Anda di halaman 1dari 19

1

CEDERA KEPALA

A. Pengertian
Cidera kepala merupakan salah satu penyebab kematian utama pada
kelompok umur produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu
lintas. Tidak hanya berakibat pada tingginya angka kematian pada korban
kecelakaan. Justru, yang harus menjadi perhatian adalah banyaknya kasus
kecacatan dari korban kecelakaan. Khususnya, korban kecelakaan yang
menderita cedera kepala.
Trauma kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala,
tulang tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung
maupun tidak langsung pada kepala (Suriacdi & Rita Yuliani, 2001).

B. Etiologi
a. Trauma benda tajam
Menyebabkan cedera setempat dan menimbulkan cedera lokal. Kerusakan
lokal meliputi Contusio serebral, hematom serebral, kerusakan otak sekunder
yang disebabkan perluasan masa lesi, pergeseran otak atau hernia.
b. Trauma oleh benda tumpul dan menyebabkan cedera menyeluruh (difusi)
Kerusakannya menyebar secara luas dan terjadi dalam 4 bentuk : cedera
akson, kerusakan otak hipoksia, pembengkakan otak menyebar, hemoragi
kecil multiple pada otak koma terjadi karena cedera menyebar pada hemisfer
cerebral, batang otak atau kedua-duanya.
c. Etiologi lainnya:
- Kecelakaan kendraan bermotor, sepeda, atau mobil, jatuh
- kecelakaan saat berolahraga, anak dengan ketergantungan
- kecelakaan akibat kekerasan.

C. Patofisiologi
Suatu sentakan traumatic pada kepala menyebabkan cedera kepala.
Sentakan biasanya tiba-tiba dan dengan kekuatan penuh, seperti jatuh,
kecelakaan kendaraan bermotor, atau kepala terbentur. Jika sentakan
menyebabkan suatu trauma akselerasi-deselerasi atau coup-countercoup, maka
kontusio serebri dapat terjadi. Trauma akselerasi-deselerasi dapat terjadi
2

langsung dibawah sisi yang terkena ketika otak terpantul kearah tengkorak dari
kekuatan suatu sentakan (suatu pukulan benda tumpul, sebagai contoh), ketika
kekuatan sentakan mendorong otak terpantul kearah sisi berlawanan tengkorak,
atau ketika kepala terdorong kedepan dan berhenti seketika. Otak terus bergerak
dan terbentur kembali ke tengkorak (akselerasi) dan terpantul (deselerasi).
Cedera kepala menurut patofisiologi dibagi menjadi dua:
1. Cedera kepala primer
Akibat langsung pada mekanisme dinamik (acelerasi-decelerasi rotasi)
yang menyebabkan gangguan pada jaringan.
Pada cedera primer dapat terjadi:
a. Gegar kepala ringan
b. Memar otak
c. Laserasi
2. Cedera kepala sekunder
Pada cedera kepala sekunder akan timbul gejala, seperti:
a. Hipotensi sistemik
b. Hipoksia
c. Hiperkapnea
d. Udema otak
e. Komplikasi pernapasan
f. Infeksi/komplikasi pada organ tubuh yang lain

D. Cedera Kepala Menurut Penyebabnya
a. Trauma Tumpul
Kekuatan benturan akan menyebabkan kerusakan yang menyebar. Berat
ringannya cedera yang terjadi tergantung pada proses akselerasi deselerasi,
kekuatan benturan dan kekuatan rotasi internal. Rotasi internal dapat
menyebabkan perpindahan cairan dan perdarahan petekie karena pada saat
otak bergeser akan terjadi pergesekan antara permukaan otak dengan
tonjolan-tonjolan yang terdapat dipermukaan otak dengan tonjolan-tonjolan
yang terdapat di permukaan dalam tengkorak laserasi jaringan otak sehingga
mengubah integritas vaskuler otak.
b. Trauma Tajam
3

Disebabkan oleh pisau atau peluru, atau fragmen tulang pada fruktur tulang
tengkorak. Kerusakan tergantung pada kecepatan gerak (velocity) benda
tajam tersebut menancap ke kepala atau otak. Kerusakan terjadi hanya pada
area dimana benda tersebut merobek otak (lokal).
Obyek dengan velocity tinggi (peluru) menyebabkan kerusakan struktur otak
yang luas. Adanya luka terbuka menyebabkan risiko infeksi.
c. Coup dan Countracoup
d. Pada cedera coup kerusakan terjadi segera pada daerah benturan sedangkan
pada cedera contracoup kerusakan terjadi pada sisi yang berlawanan dengan
cedera coup.

E. Menurut Berat-ringannya Trauma
a. Cedera kepala ringan
Nilai GCS 13-15
Amnesia kurang dari 30 menit
Trauma sekunder dan trauma neurologis tidak ada
Kepala pusing beberapa jam sampai beberapa hari
b. Cedera kepala sedang
Nilai GCS 9-12
Penurunan kesadaran 30 menit-24 jam
Terdapat trauma sekunder
Gangguan neurologis sedang
c. Cedera kepala berat
Nilai GCS 3-8
Kehilangan kesadaran lebih dari 24 jam sampai berhari-hari.
Terdapat cedera sekunder, kontusio, fraktur tengkorak, perdarahan dan
hematoma intracranial.

F. Klasifikasi Cedera Kepala
a. Scalp wounds (trauma kulit kepala)
Kulit kepala harus diperiksa adakah bukti luka atau perdaragan akibat fraktur
tengkorak. Adanya objek yang berpenetrasi atau benda asing harus diangkat
atau ditutupi dengan kain steril, perawatan untuk tidak menekan area luka.
4

Laserasi pada kulit cenderung menyebabkan perdarahan hebat dan harus
ditangani dengan pengaplikasian penekanan langsung. Kegagalan
mengontrol perdarahan dapat menyebabkan terjadinya syok. Semenjak
beberapa laserasi tidak dapat dideteksi dengan mudah, periksa kulit kepala
dengan menggunakan sarung tangan, sisihkan rambut untuk memfasilitasi
inspeksi. Palpasi tengkorak dan catat adanya fragmen tulang. Jangan
memberikan tekanan pada tulang tengkorak atau jaringan otak yang tidak
stabil jika fraktur ditemukan, sejak jaringan otak dan area sekitarnya
dikelilingi oleh pembuluh-pembuluh darah dapat menyebabkan cedera lebih
lanjut.
Rambut disekitar laserasi kulit kepala harus dicukur dan luka dibersihkan,
didebridemen, dan diinspeksi keseluruhan areanya sebelum ditutup.
b. Fraktur tengkorak
Fraktur kalvaria (atap tengkorak) apabila tidak terbuka (tidak ada hubungan
otak dengan dunia luar) tidak memerlukan perhatian segera. Yang lebih
penting adalah keadaan intrakranialnya, fraktur tengkorak tidak memerlukan
tindakan pengobatan istimewa apabila ada fraktur impresi tulang maka
operasi untuk mengembalikan posisi.
Pada fraktur basis cranium dapat berbahaya terutama karena perdarahan
yang ditimbulkan sehingga menimbulkan ancaman terhadap jalan nafas.
Pada fraktur ini, aliran cairan spinal berhenti dalam 5-6 hari dan terdapat
hematom kacamata yaitu hematom sekitar orbita.
c. Komosio serebri (gegar otak)
Kehilangan kesadaran sementara (kurang dari 15 menit). Sesudah itu klien
mungkin mengalami disorientasi dab bingung hanya dalam waktu yang
relative singkat. Gejala lain meliputi : sakit kepala, tidak mampu
untukberkonsentrasi, gangguan memori sementara, pusing dan peka.
Beberapa klien mengalami amnesia retrograde. Kebanyakan klien sembuh
sempurna dan cepat, tetapi beberapa penderita lainnya berkembang kea rah
sindrompasca gegar dan dapat mengalami gejala lanjut selama beberapa
bulan. Penderita tetap dibawa ke RS, karena kemungkinan cedera yang lain.
d. Kontusio serebri
Kehilangan kesadaran lebih lama, dikenal juga dengan Diffuse Axonal Injury
(DAI), yang mempunyai prognosis lebih buruk.
5

e. Pendarahan intra cranial
Dapat berupa perdarahan epidural, perdarahan subdural, atau perdarahan
intracranial. Terutama perdarahan epidural dapat berbahaya karena
perdarahan berlanjut akan menyebabkan peningkatan tekanan intracranial
yang semakin berat.

G. Komplikasi
Komplikasi yang sering dijumpai dan berbahaya menurut Markam
(1999) pada cedera kepala meliputi:
a. Koma
Penderita tidak sadar dan tidak memberikan respon disebut koma. Pada
situasi ini secara khas berlangsung hanya beberapa hari atau minggu, setelah
masa ini penderita akan terbangun, sedangkan beberapa kasus lainnya
memasuki vegetatife state.
Walaupun demikian penderita masih tidak sadar dan tidak menyadari
lingkungan sekitarnya. Penderita pada vegetatife state lebih dari satu tahun
jarang sembuh.
b. Kejang/Seizure
Penderita yang mengalami cedera kepala akan mengalami sekurang-
kurangnya sekali kejang pada masa minggu pertama setelah cedera.
Meskipun demikian, keadaan ini berkembang menjadi epilepsy
c. Infeksi
Fraktur tulang tengkorak atau luka terbuka dapat merobekkan membran
(meningen) sehingga kuman dapat masuk infeksi meningen ini biasanya
berbahaya karena keadaan ini memiliki potensial untuk menyebar ke system
saraf yang lain.
d. Hilangnya kemampuan kognitif.
Berfikir, akal sehat, penyelesaian masalah, proses informasi dan memori
merupakan kemampuan kognitif. Banyak penderita dengan cedera kepala
mengalami masalah kesadaran.
e. Penyakit Alzheimer dan Parkinson.
Pada khasus cedera kepala resiko perkembangan terjadinya penyakit.
Alzheimer tinggi dan sedikit terjadi Parkinson. Resiko akan semakin tinggi
tergantung frekuensi dan keparahan cedera.
6

H. Manifestasi Klinis
a. Peningkatan TIK, dengan manifestasi sebagai berikut :
1) Trias TIK : penurunan tingkat kesadaran, gelisah/irritable, papil edema,
muntah proyektil.
2) Penurunan fungsi neurologis, seperti : perubahan bicara, perubahan
reaksi pupil, sensori motorik berubah.
3) Sakit kepala, mual, pandangan kabur (diplopia).
b. Fraktur tengkorak, dengan manifestasi sebagai berikut :
1) CSF atau darah mengalir dari telinga dan hidung.
2) Perdarahan dibelakang membrane timpani.
3) Periorbital ekhimosis.
4) Battles sign (memar di daerah mastoid).
c. Kerusakan saraf cranial dan telinga tengah dapat terjadi saat kecelakaan
terjadi atau kemudia dengan manifestasi sebagai berikut :
1) Perubahan penglihatan akibat kerusakan nervus optikus.
2) Pendengaran berkurang akibat kerusakan nervus auditory.
3) Hilangnya daya penciuman akibat kerusakan nervus olfaktoriuos.
4) Pupil dilatasi, ketidakmampuan mata bergerak akibat kerusakan nervus
okulomotor.
5) Vertigo akibat kerusakan otolith di telinga tengah.
6) Nistagmus karena kerusakan system vestibular.
d. Komosio serebri, dengan manifestasi sebagai berikut :
1) Sakit kepala-pusing.
2) Retrograde amnesia.
3) Tidak sadar lebih dari atau sama dengan 5 menit.
e. Kontusio serebri, dengan manifestasi sebagai berikut :
Terjadi pada injuri berat, termasuk fraktur servikalis :
1) Peningkatan TIK
2) Tanda dan gejala herniasi otak.
Kontusio serebri
Manifestasi tergantung area hemisfer otak yang kena. Kontusio pada
lobus temporal : agitasi, confuse, kontusio frontal : hemiparese, klien
sadar; kontusio frontotemporal : aphasia.
Tanda dan gejala tersebut reversible.
7

Kontusio Batang otak
- Respon segera menghilang dan pasien koma.
- Penurunan kesadaran terjadi berhari-hari, bila kerusakan berat.
- Pada system reticular terjadi comatose permanen.
- Pada perubahan tingkat kesadaran :
a) Respirasi : dapat normal/periodic/cepat.
b) Pupil : simentris konstriksi dan reaktif.
c) Kerusakan pada batang otak bagian atas pupis abnormal.
d) Gerakan bola mata : tidak ada.

I. Penatalaksanaan
a) Pre dan Intra hospital
Menurut Arifin (2012) tidak ada tindakan khusus yang dapat anda lakukan
terhadap penderit cedera kepala di tempat kejadian. Penting sekali melakukan
pemeriksaan cepat dan mengirim penderita ke pusat yang memiliki fasilitas yang
mampu menangani penderita cedera kepala sebelum sampai di rumah sakit antar
lain:
1. Bebaskan jalan nafas dan berikan oksigenasi yang baik. Otak tidak mampu
mentoleransi hipoksia, sehinggga kebutuhan oksigenasi adalah mutlak. Jika
penderita koma, harus dilakukan pemasangan intubasi endotrakheal. Hal ini
mencegah aspirasi dan memungkinkan oksigenasi serta ventilasi yang lebih
baik karena penderit cedera kepala cenderung mengalami muntah, persiapan
untuk immobilisasi log-roll terhadap penderita dan lakuakn suction pada
oropharynx, terutama jika tidak dipasang endotracheal tube.
2. Stabilisasi penderita dengan papan spine. Leher harus diimmobilisasi
dengan kollar kaku dan peralatan immobilisasi yang menjadi tumpuan
kepala
3. Lakukan pencatatan hasil pengamatan awal. Catat tekanan darah, respirasi
(frekuensi dan pola), pupil (ukuran dan reaksi terhadap cahaya), sensasi dan
aktifitas motorik spontan, juga catat nilai GCS. Jika penderita mengalami
hipotensi, curigai adanya perdarahan atau cedera spinal
4. Sering lakukan pengamatan ulang dan catat secara berurutan
5. Pasang dua infuse dengan iv catheter yang berukuran besar. Dahulu ada
pemikiran untuk membatasi cairan pada penderit cedera kepala. Sudah
8

dibuktikan bahwa bahaya terjadinya bengkak otak lebih sering disebabkan
oleh hipotensi dibandingkan pemberian cairan

Secara umum penatalaksanaan therapeutic pasien dengan trauma kepala adalah
sebagai berikut:
a. Observasi 24 jam
b. Jika pasien masih muntah sementara dipuasakan terlebih dahulu.
c. Berikan terapi intravena bila ada indikasi.
d. Pasien diistirahatkan atau tirah baring.
e. Profilaksis diberikan bila ada indikasi.
f. Pemberian obat-obat untuk vaskulasisasi.
g. Pemberian obat-obat analgetik.
h. Pembedahan bila ada indikasi.
Rencana Pemulangan :
1. Jelaskan tentang kondisi pasien yang memerlukan perawatan dan
pengobatan.
2. Ajarkan orang tua untuk mengenal komplikasi, termasuk menurunnya
kesadaran, perubahan gaya berjalan, demam, kejang, sering muntah, dan
perubahan bicara.
3. Jelaskan tentang maksud dan tujuan pengobatan, efek samping, dan reaksi
dari pemberian obat.
4. Ajarkan orang tua untuk menghindari injuri bila kejang: penggunaan sudip
lidah, mempertahankan jalan nafas selama kejang.
5. Jelaskan dan ajarkan bagaimana memberikan stimulasi untuk aktivitas
sehari-hari di rumah, kebutuhan kebersihan personal, makan-minum.
Aktivitas bermain, dan latihan ROM bila pasien mengalami gangguan
mobilitas fisik.
6. Ajarkan bagaimana untuk mencegah injuri, seperti gangguan alat
pengaman.
7. Tekankan pentingnya kontrol ulang sesuai dengan jadual.
8. Ajarkan pada orang tua bagaimana mengurangi peningkatan tekanan
intrakranial.


9

b) Farmokologi
1. Pemberian antibiotika bila ada luka,
2. Pemberian analgetik NSAID,
3. Pemberian sedatif/transquilizer bila diperlukan untuk memperbaiki
kenaikan TIK dan penenang.
4. Pemberian manitol untuk menurunkan TIK secara bolus 0,25-1
gram/kgBB, erum osmolaritas harus diperiksa bawah 320 mmol/l untuk
mencegah gagal ginjal.
5. Pemberian nutrisi dini secara bertahap yang harus tercapai untuk
kebutuhan total dalam waktu 7 hari setelah trauma, adalah 140% dari
kebutuhan basal pada pasien yang tidak dilumpuhkan dan yang
diberikan secara parenteral dan enteral, sedikitnya 15% dari asupan
energi harus mengandung protein.
6. Pemberian Gastric Mucosal Protector dan Acid Supressor Agent dengan
H2 Blocker dan pemberian PPI (proton Pump Inhibitrt) yang dapat
menurunkan insiden perdarahan gastrointestinal dan stress related
mucosal damage (SRMD)

J. Pemeriksaan Diagnostik
1) CT-Scan (dengan atau tanpa kontras)
Mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan, determinan ventrikuler, dan
perubahan jaringan otak. Catatan: Untuk mengetahui adanya infark/iskemia
jangan dilekukan pada 24 - 72 jam setelah injuri.
2) MRI
Digunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa kontras radioaktif.
3) Cerebral Angiography
Menunjukan anomali sirkulasi cerebral, seperti: perubahan jaringan otak
sekunder menjadi udema, perdarahan dan trauma.
4) Serial EEG
Dapat melihat perkembangan gelombang yang patologis
5) X-Ray
Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis
(perdarahan/edema), fragmen tulang.
6) BAER
10

Mengoreksi batas fungsi corteks dan otak kecil
7) PET
Mendeteksi perubahan aktivitas metabolisme otak
8) CSF, Lumbal Punksi
Dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan subarachnoid.
9) ABGs
Mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernapasan (oksigenisasi)
jika terjadi peningkatan tekanan intracranial.
10) Kadar Elektrolit: Untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat
peningkatan tekanan intrkranial.
11) Screen Toxicologi
Untuk mendeteksi pengaruh obat sehingga menyebabkan penurunan
kesadaran.





Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Perawatan penderita cedera kepala bisa sulit karena umumnya mereka jarang
kooperatif dan sering dibawah pengaruh alkohol atau obat. Sebagai penolong, anda
harus memberikan perhatian lebih untuk hal-hal detail dan jangan menyerah dengan
kesabaran karena penderita tidak kooperatif. Ingat selalu penilaian awal terhadap
setiap penderita mengikuti urutan sebagai berikut:
1) Lakukan pengamatan awal secara menyeluruh terhadap situasi penderita
sebagai awal pemerksaan anda
2) Bebaskan jalan nafas sejalan dengan stabilisasi servikal spinal dan lakukan
penilaian awal terhadap tingkat kesadaran
3) Penilaian pernafasan
4) Penilaian sirkulasi dan pengendalian perdarahan utama
5) Tentukan keputusan transportasi penderita dan intervensi kritikal
6) Lakukan penilaian sekunder
a. Tanda vital
11

b. Riwayat SAMPLE :
1) Symptoms (gejala),
2) Allergies,
3) Medications (obat-obatan),
4) Past medical history (penyakit lain),
5) Last oral intake (waktu makan atau minum yang terakhir),
6) Events preceding the accidents (kejadian atau keadaan sebelum
kecelakaan)
c. Pemeriksaan dari kepala sampai kaki
d. Pembalutan dan pembidaian lebih lanjut
e. Monitor lebih lanjut
7) Lakukan pemeriksaan ulang
Metode AVPU cukup adekuat:
a) A : pasien sadar
b) V : penderita bereaksi terhadap rangsang bunyi
c) P : penderita bereaksi terhadap rangsang nyeri
d) U : penderita tidak bereaksi
PRIMARY SURVEY
Pasien harus dipertahankan dalam keadaan berbaring, posisi netraPasien
harus dipertahankan dalam keadaan berbaring, posisi netral denganl
denganmenggunakan tehnik immobilisasi yang baik.menggunakan tehnik
immobilisasi yang baik.
A : Airway
Nilai jalan nafas sewaktu mempertahankan posisi tulang. Nilai jalan nafas
sewaktu mempertahankan posisi tulang leher. Membuat jalan leher. Membuat jalan
nafas bila diperlukan. Nafas bila diperlukan.
B : breathing
Menilai dan memberikan oksigenasi yang adekuat dan bantu. Menilai dan
memberikan oksigenasi yang adekuat dan bantuan ventilasi bila ventilasi bila
diperlukan diperlukan.
C : Circulation
Circulation bila terdapat hipotensi, harus dibedakan antara shock
hipovolumi. Bila terdapat hipotensi, harus dibedakan antara shock hipovolumik
darik darishock neurogenik. Shock neurogenik. Penggantian cairan untuk
12

menanggulangi hipovolemia. Penggantian cairan untuk menanggulangi
hipovolemia. Bila terdapat cedera medula spinalis, pemberian cairan harus dipBila
terdapat cedera medula spinalis, pemberian cairan harus dipandu dengan
monitoring CVP. Dengan monitoring CVP. Bila melakukan pemeriksaan colok
dubur sebelum memasang kateter, Bila melakukan pemeriksaan colok dubur
sebelum memasang kateter, harus dinilai kekuatan spinter serta sensasinya.dinilai
kekuatan spinter serta sensasinya.

D : Disability
Pemeriksaan neurologi singkat. Pemeriksaan neurologi singkat. Tentukan
tingkat kesadaran dan nilai pupil. Tentukan tingkat kesadaran dan nilai pupil.
Tentukan AVPU atau lebih baik GCS.Tentukan AVPU atau lebih baik GCS. Kenali
paralisis/paresis. Kenali paralisis/paresi



PEMERIKSAAN SEKUNDER
Setelah pemeriksaan primer lengkap dan tercatat, mulai dengan scalp dan
secara cepat serta hati-hati, lakukan pemeriksaan terhadap adanya cedera yang jelas
seperti laserasi atau depressed atau fraktur terbuka.ukuran luka sering salah
perkiraan karena luka tetutup oleh rambut yang kotor dan darah. Rasakan scalp
secara hati-hati untuk mencari adanya daerah yang tidak stabil pada tengkorak. Jika
tidak ditemukan anda dapat menempatkan balut tekan secara aman atau secara
langsung menekan balutan luka untuk menghentikan perdarahan.
Fraktur basis kranii dapat ditandai dengan perdarahan dari telinga atau
hidung, cairan bening keluar dari hidung, bengkak dan atau perubahan warna
dibelakang telinga (battles sign), dan atau bengkak dan perubahan warna pada
sekeliling kedua mata (raccoon eyes).
Pupil dikendalikan oleh sebagian nervus tiga. Nervus ini memiliki
perjalanan yang panjang dalam tengkorak dan mudah mengalami kompresi oleh
otak yang bengkak, jadi nervus ini dapat dipengaruhi oleh tekanan tinggi
intrakranial. Setelah cedera kepala, jika kedua pupil mengalami dilatasi dan tidak
bereaksi terhadap cahaya, penderita mungkin telah mengalami cedera batang otak
dan prognosisnya buruk. Jika pupil berdilatasi tetapi masih bereaksi terhadap
13

cahaya, cedera tersebut biasanya masih reversible, jadi setiap usaha untuk membuat
penderita segera tiba di tempat yang dapat mengobati cedera kepala, harus segera
dilakukan. Dilatasi pupil unilaterial yang masih reaktif terhadap cahaya mungkin
merupakan tanda awal peningkatan tekanan intrakranial. Dilatasi pupil unilateral
yang berkembang pada saat observasi anda merupakan keadaan yang sangat
emergensi dan membutuhkan transportasi segera.
Penyebab lain pupil yang berdilatasi, baik yang bereaksi terhadap cahaya
atau tidak, mencakup:
a) hipotermia,
b) tersambar petir,
c) anoksia,
d) cedera nervus optikus,
e) efek obat (seperti atropine),
f) atau cedera langsung pada mata.
Pupil yang mengalami dilatasi dan terfiksir memiliki makna pada cedera
kepala, hanya pada penderita dengan penurunan tingkat kesadaran. Jika penderita
memiliki tingkat kesadaran yang normal, dilatasi pupil bukan berasal dari cedera
kepala.
Kedipan kelopak mata sering ditemukan pada histeris. Penutupan kelopak
mata yang perlahan jarang ditemukan pada histeris. Jika batang otak masih baik,
mata akan tetap sinkron (conjugate gaze) saat kepala diputar ke kiri dan ke kanan.
Mata akan bergerak berlawanan arah dengan gerakan kepala. Karena keadaaan ini
menyerupai gerakan bola mata boneka saat digerakan, pemeriksaan ini
disebut refleks dolls eyes (refleks okulosefalik) Test ini tidak pernah dilakukan
terhadap penderita trauma yang mungkin mengalami cedera servikal, karena
memutar kepala dari sisi ke sisi lain dapat menyebabkan cedera spinal cord yang
irreversible.
Pemeriksaan reflek kedip (refleks kornea) dengan menyentuh kornea dan
atau dengan pemeriksaan reaksi terhadap nyeri pada penderita merupakan tehnik
yang tidak dapat dipercaya dan tidak penting untuk prehospital care.

EKSTREMITAS, lakukan pemeriksaan fungsi sensorik dan monorik pada
ekstremitas. Dapatkah penderita merasakan sentuhan pada tangan dan kaki? Jika
penderita tidak sadar, periksalah rangsang nyeri atau kaki menandakan penderita
14

secara kasar masih memiliki fungsi sensorik dan motorik yanga baik. Hal ini
biasanya menandakan fungsi kortikal masih normal atau sedikit terganggu
Baik postur dekortikasi (fleksi lengan dan ekstensi tungkai) maupun
deserebrasi (ekstensi lengan dan tungkai) merupakan tanda gangguan pada hemisfer
serebral atau cedera batang otak bagian atas. Kelumpuhan flaccid biasanya
menandakan cedera spinal cord.
Agar tetap konsisten dengan revised trauma score dan system scoring lain
yang digunakan dilapangan, anda harus terbiasa dengan GCS (Glasgow Coma
Scale), yang mudah digunakan, sederhana, dan memiliki nilai prognostik saat
mengevaluasi penderita. Pada penderita trauma, GSC 8 atau kurang menandakan
cedera kepala berat.
TANDA VITAL, Tanda vital sangat penting pada penderita cedera kepala.
Disebut sangat penting karena hal ini dapat menggambarkan perubahan tekanan
intrakranial. Anda harus melakukan observasi dan mencatat tanda vital yang
didapat selama survey sekunder dan setiap saat pemeriksaan ulang yang anda
lakukan.
a) Tekanan darah. pengkatan tekanan intrakranial menyebabkan peningkatan
tekanan darah. Sebab lain terjadinya hipertensi termasuk rasa takut dan nyeri.
Hypotensi yang berhubungan dengan cedera kepala biasanya disebabkan oleh
syok perdarahan atau spinal dan harus diatasi sebagai mana pada perdarahan.
Penderita cedera kepala tidak dapat mentoleransi hipotensi. Kejadian hipotensi
satu kali (tek.Darah < 90 mmHg) pada orang dewasa akan meningkatkan
mortalitas sebesar 150%. Berikan cairan IV untuk mempertahankan tekanan
darah sistolik 100-110 pada penderita cedera kepala
b) Nadi, peningkatan tekanan intrakranial menyebabkan denyut nadi menurun
c) Respirasi, peningkatan tekanan intrakranial menyebabkan frekuensi nafas
meningkat, turun, dan atau menjadi irregular. Pola nafas yang tidak teratur
menunjukan tingkat otak atau batang otak yang mengalami cedera sesaat
sebelum kematian penderita akan menglami respirasi yang cepat, disebut
hiperventilasi neurogenik sentral. Karena respirasi dipengaruhi banyak faktor
(seperti rasa takut, histeris, cedera thoraks, cedera spinal cord, diabetes),
kegunaannya sebagai indikator tidak sepenting tanda vital yang lain dalam
pengawasan perjalanan cedera kepala

15

Shock Cedera kepala dengan peningkatan tekanan
intracranial
Tekanan darah Menurun Meningkat
Nadi meningkat Menurun
Respirasi meningkat Bervariasi tetapi Umumnya menurun
Tingkat kesadaran Menurun Menurun

Glascow Coma Scale (GCS)
Untuk mendapatkan keseragaman dari penilaian tingkat kesadaran secara
kuantitatif (sebelumnya dilakukan penilaian kesadaran secara kualitatif seperti apatis,
somnolen, koma dan hasil pengukuran tidak seragam antara pemeriksa satu dengan
yang lain) maka dilakukan pemeriksaan dengan skala GCS, dimana ada 3 indkator yang
diperiksa yaitu reaksi mata, verbal dan motorik.
1. Reaksi membuka mata :
1. Membuka mata dengan spontan : 4
2. Membuka mata dengan rangsang suara : 3
3. Membuka mata dengan rangsang nyeri : 2
4. Tidak membuka mata dengan rangsang nyeri : 1
2. Reaksi verbal :
5. Menjawab dengan benar : 5
6. Bingung, disorientasi waktu, tempat dan ruang : 4
7. Keluar kata dengan rangsang nyeri : 3
8. Keluar suara tidak membentuk kata : 2
9. Tidak keluar kata dengan rangsang apapun : 1
3. Reaksi motorik :
10. Mengikuti perintah : 6
11. Melokalisir rangsang nyeri : 5
12. Menarik tubuh bila ada rangsang nyeri : 4
13. Reaksi fleksi abnormal dengan rangsang nyeri : 3
14. Reaksi ekstensi abnormal dengan rangsang nyeri : 2
15. Tak ada gerakan dengan rangsang nyeri : 1

16

Berdasarkan skala Glascow Coma Scale (GCS), maka cedera kepala dapat
dibagi menjadi 3 tingkat yaitu :
1. Cedera kepala ringan : GCS : 13-15
2. Cedera kepala sedang : GCS : 9-12
3. Cedera kepala berat : GCS : 3-8
Pada penderita yang tidak dapat dilakukan pemeriksaan maka penilaian
diberi label X. Misal pada kasus terdapat edema periorbital maka reaksi mata diberi
nila Ex, pada pasien aphasia maka reaksi verbal diberi nilai Vx sedang bila
penderita dilakukan tracheostomy ataupun dilakukan intubasi maka reaksi verbal
diberi nilai VT.

PENILAIAN ULANG
Setiap kali anda melakukan penilaian ulang, catatlah tingkat kesadaran,
ukuran pupil, dan reaksi pupil terhadap cahaya. Hal ini sejalan dengan keadaan vital
penderita akan memberikan informasi yang cukup untuk mengawali kondisi
penderita cedera kepala.

2. Diagnosa dan Rencana Tindakan
1) Gangguan rasa nyaman :nyeri local berhubungan dengan adanya edema
serebral dan hipoksia.
Kriteria :
Pasien tidak mengeluh nyeri
Hematom dan pembengkakan hilang/berkurang.
Pasien dapat beristirahat dengan tenang
Rencana Tindakan :
Kaji tipe, lokasi, dan durasi nyeri.
Jelaskan patofisiologi terjadinya rasa nyeri akibat dari cedera.
Batasi pergerakan pada daerah yang cedera.
Kaji perubahan intensitas nyeri.
Observasi tanda-tanda vital tiap 1-2 jam.
Ajarkan teknik relaksasi.
Berikan kompres dingin pada lokasi cedera.
Observasi perubahan perilaku terhadap perasaan tidak nyaman.
17

Kerjasama dengan tim kesehatan : pemberian obat-obat penghilang
nyeri.
2) Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema serebral dan
hipoksia.
Kriteria :
Kesadaran mulai membaik.
Pasien dapat mengingat kejadian sebelumnya.
Tanda-tanda vital dalam batas normal.
Pengisian kapiler 3-5 detik tidak ada pucat dan sianosis.
Rencana Tindakan :
Identifikasi factor penyebab penurunan perfusi serebral.
Observasi tanda-tanda vital tiap 1 jam.
Observasi pupil, pernapasan.
Berikan kompres dingin bila terjadi peningkatan suhu.
Observasi intake dan output, awasi intake tidak lebih dari 800 cc per 24
jam.
Tinggikan bagian kepala 15-45 derajat untuk mendorong drainage vena
dan mengurangi bendungan pada sereblar.
Anjurkan pasien bedrest total.
Kerjasama dengan tim kesehatan :
- Pemberian oksigen tambahan.
- Pemberian kortikosteroid untuk mengurangi edema.
- Pemberian Adona Sc 17 untuk memperkuat dinding pembuluh darah.
3) Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan b.d. perubahan fungsi neurologis
dan stress injuri.
Kriteria :
Serum albumin dalam batas normal.
Makanan dihabiskan oleh klien.
Rencana Tindakan :
Nilai peristaltic usus.
Kaji tanda-tanda mual/muntah.
Cek residu/isi lambung dengan memasang NGT.
Beri makan lunak kalau perlu makan cair/sonde.
18

Bila pasien puasa, kolaborasi untuk pemberian nutrisi per parenteral.















DAFTAR PUSTAKA

Krisanty, Paula dkk, (2011). Asuhan Keperawatan Gawat Darurat.
Jakarta. Trans Info Media
Suriadi & Rita Yuliani. 2001. Asuhan Keperawatan Pada Anak , Edisi I.
Jakarta : CV Sagung Seto












19



Penatalaksanaan lainnya:
1. Dexamethason/kalmethason sebagai pengobatan anti edema serebral, dosis
sesuai dengan berat ringannya trauma
2. Therapi hiperventilasi (trauma kepala berat). Untuk mengurangi vasodilatasi.
3. Pemberian analgetika
4. Pengobatan anti oedema dengan larutan hipertonis yaitu manitol 20% atau
glukosa 40 % atau gliserol 10 %.
5. Antibiotika yang mengandung barrier darah otak (penisilin).

Anda mungkin juga menyukai