Seminar
Seminar
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Isu pemanasan global dan kekurangan energi yang kian marak telah
menjadi isu yang semakin serius mendominasi seluruh dunia. Bumi sedang
mengalami pemanasan global yang parah, dan hal ini tidak bisa dihindari.
Kebutuhan energi semakin meningkat, salah satunya adalah kebutuh energi sistem
pendingin. International Institute of Refrigeration di Paris mengungkapkan bahwa
15% dari listrik yang diproduksi di dunia digunakan untuk memenuhi kebutuhan
energi dari sistem pendingin (Fan et al., 2007).
Permasalahan lain dari sistem pendingin adalah refrigeran yang dapat
merusak lingkungan. Montreal Protocol (1987) dan London and Copenhagen
Amandments (1990, 1992) juga menegaskan agar CFC (R-12) dan HCFC (R-
134a) untuk digantikan dengan refrigeran hijau yang memiliki nilai Ozone
Depletion Potential (ODP) dan Global Warming Potential (GWP) rendah atau
bahkan nol (Aristov et al., 2002).
Sistem pendingin adsorpsi bisa menjadi solusi untuk permasalahan di
atas, karena masing-masing nilai ODP dan GDP dari sistem ini bernilai nol
(Choudhurry, 2012). Sistem pendingin adsorpsi sebagai solusi penanggulangan
pemanasan global hanya menggunakan energi terbarukan berupa panas matahari
ataupun panas buang dari suatu pembakaran. Sistem ini juga tidak menggunakan
CFC ataupun HCFC yang mungkin berbahaya bagi lingkungan (Tso et al., 2011).
Dalam sistem pendingin adsorpsi, faktor yang sangat mempengaruhi
keseluruhan sistem adalah proses adsorpsi yang terjadi. Untuk mencapai hasil
adsorpsi yang optimal dengan pendinginan yang optimal, dibutuhkan pasangan
adsorben-adsorbat yang bersesuaian (Li dan Wang, 2007). Kapasitas adsorpsi
yang lebih besar bisa memberikan performa yang lebih baik dalam kaitannya
dengan peningkatan daya pendinginan dan sistem yang lebih ekonomis.
Sebagai refrigeran atau adsorbat, air adalah refrigeran alami yang paling
diterima karena harganya yang murah. Air tidak beracun dan tidak mudah
2
Universitas Indonesia
terbakar sehingga aman digunakan. selain itu, berbagai penelitian telah dilakukan
dengan menggunakan air dalam siklus panas (Meyer-Pittroff et al., 1990). Air
memiliki panas laten yang sangat tinggi dalam proses evaporasi dan suhu kritis
yang juga tinggi. Oleh karena itu, air berpotensi sebagai pendingin yang efisien.
Karbon aktif adalah salah satu adsorben yang potensial memiliki luas
permukaan internal yang besar karena porositasnya tinggi, reaktivitas permukaan
yang tinggi, dan oleh karena itu memiliki kapasitas yang besar untuk menyerap
bahan kimia dari cairan atau gas. Selain itu, karbon aktif memiliki konduktivitas
termal yang tinggi yaitu: 0,5 W m
-1
K
-1
(Menard et al., 2005), sehingga baik
digunakan sebagai adsorben secara langsung maupun sebagai bahan adsorben
komposit dalam sistem pendingin adsorpsi.
Banyak bahan alam yang bisa digunakan sebagai prekursor karbon aktif,
seperti: kayu, batu bara, lignit, gambut, residu dari minyak bumi, dan tempurung
kelapa. Pemilihan bahan yang berbeda dilakukan untuk menentukan adsorptivitas
dan sifat fisik dari masing-masing bahan untuk tujuan yang berbeda.
Pemilihannya biasanya berdasarkan ketersediaan, harga, serta konsistensi dari
kualitas kemurnian bahan tersebut (Badie S. et al., 2001). Kenyataannya, material
yang murah dengan kadar karbon yang tinggi dan zat inorganik yang rendah bisa
digunakan sebagai bahan mentah untuk memproduksi karbon aktif.
Limbah pertanian telah terbukti sebagai bahan yang menjanjikan untuk
produksi karbon aktif karena ketersediaannya dalam harga yang murah dan
mampu menghasilkan karbon aktif dengan kapasitas adsorpsi yang baik serta
kekuatan mekanis yang sesuai (Ioannidou et al., 2007). Sehingga, limbah
pertanian sangat tepat digunakan sebagai prekursor pembuatan adsorben dalam
sistem pendingin
Cangkang dari kelapa sawit mengandung konsentrasi yang tinggi dari
zat-zat volatil dan kadar abu rendah yang ideal untuk membuat matriks karbon
aktif dengan struktur berpori yang tinggi. Selain itu, produksi kelapa sawit yang
cukup tinggi di Indonesia sampai saat ini mencapai 14,8 ton di tahun 2012 dan
limbahnya belum semua difungsikan untuk kehidupan masyarakat Indonesia.
Penelitian ini diharapkan menjadi salah satu jalan untuk memberikan fungsi lain
dari limbah cangkang kelapa sawit dengan menjadikannya sebagai prekursor
3
Universitas Indonesia
dalam membuat palm shell activated carbon dan menjadikannya sebagai adsorben
komposit dalam sistem pendingin adsorpsi.
Cangkang kelapa sawit merupakan salah satu material yang mengandung
baik lignin dan selulosa, sehingga aktivasi yang cocok adalah aktivasi kimia.
Karbon aktif yang berasal diaktivasi dengan aktivasi kimia umumnya memiliki
luas permukaan tinggi dan mikropori yang baik sehingga bisa digunakan untuk
mengadsorpsi uap air (Foley et al., 1997). Aktivasi kimia KOH adalah metode
yang sangat efektif untuk produksi karbon aktif dengan distribusi ukuran pori
mikro dan porositas yang berkembang dengan baik (Otowa et al., 1993). Maka,
alam penelitian ini dilakukan aktivasi kimia dengan KOH sebagai aktivator.
Penelitian pembuatan komposit karbon aktif sebagai adsorben dalam
sistem pendingin adsorpsi sudah banyak dilakukan. Proses impregnasi dengan
kalsium klorida dan silika gel untuk sintesis adsorben komposit dapat
meningkatkan kemampuan karbon aktif dalam menyerap uap air. Impregnasi
silika gel dari larutan sodium silikat mampu meningkatkan kapasitas adsorpsi uap
air pada tekanan 750 Pa - 1100 Pa. Sementara impregnasi kalsium klorida perlu
dilakukan untuk memodifikasi struktur pori-pori karbon aktif sehingga bersifat
lebih higroskopis. Dari penelitian yang dilakukan Tso et al., 2011, adsorpsi air
dengan komposit AC/Silika gel/CaCl
2
sampai 933% kali lebih baik dibandingkan
hanya digunakan karbon aktif tanpa impregnasi. Penelitian dilakukan dengan
metode impregnasi yang sama namun menggunakan prekursor karbon aktif yang
berbeda sehingga terbentuk adsorben komposit PSAC/Silika gel/CaCl
2
dalam
aplikasinya sebagai sistem pendingin adsorpsi.
Pengamatan dilakukan untuk melihat perbedaan komposit PSAC/Silika
gel/CaCl
2
dengan adsorben komposit yang dihasilkan pada penelitian sebelumnya,
pengaruh penggunaan prekursor cangkang kelapa sawit dalam struktur morfologi
dan kemampuan adsorpsi adsorben komposit dalam mengadsorpsi uap air dalam
sistem pendingin adsorpsi.
4
Universitas Indonesia
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada Pembuatan Komposit Palm Shell Activateed
Carbon Terimpregnasi dengan Silika gel dan Kalsium Klorida sebagai Adsorben
Sistem Pendingin Adsorpsi antara lain:
1. Apakah palm shell activated carbon lebih baik dibandingkan dengan
karbon aktif batu bara untuk dijadikan komposit terimprengasi silika gel
dan CaCl
2
dengan kemampuan adsorpsi tinggi terhadap uap air.
2. Bagaimana pengaruh impregnasi silika gel dan kalsium klorida terhadap
palm shell activated carbon dalam peningkatan kemampuan adsorpsi
terhadap uap air.
3. Bagaimana konsentrasi optimum kalsium klorida dan waktu perendaman
optimum silika gel dan kalsium klorida dalam proses sintesis komposit
palm shell activated carbon.
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk membandingkan palm shell
acivated carbon dengan karbon aktif batu bara untuk dijadikan komposit
terimprengasi silika gel dan CaCl
2
dengan kemampuan adsorpsi tinggi terhadap
uap air. Sedangkan tujuan khusus dari penelitian ini antara lain:
1. Mempelajari pengaruh impregnasi silika gel dan kalsium klorida
terhadap palm shell activated carbon dalam peningkatan kemampuan
adsorpsi terhadap uap air.
2. Mengetahui konsentrasi optimum kalsium klorida dan waktu perendaman
optimum silika gel dan kalsium klorida dalam proses sintesis komposit
palm shell activated carbon.
1.4 Batasan Masalah
Ruang lingkup yang membatasi penelitian ini antara lain:
1. Karbon aktif yang akan dijadikan adsorben komposit adalah karbon aktif
yang dibuat dari cangkang cangkang kelapa sawit.
5
Universitas Indonesia
2. Karbon aktif dari cangkang kelapa sawit diaktifkan dengan menggunakan
larutan basa KOH.
3. Impregnasi dilakukan dengan kondisi operasi sama untuk masing-masing
karbon aktif kecuali untuk waktu perendaman karbon aktif dalam larutan
sodium silikat dan kalsium klorida serta konsentrasi dari kalsium klorida.
4. Karakterisasi adsorben komposit yang dilakukan antara lain XPS,
SEM/EDX, BET, dan TGA.
5. Uji kapasitas adsorpsi komposit dilakukan selama 1,5 jam dalam tekanan
dan suhu yang dijaga tetap.
6. Uap air yang diadsorpsi dijaga dalam temperatur dan tekanan tetap.
1.5 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan yang dilakukan untuk penulisan penelitian ini
dilakukan dengan membagi tulisan menjadi:
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini berisi tentang latar belakang penelitian dan penulisan, perumusan masalah
yang dibahas, tujuan dilakukannya penelitian, batasan masalah, serta sistematika
penulisan.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Berisi tinjauan pustaka yang dijadikan dasar penelitian. Meliputi teori tentang
pemanasan global, mekanisme sistem pendingin adsorpsi, air sebagai
refrigeran/adsorbat, pasangan adsorben-adsorbat, analisis performa adsorben-
adsorbat, karbon aktif sebagai adsorben, cangkang kelapa sawit sebagai prekursor,
karbonisasi dan aktivasi kimia dengan KOH, proses adsorpsi, karakterisasi XPS,
SEM/EDX, BET, dan TGA.
BAB III : METODOLOGI PENELITIAN
Berisi rancangan penelitian yang akan dilakukan, diagram alir penelitian,
pengambilan data, dan teknik analisa data yang akan dilakukan.
6 Universitas Indonesia
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pemanasan Global akibat Sistem Pendingin Konvensional
Isu pemanasan global dan kekurangan energi yang kian marak telah
menjadi isu yang semakin serius mendominasi seluruh dunia. Kebutuhan energi
semakin meningkat, salah satunya adalah kebutuh energi sistem pendingin.
International Institute of Refrigeration di Paris mengungkapkan bahwa 15% dari
listrik yang diproduksi di dunia digunakan untuk memenuhi kebutuhan energi dari
sistem pendingin (Fan et al., 2007). Permasalahan lain dari sistem pendingin
adalah refrigeran yang dapat merusak lingkungan. Montreal Protocol (1987) dan
London and Copenhagen Amandments (1990, 1992) juga menegaskan agar CFC
(R-12) dan HCFC (R-134a) untuk digantikan dengan refrigeran hijau yang
memiliki nilai Ozone Depletion Potential (ODP) dan Global Warming Potential
(GWP) rendah atau bahkan nol (Aristov et al., 2002).
Dalam perkembangan ini, sistem pendingin adsorpsi bisa menjadi solusi
untuk permasalahan di atas, karena masing-masing nilai ODP dan GDP dari
sistem ini bernilai nol (Choudhurry, 2012). Penelitian yang dilakukan berfokus
pada kemungkinan penggunaan material adsorben yang lebih baik dalam hal
efisiensi adsorpsi dan harganya, sehingga penggunaan sistem pendingin adsorpsi
dapat dimanfaatkan menggantikan sistem pendingin yang konvensional.
2.2 Sistem Pendingin Adsorpsi
2.2.1 Prinsip Dasar dan Mekanisme Sistem Pendingin Adsorpsi
Sistem pendingin adsorpsi menggunakan lapisan adsorben padat untuk
menyerap dan mendesorpsi refrigeran untuk mendapatkan efek pendinginan
(Yong, 2006). Sistem pendingin adsorpsi dasar umumnya terdiri dari empat
komponen utama: bed yang merupakan lapisan adsorben padat (adsorbent bed),
kondenser, katup ekspansi, dan evaporator. Lapisan adsorben padat mendesorpsi
uap refrigeran bila dipanaskan dan mengadsorpsi uap refrigeran ketika
7
Universitas Indonesia
didinginkan. Dengan cara ini, lapisan adsorben padat dapat digunakan sebagai
kompresor termal untuk mendorong refrigeran pada sistem untuk dapat
memanaskan atau mendinginkan fluida transfer panas atau menyediakan
pendinginan atau pemanasan bagi ruangan tertentu.
Refrigeran yang digunakan didesorpsi dari bed saat dipanaskan untuk
mendorong refrigeran keluar dari bed dan uap refrigeran kemudian disampaikan
kepada kondensor. Dalam kondensor, uap refrigeran didinginkan dan
terkondensasikan. Kondensat refrigeran kemudian diekspansi melalui katup
ekspansi kemudian masuk ke dalam evaporator yang merupakan tempat
berlangsungnya proses pertukaran panas antara kondensat bertekanan rendah
dengan steam atau udara dalam ruangan yang dikondisikan untuk menguapkan
kondensat. Dalam proses adsorpsi, uap refrigeran dari evaporator dialirkan
kembali ke dalam bed untuk menyelesaikan siklus.
Untuk mendapatkan efek pendingin dari sistem refrigerasi adsorpsi yang
berkelanjutan dan stabil, diperlukan dua atau lebih bed adsorben dalam sistem.
Dalam siklus two-bed yang tipikal, satu bed dipanaskan dalam periode desorpsi
sementara bed yang lainnya didinginkan selama proses adsorpsi (Yong, 2006).
Gambar 2. 1 Contoh skema sistem pendingin adsorpsi dengan siklus two-bed
(Tso et al., 2012)
8
Universitas Indonesia
Langkah pemanasan dan pendinginan harus dibalikan saat lapisan
adsorben mencapai batas atas dan bawah suhu yang diinginkan dari siklus
adsorpsi. Suhu atas dan bawah akan bervariasi tergantung pada pemilihan cairan
refrigeran dan adsorben yang digunakan, yakni pasangan adsorben-adsorbat dalam
proses adsorpsi.
2.2.2 Analisis Performa Adsorben-Adsorbat
Kinerja dari sistem pendingin adsorpsi biasanya dinilai dengan
menggunakan dua faktor kinerja, yaitu coeffient of performance (COP), dan
specific cooling power (SCP). COP didefinisikan sebagai jumlah pendinginan
yang dihasilkan oleh sistem pendingin adsorpsi per unit panas yang disuplai
(Anyanwu, 2004) seperti yang diberikan di bawah ini:
(2.1)
dimana
adalah
kuantitas panas terserap oleh adsorber selama proses desorpsi. Semakin tinggi
nilai COP semakin baik, dengan rentang COP paling tinggi adalah 1,0 atau
efisiensi sempurna tanpa heat loss.
Sementara SCP didefinisikan sebagai rasio antara produksi pendingin
dan waktu siklus per satuan berat adsorben, seperti yang diberikan berikut:
(2.2)
dimana
(2.3)
P dan P
0
adalah tekanan kesetimbangan dan tekanan jenuh adsorbat
pada suhu adsorpsi. v adalah jumlah gas teradsorb (misal dalam satuan volum),
dan v
m
adalah jumlah gas yang teradsorp secara monolayer. c adalah konstanta
BET.
1
exp( )
L
E E
c
RT
(2.4)
E
1
adalah kalor atau energi untuk adsorpsi lapisan pertama dan E
L
adalah
kalor atau energi untuk adsorpsi lapisan kedua dan selanjutnya yang besarnya
sama dengan kalor lebur (Sing, 1982).
Persamaan (2.3) merupakan persamaan adsorpsi isotermis dan dapat
diplot sebagai garis lurus dengan 1/v[(P
0
/ P) 1] pada sumbu y dan = P / P
0
pada sumbu x berdasarkan hasil eksperimen. Plot ini disebut plot BET. Hubungan
linear pada persamaan ini hanya berlaku pada rentang 0.05 < P / P
0
< 0.35. Nilai
dari gradien A dan intersep-y (I) pada garis biasanya digunakan untuk menghitung
jumlah gas yang teradsorp pada monolayer, v
m
, dan konstanta BET, c (Condon,
2006).
25
Universitas Indonesia
1
( )
m
v
A I
(2.5)
1
A
c
I
(2.6)
BET banyak digunakan untuk menghitung luar permukaan suatu padatan
dengan metode adsorpsi fisika dari molekul-molekul gas. Luas permukaan total,
S
total
, dan luas permukaan spesifik, S, dinyatakan dengan persamaan (Condon,
2006):
,
( )
m
BET total
v Ns
S
V
(2.7)
, BET total
BET
S
S
a
(2.8)
dengan N Bilangan Avogadro
a Penampang adsorpsi (cross section)
V Volume molar gas adsorbent
a Massa molar dari spesies yang teradsorp
2.6.4 Karakterisasi TGA (Thermal Gravimetric Analysis)
26 Universitas Indonesia
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Diagram Alir Penelitian
Pada penelitian ini metode penelitian yang akan digunakan adalah
impregnasi dalam pembuatan komposit PSAC (palm shell activated carbon)
dengan kandungan silika gel dan kalsium klorida. Dari komposit yang
divariasikan, kapasitas dan kinetika adsorpsi komposit tersebut diujikan untuk
melihat pengaruh yang diberikan silika gel dan kalsium klorida terhadap PSAC.
Diagram alir penelitian ini ditunjukkan pada Gambar 3.1 di bawah ini.
Gambar 3. 1 Diagram alir penelitian keseluruhan
27
Universitas Indonesia
Prosedur penelitian diawali dengan sintesis PSAC lewat proses karbonisasi
dan aktivasi kimia dengan larutan KOH sebagai aktivator, yang dilanjutkan
dengan mengkompositkan PSAC/Silika-gel/CaCl
2
dengan proses impregnasi
berupa perendaman larutan sodium silika untuk penyisipan silika gel dan
perendaman larutan CaCl
2
dengan untuk penyisipan kalsium klorida.
3.2 Alat dan Bahan Penelitian
3.2.1 Alat dan Bahan Karbonisasi dan Aktivasi Kimia PSAC
Alat
Oven analitik
Cawan penguap porselen
Lumpang
Penyaring elektrik dengan ukuran 595m (30 mesh)
Timbangan Analitik
Beaker glass 2000 ml
Gelas ukur
Botol semprot
Pengaduk magnetik (stirrer)
Spatula
Tube Furnace
Pipet tetes
Kertas saring Whatman No.41
Corong
Dryer
Bahan
Cangkang kelapa sawit
KOH
Akuades
Larutan HCl
Gas N2
28
Universitas Indonesia
3.2.2 Alat dan Bahan Impregnasi PSCA dengan Silika gel dan CaCl
2
Alat
Beaker glass 250 ml, 500 ml, dan 1000 ml
Timbangan Analitik
Gelas ukur
Botol semprot
Pengaduk magnetik (stirrer)
Spatula
Pipet tetes
Kertas saring Whatman No.41
Corong
Dryer
Bahan
PSAC
Larutan Sodium Silikat
CaCl2
Akuades
Larutan H
2
SO
4
3,9 M
3.2.3 Alat dan Bahan Karakaterisasi Komposit PSAC/Silika gel/CaCl
2
Alat
AMICUS/Electron Spectroscopy for Chemical Analysis, buatan
Shimadzu untuk karakterisasi XPS
JEOL JSM-6390 A Analytical Scanning Electron Microscope untuk
karakterisasi SEM EDX dan Mapping
Autosorb-6B, Gas Sorption System, buatan Quantachrome untuk
karakterisasi BET
TGA-50/51 Thermogravimetric Analyzers, buatan Shimadzu untuk
karakterisasi TGA
29
Universitas Indonesia
Kuvet
Stopwatch
Bahan
Komposit PSAC/Silika gel/CaCl
2
Uap air (akuades)
3.2.4 Alat dan Bahan Uji Kapasitas Adsorpsi Komposit PSAC/Silika
gel/CaCl
2
Alat
Ruangan tes vakum
Evaporator
Digital Temperatur Controller
Termokopel tipe-K
Electronic balance
Pengukur tekanan (pressure gauge)
Vacuum valve
Stopwatch
Bahan
Komposit PSAC/Silika gel/CaCl
2
Uap air
3.1. Prosedur Penelitian
3.3.1. Karbonisasi dan Aktivasi PSAC
Cangkang kelapa sawit mula-mula dipotong menjadi seperempat ukuran
cangkang, kemudian dikeringkan di udara terbuka (air drying) sampai mencapai
kadar air kering di udara terbuka. Proses karbonisasi dilakukan dengan
memanaskan cangkang kelapa sawit pada suhu 600C selama 1 jam dengan N
2
dalam atmosfer, lalu arang cangkang kelapa sawit dihancurkan sampai berbentuk
serbuk halus berukuran 595m (30 mesh).
30
Universitas Indonesia
Metode aktivasi karbon kelapa sawit dilakukan dengan bantuan aktivator
berupa KOH. Karbon kelapa sawit yang telah dibuat direndam ke dalam larutan
KOH (akuades 10 kali berat KOH) dengan perbandingan berat KOH dan karbon
aktif 5:1. dan dipanaskan dengan suhu 850C selama 1 jam dengan N
2
mengalir.
Karbon hasil aktivasi lalu dicuci dengan HCl (1M) dan akuades dikeringkan
dengan pemanasan dalam suhu 100C selama 24 jam. Diagram alir dari
pembuatan palm shell activated carbon ini ditunjukkan pada Gambar 3.2 di
bawah ini.
Gambar 3. 2 Diagram alir proses karbonisasi dan aktivasi PSAC
31
Universitas Indonesia
3.3.2. Pembuatan Komposit PSAC/Silika gel/CaCl
2
Pembuatan komposit PSAC/Silika gel/CaCl
2
dilakukan dengan metode
impregnasi. Metode impregnasi karbon aktif dengan sodium silikat telah
dilakukan sebelumnya oleh Tso, C.Y., et. al pada tahun 2011. Karbon aktif yang
akan diimpregnasi adalah PSAC yang telah dibuat dalam proses sebelumnya.
Karbon aktif yang sudah siap diambil sebanyak 10 gram kemudian direndam
dengan larutan sodium silikat (11 wt.% Na
2
O dan 27 wt.%. SiO
2
) sebanyak 150
ml. Dalam proses perendaman ini, dilakukan variasi terhadap waktu perendaman
larutan sodium silikat, yaitu: 24 jam, 48 jam, dan 72 jam. Setelah perendaman,
PSAC difiltrasi dan dikeringkan selama 24 jam dalam suhu 110C.
Penetrasi kedua dilakukan untuk mengikat sodium dalam PSAC yang
sudah diimpregnasi dengan merendam karbon aktif dengan larutan asam H
2
SO
4
3,9 N sebanyak 75 ml selama 24 jam. Kemudian filtrasi PSAC setelah penetrasi
kedua dilakukan dan mengeringkannya dalam suhu 110C selama 24 jam. Karbon
aktif kemudian dicuci dengan akuades untuk menghilangkan kandungan Na
2
SO
4
dan dikeringkan selama 24 jam dalam suhu 150C sehingga dihasilkan karbon
aktif yang telah mengandung silika gel.
Proses impregnasi kimia selanjutnya adalah dengan menggunakan kalsium
klorida. CaCl
2
berbentuk anhidrat bubuk 96 wt.% dilarutkan dalam akuades
dengan konsentrasi yang berbeda (15 wt.%, 30 wt.% dan 45 wt.%). Karbon aktif
kemudian direndam dalam larutan kalsium klorida dengan waktu perendaman
yang divariasikan, yaitu: 24 jam, 48 jam, dan 72 jam. Lalu, dilakukan filtrasi
untuk dan pengeringan dalam suhu 150C selama 24 jam dan diperoleh komposit
adsorben berupa AC/Silika/CaCl
2
. Adapun diagram alir dari proses ini terlampir
di Gambar 3.3.
32
Universitas Indonesia
Gambar 3. 3 Diagram alir proses pembuatan komposit PSAC/Silika gel/CaCl
2
33
Universitas Indonesia
3.3.3. Karakaterisasi Komposit PSAC/Silika gel/CaCl
2
Uji karakteristik karbon aktif yang dilakukan untuk penelitian ini antara
lain X-ray Photoelectron Spectrometry (XPS), Scanning Electron Microscope
(SEM), BrunauerEmmettTeller (BET), dan Thermal Gravimetric Analysis
(TGA). Baik XPS, SEM, dan BET digunakan untuk mengetahui struktur pori-pori
dari karbon aktif sebelum dan setelah impregnasi (khusus untuk karbon aktif batu
bara hanya karakterisasi setelah impregnasi). Sementara TGA berfungsi untuk
perubahan berat sampel pada hubungannya dengan temperatur.
3.3.4. Uji Kapasitas Adsorpsi Komposit PSAC/Silika gel/CaCl
2
Pengujian dilakukan dengan menggunakan sebuah ruang vakum dan
evaporator. Suhu adsorben dalam ruang vakum dijaga tetap dengan dengan
bantuan kontroller temperatur digital sehingga kurva kecepatan adsorpsi secara
isotermal bisa didapatkan. Sementara jumlah uap air yang teradsorpsi diukur
dengan bantuan electronic balance yang kemampuan pengukurannya sampai
0,001 g. Adapun tekanan dari ruangan vakum dijaga vakum dengan bantuan katup
vakum (vacum valve).
Mula-mulai air yang dipompa dikontrol laju alirnya dengan sebuah katuh,
diubah fasanya menjadi gas dalam evaporator, kemudian uap air dialirkan ke
dalam ruangan vakum yang telah diisikan adsorben. Suhu aliran uap air dijaga
tetap dengan bantuan kontroller temperatur digital. Dari dalam ruang vakum, uap
air yang teradsorpsi diukur jumlahnya dengan electronic balance. Hal ini
dilakukan dalam kurun waktu 1,5 jam, karena komposit hampir mencapai
kesetimbangannya pada waktu tersebut.
34
Universitas Indonesia
Gambar 3. 4 Skema diagram unit uji kapasitas adsorpsi komposit
3.4 Variabel Penelitian
a. Variabel Tetap
1. Metode karbonisasi dan aktivasi PSAC.
2. Metode pembuatan komposit PSAC/Silika gel/CaCl
2
dengan
perendaman larutan sodium silikat dan kalsium klorida
3. Ruang tes vakum dalam unit uji kapasitas adsorpsi dijaga pada
tekanan 40 Pa dan suhu tetap.
35
Universitas Indonesia
b. Variabel Bebas
1. Impregnasi PSAC dengan silika gel dilakukan dengan variasi
waktu perendaman, yaitu 24 jam, 48 jam, dan 72 jam.
2. Impregnasi PSAC/Silika dengan CaCl
2
gel dilakukan dengan
variasi konsentrasi kalsium klorida dari 15 wt.%, 30 wt.%, 45
wt.% dan variasi waktu perendaman, yaitu 24 jam, 48 jam, dan
72 jam.
c. Variabel Terikat
1. Morfologi nanokomposit PSAC/Silika gel/CaCl
2
.yang
terbentuk.
2. Luas permukaan dan total volume pori PSAC/Silika gel/CaCl
2
..
3. Kemampuan adsorpsi uap air dari adsorben komposit
PSAC/Silika gel/CaCl
2
.
3.5 Teknik Pengambilan Data
3.6 Teknik Pengolahan dan Analisis Data
Prosedur pengolahan data dan analisis data ditabulasi dalam tabel 3.1 di
bawah ini