputi : latihan reaksi, lari
cepat 10-20 meter, lari bergandengan,
beregu, lompat jauh tanpa awalan dan
berbagai jenis lainnya.
2. Kesegaran jasmani meliputi :
pengembangan pola gerak dominant
yang terkait dengan ketrampilan senam
formal, dan kegiatan gerak dengan
langkah-langkah berirama.
3. Permaianan meliputi permainan yang
mengarah pada penguasaan permainan
manipulatif dengan peralatan dan
obyek yang berbeda-beda ukurannya,
termasuk permainan yang
meningkatkan kecakapan kualitas fisik
dan motorik yang tinggi.
4. Kesehatan meliputi : menjaga
kebersihan diri, memahami cara hidup
sehat, melaksanakan pemenuhan gizi
lengkap, memelihara kebersihan di
rumah, menjaga keselamatan diri
terhadap bahan/alat dan tumbuhan
yang mampu membahayakan dan
mengenal UKS (Usaha Kesehatan
Sekolah).

Jenis kegiatan Pendidikan Jasmani
untuk kelas IV :
1. Atletik meliputi : jalan ke depan
dilanjutkan dengan lari, jalan ke depan
dilanjutkan dengan melempar, lari
dialanjutkan melempar, jalan, lari
kemudian melampar dan menangkap
bola dengan jarak jauh.
2. Kesegaran jasmani meliputi : latihan
berangkai (lompattali, push up, lari
bolak-balik, gerakan mendaynung,
jalan kepiting, naik turun tangga,
meliukkan badan, merenggangkan otot)
3. Kesehatan meliputi : pemehaman
tentang penyakit yang mungkin timbul
karena kekurangan gizi, memahami
dan melaksanakan cara pembuangan
sampah dan air limbah yang benar,
mengenal program UKS, memahami
bahaya berbagai alat keperluan rumah
tangga dan menghindarinya.

Jenis kegiatan Pendidikan Jasmani
untuk kelas V :
1. Atletik meliputi : pengembangan
ketrampilan dasar yang terkait dengan
ketrampilan formal dalam berbagai
nomor atletik, tetapi dengan peralatan
dan aturan yang dimodifikasi secara
tepat dan menantang.
2. Senam dan aktivitas kebugaran jasmani
meliputi : ketrampilan senam lantai dan
senam alat dasar, pengembangan
kekuatan, kecepatan, ketepatan dan
koordinasi.
3. Permaianan meliputi : sepak bola,
permaianan ronders.
4. Memahami syarat-syarat rumah sehat
dan air bersih, pemeriksaaan mata,
pemeriksaaan telingga dan alat
sederhana serta memehami penyakit
demam berdarah, malaria dan mampu
mencegahnya.

Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010________________________________________67

Jenis kegiatan Pendidikan Jasmani
untuk kelas VI :
1. Atletik meliputi : lari jarak pendek
9lari cepat 80-100 m dengan
memperhatikan sikap badan dan
pandangan mata), lari sambung (cara
memberi dan menerima tongkat estafet
sambil berjalan dan lari), lompat jauh
gaya jongkok (menggerakkan salah
satu kaki dalam sikap jongkok), tolak
peluru (cara memegang peluru, cara
menolak, menolak peluru tanpa
awal;an, menolak peluru dengan
awalan).
2. Senam dan kegiatan kebugarn jasmani
meliputi : ketrampilan senam lantai dan
alat tingkat lanjutan; mengembangkan
kekuatan, kelentukan, koordiansi,
irama dan gerak langkah tarian daerah
dan ballroom, dsb.
3. Permaianan meliputi : ronders,
sepakbola, bola basket, bola voli, dsb.
4. Kesehatan meliputi : mengenal
beberapa penyakit dan mampu
melakukan pencegahannya, menyadari
manfaat pemeriksaaan berkala,
memahami syarat-syarat kamar mandi
dan jamban, memahami manfaat
makanan yang beraneka ragam.

J enis Pelajaran Pilihan

Bahan pelajaran pilihan adalah
merupakan jenis cabang olahraga yang
ditawarkan untuk diikuti siswa yang juga
diharapkan dapat memenuhi hasrat dan
minat siswa. Olahraga pilihan tersebut
disesuaikan pada pelaran pendidikan
jasmani yang diajarkan di sekolah.
Olahraga pilihan tersebut disediakan bagi
seluruh siswa dari kelas I sampai kelas VI,
yang meliputi sebagi berikut :









Isi Program Pendidikan Jasmani Sekolah Dasar
Tipe Kegiatan Kelas
Aktivitas
Bulutangkis
Air
Sepeda
Tarik Kreasi/Daerah
Dansa
Permainan
Senam
Kebugaran Jasmani
Rekreasi
Sepakbola
Atletik
Bola Voli
Regu



x

x


x
x

x
Individu
x
x
x

x

x
x


x
1

x


x
x
x
x
x

x
2

x


x
x
x
x
x

x
3

x
x

x
x
x
x
x
x
x
x
4
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
5
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
6
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x


EVALUASI PENDIDIKAN JASMANI

Banyak rumusan tentang definisi
evaluasi, tes dan pengukuran, yang dapat
dijumpai dalam beberapa literature. Dalam
bagian ini akan dipapar pengertian istilah
tersebut sederhana saja.
Evaluasi atau sering dikatakan
penilaian adalah suatu tindakan di dalam
memberikan keputusan-keputusan setelah
melakukan serangkaian kegiatan untuk
dapat menetapkan keputusan tersebut,
yaitu dengan jalan melakukan tes dan
pengukuran. Tes dan pengukuran ini
memegang peranan yang penting untuk
menentukan keberhasilan atau tidaknya di
dalam mencapai tujuan yang telah
ditentukan.
Menurut Cholik (1997), tes adalah
alat atau instrument untuk mengumpulkan
informasi. Tes itu dapat berupa tugas atau
soal yang harus dipecahkan seseorang.
Tujuannya adalah untuk mengungkapkan
sifat tertentu yang ada atau yang dimiliki
oleh yang bersangkutan. Ditinjau dari
prosesnya, pengukuran dapat diartikan
sebagai proses pengumpulan informasi.
Namun ada pula yang mengartikan
pengukuran sebagai proses pengumpulan
informasi yang bersifat kuantitatif yang
dapat dinyatakan dalam skor. Misalkan
pengukuran tinggi badan, maka skor yang
diperoleh adalah ukuran tinggi badan.
Evaluasi adalah proses pemberian makna
terhadap informasi yang diperoleh dari tes
dan pengukuran. Sebagai contoh, Si Ali
memperoleh skor 60 untuk tes pendidikan
68____________________________________Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010

kesehatan. Apa artinya. Skor 60? Skor itu
tidak mempunyai makna apa-apa bila tidak
ditafsirkan kembali. Karena itu hakekat
evaluasi adalah pemberian makna
informasi sehingga dapat dipahami oleh
guru , siswa dan orang tuanya sendiri.

Kode Etik

Perlu disadari bahwa guru hanya
dapat memperoleh cuplikan informasi
tentang sifat-sifat dan kemampuan yang
ada pada seseorang. Apa yang dikerjakan
dalam tes dan pengukuran merupakan
upaya yang hanya mampu mendekati
keadaan yang sebenarnya, sebab tidak
pernah memperoleh gambaran yang serba
lengkap. Tidak mampu memperoleh skor
yang sebenarnya, sebab selalu ada unsur
kekeliruan baik yang terkandung dalam
karakteristik tes dan pengukuran itu sendiri
maupun dalam pelaksanaan pengumpulan
data.
Dalam penyelenggaraan evaluasi
ada beberapa kode etik yang perlu
dihayati, yaitu :
1. Evaluasi dilakukan secara jujur dan
adil
Sama sekali tidak dibenarkan seorang
guru penjas membeda-bedakan siswa
dan hasil evaluasi berdasarkan
pertimbangan yang tidak adil, lebih-
lebih jika tidak berbuat jujur.
Manipulasi angka merupakan
perbuatan dosa dalam profesi
kependidikan. Kaedah ini menegaskan
bahwa tidak boleh ada di antara siswa
yang diuntungkan atau memperoleh
perlakuan khusus.
2. Hasil evaluasi terpercaya dan
terlindungi kerahasiaannya.
Hasil evaluasi tidak dimaksudkan
untuk disebarluaskan kepada khalayak
umum. Hasil evaluasi sesungguhnya
sangat bersifat pribadi.





Fungsi Evaluasi

Menurut Cholik (1997), fungsi
evaluasi meliputi fungsi pengajaran, fungsi
administrasi dan fungsi bimbingan.
Fungsi pengajaran dari evaluasi :
Hasil evaluasi berguna untuk
mengelompokkan siswa sesuai dengan
kemampuannya.
Hasil evaluasi merupakan bahan untuk
memahami kelemahan dan kekuatan
siswa yang mengalami kesulitan
belajar.
Hasil evaluasi bermanfaat untuk
mengembangkan potensi anak
semaksimal mungkin.

Fungsi administrasi dari evaluasi
Evaluasi penting dilaksanakan dalam
rangka kontrol mutu pendidikan
Evaluasi berguna untuk memutuskan
layak tidaknya seseorang
mempromosikan ke jenjang pendidikan
yang lebih tinggi atau untuk
memperoleh sertifikat untuk keahlian
tertentu.
Hasil evaluasi berguna untuk
membangkitkan motivasi
Hasil evaluasi merupakan informasi
umpan balik bagi guru, siswa maupun
orang tuanya.

Fungsi bimbingan dari evaluasi
Hasil evaluasi berguna untuk
memberikan bimbingan kepada setiap
siswa
Hasil evaluasi bermanfaat untuk
memberikan bantuan khusus bagi siswa
yang mengalami kesulitan belajar
Hasil evaluasi bermanfaat untuk
mengembangkan potensi anak
semaksimal mungkin.

Program Evaluasi

Untuk melaksanakan evaluasi
maka perlu dibuat perencaan yang baik,
evaluasi itu sendiri dapat dilakukan secara
formal (resmi) dengan prosedur yang baku
dan dapat pula secara informal, misalnya
Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010________________________________________69

melalui percakapan biasa atau pengamatan
sehari-hari pada saat tertentu.
Yang terpenting adalah
pelaksanaan evaluasi formal harus
terencana dengan baik. Untuk itu perlu
disusun rencana dan langkah-langkah
sebagai berikut: (1) Penetapan tujuan dan
lingkup evaluasi, (2) Penciptaan kerja
sama dan komunikasi antar sejawat, (3)
Penyiapan instrument dan pengambilan
data, (4) Pelaksanaan pengetesan atau
pengukuran, (5) Pengolahan dan
penafsiran data, (6) Penyusunan Laporan,
(7) Penetapan tindak lanjut.
Pelaksanaan evaluasi yang
terencana sering dihalangi oleh pandangan
yang keliru tentang evaluasi, tes dan
pengukuran. Misalnya, ada anggapan
bahwa evaluasi itu akan menyita banyak
waktu; evaluasi itu hanya dikerjakan oleh
guru yang paham statistic; evaluasi identik
dengan pemberian nilai dalam rapor.

Syarat Tes Yang Baik

Untuk memperoleh informasi
yang bermutu maka dibutuhkan pula tes
dalam pengukuran yang bermutu. Ada tiga
syarat utama suatu tes yang baik, yaitu:
1. Valid : suatu tes dikatakan valid jika
tes itu mampu mengukur apa yang
ingin diukur.
2. Reliabel : Suatu tes dikatakan reliabel
jika tes itu menghasilkan skor yang
stabil jika dilaksanakan dalam
beberapa kali (minimal 2 kali) dalam
waktu yang berbeda terhadap orang
yang sama dan prosedur yang sama
pula.
3. Objektif : Suatu tes dikatakan obyektif
jika tes itu dapat menghasilkan skor
yang serupa atau mendekati satu sama
lain dari hasil penilaian beberapa
penilai secara sendiri-sendiri dan
sekurang-kurangnya ada dua penilai
(Cholik, 1997)
Beberapa syarat lain yang perlu
diperhatikan dalam penyelenggaraan
evaluasi penjas yaitu instrumen yang
dipakai untuk mengumpulkan data : relatif
murah, mudah digunakan, tidak
menimbulkan bahaya bagi kesehatan anak,
ekonomis dalam waktu.
Terkait dengan hal ini, beberapa
syarat kemampuan yang diturut oleh guru
penjas sebagai berikut : mampu memilih
tes yang baik, mampu mengembangkan
sendiri bentuk tes sederhana, mampu
menafsirkan hasil tes dan pengukuran, dan
mampu menetapkan tindak lanjut untuk
perbaikan pengajaran.

Evaluasi Kuantitatif dan Kualitatif

Tujuan evaluasi sesungguhnya
adalah untuk memotret profil kemajuan
setiap anak. Jadi bukan untuk
membandingkan seorang anak dengan
orang lain. Dasar falsafah pendidikan
antara lain percaya anak merupakan
mahkluk individual. Maksudnya setiap
anak memiliki cirri masing-masing.
Kemajuan berjalannya juga berbeda-beda.
Ada yang cepat dan ada yang lambat.
Karena itu, prinsip dasar
terpenting adalah bahwa guru penjas harus
memberikan kesempatan kepada setiap
anak untuk berkembang menurut tempo
perkembangannya masing-masing. Guru
berfungsi memberikan layanan, agar
potensi anak dapat berkembang sesuai
dengan temponya secara wajar.
Keadaan yang terjadi dewasa ini
adalah guru penjas bahkan guru bidang
studi lainnya cenderung memanfaatkan
evaluasi untuk membandingkan siswa yang
satu dengan yang lainnya. Seluruh
ungkapan tentang kemampuan dan
kemajuan siswa dinyatakan dalam skor.
Evaluasi tersebut disebut kuantitatif dan
bersifat kompetitif (Cholik, 1997).
Praktik ini dapat dikaitkan dengan
kriteria yang digunakan. Pertama, kriteria
berdasarkan kemampuan umum yang
terdapat dalam kelompok. Acuannya
adalah rata-rata kelompok. Karena itu
disebut Penilaian Acuan Norma (PAN).
Sebagai contoh, bila si Ahmad
memperoleh skor sedangkan rata-rata
kelasnya 70, maka dapat diartikan bahwa
70____________________________________Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010

si Ahmad berada di bawah rata-rata
kemampuan kelas. Dengan ketrampilan
hasil tes seperti itu maka sering pula
disusun rangking yang berarti pula siswa
dibedakan sesuai dengan status.
Pendekatan ini sering diterapkan
dengan dalih untuk membangkitkan
motivasi. Namun, sering rangking itu tidak
mempunyai makna apa-apa. Umpan balik
itu tidak dipahami oleh anak apalagi untuk
kelas-kelas rendah di Sekolah Dasar.
Kedua, kriteria berdasarkan standar yang
bersifat umum. Umpannya dalam
kaitannya dengan pencapaian tujuan yang
lebih tuntas. Karena itu dikenal Penilaian
Acuan Patokan (PAP). Perumusan tujuan
instruksional khusus dalam pendidikan
misalnya, sering terperangkap dalam
penulisan tujuan yang tidak realistic dan
merujuk pada acuan patokan. Misalnya
ditulis sbb : setelah mengikuti pelajaran
ini siswa dapat melakukan servis dengan
baik dan benar. Acuannya adalah sebuah
patokan penguasaan ketrampilan yang
amat sukar dijangkau. Tujuan itu mungkin
baru dicapai setelah belajar dan berlatih
berbulan-bulan, bukan sesuai satu atau dua
kali pertemuan. Keadaan tersebut
berkenaan dengan hukum belajar dalam
ketrampilan gerak yang memerlukan waktu
dan pengulangan, dan untuk dapat dicapai
ketrampilan yang melekat sehingga
tercipta otomatisasi, diperlukan waktu
yang cukup lama.
Pendekatan kuantutatif tidaklah
sepenuhnya salah untuk diterapkan dalam
penjas. Yang terpenting adalah hasil
evaluasi itu dimunculkan dalam bentuk
laporan kemajuan siswa dan orang tua.
Misalnya, pada permulaan tahun ajaran
baru, semua siswa melaksanakan tes
kebugaran jasmani, setelah ditempuh satu
semester, maka diadakan tes kembali.
Hasilnya merupakan potret kemajuan
setiap siswa keseluruhan hasil res
dinyatakan dalam skor.
Pendekatan lain dalam evaluasi
adalah evaluasi kualitatif, disebut demikian
karena pengungkapan hasil evaluasi
dinyatakan secara deskriptif. Ungkapan
sifat-sifat dan kemampuan yang ada pada
anak digambarkan secara kualitatif
misalnya secara deskriptif atau dinyatakan
dalam kategori.
Contoh :
Dalam pelajaran renang dapat
diidentifikasi beberapa unsur ketrampilan,
di antaranya, untuk pemula ketrampilan
menyelam dan meluncur;
Menyelam : Boy sudah dapat
menyelam tanpa kesulitan; dapat
menahan nafas dengan aman dan tidak
merasa takut di dalam air.
Meluncur : koordinasi tangan dan kaki
mulai berkembang; luncurannya mulus,
badan terapung sejajar air; sudah dapat
mencapai jarak 5 atau 10 meter tanpa
kesulitan.
Laporan ini akan bermakna, bila
hanya muncul dalam bentuk angka yang
lazimnya dinyatakan dalam nilai rapor
saja. Karena itu tak mengherankan bila
nilai 7 atau 5 dalam rapor sering dipahami
tidak memiliki makna apa-apa pada siswa
yang bersangkutan sehingga hasil tersebut
kehilangan fungsi dalam segala aspek,
mulai dari aspel pengajaran hingga aspek
administrasi dalam kaitannya dengan
kontrol mutu.

Penentuan Nilai

Evaluasi tidak sama
pengertiannya dengan penentuan nilai
(grading). Penentuan nilai ini sering
menjadi masalah karena sistem evaluasi
dalam penjas masih bersifat kuantitatif.
Tidak mengenal kenaikan kelas secara
otomatis. Keputusan untuk promosi kelas
berdasarkan skor dalam buku rapor. Salah
satu di antara bentuk penilaian yang dapat
diterapkan sebagai berikut :
Dalam pendidikan jasmani
misalnya dapat ditentukan unsur penilain,
dan bobotnya yaitu, penugasan
pengetahuan (P) bobot 10%, penugasan
ketrampilan (K) bobot 30%, kebugaran
jasmani (K) bobot 30%, dan kehadiran
(kn) bobot 30%

Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010________________________________________71

Nilai Akhir (NA)
10(P) + 30 (K) + 30 (KJ) + 30
(Kn)
100

Nilai dari setiap unsur dapat diubah
dari skor mentah menjadi nilai dalam skala
1-10. Teknik pengubahannya dapat
menggunakan prosedur statistik atau
pertimbangan logis dari guru yang
bersangkutan.


PENUTUP

Pada umumnya guru sering
melupakan kenyataan bahwa anak hanya
dapat dididik dengan baik jika guru
mengerti bagaimana dan mengapa mereka
belajar. Demikian juga halnya dalam
pendidikan jasmani, pengetahuan tentang
apa dan bagaimana anak belajar, amat
menentukan keberhasilan program
pembelajaran yang diberikan oleh Guru.
Hal ini didasarkan pada alasan, bahwa
dengan cara itulah guru mengetahui, apa
sebenarnya yang dibutuhkan oleh anak,
sehingga dapat dibangkitkan minat, serta
alasan mengapa mereka mempelajarinya.
Dengan Pendidikan Jasmani
diharapkan dapat dicapai peningkatan
kebugaran jasmani, ketrampilan, sikap dan
pengertian yang baik, yang berguna bagi
individu anak dalam kehidupannya. Oleh
karena itu melalui pendidikan jasmani
diharapkan dapat tercapai pembentukan
manusia Indonesia seutuhnya yang
berkualitas, serta merupakan upaya
pencapaian prestasi olahraga dalam waktu
jangka panjang

DAFTAR PUSTAKA

Aip Syarifuddin. 1998, Pedoman Kepelatihan Perkumpulan Olahraga Pelajar, Jakarta :
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan; Direktorat Keolahragaan Direktorat
Jenderal Pendidikan Luar Sekolah, Pemuda dan Olahraga.

Annarino, A.A., Cowell, C.C Hazelton, H.W., 1980: Curriculum Theory and Design in
Physical Education. (2
nd
Ed.), St Louis: Mosby Company.

Bucher,.C.A., 1979: Foundation Of Physical Education. (8
nd
Ed.). St Louis: Mosby Company.

Cholik M. Toho 1997, Pendidikan Jasmani dan Kesehatan, Jakarta: Direktorat Jenderal
Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Dauer, V.P., and Pangrazi, R.P. 1992: Dynamic Physical Education for Elementary School
Children. (10
tn
Ed.), Macmillan: Publishing Company, Mayfiel, CA.

Depdiknas, 2001, Kurikulum Pendidikan Jasmani, Jakarta : Depdiknas.

Irwin, Leslie. W, 1980. the Curriculum in Health and Physical Education, Dubuque IOWA :
The C.V. Mosby Company.

Kir Kendali, Don.R, dkk, 1987. Measurement and Evaluation for Physical Education,
Champaign Illionois : Human Kinetics Publishers Inc.

Mailina, Robert M, and Bouchard, Claude, 1991: Growth, Maturation, and Physical Activity,
Champaign: Human Kinetics.

Siendentop, Darly (1990) : Introduction to Physical Education, Fitness, and Sport, Mountain
View CA: Mayfield Publishing Company.
72____________________________________Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010


Soedijarto (2000), Pendidikan Nasional Sebagai Wahana Mencerdaskan Kehidupan Bangsa
dan Membangun Peradaban Negara Bangsa, Jakarta: CINAPS.

Suharsini Arikunto, 1999. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, Jakarta :Bumi Aksara.

Sukintaka, 1992. Pendidikan Jasmani Merupakan Wahana Pencapaian Manusia Indonesia
Seutuhnya, Yogyakarta: IKIP Yogyakarta.

Suwarno, 1985. Pengantar Umum Pendidikan, Jakarta: Aksara. Baru.

Toho, Cholik. M dan Rusli Lutan, 1997. Pendidikan Jasmani dan Kesehatan, Jakarta :
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi;
Bagian Proyk Pengembangan Pendidikan Guru Sekolah Dasar (Primary School
Teacher Development Project).



































Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010________________________________________73



PETUNJUK PENULISAN NASKAH JURNAL PHEDHERAL

1. Naskah berupa hasil penelitian dan atau artikel yang belum pernah dipublikasikan pada
media cetak lain, ditulis dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris, jumlah font 12 huruf
New Times Roman.

2. Sistematika tulisan sebagai berikut;

a. Judul tidak dari 14 kata dalam tulisan berbahasa Indonesia, atau 10 kata bahasa
Inggris, ditulis ditengah dengan huruf kapital.

b. Nama penulis, ditulis lengkap dengan asal lembaga, tanpa gelar.

c. Abstrak ditulis dalam bahasa Inggris maksimal 200 kata

d. Kata kunci, ditulis maksimal 5 kata kunci dalam bahasa Inggris.

e. Daftar Referensi ditulis hanya pustaka yang dirujuk, diurutkan secara alfabetis, da
ditulis seperti contoh berikut:

Priory Lodge Education Limited, 1997. SPIROMETRY: Question & Answers. Chest
Medicine On-Line. http://www.priory.com/chest.htm.15/8/2003.

Riana Sari, 2001. Hubungan antara Merokok dengan Kejadian Penyakit Paru
Obstuksi Kronik di Balai Pengobatan Penyakit Paru-Paru. Surakarta UNS

3. Naskah dikirim ke alamat redaksi Prodi Penjas, JPOK FKIP UNS, Jl. Menteri Supeno.
No.13. Manahan Surakarta, (Fax : 0271 714957) dalam bentuk CD dan print out sebanyak 2
ekslempar atau melalui e-mail sririni76@yahoo.com

4. Kepada penulis yang naskahnya dimuat diberikan nomor bukti 2 ekslempar dengan
mengganti biaya untuk penyelesaian cetak Rp. 200.000,00 (dua ratus ribu rupiah) sedangkan
naskah yang tidak dimuat, naskah tidakm dikembalikan. Bagi penulis luar kota ditambah
omgkos kirim.

5. Pengirim naskah disertai dengan alamat penulis, nomor telepon/HP, fax atau e-mail.

Anda mungkin juga menyukai