Anda di halaman 1dari 9

Tujuan pembelajaran / learning issues :

Demam campak (measles):

1. Definisi, etiologi dan faktor risiko campak.

2. Patofisiologi dan patogenesis (koplik’s spot, ruam).

3. Diagnosa (tanda dan gejala, pemeriksaan fisik, laboratorium dan serologi).

4. Penatalaksanaan campak.

5. Pencegahan, komplikasi dan prognosis.

6. Diagnosa banding.

Pertanyaan yang timbul dalam curah pendapat :

1. Apa itu demam campak dan apa yang bisa menyebabkan demam campak?

2. Bagaimana virus masuk ke dalam tubuh dan menyebabkan demam campak dan timbul
ruam?

3. Bagaimana dapat memastikan individu telah terkena campak?

4. Sekiranya seorang individu telah terkena campak, apakah pengobatan yang dapat
diberikan?

5. Jika belum terkena campak, bagaimana cara yang dapat dilakukan untuk mengelakkan
terkena campak?

6. Apakah prognosis dari demam campak dan apakah komplikasi bagi seorang yang
terkena campak?

7. Bagaimana membedakan demam campak dengan vericella, rubella dan roseola


infuntum serta beberapa penyakit diagnose banding yang lain?

Jawaban atas pertanyaan :

1. Demam campak adalah sejenis jangkitan virus yang banyak dijumpai pada anak-anak
dan sangat menular. Ia dapat disebarkan melalui batuk, bersin dan cairan yang terdapat
dalam ruam. Penyakit Campak (Rubeola, Campak 9 hari, measles) adalah suatu infeksi
yang sangat menular, yang ditandai dengan tanda prodormal seperti demam, batuk,
konjungtivitis (peradangan selaput ikat mata/konjungtiva) dan ruam kulit. Campak
adalah penyakit infeksi menular yang ditandai dengan 3 stadium, yaitu stadium kataral,
stadium erupsi dan stadium konvalesensi.

Penyebab campak adalah measles virus (MV), genus virus morbili, famili
paramyxoviridae. Virus ini menjadi tidak aktif bila terkena panas, sinar, pH asam, ether,
dan trypsin dan hanya bertahan kurang dari 2 jam di udara terbuka. Virus campak
ditularkan lewat droplet. Masa inkubasi adalah 10-14 hari sebelum gejala muncul. Virus

3
ini merupakan virus tipe RNA dan kekebalan terhadap campak diperoleh setelah
vaksinasi, infeksi aktif dan kekebalan pasif pada seorang bayi yang lahir ibu yang telah
kebal (berlangsung selama 1 tahun).

Orang-orang yang rentan terhadap campak adalah bayi berumur lebih dari 1 tahun, bayi
yang tidak mendapatkan imunisasi dari ibu atau hilang sebelum imunisasi rutin, remaja
dan dewasa muda yang belum mendapatkan imunisasi kedua, bayi yang
imunodefisiensi yang disebabkan oleh HIV atau AIDS, leukemia dan terapi
kortikosteroid, pergi ke kawasan endemic atau bersentuhan dengan orang yang dari
bagian endemic, malnutrisi, kehamilan dan defisiensi vitamin A.

2. Penularan infeksi terjadi karena menghirup percikan ludah penderita campak. Penderita
bisa menularkan infeksi ini dalam waktu 2-4 hari sebelum rimbulnya ruam kulit dan
selama ruam kulit ada. Virus masuk melalui droplet, menempel dan berbiak pada epitel
nasofaring. Virus ini masuk melalui saluran pernafasan terutama bagian atas, juga
kemungkinan melalui kelenjar air mata. Dua sampai tiga hari setelah invasi, replikasi
dan kolonisasi berlanjut pada kelenjar limfe regional dan terjadi viremia yang pertama.
Virus menyebar pada semua sistem retikuloendotelial dan menyusul viremia kedua
setelah 5-7 hari dari infeksi awal.

Adanya giant cells dan proses keradangan merupakan dasar patologik ruam dan infiltrat
peribronchial paru. Juga terdapat udema, bendungan dan perdarahan yang tersebar
pada otak. Kolonisasi dan penyebaran pada epitel dan kulit menyebabkan batuk, pilek,
mata merah (3 C : coryza, cough and conjuctivitis) dan demam yang makin lama makin
tinggi. Gejala panas, batuk, pilek makin lama makin berat dan pada hari ke 10 sejak
awal infeksi (pada hari penderita kontak dengan sumber infeksi) mulai timbul ruam
makulopapuler warna kemerahan. Virus dapat berbiak juga pada susunan saraf pusat
dan menimbulkan gejala klinik encefalitis. Setelah masa konvelesen pada turun dan
hipervaskularisasi mereda dan menyebabkan ruam menjadi makin gelap, berubah
menjadi desquamasi dan hiperpigmentasi. Proses ini disebabkan karena pada awalnya
terdapat perdarahan perivaskuler dan infiltrasi limfosit.

Bercak koplik pada mukosa bukal pipi berhadapan dengan molar II terdiri dari eksudat
serosa dan proliferasi sel endotel serupa dengan bercak pada lesi kulit.
Bronkopneumonia dapat disebabkan oleh infeksi bakteri sekunder. Pada kasus
ensefalomielitis yang mematikan, terjadi demielinisasi pada daerah otak dan medulla
spinalis. Pada SSPE (Subacute Sclerosing Panencephalitis) dapat terjadi degenerasi
korteks dan substansia alba.

3. Diagnosis dibuat dari gambaran klinis, selama stadium prodormal, sel raksasa
multinuklear dapat ditemukan pada apusan mukosa hidung. Virus dapat diisolasi pada
biakan jaringan. Angka leukosit cenderung rendah dengan limfositosis relatif. Pungsi
lumbal pada penderita dengan ensefalitis campak biasanya menunjukkan kenaikan
protein dan sedikit kenaikan limfosit. Kadar glukosa normal. Bercak koplik dan
hiperpigmentasi adalah patognomonis untuk rubeola/campak.

4
Gejala Klinis

Stadium kataral (prodormal).

Stadium ini berlangsung selama 4-5 hari disertai gambaran klinis seperti demam,
malaise, batuk, fotopobia, konjungtivitis, dan coryza. Menjelang akhir dari stadium
kataral dan 24 jam sebelum timbul enantem, terdapat bercak koplik berwarna putih
kelabu sebesar ujung jarum dan dikelilingi oleh eritema. Lokasinya di mukosa bukal
yang berhadapan dengan molar bawah. Gambaran darah tepi leukopeni dan
limfositosis.

Stadium erupsi.

Coryza dan batuk bertambah. Timbul enantem atau titik merah di palatum durum dan
palatum mole. Kadang – kadang terlihat bercak koplik. Terjadi eritem bentuk
makulopapuler disertai naiknya suhu badan. Diantara macula terdapat kulit yang normal.
Mula-mula eritema timbul dibelakang telinga, bagian atas lateral tengkuk sepanjang
rambut dan bagian belakang bawah. Kadang-kadang terdapat perdarahan ringan pada
kulit. Rasa gatal, muka bengkak. Ruam mencapai anggota bawah pada hari ke 3, dan
menghilang sesuai urutan terjadinya.

Terdapat pembesaran kelenjar getah bening di sudut mandibula dan di daerah leher
belakang. Sedikit terdapat splenomegali, tidak jarang disertai diare dan muntah. Variasi
yang biasa terjadi adalah Black Measless, yaitu morbili yang disertai dengan perdarahan
di kulit, mulut, hidung, dan traktus digestivus.

Stadium konvalesensi.

Erupsi berkurang menimbulkan bekas yang berwarna lebih tua atau hiperpigmentasi
(gejala patognomonik) yang lama kelamaan akan hilang sendiri. Selain itu ditemukan
pula kelainan kulit bersisik. Hiperpigmentasi ini merupakan gejala patognomonik untuk
morbilli. Pada penyakit-penyakit lain dengan eritema atau eksantema ruam kulit
menghilang tanpa hiperpigmentasi. Suhu menurun sampai normal kecuali bila ada
komplikasi.

Langkah Diagnostik

Anamnesis.

Adanya demam tinggi terus menerus 38,50 C atau lebih disertai batuk, pilek, nyeri
menelan, mata merah dan silau bila kena cahaya (fotofobia), seringkali diikuti diare.
Pada hari ke 4-5 demam, timbul ruam kulit, didahului oleh suhu yang meningkat lebih
tinggi dari semula. Pada saat ini anak dapat mengalami kejang demam. Saat ruam
timbul, batuk dan diare bertambah parah sehingga anak mengalami sesak nafas atau
dehidrasi.

Pemeriksaan fisik.

5
Terjadinya eritema berbentuk makula-papula disertai menaiknya suhu badan. Ruam ini
muncul pertama pada daerah batas rambut dan dahi, serta belakang telinga kemudian
menyebar dengan cepat pada seluruh muka, leher, lengan atas dan bagian atas dada
pada sekitar 24 jam pertama. Selama 24 jam berikutnya ruam menyebar ke seluruh
punggung, abdomen, seluruh lengan, dan paha. Ruam umumnya saling rengkuh
sehingga pada muka dan dada menjadi confluent. Bertahan selama 5-6 hari. Suhu naik
mendadak ketika ruam muncul dan sering mencapai 40-40,5 °C. Penderita saat ini
mungkin tampak sangat sakit, tetapi dalam 24 jam sesudah suhu turun mereka pada
dasarnya tampak baik. Selain itu, batuk dan diare menjadi bertambah parah sehingga
anak bisa mengalami sesak nafas atau dehidrasi. Tidak jarang pula disertai muntah dan
anoreksia. Otitis media, bronkopneumonia, dan gejala-gejala saluran cerna, seperti
diare dan muntah, lebih sering pada bayi dan anak kecil. Kadang-kadang terdapat
perdarahan ringan pada kulit. Terjadi pembesaran kelenjar getah bening di sudut
mandibula dan di daerah leher belakang. Dapat pula terjadi sedikit splenomegali.

Ketika ruam mencapai kaki pada hari ke 2-3, ruam ini mulai menghilang dari muka.
Hilangnya ruam menuju ke bawah pada urutan yang sama dengan ketika ruam muncul.
Ruam kulit menjadi kehitaman dan mengelupas (hiperpigmentasi) yang akan
menghilang setelah 1-2 minggu. Hiperpigmentasi merupakan gejala yang patognomonik
untuk morbili.

Pemeriksaan penunjang.

Pada pemeriksaan darah didapatkan jumlah leukosit normal atau meningkat apabila ada
komplikasi infeksi bakteri. Pemeriksaan antibodi IgM merupakan cara tercepat untuk
memastikan adanya infeksi campak akut. Karena IgM mungkin belum dapat dideteksi
pada 2 hari pertama munculnya rash, maka untuk mengambil darah pemeriksaan IgM
dilakukan pada hari ketiga untuk menghindari adanya false negative. Titer IgM mulai
sulit diukur pada 4 minggu setelah muncul rash. Sedangkan IgG antibodi dapat dideteksi
4 hari setelah rash muncul, terbanyak IgG dapat dideteksi 1 minggu setelah onset
sampai 3 minggu setelah onset. IgG masih dapat ditemukan sampai beberapa tahun
kemudian. Virus measles dapat diisolasi dari urine, nasofaringeal aspirat, darah yang
diberi heparin, dan swab tenggorok selama masa prodromal sampai 24 jam setelah
timbul bercak-bercak. Virus dapat tetap aktif selama sekurang-kurangnya 34 jam dalam
suhu kamar.

Pemeriksaan yang perlu dilakukan jika disertai komplikas seperti ensefalopati


(pemeriksaan cairan serebrospinalis, kadar elektrolit darah, dan analisis gas darah),
enteritis (feses lengkap), bronkopneumonia (pemeriksaan foto dada dan analisis gas
darah).

Pemeriksaan imaging yang dapat dilakukan pemeriksaan foto dada (chest radiograph)
seringkali menunjukkan gambaran hyperinflation, perihilar infiltrates, atau parenchymal
patchy, fluffy densities. Konsolidasi sekunder atau efusi dapat juga terlihat (visible).

6
4. Pengobatan campak adalah secara simtomatik yaitu antipiretika bila suhu tinggi,
sedativum, obat batuk dan memperbaiki keadaan umum. Tindakan lain adalah
pengobatan segera terhadap komplikasi yang timbul.

Diberikan sedatif, antipiretik untuk demam tinggi, tirah baring dan masukan cairan yang
cukup. Penderita harus dilindungi dari kontak dengan cahaya yang kuat selama masa
fotofobia. Adanya komplikasi seperti ensefalitis, SSPE, bronkopneumonia pada setiap
kasus harus dinilai secara individual.

Terapi vitamin A untuk anak-anak dengan campak di negara-negara berkembang


terbukti berhubungan dengan penurunan angka kejadian morbiditas dan mortalitas.
Dosis 6 bulanhingga 1 tahun adalah sebanyak 100.000 IU per oral sebagai dosis
tunggal dan sekiranya anak umur lebih 1 tahun diberikan vitamin A dosis 200.000 IU per
oral sebagai dosis tunggal. Ulangi dosis hari berikutnya dan minggu ke-4 bila didapatkan
keluhan oftalmologi sehubungan dengan defisiensi vitamin A.

Antivirus seperti ribavirin (dosis 20-35 mg/kgBB/hari i.v) telah dibuktikan secara in vitro
terbukti bermanfaat untuk penatalaksanaan penderita campak berat dan penderita
dewasa yang immunocompromissed. Namun penggunaan ribavirin ini masih dalam
tahap penelitian dan belum digunakan untuk penderita anak.

Sekiranya demam campak semakin buruk, indikasi rawat inap adalah ditemukan
hiperpireksia (suhu > 39,00 C), dehidrasi, kejang, asupan oral sulit, atau adanya
komplikasi.

Apabila campak telah sampai ke tahap terjadi komplikasi, pengobatan yang diberi
berdasarkan komplikasi seperti ensefalopati/ensefalitis; Antibiotika (Kloramfenikol 75
mg/Kg berat badan/hari dan ampisilin 100 mg/Kg berat badan/hari selama 7-10 hari.)
bila diperlukan, antivirus dan lainya sesuai dengan PDT ensefalitis. Kortikosteroid
[deksametason 1 mg/Kg berat badan/hari sebagai dosis awal; dilanjutkan 0,5 g/Kg berat
badan/hari dibagi dalam 3 dosis hingga kesadaran membaik (bila pemberian lebih dari 5
hari dilakukan tappering off)] bila diperlukan sesuai dengan PDT ensefalitis. Kebutuhan
jumlah cairan disesuaikan dengan kebutuhan serta koreksi terhadap gangguan elektrolit.

Pengobatan untuk bronkopneumonia pula adalah dengan pemberian antibiotika


(Kloramfenikol 75 mg/Kg berat badan/hari dan ampisilin 100 mg/Kg berat badan/hari
selama 7-10 hari.) sesuai dengan PDT pneumonia. Oksigen (2 liter/menit) nasal atau
dengan masker. Koreksi gangguan keseimbangan asam-basa, gas darah dn elektrolit.

Enteritis ditangani dengan mengkoreksi dehidrasi sesuai derajat dehidrasi. Pada kasus
campak dengan komplikasi bronkhopneumonia dan gizi kurang perlu dipantau terhadap
adanya infeksi TB laten. Pantau gejala klinis serta lakukan uji Tuberkulin setelah 1-3
bulan penyembuhan. Pantau keadaan gizi untuk gizi kurang/buruk.

5. Pencegahan yang dapat dilakukan adalah seperti imunisasi dan isolasi. Imunisasi
campak termasuk dalam program imunisasi nasional sejak tahun 1982, angka cakupan

7
imunisasi menurun < 80% dalam 3 tahun terakhir sehingga masih dijumpai daerah
kantong risiko tinggi transmisi virus campak.

Imunisasi aktif.

Imunisasi campak awal dapat diberikan pada usia 12-15 bulan tetapi mungkin diberikan
lebih awal pada daerah dimana penyakit terjadi (endemik). Imunisasi aktif dilakukan
dengan menggunakan strain Schwarz dan Moraten. Vaksin tersebut diberikan secara
subcutan dan menyebabkan imunitas yang berlangsung lama. Dianjurkan untuk
memberikan vaksin morbili tersebut pada anak berumur 10 – 15 bulan karena sebelum
umur 10 bulan diperkirakan anak tidak dapat membentuk antibodi secara baik karena
masih ada antibodi dari ibu. Akan tetapi dianjurkan pula agar anak yang tinggal di
daerah endemis morbili dan terdapat banyak tuberkulosis diberikan vansinasi pada umur
6 bulan dan revaksinasi pada umur 15 bulan. Di Indonesia saat ini masih dianjurkan
memberikan vaksin morbili pada anak berumur 9 bulan ke atas.

Vaksin morbili tersebut dapat diberikan pada orang yang alergi terhadap telur. Hanya
saja pemberian vaksin sebaiknya ditunda sampai 2 minggu sembuh. Vaksin ini juga
dapat diberikan pada penderita tuberkulosis aktif yang sedang mendapat tuberkulosita.
Akan tetapi vaksin ini tidak boleh diberikan pada wanita hamil, anak dengan tuberkulosis
yang tidak diobati, penderita leukemia dan anak yang sedang mendapat pengobatan
imunosupresif.

Imunisasi pasif.

Imunisasi pasif dengan kumpulan serum orang dewasa, kumpulan serum konvalesens,
globulin plasenta atau gamma globulin kumpulan plasma adalah efektif untuk
pencegahan dan pelemahan campak. Campak dapat dicegah dengan menggunakan
imunoglobulin serum dengan dosis 0,25 mL/kg diberikan secara intramuskuler dalam 5
hari sesudah pemajanan tetapi lebih baik sesegera mungkin. Proteksi sempurna
terindikasi untuk bayi, anak dengan penyakit kronis dan untuk kontak dibangsal rumah
sakit anak.

Isolasi.

Penderita rentan menghindari kontak dengan seseorang yang terkena penyakit campak
dalam kurun waktu 20-30 hari, demikian pula bagi penderita campak untuk diisolasi
selama 20-30 hari guna menghindari penularan lingkungan sekitar.

6. Prognosis baik pada anak dengan keadaan umum yang baik, tetapi prognosis buruk bila
keadaan umum buruk, anak yang sedang menderita penyakit kronis atau bila ada
komplikasi.

Angka kematian kasus di Amerika Serikat telah menurun pada tahun-tahun ini sampai
tingkat rendah pada semua kelompok umur, terutama karena keadaan sosioekonomi
membaik.

8
Campak bila dimasukkan pada populasi yang sangat rentan, akibatnya bencana.
Kejadian demikian di pulau Faroe pada tahun 1846 mengakibatkan kematian sekitar
seperempat, hampir 2000 dari populasi total tanpa memandang umur.

Pada penyakit campak terdapat resistensi umum yang menurun sehingga dapat terjadi
alergi (uji tuberkulin yang semula positif berubah menjadi negatif). Keadaan ini
menyebabkan mudahnya terjadi komplikasi sekunder seperti:

Bronkopnemonia

Bronkopneumonia dapat disebabkan oleh virus campak atau oleh pneumococcus,


streptococcus, staphylococcus. Bronkopneumonia ini dapat menyebabkan kematian
bayi yang masih muda, anak dengan malnutrisi energi protein, penderita penyakit
menahun seperti tuberkulosis, leukemia dan lain-lain. Oleh karena itu pada keadaan
tertentu perlu dilakukan pencegahan.

Komplikasi neurologis

Kompilkasi neurologis pada morbili seperti hemiplegi, paraplegi, afasia, gangguan


mental, neuritis optica dan ensefalitis.

Encephalitis morbili akut

Encephalitis morbili akut ini timbul pada stadium eksantem, angka kematian rendah.
Angka kejadian ensefalitis setelah infeksi morbili ialah 1:1000 kasus, sedangkan
ensefalitis setelah vaksinasi dengan virus morbili hidup adalah 1,16 tiap 1.000.000
dosis.

SSPE (Subacute Scleroting panencephalitis)

SSPE yaitu suatu penyakit degenerasi yang jarang dari susunan saraf pusat. Ditandai
oleh gejala yang terjadi secara tiba-tiba seperti kekacauan mental, disfungsi motorik,
kejang, dan koma. Perjalan klinis lambat, biasanya meninggal dalam 6 bulan sampai 3
tahun setelah timbul gejala spontan. Meskipun demikian, remisi spontan masih dapat
terjadi. Biasanya terjadi pada anak yang menderita morbili sebelum usia 2 tahun. SSPE
timbul setelah 7 tahun terkena morbili, sedang SSPE setelah vaksinasi morbili terjadi 3
tahun kemudian.

Penyebab SSPE tidak jelas tetapi ada bukti-bukti bahwa virus morbilli memegang
peranan dalam patogenesisnya. Anak menderita penyakit campak sebelum umur 2
tahun, sedangkan SSPE bisa timbul sampai 7 tahun kemudian SSPE yang terjadi
setelah vaksinasi campak didapatkan kira-kira 3 tahun kemudian. Kemungkinan
menderita SSPE setelah vaksinasi morbili adalah 0,5-1,1 tiap 10.000.000, sedangkan
setelah infeksi campak sebesar 5,2-9,7 tiap 10.000.000.

9
Immunosuppresive measles encephalopathy

Didapatkan pada anak dengan morbili yang sedang menderita defisiensi imunologik
karena keganasan atau karena pemakaian obat-obatan imunosupresif.

7. Diagnosis banding penyakit campak yang perlu dipertimbangkan adalah vericella,


rubella, roseola infuntum, campak jerman, infeksi enterovirus, eksantema subitum,
meningokoksemia, demam skarlantina, penyakit riketsia dan ruam kulit akibat obat,
dapat dibedakan dengan ruam kulit pada penyakit campak.

Vericella.

Ruam yang dihasilkan adalah ruam vesicular dan gatal. Tidak ada bercak koplik dan
periode ruam adalah selama kurang lebih 5 hari.

Rubella.

Pada penyakit ini tidak ada bercak koplik, demam yang rendah dan pembesaran
kelenjar getah bening adalah gejala khusus.

Roseola infantum.

Tanda yang paling membedakan kedua penyakit ini adalah masa timbul ruam.pada
roseola infantum, ruam timbul setelah demam hilang.

Campak jerman.

Pada penyakit ini tidak ada bercak koplik, tetapi ada pembesaran kelenjar di daerah
suboksipital, servikal bagian posterior, belakang telinga.

Eksantema subitum.

Perbedaan dengan penyakit campak. Ruam akan timbul bila suhu badan menurun.

Infeksi enterovirus.

Ruam kulit cenderung kurang jelas dibandingkan dengan campak. Sesuai dengan
derajat demam dan berat penyakitnya.

Penyakit Riketsia.

Disertai batuk tetapi ruam kulit yang timbul biasanya tidak mengenai wajah yang secara
khas terlihat pada penyakit campak.

Meningokoksemia.

10
Disertai ruam kulit yang mirip dengan campak, tetapi biasanya tidak dijumpai batuk dan
konjungtivits.

Ruam kulit akibat obat.

Ruam kulit tidak disertai dengan batuk dan umumnya ruam kulit timbul setelah ada
riwayat penyuntikan atau menelan obat.

Demam skarlantina.

Ruam kulit difus dan makulopapuler halus, eritema yang menyatu dengan tekstur seperti
kulit angsa secara jelas terdapat didaerah abdomen yang relatif mudah dibedakan
dengan campak.

11

Anda mungkin juga menyukai