FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS PADJADJARAN 2014 APLIKASI KITOSAN DALAM BIDANG FARMASI
1. Pendahuluan Kitosan adalah suatu polisakarida yang diperoleh dari hasil deasetilasi kitin, yang umumnya berasal dari limbah kulit hewan Crustacea. Kitosan memiliki sifat relatif lebih reaktif dari kitin dan mudah diproduksi dalam bentuk serbuk, pasta, film, serat. (Agustini, 2007). Kata kitin berasal dari bahasa Yunani, yaitu chiton, yang berarti baju rantai besi. Kata ini menggambarkan fungsi dari material kitin sebagai jaket pelindung pada invertebrata. Kitin pertama kali diteliti oleh Bracanot pada tahun 1811 dalam residu ekstrak jamur yang dinamakan fugine. Pada tahun 1823, Odier mengisolasi suatu zat dari kutikula serangga jenis elytra dan mengusulkan nama Chitin. Pada umumnya kitin dialam tidak berada dalam keadaan bebas, akan tetapi berikatan dengan protein, mineral, dan berbagai macam pigmen. Walaupun kitin tersebar di alam, tetapi sumber utama yang digunakan untuk pengembangan lebih lanjut adalah jenis udang-udangan (Crustaceae) yang dipanen secara komersial. Limbah udang sebenarnya bukan merupakan sumber yang kaya akan kitin, namun limbah ini mudah didapat dan tersedia dalam jumlah besar sebagai limbah hasil dari pembuatan udang. Kitin adalah biopolimer polisakarida dengan rantai lurus, tersusun dari 2000- 3000 monomer (2-asetamida-2-deoksi-D-glukosa) yang terangkai dengan ikatan 1,4- b-gliksida. Kitin memiliki rumus molekul [C 8 H 13 NO 5 ] n dengan berat molekul 1,210- 6 Dalton ini tersedia berlebihan di alam dan banyak ditemukan pada hewan tingkat rendah, jamur, insekta dan golongan Crustaceae seperti udang, kepiting dan kerang. Kitin berbentuk serpihan dengan warna putih kekuningan, memiliki sifat tidak beracun dan mudah terurai secara hayati (biodegradable). Sebagai material pendukung Crustaceae, kitin terdapat sebagai mukopolisakarida yang berdisosiasi dengan CaCO 3 dan berikatan secara kovalen dengan protein. Pemisahan CaCO 3 dari protein lebih mudah dilakukan karena garam anorganik ini terikat secara fisik. Menurut Knorr (1984), HCl dengan konsentrasi lebih dari 10 % dapat secara efektif melarutkan mineral Ca dan menghasilkan CaCl 2 . Kitosan adalah produk deasetilasi kitin yang merupakan polimer rantai panjang glukosamin (2-amino-2-deoksi-D-Glukosa), memiliki rumus molekul [C 6 H 11 NO 4 ] n dengan bobot molekul 2,510-5 Dalton. Kitosan berbentuk serpihan putih kekuningan, tidak berbau dan tidak berasa. Kadar chitin dalam berat udang, berkisar antara 60-70 persen dan bila diproses menjadi kitosan menghasilkan yield 15-20 persen. Kitosan merupakan senyawa dengan rumus kimia poli(2-amino-2-dioksi--D- Glukosa) yang dapat dihasilkan dengan proses hidrolisis kitin menggunakan basa kuat. Saat ini terdapat lebih dari 200 aplikasi dari kitin dan kitosan serta turunannya di industri makanan, pemrosesan makanan, bioteknologi, pertanian, farmasi, kesehatan, dan lingkungan. (Balley, et al, 1977). Khitosan merupakan bahan kimia multiguna berbentuk serat dan merupakan kopopolimer berbentuk lembaran tipis, berwarna putih atau kuning, tidak berbau. Kitosan merupakan produk diasetilasi kitin melalui proses kimia menggunakan enzim kitin diacetilase (Rismana,2001).
Struktur molekul kitin dan kitosan
Cangkang kepala udang mengandung 20-30% senyawa kitin, 21% protein dan 40-50% mineral. Kitin merupakan polisakarida terbesar kedua setelah selulosa yang mempunyai rumus kimia poli(2-asetamida-2-dioksi--D-Glukosa) dengan ikatan - glikosidik (1,4) yang menghubungkan antar unit ulangnya. Struktur kimia kitin mirip dengan selulosa, hanya dibedakan oleh gugus yang terikat pada atom C2. Jika pada selulosa gugus yang terikat pada atom C2 adalah OH, maka pada kitin yang terikat adalah gugus asetamida. (Muzzarelli, 1985) Secara umum, cangkang kulit udang mengandung protein 34,9 %, mineral CaCO 3 27,6 %, chitin 18,1 %, dan komponen lain seperti zat terlarut, lemak dan protein tercerna sebesar 19,4 % (Suhardi, 1992). Chitin merupakan polisakarida yang bersifat non toxic (tidak beracun) dan biodegradable sehingga chitin banyak dimanfaatkan dalam berbagai bidang. Lebih lanjut chitin dapat mengalami proses deasetilasi menghasilkan kitosan. Kitosan, mempunyai bentuk mirip dengan selulosa, dan bedanya terletak pada gugus rantai C-2. Proses utama dalam pembuatan kitosan, katanya, meliputi penghilangan protein dan kendungan mineral melalui proses kimiawi yang disebut deproteinasi dan demineralisasi yang masing-masing dilakukan dengan menggunakan larutan basa dan asam. Selanjutnya, kitosan diperoleh melalui proses deasetilasi dengan cara memanaskan dalam larutan basa. Karakteristik fisiko-kimia kitosan berwarna putih dan berbentuk kristal, dapat larut dalam larutan asam organik, tetapi tidak larut dalam pelarut organik lainnya. Pelarut kitosan yang baik adalah asam asetat. Adanya gugus fungsi hidroksil primer dan sekunder mengakibatkan kitosan mempunyai kereaktifan kimia yang tinggi. Gugus fungsi yang terdapat pada kitosan memungkinkan juga untuk modifikasi kimia yang beraneka ragam termasuk reaksi- reaksi dengan zat perantara ikatan silang, kelebihan ini dapat memungkinkannya kitosan digunakan sebagai bahan campuran bioplastik, yaitu plastik yang dapat terdegradasi dan tidak mencemari lingkungan. Jika sebagian besar gugus asetil pada kitin disubsitusikan oleh hidrogen menjadi gugus amino dengan penambahan basa konsentrasi tinggi, maka hasilnya dinamakan kitosan atau kitin terdeasetilasi. Kitosan sendiri bukan merupakan senyawa tunggal, tetapi merupakan kelompok yang terdeasetilasi sebagian dengan derajat deasetilasi beragam. Kitin adalah N-asetil glukosamin yang terdeasetilasi sedikit, sedangkan kitosan adalah kitin yang terdeasetilasi sebanyak mungkin, tetapi tidak cukup untuk dinamakan poliglukosamin. Kitosan relatif lebih banyak digunakan pada berbagai bidang industri kesehatan dan terapan karena kitosan dapat dengan mudah berinteraksi dengan zat-zat organik lainnya seperti protein. Kitosan dapat diperoleh dengan mengkonversi kitin, sedangkan kitin sendiri dapat diperoleh dari kulit udang. Produksi kitin biasanya dilakukan dalam tiga tahap yaitu: tahap demineralisasi, penghilangan mineral; tahap deproteinasi, penghilangan protein; dan tahap depigmentasi, pemutihan. Sedangkan kitosan diperoleh dengan deasetilasi kitin yang didapat dengan larutan basa konsentrasi tinggi. Purwatiningsih (1992) melaporkan bahwa NaOH 50% dapat digunakan untuk deasetilasi kitin dari limbah kulit udang. Deproteinasi menggunakan natriun hidroksida lebih sering digunakan, karena lebih mudah dan efektif. Pada pemisahan protein menggunakan natrium hidroksida, protein diekstraksi sebagai natrium proteinat yang larut. Secara umum larutan NaOH 3-4% dengan suhu 63-65 o C selama waktu ekstraksi 3-4 jam dapat mengurangi kadar protein dalam kulit udang secara efektif. Sekalipun demikian proses deproteinasi umum yang optimum tidak ada untuk setiap jenis Crustaceae. Mineral kalsium karbonat pada kulit udang lebih mudah dipisahkan dibandingkan protein, karena garam anorganik ini hanya terikat secara fisika. Menurut Knorr (1984) asam klorida dengan konsentrasi lebih dari 10% dapat secara efektif melarutkan kalsium sebagai kalsium klorida. Proses demineralisasi dengan menggunakan asam klorida sampai CO2 yang terbentuk hilang kemudian didiamkan 24 jam pada suhu kamar. Dalam beberapa metode, proses depigmentasi sesungguhnya telah berlangsung saat pencucian residu sesuai proses deproteinasi atau demineralisasi yang dilakukan. Menurut Purwatiningsih (1992) aseton dapat mereduksi astaksantin dari kitin limbah udang windu (Penaeus monodon). Pembuatan kitosan dilakukan dengan cara penghilangan gugus asetil (- COCH 3 ) pada gugusan asetil amino kitin menjadi gugus amino bebas kitosan dengan menggunakan larutan basa. Kitin mempunyai struktur kristal yang panjang dengan ikatan kuat antara ion nitrogen dan gugus karboksil, sehingga pada proses deasetilasi digunakan larutan natrium hidroksida konsentrasi 40-50% dan suhu yang tinggi (100- 150 o C) untuk mendapatkan kitosan dari kitin.
Kelebihan dan Kekurangan Kitosan Berdasarkan sifat-sifat biologi dan kimianya, maka khitosan mempunyai sifat fisik khas, yaitu mudah dibentuk menjadi spons, larutan, gel, pasta, membran, dan serat yang sangat bermanfaat aplikasinya. Tidak seperti serat lam lain, kitosan mempunyai sifat unik, karena memberikan daya pengikat lemak yang sanagt tinggi. Pada kondisi normal kitosan mampu menyerap 4-5 kali lemak dibandingkan serat lain (Rismana,2001). Menurut Prasetiyo (2006) dari segi ekonomi, pemanfaatan khitin dari limbah cangkang udang untuk bahan utama dan bahan pendukung dalam berbagai bidang dan industri sangat menguntungkan karena bahan bakunya berupa limbah berasal dari sumberdaya lokal (local content). Khitosan merupakan polisakarida yang unik dan telah secara luas digunakan dalam bermacam aplikasi biomedis disebabkan kemudah cocokannya dengan unsur makhluk hidup, toxicitasnya rendah, mudah diuraikan, tidak bersifat imunogenik, dan sifatnya non-karsinogenik (Irawan,2007). Kelebihan dan kekurangan khitosan menurut Kusumawati (2006) bahwa karena sifatnya yang dapat menarik lemak, kitosan bnayak dibuat untuk tablet/pil penurun berat badan. Kitosan dapat menyyerap lemak dalam tubuh dengan cukup baik. Dalam kondisi optimal, kitosan dapat menyerap lemak sejumlah 4-5 kali berat kitosan. Beeberapa penelitian telah berhasil membuktikan bahwa kitosan dapat menurunkan kolesterol tanpa menimbulkan efek samping. Hanya satu saja yang harus diperhatikan, konsumsi kitosan harus tetap terkontrol, karena kitosan juga dapat menyerap mineral kalsium dan vitamin yang ada di dalam tubuh. Selain itu, orang yang biasanya mengalami alergi terhadap makanan laut sebaiknya menghindari dari mengkonsumsi tablet/pil kitosan.
Manfaat dan Kegunaan Kitosan Kitin mempunyai kegunaan yang samngat luas, tercatat sekitar 200 jenis penggunaannya, dari industri pangan, bioteknologi, farmasi, dan kedokteran, serta lingkungan. Di industri penjernihan air, kitin telah banyak dikenal sebagai bahan penjernih. Kitin juga banyak digunakan di dunia farmasi dan kosmetik, misalnya sebagai penurun kadar kolesterol darah, mempercepat penyembuhan luka, dan pelindung kulit dari kelembaban. Sifat kitosan sebagai polimer alami mempunyai sifat menghambat absorbsi lemak, penurun kolesterol, pelangsing tubuh, atau pencegahan penyakit lainnya. Kitosan bersifat tidak dapat dicernakan dan tidak diabsorbsi tubuh, sehinga lemak dan kolesterol makanan terikat menjadi bentuk non absorbsi yang tak berkalori. Sifat khas kitosan yang lain adalah kemampuannya untuk menurunkan kandungan LDL kolesterol sekaligus mendorong meningkatkan HDL kolesterol dalam serm darah. Peneliti Jepang menjuluki kitosan sebagai suatu senyawa yang menunjukkan zat hipokolesterolmik yang sanagt efektif. Dengan kata lain, kitosan mampu menurunkan tingkat kolesterol dalam serum denagn efektif dan tanpa menimbulkan efek samping (Rismana,2001). Beberapa tahun yang lkalu, kitosan dan beberapa tipe modifikasinya dilaporkan penggunaannya untuk aplikasi biomedis, seperti artificial skin, penembuh luka, anti koagulan, jahitan pada luka (suuture), obat-obatan, bahan vaksin, dan dietary fiber. Baru-baru ini, penggunaan kitosan dan derivatnya telah diterima banyak perhatian sebagai tempat penggantungan sementara untuk proses mineralisai, atau pembentukan tulang stimulin endokrin (Irawan,2007). Pada penelitian yang dilakukan Handayani (2004) menunjukkan bahwa chitin dan kitosan dap[at digunakan sebagai bahan koagulasi pada sari buah tomat. Untuk penggunaan chitin dan kitosan sebagai bahan koagulasi pada sari buah tomat menunjukkan bahwa chitin dan kitosan dapat digunakan sebagai bahan koagulasi, ditandai denagn uji vitamin C, viscositas, pH, dan TPT yang menunjukkan hasil yang tidak berbeda jauh dengan bahan koagulasi yang umum digunakan pada sari buah tomat. Kitosan choating telah terbukti meminimalisasi oksidasi, ditunjukkan oleh angka peroksida, perubahan warna, dan jumlah mikroba pada sampel (Yingyuad et al, 2006).
2. Aplikasi Kitosan dalam Bidang Farmasi 2.1 Kitosan Sebagai Antibakteri dan Pengawet Selama ini limbah kulit udang hanya dimanfaatkan untuk pakan ternak atau untuk industri makanan seperti pembuatan kerupuk udang. Limbah kulit udang dapat diolah untuk pembuatan chitin yang dapat diproses lebih lanjut menghasilkan kitosan yang memiliki banyak manfaat dalam bidang industri, antara lain adalah sebagai pengawet makanan yang tidak berbahaya (non toksid) pengganti formalin. Kitosan adalah bahan alami yang direkomendasikan untuk digunakan sebagai pengawet makanan karena tidak beracun dan aman bagi kesehatan. Kitosan memiliki sifat antimikroba, karena dapat menghambat bakteri patogen dan mikroorganisme pembusuk, termasuk jamur, bakteri gram-positif , bakteri gram negatif (Hafdani, 2011). Kitosan digunakan sebagai pelapis (film) pada berbagai bahan pangan, tujuannya adalah menghalangi oksigen masuk dengan baik, sehingga dapat digunakan sebagai kemasan berbagai bahan pangan dan juga dapat dimakan langsung, karena kitosan tidak berbahaya terhadap kesehatan (Henriette, 2010). Senyawa Kitosan mempunyai sifat mengganggu aktivitas membran luar bakteri gram negatif (Helander, 2001). Pemakaian kitosan sebagai bahan pengawet juga tidak menimbulkan perubahan warna dan aroma (Setiawan, 2012). Kitosan dan turunannya telah banyak dimanfaatkan dalam berbagai bidang misalnya dalam bidang pangan, mikrobiologi, pertanian farmasi, dan sebagainya. Kitosan memiliki banyak keunggulan, diantaranya memiliki struktur yang mirip dengan serat selulosa yang terdapat pada buah dan sayuran. Keunggulan lain yang sangat penting adalah kemampuannya dalam menghambat dan membunuh mikroba atau sebagai zat antibakteri, diantaranya kitosan menghambat pertumbuhan berbagai mikroba penyebab penyakit tifus yang resisten terhadap antibiotik yang ada (Yadaf dan Bhise, 2004 dalam Hardjito, 2006). Berbagai hipotesa yang sampai saat ini masih berkembang mengenai mekanisme kerja kitosan sebagai antibakteri adalah sifat afinitas yang dimiliki oleh kitosan yang sangat kuat dengan DNA mikroba sehingga dapat berikatan dengan DNA yang kemudian mengganggu mRNA dan sintesa protein. Sifat afinitas antimikroba dari kitosan dalam melawan bakteri atau mikroorganisme tergantung dari berat molekul dan derajat deasetilasi. Berat molekul dan derajat deasetilasi yang lebih besar menunjukkan aktifitas antimikroba yang lebih besar. Kitosan memiliki gugus fungsional amina (NH2) yang bermuatan positif yang sangat reaktif, sehingga mampu berikatan dengan dinding sel bakteri yang bermuatan negatif. Ikatan ini terjadi pada situs elektronegatif di permukaan dinding sel bakteri. Selain itu, karena -NH2 juga memiliki pasangan elektron bebas, maka gugus ini dapat menarik mineral Ca2+ yang terdapat pada dinding sel bakteri dengan membentuk ikatan kovalen koordinasi. Bakteri gram negative dengan lipopolisakarida dalam lapisan luarnya memiliki kutub negatif yang sangat sensitive terhadap kitosan. Dengan demikian kitosan dapat digunakan sebagai bahan anti bakteri/pengawet pada berbagai produk pangan karena aman, tidak berbahaya dan harganya relatif murah (Hafdani, 2011).
Pengaruh konsentrasi kitosan terhadap pertumbuhan jamur dan ragi dalam keju selama 21 hari Sumber: Diasty. D.M. 2012
2.2 Kitosan Sebagai Adsorben Kitosan merupakan polimer dengan kelimpahan terbesar kedua setelah selulosa. Pada umumnya kitosan dapat diperoleh dari cangkang kpiting atau udang. Pemanfaatan kitosan yang cukup luas dalam proses adsorpsi disebabkan karena adanya gugus amina dan hidroksil, yang menyebabkan kitosan mempunyai reaktifitas kimia yang tinggi dan menyebabkan sifat polielektrolit kation sehingga berperan sebagai penukar ion (ion exchange) dan dapat berperan sebagai adsorben untuk mengadsorpsi logam berat ataupun limbah organic dalam air limbah (Marganof, 2007). Optimalisasi pemanfaatan bentonit sebagai adsorben dapat dilakukan melalui modifikasi dengan cara imobilisasi kitosan pada bentonit. Imobilisasi kitosan terhadap bentonit bertujuan untuk memperkaya situs aktif adsorben sehingga dapat meningkatkan kemampuan adsorpsi. Hasil imobilisasi kitosan terhadap bentonit akan menghasilkan adsorben kitosan-bentonit. Kitosan-bentonit memiliki kinerja yang baik sebagai adsorben untuk pestisida diazinon dengan nilai persen adsorpsi rata-rata sebesar 79,04%. Nilai adsorpsi ini lebih besar dari pada adsorpsi oleh Ca-bentonit (Aldiantono, 2009). Kitosan memiliki gugus amino (NH2) merupakan sisi aktif yang dalam kondisi asam berair, akan menangkap H+ dari lingkungannya sehingga gugus aminonya terprotonasi menjadi NH3 + . Muatan positif NH3 + ini dapat dimanfaatkan untuk mengadsorpsi zat warna anionik. Sementara adsorpsi zat warna kationik dan kation logam memanfaatkan keberadaan pasangan elektron bebas pada gugus OH dan NH3 yang bertindak sebagai ligan dan dapat berinteraksi dengan zat warna kationik atau kation logam melalui mekanisme pembentukan ikatan kovalen koordinasi (kompleks) (Sugita et al. 2009).
2.3 Kitosan Sebagai Penurun Kolesterol Berdasarkan asalnya lemak dibedakan menjadi lemak hewani dan lemak nabati. Lemak hewani berasal dari lemak hewan, seperti lemak sapi, lemak kambing, lemak susu, keju, telur, dan lain-lain, sedangkan lemak nabati berasal dari lemak tumbuhan seperti lemak yang berasal dari tumbuhan kacang tanah, buah alpokat, buah durian, dan lain-lain. Lemak hewani banyak mengandung sterol yang disebut sebagai kolesterol, sedangkan lemak nabati mengandung fitosterol dan lebih banyak mengandung asal lemak tidak jenuh sehingga umumnya berujud cair. Berdasarkan ikatan rangkap yang dimilikinya lemak dibedakan menjadi asam lemak jenuh dan asam lemak tidak jenuh. Asam lemak jenuh tidak memiliki ikatan rangkap, titik lebur tinggi sehingga seringkali dijumpai dalam ujud padatan. Asam lemak tidak jenuh memiliki ikatan rangkap (Winarno,1977) Salah satu upaya untuk menurunkan kadar kolesterol dalam lemak dengan menggunakan biopolimer kitosan. Senyawa ini akan membawa muatan listrik positif, dapat menyatu dengan zat asam empedu yang bermuatan negatif sehingga menghambat penyerapan kolesterol, karena zat lemak yang masuk bersama makanan harus dicerna dan diserap dengan bantuan zat asam empedu yang disekresi liver (Hargono, 2008). Kitosan paling baik diperoleh dengan derajat deasetilasi paling tinggi sebesar 82,98% yang diperoleh dengan proses deasetilasi menggunakan NaOH dengan konsentrasi 50%, konsentrasi massa kitosan didalam volume lemak (g/v) berpengaruh terhadap penyerapan kolesterol total. Dengan massa 5 gr kitosan didalam 50 ml lemak berpengaruh terhadap prosentase penyerapan kolesterol sebanyak 30,93% dan waktu operasi 60 menit menunjukkan derajad penyerapan kolesterol sebesar 45,46% (Hargono, 2008).
DAFTAR PUSTAKA
Agustini, T.W. dan Surti, T., 2007. The Effect of Chitosan Concentration on Quality Dried-Salted Anchovy (Stolephorus heterolobus) During Room Temperature Storage. Jurnal Pasir Laut, 2(2): 54-66. Aldiantono, Dimas. 2009. Sintesis Adsorben Kitosan-Bentonit dan Uji Kinerjanya terhadap Diazinon dalam Air Minum. Skripsi Program Studi Kimia Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI, Bandung: Tidak Diterbitkan. Balley, J.E., and Ollis, D.F., (1977), Biochemical Engineering Fundamental, Mc. Graw Hill Kogakusha, ltd., Tokyo. Hafdani, F.N. and Sadeghinia. N., 2011. A Review on Application of Chitosan as a Natural Antimicrobial. World Academy of Science. Engineering and Technology, 50. Hargono, Abdullah dan Indro Sumantri. 2008. Pembuatan Kitosan dari Limbah Cangkang Udang Serta Aplikasinya Dalam Mereduksi Kolesterol Lemak Kambing. Tersedia di http://ejournal.undip.ac.id/index.php/reaktor/article/view/1503/1262 (diakses pada tanggal 31 Mei 2014) Helander, E.-L., Nurmiaho-Lassila, Ahvenainen, R., Rhoades J. and Roller, S., 2001. Chitosan Disrupts The Barrier Properties of The Outer Membrane of Gram- Negative Bacteria. International Journal of Food Microbiology, 71: 235244. Henriette, M.C. Azeredo, de Britto, D. and Assis., O.B.G., 2010. Chitosan Edible Films and Coating Review, Embrapa Tropical Agroindustry, Fortaleza, CE, Brazil, ISBN 978-1-61728-831-9. Marganof. 2007. Potensi Limbah Udang Sebagai Penyerap Logam Berat (Timbal, Kadmium, dan Tembaga) di Perairan. Institut Pertanian Bogor. Muzzarelli, R.A.A., (1985), Chitin in the Polysaccharides, vol. 3, pp. 147, Aspinall (ed) Academic press Inc., Orlando, San Diego Sugita, P., Wukirsari, T., Sjahriza, A & Wahyono, D. 2009. Kitosan: Sumber Biomaterial Masa Depan. Bogor: Penerbit IPB Press. Winarno,F.G., (1977), Kimia Pangan dan Gizi, PT. Gramedia Pustaka Utama, hlm.84-93, Jakarta, Ying-chien Chung ,Ya-ping Su, Chiing-chang Chen, Guang JIA , Huey-lan Wang, J.C. Gaston Wu, dan Jaung-geng Lin, 2004. Relationship Between Antibacterial Activity of Chitosan and Surface Characteristics of Cell Wall, Acta Pharmacol Sin. 25(7): 932-936.