Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hipotermi merupakan suatu keadaan dimana suhu tubuh berada di bawah nilai normal
(36,5 37,5 C). Sejak awal tahun 1900-an, hipotermi menjadi masalah yang penting pada
bayi baru lahir, karena bayi baru lahir belum mampu menyesuaikan suhu tubuhnya dengan
baik. Hipotermi telah diketahui menjadi salah satu penyebab kesakitan dan kematian pada
bayi baru lahir hampir di setiap benua di dunia.
Bayi baru lahir memiliki kemampuan yang belum sempurna dalam termoregulasi
suhu tubuhnya sehingga perlu dilindungi dari udara dingin dan panas. Sebagai lini pertama
pelayanan kesehatan, dokter umum diharapkan memiliki kompetensi yang memadai
mengenai hipotermi pada bayi baru lahir ,sehingga dapat memberikan pelayanan yang
maksimal sekaligus melakukan promosi dan prevensi hipotermi pada bayi baru lahir.
















2

BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Aspek Termoregulasi pada Bayi Baru Lahir
Termoregulasi adalah kemampuan untuk menyeimbangkan antara produksi panas dan
hilangnya panas dalam rangka menjaga suhu tubuh agar tetap dalam keadaan normal.
Kemampuan ini sangatlah terbatas pada bayi baru lahir. Suhu normal terjadi jika ada
keseimbangan antara produksi panas dan hilangnya panas.
Keseimbangan panas mengacu kepada hukum kekekalan energi, dimana dalam
kondisi ekuilibrium, produksi panas seimbang dengan kehilangan panas. Bila produksi
meningkat, maka suhu tubuh akan meningkat sampai tercapai kembali ekuilibrium dan
sebaliknya. Bayi baru lahir memproduksi panas tubuhnya melalui aktivitas metabolik di
seluruh jaringan tubuh. Produksi panas ini digambarkan dalam unit kilokalori per m
2
luas
permukaan tubuh. Nilai maksimumnya akan mencapai 50 kkal/m
2
/jam pada usia 3-6 bulan
yang akan konstan sampai usia kanak-kanak hingga dewasa. Bayibaru lahir juga memiliki
kemampuan yang bervariasi dalam meningkatkan produksi panas sebagai respon terhadap
stresor berupa suhu dinginterutama pada bayi dengan berat badan lahir rendah.

Sama halnya dengan manusia dewasa, bayi baru lahir memiliki respon terhadap suhu
lingkungan baik secara fisiologis maupun tingkah laku. Normalnya terhadap suhu lingkungan
yang dingin, bayi akan meningkatkan produksi panas dengan tidak melakukan aktivitas fisik
seperti menggigil. Bayi baru lahir bergantung pada lemak coklat yang memiliki aktivitas
metabolik, tersimpan di antara skapula (superfisial) dan di sepanjang aorta. Sebagai respon
terhadap dingin, katekolamin akan dilepaskan lalu merangsang lemak coklat secara langsung
dengan menstimulasi terjadinya fosforilasi oksidatif untuk selanjutnya melepaskan energi
dalam bentuk panas. Bayi baru lahir memiliki kemampuan untuk meningkatkan lebih dari
dua kali lipat produksi panasnya dengan cara ini. Selain lemak coklat, vasokonstriksi
pembuluh darah perifer juga terjadi sebagai respon terhadap dingin dan ini terbatas pada bayi
prematur. Perlu diketahui bahwa mekanisme termoregulasi tanpa menggigil ini hanya terjadi
pada 12 jam pertama.
Mekanisme tingkah laku bayi baru lahir berbeda dengan anak dan dewasa. Bila
terpapar suhu dingin, bayi baru lahir dapat terus tertidur, meskipun posisinya akan fleksi
untuk mengurangi kehilangan panas dan ini juga berlaku pada bayi prematur.
3

Karena adanya keterbatasan ini, maka seorang bayi baru lahir harus dapat dijaga
suhunya dibawah suhu lingkungan yang netral. Suhu kulit normal dari seorang bayi baru lahir
adalah 36,0 - 36,5C. Suhu inti (rektal) normal adalah 36,5-37,5C. Suhu aksila mungkin
dapat 0,5 - 1C lebih rendah dari suhu inti.
2.2. Definisi Hipotermi pada Bayi Baru Lahir
Hipotermi pada bayi baru lahir adalah suatu keadaan dimana bayi baru lahir memiliki
suhu tubuh dibawah 36,5
0
C (97,7
0
F) pada pengukuran di aksila, dengan klasifikasi yakni
hipotermi ringan 36-36.5
0
C (96,8-97,7
0
F), hipotermi sedang 32-36
0
C (89,6-96,8
0
F), dan
hipotermi berat dibawah 32
0
C (89,6
0
F).
Klasifikasi hipotermi yakni hipotermi ringan dengan suhu 36-36.5
0
C atau 96,8-
97,7
0
F, hipotermi sedang dengan suhu 32-36
0
C atau 89,6-96,8
0
F, dan hipotermi berat dengan
suhu di bawah 32
0
C atau 89,6
0
F.
Bayi yang lahir preterm memiliki predisposisi untuk terjadinya kehilangan panas
karena mereka memiliki lemak subkutan yang lebih sedikit, tingginya rasio permukaan tubuh
terhadap berat badan dan kurangnya glikogen serta lemak coklat yang tersimpan. Namun,
secara fisiologis, bayi memiliki postur hipotonik (seperti katak) yang menyebabkan proporsi
kulit terpapar area dingin lebih berkurang.

2.3 Mekanisme Hipotermi pada Bayi Baru Lahir
Suhu di dalam rahim ibu adalah sekitar 38C. Saat lahir, bayi baru lahir akan berada
pada lingkungan yang lebih dingin sehingga dapat mengalami kehilangan panas secara tiba-
tiba. Penurunan suhu tubuh bayi terjadi pada menit-menit pertama setelah lahir. Dalam 10-20
menit, bayi baru lahir yang tidak terlindungi, dapat mengalami penurunan suhu tubuh sekitar
2 - 4C, bahkan bisa lebih bila tidak diberikan perawatan yang memadai. Hal inilah yang
nantinya akan memicu terjadinya hipotermi.
Hipotermi dapat disebabkan oleh karena terpapar dengan lingkungan yang dingin
(suhu lingkungan rendah, permukaan yang dingin atau basah) atau bayi dalam keadaan basah
atau tidak berpakaian. Selain itu, bayi baru lahir memiliki fungsi termoregulasi yang sangat
terbatas untuk menyesuaikan suhu tubuhnya dengan lingkungan di luar rahim ibu. Kegagalan
termoregulasi akan menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya hipotermi.

Mekanisme-mekanisme yang menyebabkan terjadinya hipotermi diuraikan sebagai berikut :



4

1. Penurunan produksi panas
Pusat pengaturan suhu tubuh berada pada hipotalamus, tepatnya di area preoptik yang
mengandung sejumlah besar neuron yang sensitif terhadap panas dan diyakini berperan
penting sebagai sensor suhu untuk mengontrol suhu tubuh. Hipotalamus juga berperan
penting dalam mengontrol kinerja kelenjar lain, seperti kelenjar pituitari yang nantinya akan
mensekresikan hormon-hormon pemicu sekresi kelenjar tiroid dan adrenal. Sebagai
lanjutannya, tiroid dan adrenal berperan penting dalam menghasilkan hormon-hormon yang
berhubungan erat dengan peningkatan metabolisme sebagai salah satu sarana produksi panas
tubuh sehingga dapat dimengerti bahwa bila terjadi kegagalan dalam sistem endokrin dan
terjadi penurunan metabolisme basal tubuh, akan diikuti dengan penurunan produksi panas,
misalnya pada keadaan disfungsi kelenjar tiroid, adrenal ataupun pituitaria.
Sebagai contoh, pada bayi baru lahir dengan disfungsi kelenjar tiroid atau yang lebih
dikenal sebagai hipotiroid kongenital akan mengalami salah satu gejala klinis berupa suhu
rektal yang rendah, yakni < 35,5C dalam 0 45 jam pasca lahir. Hal ini disebabkan karena
tidak berfungsi dengan baiknya kelenjar tiroid yang mensistesis hormon-hormon tiroid, yakni
triiodotironin (T3) dan tetraiodotironin (T4 = tiroksin). Hormon ini akan merangsang
metabolisme jaringan yang meliputi konsumsi oksigen, produksi panas tubuh, fungsi syaraf,
metabolisme protein, karbohidrat, lemak dan vitamin serta kerja daripada hormon-hormon
lain.
2. Peningkatan panas yang hilang
Terjadi bila panas tubuh berpindah ke lingkungan sekitar,dn tubuh kehilangan
panas.Luas permukaan tubuh bayi baru lahir kira-kira tiga kali luas permukaan tubuh orang
dewasa dengan lapisan lemak di bawah kulit yang lebih tipis, terutama pada bayi dengan
berat badan lahir rendah. Bayi baru lahir diduga 4 kali lebih cepat kehilangan panas daripada
orang dewasa. Suhu kulit bayi baru lahir akan menurun 0,3C melalui pengukuran di aksila
atau 0,1C via pengukuran di rektal ketika bayi baru lahir berada di ruangan bersalin dengan
suhu 20 25C. Penurunan suhu tubuh bayi baru lahir sekitar 2 3C, akan setara dengan
kehilangan kalori sebesar 200 kalori/kgBB.
1

Mekanisme kehilangan panas ini dapat diuraikan sebagai berikut :
5


Gambar 1. Mekanisme kehilangan panas pada bayi baru lahir.
Konduksi
Yaitu perpindahan panas yang terjadi sebagai akibat perbedaan suhu antara kedua
obyek. Kehilangan panas terjadi saat kontak langsung antara kulit bayi baru lahir dengan
permukaan yang lebih dingin. Sumber kehilangan panas terjadi pada bayi baru lahir yang
berada pada permukaan atau alas dingin, seperti pada waktu proses penimbangan. Konduksi
ini juga dapat terjadi bila bayi baru lahir memakai selimut yang dingin atau pakaian yang
basah. Akan tetapi, jumlah panas yang hilang pada bayi baru lahir akibat konduksi ini
cenderung sedikit dan dapat diabaikan.

Konveksi
Konveksi merupakan transfer panas yang terjadi secara sederhana dari selisih suhu
antara permukaan kulit bayi dan aliran udara yang dingin di permukaan tubuh bayi sehingga
sangat ditentukan oleh perbedaan suhu antara udara dan bayi. Kehilangan panas secara
konveksi ini juga bergantung pada kecepatan udara sekitar. Semakin cepat udara yang
melewati permukaan tubuh bayi, maka penyekat antara bayi dan udara akan hilang sehingga
kehilangan panas akan meningkat. Sumber kehilangan panas disini dapat berupa inkubator
dengan jendela yang terbuka, ruangan perawatan yang dingin dan pada waktu proses
transportasi bayi baru lahir ke rumah sakit.

Radiasi
Radiasi adalah proses perpindahan panas dari suatu objek panas ke objek dingin yang
ada di sekitar, misalnya dari bayi dengan suhu yang hangat dikelilingi suhu lingkungan yang
lebih dingin. Sumber kehilangan panas dapat berupa suhu lingkungan yang dingin atau suhu
inkubator yang dingin atau bayi yang telanjang dalam kamar bersalin saat baru lahir dan
langsung terpapar ruangan dingin.
6

Evaporasi
Saat air menguap dari tubuh bayi, panas juga ikut terbuang. Setiap ml air yang
menguap akan membawa 560 kalori panas. Dalam kondisi normal, evaporasi pada bayi aterm
terjadi sebanyak seperempat bagian dari keseluruhan produksi panas saat istirahat. Evaporasi
ini mencakup yang keluar melalui saluran nafas dan difusi pasif air melalui epidermis
(transepidermal water loss/TEWL). Bayi prematur memiliki TEWL yang lebih besar
daripada bayi aterm, sekitar 6 kali per unit area permukaan kulit pada bayi preterm usia 26
minggu.
Evaporasi juga dapat meningkat melalui alat pemanas dan fototerapi secara tidak
langsung, melalui peningkatan suhu permukaan, kecepatan aliran udara dan kelembaban lokal
yang rendah, sehingga pemakaian alat pemanas dan fototerapi ini perlu dibarengi dengan
pencegahan tertentu misalnya dengan pemakaian selimut plastik atau lembaran plastik bening
yang akan mengurangi TEWL hingga 75 % .

3. Kegagalan termoregulasi
Kegagalan termoregulasi secara umum disebabkan kegagalan hipotalamus dalam
menjalankan fungsinya dikarenakan berbagai penyebab. Keadaan hipoksia intrauterin /saat
persalinan/postpartum, defek neurologik dan paparan obat prenatal (analgesik/anestesi) dapat
menekan respon neurologik bayi dalam mempertahankan suhu tubuhnya. Bayi sepsis akan
mengalami masalah dalam pengaturan suhu dapat menjadi hipotermi atau hipertermi.

2.4. Dampak Hipotermi
Saat adanya penurunan produksi panas dapat muncul kompensasi pengumpulan
produksi panas melalui peningkatan laju metabolik yang meliputi ketidakcukupan suplai
oksigen akibat peningkatan konsumsi oksigen, hipoglikemi sekunder akibat deplesi
penyimpanan glikogen, asidosis metabolik karena hipoksia dan vasokonstriksi perifer,
hambatan pertumbuhan, apneu dan hipertensi pulmonal sebagai akibat asidosis dan hipoksia.
Ketika kompensasi terhadap hilangnya panas tubuh yang berlebihan terlewati maka
akan terjadilah hipotermi. Gangguan pembekuan seperti disseminated intravascular
coagulation dan perdarahan pulmonal dapat terjadi pada hipotermi berat dan syok sebagai
hasil dari pengurangan tekanan arteri sistemik, volume plasma, curah jantung, perdarahan
intraventrikel dansinus bradikardi berat.


7

2.5. Diagnosis dan Klasifikasi Hipotermi
Hipotermi ditandai dengan akral dingin, bayi tidak mau minum, kurang aktif, kutis
marmorata, pucat, takipneu dan takikardia. Hipotermi yang berkepanjangan akan
menyebabkan terjadinya peningkatan konsumsi oksigen, respiratory distress, gangguan
keseimbangan asam basa, hipoglikemi, defek koagulasi, sirkulasi fetal persisten, gagal ginjal
akut, enterokolitis nekrotikan dan pada keadaan yang berat akan menyebabkan kematian.
Diagnosis hipotermi ditegakkan dengan pengukuran suhu baik suhu tubuh atau kulit
bayi. Pengukuran suhu ini sangat bermanfaat sebagai salah satu petunjuk penting untuk
deteksi awal adanya suatu penyakit.Pengukurannya dapat dilakukan melalui aksila,rektal atau
kulit.
Pengukuran suhu melalui aksila merupakan prosedur pengukuran suhu bayi yang
dianjurkan karena mudah, sederhana dan aman. Pengukuran melalui rektal hanya dilakukan
satu kali saja, yaitu waktu bayi baru lahir, karena sekaligus bermanfaat sebagai tes skrining
untuk mengetahui adanya anus imperforatus. Pengukuran suhu rektal tidak dilakukan sebagi
prosedur pemeriksaan yang rutin kecuali pada bayi-bayi sakit.

Kesempatan untuk bertahan hidup pada bayi baru lahir ditandai dengan keberhasilan
usahanya dalam mencegah hilangnya panas dari tubuh. Untuk itu, bayi baru lahir haruslah
dirawat dalam lingkungan suhu netral (Neutral Thermal Environment/NTE).

Tabel 1. Klasifikasi Hipotermi
Anamnesis Pemeriksaan Klasifikasi
Bayi terpapar suhu
lingkungan yang
rendah
Waktu timbulnya
kurang dari 2 hari
Suhu tubuh 32-
36,4C
Gangguan nafas
Denyut jantung <
100 kali /menit
Malas minum
Letargi
Hipotermi sedang
Bayi terpapar suhu
lingkungan yang
rendah.
Waktu timbulnya
kurang dari 2 hari
Suhu tubuh < 32C
Tanda hipotermia
sedang
Kulit teraba keras
Nafas pelan dan
Hipotermi berat
8

dalam
Tidak terpapar dengan
dingin atau panas yang
berlebihan
Suhu tubuh
berfluktuasi 36-
39C meskipun
berada di suhu
lingkungan yang
stabil
Fluktuasi terjadi
setelah periode suhu
stabil
Suhu tidak stabil
(pertimbangkan sepsis)

2.6.Tatalaksana Hipotermi
Berdasarkan klasifikasinya, tatalaksana hipotermi secara rinci dapat dijelaskan
sebagai berikut :
A. Hipotermi berat
1. Segera hangatkan bayi dibawah pemancar panas yang telah dinyalakan sebelumnya,
bila mungkin. Gunakan inkubator atau ruangan hangat, bila perlu
2. Ganti baju yang dingin dan basah bila perlu. Beri pakaian yang hangat, pakai topi dan
selimut dengan selimut hangat.
3. Hindari paparan panas yang berlebihan dan posisi bayi sering diubah.
4. Bila bayi dengan gangguan nafas (frekuensi nafas lebih dari 60 atau kurang dari30
kali/menit, tarikan dinding dada, merintih saat ekspirasi ), lakukan manajemen
gangguan nafas.
5. Pasang jalur IV dan beri cairan IV sesuai dengan dosis rumatan, dan infus tetap
terpasang dibawah pemancar panas, untuk menghangatkan cairan
6. Periksa kadar glukosa darah, bila kadar glukosa darah kurang dari 45 mg/dl, tangani
hipoglikemi.
7. Nilai tanda kegawatan bayi (misalnya gangguan nafas, kejang atau tidak sadar) setiap
jam dan nilai juga kemampuan minum setiap 4 jam sampai suhu tubuh kembali dalam
batas normal.
8. Ambil sampel darah dan beri antibiotik sesuai dengan yang disebutkan dalam
penanganan kemungkinan besar sepsis.
9. Anjurkan ibu menyusui segera setelah bayi siap :
9

Bila bayi tidak dapat menyusu, beri ASI peras dengan menggunakan salah satu
alternatif cara pemberian minum
Bila bayi tidak dapat menyusu sama sekali, pasang pipa lambung dan beri ASI peras
begitu suhu bayi mencapai 35C.
10. Periksa suhu tubuh bayi setiap jam. Bila suhu naik paling tidak 0,5C/jam, berarti
upaya menghangatkan berhasil, kemudian lanjutkan dengan memeriksa suhu bayi
setiap 2 jam.
11. Periksa juga suhu alat yang dipakai untuk menghangatkan dan suhu ruangan setiap
jam.
12. Setelah suhu bayi normal :
Lakukan perawatan lanjutan untuk bayi
Pantau bayi selama 12 jam kemudian dan ukur suhunya setiap 3 jam.
13. Pantau bayi selama 24 jam setelah penghentian antibiotika. Bila suhu bayi tetap dalam
batas normal dan bayi minum dengan baik dan tidak ada masalah lain yang
memerlukan perawatan di rumah sakit, bayi dapat dipulangkan dan nasehati ibu
bagaimana cara menjaga agar bayi tetap hangat selama di rumah.

B. Hipotermi sedang
1. Ganti pakaian yang dingin atau basah dengan pakaian yang hangat, memkai topi dan
selimuti dengan selimut hangat.
2. Bila ada ibu / pengganti ibu, anjurkan menghangatkan bayi dengan melakukan kontak
kulit dengan kulit atau perawatan bayi lekat (Kangaroo Mother Care)
3. Bila ibu tidak ada :
Hangatkan kembali bayi dengan menggunakan alat pemancar panas, gunakan
inkubator dan ruangan hangat, bila perlu
Periksa suhu alat dan suhu ruangan, beri ASI peras dengan menggunakan salah
satu alternatif cara pemberian minum dan sesuaikan pengatur suhu.
Hindari paparan panas yang berlebihan dan posisi bayi lebih sering diubah.
4. Anjurkan ibu untuk menyusui lebih sering. Bila bayi tidak dapat menyusu, berikan
ASI peras menggunakan salah satu alternatif cara pemberian minum.
5. Mintalah ibu untuk mengamati tanda kegawatan (misalnya gangguan nafas, kejang,
tidak sadar) dan segera mencari pertolongan bila terjadi hal tersebut.
6. Periksa kadar glukosa darah, bila <45 mg/dl, tangani hipoglikemia.
10

7. Nilai tanda kegawatan, misalnya gangguan nafas, bila ada tangani gangguan nafasnya
8. Periksa suhu tubuh bayi setiap jam, bila suhu naik minimal 0,5C/jam, berarti usaha
mengahangatkan berhasil, lanjutkan memeriksa suhu tiap 2 jam.
9. Bila suhu tidak naik, atau naik terlalu pelan, kurang 0,5c/jam, cari tanda sepsis.
10. Setelah suhu tubuh normal :
Lakukan perawatan lanjutan
Pantau bayi selama 12 jam berikutnya, periksa suhu tiap 3 jam.
11. Bila suhu tetap dalam batas normal dan bayi dapat minum dengan baik serta tidak ada
masalah lain yang memerlukan perawatan di rumah sakit, bayi dapat dipulangkan.
Nasihati ibu cara menghangatkan bayi di rumah.
2.7. Pencegahan Hipotermi dengan 10 Langkah Proteksi Termal
Sepuluh langkah proteksi termal adalah serangkaian tindakan yang dilakukan pada
bayi baru lahir dengan tujuan untuk menghindarkan terjadinya stress hipotermi maupun
hipertermi, serta menjaga suhu tubuh bayi tetap berada dalam keadaan normal yaitu antara
36,5-37,0C.
Langkah ke 1 : Ruang melahirkan yang hangat
Selain bersih, ruang bersalin tempat ibu melahirkan harus cukup hangat dengan suhu
antara 25-28C serta bebas dari aliran arus udara melalui jendela, pintu ataupun kipas angin.
Selain itu, sarana resusitasi lengkap yang diperlukan untuk pertolongan bayi baru lahir sudah
disiapkan serta harus dihadiri paling tidak 1 orang tenaga terlatih dalam resusitasi bayi baru
lahir sebagai penanggung jawab pada perawatannya.
Langkah ke 2 : Pengeringan segera
Segera setelah lahir, keringkan kepala dan tubuhnya dan segera ganti kain yang basah
dengan kain yang hangat dan kering. Kemudian letakkan di permukaan yang hangat seperti
dada atau perut ibunya atau segera dibungkus dengan pakaian hangat. Kesalahan yang sering
dilakukan adalah konsentrasi penolong kelahiran terutama pada oksigenasi dan tindakan
pompa jantung pada waktu resusitasi sehingga melupakan kontrol terhadap paparan dingin
yang kemungkinan besar terjadi segera setelah bayi dilahirkan.
Langkah ke 3 : Kontak kulit dengan kulit
Kontak kulit dengan kulit adalah cara yang sangat efektif untuk mencegah hilangnya
panas pada bayi baru lahir, baik pada bayi aterm maupun preterm. Dada atau perut ibu,
merupakan tempat yang sangat ideal bagi bayi baru lahir untuk mendapatkan suhu
lingkungan yang tepat. Kontak kulit dengan kulit adalah suatu bentuk sentuhan yang dapat
11

menstimulasi saraf-saraf yang tidak bermielin pada bayi (ujung saraf C). Nantinya sensasi
sentuhan pada saraf ini akan mengaktivasi korteks insular pada sistem limbik di otak
sehingga dilepaskan neuropeptida seperti kolesistokinin dan opioid yang akan menyebabkan
vasodilatasi kulit. Sentuhan ini juga akan menstimulasi aksis pituitari-tiroid yang akan
meningkatkan metabolisme serta suhu kulit ibu dan bayi. Selanjutnya, kalsitonin lokal dan
hormon pelepas kortikotropin kutan diaktifkan sehingga suhu akan meningkat dan bayi
beserta ibu menjadi lebih hangat.
Cara merujuk bayi dapat melalui teknik KMC (Kangaroo Mother Care) dengan
meletakkan bayi di dada ibunya dimana bayi berada di dalam baju ibu dengan kontak kulit ke
kulit yang adekuat. Bayi tidak memakai pakaian atasan, dapat memakai topi, kaus kaki dan
sarung tangan. Selanjutnya dari luar bayi dapat ditutupi dengan selimut atau kain. Tindakan
ini dapat membuat bayi lebih hangat, lebih mudah disusui dan komplikasi hipoterminya dapat
dikurangi.



Gambar 4. Metode kangguru.

Langkah ke 4 ; Pemberian ASI
Pemberian ASI sesegera mungkin sangat dianjurkan dalam jam-jam pertama
kehidupan bayi baru lahir. Pemberian ASI secara dini dan dalam jumlah yang mencukupi
akan sangat menunjang kebutuhan nutrisi serta berperanan dalam proses termoregulasi bayi
baru lahir. Selain itu, ibu post-partum baik bayinya aterm maupun preterm akan mengalami
kenaikan temperatur payudara. Stimulasi menyusui dini akan meningkatkan produksi
prolaktin yang memicu aktivasi lebih baik dari kelenjar susu. Aktivasi ini selanjutnya akan
12

memicu efek parasimpatis ke pembuluh darah di payudara sehingga suhunya meningkat dan
dapat menghangatkan bayi sekaligus di saat menyusui.


Gambar 2. Usaha pencegahan kehilangan panas tubuh pada bayi baru lahir.

Langkah ke 5 : Tidak segera memandikan / menimbang bayi
Memandikan bayi dapat dilakukan beberapa jam kemudian (paling tidak setelah 6 jam
) yaitu setelah keadaan bayi stabil. Tindakan memandikan bayi segera setelah lahir akan
menyebabkan terjadinya penurunan suhu tubuh bayi. Mekonium, darah atau sebagian verniks
dapat dibersihkan pada waktu tindakan mengeringkan bayi. Sisa verniks yang masih
menempel di tubuh bayi tidak perlu dibuang. Pembuangan sisa verniks yang masih menempel
akan menyebabkan iritasi kulit juga verniks tersebut masih bermanfaat sebagi pelindung
panas tubuh bayi, dan akan direabsorbsi dalam hari hari pertama kehidupan bayi. Menimbang
bayi dapat ditunda beberapa saat kemudian. Tindakan menimbang dapat menyebabkan
terjadinya penurunan suhu tubuh bayi. Sangat dianjurkan pada waktu menimbang bayi,
timbangan yang digunakan diberi alas kain hangat.

13


Gambar 3. Cara memandikan bayi.
Langkah ke 6 : Pakaian dan selimut bayi yang adekuat
Secara umum, bayi baru lahir memerlukan beberapa lapis pakaian dan selimut yang
lebih banyak daripada orang dewasa. Pakaian terutama topi, dapat dipakaikan pada bayi,
karena sebagian besar (kurang dari 25 %) kehilangan panas dapat terjadi melalui kepala bayi.
Pakaian dan selimut sebaiknya cukup longgar sehingga memungkinkan adanya lapisan udara
diantara permukaannya sebagai penyangga panas tubuh yang cukup efektif.
Bedong(swaddling) yang biasanya sangat erat sebaiknya dihindarkan. Selain menghilangkan
lapisan udara sebagai penyangga panas, bedong juga meningkatkan risiko terjadinya
pneumonia dan penyakit infeksi saluran nafas lainnya. Hal ini terjadi karena paru bayi tidak
mengembang sempurna pada waktu bernafas.
Pada perawatan bayi preterm selain dengan cara perawatan bayi lekat dengan ibunya,
pakaian dan selimut hangat, penggunaan plastik sebagai selimut pelapis atau meletakkan bayi
dibawah pemancar panas, dilaporkan sangat bermanfaat untuk memperkecil proses
kehilangan panas. Pemakaian matras yang hangat juga dapat dilakukan.Dalam hal ini suhu
tubuh bayi harus selalu dimonitor dengan ketat untuk menghindarkan terjadinya hipertermi.
Bayi yang lahir dari ibu yang menderita demam, mempunyai risiko untuk terjadinya depresi
pernafasan, kejang, palsi serebral atau kematian.
Langkah ke 7 : Rawat gabung
Bayi yang dilahirkan di rumah ataupun di rumah sakit,seyogyanya digabung dalam
tempat tidur yang sama dengan ibunya selama 24 jam penuh dalam ruangan yang cukup
hangat (minimal 25C). Hal ini sangat menunjang pemberian ASI on demand ,serta
mengurangi resiko terjadinya infeksi nosokomial pada bayi-bayi yang lahir di rumah sakit.


14

Langkah ke 8 : Transportasi hangat
Apabila bayi perlu segera dirujuk ke rumah sakit atau bagian lain di lingkungan
rumah sakit seperti di ruang rawat bayi atau NICU sangat penting untuk selalu memjaga
kehangatan bayi selama dalam perjalanan. Apabila memungkinkan, rujuklah bayi bersamaan
dengan ibunya dalam perawatan bayi lekat.Hal ini merupakan cara sederhana dan aman. Cara
merujuk bayi dapat melalui teknik KMC (Kangaroo Mother Care) dengan meletakkan bayi
di dada ibunya dimana bayi berada di dalam baju ibu dengan kontak kulit ke kulit yang
adekuat. Bayi tidak memakai pakaian atasan, dapat memakai topi, kaus kaki dan sarung
tangan. Selanjutnya dari luar bayi dapat ditutupi dengan selimut atau kain. Tindakan ini dapat
membuat bayi lebih hangat, lebih mudah disusui dan komplikasi hipoterminya dapat
dikurangi.

Langkah ke 9: Resusitasi hangat
Saat resusitasi, tubuh bayi harus dijaga agar tetap hangat. Bayi-bayi yang mengalami
asfiksia tidak dapat menghasilkan panas yang cukup sehingga berisiko tinggi untuk menderita
hipotermi. Pada waktu melakukan resusitasi di rumah sakit, berikanlah lingkungan yang
hangat dan kering, yaitu dengan meletakkan bayi di bawah alat pemancar panas. Hal ini
merupakan salah satu dari rangkaian prosedur standar resusitasi bayi baru lahir.
Langkah ke 10 : Pelatihan dan sosialisasi rantai hangat
Semua pihak yang terlibat dalam proses kelahiran serta perawatan bayi perlu dilatih
dan diberikan pemahaman tentang prinsip-prinsip serta prosedur yang benar tentang rantai
hangat. Keluarga dan anggota masyarakat yang mempunyai bayi di rumah perlu diberikan
pengetahuan dan kesadaran tentang pentingnya menjaga agar bayinya selalu tetap hangat.










15

BAB III

PENUTUP

3.1.Kesimpulan
1. Bayi baru lahir memiliki keterbatasan dalam termoregulasi tubuhnya. Pengaturan suhu
tubuh merupakan kombinasi dari keseimbangan antara produksi panas dan pengeluaran
panas, ditunjang oleh faktor lingkungan, hormonal dan lainnya
2. Hipotermi adalah suatu keadaan dimana bayi baru lahir memiliki suhu tubuh di bawah
36,5
0
C (97,7
0
F) pada pengukuran dengan aksila. Klasifikasi hipotermi yakni hipotermi
ringan dengan suhu 36-36.5
0
C atau 96,8-97,7
0
F, hipotermi sedang dengan suhu 32-36
0
C
atau 89,6-96,8
0
F, dan hipotermi berat dengan suhu di bawah 32
0
C atau 89,6
0
F.
3. Mekanisme terjadinya hipotermi meliputi penurunan produksi panas, peningkatan
kehilangan panas (konduksi, konveksi, radiasi, dan evaporasi) dan kegagalan
termoregulasi
4. Pencegahan Hipotermi dengan 10 Langkah Proteksi Termal :
o Langkah ke 1 : Ruang melahirkan yang hangat
o Langkah ke 2 : Pengeringan segera
o Langkah ke 3 : Kontak kulit dengan kulit
o Langkah ke 4 ; Pemberian ASI
o Langkah ke 5 : Tidak segera memandikan / menimbang bayi
o Langkah ke 6 : Pakaian dan selimut bayi yang adekuat
o Langkah ke 7 : Rawat gabung
o Langkah ke 8 : Transportasi hangat
o Langkah ke 9: Resusitasi hangat
o Langkah ke 10 : Pelatihan dan sosialisasi rantai hangat








16

DAFTAR PUSTAKA

1. Yunanto A. Termoregulasi. Dalam : Kosim MS, Yunanto A, Dewi R, penyunting.
Buku Ajar Neonatologi. Edisi 1. Jakarta : Badan Penerbit IDAI ; 2008.h. 89-102
2. Faizi M dan Netty EP. Artikel 2006. Diunduh dariwww.pediatrik.com. Situs resmi
SMF Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. Surabaya
3. MarkumAH. Janin dan Neonatus. Dalam : Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak Jilid I.
Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ; 1991. h. 218-9

Anda mungkin juga menyukai