Anda di halaman 1dari 35

Laporan Kasus:

Seorang Wanita 77 Tahun dengan Keluhan Nyeri


Pinggul Kiri
Kelompok VI


Dewi Fitriani (03009067) Wella Rusni (03010277)
Margo Sebastian (03009143) Muhammad Agrifian (03010188)
Jasmine Ariesta (03010139) Muhammad Dainul (03010189)
Jeffri Irtan (03010140) Shafa (03010252)
M Reza Adriyan (03010166) Sherhaniz Melissa A (03010253)
Made Ayundari P (03010167) R.Ifan Arif Fahrurozi (03010226)
Vivi Nurvianti (03010276) Rachel Aritonang (03010227)
Rachma Tia Wasril (03010228)

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
Jakarta, 20 April 2012

BAB I
PENDAHULUAN
Menopause yang biasanya terjadi pada wanita usia 40-an atau 50-an, secara dramatis
meningkatkan kecepatan keropos tulang, itulah yang menyebabkan osteoporosis pada
wanita cenderung lebih tinggi dibandingkan pria. Penyakit osteoporosis terjadi ketika
tubuh kehilangan tulang lebih cepat daripada yang dapat membentuk tulang baru.
Seiring waktu, ketidakseimbangan antara kerusakan tulang dan pembentukan
menyebabkan massa tulang menurun, sehingga patah tulang terjadi lebih mudah.
Empat puluh persen perempuan dan dua puluh lima persen pria di atas usia 50 akan
terkena patah tulang karena osteoporosis lansia dalam seumur hidup nya yang tersisa.
Lebih dari 2 juta fraktur (patah tulang) terjadi di Amerika Serikat setiap tahun dan
penyakit tulang osteoporosis ini dapat menyebabkan masalah kesehatan yang serius.
Seseorang yang terkena penyakit osteoporosis perlu latihan dan mendapatkan cukup
kalsium dan vitamin D untuk membantu menjaga tulang agar tetap kuat. Penderita
osteoporosis mungkin juga perlu mengkonsumsi obat untuk penyembuhan penyakit
osteoporosis, terutama osteoporosis pada lansia.
Siapa yang berisiko menderita penyakit osteoporosis? Menurut National Osteoporosis
Foundation (NOF), osteoporosis merupakan ancaman kesehatan masyarakat yang
utama selama lebih dari 44 juta orang Amerika atau 55 persen dari mereka yang telah
berumur 50 tahun atau lebih. Sekitar 10 juta orang di Amerika Serikat sudah memiliki
riwayat penyakit osteoporosis dan hampir 34 juta lebih memiliki massa tulang yang
rendah, menempatkan mereka pada risiko osteoporosis. Delapan puluh persen dari
mereka yang terkena dampak osteoporosis adalah perempuan.
(1)






BAB II
ANALISA KASUS
Identitas
Nama : Ny. Suyati
Usia : 77 tahun
Pekerjaan : Pensiunan Guru
Alamat : Jl. Sawo, Jakarta Selatan
Status : Menikah, 4 anak , 7 cucu
Keluhan Utama : Nyeri panggul kiri
Dari anamnesis didapatkan bahwa sekitar 2 jam yang lalu, nenek tersebut tersandung
karpet saat akan berjalan dari posisi duduk ke berdiri, sehingga kembali jatuh
terduduk di kursi. Menurut pasien pada saat jatuh benturan yang terjadi tidak keras.
Pada saat berusaha berdiri dari posisi tersebut, pasien merasa nyeri pada panggul kiri,
tetapi masih sanggup dengan menumpu pada kaki kiri. Beberapa waktu kemudian
nyeri dirasakan semakin berat, tungkai kiri terasa berat untuk digerakkan, panggul kiri
terasa kaku dan nyeri, sehingga pasien tidak dapat berdiri dan bertumpu pada panggil
kiri. Pasien mengaku sudah tidak mengalami menstruasi sejak 25 tahun yang lalu,
tidak memiliki kebiasaan merokok, tidak minum alcohol, tidak minum obat anti
alergi. Tidak melakukan olah raga teratur dan aktivitas paling banyak adalah nonton
TV di kamar.
Masalah Keterangan Hipotesa
Wanita, usia 77 tahun Faktor resiko osteoporosis

1. Osteoporosis
2. Osteoartritis
3. Tumor
4. Dislokasi art.coxae
Jatuh terduduk Faktor resiko trauma
seperti fraktur daerah
panggul, fraktur
acetabulum, maupun
disklokasi pada art.coxae
Nyeri pada panggul kiri Kemungkinan terjadi
fraktur atau dislokasi
makin kuat
5. Fr. acetabulum
6. Fr. Columna femuris
7. Osteokoliosis
Tidak menstruasi sejak 25
tahun lalu
Telah menopause. Makin
menguatkan adanya
osteoporosis karena
pengurangan kadar
estrogen
Tidak olahraga teratur Menguatkan resiko fraktur
karena jarang beraktivitas
yang sifatnya weight-
bearing
Aktivitas paling banyak
adalah menonton TV
Menguatkan resiko fraktur
karena jarang terkena sinar
matahari

Berdasarkan usia pasien yaitu 77 tahun, hipotesa yang mungkin adalah Osteoporosis,
Osteoarthritis, Osteoskoliosis dan Neoplasma.
Berdasarkan keluhan pasien yaitu nyeri panggul dan tidak bisa berjalan, hipotesa yang
mungkin adalah osteoporosis, dislokasi articulatio coxae, fraktur acetabulum, fraktur
columna femur, osteoarthritis dan neoplasma.
Dengan menggabungkan 2 aspek diatas maka hipotesa yang mungkin adalah
osteoporosis, dislokasi articulatio coxae, fraktur acetabulum, fraktur columna femuris,
osteoarthritis dan neoplasma. Osteoskoliosis dapat disingkirkan karena pada
osteoskoliosis keluhan nyeri seharusnya nyeri sekitar genitalia dan gluteus. Dan untuk
keluhan tidak bisa jalan tidak mendukung osteoskoliosis karena yang terjadi pada
osteoskoliosis adalah perubahan struktur vertebra, femur dan cruris dimana pasien
akan masih dapat berjalan dan tidak terasa nyeri.
Anamnesis tambahan
a. Riwayat Penyakit Sekarang
1. Apakah sebelum jatuh pernah merasakan nyeri yang sama?
2. Nyerinya bagaimana (menjalar, di satu titik, atau gimana) ?
3. Apakah ada kaku sendi pada pagi hari ?
4. Apakah ada pemendekan tinggi badan ?
5. Apakah nyeri tumpul/tajam ? Apabila tajam, dimana lokasi nyeri paling
hebat dirasakan ?
6. Apakah ada gangguan BAB / BAK ?
b. Riwayat Penyakit Dahulu ?
1. Apakah ada penyakit metabolik seperti DM?
c. Riwayat Penyakit Keluarga
1. Apakah ada anggota keluarga yang menderita Osteoporosis ?
d. Riwayat Kebiasaan
1. Asupan kalsiumnya bagaimana?
Pemeriksaan fisik
Status generalis :
Compos mentis, tidak tampak pucat, ekspresi wajah kesakitan saat
menggerakan panggul kiri.
Kesadaran yang compos mentis, menunjukan bahwa vaskularisasi darah ke
otak masih baik dan tidak terjadi tanda-tanda syok. Kemudian wajah yang
tidak pucat juga menandakan bahwa pasien tidak mengalami anemia,
sedangkan wajah kesakitan menandakan bahwa terdapat suatu jaringan
didaerah panggul kiri atau sekitarnya yang rusak, sehingga menimbulkan rasa
nyeri.
Tanda vital : tekanan darah : 130/85 mmHg, nadi: 100x/menit, suhu 36,5
0
c.
Pernapasan 16x/menit.
Tekanan darah agak sedikit meningkat berdasarkan JNC VII, hal ini
disebabkan oleh rasa nyeri yang amat sangat, sehingga memicu tubuh untuk
terjadinya peningkatan tekanan darah, dengan kompensasi nadi yang agak
lebih cepat hingga dalam batas atas, yaitu 100x/menit. Suhu tubuh pasien yang
normal, mengindikasikan bahwa pasien tidak terjadi inflamasi atau infeksi
kuman di tubuhnya.
BB 58 kg, TB 160 cm
Menurut Body Mass Index (BMI) = BB/TB
2 :
= 22,65
Hasil tersebut menunjukan bahwa pasien mengalami overweight. Hal ini
menyebabkan beban kerja otot dan tulang menjadi lebih berat untuk menumpu
berat badannya. Selain itu, kebiasaannya menonton tv juga memperlemah
kekuatan tulang pasien tersebut. Hal ini mendukung hipotesa osteoporosis.
Mata : tidak ikterik, tidak pucat
Hal ini menunjukan bahwa pasien tidak mengalami kelainan hati dan anemia
THT dan abdomen : dalam batas normal, fungsi jantung dan paru tidak ada
kelainan.
Menunjukan tidak ada penyakit penyerta yang terjadi pada pasien ini.
Status lokalis panggul
Look (inspeksi)
o Tampak Tungkai kiri lebih pendek
Kemungkinan adanya cum contraction yaitu pemendekan pada pasien,
hal ini terjadi akibat fraktur dimana tulang yang mengalami fraktur
mengalami aposisi dan masuk ke area tissue disekitarnya sehingga
sebagian tulang tersembunyi didalam tissue yang berdampak pasien
terlihat lebih pendek
o Posisi Kaki dalam keadaan Eksternal Rotasi
Kemungkinan adanya dislokasi caput femur ke arah posterolateral
o Bagian atas paha kiri tampak bengkak
Kemungkinan akibat dislokasi caput femur ke arah posterolateral,
sehingga bagian ujung atas tulang femur (trochanter mayor) menekan
daerah paha kiri atas sehingga terlihat bengkak di luar tubuh.
Hal ini menunjukan bahwa pasien mengalami kerusakan pada persendian
coxae. Terlihat pada posisi external rotasi dan bagian atas paha kiri yang
tambah bengkak. Selain itu, tidak terjadi kelainan pada regio lutut dan
pergelangan kaki. Posisi pasien dalam external rotasi menguatkan hipotesa
osteoporosis karena merupakan ciri-ciri dari fraktur yang diakibatkan
osteoporosis.
Feel (palpasi)
o Nyeri tekan pada area panggul kiri.
Nyeri tekan yang terjadi pada pasien menunjukan bahwa pasien
mengalami kerusakan pada jaringan di daerah panggul kiri.
Move (gerak)
o Gerak aktif ekstremitas inferior kanan dalam baras normal
o Pasien menolak menggerakan panggul kiri karena sangat sakit
sehingga tidak dilakukan pemeriksaan gerak pasif.
Kita tidak melakukan pemeriksaan gerak pasif karena takut akan
memperparah cedera (kemungkinan fraktur/dislokasi) pada pasien
tersebut, karena seperti keterangan pasien menolak menggerakan panggul
kirinya karena terasa sangat sakit.
Kesimpulan:
Berdasarkan anamnesis yang telah didapatkan bahwa pasien hanya tersandung dan
jatuh terduduk dengan benturan yang tidak keras, kemudian masih bisa berdiri sesaat
akan tetapi jatuh terduduk kembali karena nyeri pinggul yang amat sangat. Pada orang
normal, jatuh terduduk dengan benturan ringan tidak akan menimbulkan gejala.
Karena pada tulang yang sehat atau normal mempunyai kekuatan untuk menahan
beban seberat 250 kg. Oleh karena itu, dapat kita simpulkan bahwa pasien memiliki
kelainan pada tulangnya. Selain itu melihat usia yang sudah lanjut sangat mempunyai
resiko tinggi akan penyakit degenerative seperti osteoporosis.

Pemeriksaan lab
Densitas massa tulang berhubungan dengan kekuatan tulang dan risiko fraktur.
Berbagai penelitian menunjukkan peningkatan risiko fraktur pada densitas massa
tulang yang menurun secara progresif dan terus-menerus.
Densitometri tulang merupakan pemeriksaan yang akurat dan tepat untuk menilai
faktor prognosis, prediksi fraktur dan bahkan diagnosis osteoporosis. Berbagai
metode yang dapat digunakan untuk menilai densitas massa tulang adalah single-
photon absorptiometry (SPA) dan single-energy X-ray absorptiometry (SPX) lengan
bawah dan tumit; dual-photon absorptiometry (DPA) dan dual-energy X-ray
absorptiometry (DXA) lumbal dan proksimal femur; dan quantitative computed
tomography (QCT).
Pada pasien ini, jenis metode yang digunakan adalah dual-energy X-ray
absorptiometry (DXA).
Ada 3 bagian tulang yang diukur untuk menentukan diagnosis osteoporosis (Region
of Interest, ROI):
Tulang belakang (L1-L4)
Panggul
o Femoral neck
o Total femoral neck
o Trochanter
Lengan bawah (33% radius), bila:
o Tulang belakang dan atau panggul tak dapat diukur
o Hiperparatiroidisme
o Sangat obes
Nilai T-score sebagai patokan adalah: Normal : >-1, Osteopenia: <-1, Osteoporosis:
<-2,5 (tanpa fraktur) dan Osteoporosis berat: <-2,5 (dengan fraktur).
Pada vertebra nilai densitas tulang biasanya yang dilihat adalah nilai rata-rata densitas
tulang L1-L4 dan pada sendi panggul yang dihitung adalah columna femoris, segitiga
Ward, dan trochanter mayor.
Pada pemeriksaan BMD femur sinistra pasien ini, pada region columna femorisnya
didapatkan T-scorenya -2,4, pada region segitiga Ward didapatkan T-scorenya -3,0,
dan pada trochanter mayornya didapatkan T-scorenya -2,4. Total T-score pada femur
sinistra pasien ini adalah -2,7. Untuk mendapatkan hasil diagnosis osteoporosis pada
kasus ini maka kita harus melihat hasil T-score dari keseluruhan (total). Maka dapat
di simpulkan bahwa pasien memiliki osteoporosis berat karena hasil yang kurang dari
-2,5 dan terjadi fraktur pada colum femorisnya.
Pada pemeriksaan BMD vertebra L1-L4 pasien ini, pada region L1 didapatkan T-
scorenya -3.0, pada region L2 didapatkan T-scorenya -3.4, pada region L3 didapatkan
T-scorenya -3.9, pada region L4 didapatkan T-scorenya -3.5. Total T-score pada
vertebra L1-L4 pasien ini adalah -3,5. Dari hasil tersebut maka dapat disimpulkan
bahwa pasien mengalami osteoporosis di daerah vetebra.
Oleh karena itu kita dapatkan pada pemeriksaan BMD femur sinistra adalah
Osteoporosis berat, karena pada foto x-ray didapatkan adanya fraktur pada columna
femoris. Nilai yang diambil adalah T-score total pada femur. Kemudian pada vertebra
L1-L4 adalah Osteoporosis. Hal ini menunjukkan bahwa pengeroposan yang terjadi
tidak rata.
Pemeriksaan penunjang








1. Kelengkapan Identitas
a. Nama: -
b. Tanggal pengambilan: -
c. Kanan/kiri: ada (kiri)
2. Kondisi sinar X pada foto: Densitas jelas
3. Jenis foto:
Kanan : Antero-posterior
Kiri : Antero-posterior
4. Struktur tulang yang terlibat:
a. Os. Pubis
b. Os. Femur
5. Keterlibatan sendi yang diperlukan:
Melibatkan satu persendian yaitu articulation coxae
6. Kondisi jaringan lunak:
Normal
7. Kondisi jaringan keras:
Mengalami diskontinuitas incomplete pada colum femoris
8. Lokasi fraktur:
Pada columna femoris

9. Kedudukan sendi:
Normal
10. Celah sendi:
Tidak dapat dinilai karena membutuhkan pembanding yaitu foto x-ray kaki
satu lagi
11. Patofisiologi:
Fraktur terjadi akibat osteoporosis
12. Klasifikasi bentuk fraktur:
a. Klasifikasi secara klinis : Fraktur tertutup
b. Klasifikasi secara radiologis :
13. Gambaran fraktur
a. Jenis garis fraktur : Oblique
b. Kelurusan : Adanya pergeseran angulasi pada colum femoris
c. Aposisi : terlihat adanya aposisi
d. Adanya pemendekan (cum contractionem)
e. Belum tampak adanya kalus
f. Garis fraktur tidak mengenai permukaan sendi
g. Tidak ada fragmentasi
h. Korteks lebih luscent
i. Garis shenton line : Tidak terbentuk
Kesan: Terdapat fraktur incomplete pada columna femuris sinistra dengan angulasi



Diagnosis pasti
Fraktur patologis incomplete columna femur sinistra dengan angulasi et causa
osteoporosis dengan diagnosa banding:

Seperti tabel diatas, diagnosis banding kelompok kami adalah dislokasi art. Coxae, fr.
acetabulum dan osteoarthritis. Sedangkan neoplasma kami singkirkan karena dari
riwayat pasien yaitu nyeri akibat trauma, cum contraction, kelainan posisis,
deformitas panggul dan x-ray tidak ada satupun yang mendukung. Diagnosis banding
utama kami adalah fraktur acetabulum, karena memiliki gejala dan riwayat yang sama
dengan fraktur caput femur, namun secara epidemiologi, pengeroposan tulang akibat
osteoporosis selalu terjadi di caput femur yang memiliki massa yang lebih rentan
terhadap osteoporosis. Selain itu, fraktur caput femur selalu memiliki kelainan posisi
berupa eksternal rotasi pada saat terjadi trauma, seperti pada kasus ini.
Ada beberapa faktor risiko fraktur osteoporosis pada pasien ini sehingga kami
menegakkan osteoporosis sebagai diagnosis kerja kami, yaitu :
Non Modifiable
1. Jenis Kelamin Perempuan
2. Usia lanjut
PENYAKIT
INDIKATOR
Nyeri
Akibat
Trauma
Cum
Contraction
Kelainan Posisi
Deformitas
Panggul
X-Ray
Osteoporosis X
Penipisan Korteks,
Trabekular lebih luscent
Dislokasi
Articulatio
Coxae
x
External Rotasi +
Abduksi/Adduksi

Dislokasi Articulatio
Coxae
Fraktur
Acetabulum

Bisa Semua Posisi
tergantung trauma

Fraktur
Acetabulum
Fraktur
Os Femur
External Rotasi
Fraktur Caput/Columna/
Os Femur
Osteoarthritis x x X x
Kalsifikasi, Osteofit,
Penyempitan celah sendi
Neoplasma x x X x Massa
Potentially Modifiable
1. Berat badan 58 kg
2. Estrogen deficiency yaitu Menopause
3. Riwayat terjatuh
4. Aktivitas fisik inadekuat yaitu pasien memiliki kebiasaan duduk menonton TV
dalam waktu lama
(2)

Terapi
a. Fraktur Columna Femoris
Pada fraktur dapat dilakukan :
Pemberian analgetik dan NSAID untuk meredakankan nyeri.
Pembedahan, tergantung dari lokasi, derajat fraktur, dan kondisi sendi pasien.
Prosedur yang dapat dilakukan di bedah orthopedic yaitu Open Reduction dan
Internal Fixation dengan pins dan plate pada tulang fraktur agar fungsi kaki
pasien masih dapat digunakan.
b. Pengobatan Osteoporosis
a. Non Medika Mentosa
Nutrisi
i. Kalsium
Untuk mengurangi pengurangan massa tulang dan mencegah
bone turnover. Pasien dapat diberikan 2 terapi yaitu nutrisi
makanan dan suplemen. Untuk nutrisi makanan, pasien dapat
mengkonsumsi makanan tinggi kalsium seperti susu, yogurt,
dan keju dan untuk suplemen dapat diberikan suplemen
kalsium dengan dosis 600 mg perhari.
ii. Vitamin D
Terapi yang dapat dilakukan adalah pasien melakukan kontak
sinar UV pada pagi hari dan pemberian suplemen vitamin D
dengan dosis untuk usia 70 tahun yaitu 600 IU. Suplemen
vitamin D dapat diberikan kombinasi dengan Kalsium.
Edukasi
iii. Olahraga Teratur
Pasien dapat diedukasi untuk melakukan olahraga angkat
beban. Olahraga angkat beban pada wanita menopause dapat
membantu mengurangi pengurangan massa tulang.
b. Medika Mentosa
i. Estrogen (Terapi Sulih Hormon)
Untuk mencegah bone turnover, mengurangi pengurangan
massa tulang, dan membantu meningkatkan penyimpanan
kalsium di tulang. Pasien dapat diberikan Estrogen Oral yaitu
Ethynil Estradiol 5 g/hari dan estrogen suntik intradermal
yaitu estradiol 50 g/hari. Terapi estrogen dapat diberikan
kombinasi dengan progestin untuk mencegah keganasan
endometrium.
ii. Selective Estrogen Receptor Modulators (SERMs)
Untuk meningkatkan massa tulang dan menurunan risiko
fraktur pada tulang lain. Pasien dapat diberikan Tamoxifen dan
Raloxifene (60 mg/hari).
iii. Biphosphonate
Untuk menghambat resorpsi tulang dengan menghambat
penghancuran dan pembentukan hidroksiapatit, menghambat
aktivasi osteoklas dan meningkatkan apoptosis osteoklas.
Pasien dapat diberikan Alendronate dan Risedronate.
iv. Calcitonin
Untuk menurunkan resorpsi tulang dan meningkatkan densitas
tulang. Pasien dapat diberikan calcitonin karena sudah
mengalami menopause lebih dari 5 tahun, pasien dapat
menggunakan calcitonin spray yang disemprotkan ke nasal
dengan dosis 200 IU/hari.
(3)

Komplikasi
Komplikasi Osteoporosis :
Kifosis
Karena penekanan beban tubuh (kompresi) pada tulang vetebra secara terus menerus,
sedangkan tulang tidak cukup kuat untuk mempertahankan axis tubuh, maka
komplikasi yang mungkin terjadi adalah terjadinya kifosis.
Waspadai Patah Tulang (Fraktur)
Fraktur adalah komplikasi yang paling sering dan serius sebagai dampak
osteoporosis. Mereka sering terjadi pada tulang belakang atau pinggul, tulang
yang secara langsung mendukung berat badan. Patah tulang pinggul sering
hasil dari riwayat jatuh. Seperti halnya pinggul, pergelangan tangan terkadang
juga terjadi fraktur akibat riwayat jatuh. Dalam beberapa kasus, patah tulang
belakang dapat terjadi bahkan jika seseorang tidak jatuh sekalipun. Fraktur
kompresi dapat menyebabkan sakit parah dan memerlukan pemulihan yang
lama.
Komplikasi fraktur :
Komplikasi dini dari fraktur femur ini dapat terjadi syok dan emboli lemak.
Sedangkan komplikasi lambat yang dapat terjadi delayed union, non-union, malunion,
kekakuan sendi lutut, infeksi dan gangguan saraf perifer akibat traksi yang berlebihan.

Prognosis
Ad vitam : Ad bonam
Ad fungsionam : Dubia ad bonam
Ad sanationam : Dubia ad malam







BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
ANATOMI TULANG PANGGUL
Tulang
Tulang ini terdiri dari tiga bagian komponen, yaitu: ilium, iskium, dan pubis. Saat
dewasa tulang-tulang ini telah menyatu selurunya pada asetabulum.
Ilium:
batas atas tulang ini adalah Krista iliaka. Krista iliaka berjalan ke belakang dari spina
iliaka anteriorsuperior menuju spina iliaka posterior superior. Di bawah tonjolan
tulang ini terdapat spina inferiornya. Permukaan aurikularis ilium disebut permukaan
glutealis karena disitulah pelekatan m.gluteus. Linea glutealis inferior, anterior, dan
posterior membatasi pelekatan glutei ke tulang. Permukaan dalam ilium halus dan
berongga membentuk fosa iliaka. Fosa iliaka merupakan tempat melekatnya m.
iliakus. Permukaan aurikularis ilium berartikulasi dengan sacrum pada sendi sakro
iliaka (sendi sinovial). Ligamentum sakro iliakaposterior, interoseus, dan anterior
memperkuat sendi sakroiliaka. Linea iliopektinealis berjalan di sebelah
anteriorpermukaan dalam ilium dari permukaan aurikularis menujupubis.
Iskium:
Terdiri dari spina di bagian posterior yang membatasi insisura iskiadika mayor (atas)
dan minor (bawah). Tuberositas iskium adalah penebalan bagian bawah korpus
iskium yang menyangga berat badan saat duduk. Ramus iskium menonjol ke depan
dari tuberositas ini dan bertemu serta menyatu dengan ramus pubis inferior.
Pubis:
Terdiri dari korpus serta rami pubis superior dan inferior. Tulang ini berartikulasi
dengan tulang pubis di tiap sisi simfisis pubis yang merupakan sendi sindesmosis.
Permukaan superior dari korpus memiliki krista pubikum dan tuberkulum pubikum.
Foramen obturatorium merupakan lubang besar yang dibatasi oleh rami pubis dan
iskium.





Sendi (Articulatio) dan Ligamen Pelvis
Ada 4 sendi pelvis, yaitu:
Dua articulation sacroiliaca
Symphisis pubis
Articulation sacrococcygeaa .


Dua artikulasio sacroilliaca
Articulation sacroiliaca kanan dan kiri terletak di anara corpus vertebraesacralis ke-1
dan ke-2 dan facies articularis ilium pada kedua sisi. Karena berat tubuh dihantarkan
lewat pelvis, maka sendi-sendi ini dapat mengalami tekanan yang berat.
Permukaan sacrum dan ilium mempunyai banyak tonjolan dan cekungan
yang saling mengunci dan dengan demikian memberikan kestabilan pada sendi
tersebut sesuai dengan kebutuhan, karena terdapat sedikit gerakan sinovia pada setinggi
vertebra sacralis ke-2.
Li ga me nt a s a c r oi l i a c a ya ng kua t me nge l i l i ngi s endi i ni .
Li ga me nt sacrospinosa dan sacrotuberosa menghubungkan sacrum dan os coxae. Ligament
sacrotuberostum terentang dari tepi baah sacrum sampai tuber ischiadicum.
Ligament sacrospinosum terentang dari tepi bawah sacrum sampai spina ischiadicum. Se mua
l i ga me nt um t e r s e but s e c a r a nor mal me mba nt u me mbat a s i gerakan
sacrum.
Sympisis pubis
Adalah articulation cartilaginosa sekunder yang panjangnya kira-kira 4 cm.facies articularis dari corpus
ossis pubis ditutupi oleh kartilago hialin, dan suatudiscus cartilaginosa yang menggabungkan kedua
corpora tersebut. Ligamentum pubicum mengelilingi sendi tersebut dan hanya dapat
melakukan gerakan yang minimum.
Artikulasio saccrococcsygea
Merupakan articulation cartilaginosa sekunder dibentuk oleh tepi bawah sacrum dan tepi atas coccyx.
Sendi ini dikelilingi dan ditopang oleh ligamentum sacrococcygeum dan dapat melakukan fleksi dan
ekstensi yang merupakan gerakan pasif saat defekasi dan melahirkan. Ligamentum poupart juga disebut
ligamentum inguinale terentang antaraspina iliaca anterior superior dan corpus ossis pubis. Membrane
obturatoria: Membrana obturatoria menutup foramen obturatorium dan padanya terdapat celah sempit
untuk lewat pembuluh darah,saraf dan pembuluh limfatika.Semua sendi ini dapat bertambah keluasan
gerakannya selama kehamilan karena terjadi elastisitas (kelenturan) ligament yang memperkuat sendi
tersebut akibat adanya hormone relaksin.


Persarafan
Perineum dipersarafi oleh sistem saraf somatis dan viseral. Untuk persarafan somatis,
terutama melalui N.pudendus yang berasal dari pleksus sacralis S2-S4. Nervus ini
meninggalkan rongga pelvis melalui foramen ischiadica major, melewati ligamentum
sacrospinous, foramen ischiadica minus lalu memasuki trigonum anale perineum. Di
perineum N.pudendus tersebut bercabang menjadi tiga bagian:
N. rectalis inferior, mempersarafi M.sphincter ani eksternus dan M.levator ani di
sekitarnya. Selain itu serabut saraf ini juga mengantarkan impuls sensorik dari
segitiga anal perineum.
N. perinei, mempersarafi segitiga urogenital. Saraf (motorik) ini mensuplai otot-otot
rangka di segitiga urogenital. Saraf ini juga berfungsi mengantarkan impuls sensorik,
yaitu melalui N.scrotal posterior (pada pria) atau N.labial posterior (pada wanita).
N. dorsalis penis/clitoris, memasuki kantung perineal, menuju bagian inferior simfisis
pubis untuk masuk ke daerah penis/clitoris. Saraf ini bersifat sensoris untuk
menghantar impuls dari bagian dorsal penis/clitoris.
Saraf-saraf somatis lain memasuki perineum dan bersifat sensorik, meliputi cabang
dari N.ilio-inguinal, genitofemoral, posterior femoral cutaneous, dan ancoccygeal.
Perineum juga dipersarafi oleh saraf viseral, yang masuk melalui dua rute:
Yang menuju ke bagian kulit, umumnya simpatis postganglionik. Seratnya berjalan
bersama-sama dengan N.pudendus dari ramus yang menghubungkan trunkus
simpatikus pelvis dan ramus anterior sakralis.
Yang menuju ke jaringan erektil, bersifat parasimpatis. Serabutnya melewati pleksus
hipogastrik di rongga pelvis, berasal dari saraf splanknik medula spinalis S2-S4. Saraf
ini bersifat memicu terjadinya ereksi.
Vaskularisasi
Vaskularisasi pada perineum terutama disuplai oleh A.pudenda interna. Selain itu
juga A.pudenda eksterna, A.testikular dan A.cremaster.
A.pudenda interna merupakan cabang dari A.iliaka interna. Arteri ini berjalan
bersama dengan N.pudendus, lalu sama seperti N.pudendus akan bercabang menjadi
tiga:
A.rectalis inferior, yang melewati fossa ischio-anal untuk mempendarahi otot dan
kulit terkait. Arteri ini akan beranastomosis dari A.rectalis medial dan superior (yang
berasal dari A.iliaka interna dan A.mesenterika inferior) untuk mensuplai rektum dan
anal canal.
A.perinei, mempendarahi jaringan dan kulit di daerah skrotum atau labia.
Arteri yang menuju jaringan erektil. Pada pria A.pudenda interna akan berakhir
menjadi A.bulbiurethrae (mensuplai kelenjar bulbourethral dan korpus spongiosum),
A.uretralis (mensuplai uretra), A.profunda penis (mensuplai crus dan korpus
kavernosum) dan A.dorsalis penis (mensuplai glans penis dan jaringan superfisial).
Sedangkan pada wanita, A.pudenda interna berakhir menjadi A.clitoridis dengan
cabang meliputi A.bulbivestibuli(mensuplai vestibular dan vagina), A.profunda
clitoris (mensuplai crus dan korpus kavernosum), dan A.dorsalis clitoris (mensuplai
clitoris).






Vena vena di perineum bermuara ke V.pudenda interna lalu V.interna iliaka.
Pengecualian untuk V.dorsalis profunda penis/clitoris yang bermuara ke vena yang
mengelilingi prostat (pada pria) atau kandung kemih (pada wanita). Sedangkan
V.pudenda eksterna, yang menerima suplai dari pars anterior labia mayor/skrotum
akan bermuara ke V.femoralis.
Getah bening dari perineum menuju nnll. Inguinales superficiales.
(3)

HISTOLOGI TULANG PANGGUL (pada orang normal)
Sel- sel pembentuk tulang terdiri dari :
Sel osteoprogenitor
Berbentuk seperti gelendong, berinti gepeng, kromatin inti halus serta
memiliki sitoplasma bercabang. Sel ini terdapat di permukaan tulang lapisan
periosteum dan endosteum
Sel osteoblast
Berbentuk kubis atau pyramid dengan inti besar dan 1 anak inti, memiliki
sitoplasma basophil. Terdapat di permukaan tulang. Berfungsi untuk
mensintesa komponen organic matriks tulang seperti kolagen tipe 1,
proteoglikan, dan glikoprotein, serta mengendapkan komponen anorganik
matriks tulang
Sel osteosit
Berbentuk seperti amandel, berinti gepeng, serta memiliki sitoplasma
basofillik. Terdapat di dalam lacuna
Sel osteoklas
Berukuran besar dengan sitoplasma asidofilik dan inti banyak. Terdapat di
dalam lacuna Howship, berasal dari monosit sehingga dapat bergerak seperti
makrofag. Berfungsi untuk mensekresi asam kolagenase
Matriks tulang :
Organik
Terdiri dari serat kolagen tipe 1 dan substansia dasar (substansia
osteomukoid). Sbstansia dasar tersebut terdiri dari komponen
mukopolisakarida (protein non-kolagen) serta protein resisten (protein tahan
asam)
Anorganik
Merupakan matriks yang menyebabkan tulang menjadi keras. Terdiri dari
kalsium fosfat, kalsium karbonat, kalsium flourida, magnesium flourida,sitrat
dan klorida


HISTOLOGI TULANG PANGGUL (pada orang osteoporosis)
Secara makroskopis dapat dibedakan 2 macam tulang, yaitu tulang spongiosa
(cancellous) dan tulang kompakta (padat). Tulang spongiosa terdiri atas trabekula atau
balok tulang langsing, tidak teratur, bercabang dan saling berhubungan membentuk
anyaman. Trabekula itu sendiri terdiri dari lamel- lamel dan di dalamnya terdapat
osteosit serta sistem kanalikuli yang saling berhubungan. Celah- celah di antara
anyaman itu ditempati oleh sumsum tulang.
Tulang kompakta tampak padat, kecuali bila dilihat dibawah mikroskop. Di antara
kedua jenis tulang ini tidak ada pembatas yang jelas karena hanya tergantung pada
jumlah relatif bahan padat, ukuran dan jumlah celah- celah yang ada. Pada tulang
panjang, bagian batang (diafisis) lebih banyak terdiri atas tulang kompakta, yang
mengelilingi rongga sumsum atau sumsum tulang. Setiap bagian ujungnya (epifisis)
terdiri atas tulang spongiosa yang dibungkus selapis tipis tulang kompakta. Celah-
celah tulang spongiosa berhubungan langsung dengan rongga rongga sumsum tulang
diafisis.
Ciri paling utama tulang secara mikroskopik adalah susunannya yang lamelar
(substansi intersel yang mengalami perkapuran), matriks tulang (yang tersusun dalam
lapisan- lapisan), atau lamel- lamel dengan berbagai pola. Lamel itu sendiri
merupakan hasil peletakan matriks uang terjadi secara ritmik. Serat dalam lamel
teratur sejajar satu sama lain dalam bentuk pilinan atau heliks. Di dalam substansi
interstitial terdapat rongga- rongga kecil (lakuna) yang berisi sel- sel osteosit. Dari
tiap lakuna terpancar saluran- saluran halus (kanalikuli) yang menembus lamel- lamel
dan berhubungan dengan kanalikuli lakuna sekitarnya.
Pada penderita osteoporosis, terjadi penurunan massa tulang yang disebabkan oleh
penipisan trabekula- trabekula (balok- balok penyusunnya) pada tulang spongiosa,
sehingga tulang berkurang kepadatannya dan menjadi rapuh.
Yang kiri normal, yang kanan mengalami osteoporosis. Pada tulang yang mengalami
osteoporosis terlihat trabekul- trabekula yang menipis atau atrophy.
(4)

PATOFISIOLOGI NYERI
Nyeri menurut The Internatinal Assosiation for the study of pain (IASP) adalah
pengalaman sensoris dan emosional yang tidak menyenangkan berhubungan dengan
kerusakan jaringan atau potensial akan menyebabkan kerusakan jaringan.
Berdasarkan waktunya nyeri dibagi menjadi 2 yaitu nyeri akut yang berlangsung
kurang dari 3 bulan dan nyeri kronis yang berlangsung lebih dari 3 bulan.
Klasifikasi nyeri

Nyeri nosiseptif adalah nyeri yang timbul sebagai rangsangan pada serabut
nonsiseptor yaitu serabut A delta dan serabut C oleh rangsang mekanik, termal atau
kimia. Nyeri nosiseptif dibagi menjadi 2 yaitu nyeri somatik dan nyeri viseral. Nyeri
somatik adalah nyeri yang timbul pada organ non visera seperti nyeri tulang, nyeri
arhritis, nyeri metastatik. Nyeri viseral adalah nyeri yang berasal dari organ viseral
seperti usus, jantung, pankreas.
(5)

Mekanisme nyeri
Proses nyeri dikelompokkan dalam 4 proses yaitu: transduksi, transmisi, modulasi dan
persepsi. Mekanisme nyeri dimulai dari stimulasi nosiceptor oleh stimulus noxious
pada jaringan dimana stimulus ini akan dirubah menjadi potensial aksi. Proses ini
disebut transduksi. Potensial aksi akan ditransmisikan neuron sistem saraf pusat yang
berhubungan dengan nyeri. Tahap pertama transmisi adalah konduksi impuls dari
neuron aferen primer ke kornu dorsalis medulla spinalis, pada kornu dorsalis ini
neuron aferen primer bersinap dengan neuron susunan saraf pusat. Dari sini jaringan
neuron tersebut akan naik ke atas di medulla spinalis menuju otak dan talamus.
Selanjutnya hubungan timbal balik antara talamus dan pusat-pusat yang lebih tinggi di
otak yang mengurusi respon persepsi dan afektif yang berhubungan dengan nyeri.
Tetapi rangsangan nonsiseptif tidak selalu menimbulkan nyeri dan sebaliknya
persepsi nyeri bisa terjadi tanpa stimulasi nonsiseptif. Terdapat proses modulasi
sinyal yang mampu mempengaruhi proses nyeri tersebut, tempat modulasi sinyal yang
paling diketahui adalah kornu dorsalis medulla spinalis. Proses akhir adalah persepsi,
dimana pesan nyeri di relai menuju otak dan menghasilkan pengalaman yang tidak
menyenangkan.
(6)


MINERALISASI TULANG
Mineralisasi tulang merupakan proses penempatan kalsium ke dalam jaringan tulang.
Sedangkan demineralisasi merupakan proses yang antagonis dengan mineralisasi
yaitu proses pengambilan kalsium dari jaringan tulang. Selama hidup, tulang secara
terus-menerus diresorpsi dan dibentuk tulang baru. Kalsium dalam tulang mengalami
pergantian dengan kecepatan 100% per tahun pada bayi dan 18% per tahun pada
orang dewasa. Remodeling tulang ini, sebagian bessar adalah proses lokal yang
berlangsung di daerah yang terbatas oleh populasi sel yang disebut unit remodeling
tulang. Dalam proses ini melibatkan dua komponen utama yaitu :
a. Osteoblas
Osteoblas merupakan sel jaringan tulang yang berperan mensintesis
kolagen untuk membentuk osteoid sebagai bahan dasar tulang.

b. Osteoklas
Adalah sel fagositik multinukleus besar yang berasal dari sel-sel mirip-
monosit yang terdapat di tulang.

Mineralisasi Tulang
Pembentukan tulang berlangsung secara terus menerus dan dapat berupa pemanjangan
dan penebalan tulang. Kecepatan pembentukan tulang berubah elama hidup.
Pembentukan tulang ditentukan oleh rangsangan hormon, faktor makanan, dan jumlah
stres yang dibebankan pada suatu tulang, dan terjadi akibat aktivitas sel-sel
pembentuk tulang yaitu osteoblas. Osteoblas dijumpai dipermukaan luar dan dalam
tulang. Osteoblas berespon terhadap berbagai sinyal kimiawi untuk menghasilkan
matriks tulang. Sewaktu pertama kali dibentuk, matriks tulang disebut osteoid. Dalam
beberapa hari garam-garam kalsium mulai mengendap pada osteoid dan mengeras
selama beberapa minggu atau bulan berikutnya. Sebagian osteoblast tetap menjadi
bagian dari osteoid, dan disebut osteosit atau sel tulang sejati.

Faktor yang Mempengaruhi Mineralisasi
Kalsium adalah salah satu komponen yang berperan terhadap tulang, sebagian ion
kalsium di tulang tidak mengalarni kristalisasi. Garam nonkristal ini dianggap sebagai
kalsium yang dapat dipertukarkan, yaitu dapat dipindahkan dengan cepat antara
tulang, cairan interstisium, dan darah. Estrogen, testosteron, dan hormon
perturnbuhan adalah promotor kuat bagi aktivitas osteoblas dan pertumbuhan tulang.
Pertumbuhan tulang dipercepat semasa pubertas akibat melonjaknya kadar hormon-
hormon tersebut. Estrogen dan testosteron akhirnya menyebabkan tulang-tulang
panjang berhenti tumbuh dengan merangsang penutupan lempeng epifisis (ujung
pertumbuhan tulang). Vitamin D dalam jumlah kecil merangsang kalsifikasi tulang
secara langsung dengan bekerja pada osteoblas dan secara tidak langsung dengan
merangsang penyerapan kalsium di usus. Hal ini meningkatkan konsentrasi
kalsium darah, yang mendorong kalsifikasi tulang.

OSTEOPOROSIS
1 Definisi
Osteoporosis adalah penyakit metabolisme tulang yang cirinya adalah pengurangan
massa tulang dan kemunduran mikroarsitektur tulang sehingga meningkatkan risiko
fraktur oleh karena fragilitas tulang meningkat.

2 Epidemiologi
Insiden osteoporosis lebih tinggi pada wanita dibandingkan laki-laki dan merupakan
problem pada wanita pascamenopause. Osteoporosis di klinik menjadi penting karena
problem fraktur tulang, baik fraktur yang disertai trauma yang jelas maupun fraktur
yang terjadi tanpa disertai trauma yang jelas.

Penelitian Roeshadi di Jawa Timur, mendapatkan bahwa puncak massa tulang dicapai
pada usia 30-34 tahun dan rata-rata kehilangan massa tulang pasca menopause adalah
1,4% per tahun. Penelitian yang dilakukan di klinik Reumatologi RSCM
mendapatkan faktor resiko osteoporosis yang meliputi usia, lamanya menopause dan
kadar estrogen yang rendah, sedangkan faktor proteksinya adalah kadar estrogen yang
tinggi, riwayat barat badan lebih atau obesitas dan latihan yang teratur.

3 Etiologi
Ada 2 penyebab utama osteoporosis, yaitu pembentukan massa puncak tulang yang
kurang baik selama masa pertumbuhan dan meningkatnya pengurangan massa tulang
setelah menopause. Massa tulang meningkat secara konstan dan mencapai puncak
sampai usia 40 tahun, pada wanita lebih muda sekitar 30-35 tahun. Walaupun
demikian tulang yang hidup tidak pernah beristirahat dan akan selalu
mengadakan remodelling dan memperbaharui cadangan mineralnya sepanjang garis
beban mekanik. Faktor pengatur formasi dan resorpsi tulang dilaksanakan melalui 2
proses yang selalu berada dalam keadaan seimbang dan disebut coupling.
Prosescoupling ini memungkinkan aktivitas formasi tulang sebanding dengan
aktivitas resorpsi tulang. Proses ini berlangsung 12 minggu pada orang muda dan 16-
20 minggu pada usia menengah atau lanjut. Remodelling rate adalah 2-10% massa
skelet per tahun.

Proses remodelling ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor lokal yang
menyebabkan terjadinya satu rangkaian kejadian pada konsep Activation Resorption
Formation (ARF). Proses ini dipengaruhi oleh protein mitogenik yang berasal dari
tulang yang merangsang preosteoblas supaya membelah membelah menjadi osteoblas
akibat adanya aktivitas resorpsi oleh osteoklas. Faktor lain yang mempengaruhi
prosesremodelling adalah faktor hormonal. Proses remodelling akan ditingkatkan oleh
hormon paratiroid, hormon pertumbuhan dan 1,25 (OH)2 vitamin D. Sedang yang
menghambat proses remodelling adalah kalsitonin, estrogen dan glukokortikoid.
Proses-proses yang mengganggu remodelling tulang inilah yang menyebabkan
osteoporosis.

Selain gangguan pada proses remodelling tulang faktor lainnya adalah pengaturan
metabolisme kalsium dan fosfat. Walaupun terdapat variasi asupan kalsium yang
besar, tubuh tetap memelihara konsentrasi kalsium serum pada kadar yang tetap.
Pengaturan homeostasis kalsium serum dikontrol oleh organ tulang, ginjal dan usus
melalui pengaturan paratiroid hormon (PTH), hormon kalsitonin, kalsitriol
(1,25(OH)2 vitamin D) dan penurunan fosfat serum. Faktor lain yang berperan adalah
hormon tiroid, glukokortikoid dan insulin, vitamin C dan inhibitor mineralisasi tulang
(pirofosfat dan pH darah). Pertukaran kalsium sebesar 1.000 mg/harinya antara tulang
dan cairan ekstraseluler dapat bersifat kinetik melalui fase formasi dan resorpsi tulang
yang lambat. Absorpsi kalsium dari gastrointestinal yang efisien tergantung pada
asupan kalsium harian, status vitamin D dan umur. Didalam darah absorpsi tergantung
kadar protein tubuh, yaitu albumin, karena 50% kalsium yang diserap oleh tubuh
terikat oleh albumin, 40% dalam bentuk kompleks sitrat dan 10% terikat fosfat.

4 Faktor Resiko Osteoporosis
1. Usia
Tiap peningkatan 1 dekade, resiko meningkat 1,4-1,8
2. Genetik
Etnis (kaukasia dan oriental > kulit hitam dan polinesia)
Seks (wanita > pria)
Riwayat keluarga
3. Lingkungan, dan lainnya
Defisiensi kalsium
Aktivitas fisik kurang
Obat-obatan (kortikosteroid, anti konvulsan, heparin, siklosporin)
Merokok, alkohol
Resiko terjatuh yang meningkat (gangguan keseimbangan, licin,
gangguan penglihatan)
Hormonal dan penyakit kronik
Defisiensi estrogen, androgen
Tirotoksikosis, hiperparatiroidisme primer, hiperkortisolisme
Penyakit kronik (sirosis hepatis, gangguan ginjal, gastrektomi)
Sifat fisik tulang
Densitas (massa)
Ukuran dan geometri
Mikroarsitektur
Komposisi
Selain itu ada juga faktor resiko faktur panggul yaitu,:
1. Penurunan respons protektif
Kelainan neuromuskular
Gangguan penglihatan
Gangguan keseimbangan
2. Peningkatan fragilitas tulang
Densitas massa tulang rendah
Hiperparatiroidisme
3. Gangguan penyediaan energi
Malabsorpsi

5 Klasifikasi Osteoporosis
-Dalam terapi hal yang perlu diperhatikan adalah mengenali klasifikasi
osteoporosis dari penderita. Osteoporosis dibagi 2 , yaitu :
Osteoporosis primer
Osteoporosis primer berhubungan dengan kelainan pada tulang, yang menyebabkan
peningkatan proses resorpsi di tulang trabekula sehingga meningkatkan resiko fraktur
vertebra dan Colles. Pada usia dekade awal pasca menopause, wanita lebih sering
terkena daripada pria dengan perbandingan 6-8: 1 pada usia rata-rata 53-57 tahun.
Osteoporosis sekunder
Osteoporosis sekunder disebabkan oleh penyakit atau sebab lain di luar tulang.
Osteoporosis idiopatik
Osteoporosis idiopatik terjadi pada laki-laki yang lebih muda dan pemuda pra
menopause dengan faktor etiologik yang tidak diketahui.

7 Gambaran Klinis
Osteoporosis dapat berjalan lambat selama beberapa dekade, hal ini disebabkan
karena osteoporosis tidak menyebabkan gejala fraktur tulang. Beberapa fraktur
osteoporosis dapat terdeteksi hingga beberapa tahun kemudian. Tanda klinis utama
dari osteoporosis adalah fraktur pada vertebra, pergelangan tangan, pinggul, humerus,
dan tibia. Gejala yang paling lazim dari fraktur korpus vertebra adalah nyeri pada
punggung dan deformitas pada tulang belakang. Nyeri biasanya terjadi akibat kolaps
vertebra terutama pada daerah dorsal atau lumbal. Secara khas awalnya akut dan
sering menyebar kesekitar pinggang hingga kedalam perut. Nyeri dapat meningkat
walaupun dengan sedikit gerakan misalnya berbalik ditempat tidur. Istirahat ditempat
tidaur dapat meringankan nyeri untuk sementara, tetapi akan berulang dengan jangka
waktu yang bervariasi. Serangan nyeri akut juga dapat disertai oleh distensi perut dan
ileus

Seorang dokter harus waspada terhadap kemungkinan osteoporosis bila didapatkan :
Patah tulang akibat trauma yang ringan.
Tubuh makin pendek, kifosis dorsal bertambah, nyeri tulang.
Gangguan otot (kaku dan lemah)
Secara kebetulan ditemukan gambaran radiologik yang khas.

PATOGENESIS TERJADINYA OSTEOPOROSIS
Terjadinya osteoporosis secara seluler disebabkan oleh karena jumlah dan aktivitas
sel osteoklas melebihi dari jumlah dan aktivitas sel osteoblas. Keadaan ini
mengakibatkan penurunan massa tulang. Ada beberapa teori yang menyebabkan
deferensiasi sel osteoklas meningkat dan meningkatkan aktivitasnya yaitu:
1. Defisiensi estrogen
2. Faktor sitokin
3. Pembebanan

1. Defisiensi estrogen
Dalam keadaan normal estrogen dalam sirkulasi mencapai sel osteoblas, dan
beraktivitas melalui reseptor yang terdapat di dalam sitosol sel tersebut,
mengakibatkan menurunnya sekresi sitokin seperti: Interleukin-1 (IL-1),
Interleukin-6 (IL-6) dan Tumor Necrosis Factor-Alpha (TNF-a), merupakan
sitokin yang berfungsi dalam penyerapan tulang. Di lain pihak estrogen
meningkatkan sekresi Transforming Growth Factor b (TGF-b), yang
merupakan satu-satunya faktor pertumbuhan (growth factor) yang merupakan
mediator untuk menarik sel osteoblas ke tempat lubang tulang yang telah
diserap oleh sel osteoklas. Sel osteoblas merupakan sel target utama dari
estrogen, untuk melepaskan beberapa faktor pertumbuhan dan sitokin seperti
tersebut diatas, sekalipun secara tidak langsung maupun secara langsung juga
berpengaruh pada sel osteoklas.
Efek estrogen pada sel osteoblast:
Estrogen merupakan hormon seks steroid memegang peran yang sangat
penting dalam metabolisme tulang, mempengaruhi aktivitas sel osteoblas
maupun osteoklas, termasuk menjaga keseimbangan kerja dari kedua sel
tersebut melalui pengaturan produksi faktor parakrin-parakrin utamanya oleh
sel osteoblas.Seperti dikemukakan diatas bahwa sel osteoblas memiliki
reseptor estrogen alpha dan betha (ERa dan ERb) di dalam sitosol. Dalam
diferensiasinya sel osteoblas mengekspresikan reseptor betha (ERb) 10 kali
lipat dari reseptor estrogen alpha (ERa).
Didalam percobaan binatang defisiensi estrogen menyebabkan terjadinya
osteoklastogenesis dan terjadi kehilangan tulang. Akan tetapi dengan
pemberian estrogen terjadi pembentukan tulang kembali, dan didapatkan
penurunan produksi dari IL-1, IL-6, dan TNF-a, begitu juga selanjutnya akan
terjadi penurunan produksi M-CSF dan RANK-Ligand (RANK-L). Di sisi lain
estrogen akan merangsang ekspresi dari osteoprotegerin (OPG) dan TGF-b
(Transforming Growth Factor-b) pada sel osteoblas dan sel stroma, yang lebih
lanjut akan menghambat penyerapan tulang dan meningkatkan apoptosis dari
sel osteoklas.
Efek estrogen pada sel osteoklas :
Jadi estrogen mempunyai efek terhadap sel osteoklas, bisa memberikan
pengaruh secara langsung maupun tidak langsung. Secara tidak langsung
estrogen mempengaruhi proses deferensiasi, aktivasi, maupun apoptosi dari
osteoklas. Dalam deferensiasi dan aktivasinya estrogen menekan ekspresi
RANK-L, MCSF dari sel stroma osteoblas, dan mencegah terjadinya ikatan
kompleks antara RANK-L dan RANK, dengan memproduksi reseptor OPG,
yang berkompetisi dengan RANK. Begitu juga secara tidak langsung estrogen
menghambat produksi sitokin-sitokin yang merangsang diferensiasi osteoklas
seperti: IL-6, IL-1, TNF-a, IL-11 dan IL-7.18 Terhadap apoptosis sel
osteoklas, secara tidak langsung estrogen merangsang osteoblas untuk
memproduksi TGF-b, yang selanjutnya TGF-b ini menginduksi sel osteoklas
untuk lebih cepat mengalami apoptosis.

Sedangkan efek langsung dari estrogen terhadap osteoklas adalah melalui
reseptor estrogen pada sel osteoklas, yaitu menekan aktivasi c-Jun, sehingga
mencegah terjadinya diferensiasi sel prekursor osteoklas dan menekan aktivasi
sel osteoklas dewasa.
(7)












FRAKTUR
Pengertian Fraktur
a. Fraktur adalah Terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan
yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa. (Sjamsuhidajat R., 1997)
b. Fraktur adalah Patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga
fisik.(Price and Wilson, 2006).
c. Fraktur adalah Terputusnya kontinuitas tulang dan tulang rawan (Mansjoer,dkk,
2000)
Penyebab patah tulang
Fraktur terjadi ketika tekanan yang menimpa tulang lebih besar daripada daya tahan
tulang, seperti benturan dan cedera. Fraktur juga komplikasi yang paling sering dan
serius sebagai dampak osteoporosis. Fraktur sering terjadi pada tulang belakang atau
pinggul, tulang yang secara langsung mendukung berat badan. Patah tulang pinggul
sering hasil dari riwayat jatuh. Meskipun kebanyakan orang relatif baik dengan
pengobatan bedah modern, patah tulang pinggul dapat menyebabkan kecacatan dan
bahkan kematian akibat komplikasi pasca operasi, terutama pada orang dewasa yang
lebih tua. Seperti halnya pinggul, pergelangan tangan terkadang juga terjadi fraktur
akibat riwayat jatuh. Dalam beberapa kasus, patah tulang belakang dapat terjadi
bahkan jika seseorang tidak jatuh sekalipun. Fraktur kompresi dapat menyebabkan
sakit parah dan memerlukan pemulihan yang lama. Fraktur terjadi karena tulang yang
sakit, ini dinamakan fraktur patologi yaitu kelemahan tulang akibat penyakit kanker
atau osteoporosis.
Jenis-jenis fraktur
a. Fraktur komplit adalah patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya
megalami pergeseran (bergeser dari posisi normal).
b. Fraktur Tidak komplit (inkomplit) adalah patah yang hanya terjadi pada sebagian
dari garis tengah tulang.
c. Fraktur tertutup (fraktur simple) tidak menyebabkan robeknya kulit
d. Fraktur terbuka (fraktur komplikata/kompleks) merupakan fraktur dengan luka
pada kulit atau mebran mukosa sampai ke patahan kaki. 1) Fraktur terbuka
terbagi atas tiga derajat, yaitu :
Derajat I :
Luka < 1 cm
Kerusakan jaringan lunak sedikit, tidak ada tanda luka remuk
Fraktur sederhana, tranversal, oblik, atau kominutif ringan
Kontaminasi minimal
Derajat II :
laserasi > 1 cm
Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, flap/avulse
Fraktur kominutif sedang
Kontaminasi sedang
Derajat III :
Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas, meliputi struktur kulit, otot. dan
neurovascular serta kontaminasi derajat tinggi. Fraktur derajat tiga terbagi atas :
o Jaringan lunak yang menutupi fraktur tulang adekuat, meskipun
terdapat laserasi luas/flap/avulse atau fraktur segmental/sangat
kominutif yang disebabkan oleh trauma berenergi tinggi tanpa
melihat besarnya ukuran luka.
o Kehilangann jaringan lunak dengan fraktur tulang yang terpapar
atau kontaminasi massif.Luka pada pembuluh arteri/saraf perifer
yang harus diperbaiki tanpa melihat kerusakan jaringan lunak.
e. Sesuai pergerseran anatomisnya fraktur dibedakan menjadi tulang bergeser/tidak
bergeser. Jenis khusus fraktur dibagi menjadi:
1) Greensick, fraktur dimana salah satu sisi tulang patah sedang sisi
lainnya membengkok.
2) Transversal, fraktur sepanjang garis tengah tulang.
3) Oblik, fraktur membentuk sudut dengan garis tengah tulang (lebih
tidak stabil dibanding transversal).
4) Spiral, fraktur memuntir seputar batang tulang.
5) Kominutif, fraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa fragmen.
6) Depresi, fraktur dengan fragmen patahan terdorng ke dalam (sering
terjadi pada tulang tengkorak dan tulang wajah).
7) Kompresi, fraktur dimana tulang mengalami kompresi (terjadi pada
tulang belakang).
8) Patologik, fraktur yang terjadi pada daerah tulang berpenyakit (kista
tulang, penyakit Paget, metastasi tulang, tumor).
9) Avulsi, tertariknya fragmen tulang oleh ligamen atau tendo pada
perlengkatannya.
10) Epfiseal, fraktur melalui epifisis
11) Impaksi, fraktur dimana fragmen tulang terdorong ke fragmen tulang
lainnya.
Definisi Fraktur Femur
Fraktur femur adalah rusaknya kontinuitas tulang pangkal paha yang dapat
disebabkan oleh trauma langsung (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian),
kelelahan otot, kondisi-kondisi tertentu seperti degenerasi tulang/osteoporosis. Ada 2
tipe dari fraktur femur, yaitu :
1. Fraktur Intrakapsuler; femur yang terjadi di dalam tulang sendi, panggul
dan kapsula.
a. Melalui kepala femur (capital fraktur)
b. Hanya di bawah kepala femur
c. Melalui leher dari femur
2. Fraktur Ekstrakapsuler;
a. Terjadi di luar sendi dan kapsul, melalui trokhanter femur yang lebih
besar/yang lebih kecil /pada daerah intertrokhanter.
b. Terjadi di bagian distal menuju leher femur tetapi tidak lebih dari 2 inci
di bawah trokhanter kecil.
Klasifikasi fraktur collum femoris (Garden, 1961)
a. Stadium I : fraktur yang sepenuhnya terimpaksi
b. Stadium II : fraktur lengkap tetapi tidak bergeser
c. Stadium III : fraktur lengkap dengan pergeseran sedang
d. Stadium IV : fraktur bergeser secara hebat
Bila dibiarkan tanpa terapi, fraktur stadium I yang tampaknya benigna dapat dengan
cepat berubah menjadi stadium IV

Etiologi
Menurut Sachdeva (1996), penyebab fraktur dapat dibagi menjadi tiga, yaitu:
1. Cedera traumatic
a) cedera langsung, berarti pukulan langsung pada tulang sehingga tulang
patah secara spontan
b) cedera tidak langsung, berarti pukulan langsung berada jauh dari
benturan, misalnya jatuh dengan tangan menjulur dan menyebabkan
fraktur klavikula.
c) Fraktur yang disebabkan kontraksi keras dari otot yang kuat.
2. Fraktur patologik
Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit, diman dengan
trauma minor dapat mengakibatkan fraktur, dapat juga terjadi pada
keadaan :
a) Tumor tulang (jinak atau ganas)
b) Infeksi seperti osteomielitis
c) Rakhitis, suatu penyakti tulang yang disebabkan oleh devisiensi
vitamin D yang mempengaruhi semua jaringan skelet lain.
3. Secara spontan, disebabkan oleh stress tulang yang terus menerus
misalnya pada penyakit polio dan orang yang bertugas di kemiliteran.

Patofisiologi Fraktur
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekeuatan dan gaya pegas untuk
menahan tekanan (Apley, A. Graham, 1993). Tapi apabila tekanan eksternal yang
datang lebih besar dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang
yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang (Carpnito, Lynda
Juall, 1995). Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam
korteks, marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan
terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga medula
tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang
mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai
denagn vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. ini
merupakan dasar penyembuhan tulang.
Manifestasi Klinik fraktur
Daerah paha yang patah tulangnya sangat membengkak, ditemukan tanda functio
laesa, nyeri tekan dan nyeri gerak. Tampak adanya deformitas angulasi ke lateral atau
angulasi ke anterior. Ditemukan adanya perpendekan tungkai bawah. Pada fraktur 1/3
tengah femur, saat pemeriksaan harus diperhatikan pula kemungkinan adanya
dislokasi sendi panggul dan robeknya ligamentum didaerah lutut. Selain itu periksa
juga nervus siatika dan arteri dorsalis pedis
Komplikasi Fraktur
Komplikasi dini dari fraktur femur ini dapat terjadi syok dan emboli lemak.
Sedangkan komplikasi lambat yang dapat terjadi delayed union, non-union, malunion,
kekakuan sendi lutut, infeksi dan gangguan saraf perifer akibat traksi yang berlebihan.










DAFTAR PUSTAKA

1. Lane NE. Osteoporosis. Jakarta. Raja Grafindo Persada. 2003.

2. Kasper, Braunwauld, Fauci. Osteoporosis. In: Lindsay R, Editors. Harrisons
Principles of Internal Medicine. 16
th
ed. New York:McGraw-
Hill;2005;p.2272-8
3. Sudoyo, Setiyohardi, Alwi, Simadibrata, Setiati. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam .
Jilid II. Edisi IV. Jakarta: FKUI , 2006.
4. Manolagas SC. Birth and death of bone cells basic regulatory mechanisms and
implications for the pathogenesis and treatment of osteoporosis. Endocrine
Reviews 2000;21(2):115-37.
5. Monroe DG, Secreto FJ, Spelsberg TC. Overview of estrogen action in
osteoblasts: Role of the ligand the receptor and the co-regulators. J
Musculoskel Neuron Interact 2003;3(4):357-62.
6. Broto R. Manifestasi Klinis dan Penatalaksanaan Osteoporosis

7. Bell, Norman H. RANK ligand and the regulation of skletal remodeling. J Clin
Invest 2003;(111):1120-22.

Anda mungkin juga menyukai