Anda di halaman 1dari 19

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Retensio plasenta adalah tertahannya atau belum lahirnya plasenta hingga atau
melebihi waktu 30 menit setelah bayi lahir.Lepasnya plasenta tidak terjadi
bersamaan sehingga sebagian masih melekat pada tempat implantasinya.
Menyebabkan terganggunya kontraksi otot uterus sehingga sebagian pembuluh
darah tetap terbuka serta menimbulkan perdarahan.ini lah yang disebut dengan
retensio plasenta.
Tingginya Angka Kematian Ibu merupakan masalah besar yang terjadi dalam
bidang kesehatan. Angka kematian ibu di Indonesia masih tertinggi di ASEAN
dan Indonesia. Persalinan merupakan hal yang sangat di tunggu oleh ibu hamil.
Tapi dalam persalinan dan setelah melahirkan adalah suatu yang sangat rawan
bagi ibu untuk mengalami perdarahan yang begitu hebat dan perdarahan tersebut
adalah salah satu faktor tertinggi penyebab kematian pada ibu. Perdarahan yang
terjadi pada ibu diantaranya diakibatkan oleh terhambatnya kelahiran plasenta
melebihi dari 30 menit. Hal ini di akibatkan karena tertinggalnya sebagian sisa
plsenta di dalam uterus ibu karena perlekatan yang begitu erat.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
mata kuliah reproduksi yang diberikan oleh dosen pengajar.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui pengertian retensio plasenta
b. Mengetahui etiologi dari retensio plasenta
c. Mengetahui patofisiologi terjadinya retensio plasenta
2

d. Mengetahui tanda dan gejala dari retensio plasenta
e. Mengetahui komplikasi yang ditimbulkan oleh retensio plasenta
f. Mengetahui asuhan keperawatan yang ditunjukkan untuk kasus retensio
plasenta

C. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian retensio plasenta ?
2. Apa etiologi dari retensio plasenta ?
3. Bagaimana patofisiologi terjadinya retensio plasenta ?
4. Apa tanda dan gejala dari retensio plasenta ?
5. Apa komplikasi yang ditimbulkan oleh retensio plasenta ?
6. Bagaimana asuhan keperawatan yang ditunjukkan untuk kasus retensio
plasenta ?

D. Sistematika Penulisan
Dalam menulis makalah ini menggunakan sistematika penulisan sebagai
berikut :
1. BAB I Pendahuluan terdiri dari : Latar belakang, tujuan, rumusan
masalah,dan sistematika penulisan.
2. BAB II Konsep Teori terdiri dari : definisi, etiologi, patofisiologi, tanda
dan gejala, komplikasi, penatalaksanaan, dan pemeriksaan penunjang.
3. BAB III Asuhan Keperawatan terdiri dari : pengkajian, diagnose,
intervensi dan implementasi.
4. BAB IV Penutup terdiri dari kesimpulan dan saran.




3

BAB II
KONSEP TEORI
A. Definisi
Menurut Sarwono Prawirohardjo adalah retensio plasenta adalah tertahannya
atau belum lahirnya plasenta hingga atau melebihi waktu 30 menit setelah bayi
lahir.Menurut Ida Bagus Gede Manuaba (1998), Retensio plasenta adalah
terlambatnya kelahiran plasenta selama setengah jam setelah persalinan bayi.
Retensio plasenta adalah belum lepasnya plasenta dengan melebihi waktu
setengah jam.Keadaan ini dapat diikuti perdarahan yang banyak, artinya hanya
sebagian plasenta yang telah lepas sehingga memerlukan tindakan plasenta
manual dengan segera.Bila retensio plasenta tidak diikuti perdarahan maka perlu
diperhatikan ada kemungkinan terjadi plasenta adhesive, plasenta akreta, plasenta
inkreta, plasenta perkreta. (Manuaba (2006:176).
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa retensio plasenta
ialah plasenta yang belum lahir dalam setengah jam setelah janin lahir, keadaan
ini dapat diikuti perdarahan yang banyak, artinya hanya sebagian plasenta yang
telah lepas sehingga memerlukan tindakan plasenta manual dengan segera.
B. Jenis Ratensio Plasenta
1. Plasenta adhesiva
Implantasi yang kuat dari jonjot korion plasenta sehingga menyebabkan
kegagalan mekanisme separasi fisiologis.
2. Plasenta akreta
Implantasi jonjot korion plasenta hingga memasuki sebagian lapisan
miometrium.
3. Plasenta inkreta
Implantasi jonjot korion plasenta hingga mencapai/memasuki miometrium.
4

4. Plasenta perkreta
Implantasi jonjot korion plasenta yang menembus lapisan otot hingga
mencapai lapisan serosa dinding uterus .
5. Plasenta inkarserata
Tertahannya plasenta di dalam kavum uteri, disebabkan oleh konstruksi
ostium uteri.

C. Etiologi
Menurut Wiknjosastro (2007) sebab retensio plasenta dibagi menjadi 2
golongan ialah sebab fungsional dan sebab patologi anatomik.
1. Sebab fungsional
a. His yang kurang kuat (sebab utama)
b. Tempat melekatnya yang kurang menguntungkan (contoh : di sudut
tuba)
c. Ukuran plasenta terlalu kecil
d. Lingkaran kontriksi pada bagian bawah perut
e. Penanganan kala III yang salah atau keliru

2. Sebab patologi anatomik (perlekatan plasenta yang abnormal)
Plasenta belum terlepas dari dinding rahim karena melekat dan tumbuh
lebih dalam. Menurut tingkat perlekatannya :
a. Plasenta adhesiva : plasenta yang melekat pada desidua endometrium
lebih dalam.
b. Plasenta inkreta : vili khorialis tumbuh lebih dalam dan menembus
desidua endometrium sampai ke miometrium.
c. Plasenta akreta : vili khorialis tumbuh menembus miometrium sampai
ke serosa.
d. Plasenta perkreta : vili khorialis tumbuh menembus serosa atau
peritoneum dinding rahim.

5


D. Patofisiologi
Segera setelah anak lahir, uterus berhenti kontraksi namun secara perlahan
tetapi progresif uterus mengecil, yang disebut retraksi, pada masa retraksi itu
lembek namun serabut-serabutnya secara perlahan memendek kembali. Peristiwa
retraksi menyebabkan pembuluh-pembuluh darah yang berjalan dicelah-celah
serabut otot-otot polos rahim terjepit oleh serabut otot rahim itu sendiri. Bila
serabut ketuban belum terlepas, plasenta belum terlepas seluruhnya dan bekuan
darah dalam rongga rahim bisa menghalangi proses retraksi yang normal dan
menyebabkan banyak darah hilang.
Pemisahan plasenta ditimbulkan dari kotraksi dan retraksi
miometrium sehingga mempertebal dinding uterus dan mengurangi ukuran area
plasenta. Area plasenta menjadi lebih kecil, sehingga plsenta mulai melepaskan
diri dari dinding uterus dan tidak dapat berkontraksi atau berinteraksi pada area
pemisahan bekuan darah retroplasenta terbentuk. Berat bekuan darah ini
menambah pemisahan kontraksi uterus berikutnya akan melepaskan keseluruhan
plasenta dari uterus dan ,mendorongnya keluar vagina disertai dengan
pengeluaran selaput ketuban dan bekuan darah retroplasenta (WHO, 2001)







6

Nursing Pathyaw
Progesterone kelainan plasenta : kesalahan manag.
Previa, akreta, adesiva kala III : anastesi,
His tidak kuat implantasi di cornu uterotonik.
Dan tidak kontinyu
Plasenta tidak bisa kontraksi uterus
Plepasan plasenta dilahirkan lemah dan tidak
normal terganggu kontinyu, servik kontraksi
RETENSIO PLASENTA

Plasenta tetap melekat pada dinding uterus
Benda asing
dalam rahim Kontraksi otot uterus tidak sempurna

dapat menimbulkan pembuluh darah terbuka
dapat menimbulkan infeksi Pendarahan



Nyeri
Defisit volume cairan tubuh Resti infeksi
7

E. Manifestasi Klinis
Gejala Akreta parsial Inkarserata Akreta
Konsistensi uterus Kenyal Keras Cukup
Tinggi fundus Sepusat 2 jari bawah pusat Sepusat
Bentuk uterus Discoid Agak globuler Discoid
Perdarahan Sedang banyak Sedang Sedikit / tidak
ada
Tali pusat Terjulur sebagian Terjulur Tidak terjulur
Ostium uteri Terbuka Konstriksi Terbuka
Pelepasan plasenta Lepas sebagian Sudah lepas Melekat
seluruhnya
Syok Sering Jarang Jarang sekali,
kecuali akibat
inversion oleh
tarikan kuat
pada tali pusat


F. Komplikasi
Dapat menimbulkan bahaya perdarahan, infeksi karena sebagai benda mati,
dapat terjadi placenta inkarserata, dapat terjadi polip placenta dan terjadi
degenarasi ganas korio karsinoma.

G. Tindakan-tindakan pada retensio plasenta
1. Tindakan Umum
a. Memperhatikan keadaan umum penderita.
Apakah anemis, bagaimana jumlah pendarahan, bagaimana keadaan
8

umum (tekanan darah, nadi, suhu), bagaimana keadaan fundus uteri
(kontraksi dan tinggi fundus uteri)
b. Keadaan plasenta.
Apakah plasenta inkaserata, lakukan ters plasenta lepas
c. Memasang infus dan beri cairan pengganti.
2. Tindakan Khusus
a. Retensio plasenta dengan pendarahan
Lakukan plasenta manual
b. Retensio plasenta tanpa pendarahan
1) Berikan cairan
2) Berikan tranfusi
3) Proteksi dengan antibiotika
4) Mempersiapkan plasenta manual dengan pengaruh narkosa
5) Rujuk ke RS bila perlu
3. Upaya Preventif
a. Meningkatkan kesadaran Keluarga Berencana (KB)
b. Meningkatkan penerimaan pertolongan persalinan oleh tenaga terlatih.
c. Persalinan kala III tidak melakukan masase dengan tujuan mempercepat
proses persalinan. Masase tidak tepat waktu mengacaukan kontraksi otot
rahim dan mengganggu plasenta.
H. Pemeriksaan Penunjang
1. Hitung darah lengkap: untuk menentukan tingkat hemoglobin (Hb) dan
hematokrit (Hct), melihat adanya trombositopenia, serta jumlah leukosit.
Pada keadaan yang disertai dengan infeksi, leukosit biasanya meningkat.
2. Menentukan adanya gangguan koagulasi dengan hitung protrombin time (PT)
dan activated Partial Tromboplastin Time (aPTT) atau yang sederhana
dengan Clotting Time (CT) atau Bleeding Time (BT). Ini penting untuk
menyingkirkan perdarahan yang disebabkan oleh faktor lain.

9

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Beberapa hal yang perlu dikaji dalam asuhan keperawatan pada ibu dengan
retensio placenta adalah sebagai berikut :
1. Identitas klien
2. Data biologis/fisiologis meliputi; keluhan utama (adanya perdarahan,
plasenta tidak lepas sempurna,terjadinya syok, ostium terbuka), riwayat
penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga,
riwayat obstetrik (GPA, riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas), dan pola
kegiatan sehari-hari.
3. Pemeriksaan fisik
a. Sirkulasi :
1) Perubahan tekanan darah dan nadi (mungkintidak tejadi sampai
kehilangan darah bermakna)
2) Pelambatan pengisian kapiler
3) Pucat, kulit dingin/lembab
4) Perdarahan vena gelap dari uterus ada secara eksternal (placentaa
tertahan)
5) Dapat mengalami perdarahan vagina berlebihan
6) Haemoragi berat atau gejala syock diluar proporsi jumlah kehilangan
darah.
b. Eliminasi :
Kesulitan berkemih dapat menunjukan haematoma dari porsi atas vagina
c. Nyeri/Ketidaknyamanan :
Sensasi nyeri terbakar/robekan (laserasi), nyeri tekan abdominal (fragmen
placenta tertahan) dan nyeri uterus lateral.
d. Keamanan :
10

Laserasi jalan lahir: darah memang terang sedikit menetap (mungkin
tersembunyi) dengan uterus keras, uterus berkontraksi baik; robekan
terlihat pada labia mayora/labia minora, dari muara vagina ke perineum;
robekan luas dari episiotomie, ekstensi episiotomi kedalam kubah vagina,
atau robekan pada serviks.
e. Seksualitas :
1) Uterus kuat; kontraksi baik atau kontraksi parsial, dan agak menonjol
(fragmen placenta yang tertahan)
2) Kehamilan baru dapat mempengaruhi overdistensi uterus (gestasi
multipel, polihidramnion, makrosomia), abrupsio placenta, placenta
previa.
Pemeriksaan fisik meliputi; keadaan umum, tanda vital, pemeriksaan
obstetrik (inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi).
4. Pemeriksaan laboratorium. (Hb 10 gr%)

B. Diagnosa Keperawatan
1. Defisit volume cairan tubuh berhubungan dengan perdarahan
2. Resiko tinggi terjadinya infeksi berhubungan dengan trauma jaringan
3. Nyeri berhubungan dengan dengan trauma atau distensi jaringan.

C. Rencana Intervensi Keperawatan
1. Defisit volume cairan tubuh berhubungan dengan perdarahan.

INTERVENSI RASIONAL
1. Tinjau ulang catatan kehamilan
dan persalinan/kelahiran,
perhatiakan faktor-faktor
penyebab atau pemberat pada
situasi hemoragi (misalnya
1. Membantu dalam membuat
rencana perawatan yang tepat
dan memberikan kesempatan
untuk mencegah dan
membatasi terjadinya
11

laserasi, fragmen plasenta
tertahan, sepsis, abrupsio
plasenta, emboli cairan amnion
atau retensi janin mati selama
lebih dari 5 minggu)

2. Kaji dan catat jumlah, tipe dan
sisi perdarahan; timbang dan
hitung pembalut, simpan
bekuan dan jaringan untuk
dievaluasi oleh perawat.

3. Kaji lokasi uterus dan derajat
kontraksilitas uterus. Dengan
perlahan masase penonjolan
uterus dengan satu tangan
sambil menempatkan tangan
kedua diatas simpisis pubis.




4. Perhatikan hipotensi atau
takikardi, perlambatan
pengisian kapiler atau
sianosis dasar kuku, membran
mukosa dan bibir

komplikasi.




2. Perkiraan kehilangan darah,
arteial versus vena, dan
adanya bekuan-bekuan
membantu membuat diagnosa
banding dan menentukan
kebutuhan penggantian.

3. Derajat kontraktilitas uterus
membantu dalam diagnosa
banding. Peningkatan
kontraktilitas miometrium
dapat menurunkan kehilangan
darah. Penempatan satu
tangan diatas simphisis pubis
mencegah kemungkinan
inversi uterus selama masase.


4. Tanda-tanda ini menunjukan
hipovolemi dan terjadinya
syok. Perubahan pada tekanan
darah tidak dapat dideteksi
sampai volume cairan telah
menurun sampai 30 - 50%.
12

5. Pantau parameter
hemodinamik seperti tekanan
vena sentral atau tekanan baji
arteri pulmonal bila ada.

6. Lakukan tirah baring dengan
kaki ditinggikan 20-30 derajat
dan tubuh horizontal




7. Hindari pengulangan/gunakan
kewaspadaan bila melakukan
pemeriksaan vagina dan/atau
rectal

8. Berikan lingkungan yang
tenang dan dukungan
psikologis

9. Kaji nyeri perineal menetap
atau perasaan penuh pada
vagina. Berikan tekanan balik
pada laserasi labial atau
perineal.

10. Pantau klien dengan plasenta
acreta (penetrasi sedikit dari
Sianosis adalah tanda akhir
dari hipoksia.

5. Memberikan pengukuran
lebih langsung dari volume
sirkulasi dan kebutuhan
penggantian.


6. Bermanfaat dalam
memperkirakan
luas/signifikansi kehilangan
cairan. Volume
perfusi/sirkulasi adekuat
ditunjukan dengan keluaran
30 50 ml/jam atau lebih
besar.

7. Dapat meningkatkan
hemoragi bila laserasi
servikal, vaginal atau perineal
atau hematoma terjadi.


8. Meningkatkan relaksasi,
menurunkan ansietas dan
kebutuhan metabolik.
9. Haematoma sering
merupakan akibat dari
13

myometrium dengan jaringan
plasenta), abrupsio placenta
terhadap tanda-tanda KID
(koagulasi intravascular
diseminata).


11. Mulai Infus 1 atau 2 i.v dari
cairan isotonik atau elektrolit
dengan kateter !8 G atau
melalui jalur vena sentral.
Berikan darah lengkap atau
produk darah (plasma,
kriopresipitat, trombosit)
sesuai indikasi.
12. Berikan obat-obatan sesuai
indikasi:
Oksitoksin, Metilergononovin
maleat, Prostaglandin F2 alfa.


Magnesium sulfat





Terapi Antibiotik.

perdarahan lanjut pada
laserasi jalan lahir.

10. Tromboplastin dilepaskan
selama upaya pengangkatan
placenta secara manual yang
dapat mengakibatkan
koagulopati.



11. Perlu untuk infus cepat atau
multipel dari cairan atau
produk darah untuk
meningkatkan volume
sirkulasi dan mencegah
pembekuan

12. Meningkatkan kontraktilitas
dari uterus yang menonjol dan
miometrium, menutup sinus
vena yang terpajan, dan
menghentikan hemoragi pada
adanya atonia.
Beberapa penelitian
melaporkan penggunaan
MGSO4 memudahkan
14




13. Pantau pemeriksaan
laboratotium sesuai indikasi :
Hb dan Ht
relaksasi uterus selama
pemeriksaan manual.
Antibiotok bertindak secara
profilaktik untuk mencegah
infeksi atau mungkin perlu
diperlukan untuk infeksi yang
disebabkan atau diperberat
pada subinvolusi uterus atau
hemoragi.
13. Membantu dalam menentukan
kehilangan darah. Setiap ml
darah membawa 0,5 mgHb.

2. Resiko tinggi terjadi Infeksi berhubungan dengan trauma jaringan.

INTERVENSI RASIONAL
1. Demonstrasikan mencuci
tangan yang tepat dan teknik
perawatan diri. Tinjau ulang
cara yang tepat untuk
menangani dan membuang
material yang terkontaminasi
misalnya pembalut, tissue, dan
balutan

2. Perhatikan perubahan pada
tanda vital atau jumlah SDP
1. Mencegah kontaminasi
silang/penyebaran
organinisme infeksious.


2. Peningkatan suhu dari 100,4
F (38C) pada dua hari
beturut-turut (tidak
menghitung 24 jam pertama
15




3. Perhatikan gejala malaise,
mengigil, anoreksia, nyeri
tekan uterus atau nyeri pelvis.


4. Selidiki sumber potensial lain
dari infeksi, seperti pernapasan
(perubahan pada bunyi napas,
batuk produktif, sputum
purulent), mastitis (bengkak,
eritema, nyeri), atau infeksi
saluran kemih (urine keruh,
bau busuk, dorongan,
frekuensi, nyeri).

5. Kaji keadaan Hb atau Ht.
Berikan suplemen zat besi
sesuai indikasi.


pasca partum), tachikardia,
atau leukositosis dengan
perpindahan kekiri
menandakan infeksi.

3. Gejala-gejala ini
menandakan keterlibatan
sistemik, kemungkinan
menimbulkan bakterimia,
shock, dan kematian bila
tidak teratasi.

4. Diagnosa banding adalah
penting untuk pengobatan
yang efektif.





5. Anemia sering menyertai
infeksi, memperlambat
pemulihan dan merusak
sistem imun.

3. Nyeri berhubungan dengan trauma atau distensi jaringan.

16

INTERVENSI RASIONAL
1. Tentukan karakteristik, tipe,
lokasi, dan durasi nyeri. Kaji
klien terhadap nyeri perineal
yang menetap, perasaan
penuh pada vagina, kontraksi
uterus atau nyeri tekan
abdomen.




2. Kaji kemungkinan penyebab
psikologis dari
ketidaknyamana.

3. Berikan tindakan
kenyamanan seperti
pemberian kompres es pada
perineum atau lampu
pemanas pada
penyembungan episiotomi.



1. Membantu dalam diagnosa
banding dan pemilihan metode
tindakan. Ketidaknyamanan
berkenaan dengan hematoma,
karena tekanan dari
hemaoragik tersembunyi
kevagina atau jaringan
perineal. Nyeri tekan
abdominal mungkin sebagai
akibat dari atonia uterus atau
tertahannya bagian-bagian
placenta. Nyeri berat, baik
pada uterus dan abdomen,
dapat terjadi dengan inversio
uterus.


2. Situasi darurat dapat
mencetuskan rasa takut dan
ansietas, yang memperberat
persepsi ketidaknyamanan.

3. Kompres dingan
meminimalkan edema, dan
menurunkan hematoma serta
sensasi nyeri, panas
meningkatkan vasodilatasi
yang memudahkan resorbsi
17

4. Berikan analgesik, narkotik,
atau sedativa sesuai indikasi
hematoma.

4. Menurunkan nyeri dan
ancietas, meningkatkan
relaksasi.


















18

BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan

Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa retensio plasenta
ialah plasenta yang belum lahir dalam setengah jam setelah janin lahir, keadaan
ini dapat diikuti perdarahan yang banyak, artinya hanya sebagian plasenta yang
telah lepas sehingga memerlukan tindakan plasenta manual dengan segera. Jenis-
jenis retensio plasenta yaitu : Plasenta adhesiva , Plasenta akreta , Plasenta
inkreta , Plasenta perkreta dan Plasenta inkarserata .
Komplikasi retensio plasenta dapat menimbulkan bahaya perdarahan,
infeksi karena sebagai benda mati, dapat terjadi placenta inkarserata, dapat
terjadi polip placenta dan terjadi degenarasi ganas korio karsinoma.

B. Saran

1. Sebagai seorang perawat untuk menanggapi masalah retensio plasenta ,
perawat harus mempunyai skill dan kemampuan untuk mengatasi suatu
masalah terjadinya Asuhan Keperawatan ibu dengan retensio placenta
2. Perawat harus dituntut untuk menjadi perawat yang profesional dimana
perawat dapat berfikir kritis dalam mengatasi masalah yang terjadi pada
pasien yang mengalami retensio placenta
3. Diharapkan dengan adanya makalah ini dapat membantu mahasiswa mengenal
lebih dalam tentang Asuhan Keperawatan retensio placenta.
4. Diharapkan kepada pihak pendidikan untuk memperbanyak buku tentang
keperawatan maternitas terutama tentang masalah retensio placenta
19

DAFTAR PUSTAKA


James R Scott, et al. Danforth buku saku obstetric dan ginekologi. Alih bahasa
TMA Chalik. Jakarta: Widya Medika, 2002.
Obstetri fisiologi, Bagian Obstetri dan Ginekologi, Fakultas Kedokteran Unversitas
Padjajaran Bandung, 1993.
Mochtar, Rustam. Sinopsis obstetrik. Ed. 2. Jakarta: EGC, 1998.
Manuaba, Ida Bagus Gede. Ilmu kebidanan, penyakit kandungan dan keluarga
berencana. Jakarta: EGC, 1998.
Bobak, Lowdermilk, Jensen. Buku ajar keperawatan maternitas. Alih bahasa: Maria
A. Wijayarini, Peter I. Anugerah. Jakarta: EGC. 2004
Helen Varney, 2000, Buku saku bidan, Jakarta.
IBG Manuaba, 1998, Ilmu kebidanan dan penyakit kandungan dan keluarga
berencana.
Rustam mochtar, 1998, synopsis jilid I, Jakarta, penerbit buku kedokteran EGC.

Anda mungkin juga menyukai