Anda di halaman 1dari 21

Madrasah Diniyah Dalam Perspetif NSP

Posted by oongfaturrahman on January 16, 2012 in Pendidikan


BAB I
PENDAHULUAN

1. A. Pendahuluan
Pendidikan Islam atau menggunakan therminologi tradisional dinamakan pendidikan diniyah
mempunyai sejarah panjang. Dalam pengertian seluas-luasnya, pendidikan Islam berkembang
seiring dengan kemunculan Islam itu sendiri. Dalam konteks masyarakat Arab, dimana Islam
lahir dan pertama kali berkembang, kedatangan Islam lengkap dengan usaha-usaha pendidikan
merupakan transformasi besar. Sebab, masyarakat pra-Islam pada dasarnya tidak mempunyai
sistem pendidikan formal. Lahirnya, usaha-usaha pendidikam Islam ini dimotivasi oleh adanya
perintah untuk melaksanakan pendalaman ajaran islam (tafaqqu fi al-din),sebagaimana
dinyatakan dalam Al-Quran, surat at-Taubah 122:
Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mukmin itu pergi semuanya ke medan perang.
Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk
memperdalam tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka
telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya. (At-Taubah 122)

Pada awal perkembangannya, pendidikan Islam yang berlangsung dapat dikatakan bersifat non-
formal, dan itupun lebih berkaitan dengan upaya-upaya dakwah islamiyah. Dalam kaitan itulah
dapat dipahami, kenapa proses pendidikan Islam pertama kali berlangsung di rumah sahabat
tertentu, yang paling terkenal adalah Dar al-arqam. Tetapi ketika masyarakat islam mulai
terbentuk, maka pendidikan diselenggarakan di mesjid. Proses pendidikan pada tempat ini
dilakukan dalam halaqah (lingkaran belajar). Pendidikan formal (klasikal) baru muncul, yakni
dengan lahirnya madrasah. Dan madrasah pertama didirikan oleh Wasir Nidham al-Mulk tahun
1064 M, yang kemudian dikenal dengan madrasah Nizham al-Mulk. Model sistem pendidikan
madrasi inilah yang kemudian menyebar dan berkembang di seluruh masyarakat Islam, termasuk
di Indonesia.
Di Indonesia, Pada awalnya, para pendiri (the founding father) Pondok Pesantren, kiyai, ulama,
masyayekh, dan asatid membangun dan mengembangkan lembaga ini secara khusus sebagai
lembaga TAFAKUH FIDDIN (pendalaman ilmu-ilmu keislaman) bagi santri dan masyarakat
sekitarnya, untuk menyebarluaskan ajaran-ajaran Islam, ahlu al Sunnah wa al J amaah
(madzhab sunni) dalam kehidupan masyarakat Indonesia dan sekaligus mempertahankan
khazanah tradisi keilmuan, karena itu pendidikan diniyah (pondok pesantren) sebagai institusi
yang memberikan doktrin sunni terhadap para santri khususnya, masyarakat Indonesia pada
umumnya .
Pendidikan Diniyah pada saat itu masih bersifat non formal yang dilaksanakan; di surau, di
langgar, di masjid, dan tempat-tempat lain yang sejenis untuk melakukan telaah kitab-kitab
kuning (kitab klasik) karya para ulama salafi (klasik) yang dikarang pada abad ke 9-14 masehi.
Dengan metode pembelajaran; sorogan, motonan, dan sejenisnya yang berlangsung dan
dilakukan secara individual dan bersifat personal antara kyai dengan para santri.
Ketika jumlah santri mengalami perkembangan pesat di pondok pesantren, pendidikan diniyah
mulai diarahkan pada sistem pendidikan Madrasi (klasikal) dimana sistem ini dipengaruhi oleh
sistem Madrasah di Timur Tengah atau Mesir yang dibawa para kiyai, atau ulama, yang pernah
belajar di negara-negara tersebut.
Secara empirik, pendidikan diniyah, yang diselenggarakan oleh umat islam meliputi; pendidikan
diniyah secara klasikal (pendidikan diniyah salafiyah) dan pendidikan diniyah takmiliyah.
Pendidikan diniyah klasikal merupakan pendidikan diniyah yang mengkhususkan (takhasus)
pada kajian-kajian keislaman yang bersumber pada kitab-kitab kuning, dan berlangsung secara
mandiri dan pada umumnya diselenggarakan di ponsok pesantren. Pendidikan diniyah takmiliyah
adalah pendidikan diniyah yang diselenggarakan umat Islam untuk menyempurnakan pendidikan
agama islam bagi siswa yang belajar di pendidikan dasar dan pendidikan menengah.

1. B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai
berikut:
1. Pengertian madrasah diniyah
2. Madrasah Diniyah dalam Undang-undang
3. Standar Nasional Pendidikan pada Madrasah Diniyah
BAB II
PEMBAHASAN

1. A. Sejarah Madrasah di Indonesia
Secara harfiah madrasah diartiakan sebagai tempat belajar para pelajar atau tempat untuk
memberikan pelajaran. Kata madrasah juga ditemukan dalam bahasa arab Hebrew atau aramy
yang berati membaca dan belajar atau tempat duduk untuk belajar. dari kedua bahasa tersebut,
kata madrasah mempunyai arti yang sama yaitu tempat belajar. jika diterjemahkan ke dalam
bahasa Indonesia, kata madrasah memiliki arti sekolah karena pada mulanya kata sekolah itu
sendiri bukan berasal dari bahasa Indonesia, melainkan dari bahasa asing, yaitu school atau
scola.
Sedangkan madrasah diniyah dilihat dari stuktur bahasa arab berasal dari dua kata madrasah dan
al-din. Kata madrasah dijadikan nama tempat dari asal kata darosa yang berarti belajar. Jadi
madrasah mempunyai makna arti belajar, sedangkan al-din dimaknai dengan makna keagamaan.
Dari dua stuktur kata yang dijadikan satu tersebut, madrasah diniyah berarti tempat belajar
masalah keagamaan, dalam hal ini agama islam.
Kemudian mengenai pengertian madrasah diniyah itu sendiri, ada beberapa pendapat. Pertama,
madrasah diniyah adalah lembaga pendidikan yang terfokus pada pendidikan Agama.
Kedua, madrasah diniyah atau Pendidikan diniyah adalah pendidikan keagamaan Islam yang
diselenggarakan pada semua jalur dan jenjang pendidikan.
Ketiga, madrasah diniyah adalah bagian terpadu dari pendidikan nasional untuk memenuhi hasrat
masyarakat tentang pendidikan agama.
Keempat, madrasah diniyah adalah lembaga pendidikan yang memberikan pendidikan dan
pengajaran secara klasikal yang bertujuan untuk memberi tambahan pengetahuan agama Islam
kepada pelajar-pelajar yang merasa kurang menerima pelajaran agama Islam di sekolahannya.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa madrasah diniyah adalah
lembaga pendidikan Islam yang memberi pendidikan dan pengajaran agama islam untuk
memenuhi hasrat masyarakat tentang pendidikan agama Islam.

1. Normatifitas Madrasah Diniyah
Perlawanan terhadap kolonialisme menjadi motivasi bagi umat Islam mengadakan pembaruan.
Gerakan pembaruan tidak akan berjalan dengan baik tanpa adanya perubahan di bidang
pendidikan. Maka langkah yang perlu diambil adalah dengan melakukan pembaruan bidang
pendidikan Islam, yang pada akhirnya secara tidak langsung akan membawa perubahan dalam
Islam.
Langkah perubahan melalui pendidikan pada akhirnya menjadi pilihan bagi umat Islam untuk
melakukan berbagai pembaruan diberbagai bidang kehidupan dalam Islam. Pilihan untuk
melakukan perubahan memalui pendidikan juga dilakukan oleh umat Islam di Indonesia.[3]
Dengan pendidikan yang baik akan membawa masyarakat kepada sikap ingin maju dan
berkembang secara teratur. Demikian juga dengan bangsa Indonesia yang selama masa
penjajahan terpuruk di segala bidang, akan tetapi bangsa Indonesia bangkit kembali akibat proses
pendidikan yang mereka terima.
Perkembangan pendidikan Islam di Indonesia dipengaruhi oleh banyaknya para santri yang telah
mengecap pendidikan formal yang lebih tinggi bai didalam maupun luar negeri dan adanya
proses dakwah yang baik di masjid. Dapat dipahami bahwa proses pembaharuan pendidikan di
Indonesia berawal dari kegiatan-kegiatan dakwah dan majlis talim yang ada di masjid. Hal ini
memberi kesan bahwa masyarakat secara tidak langsung membentuk sebuah wadah yang pada
akhirnya menjadi gerakan untuk melakukan pembaharuan. Diantara pembaharuan di bidang
pendidikan adalah dengan di bentuknya madrasah sebagai lembaga alternatif pendidikan Islam di
Indonesia yang sudah ada, seperti pesantren dan sekolah-sekolah yang didirikan oleh kolonial
Belanda.

1. B. Madrasah pada masa pra dan pasca kemerdekaan
1. Eksistensi madrasah Diniyah ditengah pertarungan kepentingan
Sejak masuknya Islam ke Indonesia, pendidikan Islam telah berlangsung dimulai dari kontak
pribadi maupun kolektif antara muballig (pendidik) dengan peserta didiknya. Masjid merupakan
lembaga pendidikan Islam pertama yang muncul disamping rumah tempat kediaman para ulama
maupun muballig. Setelah itu muncullah lembaga-lembaga pendidikan Islam lainnya seperti
pesantren, dayah dan surau. Inti dari materi pendidikan pada masa awal tersebut adalah ilmu-
ilmu agama yang dikonsentrasikan dengan membaca kitab-kitab klasik. Pendidikan Islam yang
sedemikian rupa sangat kontras dengan pendidikan Barat yang dibangun oleh pemerintah
kolonial. Pendidikan kolonial ini bersifat sekuler, tidak mengajarkan sama sekali ilmu agama di
sekolah pemerintah. Begitu pula sebaliknya, pendidikan Islam di masa itu tidak mengajarkan
sama sekali ilmu-ilmu umum. Kenyataan ini membuat terpolanya pendidikan di Indonesia pada
ketika ini dengan dua sistem yang saling kontras tersebut.
Demikanlah sejak permulaan abad 20 pendidikan Islam mulai mengembangkan satu model
pendidikan sendiri yang berbeda dan terpisah dari sistem pendidikan Belanda maupun sistem
pendidikan yang dilaksanakan oleh departemen pendidikan dan kebudayaan Indonesia. Dari sini
nampak, sebagaimana Mahmud Yunus (1979) melihat, bahawa sistem pendidikan umum di
Indonesia, bukanlah muncul akibat penyesuaiannya dengan sistem pendidikan Islam tradisonal.
Sebaliknya sistem pendidikan Islam yang pada akhirnya lama kelamaan akan menyesuaikan diri
dan masuk ke dalam sistem pendidikan umum.
Kemunculan institusi madrasah pada paruh berikutnya yang dipelopori oleh beberapa ulama
seperti Abdullah Ahmad, Zainuddin Labay el-Yunusi (1890-1924), KH. Ahmad Dahlan, KH.
Hasyim Asyari serta beberapa ulama dan tokoh sesudahnya yang tersebar di nusantara
merupakan fenomena baru dalam transformasi pendidikan pada masa itu. Selain kerana faktor
internal dan eksternal bangsa Indonesia juga diupayakan agar madrasah boleh menjadi
penghubung wujudnya integrasi atau kesepaduan dua pola bentuk pendidikan (dualisme) yang
berlawanan (Hasbullah, 1995).

1. Mendapat pengakuan pemerintah dan problematikanya
Madrasah mengalami perubahan yang cukup mendasar saat lahir Kepres No 34 tahun 1972,
kemudian diperkuat dengan Inpres No 15 tahun 1974, dan secara operasional tertuang dalam
SKB menteri agama, menteri P7K, dan menteri dalam negeri No 6 tahun 1975. Semua aturan itu
menggariskan bahwa madrasah di semua jenjang mempunyai posisi yang sama dengan sekolah
umum. Untuk itu kurikulum madrasah diharuskan memuat alokasi waktu 70 persen untuk mata
pelajaran umum dan 30 persen untuk pelajaran agama. Kemudian pada 1984 dikeluarkan SKB
menteri agama dan menteri pendidikan tentang pengaturan pembakuan kurikulum sekolah umum
dan kurikulum madrasah. Di situ antara lain disinggung soal pengakuan kesetaraan mutu lulusan
madrasah dengan sekolah umum. Pemerintah mengakomodasi madrasah sebagai salah satu
model pembelajaran di Indonesia sekaligus mengakhiri ketidakpastian posisi madrasah dalam
sistem pendidikan nasional. Dalam tataran praksis, madrasah gagasan pemerintah ini
diproyeksikan sebagai sekolah umum berciri khas agama di mana kandungan ilmu agama hanya
menjadi bagian kecil dari keseluruhan kurikulum yang ada. Kebijakan ini terkait realitas bahwa
sistem pendidikan madrasah yang berkembang di pesantren dengan capaian yang sangat spesifik
dinilai tidak mampu memenuhi semua kebutuhan dan tuntutan zaman yang semakin kompleks.
Sedangkan di tingkat akar rumput, civitas madrasah merasakan bahwa pemerintah telah cukup
lama bersikap diskriminatif terhadap madrasah. Departemen Agama sering kesulitan menyikapi
keluhan masyarakat yang di satu sisi masih menginginkan pembelajaran model madrasah, namun
di sisi lain dihadapkan pada kondisi madrasah yang memprihatinkan. Kata diskriminasi yang
dipakai civitas madrasah, menurut penulis, salah satunya adalah dipicu oleh alokasi anggaran
yang tidak proporsional antara madrasah dan sekolah umum.
Kebanyakan madrasah, terutama swasta, mengalami kesukaraan dalam prasarana dan sarana,
keterbatasan jumlah tenaga kependidikan dan kemampuan yang kurang memadai dalam
memberikan imbalan kepada tenaga kependidikannya. Dari sini muncul kecenderungan
pragmatisma dalam penugasan guru mata pelajaran dan tenaga kependidikan lain. Banyak tenaga
pendidikan yang menjalankan tugas tidak sesuai dengan bidang keahlian dan pengalamannya di
dunia pendidikan. Akibatnya, mutu pendidikan madrasah makin tertinggal. Dalam kondisi
demikian, kesiapan dan kelayakan madrasah dalam meningkatkan mutu pendidikan tampaknya
patut dipertanyakan akibat adanya dikotomi diatas.
Abdul Rachman Shaleh (2005) menyatakan bahawa pelaksanaan tugas pendidikan di
Departemen Agama dianggap sebagai sumber terjadinya dualisme pendidikan di Indonesia. Hal
tersebut disedari sebagai akibat politik pendidikan di masa penjajahan Belanda yang
mendikotomikan antara sistem pendidikan Barat yang bersifat umum dan sekular dengan
pendidikan Agama yang eksklusif dan bersifat ukhrawi. Perundang-undangan tentang sistem
pendidikan jelas memberi peluang terjadinya dualisme pendidikan. Pasal 10 ayat (2) undang-
undang No. 4 tahun 1954 menyatakan bahawa belajar di sekolah agama yang mendapat
pengakuan dari kementerian agama dianggap telah memenuhi kewajiban belajar. Demikian pula
sebagaimana yang tertulis dalam substansi Undang-Undang No. 2 tahun 1989 tentang sistem
pendidikan nasional dan peraturan pelaksanaannya juga memberikan pengakuan dan keberadan
madrasah dan pendidikan keagamaan sebagai bagian dalam kesatuan sistem pendidikan nasional.

1. Penggeseran Pendidikan Diniyah Di Indonesia
Dalam konteks pendidikan nasional Indonesia, sistem Madrasi Salafiyah belum mendapatkan
pengakuan dari pemerintah sehingga para lulusannya tidak mendapatkan pengakuan dan
melanjutkan ke pendidikan umum yang sederajat. Upaya memecahkan persoalan ini, sejak
tanggal 24 maret 1975, madrasah memiliki dasar juridis yang kuat dengan lahirnya SURAT
KEPUTUSAN BERSAMA TIGA MENTERI; Menteri Agama, Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan, dan Menteri Dalam Negeri tahun 1975 yang memiliki tujuan untuk meningkatkan
mutu pendidikan pada Madrasah dengan cara melakukan perubahan kurikulum Madrasah yang
berbanding 30% ilmu agama dan 70% pengetahuan umum. Dengan demikian secara legal dan
formal ada pengakuan dari pemerintah bahwa ijazah dan lulusan madrasah memiliki nilai yang
sama dengan ijazah dan lulusan sekolah umum yang setingkat.
Dengan berlakunya SKB 3 Menteri diatas maka terjadi pula penggeseran dan perubahan dalam
skala masif (besar-besaran) di lingkungan madrasah diniyah baik yang ada di dalam dan di luar
pondok pesantren menjadi Madrasah Ibtidaiyah, Tsanawiyah, dan Aliyah. Perubahan ini, disatu
pihak dapat bermanfaat bagi peserta didik karena ada pengakuan bagi lulusannya; tetapi sangat
merugikan pada pendalaman ilmu-ilmu keislaman di Pondok Pesantren maupun di Madrasah
Diniyah. Sebab, dalam jangka panjang, kajian kitab-kitab kuning yang menjadi sumber ajaran-
ajaran Islam mulai tidak diminati oleh para santri, dan posisi Madrasah Diniyah menjadi
pelengkap (takmiliyah/sekunder). Di Jawa Timur pada tahun 1995 terjadi perubahan orientasi
belajar santri terhadap kajian keilmuan di pesantren dimana para santri yang mengkaji ilmu
keagamaan sebesar 51, 50% dan mengkaji ilmu keagamaan disertai ilmu pengetahuan dan
ketrampilan sebesar 48,50%. Tahun 1997 para santri yang belajar ilmu agama 33,20% dan
mengkaji ilmu agama disertai ilmu pengetahuan umum dan ketrampilan 66,80%. Pada tahun
2010 perlu dilakukan penelitian secara mendalam tentang minta santri terhadap kajian ilmu-ilmu
agama.

1. C. Dasar Penyelenggaraan Madrasah Diniyah
Baik pendidikan diniyah klasikal maupun pendidikan diniyah takmiliyah dalam konteks Sistem
Pendidikan Nasional termasuk kategori pendidikan nonformal. Dalam Sistem Pendidikan
Nasional, semua aktivitas pendidikan termasuk pendidikan diniyah merupakan sub-sistem dari
sistem pendidikan nasional. Apabila pendidikan diniyah akan ditempatkan sebagai pendidikan
formal, maka perlu diperhatikan dasar-dasar hukum sebagai berikut :
1. Undang-Undang RI Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
2. Undang-Undang RI Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen
3. Peraturan Pemerintah RI Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan
4. Peraturan Pemerintah RI Nomor 55 Tahun 2007 Tentang Pendidikan Agama dan
Pendidikan Keagamaan
5. Peraturan Pemerintah RI Nomor 74 Tahun 2008 Tentang Guru
6. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor 72 Tahun 2006 Tentang Standar Isi
Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah
7. Peraturan Menteri Pendidikan Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Kompetensi Lulusan
Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah
8. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor 24 Tahun 2006 Tentang Pelaksanaan
Pendidikan No. 22 dan 23 Tahun 2006
9. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor 16 Tahun 2007 Tentang Standar
Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru.

1. D. Penyelenggaraan Pendidikan Diniyah Di Masa Depan
Dewasa ini,dunia ditandai oleh perubahan-perubahan yang sangat cepat dan bersifat global. Hal
itu diakibatkan oleh perkembangan ilmu dan teknologi yang sangat cepat, terutama dalam bidang
komunikasi dan elektronika. Perkembangan dalam bidang ini telah mengakibatkan revolusi
informasi. Sejumlah besar informasi, hampir mengenai semua bidang kehidupan dan semua
tempat telah terhimpun, terolah, tersimpan, dan tersebarkan. yang setiap saat informasi tersebut
dapat diakses, dibaca, serta disaksikan oleh setiap orang, terutama melalui internet, media cetak,
dan televisi. Revolusi informasi telah mengakibatkan dunia menjadi semakin terbuka,
menghilangkan batas-batas geografis, administratifyuridis, politis, dan sosial budaya.
Masyarakat global, masyarakat teknologis, ataupun masyarakat informasi yang bersifat terbuka,
berubah sangat cepat dalam memberikan tuntutan, tantangan, bahkan ancaman-ancaman baru.
Pada abad sekarang ini, manusia-manusia dituntut berusaha tahu banyak (knowing much),
berbuat banyak (doing much), mencapai keunggulan (being exellence), menjalin hubungan dan
kerja sama dengan orang lain (being sociable), serta berusaha memegang teguh niai-niIai moral
(being morally). Manusia unggul, bermoral, dan pekerja keras inilah yang menjadi tuntutan
dan masyarakat global. Manusia-manusia seperti ini akan mampu berkompetisi, bukan saja
dengan sesama warga dalam suatu daerah,wilayah, ataupun negara, melainkan juga dengan
warga negara dan bangsa lainnya.

1. E. Standar Pendidikan Madrasah Diniyah
Pengembangan pendidikan diniyah dalam era globalisasi harus berpijak pada tiga pilar utama.
Pertama, pilar filosofis merupakan pilar yang dijadikan pijakan bahwa Pendidikan Diniyah
adalah Fardlu Ain untuk dipertahankan sebagai lembaga pendidikan Tafaqquh Fiddin melalui
sumber pembelajaran pada kitab-kitab kuning yang merupakan ide. cita-cita dan simbul
keagungan dari pondok pesantren. Kedua, pilar sosiologis adalah pilar yang dijadikan dasar
pemikiran bahwa pendidikan diniyah tidak berada dalam ruang kosong (vacuum space), tetapi ia
bagian dari sistem sosial yang lebih luas untuk memberikan layanan pendidikan sesuai dengan
kebutuhan dan tuntunan masyarakatnya. Pilar ini memerlukan refleksi secara mendalam agar
eksistensi pendidikan diniyah tidak sekedar sebagai pelengkap (supplement), tetapi diharapkan
madrasah diniyah menjadi pilihan utama (primer), bagi masyarakat dimana pada saatnya
pendidikan diniyah ini setara kualitasnya dengan satuan pendidikan lain. Terakhir, pilar yuridis
merupakan pilar bahwa pendidikan di Indonesia berlaku sistem pendidikan nasional, artinya,
jenis dan satuan pendidikan apapun harus tunduk pada regulasi pendidikan yang tertuang dalam
peraturan perundang-undangan pendidikan sebagimana dasar hukum diatas.
Standard Pendidikan Diniyah agar memiliki eksistensi yang mampu merespon perkembangan
global maka perlu adanya langkah-langkah strategis yang diambil oleh para pengelola
pendidikan diniyah yang menggabungkan antara yang tradisionalitas (kajian kitab-kitab kuning)
yang menjadi sumber spiritual para santri dengan modernitas (kajian-kajian keilmuan umum),
al-muhafadhotuala al-qadim al-shaleh wa al-akhdu al-jadidi al-ashlah yang mempersiapkan
para santri memiliki daya tahan dan daya suai terhadap tuntutan terhadap kebutuhan kehidupan
masyarakat global.
Dalam Ketentuan Umum Bab I Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nornor 19 Tahun 2005
tentang Standar Nasional Pendidikan dijelaskan bahwa yang dimaksud standar nasional
pendidikan adalah kr tleria mininal tentang sistim pendidikan di seluruh wilayah Hukum Negara
Kestuan Republik. Kriteria minimal diantaranya tentang pendidikan formal, pendidikan
nonforma, standar kompetensi lulusan,standar isi, standar pendidik dan tenaga pendidikan,
standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan serta kurikulum.
1. F. Standar Kelembagaan Madrasah Diniyah
1. Pendidikan Diniyah Dasar
1. Madrasah diniyah ula sederajat Madrasah Ibtidaiyah/Sekolah Dasar terdiri
atas 6 (enam) tingkat selama 6 (enam) tahun
2. Madrasah Diniyah Wustha sederajat madrasah tsanawiyah/sekolah
menengah pertama terdiri dari atas 3 (ayat) tingkat selama 3 (tiga) tahun
3. Pendidikan Diniyah Menengah
Madradah diniyah ulya sederajat madrasah aliyah/sekolah menengah atas yang terdiri atas 3
(tiga) tingkat selama 3 (tiga) tahun.

1. G. Standar Pendidikan Guru/Ustadz
1. Pendidikan Madrasah Diniyah Ula
1. Kualifikasi akademik pendidikan minimum diploma empat (D-IV) atau
sarjana (S1);
2. Latar belakang pendidikan tinggi di bidang pendidikan SD/MI,
kependidikan lain, atau psikologi.
3. Kompetensi profesional pendidik merupakan kemampuan guru dalam
pengetahuan bidang ilmu-ilmu keislaman yang ditulis para ulama timur-
tengah abad 8 dan seterusnya, yang lazim dinamakan Kitab Kuning (kitab
klasik)
4. Pendidik Madrasah Diniyah Wustho
1. Kualifikasi akademik pendidikan minimum Diploma empat (D-IV)
atau sarjana (S1)
2. Latar belakang pendidikan tinggi dengan program pendidikan yang
sesuai dengan pelajaran yang diajarkan
3. Kompetensi profesional pendidik merupakan kemampuan guru
dalam pengetahan bidang ilmu-ilmu keislaman yang ditulis para
ulama timur-tengah abad 9 dan seterusnya yang lazim dinamakan
Kitab Kuning (kitab klasik)
4. Pendidik Madrasah Diniyah Ulya
1. Kualifikasi pendidikan minimum diploma empat (D-IV)
atau sarjana (S1);
2. Latar belakang pendidikan tinggi dengan program
pendidikan yang sesuai dengan mata pelajaran yang
diajarkan
3. Kompetensi profesional pendidik yang merupakan
kemampuan guru dalam pengetahuan bidang ilmu-ilmu
keislaman yang ditulis para ulama timur-tengah abad 9 dan
seterusnya.

1. H. Standar Isi Madrasah Diniyah
1. Standar Isi Pendidikan Diniyah Dasar secara keseluruhan mencakup:
1. Kerangka dasar dan struktur kurikulum yang merupakan pedoman dalam
penyusunan kurikulum pada tingkat satuan pendidikan
2. Beban belajar bagi peserta didik pada satuan pendidikan dasar dan
menengah,
3. Kurikulum tingkat satuan pendidikan yang akan dikembangkan oleh
satuan pendidikan bedasarkan panduan penyusunan kuikulum sebagai
bagian tidak terpisahkan dari standar isi; dan
4. Kalender akademik untuk penyelenggaraan pendidikan pada satuan
pendidikan jenjang pendidiklan dasar dan menengah
Sedangkan Kerangka Dasar Kurikulum Madrasah Diniyah Dasar mencakup:
1. Kelompok mata pelajaran jenjang pendidikan Diniyah dasar dan menengah, meliputi;
a) Kelompok Mata Pelajaran Ilmu Keagamaan
b) Kelompok Mata Pelajaran Kewarganegaraan dan
c) Kelompok Mata Pelajaran Estetika

1. Struktur Kurikulum Madrasah Diniyah Ula
1. Struktur kurikulum Madrasah Diniyah Ula meliputi substansi pembelajaran yang
ditempuh dalam satu jenjang pendidikan selama enam tahun mulai kelas I sampai
kelas VI.
K O M P O N E N
KELAS DAN ALOKASI WAKTU
I II III IV V VI
A. MATA PELAJARAN

1 Ilmu Tauhid 2 4 4 4 6 6

2 Ilmu Fiqh 4 4 6 6 6 6

3 Qiraatu al-Quran/Ilmu Tajwid 4 4 4 6 6 6

4 Ilmu Akhlak 2 2 2 2 2 2

5 Tarikhu al-Islam - 2 2 2 2 2

6 Bahasa Arab 4 4 2 2 4 6

7 Sharaf 2 2 4 2 2 2

8 Nahwu - - 4 4 4 4

9 Pendidikan Kewarganegaraan 2 2 2 2 2 2

10 Bahasa Indonesia 4 4 4 4 4 4

11 Matematika 5 5 5 5 5 5

12 Ilmu Pengetahuan Alam 4 4 4 4 4 4
B. MUATAN LOKAL
13 Arab Pego 2 - - - - -
14 Imla 2 2 2 2 2 2
16 Tahajji Wa Tahsimul Al-Khal 2 2 2 2 2 2
Keterangan :
1. Arab Pego hanya disajikan di kelas I
2. Mata pelajaran umum merupakan kurikulum minimal.
3. Penyusunan kurikulum muatan lokal berdasar pada kebijaksanaan madrasah
diniyah masing-masing
Kitab-Kitab Maraji (Kitab-Kitab Sumber Mata Pelajaran)
NO
MATA PELAJARAN
ILMU ILMU
KEISLAMAN
KITAB - KITAB MARAJI (Pilihan)
KELAS I
1 Ilmu Tauhid Zadul Mubtadi Sullamud Diyanah Tauhid (tulisan)
2 Ilmu Akhlaq Alala Nadmul Akhlaq
3 Ilmu Fiqh Adzkarus Sholah Fasholatan Hidayatul Mubtadi
4 Qiraatu al-Quran Qiraati/Tartila/At-
Tartil/Iqro
Al-Qolam Annahdiyah/
Qurani
5 Tarikhu al-Islam Tarikh Nabi (pego)
6 Bahasa Arab Madarijut Talim
Lughat Arobiyah Juz 1

7 Tahajji wa Tahsinu al- Qawaidul Khot Juz 1 Tahsinul Khot
Khat
8 Arab Pego
KELAS II
1 Ilmu Tauhid Zadul Mubtadi Juz II
2 Ilmu Akhlaq al Muntakhabat Juz 1 Nadzmul Mathlab
3 Ilmu Fiqh Matan Safinatus Sholah Mabadi Juz 1
4 Qiraatu al-Quran Qirati al Qolam Iqra/Annahdiyah
5 Ilmu Tajwid Hidayatus Sibyan
6 Tarikhu al-Islam Tarikh Nabi (Pegon)
7 Bahasa Arab Madarijut Talim Lugat
Arobiyah Juz 2
Rosun Sirah
8 Tahsinu al-Khat Qawaidu al-Khot Tahsinu al-Khot
KELAS III
1 Ilmu Tauhid Aqidatul Awam Matan Ibrohim al
Bajuri
Sullamuddiyanah
2 Ilmu Akhlaq al Muntakhabat Juz 2 Tambihul Mutaallim Alala/washoya
3 Ilmu Fiqh Tuhfatul Mubtadiin Mabadi Juz 2
4 Qiraatu al-Quran Qisharul Mufassholat
5 Ilmu Tajwid Tuhfatul Athfal Tanwirul Qari Syifaul Jinan
6 Tarikhu al-Islam Khulashoh Nurul Yaqin
1

7 Bahasa Arab Madarijud durus al
Arobiyah Juz 1
Talimul Lughat al
Arobiyah
Mabadi Muhawarah
lil Athfal
8 Tahsinu al-Khat Qawaidul Khot Tahsinul Khot
9 Sharaf Amsilatut Tashrifiyah
Istilahi

KELAS IV
1 Ilmu Tauhid Tijanuddarori Aqidatul Islamiyah
2 Ilmu Akhlaq Taisirul Khollaq Akhlaqul
Banin/Banat

3 Ilmu Fiqh Safinatun Naja Mabadi Fiqhiyah Juz
3

4 Qiraatu al-Quran Juz Amma
(melanjutkan)

5 Ilmu Tajwid Nadzm Jazariyah
6 Tarikhu al-Islam Khulashah Nurul Yaqin
1

7 Ilmu Nahwu Al Awamil
8 Sharaf Amsilatut Tasrifiyah
(Lughowi)

9 Bahasa Arab Madarijud Durus al
Arobiyah 2

KELAS V
1 Ilmu Tauhid Khoridatul Bahiyah Aqidatul Islamiyah
2 Ilmu Akhlaq Tahliyah wattarghib Akhlaqul
Banin/Banat

3 Ilmu Fiqh Tanwirul Hija
4 Tarikhu al-Islam Khulasoh Nurul Yaqin
2

5 Ilmu Nahwu Matan al Ajurumiyah al Fushulul Fikriyah
6 Sharaf Al Maqsud
7 Bahasa Arab Madarijud Durus al
Arobiyah Juz 3

8 Imla Qawaidul Imla Qawaidurrosmiyah
KELAS VI
1 Ilmu Tauhid Jawahirul Kalamiyah Maslahul Abid
2 Ilmu Akhlaq Talimul Mutaallim Adabul Alim wal
Mutaallim

3 Ilmu Fiqh Sullamut Taufiq
4 Hadits Arbain Nawawi
5 Tarikhu al-Islam Khulashah Nurul Yaqin
3

6 Ilmu Nahwu Al Imrithi
7 Bahasa Arab Madarijud Durus al
Arobiyah Juz 4

8 Imla Qawaidul Imla Qawaidurrosmiyah

b. Struktur Kurikulum Madrasah Diniyah Wustho
Struktur kurikulum Madarasah Diniyah Wustho meliputi substansi pembelajaran yang ditempuh
dalam satu jenjang pendidikan selama tiga tahun mulai dari kelas VII sampai dengan IX. Standar
kurikulum disusun bedasarkan standar kompetensi lulusan dan standar kompetensi mata
pelajaran dengan ketentuan sebagai berikut;
Struktur Kurikulum Madrasah Diniyah Wustho disajikan sebagai berikut;

K O M P O N E N
KELAS DAN ALOKASI WAKTU
VII VIII IX
A. MATA PELAJARAN
1 Ilmu Tauhid 2 2 2
2 Ilmu Fiqh 4 4 4
3 Ilmu Tafsir 2 2 2
4 Tafsir 2 2 2
5 Hadits 2 2 2
6 Mustholah Hadits 2 2 2
7 Akhlaq 2 2 2
8 Bahasa Arab 3 3 2
9 Nahwu 4 4 4
10 Sharaf 2 2 2
11 Tarikh Islam 2 2 2
12 Pendidikan Kewarganegaraan 2 2 2
13 Bahasa Indonesia 4 4 4
14 Matematika 4 4 4
15 Ilmu Pengetahuan Alam 4 4 4
16 Bahasa Inggris 2 2 2

B. MUATAN LOKAL
17 Ushul Fiqh - - 2
18 Balaghah - - 2
19 Qowaidu Al- Fiqhiyyah - - 2
Keterangan;
1. Mata pelajaran umum bersifat kurikulum minimal.
2. Penyusunan kurikulum muatan lokal berdasar pada kebijaksanaan madrasah diniyah
masing-masing
Kitab-Kitab Maraji (Kitab-kitab kuning sumber mata pelajaran)

MATA PELAJARAN ILMU-ILMU
KEISLAMAN
KITAB KITAB MARAJI (Pilihan)
KELAS I
1 Ilmu Tauhid Al Jawahir Al Kalamiyah
2 Ilmu Fiqh Matan Taqrib
3 Akhlaq Adabud Dun-ya waddin, Mauidotul Muminin
4 Ilmu Tafsir Qowaid Asasiyah
5 Tafsir Al Jalalain
6 Hadits Bulugh Al Maram
7 Mustholah Hadits Qowaid Asasiyah Sayid Maliki
8 Bahasa Arab Talimul Lughah Al Arobiyah I Tamrinat
9 Nahwu Mutammimah
10 Shorof Al Maqsud
11 Tarikh Islam Durusud Tarikh al Islami dan Tarikhul Khulafa
12 Qowaid Al Fiqhiyyah Mabadi Awwaliyyah
KELAS II
1 Tauhid Jauhar At Tauhid
2 Fiqh Fath Al Qarib
3 Tafsir Al Jalalain
4 Hadits Bulugh Al Maram
5 Mustholah Hadits Minhah Al Mughits
6 Ilmu Tafsir Zubdah Al Itqan dan Takhbir
7 Bahasa Arab Talimul Lughah Al Arobiyah II Tamrinat
8 Nahwu Al Fiyah Ibnu Malik
9 Akhlaq Adabud Dunya waddin
10 Tarikh Islam Durusud Tarikh al Islami dan Tarikhul Khulafa
11 Qowaid Al Fiqhiyyah Mabadi Awwaliyyah
KELAS III
1 Tauhid Kifayah Al Awam
2 Fiqh Fath Al Qarib
3 Tafsir Al Jalalain
4 Hadits Bulugh Al Maram
5 Usul Fiqh Al Waraqat
6 Mustholah Hadits Taqrirat As Saniyah
7 Ilmu Tafsir Zubdah Al Itqan dan Takhbir
8 Bahasa Arab Talimul Lughah Al Arobiyah III Tamrinat
9 Balaghah Syarh Syaikh Yasin (nama kitab di cari)
10 Nahwu Al Fiyah Ibnu Malik
11 Akhlaq Adabud Dun-ya waddin
12 Tarikh Islam Durusud Tarikh al Islami dan Tarikhul Khulafa
13 Qowaid Al Fiqhiyyah Mabadi Awwaliyyah

c. Struktur Kurikulum Madrasah Diniyah Ulya
Struktur kurikulum Madrasah Diniyah Ulya meliputi substansi pembelajaran yang ditempuh
dalam satu jenjang pendidikan selama tiga tahun mulai dari kelas X sampai dengan XII.
Kurikulum disusun bedasarkan standar kompetensi mata pelajaran.
Struktur Kurikulum Madrasah Diniyah Ulya
K O M P O N E N
KELAS DAN ALOKASI WAKTU
I II III
A. MATA PELAJARAN
1 Tauhid 2 2 2
2 Fiqh 6 4 4
3 Usul Fiqh 4 4 2
4 Qowaidul Fiqhiyah 2 - -
5 Ulumul Quran - - 2
6 Tafsir 4 4 4
7 Hadits 4 2 4
8 Mustholah Hadist 2 2 2
9 Tasawuf - 2 4
10 Bahasa Arab - - 2
11 Balaghoh 4 2 2
12 Tarikh Tasyri 4 2 2
13 Pendidikan Kewarganegaraan 2 2 2
14 Bahasa Indonesia 4 4 4
15 Matematika 5 5 5
16 Ilmu Pengetahuan Alam 4 4 4
17 Seni dan Budaya 2 2 2
18 Bahasa Inggris 2 2 2
B. MUATAN LOKAL
1 Mantiq 2 2 -
2 Faraidi - 2 -
3 Ilmu Arudl - - 2
4 Thariqut Tadris - - 2
5 Falaq 2 2 2
Keterangan;
1. Mata pelajaran umum merupakan kurikulum minimal (standard)
2. Penyusunan kurikulum muatan lokal berdasar pada kebijaksanaan madrasah diniyah
masing-masing
Kitab-Kitab Maraji (Kitab-Kitab Kuning Sumber Mata Pelajaran)
MATA PELAJARAN ILMU-
ILMU KEISLAMAN
KITAB-KITAB PILIHAN
KELAS I
1 TAUHID Ummul Barohin
2 TAFSIR Jalalain dan Rowaiul Bayan 1
3 HADITS Jamius Soghir, Riyadus Sholihin dan Tajridus Shorih
4 USHUL FIQH Jamul Jawami, Lubbul Ushul dan Gayatul Wushul
5 MUSTHOLAH Tholatul Anwar, At-Taqrib Wat-Taisir dan Qowaidul Asasi
6 FIQH Fathul Muin, Minhajut Tholibin dan Nihayatuz Zain
7 TARIKH TASYRI Tarikh Wat-Tasyri dan Syariatullah Al Kholidah
8 BALAGHAH Jawahirul Maknun, Al Balaghatul Wadlihah dan Jawahirul
Balaghah
9
FALAQ
Fathul Rouf Al Mannan, Badiatul Mitsal, Durusul Falakiyah
dan Sullamun Nayyiroin
KELAS II
1 TAUHID Hushunul Hamidiyah
2 TAFSIR Jalalain (meneruskan) dan Rowaiul Bayan 2
3 HADITS Jamius Soghir, Bulughul Marom, Riyadhus Sholihin dan
Tajridis Shorih
4 USHUL FIQH Jamul Jawami, Ghayatul Wushul dan Lubbul Ushul
5 MUSTHOLAH Manhalul Lathif dan Ushulul Hadits
6 FIQH Fathul Muin, Minhajut Tholibin dan Nihayatul Zain
7 TARIKH TASYRI Tarikh WatTasyri dan Syariatullah Al Kholidah
8 BALAGHAH Jawahirul Maknun, Jawahirul Balaghah dan Al Balaghatul
Wadlihah
9 MANTIQ Idlohul Mubham dan Isaghuji
10 TASAWUF Syarhul Al-Hikam dan Al-Hikam
11
FALAQ
Fathul Rouf Al Mannan, Badiatul Mitsal, Durusul Falakiyah
dan Sullamun Nayyiroin
12 ILMU ARUDL Mukhtasorus Syafi dan Ahdas Sabil
13 FARAIDL Iddatul Faridl dan Matnur Rahabiyah
KELAS III
1 TAUHID Hushunul Hamidiyah
2 TAFSIR Jalalain dan Rowaiul Bayan 2
3 HADITS Jamius Shoghir, Riyadus Sholihin dan Tajridis Shorih
4 USUL FIQH Jamul Jawami, Ghayatul Wushul dan Lubbul Ushul
5 MUSTHOLAH Ushulul Hadits dan Ushulul Hadits
6 FIQH Fathul Muin, Mahalli dan Rohmatul Ummah
7 TARIKH TASYRI Tarikh Wat-Tasyri dan Syariatullah Al Kholidah
8 QOWAIDUL
FIQHIYAH Faroidul Bahiyah
9 BALAGHAH Jawahirul Maknun, Jawahirul Balaghah dan Al Balahghatul
Wadlihah
10 TASAWUF Syarhul Hikam, Iqodhul Himam, Al Madkhol Fi Ulumit
Tasawwuf dan Al-Hikam
11 ULUMUL QURAN Al Itqon, Zubdatul Itqon dan Mabahis fi Ulumil Quran
12 BAHASA ARAB Insya
13
FALAQ
Fathul Rouf Al Mannan, Badiatul Mitsal, Durusul Falakiyah
dan Sullamun Nayyiroin
14 FARAIDL Iddatul Faridl dan Matnur Rahabiyah

1. I. Paradigma Baru Madrasah Diniyah dalam perspektif Standar Nasional
Pendidikan (SNP)
1. Standar Isi
1. Paradigma Lama
- Materi berorientasi pada pemahaman referensi keagamaan klasik (kitab kuning) yang
berisikan materi kaidah kebahasaan; Nahwu Shorrof. Penalaran; mantiq, ushul fiqh. Fiqh,
Tauhid, Membaca Al-Quran dan Akhlaq
1. Paradigma Baru
- Materi Keagamaan pada paradigm lama, ditambahkan materi yang berorientasi kepada
merintis kemajuan daripada mengawetkan kemajuan
- Materi produktif, Life skill dan pengembangan diri
- Materi Pengetahuan alam dan eksakta serta materi moral dan kewarganegaraan
- Bersifat rekonstruksionis terhadap perubahan zaman dan berbasis multikultural
1. Standar Proses
1. Paradigma Lama
- Menggunakan teacher centered (berfokus kepada guru); Pembelajaran monolog satu arah
- Pembelajaran hanya dilaksanakan di kelas
1. Paradigma Baru
- Menekankan model pembelajaran modern berasas PAKEM
- Oreintasi proses pembelajaran (learning) dari pada mengajar (teaching); berorientasi pada
peserta didik
- Pembelajaran diorganisir dalam suatu struktur yang bersifat fleksibel
- Tidak bersifat monolog (teacher centered); Memperlakukan peserta didik sebagai individu
yang memiliki karakteristik khusus dan mandiri
1. Standar Kompetensi Lulusan
1. Paradigma Lama
- Membaca Al-Quran teks keagamaan klasik
- Pemahaman materi Fiqh dan Aqidah
1. Paradigma Baru
- Pengembangan peserta didik untuk mengembangkan materi
- Mengkontekstualkan Fiqh pada perkembangan zaman
- Handal dan terampil
1. Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan
1. Paradigma Lama
- Rekruitmen guru diambilkan dari kakak kelas
- Rangkap jabatan fungsi; Guru sekaligus tenaga administrative
- Belum bersertifikat
1. Paradigma Baru
- Diorientasikan Guru sebagai mediator ilmu pengetahuan
- Guru sudah bersertifikat, minimal S1
- Tenaga kependidikan dibekali keahlian administrasi
1. Standar sarana dan prasarana
1. Paradigma Lama
- Dicukupkan hanya pada kelas dan kantor
- Terkadang masih menggunakan system satu atap dan dilaksanakan di Masjid
1. Paradigma Baru
- Dilengkapi dengan perpustakaan, ruang praktek, ruang kelas, taman belajar
1. Standar Pengelolaan
1. Paradigma Lama
- Penerapan pengelolaan dengan meggunakan Manajemen berbais Sekolah (MBS)
- Perencaan sambil berjalan dan bersifat topdown, intruksi dari atasan
1. Paradigma Baru
- Mengaitkan proses pendidikan dengan kebutuhan masyarakat
- Menjalin kerjasama dengan sector lain; keluarga, sekolah, media massa dan dunia usaha
- Melibatkan wali murid dan masyarakat dalam perencanaan
- Bersifat partisipatif dan rekonstruksionis
1. Standar Pembiayaan
1. Paradigma Lama
- Biaya dari SPP murid melalui yayasa
- Tidak ada RAPB
1. Paradigma Baru
- Penyusunan RAPB di perencanaan awal tahun
- Pengembangan financial melalui usaha
1. Standar Penilaian
1. Paradigma Lama
- Penilaian didasarkan aspek kognitif
1. Paradigma Baru
- Penilaian didasarkan atas aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik
- Penilaian diatur oleh system, prosedur dan mekanisme
- Melibatkan masyarakat dalam penilaian kelembagaan.


BAB III
PENUTUP


1. A. Kesimpulan
2. Secara harfiah madrasah diartiakan sebagai tempat belajar para pelajar atau tempat untuk
memberikan pelajaran. Kata madrasah juga ditemukan dalam bahasa arab Hebrew atau
aramy yang berati membaca dan belajar atau tempat duduk untuk belajar. dari kedua
bahasa tersebut, kata madrasah mempunyai arti yang sama yaitu tempat belajar.
Sedangkan madrasah diniyah dilihat dari stuktur bahasa arab berasal dari dua kata
madrasah dan al-din. Kata madrasah dijadikan nama tempat dari asal kata darosa yang
berarti belajar. Jadi madrasah mempunyai makna arti belajar, sedangkan al-din dimaknai
dengan makna keagamaan. Dari dua stuktur kata yang dijadikan satu tersebut, madrasah
diniyah berarti tempat belajar masalah keagamaan, dalam hal ini agama Islam. Jadi
Madrasah Diniyah adalah lembaga pendidikan yang terfokus pada pendidikan Agama.

1. Sebagaimana terdapat dalam PP. No. 55 tahun 2007 pasal 15, bahwa madrasah diniyah
atau Pendidikan diniyah formal menyelenggarakan pendidikan ilmu-ilmu yang bersumber
dari ajaran agama Islam pada jenjang pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar,
pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.
Dalam pasal selanjutnya pasal 16 ayat ( 1 ) dan ( 2 ) dijelaskan bahwa pendidikan diniyah dasar
menyelenggarakan pendidikan dasar sederajat MI/SD yang terdiri atas 6 (enam) tingkat dan
pendidikan diniyah menengah pertama sederajat MTs/SMP yang terdiri atas 3 (tiga) tingkat.
Sedangkan untuk pendidikan diniyah tingkat menengah menyelenggarakan pendidikan diniyah
menengah atas sederajat MA/SMA yang terdiri atas 3 (tiga) tingkat.
Mengenai syarat-syarat menjadi peserta didik atau siswa dalam madrasah diniyah, telah di atur
dalam PP. No. 55 tahun 2007 pasal ( 1 ), ( 2 ), ( 3 ), dan ( 4 ) bahwa untuk dapat diterima sebagai
peserta didik pendidikan diniyah dasar, seseorang harus berusia sekurang-kurangnya 7 (tujuh)
tahun.akan tetapi dalam hal daya tampung satuan pendidikan masih tersedia maka seseorang
yang berusia 6 (enam) tahun dapat diterima sebagai peserta didik pendidikan diniyah dasar.
Kemudian untuk dapat diterima sebagai peserta didik pendidikan diniyah menengah pertama,
seseorang harus berijazah pendidikan diniyah dasar atau yang sederajat. Dan untuk dapat
diterima sebagai peserta didik pendidikan diniyah menengah atas, seseorang harus berijazah
pendidikan diniyah menengah pertama atau yang sederajat.
Mengenai kurikulum madrasah diniyah sendiri, dalam PP No. 55 tahun 2007 pasal 18 ayat ( 1 )
dan ( 2 ) dijelaskan bahwa madrasah diniyah dasar atau pendidikan diniyah dasar formal harus
wajib memasukkan muatan pendidikan kewarganegaraan ( PKn ), bahasa Indonesia ( BI ),
matematika, dan ilmu pengetahuan alam ( IPA ) dalam rangka pelaksanaan program wajib
belajar. Sedangkan Kurikulum pendidikan diniyah untuk tingkat menengah formal harus wajib
memasukkan muatan pendidikan kewarganegaraan ( PKn ), bahasa Indonesia ( BI ), matematika,
ilmu pengetahuan alam ( IPA ), serta seni dan budaya ( SB ). Pada PP. No. 55 tahun 2007 pasal
20 ( 1 ), ( 2 ), ( 3 ), dan ( 4 ) juga dijelaskan bahwa pendidikan diniyah pada jenjang pendidikan
tinggi dapat menyelenggarakan program akademik, vokasi, dan profesi berbentuk universitas,
institut, atau sekolah tinggi.
1. Sebagaimana lembaga pendidikan formal pada umumnya, dalam madrasah diniyah atau
pendidikan diniyah di akhir pendidikan juga dilakukan sebuah ujian yang bersifat
nasional atau ujian yang dilakukan seluruh indonesia. Ujian nasional pendidikan diniyah
dasar dan menengah diselenggarakan untuk menentukan standar pencapaian kompetensi
peserta didik atas ilmu-ilmu yang bersumber dari ajaran Islam. Mengenai ketentuan lebih
lanjut tentang ujian nasional pendidikan diniyah dan standar kompetensinya ditetapkan
dengan peraturan Menteri Agama dengan berpedoman kepada Standar Nasional
Pendidikan.

Anda mungkin juga menyukai