Anda di halaman 1dari 32

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Di Indonesia diare masih merupakan salah satu masalah kesehatan
masyarakat utama. Hal ini disebabkan karena masih tingginya angka kesakitan
dan menimbulkan banyak kematian terutama pada bayi dan balita
(Adisasmito,2007). Diare adalah suatu keadaan dimana frekuensi buang air besar
lebih dari 3 kali per hari disertai perubahan konsistensi tinja umumnya terjadi
pada anak-anak.
Diare adalah pembunuh balita nomor dua setelah ISPA (Infeksi
Saluran Pernapasan Akut). Di Indonesia, setiap tahun 100.000 balita meninggal
karena diare (Widya, 2007). Angka kejadian diare di Jawa Tengah tahun 2008
sebesar 1,86% mengalami penurunan bila dibanding tahun 2007 sebesar 1,93%.
Angka kematian balita akibat diare tahun 2008 sebesar 0,006%, juga mengalami
penurunan bila dibandingkan tahun 2007 sebanyak 0,007. Jumlah kasus diare
pada balita rata-rata setiap tahunnya di atas 40%. Ini menunjukan bahwa kasus
diare pada balita masih cukup tinggi dibandingkan golongan umur lain (Profil
Kesehatan Jawa Tengah, 2008). Jumlah penderita diare balita di Semarang pada
tahun 2008 sebanyak 12.264. Pada tahun 2009 angka kejadian diare pada balita
menurun dari tahun sebelumnya yaitu sebanyak 10.443. Penderita diare tahun
2010 pada anak usia kurang dari 1 tahun sebanyak 4. 402. Anak usia 1-4 tahun
sebanyak 10.194, dan lebih dari 5 tahun sebanyak 19.895. Jumlah kasus diare
tertinggi di Puskesmas Kedungmundu (Profil Kesehatan Kota Semarang, 2010).
1
2



Diare adalah suatu penyakit yang ditandai dengan meningkatnya
frekuensi buang air besar lebih dari tiga kali sehari disertai adanya perubahan
bentuk dan konsistensi tinja penderita (Sutanto,2004; Winardi, 2007). Dikenal
diare akut yang timbul dengan tiba-tiba dan berlangsung beberapa hari dan diare
kronis yang berlangsung lebih dari tiga minggu bervariasi dari hari ke hari yang
disebabkan oleh makanan tercemar atau penyebab lainnya (Winardi, 2007).
Penyakit diare sering menyerang bayi dan balita, bila tidak diatasi lebih
lanjut akan menyebabkan dehidrasi yang mengakibatkan kematian. Data terakhir
dari Departemen Kesehatan menunjukkan bahwa diare menjadi penyakit
pembunuh kedua bayi di bawah lima tahun (balita) di Indonesia setelah radang
paru atau pneumonia.
Banyak faktor risiko yang diduga menyebabkan terjadinya penyakit diare
pada bayi dan balita di Indonesia. Salah satu faktor resiko yang sering diteliti
adalah faktor lingkungan yang meliputi sarana air bersih, sanitasi, jamban,
saluran pembuangan air limbah, kualitas bakteriologis air, dan kondisi rumah.
Data terakhir menunjukkan bahwa kualitas air minum yang buruk menyebabkan
300 kasus diare per 1000 penduduk (Harianto, 2004).
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Untuk memperoleh informasi mengenai faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap Diare berdasarkan pendekatan HL Blum.
1.2.2 Tujuan Khusus
1.2.2.1 Untuk memperoleh informasi mengenai faktor perilaku yang
mempengaruhi terjadinya diare.

3



1.2.2.2. Untuk memperoleh informasi mengenai faktor pelayanan
kesehatan yang mempengaruhi terjadinya diare.
1.2.2.3.Untuk memperoleh informasi mengenai faktor kependudukan yang
mempengaruhi terjadinya diare.
1.2.2.4. Untuk memperoleh informasi mengenai faktor lingkungan yang
mempengaruhi terjadinya diare.
1.2.2.5. Mengetahui dan memperbaiki pengetahuan mengenai penyakit diare















4



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2. Diare
2.1 Definisi
Diare adalah penyakit yang ditandai dengan bertambahnya
frekuensi defekasi lebih dari biasanya (lebih dari 3 kali sehari) disertai
perubahan konsistensi tinja (menjadi cair) dengan atau tanpa darah dan
atau lendir (Suraatmaja, 2005).
Menurut WHO (1999) secara klinis diare didefinisikan sebagai
bertambahnya defekasi (buang air besar) lebih dari biasanya/lebih dari
tiga kali sehari, disertai dengan perubahan konsisten tinja (menjadi cair)
dengan atau tanpa darah. Secara klinik dibedakan tiga macam sindroma
diare yaitu diare cair akut, disentri, dan diare persisten. Sedangkan
menurut menurut Depkes RI (2005), diare adalah suatu penyakit dengan
tanda-tanda adanya perubahan bentuk dan konsistensi dari tinja, yang
melembek sampai mencair dan bertambahnya frekuensi buang air besar
biasanya tiga kali atau lebih dalam sehari. Diare akut diberi batasan
sebagai meningkatnya kekerapan, bertambah cairan, atau bertambah
banyaknya tinja yang dikeluarkan, akan tetapi hal itu sangat relatif
terhadap kebiasaan yang ada pada penderita dan berlangsung tidak lebih
dari satu minggu. Apabila diare berlangsung antara satu sampai dua
minggu maka dikatakan diare yang berkepanjangan (Soegijanto, 2002).
4
5



2.2 Penyebab
2.2.1. Infeksi:
Golongan bakteri penyebab diare antara lain Shigella,
Salmonella, E. colli, Golongan Vibrio, Bacillus cereus,
Clostridium perfringens, Stafilokokus aureus, dan Campylobacter
aeromonas. Sedangkan dari golongan virus antara lain Rotavirus,
Norwalk/Norwalk like agent, Adenovirus. Golongan parasit yang
dapat menyebabkan diare adalah cacing perut, Ascaris, Trichius,
Strogyloides, Jamur, dan Candida. Protozoa, Entamoeba
histolytica, Giardia lamblia, Balantidiun coli.
2.2.2. Malabsorbsi
a. Karbohidrat: disakarida (laktosa, maltosa, sukrosa),
monosakarida (glukosa, fruktosa, galaktosa).
Terdapat 4 proses yang mempengaruhi malabsorbsi
karbohidrat, yaitu:
- Fase hidrolisis intralumen yaitu hidrolisis 1-4 glukoside
link dari tepung oleh amilase saliva dan pankreas untuk
menjadi maltosa, maltotriosa dan limit dextrin.
- Fase hidrolisis di Brush Border usus, hidrolisis
oligosakarida (maltosa, lato-triosa, limit dextrin,
laktosa, sukrosa) oleh disakarida Brush Border (maltase,
sukrase, isomaltase, laktase).
6



- Translokasi monosakarida (glukosa, galaktosa, fruktosa)
melalui membran Brush Border.
- Keluarnya monosakarida dari enterosit melalui vena
porta.
b. Lemak: terutama Long Chain Triglyceride.
Malabsobrsi lemak adalah gangguan absorbsi lemak dalam
usus sehingga terjadi pengeluaran lemak yang berlebihan
dalam tinja.
2.2.3. Makanan basi ataupun makanan yang belum waktunya diberikan.
Pemberian makanan terlalu dini memberikan efek pada kejadian
diare (Suyatno, 2000).
2.2.4. Keracunan.
a. Makanan beracun : makanan beracun (bakteri: Clostridium
botulinum, Stafillokokus).
b. Makanan tercampur racun (bahan kimia).
2.2.5. Penyakit gangguan gizi.
a. Kwashiorkor.
b. Marasmus.
2.2.6. Alergi.
Alergi susu, alergi makanan, Cows Milk Protein Sensitive
Enteropaty (CMPSE) (Suraatmaja, 2005). Mekanisme diare alergi
susu terjadi melalui perantaraan reaksi imunologik tubuh (zat anti
dari sistem pertahanan tubuh) terhadap protein susu. Reaksi ini
7



akan melepaskan bahan-bahan yang disebut dengan mediator
(seperti histamin, prostaglandin, leukotrin) yang menimbulkan
gejala klinis tergantung dari organ tempat terjadinya reaksi
tersebut. Bila menyerang saluran cerna, gejala yang paling sering
muncul adalah diare yang dapat terjadi berkepanjangan selama
meminum atau memakan makanan yang berasal dari susu sapi,
dapat pula disertai gejala kolik, kram, mual, dan muntah (Sayoeti,
2007).
2.2.7. Immunodefisiensi.
2.2.8. Sebab lain (Psikis) (Suraatmaja, 2005).
2.3 Patofisiologi
2.3.1. Gangguan tekanan osmotik
Akibat terdapatya makanan atau zat yang tidak dapat diserap
akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meninggi,
sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit ke dalam rongga usus.
Isi rongga usus yang berlebihan akan merangsang usus untuk
mengeluarkannya sehingga timbul diare.
2.3.2. Gangguan sekresi.
Akibat rangsangan tertentu (missal oleh toksin) pada dinding
usus akan terjadi peningkatan sekresi air dan elektrolit ke dalam
rongga usus dan selanjutnya diare timbul karena terdapat
peningkatan isi rongga usus.

8



2.3.3. Gangguan motilitas usus.
Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan
usus untuk menyerap makanan, sehingga timbul diare. Sebaliknya
bila peristaltik usus menurun akan mengakibatkan bakteri tumbuh
berlebihan yang selanjutnya menimbulkan diare pula
(Abdoerachman dkk, 2005).
2.4 Cara Penularan
Penularan diare adalah kontak dengan tinja terinfeksi langsung, seperti:
Makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi, baik yang
sudah dicemari oleh serangga atau kontaminasi oleh tangan yang
kotor.
Bermain dengan mainan yang terkontaminasi, apalagi pada bayi
sering memasukan tangan/ mainan / apapun kedalam mulut.
Karena virus ini dapat bertahan dipermukaan udara sampai
beberapa hari.
Pengunaan sumber air yang sudah tercemar dan tidak memasak
air dengan benar
Pencucian dan pemakaian botol susu yang tidak bersih.
Tidak mencuci tangan dengan bersih setelah selesai buang air
besar atau membersihkan tinja anak yang terinfeksi, sehingga
mengkontaminasi perabotan dan alat-alat yang dipegang
(Surininah, 2005)

9



2.5 Faktor Resiko
Beberapa perilaku yang dapat meningkatkan risiko terjadinya diare
pada balita, yaitu ( Depkes RI, 2007):
a. Tidak memberikan ASI secara penuh 4-6 bulan pertama pada
kehidupan. Pada balita yang tidak diberi ASI resiko menderita diare
lebih besar daripada balita yang diberi ASI penuh, dan kemungkinan
menderita dehidrasi berat lebih besar.
b. Menggunakan botol susu, penggunaan botol ini memudahkan
pencemaran oleh kuman karena botol susah dibersihkan. Penggunaan
botol yang tidak bersih atau sudah dipakai selama berjam-jam
dibiarkan dilingkungan yang panas, sering menyebabkan infeksi usus
yang parah karena botol dapat tercemar oleh kuman-kuman/bakteri
penyebab diare. Sehingga balita yang menggunakan botol tersebut
beresiko terinfeksi diare.
c. Menyimpan makanan masak pada suhu kamar, bila makanan disimpan
beberapa jam pada suhu kamar, makanan akan tercermar dan kuman
akan berkembang biak.
d. Menggunakan air minum yang tercemar.
e. Tidak mencuci tangan sesudah buang air besar dan sesudah
membuang tinja anak atau sebelum makan dan menyuapi anak.
f. Tidak membuang tinja dengan benar, seringnya beranggapan bahwa
tinja tidak berbahaya, padahal sesungguhnya mengandung virus atau
bakteri dalam jumlah besar.
10



2.6 Gejala Diare
Diare dapat menyebabkan hilangnya sejumlah besar air dan
elektrolit, terutama natrium dan kalium dan sering disertai dengan
asidosis metabolik. Dehidrasi dapat diklasifikasikan berdasarkan defisit
air dan atau keseimbangan serum elektrolit. Setiap kehilangan berat
badan yang melampaui 1% dalam sehari merupakan hilangnya air dari
tubuh. Kehidupan bayi jarang dapat dipertahankan apabila defisit
melampaui 15% (Soegijanto, 2002).
Gejala diare atau mencret adalah tinja yang encer dengan frekuensi
empat kali atau lebih dalam sehari, yang kadang disertai: muntah, badan
lesu atau lemah, panas, tidak nafsu makan, darah dan lendir dalam
kotoran, rasa mual dan muntah-muntah dapat mendahului diare yang
disebabkan oleh infeksi virus. Infeksi bisa secara tiba-tiba menyebabkan
diare, muntah, tinja berdarah, demam, penurunan nafsu makan atau
kelesuan. Selain itu, dapat pula mengalami sakit perut dan kejang perut,
serta gejala- gejala lain seperti flu misalnya agak demam, nyeri otot atau
kejang, dan sakit kepala. Gangguan bakteri dan parasit kadang-kadang
menyebabkan tinja mengandung darah atau demam tinggi (Amiruddin,
2007).
2.7 Pencegahan

Pada dasarnya ada tiga tingkatan pencegahan penyakit secara
umum yakni : pencegahan tingkat pertama (Primary Prevention) yang
11



meliputi promosi kesehatan danpencegahan khusus, pencegahan tingkat
kedua (Secondary Prevention) yang meliputi diagnosis dini serta
pengobatan yang tepat, dan pencegahan tingkat ketiga (tertiary
prevention) yang meliput i pencegahan terhadap cacat dan rehabilitasi
(Nasry Noor, 1997).
a. Pencegahan Primer
Pencegahan primer penyakit diare dapat ditujukan pada faktor
penyebab, lingkungan dan faktor pejamu. Untuk faktor penyebab
dilakukan berbagai upaya agar mikroorganisme penyebab diare
dihilangkan. Peningkatan air bersih dan sanitasi lingkungan, perbaikan
lingkungan biologis dilakukan untuk memodifikasi lingkungan. Untuk
meningkatkan daya tahan tubuh dari pejamu maka dapat dilakukan
peningkatan status gizi dan pemberian imunisasi.
b. Pencegahan Sekunder
Pencegahan tingkat kedua ini ditujukan kepada sianak yang telah
menderita diare atau yang terancam akan menderita yaitu dengan
menentukan diagnosa dini dan pengobatan yang cepat dan tepat, serta
untuk mencegah terjadinya akibat samping dan komplikasi. Prinsip
pengobatan diare adalah mencegah dehidrasi dengan pemberian oralit
(rehidrasi) dan mengatasi penyebab diare. Diare dapat disebabkan oleh
banyak faktor seperti salah makan, bakteri, parasit, sampai radang.
Pengobatan yang diberikan harus disesuaikan dengan klinis pasien.
Obat diare dibagi menjadi tiga, pertama kemoterapeutika yang
12



memberantas penyebab diare seperti bakteri atau parasit, obstipansia
untuk menghilangkan gejala diare dan spasmolitik yang membantu
menghilangkan kejang perut yang tidak menyenangkan.
c. Pencegahan Tertier
Pencegahan tingkat ketiga adalah penderita diare jangan sampai
mengalami kecatatan dan kematian akibat dehidrasi. Jadi pada tahap
ini penderita diare diusahakan pengembalian fungsi fisik, psikologis
semaksimal mungkin. Pada tingkat ini juga dilakukan usaha
rehabilitasi untuk mencegah terjadinya akibat samping dari penyakit
diare. Usaha yang dapat dilakukan yaitu dengan terus mengkonsumsi
makanan bergizi dan menjaga keseimbangan cairan. Rehabilitasi juga
dilakukan terhadap mental penderita dengan tetap memberikan
kesempatan dan ikut memberikan dukungan secara mental kepada
anak. Anak yang menderita diare selain diperhatikan kebutuhan fisik
juga kebutuhan psikologis harus dipenuhi dan kebutuhan sosial dalam
berinteraksi atau bermain dalam pergaulan dengan teman sepermainan.
2.8 Akibat-akibat yang Ditimbulkan oleh Diare
Diare dapat menimbulkan berbagai macam komplikasi, antara lain
dehidrasi, baik ringan, sedang, maupun berat. Selain itu, diare juga
mengakibatkan berkurangnya cairan tubuh (hipovolemik), kadar natrium
dalam tubuh (hiponatremia), dan kadar gula gula dalam tubuh
(hipoglikemia). Diare terjadi karena adanya kuman yang masuk ke dalam
usus halus, kemudian berkembang biak di dalamnya. Kuman yang
13



menempel pada dinding usus ini menyebabkan dinding usus rusak. Usus
yang terinfeksi akan mengeluarkan cairan dan lendir (Wulan, 2006).
Pada keadaan tertentu, infeksi akibat kuman-kuman ini juga dapat
menyebabkan perdarahan. Kuman juga mengeluarkan racun diaregenik
penyebab hipersekresi (peningkatan volume buangan) yang menganggu
transportasi cairan dan elektrolit sehingga cairan menjadi encer. Selain
encer, tinja orang yang mengalami diare kadang juga mengandung darah.
Jika diare terus berlangsung akan menyebabkan kematian terutama pada
pasien balita. Akibat kekurangan elektrolit (terutama natrium dan
kalium), tubuh akan bertambah lemas dan tidak bertenaga yang berujung
pada penurunan kesadaran, bahkan kematian. Kondisi akan semakin
parah jika diare disertai oleh muntah-muntah (Wulan, 2006).









14



BAB III
STATUS PRESENT

3.1 IDENTITAS
3.1.1 IDENTITAS PENDERITA
Nama : An. R
Umur : 2 tahun 1 bulan
Jenis Kelamin : Laki - laki
Alamat : Karonsih Selatan IV RT/RW: 02/06 No. 506
Agama : Islam
Tanggal Berobat : 03 Juli 2012
No Registrasi : 04/03351

3.1.2 KELUHAN PASIEN
Keluhan Utama : BAB cair 3x sehari
3.1.3 ANAMNESIS
a. Riwayat Penyakit Sekarang
Seorang anak datang dengan keluhan BAB 3 kali sebanyak
gelas belimbing, sejak 3 hari yang lalu. Konsistensi cair, warna
kekuningan, ampas sedikit, agak berlendir,tidak ada darah, saat BAB
tidak nyemprot dan tidak berbau asam. Anak tidak batuk dan tidak
14
15



pilek, muntah 1 kali pada hari pertama. Anak tidak rewel, tidak ada
gangguan tidur. Minum menjadi lebih sering dan banyak. Kencing tetap
seperti biasa, warna kuning jernih, cukup banyak, lancar. Nafsu makan
menurun. Pasien sebelumnya sudah pernah berobat di Kasih Bunda dan
di beri obat guanistrep, namun belum ada perubahan sampai hari ini.
Nenek pasien mengatakan sebelum sakit, pasien bermain di selokan.
Sekarang pasien di bawa periksa oleh nenek kandung ke puskesmas,
dengan keluhan yang sama.
b. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien sebelumnya pernah menderita diare disangkal karena
keterbatasan pengetahuan nenek karena dahulu pasien tinggal bersama
kedua orang tua sampai umur 15 bulan.
c. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang sakit seperti pasien.
d. Riwayat Imunisasi
BCG : 1 x ( usia 1 bulan, scar (+) di lengan atas kanan)
Hepatitis B : 4 x (usia 0,2,4 dan 6 bulan)
Polio : 4 x (usia 0,2,4 dan 6 bulan)
DPT : 3x (usia 2,4 dan 6 bulan)
Campak : 1x (9 bulan)
Kesan : Imunisasi dasar lengkap sesuai umur.

16



e. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien tinggal serumah dengan kakek, nenek, dan kedua kakak tirinya.
Ayah pasien meninggalkan pasien sejak kematian ibu pasien, Ibu pasien
meninggal pada saat usia pasien 15 bulan. Kakek pasien tidak bekerja
(pensiunan PNS) dan nenek pasien seorang ibu rumah tangga. Biaya
pengobatan atas biaya sendiri.
3.1.4 PEMERIKSAAN FISIK
Anak Laki - laki usia 2 tahun 1 bulan, BB 12 kg, PB 87 cm.
Kesan umum : lemah
Kesadaran: Composmentis
Tanda vital :
- Tekanan darah : tidak dilakukan pengukuran
- Nadi : 86 x/ menit
- Laju nafas : 26 x/ menit
- Suhu : 36,4 C (axilla)
Status Internus :
a. Kepala : lingkar kepala 46 cm, mesocephale, ubun-ubun besar
menutup
b. Mata : cowong (-/-), konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
c. Hidung : bentuk normal, sekret (-/-), nafas cuping hidung (-/-)
d. Telinga : bentuk normal, discharge (-/-)
e. Mulut : bentuk normal, bibir kering (+), bibir sianosis (-)
f. Tenggorok : faring hiperemis (-)
17



g. Leher : simetris, pembesaran kelenjar limfe (-)
h. Dinding thorax :
Paru
Inspeksi : tidak ada retraksi
Palpasi : pergerakan hemithorak yang tertinggal (-),
stem fremitus: tidak dinilai
Perkusi : sonor pada seluruh lapang paru
Auskultasi : suara dasar : Vesikuler
suara tambahan : -
Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis tidak teraba
Perkusi : sulit dinilai
Auskultasi : BJ
I-II
regular, bising (-)
i. Abdomen
Inspeksi : datar
Auskultasi : bising usus (+) meningkat
Perkusi : timpani
Palpasi : supel, hepar dan lien tidak teraba, turgor kulit < 2 detik
j. Ekstremitas : Superior Inferior
a. Akral dingin -/- -/-
b. Akral sianosis -/- -/-
c. Oedem -/- -/-
18



d. Capillary refill < 2 < 2
k. Kulit : Turgor kembali < 2 detik
3.1.5 PEMERIKSAAN KHUSUS
Data Antropometri :
Anak laki - laki , usia 2 tahun 1 bulan . Berat badan 12 kg, panjang badan
87 cm.
Pemeriksaan status gizi ( Z score ) :
WAZ = BB-Median / SD = 12-11,9/1,3 = 0,07 SD (Normal)

HAZ = TB-Median / SD = 87-86,5 / 3,3 = 0,15 (Normal)
WHZ = BB-Median /SD = 12-11,2 / 0,9 = 0,88 (Normal)
Kesan : status gizi baik, perawakan normal
3.1.6 DIAGNOSA
Dasar diagnosa :
- Anamnesis : BAB 3 kali sebanyak gelas belimbing,
konsistensi cair, warna kekuningan, ampas sedikit
- Pemeriksaan fisik : bibir kering (+), peristaltik meningkat
3.1.7 TERAPI
R/ Cotrimoxazol syr 2x1 cth
Paracetamol 3 pulv IX
BC 3 3x1
Zinc 10 hari 1x 1 tab
19



Pemberian oralit/ LGG
Data Perkesmas
a. Identitas keluarga
Tabel 3.1. Data Identitas Anggota Keluarga
No. Anggota Keluarga Hub. dgn
KK
Jenis
Kelamin
Umur Pendidikan Pekerjaan Agama Imunisasi
1. Tn. A Kakek Laki - laki 58 th SLTA Pensiunan
PNS
Islam -
2. Ny. D Nenek Perempuan 55 th SLTA Ibu Rumah
Tangga
Islam -

3. An. P Kakak Tiri Laki - laki 9 th SD Pelajar Islam Lengkap
4. An. A Kakak Tiri Laki - laki 6 th SD Pelajar Islam Lengkap
5. An. R Pasien Laki laki 2 th Belum
Sekolah
- Islam Sesuai
umur

b. Data Lingkungan
Data Individu :
Pasien anak ke 2, pasien tinggal serumah dengan kakek, nenek, kedua
kakak tirinya.
c. Ekonomi
Kakek pasien seorang pensiunan PNS dan Nenek pasien tidak bekerja.
Pendapatan berasal dari uang pensiunan PNS Rp. 2.000.000/bulan.
Pasien berobat dengan biaya sendiri.
Lingkungan Rumah
Rumah pasien luasnya 6 m x 8 m = 48 m
2
yang dihuni oleh 5 orang
sehingga didapatkan kepadatan rumah 9.6 m
2
/orang. Rumah pasien
disertai ventilasi dibagian depan, tetapi ventilasi pada daerah dapur,
20



ruang keluarga dan kamar tidur tidak ada. Lubang angin hanya ada di
bagian depan rumah. Pintu rumah pasien selalu terbuka. Lantai rumah
pasien sudah memenuhi standart. Lingkungan sekitar rumah tidak
padat. Pada halaman depan rumah terdapat selokan.
Masyarakat
Keluarga pasien hubungan dengan tetangganya baik, dan hubungan
dengan orang lain baik. Tetangga pasien tidak ada yang menderita sakit
diare.
d. Data Perilaku
Pasien sehari-hari dirawat oleh neneknya, dari umur 15 bulan
pasien telah diberi dot. Tingkat pengetahuan nenek pasien untuk
kebersihan kurang baik, botol yang telah digunakan langsung dicuci,
apabila mau digunakan lagi dot hanya dicuci dengan air panas. Untuk
kebersihan pakaian anak juga kurang, apabila BAB/BAK langsung di bilas
dengan air. Kebersihan makanan juga kurang karena tempat makan dan
dot diletakkan pada area terbuka. Sampai usia lebih dari 1 tahun
anak masih diberi bubur instant. Perilaku mencuci tangan yang tidak
benar, orang tua terkadang lupa mencuci tangan ketika menyuapi anak,
dan tidak terdapat tempat untuk menyimpan makanan. Kebiasaan memberi
jajan sembarangan pada anak. Membiarkan anak bermain di selokan tanpa
pengawasan. Kurangnya kesadaran untuk membersihkan rumah, dan
membuka jendela sehingga udara menjadi pengap. Kurangnya kesadaran
21



untuk membersihkan kamar mandi dan kamar tidur serta dapur. Cara
mencuci perlengkapan botol susu yang benar adalah setelah perlengkapan
botol susu selesai digunakan harus segera dicuci dengan sabun cuci
kemudian direbus dengan cara seluruh permukaan perlengkapan botol susu
harus terendam semua dalam air mendidih selama 5 menit kemudian
angkat dan simpan ditempat yang bersih dan tertutup. Agar tidak terlalu
tergesa-gesa dalam mencuci perlengkapan botol, sebaiknya mempunyai
botol susu 1 botol.
e. Data Akses Pelayanan yang Terdekat
Akses pelayanan terdekat adalah Puskesmas Ngaliyan. Cara tempuh
dengan kendaran pribadi (motor).
f. Data Genetika





Keterangan:







: laki - laki
: perempuan
: tinggal dalam satu rumah
: meninggal/ cerai
Gambar 3.1. Data Genetika
22



3.2 HL BLUM
















Genetik:
Tidak ada masalah
Pelayanan Kesehatan:
Tidak ada masalah
Perilaku
Botol susu hanya setelah dicuci hanya di bilas air panas
Kebersihan makanan kurang karena tempat makan dan dot
diletakkan pada area terbuka
Perilaku mencuci tangan yang tidak benar, terkadang lupa mencuci
tangan ketika menyuapi anak
Memberi jajan sembarangan pada anak
Membiarkan anak bermain di selokan tanpa pengawasan.
Lingkungan
Luas rumah 6 m x 8 m = 48 m
2
yang dihuni oleh 5
orang rumah 9,6 m
2
/orang.
Kebersihan rumah kurang, dan kurangnya pertukaran udara
Diare
Gambar 3.2. Analisis HL Blum
23



BAB IV
ANALISA

Berdasarkan perjalanan penyakit pasien, yaitu sejak 3 hari yang lalu
mengeluh Seorang anak datang dengan keluhan BAB 3 kali sebanyak gelas
belimbing, konsistensi cair, warna kekuningan, ampas sedikit, tidak ada darah dan
ada lendir, saat BAB tidak nyemprot dan tidak berbau asam. Pada pemeriksaan
didapatkan bibir kering, dan peristaltik usus meningkat. Pasien diberikan
pengobatan tablet zinc dan antibiotik cotrimoxzazol.
Terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya kasus diare
maupun timbulya penyakit diare pada kasus ini:
a. Perilaku
Penggunaan dot yang tidak higienis, cara mencuci dot yang tidak
benar, susu yang tidak habis masih disimpan dan diberikan kembali pada
pasien dimana cara menyimpan dot yang tidak benar (>2jam). Perilaku
mencuci tangan yang tidak benar, orang tua terkadang lupa mencuci tangan
ketika menyuapi anak, dan tidak terdapat tempat untuk menyimpan makanan.
Kebiasaan memberi jajan sembarangan pada anak. Kurangnya kesadaran
untuk membersihkan rumah.
Cara mencuci perlengkapan botol susu yang benar adalah setelah
perlengkapan botol susu selesai digunakan harus segera dicuci dengan sabun
23
24



cuci kemudian direbus dengan cara seluruh permukaan perlengkapan botol
susu harus terendam semua dalam air mendidih selama 5 menit kemudian
angkat dan simpan ditempat yang bersih dan tertutup. Agar tidak terlalu
tergesa-gesa dalam mencuci perlengkapan botol, sebaiknya mempunyai botol
susu 1 botol.
2. Kepadatan hunian rumah
Secara umum penilaian kepadatan penghuni dengan menggunakan
ketentuan standar minimum, yaitu kepadatan penghuni yang memenuhi syarat
kesehatan diperoleh dari hasil bagi antara luas lantai dengan jumlah penghuni
10 m
2
/ orang.
Berdasarkan data hasil laporan kasus didapatkan luas rumah 6 m x 8 m = 48
m
2
yang dihuni oleh 5 orang sehingga didapatkan kepadatan rumah 9,6
m
2
/orang. Hal ini menunjukkan kepadatan rumah dalam kasus ini tidak
memenuhi syarat yang seharusnya. Dalam 1 kamar tidur pasien dihuni oleh
lebih dari 2 orang.
Kepadatan penghuni dalam satu rumah tinggal akan memeberikan pengaruh
bagi penghuninya. Luas rumah yang tidak sebanding dengan jumlah
penghuninya akan menyebabkan perjubelan (overcrowded). Hal ini tidak sehat
karena disamping menyebabkan kurangnya konsumsi oksigen, juga bila salah
satu anggota keluarga terkena penyakit infeksi, akan mudah menular kepada
anggota keluarga yang lain.
25



b. Sosial ekonomi
Pendapatan keluarga (Rp. 2000.000, 00/bulan). Pendapatan yang kecil
membuat orang tidak dapat hidup layak dengan memenuhi syarat - syarat
kesehatan, misalnya kurang asupan gizi yang cukup pada pasien kasus ini
dapat menyebabkan rendahnya ketahanan tubuh.
Berdasarkan data hasil laporan didapatkan kakek pasien sebagai pensiunan
PNS dan nenek tidak bekerja/ ibu rumah tangga. Pasien berobat dengan
menggunakan biaya sendiri.
c. Keadaan lingkungan rumah
Berdasarkan dari hasil pengamatan lingkungan rumah keluarga pasien
tidak mencerminkan lingkungan rumah yang sehat, karena penataan tempat
sumber air bersih dengan kamar mandi/WC hanya berjarak 1 meter.
Sedangkan salah satu syarat rumah sehat yaitu penataan tempat sumber air
bersih dengan kamar mandi/WC harus berjarak 10 meter dengan tujuan
untuk mengantisipasi perembesan air limbah dari kamar mandi/WC, sehingga
tidak mencemari sumber air bersih. Dari kondisi tersebut, maka lingkungan
rumah maupun sekitar dapat berpengaruh terhadap kejadian diare.
d. Ventilasi dan pencahayaan rumah
Menurut indikator pengawasan rumah luas ventilasi yang memenuhi syarat
kesehatan adalah 10% luas lantai rumah dan luas ventilasi yang tidak
26



memenuhi syarat kesehatan adalah < 10% luas lantai rumah (dengan luas
ventilasi 0,5m x 1m dibandingkan dengan luas lantai rumah 3m x 10m).
Pada kasus ini, di rumah penderita diketahui memiliki jendela pada bagian
depan sedangkan bagian belakang rumah tidak terdapat jendela, udara kotor
dari luar dapt bebas masuk. Disebelah pintu ada bagian jendela yang
seharusnya terbuka tetapi oleh keluarga pasien selalu ditutup, sehingga tidak
ada cahaya matahari yang masuk kedalam rumah menyebabkan udara dalam
rumah lembab, gelap dan berbau pengap, didalam rumah tidak ada pintu
hanya berupa bagian yang terbuka saja. Lantai rumah pasien sudah berubin
dan memenuhi syarat hanya saja jarang dibersihkan.
e. Genetika
Diare bukan penyakit genetik melainkan penyakit infeksi menular, sumber
penularan pasien berasal dari lingkungan yang tidak baik dan perilaku yang
kurang bersih. Hal ini sesuai dengan tinjauan pustaka yang ada.






27



BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisa laporan, maka dapat disimpulkan bahwa
faktor-faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya paru anak pada
kasus ini berdasarkan pendekatan HL Blum adalah :
5.1.1 Perilaku
Botol susu yang telah digunakan tidak langsung dicuci
Kebersihan makanan kurang karena tempat makan dan dot
diletakkan pada area terbuka
Perilaku mencuci tangan yang tidak benar, terkadang lupa
mencuci tangan ketika menyuapi anak
Memberi jajan sembarangan pada anak
Kurangnya pengawasan terhadap aktivitas bermain pasien
(bermain di selokan)
5.1.2 Lingkungan
Luas rumah 6 m x 8 m = 48 m
2
yang dihuni oleh 5 orang
rumah 9,6 m
2
/orang.
Kebersihan rumah kurang, dan kurangnya pertukaran udara.
27
28



5.2 Saran
5.2.1 Untuk Keluarga
Memberikan anak minum yang banyak untuk mencegah
dehidrasi
Awasi tanda-tanda dehidrasi pada anak
Segera bawa ke pusat pelayanan kesehatan terdekat
Memotivasi keluarga untuk menjaga kebersihan rumah
Memotivasi nenek pasien untuk menjaga perilaku hidup bersih
(menjaga kebersihan botol, tempat makan, tempat tidur, pakaian anak)
Pada saat mau menyuapi makan anak sebaiknya cuci tangan terlebih
dahulu baik orang tua maupun anaknya.
Tidak memberikan jajanan sembarangan pada anak
Lebih mengawasi aktivitas bermain anak
5.2.2 Untuk Puskesmas
Agar lebih meningkatkan kegiatan kunjungan rumah yang dirasa
efektif untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat
mengenai penyebab, akibat dan cara penanganan pertama diare pada
anak dan dampak buat lingkungan.
Meningkatkan penyuluhan kepada masyarakat tentang resiko dan
bahaya diare.

25
29



BAB VI
PENUTUP

Demikianlah laporan dan pembahasan mengenai hasil peninjauan diare
pada penderita di Puskesmas Ngaliyan. Kami menyadari bahwa kegiatan ini
sangat penting dan bermanfaat bagi para calon dokter, khususnya yang kelak akan
terjun di masyarakat sebagai Health Provider, Decision Maker, dan
Communicator sebagai wujud peran serta dalam pembangunan kesehatan.
Akhir kata kami berharap laporan ini bermanfaat sebagai bahan masukan
dalam usaha peningkatan derajat kesehatan masyarakat di wilayah kerja
Puskesmas Ngaliyan.










29
30



DAFTAR PUSTAKA

Departemen kesehatan RI, 2006, Indikator Indonesia Sehat 2010 dan Penetapan
Indikator Provinsi Sehat dan Kabupaten/ Kota Sehat, Jakarta.
Departemen Kesehatan, 2007, ARRIF : Pedoman Manajemen Peran Serta
Masyarakat, Jakarta.
Departemen Kesehatan, 2005, Paradigma Sehat Menuju Indonesia Sehat 2010,
Jakarta.
Deparetemen Kesehatan, 2004, Sistem Kesehatan Nasional, Jakarta : Depkes RI.
Departemen Kesehatan, 2004, Keputusan Mentri Kesehatan RI Nomor : 128
/Menkes/SK/V/2004 Tahun 2004 tentang Tujuan Pembangunan Kesehatan Tahun
2004, Jakarta : Depkes RI.
Profil Kesehatan Jawa Tengah 2008
Profil Kesehatan Semarang 2010
Notoatmojo Sockidjo Prof, DR, Ilmu Kesehatan Masyarakat,Jakarta, Rineka Cipta
, 2007
Soehardi R, Karnaini, Tedjo Saputro W, et al, Ed : Pedoman Praktis Pelaksanaan
Puskesmas, Balai Pelatihan Kesehatan Salaman, Magelang.
http://ridwanamiruddin.wordpress.com/2007/04/26/bab-v-identifikasi-masalah-
kesehatan/







30
31



DAFTAR LAMPIRAN





Lampiran 1. Lantai Kotor
Lampiran 5. Tempat Tidur dan Ruang Keluarga yang Berantakan dan
Kurangnya Ventilasi
Lampiran 3. Tumpukan Pakaian
Kotor dan Tempat Minum Kotor
Lampiran 2. Atap Rumah

Lampiran 4. Kamar Mandi
32











Lampiran 6. Tempat Cuci Piring, Tempat
Sampah dan Rak Piring Bersih Jarahnya
Sangat Dekat
Lampiran 7. Dapur yang Berantakan
Lampiran 8. Bagian Depan Rumah
Lampiran 9. Susu dan Obat Pasien

Anda mungkin juga menyukai