Anda di halaman 1dari 128

ANALISIS NILAI TAMBAH DAN KELAYAKAN USAHA

AGROINDUSTRI CHIP UBI KAYU SEBAGAI BAHAN BAKU


PEMBUATAN MOCAF (MODI FI ED CASSAVA FLOUR) DI
KABUPATEN TRENGGALEK


SKRIPSI

Oleh
RENY PUSPITA SARI















UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS PERTANIAN
JURUSAN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
MALANG
2011





ANALISIS NILAI TAMBAH DAN KELAYAKAN USAHA
AGROINDUSTRI CHIP UBI KAYU SEBAGAI BAHAN BAKU
PEMBUATAN MOCAF (MODI FI ED CASSAVA FLOUR) DI
KABUPATEN TRENGGALEK


SKRIPSI

Oleh
RENY PUSPITA SARI















UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS PERTANIAN
JURUSAN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
MALANG
2011






ANALISIS NILAI TAMBAH DAN KELAYAKAN USAHA
AGROINDUSTRI CHIP UBI KAYU SEBAGAI BAHAN BAKU
PEMBUATAN MOCAF (MODI FI ED CASSAVA FLOUR) DI KABUPATEN
TRENGGALEK



Oleh
RENY PUSPITA SARI
0710443017-44


SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana
Pertanian Strata Satu (S-1)






UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS PERTANIAN
JURUSAN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
MALANG
2011





PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang
pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi,
dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang
pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu
dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.





Malang Maret 2011

Reny Puspita Sari
























Skripsi ini kupersembahkan untuk
Kedua Orang Tuaku Tercinta, Kakakku
Yang aku sayangi serta seseorang yang selalu memberiku semangat

i

RINGKASAN
RENY PUSPITA SARI. 0710443017-44. Analisis Nilai Tambah Dan
Kelayakan Usaha Agroindustri Chip Ubi Kayu Sebagai Bahan Baku
Pembuatan Mocaf (Modified Cassava Flour) Di Kabupaten Trenggalek.
Dibawah bimbingan Dr. Ir. Nuhfil Hanani A.R., MS dan Rosihan Asmara,
SE.,MP.

Salah satu agroindustri yang ada di Trenggalek adalah agroindustri mocaf
(Modified Cassava Flour) berada pada Koperasi Gemah Ripah Loh Jinawi di
Desa Kerjo, Kecamatan Karangan, Kabupaten Trenggalek. Koperasi berperan
sebagai pengawas dan pemberi pinjaman kepada agroindustri. Agroindustri
merupakan kelompok penghasil chip ubi kayu. Untuk proses penepungan dan
pengemasan dilakukan oleh PT. Bangkit Cassava Mandiri (BCM).
Mocaf adalah bahan baku industri pangan, sebagai substitusi tepung
gandum (terigu). Pada tahun 2009, konsumsi tepung terigu nasional sebesar 4,6
juta ton dan produksinya sebanyak 3,9 juta ton. Sementara impor tepung terigu
tercatat 646,7 ribu ton atau sekitar 14,2 % dari total konsumsi. Diperkirakan
permintaan tepung terigu pada 2014 akan mencapai 5,7 juta ton atau tumbuh
sekitar 7,4 % (Media Data Riset, 2010). Hingga bahan pangan berupa tepung
sebagai substitusi gandum, menjadi semakin strategis di masa mendatang.
Upaya peningkatan produksi mocaf sebagai subtitusi tepung terigu dalam
rangka pencapaian kemandirian pangan menghadapi hambatan-hambatan yang
dapat mengganggu jalannya proses produksi. Salah satu hambatan yang ada yaitu
keberadaan agroindustri penyedia chip pada tahun 2009 pernah mencapai angka
60an kini keberadaan agroindustri menurun hingga ke angka 15 agroindustri pada
akhir tahun 2010. Dengan menurunnya agroindustri chip berarti juga penurunan
terhadap produksi tepung mocaf, hal ini menyebabkan produksi tepung mocaf
belum optimal secara kuantitas. Perumusan masalah dari penelitian di Kabupaten
Trenggalek adalah: (1) Sejauh mana nilai tambah yang dapat diperoleh dari bahan
baku ubi kayu menjadi bahan setengah jadi berupa chip yang diterima oleh
agroindustri chip. (2) Berapa besarnya penerimaan dan keuntungan yang
diperoleh oleh agroindustri chip. (3) Apakah agroindustri chip di Kabupaten
Trenggalek layak untuk dikembangkan.
. Tujuan penelitian ini adalah : (1) Menganalisis nilai tambah dari bahan
baku ubi kayu menjadi chip pada agroindustri chip. (2) Menganalisis penerimaan
dan keuntungan yang diterima oleh agroindustri chip. (3) Menganalisis tingkat
kelayakan usaha agroindustri chip di Kabupaten Trenggalek. Metode analisis data
yang digunakan adalah analisis deskriptif dan analisis kuantitatif. Analisis
kuantitatif meliputi: (1) analisis nilai tambah, (2) analisis biaya, penerimaan dan
keuntungan, serta (3) analisis kelayakan usaha.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata nilai tambah per proses
produksi yang dihasilkan oleh agroindustri chip di Kabupaten Trenggalek sebesar
Rp. 172,37 per kilogram bahan baku atau sebesar 19,32% dari nilai produksi. Hal
ini berarti, nilai tambah pada agroindustri chip termasuk dalam kategori bernilai
tambah sedang. Penerimaan rata-rata per proses produksi sebesar Rp.
1.847.186,67, sedangkan biaya total rata-rata per proses produksi yang




dikeluarkan sebesar Rp. 1.695.590,72 maka agroindustri chip mendapatkan
keuntungan rata-rata per satu kali proses produksi sebesar Rp. 151.606,28. Dalam
satu kali proses produksi membutuhkan waktu selama 4 hari, sehingga dalam satu
bulannya dapat melakukan produksi sebanyak 7 kali dan keuntungan yang
diterima mencapai Rp. 1.061.243,96 per bulannya.
Selanjutnya mengenai kelayakan usaha agroindustri chip di Kabupaten
Trenggalek memiliki nilai R/C Ratio sebesar 1,089. Hal ini menunjukkan bahwa
dari setiap Rp. 1,00 modal yang dikeluarkan oleh pengusaha chip maka akan
menghasilkan penerimaan sebesar Rp. 1,089. Dari nilai R/C Ratio tersebut dapat
diketahui bahwa agroindustri chip di Kabupaten Trenggalek usahanya layak
dikembangkan, sehingga agroindustri ini mempunyai potensi untuk
dikembangkan.







SUMMARY
RENY PUSPITA SARI. 0710443017-44. Added Value and Operational
Feasibility Analysis Chips Cassava Agroindustry As The Raw Materials Of
Mocaf (Modified Cassava Flour) In Trenggalek. Under the guidance of
Dr. Ir. Nuhfil Hanani AR, MS. and Rosihan Asmara, SE., MP.
One of the agroindustries in Trenggalek is mocaf (Modified Cassava Flour)
which is in the Cooperative Gemah Ripah Loh Jinawi at Kerjo Village, Karangan
District, Trenggalek Regency. Cooperative role is as supervisor and the lender to
the agroindustry. Agroindustries are groups who are producing cassava
chips. Meanwhile, the process of powdering and packaging is produced by
PT. Bangkit Cassava Mandiri (BCM).
Mocaf is the raw material of food industry, as a substitute for wheat flour. In
2009, the national flour consumption is 4.6 million tons and its production is 3.9
million tons. Meanwhile, imports of wheat flour is recorded up to 646.7 thousand
tons, or 14.2% from the total consumption. It is estimated the demand for wheat
flour in 2014 will reach 5.7 million tons, it increases about 7.4% (Media data riset,
2010). Therefore foodstuffs such as substitution of wheat flour, become more
strategic in the future.
The efforts to increase mocaf production as substitution of wheat flour in
order to achieve food self-sufficiency faced obstacles that can interrupt the
production process. The opstacles of the agroindustries which ever has reached
the number in 60 in 2009, they mean the existence of agroindustries decreases up
to number 15 agroindustries at the end of 2010. By decreasing the mean
agroindustry chip maker it also decrease with the production of flour mocaf, it
causes the quantity mocaf production has not been optimally yet.
Formulation of the research problem in Trenggalek are: (1) What is the
added value of cassava raw material into semi-finished materials are the form of
chips obtained by agroindustry craftsmen chip. (2) How much revenue and profit
earned by agroindustry craftsmen chip. (3) How big is the chip of operation
feasibility by agroindustry craftsmen chip. The purpose of this study are: (1)
analyze the added value of the raw material of cassava into chips on the
agroindustry chips. (2) analyze the amount of revenue and profits earned by
agroindustry chips. (3) analyze the level of operation feasibility on chip
production in agroindustry chips. Then, the data analysis method uses descriptive
analysis and quantitative analysis. Quantitative analysis includes: (1) added value
analysis, (2) analysis of costs, revenues and profits, and (3) analysis of operational
feasibility.
The research results show the average added value per production process
generated by the agroindustry chips in Trenggalek is Rp172, 37per kilogram of
raw materials or for 19.32% of production value. It means, the added value in
agroindustry chips included in the category of medium value added. Labor
receives income up to Rp. 99.73 or 37.45% and the profit amount is Rp.72, 64 or
62.55% of the value added. Average revenue per production process is
Rp. 1,847,186.67, while the average total cost per production process is issued by
Rp. 1,695,590.72 then the agroindustry chips average profit per production




process is Rp. 151,595.95. The advantage of the production process at cassava
chips is achieved because the revenue from the deposit chip to the PT. Bangkit
Cassava Mandiri is greater than the costs production process of making chips. In a
single production process requires time for 4 days, so that in one month can make
production as much as 7 times and earned profit is Rp. 1.061.243,96.
Furthermore, the operation feasibility of agroindustry enterprises in
Trenggalek chip has a value of R / C ratio 1.089. This shows that for every
Rp. 1.00 capital issued by the entrepreneur, the chip will produce revenue of
Rp. 1.089. From the R / C ratio can be known that the agroindustry in Trenggalek
chip business has been reached the fesibility to be improved, so that the
agroindustry has the potential to be developed.





KATA PENGANTAR

Dengan mengucap syukur kepada Allah SWT atas rahmat dan hidayah
yang Ia berikan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
dengan judul Analisis Nilai Tambah dan Kelayakan Usaha Agroindustri Chip
Ubi Kayu Sebagai Bahan Baku Pembuatan Mocaf (Modified Cassava Flour) di
Kabupaten Trenggalek Skripsi ini diajukan untuk memenuhi syarat memperoleh
gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya Malang.
Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Ir. Nuhfil Hanani A.R., MS. selaku dosen pembimbing I yang telah
memberikan bimbingan dan bantuan dalam penyusunan skripsi ini.
2. Bapak Rosihan Asmara, SE.,MP. selaku dosen pembimbing II yang telah
memberikan bimbingan dan bantuan dalam penyusunan skripsi ini.
3. Bapak Dr. Ir. Syafrial, MS. selaku dosen penguji I yang telah memberikan
saran dan masukan dalam penyusunan skripsi ini.
4. Ibu Nur Baladina, SP.,MP. selaku dosen penguji II yang telah memberikan
saran dan masukan dalam penyusunan skripsi ini.
5. Bapak Dr. Ir. Djoko Koestiono, MS. Selaku Ketua Jurusan Sosial Ekonomi
Fakultas Pertanian.
6. Seluruh Karyawan Koperasi Serba Usaha Gemah Ripah Loh Jinawi dan
pelaku usaha agroindustri chip di Kabupaten Trenggalek.
7. Kedua Orang Tua dan teman-teman agribisnis angkatan 07 atas semangat
yang diberikan dalam pengerjaan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa tulisan ini jauh dari sempurna. Untuk itu
segala kritik dan saran sangat penulis harapkan. Harapan penulis semoga
skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembacanya.
Malang, Maret 2011

Penulis




RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pangkalan Bun Kalimantan Tengah, pada tanggal 5
Agustus 1989 dan merupakan putri kedua dari dua bersaudara dari pasangan
orang tua Suparno dan Sutiah.
Penulis memulai pendidikan di TK PGRI Sidomulyo pada tahun
1994/1995, dan melanjutkan di SD Negeri Sidomulyo pada tahun 1995 dan lulus
pada tahun 2001, melanjutkan ke SLTP Negeri 5 Kumai dan lulus pada tahun
2004, kemudian melanjutkan ke SMA Negeri 2 Pangkan Bun dan lulus pada
tahun 2007. Pada tahun yang sama, penulis diterima menjadi mahasiswa Fakultas
Pertanian, Universitas Brawijaya Malang dengan Program Studi Agribisnis
melalui jalur SPMK.





DAFTAR ISI

Halaman
RINGKASAN ............................................................................................ i
SUMMARY ............................................................................................... iii
KATA PENGANTAR ............................................................................... v
RIWAYAT HIDUP ................................................................................... vi
DAFTAR ISI .............................................................................................. vii
DAFTAR TABEL ..................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR ................................................................................. xi
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. xii

I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .............................................................................. 1
1.2 Perumusan Masalah ...................................................................... 5
1.3 Tujuan Penelitian .......................................................................... 7
1.4 Kegunaan Penelitian ..................................................................... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penelitian Terdahulu ..................................................................... 8
2.2 Tinjauan Tentang Ubi Kayu .......................................................... 9
2.2.1 Klasifikasi ............................................................................. 9
2.2.2 Manfaat Tanaman ................................................................. 10
2.3 Tinjauan Tentang Mocaf ............................................................... 10
2.3.1 Sekilas Tentang Mocaf ......................................................... 11
2.3.2 Prinsip Kerja Enzim Pada Proses Pembuatan Mocaf ........... 11
2.4 Tinjauan Agroindustri ................................................................... 12
2.4.1 Definisi Agroindustri ............................................................ 12
2.4.2 Peranan Agroindustri ............................................................ 12
2.4.3 Permasalahan dalam Pengembangan Agroindustri............... 13
2.5 Konsep Nilai Tambah ................................................................... 14
2.5.1 Pengertian Nilai Tambah ...................................................... 14
2.6 Konsep Biaya, Penerimaan dan Keuntungan ................................ 15
2.6.1 Definisi Biaya ....................................................................... 15
2.6.2 Klasifikasi Biaya ................................................................... 15
2.6.3 Analisis Penerimaan dan Keuntungan .................................. 17
2.7 Tinjauan Tentang Kelayakan ........................................................ 18

III. KERANGKA KONSEP PENELITIAN
3.1 Kerangka Penelitian ....................................................................... 21
3.2 Hipotesis Penelitian ........................................................................ 26
3.3 Batasan Masalah ............................................................................ 26
3.4 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ............................. 26





IV. METODE PENELITIAN
4.1 Metode Penentuan Lokasi .............................................................. 29
4.2 Metode Penentuan Sampel ............................................................. 29
4.3 Metode Pengumpulan Data ............................................................ 29
4.4 Metode Analisis Data ..................................................................... 30
4.4.1 Analisis Deskriptif ............................................................... 30
4.4.2 Analisis Kuantitatif .............................................................. 31

V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Kondisi Umum Daerah Penelitian .................................................. 36
5.1.1 Keadaan Geografis, Iklim dan Batas Wilayah ...................... 36
5.2.1 Keadaan Pertanian ................................................................. 37
5.2 Peran Koperasi Serba Usaha Gemah Ripah Loh Jinawi ................. 37
5.3 Karakteristik Responden ................................................................. 40
5.3.1 Tingkat Usia Responden ........................................................ 40
5.3.2 Tingkat Pendidikan Responden ............................................. 40
5.3.3 Jenis Usaha ............................................................................ 41
5.3.4 Lama Usaha ........................................................................... 42
5.4 Karakteristik Agroindustri Chip ..................................................... 43
5.4.1 Ketersediaan Bahan Baku .................................................... 43
5.4.2 Modal ................................................................................. 45
5.4.3 Tenaga kerja ........................................................................ 46
5.4.4 Teknologi.............................................................................. 48
5.4.5 Luasan Lahan Usaha ............................................................ 48
5.4.6 Penjualan .............................................................................. 49
5.5 Proses Kegiatan Produksi Agroindustri Chip ................................. 49
5.6 Analisis Nilai Tambah .................................................................... 52
5.7 Analisis Biaya, Penerimaan dan Keuntungan ................................ 55
5.7.1 Biaya Produksi ....................................................................... 55
5.7.2 Analisis Penerimaan dan Keuntungan ................................... 59
5.8 Analisis Kelayakan Usaha ............................................................. 61
5.8.1 Analisis R/C Rasio ................................................................. 61
5.8.2 Analisis BEP .......................................................................... 62
5.9 Analisis Sensitivitas ....................................................................... 63
5.9.1 Fluktuasi Harga ...................................................................... 63
5.9.2 Jumlah Produksi Tidak Stabil ................................................ 64
5.9.3 Tingkat Rendemen Ubi Kayu ................................................ 65

VI. KESIMPULAN
6.1 Kesimpulan ................................................................................. 68
6.2 Saran .............................................................................................. 69

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 71
LAMPIRAN - LAMPIRAN ...................................................................... 74





DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
Teks
1.1 Produksi Tanaman Pangan Kabupaten Trenggalek Tahun
2003- 2007 ..................................................................................... 2

4.1 Format Analisis nilai Tambah Pengolahan .................................... 31

5.1 Karakteristik Responden Agroindustri Chip Berdasarkan Usia
di Kabupaten Trenggalek 2010 ...................................................... 40

5.2 Karakteristik Responden Agroindustri Chip Berdasarkan
Tingkat Pendidikan di Kabupaten Trenggalek 2010 ..................... 41

5.3 Karakteristik Responden Agroindustri Chip Berdasarkan Jenis
Usaha di Kabupaten Trenggalek 2010 ........................................... 42

5.4 Karakteristik Responden Agroindustri Chip Berdasarkan
Lama Usaha di Kabupaten Trenggalek 2010 ................................. 42

5.5 Karakteristik Responden Agroindustri Chip Berdasarkan
Jumlah Bahan Baku yang digunakan Agroindustri Chip
di Kabupaten Trenggalek 2010 ...................................................... 44

5.6 Karakteristik Agroindustri Chip Berdasarkan Kepemilikan
Modal yang digunakan di Kabupaten Trenggalek 2010 ................ 45

5.7 Karakteristik Agroindustri Chip Berdasarkan Jumlah Tenaga
Kerja yang digunakan di Kabupaten Trenggalek 2010 ................. 47

5.8 Karakteristik Agroindustri Chip Berdasarkan Kepemilikan
Lahan Usaha Agroindustri di Kabupaten Trenggalek 2010 .......... 49

5.9 Rata-rata Nilai Tambah per Proses Produksi Pada Agroindustri
Chip di Kabupaten Trenggalek 2010 ............................................. 53

5.10 Rata-rata Biaya Tetap per Proses Produksi Pada Agroindustri
Chip di Kabupaten Trenggalek 2010 ............................................. 56

5.11 Rata-rata Biaya Variabel per Proses Produksi Pada
Agroindustri Chip di Kabupaten Trenggalek 2010........................ 58

5.12 Rata-rata Biaya Total per Proses Produksi Pada Agroindustri
Chip di Kabupaten Trenggalek 2010 ............................................. 59

5.13 Rata rata Penerimaan per Proses Produksi Agroindustri Chip
di Kabupaten Trenggalek 2010 ...................................................... 60

5.14 Rata-rata Keuntungan per Proses Produksi Pada Agroindustri
Chip di Kabupaten Trenggalek 2010 ............................................. 60




5.15 Rata-rata Nilai R/C Ratio per Proses Produksi Pada
Agroindustri Chip di Kabupaten Trenggalek 2010........................ 61

5.16 Rata-rata BEP per Proses Produksi Pada Agroindustri Chip
di Kabupaten Trenggalek 2010 ...................................................... 62

5.17 Skenario Kebijakan Apabila Harga Bahan Baku Pada
Agroindustri Chip di Kabupaten Trenggalek Berfluktuasi ............ 63

5.18 Skenario Kebijakan Apabila Input Bahan Baku Berubah
Pada Agroindustri Chip di Kabupaten Trenggalek ........................ 64

5.19 Skenario Kebijakan Apabila Rendemen Ubi Kayu Tinggi
dan Rendah Pada Agroindustri Chip di Kabupaten Trenggalek .... 66





DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman
Teks
3.1. Kerangka Konsep Penelitian Analisis Nilai Tambah dan
Kelayakan Usaha Agroindustri Chip Sebagai Bahan Baku
Pembuatan Mocaf .......................................................................... 25

3.2. Keterkaitan Agroindustri Chip, Koperasi dan PT. BCM ............... 39






DAFTAR LAMPIRAN


Nomor Halaman
Teks

1. Karakteristik Responden Agroindustri Chip di Kabupaten
Trenggalek 2010 .............................................................................. 74

2. Total Biaya Tetap Pada Agroindustri Chip di Kabupaten
Trenggalek 2010 .............................................................................. 75

3. Biaya Tetap (Biaya Penyusutan Slicer) Pada Agroindustri
Chip di Kabupaten Trenggalek 2010 ............................................... 77

4. Biaya Tetap (Biaya Penyusutan Spiner) Pada Agroindustri
di Kabupaten Trenggalek 2010 ....................................................... 78

5. Biaya Tetap (Biaya Penyusutan Oven) Pada Agroindustri
Chip di Kabupaten Trenggalek 2010 ............................................... 79

6. Biaya Tetap (Biaya Penyusutan Timbangan 300kg) Pada
Agroindustri Chip di Kabupaten Trenggalek 2010 ......................... 80

7. Biaya Tetap (Biaya Penyusutan Timbangan 150kg) Pada
Agroindustri Chip di Kabupaten Trenggalek 2010 ......................... 81

8. Biaya Tetap (Biaya Penyusutan Timbangan Gantung) Pada
Agroindustri Chip di Kabupaten Trenggalek 2010 ......................... 82

9. Biaya Tetap (Biaya Penyusutan Terpal) Pada Agroindustri
Chip di Kabupaten Trenggalek 2010 ............................................... 83

10. Biaya Tetap (Biaya Penyusutan Plastik) Pada Agroindustri
Chip di Kabupaten Trenggalek 2010 ............................................... 84

11. Biaya Tetap (Biaya Penyusutan Idik) Pada Agroindustri
Chip di Kabupaten Trenggalek 2010 ............................................... 85

12. Biaya Tetap (Biaya Penyusutan Pisau) Pada Agroindustri
Chip di Kabupaten Trenggalek 2010 ............................................... 86

13. Biaya Tetap (Biaya Penyusutan Selang) Pada Agroindustri
Chip di Kabupaten Trenggalek 2010 ............................................... 87

14. Biaya Tetap (Biaya Penyusutan Gerobak) Pada Agroindustri
Chip di Kabupaten Trenggalek 2010 ............................................... 88




15. Biaya Tetap (Biaya Penyusutan Angkong) Pada Agroindustri
Chip di Kabupaten Trenggalek 2010 ............................................... 89

16. Biaya Tetap (Biaya Penyusutan Bak Perendaman) pada
Agroindustri Chip di Kabupaten Trenggalek 2010 ......................... 90

17. Biaya Tetap (Biaya Penyusutan Keranjang) pada Agroindustri
Chip di Kabupaten Trenggalek 2010 ............................................... 91

18. Biaya Tetap (Biaya Penyusutan Pompa Air) pada
Agroindustri Chip di Kabupaten Trenggalek 2010 ......................... 92

19. Biaya Tetap (Biaya Sewa/Pajak) pada Agroindustri Chip di
Kabupaten Trenggalek 2010 ........................................................... 93

20. Biaya Variabel Total pada Agroindustri Chip di Kabupaten
Trenggalek 2010 .............................................................................. 94

21. Perincian Biaya Variabel pada Agroindustri Chip di
Kabupaten Trenggalek 2010 ........................................................... 95

22. Perincian Biaya Variabel Tenaga Kerja HOK Keseluruhan
pada Agroindustri Chip di Kabupaten Trenggalek 2010 ................. 96

23. Perincian Biaya Variabel Tenaga Kerja HOK Penimbangan
pada Agroindustri Chip 2010 .......................................................... 97

24. Perincian Biaya Variabel Tenaga Kerja HOK Pengupasan
pada Agroindustri Chip 2010 .......................................................... 98

25. Perincian Biaya Variabel Tenaga Kerja HOK Pengirisan,
Fermentasi dan Penjemuran pada Agroindustri Chip ...................... 99

26. Biaya Total pada Agroindustri Chip di Kabupaten Trenggalek
2010 ................................................................................................. 100

27. Perincian Biaya Input Lain pada Agroindustri Chip di
Kabupaten Trenggalek 2010 ........................................................... 102

28. Perhitungan Analisis Nilai Tambah pada Agroindustri Chip di
Kabupaten Trenggalek 2010 ........................................................... 103

29. Penerimaan dan Keuntungan pada Agroindustri Chip di
Kabupaten Trenggalek 2010 ........................................................... 105

30. R/C Ratio pada Agroindustri Chip di Kabupaten Trenggalek
2010 ................................................................................................. 106
31. Perhitungan BEP ............................................................................. 107





32. Proses Pengolahan Chip Ubi Kayu ................................................. 108

33. Peta Kabupaten Trenggalek ............................................................. 109



1



I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz sin. M. utilissima Pohl) dikenal juga
dengan nama singkong, telo puhung, telo jendral, bodin dan sebagainya. Ubi kayu
merupakan komoditas tanaman pangan yang penting sebagai penghasil sumber
bahan pangan karbohidrat dan bahan baku industri makanan, kimia dan pakan
ternak. Menurut Direktorat Budidaya Kacangkacangan dan Umbiumbian (2006),
beberapa keunggulan dari ubi kayu adalah: a) tanaman ini sudah dikenal dan
dibudidayakan secara luas oleh masyarakat pedesaan sebagai bahan pokok dan
sebagai bahan cadangan pangan pada musim paceklik, b) masyarakat khususnya
di pedesaan telah terbiasa mengolah dan mengkonsumsinya dalam bentuk gatot
dan tiwul, c) nilai kandungan gizinya cukup tinggi, dan d) mudah beradaptasi
dengan lingkungan atau lahan yang marginal dan beriklim kering.
Kabupaten Trenggalek merupakan daerah pegunungan yang memiliki
lahan kritis. Lahan kritis tersebut dimanfaatkan masyarakat untuk usahatani ubi
kayu, mengingat ubi kayu merupakan tanaman yang mudah beradaptasi dengan
lingkungan. Kabupaten Trenggalek merupakan sentra penghasil ubi kayu, hal ini
sesuai data pada Tabel 1.1 yang menunjukkan produksi ubi kayu (Ton) secara
berturut-turut mulai tahun 2003 sampai 2007 yaitu 404,524; 391,695; 366,697;
394,206; dan 438,242. Produksi ubi kayu merupakan produksi tertinggi dari
beberapa tanaman pangan lain seperti padi, jagung, ubi jalar, kacang tanah, dan
kacang kedelai, sehingga Kabupaten Trenggalek memiliki potensi dalam industri
pengolahan yang berbahan baku ubi kayu.
Industri pengolahan hasil pertanian merupakan kegiatan mengolah bahan
baku yang bersumber dari tanaman, binatang dan ikan. Pengolahan dapat berupa
pengolahan sederhana seperti pembersihan, pemilihan (grading), pengepakan atau
dapat pula berupa pegolahan yang lebih canggih, seperti penggilingan (milling),
penepungan (powdering), ekstraksi dan penyulingan (extraction), penggorengan
(roasting), pemintalan (spinning), pengalengan (canning) dan proses pengubahan
lainnya. Dengan perkataan lain, pengolahan adalah suatu operasi atau rentetan
2



operasi terhadap bahan mentah untuk dirubah bentuknya atau komposisinya.
Menurut Soeharjo (1990) dalam Kartika et al (2006), industri pengolahan hasil
pertanian merupakan bentuk industri yang sesuai untuk dikembangkan di
pedesaan. Industri pengolahan hasil pertanian merupakan industri yang
menggunakan bahan baku dari pedesaan berupa produk pertanian yang berasal
dari daerah itu sendiri, menggunakan tenaga kerja yang berasal dari pedesaan, dan
lokasi industri berada di pedesaan yang bertujuan untuk mendekati bahan baku.
Industri pengolahan hasil pertanian merupakan industri berbasis agroindustri.
Tabel 1.1 Produksi Tanaman Pangan Kabupaten Trenggalek Tahun 2003-2007
No Uraian Tanaman Pangan 2003 2004 2005 2006 2007
1. Padi Sawah dan Ladang

-Luas Panen (Ha)
- Rata-rata Produksi/ Ha (Kw)
- Produksi (Ton)
22,136
48,43
107,212
23,085
47.79
110.32
24.232
47.81
115.859
23.815
52.22
124.36
23.611
55.78
131.701
2. Jagung

-Luas Panen (Ha)
- Rata-rata Produksi/ Ha (Kw)
- Produksi (Ton)
13,406
45,93
61,938
13.854
35.28
50.425
12.320
44.49
54.847
12.789
46.46
59.424
15.455
48.95
75.654
3. Ubi kayu

-Luas Panen (Ha)
- Rata-rata Produksi/ Ha (Kw)
- Produksi (Ton)
19,334
209,12
404,524
19.219
203.81
391.695
18.309
200.28
366.697
19.892
198.17
394.206
19.757
221.82
438.242
4. Ubi jalar

-Luas Panen (Ha)
- Rata-rata Produksi/ Ha (Kw)
- Produksi (Ton)
88
126,73
1,115
60
125.58
753
62
127.58
791
85
117.53
999
25
135.90
340
5. Kacang Tanah

-Luas Panen (Ha)
- Rata-rata Produksi/ Ha (Kw)
- Produksi (Ton)
2.1
10.81
2.27
2.248
14.64
3.29
2.513
11.86
2.981
2.497
15.51
3.873
2.565
11.47
2.943
6 Kacang Kedelai

-Luas Panen (Ha)
- Rata-rata Produksi/ Ha (Kw)
- Produksi (Ton)
4.135
7.02
2.901
5.967
7.81
4.659
5.909
8.08
4.775
5.441
10.14
5.519
5
10.91
5.457
Sumber : Dinas Pertanian, Kehutanan& Perkebunan Kab. Trenggalek, 2010
Dalam agroindustri pertumbuhan lapangan kerja dan nilai tambah yang
dihasilkan berbeda jauh dengan yang disumbangkan oleh industri lainnya. Oleh
karena itu, dalam PJPT (Pembangunan Jangka Panjang Tahap) II upaya
menyeimbangkan pertumbuhan antarsektor sangat diperlukan. Sektor pertanian
yang tangguh perlu dikembangkan sebagai penopang pertumbuhan sektor industri.
3



Pilihan yang tepat adalah pengembangan sektor agroindustri berorientasi pada
peningkatan kesejahteraan petani pedesaan (Azis, 1993).
Melalui agroindustri khususnya yang berasal dari teknologi yang
sederhana di pedesaan diharapkan mampu menyerap tenaga kerja dan sekaligus
meningkatkan pendapatan. Agroindustri perlu dikembangkan lebih dahulu
sebelum pengembangan beraneka ragam industri lainnya. Pengembangan
agroindustri langsung melibatkan banyak kepentingan masyarakat dalam
kaitannya dengan peningkatan kesejahteraan. Dengan keberadaan agroindustri
yang berada di daerah pedesaan, agroindustri mampu meningkatkan pendapatan
baik dari kalangan pelaku agroindustri maupun petani sebagai penyedia bahan
baku agroindustri tersebut. Selain itu agroindustri juga mampu meningkatkan nilai
tambah melalui keterkaitan yang saling menguntungkan antara produsen dengan
industri, penciptaan lapangan kerja baru, dan perbaikan distribusi pendapatan.
Hal ini menyebabkan agroindustri akan menciptakan suatu bentuk sistem
perekonomian yang dapat menjamin kesejahteraan masyarakat secara lebih
mandiri.
Salah satu agroindustri yang ada di Trenggalek adalah agroindustri mocaf
(Modified Cassava Flour) yang berada pada Koperasi Gemah Ripah Loh Jinawi di
Desa Kerjo, Kecamatan Karangan, Kabupaten Trenggalek. Koperasi berperan
sebagai pengawas dan pemberi pinjaman kepada pemilik agroindustri.
Agroindustri chip merupakan kelompok-kelompok penghasil chip ubi kayu.
Koperasi bertanggung jawab atas keberlangsungan para pengusaha dengan cara
memberi binaan dan pinjaman serta menjamin ketersediaan enzim untuk
memproduksi chip. Sedangkan untuk proses penepungan dan pengemasan
dilakukan oleh PT. Bangkit Cassava Mandiri (BCM) yaitu perusahaan yang
terbentuk atas kerjasama Koperasi dengan PT. Tiga Pilar Sejahtera (TPS) Agro.
Sistem pembagian produksi dalam pembuatan mocaf memberikan dampak positif
bagi pengembangan usaha kecil di Kabupaten Trenggalek. Usaha ini berbentuk
padat karya sehingga mampu menyerap tenaga kerja dari lingkungan sekitar
pembuatan chip.
4



Mocaf merupakan produk tepung dari ubi kayu yang diproses dengan
prinsip memodifikasi sel ubi kayu. Proses pembuatannya yaitu pertama ubi kayu
dikupas dan diiris tipis kemudian direndam dengan senyawa asam. Senyawa asam
ini akan terimbibisi dalam ubi kayu yang telah diiris tipis dan selanjutnya proses
pengeringan. Ubi kayu yang telah diiris tipis dan telah mengalami pengeringan
hingga kadar airnya mencapai 10 % disebut dengan chip. Penyebutan ini
didasarkan bentuknya yang mirip dengan keripik, yang dalam bahasa inggris
disebut dengan chip. Keberadaan chip sangat berpengaruh terhadap mocaf yang
dihasilkan. Chip yang bermutu baik menghasilkan mocaf yang bermutu baik pula.
Mocaf adalah bahan baku industri pangan, sebagai substitusi tepung
gandum (terigu). Pada tahun 2009, konsumsi tepung terigu nasional sebesar 4,6
juta ton dan produksinya sebanyak 3,9 juta ton. Sementara, impor tepung terigu
tercatat 646,7 ribu ton atau sekitar 14,2 % dari total konsumsi. Diperkirakan
permintaan tepung terigu pada 2014 akan mencapai 5,7 juta ton atau tumbuh
sekitar 7,4 % (Media Data Riset, 2010). Hingga bahan pangan berupa tepung
sebagai substitusi gandum, menjadi semakin strategis di masa mendatang. Sangat
tepat bila pengolahan ubi kayu, terutama menjadi tepung akan prospektif untuk ke
depannya.
Dalam kaitan diversifikasi produk ubi kayu ini, Kabupaten Trenggalek
telah mengembangkan komoditas ubi kayu sebagai tepung mocaf yang merupakan
bahan subtitusi tepung terigu. Hal ini dilakukan untuk mencapai kemandirian
pangan yang terus digalakkan oleh pemerintah. Menurut Badan Ketahanan
Pangan (2009), ketahanan pangan merupakan suatu kondisi terpenuhinya pangan
bagi rumah tangga, yang digambarkan oleh ketersediaan pangan dengan jumlah
dan kualitas yang cukup, aman, merata, serta terjangkau. Pengupayaan
pengembangan mocaf terkait dengan semakin mahal dan terbatasnya bahan baku
terigu di Indonesia. Pada sisi lain dengan adanya penggunaan mocaf tersebut
berarti penekanan terhadap penggunaan devisa negara.
Upaya peningkatan produksi mocaf sebagai subtitusi tepung terigu dalam
rangka pencapaian kemandirian pangan menghadapi hambatan-hambatan yang
dapat mengganggu jalannya proses produksi, salah satu hambatan yang ada yaitu
5



keberadaan agroindustri sebagai penyedia bahan baku mocaf yang pada tahun
2006 pernah mencapai 60an, kini keberadaan agroindustri tersebut turun hingga
ke angka 15 agroindustri pada akhir tahun 2010. Dengan menurunnya keberadaan
pembuat chip berarti juga penurunan terhadap produksi tepung mocaf, hal ini
menyebabkan produksi mocaf belum optimal secara kuantitas. Keberadaan
agroindustri pengrajin chip yang semakin berkurang mendorong peneliti untuk
mengetahui tentang berapa besar nilai tambah, penerimaan dan keuntungan, serta
kelayakan usaha pada proses pembuatan chip ubi kayu ini. Sehingga penelitian ini
penting dilakukan guna mengetahui informasi mengenai nilai tambah, penerimaan
dan keuntungan maupun kelayakan usaha pada agroindustri pembuat chip.
Selanjutnya, pentingnya penanganan yang lebih serius oleh pihak terkait
agar keberadaan agroindustri penghasil chip sebagai bahan baku mocaf dapat
berkembang baik dan mocaf menjadi produk yang kompetitif. Keberadaan
agroindustri ini dapat meningkatkan kesejahteraan para kelompok pembuat chip
dan pengusaha dengan tetap tidak merugikan masyarakat sebagai konsumen.
1.2 Perumusan Masalah
Suatu daerah dikatakan mandiri pangan apabila daerah tersebut
masyarakatnya mampu mewujudkan ketahanan pangan dan gizi melalui
pengembangan subsistem ketersediaan (produksi), distribusi, dan konsumsi
pangan yang dilakukan dengan memanfaatkan sumber daya setempat secara
berkelanjutan (Badan Ketahanan Pangan, 2009). Pengembangan dengan
memanfaatkan sumber daya setempat secara berkelanjutan dapat dilakukan
dengan pengembangan agroindustri, memodifikasi bentuk awal suatu komoditas
pertanian menjadi produk yang memiliki nilai jual lebih tinggi.
Potensi bahan pangan yang dicetuskan oleh Koperasi Serba Usaha Gemah
Ripah Loh Jinawi yang berada di Desa Kerjo, Kecamatan Karangan, Kabupaten
Trenggalek adalah pengubahan komoditas ubi kayu menjadi tepung termodifikasi.
Koperasi mengembangkan mocaf dengan cara membentuk sejumlah pengusaha
agroindustri chip yang berasal dari masyarakat sekitar sehingga agroindustri ini
dapat membantu meningkatkan perekonomian daerah. Keberadaan tepung mocaf
6



ini mampu mewujudkan program kemandirian pangan dengan memanfaatkan
sumber daya lokal secara berkelanjutan, mengingat keberadaan ubi kayu yang
berlimpah pada daerah sekitar pembuatan agroindustri mocaf.
Akan tetapi pada proses pembuatan mocaf dalam upaya mencapai
kemandirian pangan belum dapat terpenuhi. Produksi mocaf yang seharusnya
dapat dilakukan pada skala yang lebih besar belum terwujud. Hal ini disebabkan
oleh permasalahan mengenai keberadaan agroindustri pengrajin chip yang
menurun sebagai penyedia bahan baku mocaf. Agroindustri chip sebagai
penyedia bahan baku mocaf pernah berjumlah 60an pada tahun 2009, kini
keberadaan agroindustri tersebut turun hingga ke angka 15 agroindustri pada akhir
tahun 2010. Dengan menurunnya para pengrajin chip berarti juga penurunan
terhadap produksi tepung mocaf, hal ini menyebabkan produksi tepung mocaf
belum optimal secara kuantitas. Menurut Koperasi Serba Usaha Gemah Ripah
Loh Jinawi dalam Mocaf Indonesia (2010), permintaan pasar terhadap tepung
mocaf 1000 ton per bulannya, namun kapasitas maksimal produksi penepungan
yang dimiliki oleh PT. Bangkit Cassava Mandiri hanya sekitar 400ton
perbulannya dan maksimal kapasitas produksi itupun belum tercapai karena
penyediaan bahan baku mocaf berupa chip hanya mampu menghasilkan mocaf
sekitar 200 ton perbulannya.
Keberadaan agroindustri chip sebagai penyedia bahan baku mocaf yang
semakin berkurang ini menimbulkan pertanyaan apakah penurunan agroindustri
disebabkan oleh perolehan nilai tambah dan keuntungan yang dirasa kurang oleh
para pengrajin chip atau disebabkan oleh faktor lain seperti keadaan cuaca yang
tidak menentu saat ini mengingat agroindustri pembuatan chip ini mengandalkan
sinar matahari dalam proses produksinya. Hal inilah yang mendorong peneliti
ingin mengetahui tentang berapa besar nilai tambah, penerimaan dan keuntungan,
serta kelayakan usaha pada proses pembuatan chip ubi kayu ini. Sehingga
penelitian ini penting dilakukan guna mengetahui informasi mengenai nilai
tambah, penerimaan dan keuntungan maupun kelayakan usaha pada agroindustri
pembuat chip.
7



Dari uraian tersebut maka secara spesifik permasalahan dalam penelitian
ini adalah:
1. Sejauh mana nilai tambah yang dapat diperoleh dari bahan baku ubi kayu
menjadi bahan setengah jadi berupa chip yang diterima oleh agroindustri chip?
2. Berapa besarnya penerimaan dan keuntungan yang diperoleh oleh agroindustri
chip?
3. Apakah agroindustri chip di Kabupaten Trenggalek layak untuk
dikembangkan?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan di atas, tujuan penelitian yang hendak dicapai
adalah sebagai berikut:
1. Menganalisis nilai tambah dari bahan baku ubi kayu menjadi chip pada
agroindustri chip.
2. Menganalisis penerimaan dan keuntungan yang diterima oleh agroindustri
chip.
3. Menganalisis tingkat kelayakan usaha agroindustri chip di Kabupaten
Trenggalek.
1.4 Kegunaan Penelitian
Sedangkan kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Sebagai informasi dan pertimbangan bagi para agroindustri chip dalam
melakukan kegiatan usahanya.
2. Sebagai bahan pertimbangan bagi Koperasi Serba Usaha Gemah Ripah Loh
Jinawi dalam pengambilan kebijakan, pembinaan dan pengembangan
agroindustri chip.
3. Sebagai bahan pertimbangan dan referensi bagi penelitian selanjutnya yang
berminat mengkaji topik penelitian yang sama.


8



II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penelitian Terdahulu
Penelitian yang dilakukan oleh Silvia (2007), metode analisis data yang
digunakan adalah analisis deskriptif dan analisis kuantitatif. Analisis kuantitatif
meliputi: (1) analisis nilai tambah, (2) analisis penerimaan keuntungan. Analisis
nilai tambah menggunakan metode Hayami dan analisis penerimaan keuntungan
menggunakan analisis biaya. Hasil penelitian dan pembahasan dari tepung tapioka
diperoleh imbalan tenaga kerja lebih kecil dari pada imbalan modal dan
manajemen (keuntungan), imbalan tenaga kerja sebesar 4,23 % sedangkan
imbalan untuk manajeman dan modal sebesar 95,77 % dan untuk resiko nilai
tambah sebesar 4,23 %.
Penelitian yang dilakukan oleh Irawan (2009), metode analisis data yang
digunakan adalah analisis deskriptif dan analisis kuantitatif. Analisis kuantitatif
meliputi : (1) analisis nilai tambah, (2) analisis penerimaan keuntungan, dan (3)
analisis efisiensi usaha. Hasil penelitian antara lain nilai tambah rata-rata per
proses produksi yang dihasilkan oleh agroindustri kerupuk jagung sebesar Rp.
15.448,65/kilogram bahan baku atau sebesar 65,88 % dari nilai produksi. Imbalan
tenaga kerja yang diterima sebesar Rp. 8.763,02 atau 58,29 % dan mendapatkan
keuntungan sebesar Rp. 6.685,63 atau 41,71 % dari nilai tambahnya. Nilai R/C
ratio yaitu 1,29 sehingga dapat diketahui bahwa agroindustri kerupuk jagung di
Desa Belah telah efisien, sehingga agroindustri ini mempunyai potensi untuk
dikembangkan.
Penelitian yang dilakukan oleh Juremi (2004), metode analisis data dalam
penelitian ini menggunakan analisis nilai tambah, analisis keuntungan, analisis
kelayakan usaha. Dari hasil penelitian dapat diketahui besarnya nilai tambah
dalam penelitian ini 73.152,78 per kg bahan baku. Apabila nilai tambah dibagi
dengan nilai produk sebesar Rp. 83.128,26 botol maka dapat diperoleh rasio nilai
tambah yaitu 87,98 %. Penerimaan yang diperoleh agroindustri cuka apel sebesar
Rp. 32.065,217 sehingga diperoleh keuntungan sebesar Rp. 16.156.994,77 setiap
bulannya, sedangkan untuk total biaya pada agroindustri cuka apel sebesar

9



15.908.222,23. dengan demikian R/C rasio yang ada di agroindustri cuka apel
sebesar 2,02 artinya setiap biaya yang dikeluarkan sebesar Rp. 100 pada awal
usaha maka agroindustri tersebut memperoleh penerimaan sebesar Rp. 202 pada
akhir usahanya.
Meninjau dari penelitian terdahulu mengenai analisis nilai tambah terdapat
kesamaan dalam metode metode analisis data yang digunakan adalah analisis
deskriptif dan analisis kuantitatif. Analisis kuantitatif meliputi: (1) analisis nilai
tambah, (2) analisis penerimaan keuntungan, dan (3) analisis kelayakan usaha.
Metode yang digunakan dalam perhitungan nilai tambah menggunakan metode
Hayami, khususnya untuk pengolahan.
Perlu kita ketahui dengan adanya peningkatan agroindustri yang lebih
banyak lagi ini berarti pengembangan agroindustri sebagai langkah industrialisasi
merupakan pilihan strategi yang tepat, karena agroindustri tidak hanya
menciptakan kondisi saling mendukung antara kekuatan industri maju dengan
pertanian tangguh tetapi juga membentuk keterpaduan sektor industri pertanian
yang memberikan dampak ganda pada perubahan baik melalui penciptaan
lapangan kerja, memberikan nilai tambah, perbaikan pendapatan dan
pengembangan pertanian (Hanani et al, 2003). Dengan alasan tersebut penulis
memilih topik mengenai analisis nilai tambah dan kelayakan usaha suatu
agroindustri.
2.2 Tinjauan Tentang Ubi Kayu
2.2.1 Klasifikasi
Klasifikasi tanaman ketela pohon menurut Rukmana (1997), adalah sebagai
berikut:
Kingdom : Plantae atau tumbuh-tumbuhan
Divisi : Spermatophyta atau tumbuhan berbiji
Sub divisi : Angiospermae atau berbiji tertutup
Kelas : Dicotyledoneae atau biji berkeping dua
Ordo : Euphorbiales
Famili : Euphorbiaceae
10



Genus : Manihot
Spesies : Manihot utilissima Pohl.; Manihot esculenta Crantz sin.
Varietas-varietas ketela pohon unggul yang biasa ditanam, antara lain:
Valenca, Mangi, Betawi, Basiorao, Bogor, SPP, Muara, Mentega, Andira 1,
Gading, Andira 2, Malang 1, Malang 2, dan Andira 4 (Rukmana, 1997).
2.2.2 Manfaat Tanaman
Di Indonesia, ketela pohon menjadi makanan bahan pangan pokok setelah
beras dan jagung. Manfaat daun ketela pohon sebagai bahan sayuran memiliki
protein cukup tinggi, atau untuk keperluan yang lain seperti bahan obat-obatan.
Kayunya bisa digunakan sebagai pagar kebun atau di desa-desa sering digunakan
sebagai kayu bakar untuk memasak. Dengan perkembangan teknologi, ketela
pohon dijadikan bahan dasar pada industri makanan dan bahan baku industri
pakan. Selain itu digunakan pula pada industri obat-obatan (Rukmana, 1997).
Kandungan gizi yang terdapat dalam 100 gram ubi kayu yaitu : Kalori
154,00 (Kal); Protein 1,00 (gram); Lemak 0,30 (gram); Karbohidrat 36,80
(gram); Zat Kapur 33,00 (mgr); Phospor 40,00 (mgr); Zat Besi 1,10 (mgr); Vit.B-
1 0,06 (SI); Thiamine 20,00 (mgr); Vit.C 30,00 (mgr) (Direktorat Gizi Depkes,
2007).
2.3 Tinjauan Tentang Mocaf (modified cassava flour)
2.3.1 Sekilas Tentang Mocaf
Mocaf adalah produk tepung dari ubi kayu yang diproses dengan prinsip
memodifikasi sel ubi kayu sehingga hasilnya berbeda dengan tepung gaplek
ataupun tepung ubi kayu. Mocaf dapat digunakan untuk membuat kue kering
seperti cookies, nastar, dan kastengel, kue basah seperti kue lapis, brownies,
spongy, dan cake, bihun, dan campuran produk lain berbahan baku gandum atau
tepung beras, dengan karakteristik produk yang dihasilkan tidak jauh berbeda
dengan penggunaan tepung terigu maupun tepung beras (Mocaf Indonesia, 2010).
Ada beberapa keunggulan jenis tepung ini, seperti bahan baku yang
tersedia cukup sehingga kemungkinan kelangkaan produk dapat dihindari karena
tidak tergantung dari impor seperti gandum. Selain itu harga tepung mocaf relatif
11



lebih murah dibanding dengan harga tepung terigu maupun tepung beras, sehingga
biaya pembuatan produk dapat lebih rendah (Mocaf Indonesia, 2010)
Dalam proses pembuatan tepung mocaf ini melalui dua tahap yaitu tahap
pertama merupakan tahap pembuatan chip, merupakan proses awal tepung yang
dibuat dari bahan dasar yang disebut dengan chip. Chip ini berupa singkong atau
ketela pohon yang telah diiris, direndam dengan enzim dan kemudian dijemur
hingga kadar airnya 10 %. Tahap kedua yaitu tahap penepungan, penggilingan
chip menjadi tepung mocaf (Mocaf Indonesia, 2010).
2.3.2 Prinsip Kerja Enzimatis Pada Proses Pembuatan Mocaf
Prinsip dasar pembuatan tepung mocaf adalah dengan prinsip
memodifikasi sel ubi kayu secara fermentasi. Mikroba yang tumbuh akan
menghasilkan enzim pektinolitik dan sellulolitik yang dapat menghancurkan
dinding sel ubi kayu sedemikian rupa sehingga terjadi liberasi granula pati. Proses
liberalisasi ini akan menyebabkan perubahan karakteristik dari tepung yang
dihasilkan berupa naiknya viskositas, kemampuan gelasi, daya rehidrasi, dan
kemudahan melarut. Selanjutnya granula pati tersebut akan mengalami hidrolisis
yang menghasilkan monosakarida sebagai bahan baku untuk menghasilkan asam-
asam organik. Senyawa asam ini akan terimbibisi dalam bahan, dan ketika bahan
tersebut diolah akan dapat menghasilkan aroma dan cita rasa khas yang dapat
menutupi aroma dan citarasa ubi kayu yang cenderung tidak menyenangkan
konsumen (Mocaf Indonesia, 2010).
Selama proses fermentasi terjadi pula penghilangan komponen penimbul
warna, seperti pigmen (khususnya pada ketela kuning), dan protein yang dapat
menyebabkan warna coklat ketika pemanasan. Dampaknya adalah warna mocaf
yang dihasilkan lebih putih jika dibandingkan dengan warna tepung ubi kayu
biasa. Selain itu, proses ini akan menghasilkan tepung yang secara karakteristik
dan kualitas hampir menyerupai tepung dari terigu. Sehingga produk mocaf sangat
cocok untuk menggantikan bahan terigu untuk kebutuhan industri makanan
(Mocaf Indonesia, 2010).
12



2.4 Tinjauan Tentang Agroindustri
2.4.1 Definisi Agroindustri
Menurut Hanani et al (2003), Agroindustri merupakan perpaduan antara
pertanian dan industri dimana kemudian keduanya menjadi sistem pertanian
dengan berbasis industri yang terkait dengan pertanian terutamanya pada sisi
penanganan paska panen.
Sedangkan ahli yang lain menyebutkan bahwa agroindustri adalah
pengolahan hasil pertanian dan karena itu agroindustri merupakan bagian dari
enam subsistem agribisnis yang disepakati selama ini yaitu subsistem penyediaan
sarana produksi dan peralatan, subsistem usahatani, subsistem pengolahan hasil
(agroindustri), subsistem pemasaran, subsistem sarana dan subsistem pembinaan
(Soekartawi, 2001).
Agroindustri sebagai suatu subsistem dapat dipandang sebagai kegiatan
yang memerlukan input dan merubahnya untuk mencapai tujuan tertentu. Input
dalam kegiatan industri terdiri atas bahan mentah hasil pertanian maupun bahan
tambahan, tenaga kerja, modal dan faktor pendukung lainnya. Kegiatan
agroindustri meliputi usaha untuk meningkatkan nilai tambah produk-produk
pertanian melalui pengolahan lebih lanjut dari bahan-bahan mentah hasil pertanian
maupun memberikan jasa kepada pengrajin.
2.4.2 Peranan Agroindustri
Masyrofie (1996) dalam Hanani et al (2003), mengemukakan pada masa
mendatang peranan agroindustri sangat diharapkan dalam mengurangi masalah
kemiskinan dan pengangguran serta sekaligus sebagai penggerak industrialisasi
pedesaan. Dampak positif dari agroindustri yang tumbuh dan berkembang di
daerah pedesaan adalah membuka antara satu desa dengan desa-desa lainnya atau
dengan kota sehingga memberikan kesempatan kepada penduduk desa untuk
memperoleh pendapatan yang seragam.
Sumbangan dan peranan agroindustri terhadap perekonomian nasional
menurut Soekartawi (1991) dalam Nuraisyah (2003), diwujudkan dalam bentuk
antara lain:
13



1. Penciptaan lapangan kerja dengan memberikan kehidupan bagi sebagian besar
penduduk Indonesia yang bekerja di sektor pertanian.
2. Peningkatan kualitas produk pertanian untuk menjamin pengadaan bahan baku
industri pengolahan hasil pertanian.
3. Perwujudan pemerataan pembangunan di berbagai pelosok tanah air yang
mempunyai potensi pertanian sangat besar terutama diluar pulau jawa.
4. Mendorong terciptanya ekspor komoditi pertanian.
5. Meningkatkan nilai tambah produk pertanian.
2.4.3 Permasalahan dalam Pengembangan Agroindustri
Menurut Tambunan et al (1990), ada beberapa faktor yang mempengaruhi
pembangunan agroindustri dan merupakan kendala yang harus dihadapi,
diantaranya adalah:
1. Modal terbatas, pemerintah masih belum memberikan prioritas utama
pengembangan agroindustri sementara besar kecilnya modal akan sangat
menentukan kelanjutan agroindustri.
2. Manajemen yang secara umum masih lemah sehingga faktor ini masih perlu
diperhatikan karena akan mempengaruhi proses keseluruhan dalam suatu
agroindustri.
3. Teknologi yang dikuasai masih rendah karena jumlah tenaga kerja yang
berkualitas di sektor pertanian relatif kecil bila dibandingkan dengan sektor
lain.
4. Mekanisme pemasaran yang dimiliki masih lemah sehingga berakibat
fluktuasi harga sebagai penyebab adanya pasar yang terbatas.
5. Biaya pengangkutan hasil-hasil produk pertanian untuk ekspor relatif tinggi.
2.5 Konsep Nilai Tambah
2.5.1 Pengertian Nilai Tambah
Nilai tambah didefinisikan sebagai pertambahan nilai yang terjadi pada
suatu komoditas karena komoditas tersebut mengalami proses pengolahan lebih
lanjut dalam suatu proses produksi. Konsep nilai tambah adalah status
pengembangan nilai yang terjadi karena adanya input fungsional yang
14



diperlakukan pada status komoditas. Input fungsional adalah perlakuan dan jasa
yang menyebabkan bertambahnya kegunaan dan nilai komoditas selama
mengikuti arus komoditas pertanian (Harjanto, 1989).
Nilai tambah yang tinggi dapat digunakan sebagai informasi bagi
pengusaha lain untuk menanamkan modal pada agroindustri tersebut. Apabila
nilai tambah dari perlakuan yang diberikan mampu memberikan nilai tambah
yang tinggi, maka akan dapat menarik investor baru untuk menanamkan modalnya
serta menjadi peluang kerja baru bagi masyarakat (Sonhaji, 2000).
Pada perhitungan nilai tambah dapat diketahui kategori suatu agroindustri
berdasarkan rasio nilai tambahnya yaitu termasuk dalam kategori agroindustri
bernilai tambah rendah, sedang atau tinggi. Kategori nilai tambah rendah, sedang
dan tinggi ditentukan dengan kriteria menurut Hubeis dalam Apriadi (2003), yaitu
nilai tambah dikatakan rendah jika nilai rasio <15%, sedang jika nilai rasio
berkisar 15%-40% dan tinggi jika nilai rasio >40%.
Pengolahan produk pertanian menjadi produk-produk tertentu untuk
diperdagangkan akan memberikan banyak arti ditinjau dari segi ekonomi menurut
(Soekartawi, 2001) antara lain:
1. Meningkatkan nilai tambah
Adanya pengolahan produk pertanian dapat meningkatkan nilai tambah, yaitu
meningkatkan nilai (value) komoditas pertanian yang diolah dan
meningkatkan keuntungan pengusaha yang melakukan pengolahan komoditas
tersebut.


2. Meningkatkan kualitas hasil
Dengan kualitas hasil yang lebih baik, maka nilai barang akan menjadi lebih
tinggi. Kualitas hasil yang baik dipengaruhi oleh komposisi bahan baku yang
digunakan. Perbedaan segmentasi pasar, tetapi juga mempengaruhi harga
barang itu sendiri.
3. Meningkatkan pendapatan
15



Selain pengusaha, petani penghasil bahan baku yang digunakan dalam industri
pengolahan tersebut akan mengalami peningkatan pendapatan.
4. Menyediakan lapangan kerja
Dalam proses pengolahan produk-produk pertanian menjadi produk lain
tentunya tidak terlepas dari adanya keikutsertaan tenaga manusia sehingga
proses ini akan membuka peluang bagi tersedianya lapangan kerja.
5. Memperluas jaringan distribusi
Adanya pengolahan produk-produk pertanian akan menciptakan atau
meningkatkan diversifikasi produk sehingga keragaman produk ini akan
memperluas jaringan distribusi.
2.6 Konsep Biaya, Penerimaan dan Keuntungan
2.6.1 Definisi Biaya
Menurut Mulyadi (1993), biaya adalah pengorbanan sumber ekonomi,
yang diukur dalam satuan uang yang telah terjadi atau yang kemungkinan akan
terjadi untuk tujuan tertentu. Empat unsur pokok dalam biaya menurut Mulyadi
(1993) yaitu:
1. Biaya merupakan pengorbanan sumber ekonomi
2. Diukur dalam satuan uang
3. Yang telah terjadi atau secara potensial akan terjadi
4. Pengorbanan tersebut untuk tujuan tertentu.
2.6.2 Klasifikasi Biaya
A. Biaya Tetap (Fixed Cost)
Menurut Arsyad (1991), biaya tetap (fixed cost) adalah biaya-biaya
yang tidak tergantung pada tingkat output. Termasuk dalam biaya tetap adalah
bunga pinjaman modal, biaya sewa peralatan pabrik tingkat depresiasi yang
ditetapkan, pajak kekayaan, dan gaji para pegawai yang tidak bisa di PHK kan
selama periode dimana kegiatan perusahaan tersebut dikurangi. Menurut
Sudarsono (1986), biaya tetap didefinisikan sebagai biaya yang jumlahnya
tidak tergantung atas besar kecilnya kuantitas produksi yang dilaksanakan.
16



Bahkan bila untuk sementara produksi dihentikan biaya tetap ini harus dibayar
dalam jumlah yang sama, yaitu termasuk dalam biaya tetap ini.
Dengan rumus menurut Sokartawi (2006), yaitu sebagai berikut:

n
n i
XiPxi TFC
Keterangan:
TFC = Biaya Tetap Total
Xi = Jumlah fisik dari input yang membentuk biaya tetap
Pxi = Harga input
n = Banyaknya input
Dimana nilai penyusutan menurut Rosyidi (1999), yaitu sebagai berikut:
t
Ps Pb
D


Keterangan :
D = Biaya penyusutan peralatan produksi
Pb = Nilai awal dari peralatan Produksi
Ps = Nilai akhir dari peralatan
t = Perkiraan umur peralatan
B. Biaya Variabel ( Variable Cost)
Menurut Arsyad (1991), biaya variabel atau variable cost (VC)
berubah-ubah sesuai dengan perubahan output. Jadi VC ini merupakan fungsi
dari tingkat output. Termasuk dalam biaya variabel ini adalah pengeluaran
bahan baku, depresiasi yang disebabkan oleh penggunaan peralatan, biaya
tenaga kerja, komisi-komisi penjualan dan semua biaya input-input lainnya
yang berubah-ubah sesuai tingkat output. Dalam jangka panjang biaya adalah
variabel. Menurut Sudarsono (1986), biaya variabel didefinisikan sebagai
biaya yang jumlahnya berubah-ubah sesuai dengan perubahan kuantitas
produk yang dihasilkan. Makin besar kuantitas produk makin besar pula
jumlah biaya variabel.
Dengan rumus menurut Soekartawi (2006), yaitu sebagai berikut:
17


n
n i
XiPxi TVC
Keterangan:
TVC = Biaya Variabel Total
Xi = Jumlah fisik dari input yang membentuk biaya variabel
Pxi = Harga input
n = Banyaknya input
C. Biaya Total (Total Cost)
Menurut Rahardja dan Mandala (1999), biaya total jangka pendek
(total cost) sama dengan biaya tetap ditambah biaya variabel. Biaya total
secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut:
TC = TFC + TVC
Dimana :
TC = Biaya Total
TFC = Biaya Tetap Total
TVC = Biaya Variabel Total
2.6.3 Analisis Penerimaan dan Keuntungan
1. Perhitungan Penerimaan usaha
Menurut Boediono (2000), revenue (penerimaan) merupakan
penerimaan produsen dari hasil penjualan outputnya. Total Revenue (TR)
yaitu Penerimaan total produsen dari hasil penjualan outputnya. Total revenue
adalah output kali harga jual outputnya.
TR = Q.P
Q

Keterangan :
T = Total Penerimaan
Q = Jumlah Produksi (output)
P
Q
= Harga Q
2. Perhitungan keuntungan usaha
Keuntungan adalah selisih antara total penerimaan dengan semua biaya
produksi. Secara matematis menurut Soekartawi (2006), yaitu sebagai berikut:
18



= TR TC
Keterangan :
= Keuntungan
TR = Penerimaan Total
TC = Biaya Total
2.7 Tinjauan Tentang Kelayakan
Menurut Alex Nitisemito dan M. Umar Burhan (1995) dalam Walhi
(2008), studi kelayakan pada hakekatnya adalah suatu metode penjajakan dari
suatu gagasan usaha tentang kemungkinan layak atau tidaknya suatu usaha
tersebut dilaksanakan. Tujuan diadakannya studi kelayakan adalah untuk
menganalisa terhadap usaha tertentu, baik usaha yang akan dilaksanakan, sedang
dan selesai dilaksanakan untuk bahan perbaikan dan penilaian pelaksanaan usaha
tersebut.
Studi kelayakan menganalisis apakah suatu investasi yang direncanakan
layak atau tidak untuk dilaksanakan. Selain itu dapat pula digunakan untuk
menentukan prioritas investasi atas sejumlah rencana usaha yang feasible.
Analisis studi kelayakan dibedakan atas analisis financial yang menekankan
analisis pada financial benefit suatu rencana usaha dari sisi kepentingan investor
atau perusahaan dan analisis ekonomi yang menekankan pada economic benefit
yaitu benefit dari sisi perekonomian masyarakat secara keseluruhan, baik yang
terlibat maupun yang tidak terlibat langsung dengan usaha (Rahayu, 2010)

19



1. Pendekatan R/C rasio
RC Rasio merupakan metode analisis untuk mengukur kelayakan usaha
dengan menggunakan rasio penerimaan (revenue) dan biaya (cost) (Darsono,
2008). Menurut Rahmanto et al, (1998) dalam Elisabeth et al (2006), analisis
kelayakan usaha digunakan untuk mengukur tingkat pengembalian usaha dalam
menerapkan suatu teknologi. Dengan kriteria hasil:
Jika R/C ratio > 1 usaha menguntungkan dan layak
Jika R/C ratio < 1 usaha tidak menguntungkan dan tidak layak
Jika R/C ratio = 1 usaha impas (tidak untung maupun merugi)
Menurut Rahmanto et al, (1998) dalam Elisabeth et al (2006) secara
sederhana dapat ditulis rumus perhitungan R/C Rasio




Penerimaan = P
Q
.Q
Total Biaya = TFC + TVC
R/C ratio = {( P
Q
.Q) / (TFC +TVC)}
Keterangan :
P
Q
= Harga output
Q = Output
TFC = Total Biaya tetap (fixed cost)
TVC= Total Biaya tidak tetap (variable cost)
2. Analisis BEP
Menurut Soekartawi (2006), analisis BEP atau nilai impas adalah suatu
teknis analisis untuk mempelajari hubungan antara biaya tetap, biaya variabel,
keuntungan, volume penjualan BEP dalam penelitian merupakan pengukuran
dimana kapasitas riil pengolahan bahan baku menjadi output menghasilkan total
penerimaan yang sama dengan pengeluaran BEP dalam unit dan dalam Rupiah
yang dirumuskan sebagai berikut:
1. BEP dalam unit produksi
BEP Volume Produksi =



20



Keterangan
TFC = total biaya tetap (Rp)
TVC= biaya variabel per Kg (Rp)
P = harga jual (Rp)
Q = total produksi
2. BEP dalam rupiah
BEP Volume Penjualan =
) / ( 1 TR TVC
TFC


Keterangan
TFC = total biaya tetap (Rp)
TVC= total biaya variabel (Rp)
TR = Total Revenue/penerimaan (Rp)

21



III. KERANGKA KONSEP PENELITIAN
3.1 Kerangka Penelitian
Trenggalek merupakan salah satu daerah penghasil ubi kayu yang memiliki
potensi agroindustri yang berbahan baku ubi kayu. Namun mengingat sifat-sifat
produk pertanian yang memiliki karakteristik perishable atau mudah rusak, maka
diperlukan adanya suatu strategi yang dapat mengubah produk pertanian menjadi
lebih tahan lama dan memiliki nilai tambah yaitu dengan menjaga keterkaitan
antara sektor pertanian dan sektor industri melalui agroindustri.
Hal ini diperkuat oleh pendapat Soekartawi (2001) menyebutkan bahwa
agroindustri adalah pengolahan hasil pertanian dan karena itu agroindustri
merupakan bagian dari enam subsistem agribisnis yang disepakati selama ini yaitu
subsistem penyediaan sarana produksi dan peralatan, subsistem usahatani,
subsistem pengolahan hasil (agroindustri), subsistem pemasaran, subsistem sarana
dan subsistem pembinaan.
Agroindustri sebagai suatu subsistem dapat dipandang sebagai kegiatan
yang memerlukan input dan merubahnya untuk mencapai tujuan tertentu. Input
dalam kegiatan industri terdiri atas bahan mentah hasil pertanian maupun bahan
tambahan, tenaga kerja, modal dan faktor pendukung lainnya. Kegiatan
agroindustri meliputi usaha untuk meningkatkan nilai tambah produk-produk
pertanian melalui pengolahan lebih lanjut dari bahan-bahan mentah hasil pertanian
maupun memberikan jasa kepada pengrajin.
Salah satu agroindustri yang ada adalah agroindustri tepung mocaf
(Modified Cassava Flour) yang dicetuskan oleh Koperasi Gemah Ripah Loh
Jinawi di Desa Kerjo, Kecamatan Karangan, Kabupaten Trenggalek. Pada usaha
pembuatan mocaf ini Koperasi berperan sebagai pengawas dan pemberi pinjaman
kepada agroindustri sebagai pengrajin chip (penyedia bahan baku mocaf).
Agroindustri chip merupakan pengrajin ubi kayu menjadi chip, yang bertugas
mengolah ubi kayu menjadi bahan setengah jadi berupa chip untuk selanjutnya
disetorkan pada PT. Bangkit Cassava Mandiri. PT. Bangkit Cassava Mandiri
22



bertindak sebagai pengolah lebih lanjut (penepungan) hingga proses pengepakan
dan pemasaran.
Dengan keberadaan agroindustri pembuatan mocaf ini, maka akan
meningkatkan nilai tambah dari ubi kayu, meningkatkan pendapatan masyarakat
sekitar dan memberikan lapangan pekerjaan. Keberadaan agroindustri pembuatan
mocaf ini dikatakan mampu meningkatkan pendapatan serta mampu memberikan
lapangan pekerjaan karena dalam pembuatan mocaf terlebih pada agroindustri
pembuatan chip dilakukan oleh masyarakat sekitar, dengan agroindustri berbentuk
padat karya. Pembuatan chip dilakukan pada agroindustri kecil sebagai penyedia
bahan baku pada agroindustri mocaf. Apabila keberadaan chip tinggi maka
produksi tepung mocaf pun akan semakin tinggi dan tujuan kemandirian pangan
akan tercapai dalam hal penyediaan tepung lokal sebagai subtitusi terigu.
Akan tetapi upaya mencapai kemandirian pangan melalui proses
pembuatan mocaf belum dapat terpenuhi. Produksi mocaf yang seharusnya dapat
dilakukan pada skala yang lebih besar belum terwujud. Hal ini disebabkan oleh
permasalahan mengenai keberadaan agroindustri pengrajin chip yang menurun
sebagai penyedia bahan baku dalam proses pembuatan tepung mocaf. Jumlah
agroindustri chip penyedia bahan baku mocaf pernah mencapai pada angka 60an
pada tahun 2009, dan kini keberadaan agroindustri pengrajin chip menurun hingga
ke angka 15 agroindustri chip pada akhir tahun 2010 saat penelitian berlangsung.
Dengan menurunnya jumlah pengrajin chip berarti juga penurunan terhadap
produksi tepung mocaf, hal ini menyebabkan produksi tepung mocaf belum
optimal secara kuantitas. Penyediaan chip sebagai bahan baku mocaf semakin
menurun jumlahnya dan kapasitas maksimal produksi mocaf tidak dapat tercapai.
Dari uraian di atas dapat ditarik dugaan sementara bahwa agroindustri chip
di Kabupaten Trenggalek mempunyai nilai tambah yang sedang, agroindustri chip
memberikan keuntungan yang belum maksimal, namun mengingat sampai saat
penelitian berlangsung yaitu bulan November sampai bulan Desember 2010
agroindustri pengrajin chip ubi kayu masih ada yang tetap bertahan sehingga
diduga agroindustri pengrajin chip ubi kayu ini layak untuk diusahakan walaupun
keuntungannya sedikit.
23



Menurut Koperasi Serba Usaha Gemah Ripah Loh Jinawi dalam Mocaf
Indonesia (2010), permintaan pasar terhadap tepung mocaf 1000ton per
bulannya, namun kapasitas maksimal produksi penepungan yang dimiliki oleh PT.
Bangkit Cassava Mandiri hanya sekitar 400ton perbulannya dan maksimal
kapasitas produksi itupun belum tercapai karena penyediaan bahan baku mocaf
berupa chip hanya mampu menghasilkan mocaf sekitar 200ton perbulannya.
Keberadaan agroindustri chip sebagai penyedia bahan baku mocaf yang
semakin berkurang ini menimbulkan pertanyaan apakah penurunan agroindustri
disebabkan oleh perolehan nilai tambah dan keuntungan yang dirasa kurang oleh
para pengrajin chip atau disebabkan oleh faktor lain seperti keadaan cuaca yang
tidak menentu saat ini mengingat agroindustri pembuatan chip ini mengandalkan
sinar matahari dalam proses produksinya, Hal inilah yang mendorong peneliti
ingin mengetahui tentang berapa besar nilai tambah, penerimaan dan keuntungan,
serta kelayakan usaha pada proses pembuatan chip ubi kayu ini. Sehingga
penelitian ini penting dilakukan guna mengetahui informasi mengenai nilai
tambah, penerimaan dan keuntungan maupun kelayakan usaha pada agroindustri
pembuat chip. Sasaran penelitian ini adalah menganalisis seberapa besar nilai
tambah, penerimaan dan keuntungan, serta apakah usaha agroindustri pembuatan
chip layak untuk dikembangkan. Kemudian selanjutnya pengembangan
keberadaan mocaf yaitu terutama pada pengembangan agroindustri chip.
Analisis nilai tambah merupakan metode yang digunakan untuk
mengetahui seberapa besar imbalan bagi tenaga kerja dan keuntungan yang
diperoleh pengusaha untuk setiap kilogram bahan baku yang digunakan dalam
proses produksi. Nilai tambah yang tinggi dapat digunakan sebagai parameter
untuk pengembangan suatu agroindustri. Produk agroindustri yang mempunyai
nilai tambah yang tinggi menunjukkan bahwa produk tersebut layak untuk
dikembangkan lebih lanjut.
Analisis penerimaan dan keuntungan, analisis penerimaan dipengaruhi
oleh total produksi dan total biaya yang dikeluarkan selama proses produksi.
Apabila penerimaan suatu usaha lebih besar dari biaya yang dikeluarkan maka
usaha tersebut memperoleh keuntungan. Analisis penerimaan dan keuntungan
24



dihitung untuk selanjutnya diperlukan dalam perhitungan mengenai analisis
kelayakan usaha.
Untuk mengetahui apakah usaha agroindustri layak atau tidak untuk
dikembangkan dapat diketahui dengan menggunakan pendekatan return per cost
ratio (R/C ratio). R/C ratio yaitu imbangan antara penerimaan usaha dengan total
biaya produksi. Suatu usaha dikatakan layak apabila nilai hasil perhitungan R/C
ratio > 1, sedangkan impas jika R/C ratio = 1, rugi jika R/C ratio < 1. Semakin
tinggi nilai R/C ratio maka semakin menguntungkan dan layak suatu usaha.
Sedangkan BEP merupakan salah satu bentuk perhitungan yang mempelajari
hubungan antara biaya tetap, biaya variabel, keuntungan dan volume produski.
Dalam hal ini BEP digunakan untuk mengetahui berapa volume produksi
minimum dimana perusahaan tidak mengalami kerugian dan juga tidak
memperoleh laba.

25



Berdasarkan penjelasan diatas dapat ditarik sebuah kerangka konsep
penelitian seperti gambar 3.1.

















Keterangan :

Alur penelitian
Alur analisis


Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian Analisis Nilai Tambah dan Kelayakan
Usaha Agroindustri Chip Sebagai Bahan Baku Pembuatan Mocaf

Analisis
Usaha
Potensi Trenggalek
Produksi Ubi Kayu Melimpah


Potensi Agroindustri
1. Memberikan nilai
tambah
2. Meningkatkan
pendapatan
masyarakat
3. Memberi lapangan
pekerjaan
Pengembangan Usaha
Agroindustri Mocaf
Usaha Pembuatan Mocaf
Agroindustri ubi kayu menjadi
chip (bahan baku mocaf)
Analisis Nilai
Tambah
1.Analisis Biaya
2.Analisis Penerimaan dan
keuntungan
3.Kelayakan Usaha (R/C rasio dan
BEP)
Analisis Nilai
Tambah Metode
Hayami
Kendala :
-Penurunan jumlah pengrajin chip
sebagai penyedia bahan baku
mocaf
Koperasi Serba Usaha Gemah
Ripah Loh Jinawi
26



3.2 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka pemikiran yang ada pada gambar 3.1, maka dapat
disusun hipotesis terhadap seluruh masalah penelitian, antara lain:
1. Diduga Agroindusri chip dapat memberikan nilai tambah yang sedang.
2. Diduga usaha Agroindusri chip memberikan keuntungan yang belum
maksimal.
3. Diduga usaha Agroindusri chip layak untuk dikembangkan.
3.3 Batasan Masalah
Agar penelitian yang dilakukan tidak terlalu luas dan dapat lebih fokus
maka batasan masalah dalam penelitian ini yaitu terdiri dari:
1. Penelitian ini dilakukan pada seluruh agroindustri chip aktif di bawah binaan
Koperasi Serba Usaha Gemah Ripah Loh Jinawi yang terletak di Kabupaten
Trenggalek.
2. Analisis yang digunakan adalah analisis nilai tambah, analisis penerimaan dan
keuntungan, dan analisis kelayakan usaha menggunakan R/C ratio dan
BEP(unit).
3. Penelitian ini dilakukan pada satu kali proses produksi pembuatan chip oleh
agroindustri pengrajin chip aktif yaitu proses produksi pada saat peneliti
melakukan penelitian pada bulan November - Desember 2010.
3.4 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel
1. Nilai Tambah adalah selisih antara nilai output (chip) dikurangi dengan harga
input (ubi kayu) dan sumbangan input lain dalam satu kali proses produksi dan
dinyatakan dalam satuan Rp/Kg.
2. Output berupa chip adalah kuantitas chip yang dihasilkan dari proses
pengolahan oleh kluster dari bahan baku ubi kayu dalam satuan kg/proses
produksi.
3. Input berupa ubi kayu adalah kuantitas yang diproses menjadi chip dalam
satuan Kg/proses produksi.
4. Tenaga Kerja adalah jumlah pekerja yang terlibat dalam proses pembuatan
chip ubi kayu dalam satuan HOK (Hari orang kerja)/proses produksi.
27



5. Koefisien Tenaga Kerja adalah banyaknya tenaga kerja langsung yang
digunakan dalam mengolah ubi kayu dalam satu kali proses proses produksi
dalam satuan HOK (Hari orang kerja).
6. Harga output (chip) adalah harga yang besarnya ditentukan oleh perusahaan
sebagai penerima dan pembeli chip, dinyatakan dengan satuan rupiah.
7. Upah tenaga kerja langsung adalah upah rata-rata yang diterima tenaga kerja
langsung yang terlibat dalam proses pembuatan chip dalam satuam Rp/HOK.
8. Harga bahan baku adalah besarnya nilai yang harus dikeluarkan untuk
pembelian bahan baku ubi kayu dalam proses produksi dan dinyatakan dalam
satuan rupiah/kg.
9. Nilai output adalah nilai chip yang dihasilkan dalam satu kali proses produksi
dalam satuan Rp/Kg.
10. Rasio nilai tambah adalah persentase nilai tambah dari nilai otput (chip)
dalam satuan persen (%).
11. Pendapatan tenaga kerja adalah upah yang diterima tenaga kerja langsung
untuk mengolah satu kilogram ubi kayu dalam satuan Rp/Kg.
12. Pangsa Tenaga Kerja adalah persentase pendapatan tenaga kerja langsung dari
nilai tambah yang diperoleh dalam satuan persen (%).
13. Keuntungan agroindustri chip adalah selisih antara penerimaan dengan total
biaya yang dikeluarkan selama proses produksi dalam satuan Rp/proses
produksi.
14. Total penerimaan adalah jumlah output (chip) yang dihasilkan dikalikan
dengan harga output tersebut dalam satuan Rp/proses produksi.
15. Biaya tetap adalah total biaya yang tetap dikeluarkan selama proses produksi,
tidak tergantung pada besar kecilnya kuantitas produksi. Biaya tetap yaitu
meliputi : sewa atau pajak tempat usaha, depresiasai bak rendam, depresiasi
mesin (slicer, spiner), depresiasi oven dan depresiasai peralatan (timbangan,
terpal, idik, gerobak, angkong, pisau, pompa air, selang, keranjang, terpal,
plastik) dimana biaya penyusutan per tahun dihitung dengan cara membagi
harga mesin dengan umur ekonomis alat tersebut dalam satuan yang
digunakan adalah Rp/proses produksi.
28



16. Biaya variabel adalah total biaya yang besarnya tergantung dari volume
produksi yang dihasilkan dan terlibat langsung dalam proses produksi dalam
satuanRp/proses produksi termasuk didalamnya biaya bahan baku (ubi kayu),
biaya pembelian garam, biaya tenaga kerja, biaya listrik, biaya bahan bakar,
biaya transportasi dalam satuan Rp/proses produksi.
17. Biaya total adalah semua pengeluaran yang digunakan selama berlangsungnya
proses produksi untuk menghasilkan produk. Biaya total diperoleh dengan
menjumlahkan biaya tetap dan biaya variabel, dinyatakan dengan satuan
rupiah (Rp) dalam satu kali proses produksi.
18. Kelayakan adalah rasio antara penerimaan yang diperoleh dengan total biaya
yang dikeluarkan selama proses produksi, dimana jika nilai rasio tersebut lebih
dari 1 maka agroindustri pembuatan chip layak, jika rasio kurang dari 1 maka
agroindustri tersebut tidak layak dan jika rasionya sama dengan 1 maka
agroindustri tersebut tidak rugi dan tidak mendapat keuntungan.

29



IV. METODE PENELITIAN
4.1 Metode Penentuan Lokasi
Penelitian dilakukan pada agroindustri pengrajin chip binaan Koperasi
Serba Usaha Gemah Ripah Loh Jinawi di Kabupaten Trenggalek. Penentuan
lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan
bahwa Koperasi Serba Usaha Gemah Ripah Loh Jinawi merupakan Koperasi
pencetus keberadaan mocaf (modified cassava flour). Penelitian ini dilakukan
pada bulan November - Desember 2010.
4.2 Metode Penentuan Sampel
Penentuan responden dilakukan dengan metode sensus, artinya seluruh
anggota populasi di lokasi penelitian dijadikan responden. Responden penelitian
adalah pengrajin chip, sedangkan populasi merupakan keseluruhan pengrajin chip
binaan Koperasi Serba Usaha Gemah Ripah Loh Jinawi, Kabupaten Trenggalek
yang melakukan usaha pembuatan chip ubi kayu yang sedang aktif pada bulan
November - Desember 2010.
4.3 Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari
3 metode, yaitu:
1. Wawancara atau interview
Wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian
dengan cara tanya jawab kepada responden yaitu pengrajin chip dengan
menggunakan pedoman kuisioner.
2. Observasi atau pengamatan langsung
Observasi dilakukan dengan pengamatan secara langsung terhadap proses
produksi pembuatan chip ubi kayu dan pengolahan chip ubi kayu menjadi
tepung mocaf. Kemudian dideskripsikan secara tertulis maupun lisan,
sehingga peneliti dapat mengetahui kebenaran fakta akan obyek yang diteliti.

3. Dokumentasi
30



Dokumetasi merupakan teknik yang digunakan untuk menunjang data yang
telah diperoleh dilapang dengan melakukan pengambilan gambar,
mengumpulkan data otentik dari sumber langsung maupun dokumen yang
terkait dengan penelitian.
Data yang akan diperoleh terdiri dari dua jenis data, yaitu:
1. Data primer
Data primer adalah data yang diambil dari sumber data primer atau sumber
pertama di lapangan (Bungin, 2001). Data primer diperoleh peneliti dengan
cara mendatangi nara sumber yang terkait dengan obyek penelitian secara
langsung dengan mengajukan pertanyaan serta melihat tempat penelitian dan
lingkungan tempat penelitian.
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber data kedua atau sumber
sekunder (Bungin, 2001). Data sekunder bisa diperoleh dari BPS (Biro Pusat
Statistik), majalah, internet dan koperasi sebagai instansi yang terkait. Data
sekunder digunakan sebagai data pelengkap yang berhubungan dengan
penelitian yang dilakukan. Data sekunder ini juga berfungsi sebagai data yang
memperkuat data primer yang diperoleh oleh peneliti.
4.4 Metode Analisis Data
4.4.1 Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif berguna untuk menganalisis data-data yang bersifat
kualitatif yaitu menggambarkan, meringkas berbagai kondisi, berbagai situasi
keadaan tempat penelitian sesuai dengan kondisi lapang. Analisis ini memberikan
gambaran yang lebih baik bila tidak ada data kuantitatif untuk menggambarkan
keadaan lokasi penelitian, keadaan sampel penelitian, proses produksi pengolahan
ubi kayu menjadi chip ubi kayu pada agroindustri binaan koperasi dan pengolahan
chip ubi kayu menjadi mocaf.
4.4.2 Analisis Kuantitatif
Analisis kuantitatif digunakan untuk lebih mudah menyimpulkan berbagai
tujuan penelitian dengan tingkat kepercayaan yang dapat dipertanggungjawabkan.
31



Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: (1) analisis nilai
tambah menggunakan metode Hayami (2) analisis penerimaan dan keuntungan (3)
analisis kelayakan usaha. Secara rinci dijelaskan sebagai berikut:
1. Analisis Nilai Tambah
Besarnya nilai tambah karena proses pengolahan diperoleh dari
pengurangan biaya bahan baku ditambah input lainnya terhadap nilai produk yang
dihasilkan, tidak termasuk tenaga kerja. Adapun format yang digunakan dalam
analisis nilai tambah menggunakan metode Hayami. Menurut Hayami (1990)
dalam Sudiyono (2002), ada dua cara untuk menghitung nilai tambah yaitu nilai
tambah pengolahan dan nilai tambah pemasaran, pada perhitungan nilai tambah
pembuatan chip ini menggunakan format analisis nilai tambah pengolahan.
Prosedur perhitungan nilai tambah pengolahan dapat dilihat pada tabel 4.1.
Tabel 4.1 Format Analisis Nilai Tambah Pengolahan
N
o
Variabel Nilai
Output, Input dan Harga
1 Output (Kg) (1)
2 Input (Kg) (2)
3 Tenaga Kerja (HOK) (3)
4 Faktor Konversi (4)=(1)/(2)
5 Koefisien Tenaga Kerja (5)=(3)/(2)
6 Harga Output (Rp/Kg) (6)
7 Upah Tenaga Kerja (Rp/HOK) (7)
Penerimaan dan Keuntungan
8 Harga Bahan Baku (Rp/Kg) (8)
9 Sumbangan Input Lain (Rp/Kg) (9)
10 Nilai Output (Rp/Kg) (10)=(4) x (6)
11 a. Nilai Tambah (Rp/Kg) (11a) = (10) (9) (8)
32



b. Rasio Nilai Tambah (%) (11b) = (11a)/(10) x 100%
12 a. Pendapatan Tenaga Kerja (Rp/Kg) (12a) = (5) x (7)
b. PangsaTenaga Kerja (%) (12b) = (12a)/(11a) x 100%
13 a. Keuntungan (Rp/Kg) (13a) = (11a) (12a)
b.Tingkat Keuntungan (%) (13b) = (13a) /(11a) x 100%
Sumber : Sudiyono, 2002 dimodifikasi
Pada perhitungan nilai tambah dapat diketahui kategori suatu
agroindustri berdasarkan rasio nilai tambahnya yaitu termasuk dalam kategori
agroindustri bernilai tambah rendah, sedang atau tinggi. Menurut Hubeis
dalam Apriadi (2003), kategori nilai tambah ditentukan dengan kriteria hasil:
Jika nilai rasio <15% maka nilai tambah dikatakan rendah
Jika nilai rasio berkisar 15%-40% maka nilai tambah dikatakan sedang
Jika nilai rasio >40% maka nilai tambah dikatakan tinggi
2. Analisis Biaya, Penerimaan dan Keuntungan
a) Biaya Tetap adalah biaya yang tidak tergantung pada tingkat output. Dalam
agroindustri chip yang termasuk biaya tetap adalah biaya depresiasi perlatan
produksi dan biaya sewa lahan atau pajak tanah.

n
n i
XiPxi TFC
Keterangan:
TFC = Total biaya tetap proses produksi chip
Xi = Jumlah fisik dari input yang membentuk biaya tetap
Pxi = Harga input peralatan yang digunakan dalam produksi chip
n = Banyaknya input yang digunakan dalam produksi chip
Dimana nilai penyusutan
t
Ps Pb
D


Keterangan :
D = Biaya penyusutan peralatan produksi chip
Pb = Nilai awal peralatan Produksi chip
33



Ps = Nilai akhir dari peralatan produksi chip
t = Perkiraan umur peralatan
b) Biaya Variabel

n
n i
XiPxi TVC


Keterangan:
TVC = Total biaya variabel proses produksi chip
Xi = Jumlah fisik dari input yang membentuk biaya variabel
Pxi = Harga input biaya variabel yang digunakan pada produksi chip
n = Banyaknya input yang digunakanan pada produksi chip
c) Biaya Total
Biaya total pada agroindustri chip adalah seluruh biaya yang dikeluarkan yaitu
biaya tetap ditambah biaya variabel dalam proses produksi chip dengan rumus
sebagai berikut:
TC = TFC + TVC
Keterangan:
TC = Biaya Total dalam satu kali produksi chip
TFC = Biaya Tetap dalam satu kali produksi chip
TVC = Biaya Variabel dalam satu kali produksi chip
d) Analisis Penerimaan Usaha
Penerimaan pada usaha pembuatan chip adalah hasil kali antara harga jual
chip dengan total produksi chip yang dihasilkan, secara matematis perhitungan
penerimaan yaitu sebagai berikut:
TR = Q. P
Q

Keterangan :
TR = Total Penerimaan dalam satu kali produksi chip
Q = Jumlah Produksi chip
P
Q
= Harga chip
e) Analisis Keuntungan Usaha
34



Keuntungan pada agroindustri chip adalah selisih antara total penerimaan pada
usaha pembuatan chip dalam satu kali proses produksi dengan total biaya
produksi dalam satu kali proses produksi. Secara matematis yaitu sebagai
berikut:
= TR TC
Keterangan :
= Keuntungan
TR = Penerimaan Total yaitu hasil yang diterima dari penjualan chip
TC = Biaya Total pembuatan chip
3. Kelayakan Usaha
Kelayakan usaha dapat dihitung menggunakan NPV (Net Present Value)
dan IRR (Internal Rate of Return). Akan tetapi perhitungan kelayakan usaha
dalam perhitungan ini hanya menggunakan R/C dan BEP (Break Event Point), hal
ini dikarenakan data produksi yang ada bukan bersifat data series sehingga tidak
dapat diketahui data produksi setiap tahunnya. Penggunaan analisis R/C ratio dan
Break Even Point (BEP) hanya digunakan untuk menghitung kelayakan usaha
dalam satu kali proses produksi.
a) Perhitungan R/C rasio
Kelayakan usaha agroindustri chip dapat diketahui dengan menghitung per
cost rasio (R/C rasio), yaitu imbangan dari penerimaan usaha agroindustri chip
dengan total biaya produksi yang dikeluarkan dalam satu kali proses produksi
pembuatan chip. Dengan kriteria hasil:
Jika R/C ratio > 1 usaha menguntungkan dan layak
Jika R/C ratio < 1 usaha tidak menguntungkan dan tidak layak
Jika R/C ratio = 1 usaha impas (tidak untung maupun merugi)
Menurut Rahmanto et al, (1998) dalam Elisabeth et al (2006), secara
sederhana dapat ditulis rumus perhitungan R/C ratio




Penerimaan = P
Q
.Q
Total Biaya = TFC + TVC
35



R/C ratio = {( P
Q
.Q) / (TFC +TVC)}
Keterangan :
P
Q
= Harga chip
Q = Output berupa chip kering ubi kayu
TFC = Total Biaya tetap (fixed cost) penyusutan peralatan produksi yang
digunakan dalam agroindustri chip
TVC= Total Biaya tidak tetap (variable cost) yaitu biaya bahan baku, bahan
penolong, listrik, transportasi, bahan bakar dan biaya tenaga kerja.
b) BEP Analisis titik impas
Analisis BEP adalah suatu teknik analisis untuk mempelajari hubungan antara
biaya variabel, biaya tetap, keuntungan, dan volume penjualan baik dalam unit
maupun rupiah dalam proses produksi chip. Dengan rumus yang digunakan
sebagai berikut:
BEP dalam unit produksi
BEP Volume Produksi =



Keterangan :
TFC = total biaya tetap pada satu kali produksi chip (Rp)
TVC = Total biaya variabel per kilogram (Rp)
P = harga jual (Rp)
Q = jumlah chip yang dihasilkan



V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Kondisi Umum Daerah Penelitian
5.1.1 Keadaan Geografis, Iklim dan Batas Wilayah
Kabupaten Trenggalek merupakan salah satu Kabupaten di Propinsi Jawa
Timur yang terletak di bagian selatan dari wilayah Propinsi Jawa Timur.
Kabupaten ini terletak pada koordinat 111

24 hingga 112

11 bujur timur dan


70

63 hingga 80

34 lintang selatan. Kabupaten Trenggalek memiliki luas


wilayah 1.261,40 Km
Dengan luas wilayah 126.140 Ha, Kabupaten Trenggalek terbagi menjadi
14 Kecamatan dan 157 desa. Hanya sekitar 4 Kecamatan yang mayoritas desanya
dataran, yaitu: Kecamatan Trenggalek, Kecamatan Pogalan, Kecamatan Tugu dan
Kecamatan Durenan. Sedangkan 10 Kecamatan lainnya mayoritas desanya
Pegunungan. Menurut luas wilayahnya, 4 Kecamatan yang luas wilayahnya
kurang dari 50,00 Km. Kecamatan tersebut adalah Kecamatan Gandusari,
Durenan, Suruh, dan Pogalan. Sedangkan 3 Kecamatan yang luasnya antara 50,00
Km 100,00 Km adalah Kecamatan Trenggalek, Tugu, dan Karangan. Untuk 7
Kecamatan lainnya mempunyai luas diatas 100,00 km. Adapun batas-batas
wilayah dari Kabupaten Trenggalek adalah sebagai berikut :
Sebelah Utara : Kabupaten Ponorogo dan Tulungagung
Sebelah Timur : Kabupaten Tulungagung
Sebelah Selatan : Samudra Hindia
Sebelah Barat : Kabupaten Ponorogo dan Pacitan
Lokasi Kabupaten Trenggalek berada di sekitar garis Katulistiwa, maka
seperti Kabupaten-kabupaten lainnya di Jawa Timur yang mempunyai perubahan
Iklim sebanyak 2 jenis setiap tahunnya yakni musim kemarau dan musim
penghujan. Bulan September April merupakan musim penghujan, sedangkan
musim kemarau terjadi pada bulan MeiAgustus.

37



5.1.2 Keadaan Pertanian
Kabupaten Trenggalek sebagian besar terdiri dari tanah pegunungan
dengan luas meliputi 2/3 bagian luas wilayah sisanya (1/3 bagian) merupakan
tanah dataran rendah. Ketinggian tanahnya diantara 0 hingga 690 meter di atas
permukaan laut.
Dilihat dari susunan explorasi tanah di atas, sulit untuk mengembangkan
daerah ini menjadi daerah tanah persawahan. Pada tahun 2008 pengusahaan tanah
untuk sawah tercatat hanya sebanyak 9,57 persen dari luas daerah. Keberadaan
tanah yang sebagian besar merupakan daerah pegunungan banyak dimanfaatkan
oleh negara 48,31 persen dari wilayah Kabupaten digunakan sebagai kawasan
hutan. Selain itu terdapat hutan rakyat dengan luas 16.607,5 Ha, sebagian dari
wilayah hutan tersebut terdapat lahan kritis. Pada lahan kritis yang ada di daerah
inilah yang oleh sebagian masyarakat dimanfaatkan untuk usahatani ubi kayu,
mengingat ubi kayu cenderung dapat ditanam pada jenis tanah apapun, pada sisi
lain mampu mengoptimalkan lahan-lahan yang belum maksimal produksinya.
5.2. Peran Koperasi Serba Usaha Gemah Ripah Loh Jinawi
Berdirinya Koperasi Gemah Ripah Loh Jinawi berawal dari pertemuan
Mulyono Ibrahim dan Cahyo Handriadi dengan Dr. Achmad Subagio, seorang
peneliti bidang pangan sekaligus Dosen di Fakultas Teknologi Pertanian
Universitas Jember pada awal tahun 2005. Mulyono Ibrahim berkenalan dengan
Dr. Achmad Subagio dalam sebuah seminar pangan di Surabaya. Pada saat itu,
Dr Achmad Subagio adalah salah satu pemateri menyampaikan makalah tentang
mocaf. Setelah mengikuti seminar, Mulyono Ibrahim mendiskusikan peluang
pengembangan mocaf dengan Cahyo Handriadi, seorang alumni Universitas
Jember asli Trenggalek. Cahyo Handriadi sudah mengenal Dr. Achmad Subagio
sejak masih kuliah.
Setelah pemilihan Bupati Kabupaten Trenggalek tahun 2005, Mulyono
Ibrahim sebagai salah seorang yang ikut mengusung Bupati terpilih, merasa
bertanggung jawab untuk memberikan masukan program untuk kemajuan
Kabupaten Trenggalek. Ide mocaf tersebut muncul ketika Mulyono Ibrahim dan
38



Cahyo Handriadi berdiskusi tentang masukan program apa yang akan diajukan ke
Bupati H. Soeharto.
Ide pengembangan mocaf inilah yang kemudian dikomunikasikan Cahyo
Handriadi dengan Dr Achmad Subagio. Pada bulan Desember 2005, diadakan
pertemuan antara Dr. Achmad Subagio dengan Bupati H. Soeharto. Presentasi
tentang mocaf dari Dr. Achmad Subagio mendapat sambutan luar biasa oleh
Bupati. Menurut H. Soeharto, dengan mocaf ini Kabupaten Trenggalek yang
selama ini hanya dikenal dengan gaplek akan berubah dengan predikat produsen
olahan ubi kayu yang lebih bergengsi, di samping adanya harapan bahwa dengan
mocaf maka nilai tambah ubi kayu akan menjadi lebih tinggi.
Pada bulan Maret 2006, Koperasi Gemah Ripah Loh Jinawi telah sah
menjadi lembaga yang legal dengan badan hukum nomor Legalisasi: SK Menteri
Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah RI Nomor :
188.42/12/406.057/III/2006 tanggal 1 Maret 2006. Kepengurusan Koperasi yang
pertama ini diketuai Cahyo Handriadi, sekretais Dian Arifin dan bendahara
Subadianto, serta pengawas koperasi dipegang oleh Mulyono Ibrahim dan
Prastowo. Pada tahun 2010 kepengurusan koperasi diketuai Subadianto,
sektretaris Prastowo dan bendahara Cahyo Handrianto.
Pada tahap awal berdirinya koperasi semua proses dari awal sampai akhir
dilakukan di satu lokasi sehingga kondisinya cukup semrawut. Jumlah tenaga
kerja yang terlibat lebih dari 50 orang yang sebagian besar adalah perempuan.
Koperasi selanjutnya membentuk agroindustri-agroindustri chip yang berasal dari
masyarakat sehingga terjadi pemisahan proses produksi. Koperasi bertindak
sebagai penepung chip dan memberikan bimbingan serta pengawasan kepada
agroindustri chip.
Pada tahun 2008 dengan semakin naiknya permintaan mocaf, koperasi
kemudian bekerjasama dengan PT. Tiga Pilar Sejahtera (TPS) membentuk PT.
Bangkit Cassava Mandiri (BCM). PT Bangkit Cassava Mandiri menggantikan
peran koperasi dalam proses penggilingan chip. Struktur modal di PT BCM
adalah 67,5 % dari PT TPS dan 32,5% dari Koperasi Gemah Ripah Loh Jinawi.
Peranan koperasi masih sangat vital, yakni membina dan mengembangkan serta
39



Mocaf
Mocaf
Rupiah
Chip
-Enzim
-Binaan

Royalti
Pendiri
bertanggung jawab atas keberadaan agroindustri chip. Selain berperan sebagai
supervisor agroindustri chip, koperasi juga bertanggung jawab terhadap
ketersediaan enzim mocaf dan membuka unit simpan pinjam yang digunakan
untuk pembiayaan usaha agroindustri chip.
Bentuk hubungan antara koperasi, PT BCM dan agroindustri chip dapat
dilihat pada bagan berikut ini:









Keterangan:


Gambar 5.1. Keterkaitan Agroindustri Chip, Koperasi dan PT. BCM
Berdasarkan gambar 5.1 dapat diketahui bahwa agroindustri chip
memproduksi chip berada dibawah binaan Koperasi Gemah Ripah Loh Jinawi.
Agroindustri chip memperoleh pinjaman modal, dan mendapatkan enzim yang
digunakan dalam memproduksi chip dari koperasi secara gratis. Dengan syarat
agroindustri chip harus membuat chip sesuai dengan standar yang telah ditetapkan
koperasi dan PT. BCM serta menjual chip tersebut kepada PT. BCM. Apabila
diketahui agroindustri chip tidak menjual chip ke PT. BCM maka kerjasama
dihentikan dan agroindustri chip tidak akan memperoleh enzim dari koperasi.
Harga ditentukan berdasarkan kesepakatan antara agroindustri chip, koperasi dan
PT. BCM. Namun yang terjadi pada saat penelitian tidak demikian, harga
ditentukan sepihak oleh PT. BCM. PT. BCM memberikan royalti enzim kepada
koperasi sebesar Rp 100,00 untuk setiap 1 kilogram mocaf.
Alur Hubungan
Pendirian PT. BCM
PT. TPS
67,5%
Agroindustri
Chip
C
PT. BCM
Koperasi
32,5%
Konsumen
Lain
40



5.3 Karakteristik Responden
Karakteristik responden pengrajin chip merupakan gambaran informasi
mengenai keadaan pengrajin chip yang berperan sebagai produsen. Karakteristik
responden para pengrajin chip dapat dilihat dari berbagai aspek seperti usia
responden, tingkat pendidikan, jenis usaha (utama atau sampingan), dan lama
usaha. Karakteristik responden diperlukan untuk mengetahui hal-hal yang
berkaitan dengan kemampuan responden dalam melakukan penyelenggaraan
produksi agroindustri chip ubi kayu.
5.3.1 Tingkat Usia Responden
Usia merupakan salah satu faktor penunjang dalam menjalankan suatu
usaha. Usia berpengaruh dalam kemampuan pengambilan keputusan seseorang.
Pada Tabel 5.1 akan ditunjukkan mengenai usia responden pengrajin chip ubi
kayu.
Tabel 5.1. Karakteristik Responden AgroindustriChip Berdasarkan Usia di
Kabupaten Trenggalek 2010
Karakteristik Usia Jumlah Responden (Orang) Persentase (%)
30-39 6 40
40-49 6 40
50 3 20
Total 15 100
Sumber: Data Primer Lampiran 1 diolah, 2011
Berdasarkan Tabel 5.1 persentase rentang usia responden pengrajin chip
yang ada di Kabupaten Trenggalek yaitu sebesar 40% untuk resonden dengan usia
30-39 tahun, 40% untuk responden dengan usia 40-49 dan 20% untuk usia 50 dan
diatas 50 tahun. Sebagian besar yaitu dengan persentase 80% berada pada usia
produktif menjadikan para pengrajin chip lebih berpotensi untuk terus
mengembangkan usahanya.
5.3.2 Tingkat Pendidikan Responden
Tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
kemampuan berfikir, dan kemampuan para pengrajin chip dalam menyerap
informasi dan inovasi-inovasi baru. Diharapkan dengan semakin tingginya tingkat
pendidikan pengrajin chip, semakin tinggi pula kemampuan menyerapan terhadap
41



informasi dan inovasi. Tingkat pendidikan responden disajikan pada Tabel 5.2
berikut.
Tabel 5.2. Karakteristik Responden Agroindustri Chip Berdasarkan Tingkat
Pendidikan di Kabupaten Trenggalek 2010
Tingkat Jumlah Responden Persentase
Pendidikan (Orang) (%)
SD / sederajat 2 13,33
SMP / sederajat 1 6,67
SMA / sederajat 9 60
Diploma 1 6,67
S1 2 13,33
Jumlah 15 100
Sumber: Data Primer Lampiran 1 diolah, 2011
Berdasarkan Tabel 5.2 dapat diketahui bahwa para pengrajin chip
memiliki tingkat pendidikan SD/sederajat yaitu 13,33%, SMP/sederajat yaitu
6,67%, sisanya 80% untuk tamatan SMA/sederajat, Diploma, dan Sarjana.
Keadaan ini mampu mempengaruhi tingkat pengetahuan para pengrajin chip
sehingga lebih memudahkan pengrajin chip dalam penyerapan informasi dan
penerapan inovasi.
5.3.3 Jenis Usaha
Jenis usaha menjelaskan tentang karakteristik responden pengrajin chip
dalam melakukan usaha chip ini termasuk dalam kategori usaha utama atau usaha
sampingan. Karakteristik responden berdasarkan jenis usahanya berkaitan dengan
pendapatan yang diperoleh groindustri chip. Dengan pendapatan yang diperoleh
pengusaha mampu memenuhi kebutuhan hidupnya atau tidak. Namun pada
kenyataannya pengusaha agroindustri chip menjadikan usaha agroindustri chip
sebagai usaha sampingan, sehingga pengusaha pengrajin chip tidak semata-mata
menggantungkan kehidupannya dari hasil produksi chip. Berikut ini merupakan
Tabel 5.3 yang menunjukkan agroindustri chip ubi kayu berdasarkan jenis
usahanya.

42



Tabel 5.3. Karakteristik Responden Agroindustri Chip Berdasarkan Jenis Usaha di
Kabupaten Trenggalek 2010
Jenis Usaha

Jumlah Responden
(Orang)
Persentase
(%)
Agroindustri Chip Sebagai Usaha Utama 2 13,33
Agroindustri Chip Sebagai Usaha Sampingan 13 86,67
Jumlah 15 100
Sumber: Data Primer Lampiran 1 diolah, 2011
Pada Tabel 5.3 dapat diketahui bahwa persentase pengrajin chip ubi kayu
yang digunakan sebagai usaha utama hanya sebesar 13,33% dan sisanya 86,67%
menjadikan usaha pembuatan chip ubi kayu ini hanya sebagai usaha sampingan.
Mengingat sebagian besar pengusaha pembuat chip menjadikan usahanya sebagai
usaha sampingan, maka keuntungan yang diperoleh pun dikategorikan sebagai
keuntungan sampingan selain usaha utama yang digeluti oleh pengrajin chip.
5.3.4 Lama Usaha
Pengalaman yang dimiliki oleh agroindustri chip merupakan salah satu
faktor yang mempengaruhi dalam pengelolaan agroindustri chip ubi kayu.
Diharapkan semakin lama suatu usaha didirikan, maka ketrampilan yang dimiliki
dalam memproduksi chip ubi kayu semakin baik. Namun dalam hal ini
keberadaan mocaf sebagai hasil akhir dari penepungan chip ubi kayu baru dimulai
sejak 4 tahun yang lalu, sehingga ketrampilan yang dimiliki oleh masing-masing
pengrajin chip ubi kayu dapat dikatakan sama rata. Jadi, lamanya usaha dapat
digunakan untuk mengetahui sejauh mana tingkat kesetiaan pengrajin chip
terhadap usaha yang telah didirikan oleh Koperasi Serba Usaha Gemah Ripah Loh
Jinawi. Lama usaha agroindustri chip dapat dilihat pada Tabel 5.4 berikut ini.
Tabel 5.4. Karakteristik Responden Agroindustri Pengrajin Chip Berdasarkan
Lama Usaha di Kabupaten Trenggalek 2010
Lama Jumlah Responden Persentase
Usaha (Tahun) (Orang) (%)
1 5 33,33
2-3 8 53,33
4 2 13,33
Jumlah 15 100
Sumer: Data Primer Lampiran 1 diolah, 2011
43



Berdasarkan Tabel 5.4, dapat diketahui lamanya usaha terdapat 33,33%
pengusaha agroindustri chip yang memulai usahanya kurang dari satu tahun baru
memulai usaha pembuatan chip ubi kayu, 53,33% melakukan usaha antara 2
sampai 3 tahun, dan 13,33% merupakan pengrajin chip yang setia tetap
memproduksi chip dari awal pendirian usaha pembuatan mocaf hingga sekarang.
5.4 Karakteristik Agroindustri Chip
Karakteristik agroindustri chip merupakan gambaran informasi mengenai
keadaan dalam memproduksi chip ubi kayu pada lokasi penelitian. Hal ini
memiliki tujuan untuk mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan kemampuan
dalam penyelenggaraan produksi chip di Kabupaten Trenggalek. Karakteristik
agroindustri chip meliputi ketersediaan bahan baku, keberadaan modal, jumlah
tenaga kerja pada masing-masing agroindustri chip, teknologi yang digunakan,
dan proses akhir yaitu penyetoran chip.
5.4.1 Ketersediaan Bahan Baku
Bahan baku berupa ubi kayu tersedia sepanjang tahun diperoleh dari
kabupaten trenggalek dan sekitarnya. Daerah Trenggalek yang merupakan
kecamatan penghasil ubi kayu terbesar meliputi Kecamatan Pule, Kecamatan
Tugu, Kecamatan Suruh, dan Kecamatan Durenan. Untuk kecamatan lainnya juga
merupakan penghasil ubi kayu namun dalam jumlah yang sedikit. Untuk ubi kayu
yang berasal dari wilayah luar Kabupaten Trenggalek biasanya berasal dari
Kabupaten Ponorogo dan Kabupaten Malang.
Agroindustri chip memperoleh bahan baku berupa ubi kayu dari daerah-
daerah tersebut dengan harga Rp 550 sampai Rp 700 per kilogram. Harga tersebut
sudah termasuk transportasi sehingga para pengrajin chip tidak kesulitan mencari
transportasi, karena ubi kayu dengan harga Rp 550 sampai Rp 700 sudah sampai
tempat pembeli (pengrajin chip). Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan
keseluruhan agroindustri chip memperoleh bahan baku ubi kayu dari membeli
bukan dari usahatani sendiri. Kebutuhan bahan baku tiap agroindustri chip
berbeda-beda. Perbedaan penggunaan jumlah bahan baku tiap pengrajin chip
berhubungan dengan kemampuan dalam melakukan produksi, hal ini dapat
44



dipengaruhi oleh modal dan keberadaan tenaga kerja. Besarnya bahan baku ubi
kayu yang digunakan oleh agroindustri chip disajikan pada Tabel 5.5.
Tabel 5.5. Karakteristik Agroindustri Chip Berdasarkan Jumlah Bahan Baku yang
digunakan di Kabupaten Trenggalek 2010
Kuantitas Bahan Baku Jumlah Responden Persentase
(Kg) (Orang) (%)
1000 3 20
1001-2000 6 40
2001-3000 3 20
3001-4000 2 13,33
4001-5000 0 0
>5000 1 6,67
Jumlah 15 100
Sumber: Data Primer Lampiran 1 diolah, 2011
Berdasarkan Tabel 5.5 dapat diketahui bahwa masing-masing agroindustri
chip memiliki kemampuan yang berbeda dalam penggunaan bahan baku.
Penggunaan bahan baku kurang dari 500kg terdiri dari tiga produsen atau sebesar
20%, penggunaan bahan baku 1001-2000 kg terdiri dari enam produsen atau
sebesar 40% dan merupakan persentase terbesar dari seluruh penggunaan bahan
baku, 2001-3000 kg terdiri dari tiga produsen atau sebesar 20%, 3001-4000 kg
terdiri dari dua produsen atau 13,33%, dan 1 produsen menggunakan bahan baku
lebih dari 5000 kg persentase sebesar 6,67%. Persentase menunjukkan angka nol
pada penggunaan bahan baku 501-1000 kg dan 4001-5000 kg. Dari uraian
tersebut penggunaan bahan baku terlihat bervariasi, hal ini menunjukkan
penggunaan bahan baku tiap-tiap pengrajin chip disesuaikan dengan kemampuan
modal serta jumlah tenaga kerja yang dimiliki.
Selain mengenai ketersediaan bahan baku utama ketersediaan bahan
penolong juga menjadi pertimbangan dalam pengelolaan suatu agroindustri.
Dalam pembuatan chip bahan penolong yang dibutuhkan antara lain air, enzim,
garam. Air dibutuhkan untuk mencuci ubi kayu yang telah dikupas dan untuk
melakukan perendaman dalam proses fermentasi, ketersediaan air di wilayah
tempat agroindustri pembuatan chip cukup melimpah baik air dari sumur atau
berasal dari sumber pegunungan. Selain air dalam proses produksi pembuatan
45



chip ini membutuhkan senyawa A (enzim), senyawa B (Pengatur pH air) dan
senyawa C (garam). Bahan penolong seperti senyawa A (enzim) dan senyawa B
(Pengatur pH air) sudah disediakan oleh koperasi dan para pengrajin chip tidak
perlu membeli karena diberikan secara gratis. Namun pemberian secara gratis ini
mempunyai syarat yaitu penjualan chip harus ke PT. Bangkit Cassava Mandiri
Perusahaan yang telah bekerja sama dengan Koperasi Gemah Ripah Loh Jinawi.
Untuk garam setiap agroindustri menyedikan kebutuhan garamnya sendiri.
5.4.2 Modal
Pada mulanya modal awal pendirian agroindustri berasal dari modal
sendiri dan modal pinjaman dari koperasi. Modal pinjaman berupa alat-alat yang
digunakan terutama mesin slicer. Ada sebagian pemilik agroindustri membeli
mesin slicer dengan modal sendiri. Modal produksi pada umumnya menggunakan
modal pribadi yang jumlahnya relatif terbatas, namun ada sebagian pengrajin chip
yang meminjam pada koperasi khususnya bagian simpan pinjam.
Modal produksi yang dimaksud adalah modal yang dipakai dalam satu kali
proses produksi digunakan untuk pembelian bahan baku ubi kayu, bahan penolong
berupa garam, bahan bakar untuk penggunaan mesin slicer, biaya transportasi
untuk mengantarkan chip kering ke PT. BCM dan biaya upah tenaga kerja.
Besarnya modal produksi yang dimiliki oleh masing-masing agroindustri
disajikan dalam Tabel 5.6.
Tabel 5.6. Karakteristik Agroindustri Chip Berdasarkan Kepemilikan Modal yang
digunakan di Kabupaten Trenggalek 2010
Modal Jumlah Responden Persentase
(Rp) (Orang) (%)
2.000.000 4 26,67
2.000.001 - 3.000.000 6 40
3.000.001 - 4.000.000 3 20
4.000.001 - 5.000.000 1 6,67
5.000.001 - 6.000.000 0 0
>6.000.000 1 6,67
Jumlah 15 100
Sumber: Data Primer diolah, 2011
46



Berdasarkan Tabel 5.6 dapat diketahui bahwa masing-masing agroindustri
chip memiliki modal yang berbeda dalam satu kali proses produksi dimana
agroindustri dengan modal Rp 2.000.000 sebanyak empat produsen atau
26,67%, Rp 2.000.001 Rp 3.000.000 sebanyak enam produsen atau 40% dan
merupakan persentase terbesar yang dimiliki oleh 40% dari jumlah keseluruhan
responden. Modal Rp 3.000.001 Rp 4.000.000 dimiliki sebanyak 20% dari
jumlah Responden atau 3 produsen dan sisanya masing-masing 1 produsen untuk
pemilik modal Rp 4.000.001 Rp 5.000.000 dan 1 produsen untuk pemilik modal
lebih dari Rp 6.000.000 dengan persentase yang sama yaitu 6.67%. Untuk modal
Rp 5.000.001 Rp 6.000.000 tidak dimiliki oleh produsen. Keberadaan modal ini
mempengaruhi kemampuan produsen dalam memproduksi chip, karena
keberadaan modal yang tinggi akan mendorong produsen untuk membeli bahan
baku dalam jumlah yang lebih besar sehingga menghasilkan chip dalam jumlah
besar.
5.4.3 Tenaga Kerja
Tenaga kerja dalam agroindustri chip ini berasal dari lingkungan sekitar
tempat produksi chip berlangsung. Dari setiap produsen jumlah tenaga kerja
berbeda-beda, jumlah tenaga kerja disesuaikan dengan kebutuhan akan tenaga
kerja dan kemampuan memproduksi bahan baku serta kemampuan membayar
biaya tenaga kerja oleh masing-masing pemilik usaha.
Tenaga kerja mempunyai peran penting dalam kegiatan agroindustri ini
pada keseluruhan proses pembuatan chip bertumpu pada tenaga kerja manusia.
Bentuk agroindustri ini adalah padat karya sehingga banyak membutuhkan tenaga
kerja. Tenaga kerja dibutuhkan dalam setiap proses, mulai dari penimbangan dan
penurunan ubi kayu dari alat transportasi selanjutnya pengupasan yang dilakukan
secara manual dengan tujuan menjaga kualitas bahan baku, pengirisan dengan
bantuan mesin pengiris, proses enzimatis dan selanjutnya proses pengeringan.
Dimana keseluruhan dari proses tersebut melibatkan unsur manusia. Jumlah
tenaga kerja masing-masing agroindustri dapat dilihat pada Tabel 5.7.
47



Tabel 5.7. Karakteristik Agroindustri Chip Berdasarkan Jumlah Tenaga Kerja
Agroindustri Chip yang digunakan di Kabupaten Trenggalek 2010
Tenaga Kerja Jumlah Responden Persentase
(Orang) (Orang) (%)
5 3 20
6 10 7 46,67
11 15 4 26,67
>15 1 6,67
Jumlah 15 100
Sumbe: Data Primer Lampiran 1 diolah, 2011
Dari Tabel 5.7 dapat diketahui bahwa terdapat tiga responden memiliki
tenaga kerja 5 orang dengan persentase 20%,tujuh responden atau 46,67%
memiliki tenaga kerja 6-10 orang, 4 reponden memiliki tenaga kerja 11-15 orang
atau 26,67% dan sisanya 1 responden memilki tenaga kerja lebih dari 15 orang.
Mengingat usaha pembuatan chip ubi kayu termasuk dalam usaha skala rumah
tangga jumlah tenaga kerja yang terlibat termasuk dalam kategori sedang.
Sistem pengupahan pada agroindustri pengrajin chip ini berbeda dengan
agroindustri lain, dimana untuk penimbangan diberi upah Rp 10.000 untuk setiap
ton ubi kayu. Namun untuk kegiatan penimbangan hanya dua pengusaha yang
memakai sistem ini untuk pengusaha lainnya tidak ada sistem upah untuk proses
penimbangan melainkan dilakukan secara bersama-sama seluruh tenaga kerja
yang ada. Pada kegiatan pengupasan tiap agroindustri memberi upah rata-rata Rp
82.433,33 upah yang diterima selama satu kali proses produksi untuk semua
tenaga kerja pengupas dalam satu agroindustri. Pada proses pengirisan, fermentasi
dan penjemuran sistem pengupahan menjadi satu tiap agroindustri memberi upah
rata-rata Rp 101.133,33 upah yang diterima selama satu kali proses produksi
untuk semua tenaga kerja pada proses pengirisan, fermentasi dan penjemuran
dalam satu agroindustri. Sedangkan upah per HOK keseluruhan secara rata-rata
per hari adalah Rp 21.453,55/HOK, HOK berdasarkan jam kerja aktif 8 jam
dalam satu hari. Untuk lebih rincinya mengenai perhitungan tentang upah
disajikan dalam lampiran 4.
48



5.4.4 Teknologi
Teknologi yang digunakan dalam memproduksi chip di kabupaten
Trenggalek bersifat semi modern, dimana terdapat sebagian proses yang
menggunakan cara tradisional dan sebagiannya menggunakan peralatan modern.
Sistem tradisional digunakan dalam proses pengupasan dan penjemuran.
Pengupasan ubi kayu secara manual dengan menggunakan tenaga manusia
dipertahankan karena hal ini dapat berpengaruh terhadap tingkat keputihan dari
chip kering yang dihasilkan. Untuk proses penjemuran tetap mengandalkan energi
sinar matahari. Walaupun pada dua produsen memiliki oven namun kegiatan
menjemur menggunakan oven tidak dilakukan lagi karena dinilai tidak efisien dan
menyebabkan biaya produksi semakin tinggi.
Selanjutnya mengenai proses yang dilakukan dengan menggunakan alat
modern yaitu pada proses pengirisan menggunakan mesin slicer, kegiatan ini
dilakukan oleh semua pengusaha dengan menggunakan bahan bakar bensin.
Mesin slicer mampu mengiris 2 ton untuk setiap satu jamnya. Kegiatan lain yang
menggunakan alat modern yaitu kegiatan meniriskan chip yang baru diangkat dari
bak perendaman, namun kegiatan ini hanya dilakukan oleh satu pengusaha.
Agroindustri lain ada yang memiliki alat peniris ini namun tidak digunakan lagi
dengan alasan tidak hemat dalam penggunaan listrik dan menimbulkan biaya
produksi tinggi.
5.4.5 Luasan Lahan Usaha
Lahan usaha pada usaha agroindustri chip ini sangat berpengaruh terhadap
kemampuan produksi, hal ini dikarenakan untuk memproduksi chip hingga ke
proses akhir harus melewati proses penjemuran. Penjemuran dilakukan pada lahan
usaha, apabila kepemilikan lahan sempit maka kemampuan untuk menjemur chip
pun terbatas dan begitu sebaliknya. Berikut pada Tabel 5.8 akan disajikan luasan
lahan yang dimiliki oleh agroindustri chip.

49



Tabel 5.8. Karakteristik Agroindustri Chip Berdasarkan Kepemilikan Lahan
Usaha Agroindustri yang digunakan di Kabupaten Trenggalek 2010
Luasa Lahan Usaha Jumlah Responden Persentase
(m
2
) (Orang) (%)
1.000 11 73,33
1.001-3.000 2 13,33
3.001-5.000 2 13,33
>5.000 0 0
Jumlah 15 100
Sumber: Data Primer Lampiran 1 diolah, 2011
Berdasarkan Tabel 5.8 lahan usaha yang dimiliki oleh agroindustri
pembuat chip yaitu sebelas produsen dengan lahan yang dimiliki 1.000m
2
atau
73,33%, dua responden dengan luasan lahan yang dimiliki 1.001-3.000 m
2
atau
13,33%, dan sisanya dua responden dengan kepemilikan lahan 3.001-5.000 m
2
.
Berdasarkan persentase keseluruhan produsen dengan kepemilikan lahan kurang
dari 1.000m
2
memiliki persentase terbesar 73,33%, artinya banyak produsen
yang terbatas kemampuannya dalam melakukan proses penjemuran apabila
memproduksi chip dalam jumlah yang lebih besar.
5.4.6 Penjualan
Seperti perjanjian yang telah diselenggarakan oleh KSU Gemah Ripah Loh
Jinawi dengan pegusaha yaitu enzim sebagai bahan fermentasi diberikan gratis
kepada pengrajin chip namun hasil dari chip kering dijual kepada PT. Bangkit
Cassava Mandiri dengan harga yang telah disepakati bersama pada mulanya,
namun pada saat penelitian berlangsung pada bulan November Desember 2010
keputusan penentuan harga terkesan sepihak oleh PT.BCM. Harga chip kering
untuk saat ini yaitu Rp 3.100 per satu kilogram. Chip yang diterima oleh PT.
Bangkit Cassava Mandiri yaitu chip yang kering dengan kadar air 10%, berwarna
putih dan berbau wangi.
5.5 Proses Kegiatan Produksi Agroindustri Chip
5.5.1 Pemilihan Bahan Baku Ubi Kayu
Pada proses pembuatan chip , bahan baku utama yang digunakan adalah
ubi kayu, ubi kayu berasal dari daerah sekitar tempat produksi chip berlangsung
50



yaitu kabupaten Trenggalek atau Kabupaten lain disekitarnya. Ubi kayu yang
digunakan dalam pembuatan chip usianya sekitar 8-12 bulan, dengan alasan pada
usia tanam tersebut kadar rendemen dari ubi kayu mencapai titik maksimal yaitu
sekitar 30% atau lebih. Chip dapat dibuat dari berbagai varietas ubi kayu. Ubi
kayu yang digunakan agar chip yang dihasilkan bermutu baik harus tidak bogel
atau bercak-bercak hitam (tanda disimpan sudah lama).
Jenis atau varietas ubi kayu yang bisa dijadikan bahan baku chip adalah
semua varietas, tetapi yang dapat menghasilkan tepung mocaf yang lebih baik
adalah dari varietas klon manis (ubi kayu yang bisa dimakan dengan hanya
direbus). Beberapa kriteria dari ubi kayu yang bisa dijadikan bahan baku chip
antara lain:
1. Tidak ada bagian ubi kayu yang busuk atau bogel
2. Rendemen tinggi, kadar pati seimbang, dan kadar HCN rendah
3. Umur panen sesuai (8-12 bulan)
5.5.2 Pengupasan dan Pencucian
Proses pengupasan ubi kayu pada pembuatan chip dilakukan dengan
pengupasan manual menggunakan pisau. Pengupasan dengan manual akan
menghasilkan chip bermutu tinggi yang ditandai dengan tingginya derajat
keputihan, dan citarasa ubi kayu yang lebih netral. Pengupasan ini berfungsi untuk
menghilangkan bagian kulit hingga lapisan luar pertama ubi kayu yang berwarna
kecoklatan dan disertakan sedikit bagian kulit dalam dengan mengusahakan tidak
banyak daging umbi yang terbuang sebab akan mengurangi rendemen.
Setelah selesai pada tahap pengupasan, tahap berikutnya adalah tahap
pencucian. Pada tahapan ini ubi kayu dicuci dengan air sampai bersih untuk
menghilangkan bekas-bekas kotoran, maupun lendir yang tersisa pada permukaan
ubi kayu. Proses pencucian dilakukan untuk mendapatkan hasil tepung yang
benar-benar berkualitas.

51



5.5.3 Pengirisan, Fermentasi dan Penjemuran
Proses Pengirisan dilakukan dengan tujuan mengecilkan ukuran. Cara
mengiris ubi kayu dengan menggunakan mesin perajang agar di dapatkan chip
yang seragam. Pengecilan ukuran dilakukan dengan mesin slicer (Pengiris). Tebal
slicer adalah 1-1,5 mm. Jika terlalu tebal akan bermasalah pada mutu, karena
tingkat infiltrasi dari senyawa organik menjadi sulit yang ditunjukkan oleh
tingginya pH chip yang dihasilkan.
Proses fermentasi ini merupakan proses yang menentukan kualitas dari
chip dan selanjutnya berpengaruh terhadap hasil tepung mocaf. Ubi kayu yang
telah dipotong dimasukkan dalam karung dan direndam dalam bak perendaman
yang telah ditambah senyawa B (enzim) sebelumnya dan telah dikondisikan pH-
nya menggunakan senyawa A. Proses fermentasi ini dilakukan selama 12-72 jam,
dan setiap 24 jam air di dalam kolam harus diganti. Untuk proses fermentasi yang
optimal adalah 24 jam.
Proses Penggaraman, pada tahapan ini karung yang berisi potongan ubi
kayu dipindahkan ke kolam lain yang telah berisi senyawa C (garam). Fungsi dari
penggaraman ini adalah untuk menghentikan proses fermentasi oleh
mikroorganisme. Jumlah garam yang ditambahkan adalah sebanyak 20 ppm
(20gram garam dalam 1 m
3
air) dan perendaman selam 10 menit.
Tahap penirisan dilakukan setelah chip mengalami perendaman. Penirisan
ini dilakukan untuk mengurangi kadar air dan mempercepat pengeringan chip.
Proses penirisan ini dilakukan dengan menggunakan sebuah mesin pengepres, air
dari chip akan keluar melalui saringan pada mesin. Selain itu penirisan juga dapat
dilakukan secara manual dengan menaruh ubi kayu yang berada pada karung di
pinggir-pinggir bak perendaman.
Setelah dilakukan penirisan, tahap selanjutnya adalah penjemuran chip.
Proses penjemuran ini dilakukan secara langsung, yaitu menggunakan sinar
matahari. Untuk penjemuran ini masih sangat tergantung dari sinar matahari dan
musim, Chip dijemur hingga kadar airnya sekitar 10% sesuai dengan standar
bahan baku untuk membuat tepung mocaf.
52



Alat-alat yang digunakan selama proses pembuatan chip beserta masing-
masing fungsinya sebagai berikut:
1. Slicer adalah alat yang digunakan untuk mengiris-iris tipis ubi kayu.
2. Spiner adalah mesin pres digunakan untuk meniriskan irisan ubi kayu basah.
3. Oven adalah alat bantu pengeringan ubi kayu dengan menggunakan bahan
bakar.
4. Timbangan digunakan untuk menimbang ubi kayu pada saat pertama datang
dalam keadaan belum diolah dan akhir pada saat akan penyetoran chip.
5. Terpal digunakan untuk menutup chip yang dijemur dari air hujan atau embun
dan juga untuk menjemur chip setengah kering.
6. Plastik digunakan untuk menutup chip yang dijemur dari air hujan atau embun.
7. Idik adalah alat yang terbuat dari bambu atau kasaberbentuk persegi panjang
digunakan untuk menjemur chip basah.
8. Pisau digunakan untuk mengupas kulit ubi kayu sebagai bahan baku chip.
9. Selang digunakan untuk menyediakan keberadaan air, baik air yang berasal
dari sumur atau dari sumber pegunungan.
10.Gerobak dan angkong digunakan untuk mengangkut chip basah ketempat
penjemuran dan mengankat chip kering ketempat penyimpanan, serta
mendekatkan ubi kayu kupasan ke tempat perendaman atau pengirisan.
11.Bak rendam digunakan untuk proses fermentasi, pencucian dan penggaraman.
12.Keranjang digunakan untuk menaruh chip yang sudah ditiriskan dengan mesin
peniris.
13.Pompa air digunakan untuk menyediakan air yang berasal dari sumur.
5.6 Analisis Nilai Tambah
Analisis nilai tambah merupakan pertambahan nilai pada suatu produk
setelah dilakukan proses pengolahan lebih lanjut. Perhitungan nilai tambah pada
kegiatan pembuatan chip dari bahan baku ubi kayu digunakan untuk mengetahui
seberapa besar nilai tambah yang terdapat pada satu kilogram ubi kayu yang
diolah menjadi chip kering ubi kayu. Besarnya nilai tambah dari kegiatan
53



pembuatan chip ubi kayu diperoleh dari hasil pengurangan biaya bahan baku ubi
kayu dan input lainnya terhadap nilai output chip ubi kayu yang dihasilkan.
Selain untuk mengetahui besarnya nilai tambah dengan metode hayami ini
juga diketahui informasi mengenai besarnya pendapatan bagi tenaga kerja
langsung serta keuntungan tanpa memperhatikan biaya tetap. Rata-rata nilai
tambah yang diperoleh oleh agroindustri pembuat chip di Kabupaten Trenggalek
dapat dilihat pada Tabel 5.9. Analisis nilai tambah ini digunakan untuk menguji
hipotesis yang pertama muncul yaitu diduga usaha agroindusri chip dapat
memberikan nilai tambah yang sedang.
Tabel 5.9. Rata-rata Nilai Tambah dalam Satu Kali Proses Produksi Pada
Agroindustri Chip di Kabupaten Trenggalek
No. Keterangan Rata-rata

Output,Input, dan Harga
1 Output Chip (Kg/Produksi) (1) 595,87
2 Input Ubi kayu (Kg/Produksi) (2) 2.220
3 Tenaga Kerja(HOK) (3) 7,9
4 Faktor Konversi (4)= (1)/(2) 0,27
5 Koefisien Tenaga Kerja (5)= (3)/(2) 0,005767
6 Harga Output Berupa Chip (Rp/Kg) (6) 3.100
7 Upah Tenaga Kerja (Rp/HOK) (7) 21453,55

Penerimaan dan Keuntungan
8 Harga Bahan Baku (Rp/Kg) (8) 626,67
9 Sumbangan Input Lain (Rp/Kg) (9) 56,72
10 Nilai Output Berupa Chip (Rp/Kg) (10) = (4) x (6) 855,76
11 a. Nilai Tambah (Rp/Kg) (11a) = (10) - (9) - (8) 172,37

b. Rasio Nilai Tambah (%) (11b) = (11a)/(10) x 100% 19,32
12 a. Pendapatan Tenaga Kerja (Rp/Kg) (12a) = (5) x (7) 99,73

b. Pangsa Tenaga Kerja (%) (12b) = (12a)/(11a) x 100% 37,45
13 a. Keuntungan (Rp/Kg) (13a) = (11a) - (12a) 72,64

b. TingkatKeuntungan (%) (13b) = (13a)/(11a) x 100% 62,55
Sumber: Data Primer Lampiran 7 diolah, 2011
Berdasarkan Tabel 5.9 dapat diketahui bahwa rata-rata penggunaan bahan
baku berupa ubi kayu dalam proses pembuatan chip di Kabupaten Trenggalek
adalah 2.220 Kg/Proses produksi. Dengan rata-rata bahan baku tersebut maka
diperoleh chip 595,87 Kg/Proses produksi. Nilai faktor konversi yaitu
perbandingan antara output dengan input menunjukkan bahwa setiap penggunaan
satu kilogram ubi kayu mampu menghasilkan 0,27 kilogram chip ubi kayu kering.
54



Proses pengolahan ubi kayu menjadi chip menghabiskan waktu rata-rata
untuk tiap agroindustri 7,9 HOK dalam satu kali proses produksinya. Pada lokasi
penelitian 1 HOK setara dengan 8 jam. Besarnya nilai koefisien tenaga kerja
menunjukkan besarnya sumbangan tenaga kerja yang dibutuhkan untuk mengolah
satu kilogram ubi kayu menjadi chip ubi kayu kering. Nilai koefisien tenaga kerja
pada proses produksi chip ubi kayu adalah 0,005767 HOK/Kg bahan baku.
Sedangkan besarnya pendapatan yang diterima oleh tenaga kerja diperoleh dari
hasil kali antara koefisien tenaga kerja dengan upah rata-rata tenaga kerja.
Besarnya upah tenaga kerja per HOK rata-rata yaitu Rp. 21.453,55/HOK
diperoleh dari upah riil yang telah diterima oleh tenaga kerja secara keseluruhan
pada masing-masing proses produksi tiap agroindustri. Jadi besarnya pendapatan
yang diterima oleh tenaga kerja langsung dari pengolahan satu kilogram ubi kayu
menjadi chip adalah Rp.99,73/Kg. Dengan pangsa tenaga kerja 37,45% dari nilai
tambah.
Harga jual chip ubi kayu kering adalah Rp. 3.100/Kg. Dan faktor konversi
0,27 faktor konversi ini menunjukkan bahwa dalam pengolahan satu kilogram ubi
kayu mampu menghasilkan 270 gram ubi kayu atau 2,7 ons ubi kayu. Sehingga
besarnya nilai output per Kg yang dihasilkan adalah Rp.855,76/Kg.
Hasil perhitungan nilai tambah yang diperoleh dari pengolahan ubi kayu
menjadi chip menunjukkan bahwa besarnya nilai tambah rata-rata pada
agroindustri chip adalah Rp. 172,37/Kg bahan baku ubi kayu. Nilai tambah ini
diperoleh dari pengurangan nilai output per kilogram dengan sumbangan input
lain per kilogram dan harga bahan baku per kilogram. Besarnya nilai tambah ini
tergantung pada biaya yang dikeluarkan meliputi biaya pembelian bahan baku
yaitu harga ubi kayu sebesar Rp. 626,67/Kg dan sumbangan input lainnya sebesar
Rp. 56,72/Kg. Biaya input lain terdiri dari seluruh biaya variabel kecuali biaya
bahan baku dan upah tenaga kerja. Input lain didalamnya mencakup biaya
pembelian garam, biaya pembelian bahan bakar, biaya transportasi dan biaya
listrik.
Pada perhitungan nilai tambah menggunakan metode Hayami juga
diketahui besarnya rasio nilai tambah dari agroindustri pengrajin chip sebesar
55



19,32%. Rasio nilai tambah yaitu perbandingan antara nilai tambah dengan nilai
output. Rasio nilai tambah dapat digolongkan menjadi tiga kelas, yaitu dikatakan
memiliki nilai tambah rendah apabila nilai rasio <15%, nilai tambah sedang
apabila nilai rasio antara 15-40%, dan nilai tambah tinggi apabila nilai rasio
>40%. Agroindustri pengrajin chip ini tergolong pada tingkat nilai tambah yang
sedang karena rasio nilai tambah sebesar 19,32%. Perhitungan nilai tambah pada
agroindustri chip bertujuan untuk mengetahui besarnya nilai tambah dalam satu
kilogram ubi kayu setelah diolah menjadi chip kering ubi kayu, hal ini bertujuan
sebagai bahan informasi bagi produsen chip dalam usaha meningkatkan usahanya.
Selain itu dengan diketahui besarnya nilai tambah terhadap pengolahan chip
diharapkan usaha ini dapat dikembangkan lagi guna pemenuhan bahan baku
produksi mocaf.
Pada Tabel 5.9 juga dihitung besarnya keuntungan rata-rata yang diberikan
dari proses pembuatan chip ubi kayu yaitu sebesar Rp.72,64/Kg atau sebesar
62,55% dari nilai tambah produk, artinya setiap satu kilogram bahan baku ubi
kayu yang diolah mampu memberikan keuntungan Rp. 72,64 dari nilai
tambahnya. Produk yang memiliki nilai tambah berarti bahwa produk tersebut
memberikan keuntungan bagi pengusahanya, untuk mengetahui penerimaan dan
keuntungan yang dihasilkan dalam satu kali proses produksi dengan
mempertimbangkan biaya variabel dan biaya tetap pada agroindustri chip akan
dibahas lebih rinci dalam bahasan mengenai penerimaan dan keuntungan.
5.7 Analisis Biaya, Penerimaan dan Keuntungan
5.7.1 Biaya Produksi
Biaya Total produksi agroindustri chip terdiri dari dua jenis biaya yaitu
biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap merupakan biaya penyusutan seluruh
alat produksi yang digunakan dalam proses produksi . Sedangkan biaya variabel
meliputi biaya bahan baku, biaya bahan penolong berupa garam, biaya
transportasi, biaya listrik dan upah tenaga kerja. Berikut merupakan perincian
mengenai biaya tetap dan biaya variabel.

56



A. Biaya Tetap
Biaya tetap adalah biaya yang besar kecilnya tidak dipengaruhi oleh
jumlah output yang dihasilkan. Biaya tetap pada agroindustri chip di Kabupaten
Trenggalek meliputi biaya penyusutan peralatan yang digunakan selama proses
produksi serta biaya sewa dan pajak tanah per satu kali proses produksi. Peralatan
yang digunakan dalam proses produksi pembuatan chip adalah mesin slicer, mesin
spiner, Oven, timbangan 300 kg, timbangan 150 kg, timbangan gantung, terpal,
plastik, idik, pisau, selang, gerobak, angkong, bak rendam, keranjang, pompa air.
Dalam proses pembuatan chip sebagian pengrajin chip menyewa tanah
untuk proses penjemuran, namun ada sebagian yang menggunakan tanah milik
sendiri. Untuk pengrajin chip yang menggunakan lahan sendiri dalam proses
penjemuran penentuan biaya untuk tanah milik sendiri dihitung berdasarkan biaya
dari pajak yang dibebankan kepada pengusaha pada lahan yang dijadikan tempat
produksi dan penjemuran dalam satu tahun. Dalam satu kali proses produksi
pembuatan chip membutuhkan waktu maksimal 4 hari, pada satu tahun terhitung
365 hari sehingga proses produksi selama satu tahun yaitu 365 hari dibagi dengan
4 hari yaitu 91,25 dan dibulatkan sebanyak 91 kali produksi dalam satu tahun.
Tabel 5.10. Rata-rata Biaya Tetap Dalam Satu Kali Proses Produksi Pengrajin
Chip di Kabupaten Trenggalek
No

Nama Peralatan

Rata-Rata (Rp)

1 Slicer 5.647,49
2 Spiner 628,31
3 Oven 9.424,66
4 Timbangan 300kg 467,58
5 Timbangan150kg 233,79
6 Timbangan Gantung 43,84
7 Terpal 9.443,29
8 Plastik 350,68
9 Idik 15.744,29
10 Pisau 52,36
11 Selang 3.251,38
12 Gerobak 438,36
13 Angkong 207,76
14 Bak Rendam 1.075,31
15 Keranjang 191,89
16 Pompa Air 876,71
17 Sewa dan Pajak 6.519,45
Jumlah Biaya Tetap 54.597,15
Sumber: Data Primer Lampiran 2 diolah, 2011
57



Biaya penyusutan peralatan ditentukan berdasarkan umur ekonomis
peralatan. Asumsinya bahwa peralatan proses produksi pembuatan chip tidak
digunakan untuk kegiatan lainnya dan besarnya biaya penyusutan tersebut sama
setiap proses produksi selama umur ekonomis. Umur ekonomis setiap peralatan
diketahui berdasarkan informasi dari setiap responden. Selain umur ekonomis
besarnya biaya penyusutan peralatan juga tergantung pada harga awal dan harga
akhir dari peralatan. Berikut ini merupakan rata-rata-rata biaya tetap dalam satu
kali proses produksi pengrajin chip di Kabupaten Trenggalek.
Berdasarkan Tabel 5.10, dapat diketahui bahwa besarnya biaya tetap rata-
rata per proses produksi adalah sebesar Rp. 54.597,15/proses produksi. Alokasi
biaya penyusutan rata-rata terbesar adalah pada idik, hal ini disebabkan idik
dimiliki oleh pengrajin chip dalam jumlah banyak pada tiap-tiap pengusaha.
Masing-masing pengrajin memiliki idik antara 150 sampai 1500 jumlah idik,
dengan rata-rata tiap pengrajin memiliki 496,67 atau 497 idik dan setiap satu kali
produksi membayar biaya rata-rata Rp 15.744,29. Dengan harga antara Rp 7.000
sampai Rp 15.000, dengan umur ekonomis antara 3 sampai 5 tahun tergantung
dari kualitasnya, serta tidak memiliki harga akhir.
Analisis lebih lanjut mengenai alokasi biaya penyusutan alat rata-rata
terendah adalah pada timbangan gantung Rp. 43,84/Proses produksi hal ini
disebabkan tidak semua pengrajin chip memiliki timbangan gantung.
Ada sebagian pengusaha menggunakan timbangan duduk dengan kapasitas 300
Kg dan 150 Kg, selain itu harga timbangan gantung relatif murah sekitar Rp.
250.000 dengan umur ekonomis yang lama yaitu 10 tahun.
B. Biaya Variabel
Biaya variabel merupakan biaya yang besarnya selalu berubah setiap kali
produksi. Besarnya perubahan tergantung dari volume produksi maupun dari
perubahan harga bahan baku atau biaya bahan penolong yang digunakan. Biaya
variabel pada agroindustri chip terdiri dari biaya pembelian bahan baku (ubi
kayu), biaya bahan penolong (garam), biaya bahan bakar mesin slicer (bensin),
58



biaya transportasi, biaya listrik, upah tenaga kerja. Pada Tabel 5.11 disajikan
mengenai perincian biaya variabel rata-rata.
Tabel 5.11. Rata-rata Biaya Variabel Dalam Satu Kali Proses Produksi Pengrajin
Chip di Kabupaten Trenggalek
No Keterangan Rata-rata (Rp)
1 Biaya Bahan Baku (Ubi Kayu) 1.426.666,67
2 Bahan Penolong (Garam) 342,2
3 Bahan Bakar Mesin Slicer (Bensin) 2.549,7
4 Biaya Transportasi 20.818,33
5 Biaya listrik 2.383,33
6 Upah Tenaga Kerja 188.233,33
Jumlah Biaya Variabel 1.640.993,57
Sumber: Data Primer Lampiran 3 diolah 2011
Berdasarkan Tabel 5.11 dapat diketahui bahwa besarnya rata-rata total
biaya variabel untuk satu kali proses produksi pembuatan chip ubi kayu adalah
Rp. 1.640.993,57. Alokasi biaya bahan baku merupakan rata-rata biaya variabel
terbesar yaitu Rp. 1.426.666,67/Proses produksi dari rata-rata biaya variabel yang
lain, hal ini disebabkan ubi kayu merupakan bahan baku utama dalam agroindustri
chip dan penggunaannya dalam proporsi terbesar. Sedangkan alokasi penggunaan
garam merupakan rata-rata biaya variabel terkecil yaitu Rp. 342,2/Proses
produksi, hal ini disebabkan oleh pengggunaan bahan penolong berupa garam
hanya dalam proporsi yang sedikit yaitu 20 gram garam untuk setiap 1 m
3
air.
Selain itu untuk biaya variabel lain yang tidak diperhitungkan dalam
pembuatan ubi kayu ini adalah biaya enzim, biaya karung, dan biaya air. Dalam
hal ini enzim tidak dimasukkan dalam biaya variabel dikarenakan untuk
mendapatkan enzim para pengrajin chip tidak mengeluarkan biaya yaitu diberikan
secara cuma-cuma oleh Koperasi Gemah Ripah Loh Jinawi dengan syarat seluruh
hasil chip kering dijual ke PT. BCM, perusahaan yang telah bekerja sama dengan
Koperasi. Selanjutnya untuk biaya karung ditanggung oleh PT. BCM dengan cara
memberikan karung pada agroindustri chip sesuai dengan kemampuan produksi
chip ubi kayu. Biaya airpun tidak masuk dalam biaya variabel dengan
pertimbangan air yang digunakan berasal dari sumur pribadi dan yang masuk
dalam biaya variabel adalah biaya listrik sebagai alat penghidup pompa air untuk
menjamin ketersediaan air. Pada sebagian agroindustri tidak menggunakan pompa
59



air dalam menyediakan air hal ini disebabkan air berasal dari sumber air
pegunungan yang sudah tersedia hanya membutuhkan selang untuk
menyajikannya.
C. Biaya Total
Biaya total dalam proses pembuatan chip ubi kayu merupakan hasil
penjumlahan total biaya tetap dan total biaya variabel yang dikeluarkan oleh
pengrajin chip ubi kayu. Total biaya yang dikeluarkan masing-masing
agroindustri berbeda antara satu dengan yang lainnya. Berkut ini merupakan total
biaya rata-rata yang dikeluarkan oleh agroindustri pengrajin chip dapat dilihat
pada Tabel 5.12.
Tabel 5.12. Rata-rata Biaya Total Dalam Satu Kali Proses Produksi Pengrajin
Chip di Kabupaten Trenggalek
No Keterangan Rata-rata (Rp)
1 Biaya Tetap 54.597,15
2 Biaya Variabel 1.640.993,57
Biaya Total 1.695.590,72
Sumber: Data Primer Lampiran 5 diolah, 2011
Berdasarkan Tabel 5.12 dapat diketahui bahwa dalam satu kali proses
produksi, rata-rata agroindustri chip mengeluarkan biaya tetap sebesar Rp.
54.597,15 dan biaya variabel sebesar Rp. 1.640.993,57. Hal ini menunjukkan
bahwa alokasi biaya terbesar yaitu dalam penggunaan biaya variabel. Sehingga
jumlah biaya total dalam satu kali proses produksi sebesar Rp. 1.695.590,72.
5.7.2 Analisis Penerimaan dan Keuntungan
A. Penerimaan
Penerimaan merupakan hasil perkalian antara jumlah produksi chip kering
per kilogram dengan harga jual chip kering per kilogram. Semakin tinggi jumlah
produksi yang dihasilkan dan harga yang diterima maka penerimaan juga semakin
tinggi dan begitu pula sebaliknya. Rata-rata penerimaan pengrajin chip dapat
dilihat pada Tabel 5.13 berikut.

60



Tabel 5.13. Rata-rata Penerimaan per Proses Produksi Agroindustri Chip di
Kabupaten Trenggalek
No Keterangan Rata-rata
1 Produksi (Kg/Proses produksi) 595,87
2 Harga Produk (Rp/Kg) 3.100
Penerimaan (Rp) 1.847.197
Sumber: Data Primer Lampiran 8 diolah, 2011
Berdasarkan Tabel 5.13 dapat diketahui bahwa dalam satu kali proses
produksi, penerimaan agroindustri chip rata-rata sebesar Rp. 1.847.197 dengan
harga jual yang sama pada setiap agroindustri yaitu sebesar Rp. 3.100 dan rata-
rata produksi sebesar 595,87Kg/Proses produksi. Harga merupakan kesepakatan
antara agroindustri chip dengan PT. BCM.
B. Keuntungan
Keuntungan merupakan selisih antara penerimaan yang diterima oleh
agroindustri chip dengan biaya total yang dikeluarkan setiap satu kali proses
produksi chip. Pengrajin chip ubi kayu dikatakan untung apabila memperoleh nilai
total penerimaan lebih besar dibandingkan dengan total biaya yang dikeluarkan.
Besarnya keuntungan rata-rata yang diperoleh oleh agroindustri chip dapat dilihat
pada Tabel 5.14.
Tabel 5.14. Rata-rata Keuntungan per Satu Kali Produksi Agroindustri chip di
Kabupaten Trenggalek
No Keterangan Rata-rata
1 Penerimaan (Rp) 1.847.197
2 Biaya Total (Rp) 1.695.590,72
Keuntungan (Rp) 151.606,28
Sumber: Data Primer Lampiran 8 diolah, 2011
Dari Tabel 5.14 dapat diketahui bahwa besarnya keuntungan rata-rata tiap
satu kali proses produksi sebesar Rp. 151.606,28. Rata-rata keuntungan yang
diperoleh agroindustri chip menunjukkan bahwa agroindustri tersebut dapat
dilanjutkan keberadaannya. Dengan keuntungan yang didapat dalam satu kali
proses produksi sebesar Rp. 151.606,28. Keuntungan yang diperoleh dalam
agroindustri chip ini dapat dikatakan rendah karena dengan modal yang
dikeluarkan Rp. 1.847.197 pengrajin hanya mendapat keuntungan Rp. 151.606,28.
61



Walaupun dalam satu bulan agroindustri chip dapat memperoleh Rp.1.061.243,96.
Dengan dalam satu kali proses produksi membutuhkan waktu selama 4 hari,
dalam satu bulan melakukan produksi sebanyak 7 kali produksi sehingga
keuntungan yang diterima mencapai Rp. 1.061.243,96. Keuntungan tersebut dapat
dikatakan rendah mengingat modal yang dikeluarkan selama proses produksi
tinggi. Namun kembali lagi pada jenis usaha agroindustri chip hanya yang
dijadikan usaha sampingan oleh 86,67% pengelolanya, sehingga dengan
keuntungan tambahan perbulannya Rp. 1.061.243,96 usaha pembuatan chip ini
dapat tetap diusahakan.
5.8 Analisis Kelayakan Usaha
5.8.1 Analisis R/C rasio
Untuk Mengetahui kelayakan usaha agroindustri dapat dilihat dengan
pendekatan R/C rasio, RC rasio merupakan perbandingan antara penerimaan
dengan biaya total. Layak atau tidaknya suatu usaha dapat dilihat dari nilai RC
rasio. Apabila nilai R/C rasionya >1 suatu usaha dikatakan layak, jika nilai R/C
rasionya <1 maka usaha pembuatan chip ini tidak layak, dan jika nilai R/C
rasionya = 1 maka usaha pembuatan chip ini tidak mendapatkan untung dan tidak
juga merugi. Besarnya R/C rasio pada usaha pembuatan chip dapat dilihat pada
Tabel 5.15 berikut.
Tabel 5.15. Rata-rata Nilai R/C rasio per Satu Kali Produksi Agroindustri chip di
Kabupaten Trenggalek
No Keterangan Rata-rata
1 Penerimaan Total (Rp) 1.847.197
2 Biaya Total (Rp) 1.695.590,72
R/C rasio 1,089
Sumber: Data Primer Lampiran 9 diolah, 2011
Dari Tabel 5.15 tersebut dapat diketahui bahwa nilai R/C rasio pada
agroindustri chip menunjukkan nilai lebih dari 1, yang artinya agroindustri chip
layak untuk dikembangkan dan memberikan keuntungan pada pengusahanya.
Nilai R/C rasio sebesar 1,089 dapat diartikan bahwa setiap pengeluaran Rp 1,00
akan mendapatkan penerimaan sebesar Rp 1,089. Nilai R/C rasio diperoleh dari
62



perbandingan penerimaan total dengan biaya total yang dikeluarkan selama satu
kali proses produksi chip.
5.8.2 Analisis BEP (Break Even Point)
Analisis BEP digunakan untuk mengetahui keadaan dimana suatu usaha
tidak mengalami keuntungan dan tidak mengalami kerugian. Dalam menghitung
BEP atau titik impas diperlukan perhitungan mengenai biaya variabel, biaya tetap,
harga jual per kilogram chip dan output yang dihasilkan oleh agroindustri
pengrajin chip. Hasil perhitungan BEP pada agroindustri chip dapat dilihat pada
Tabel 5.16 berikut.
Tabel 5.16. Rata-rata BEP per Satu Kali Produksi Agroindustri chip di Kabupaten
Trenggalek
No Keterangan Nilai
1 Biaya Tetap Total/TFC (Rp) 54.597,15
2 Biaya Variabel Total/TVC (Rp) 1.640.993,57
3 Harga/P (Rp) 3.100
4 Output/Q (Kg) 595,87
5 Break Even Point (BEP) unit kg 157,78
Sumber: Data Primer Lampiran 10 diolah, 2011
Dari Tabel 5.16 dapat diketahui bahwa rata-rata titik impas agroindustri
pengrajin chip dalam unit mampu menghasilkan 157,78 kg chip kering dalam satu
kali proses produksi. Artinya untuk mencapai titik impas pada usaha agroindustri
chip ubi kayu minimal harus memproduksi 157,78 kg agar mendapatkan titik
impas yaitu keberadaan dimana agroindustri sebagai pengusaha chip tidak rugi
dan tidak memperoleh keuntungan. Untuk memperoleh keuntungan agroindustri
chip harus memproduksi chip kering lebih dari 157,78 kg.
Dalam perhitungan analisis BEP hanya digunakan perhitungan BEP unit
dengan alasan bahwa tujuan perhitungan hanya untuk mengetahui BEP unit yaitu
salah satu cara yang digunakan untuk mengetahui pada titik output berapa
agroindustri harus berproduksi agar tidak terjadi kerugian mengingat agroindustri
chip hanya sebagai penerima harga bukan sebagai pembuat harga.
63



5.9 Analisis Sensitivitas
Dalam analisis kelayakan suatu usaha, banyak asumsi yang digunakan.
Penggunaan asumsi ini memiliki ketidakpastian yang sudah diminimalkan
berdasarkan nilai aktual yang terjadi di lapangan. Untuk menguji sensitivitas
usaha pembuatan chip terhadap perubahan asumsi pendapatan dan biaya
operasional, digunakan beberapa skenario.
5.9.1 Fluktuasi Harga Bahan Baku
Biaya operasional mengalami kenaikan atau penurunan yang dapat terjadi
karena fluktuasi harga bahan baku ubi kayu. Pada kondisi ini diasumsikan
komponen lainnya termasuk pendapatan adalah tetap (konstan). Harga terendah
ubi kayu yaitu Rp. 500 dan harga tertinggi yaitu Rp. 700. Informasi mengenai
harga tertinggi dan harga terendah didapatkan dari mengajukan pertanyaan kepada
responden. Pada umumnya harga mengalami kenaikan pada saat jumlah ubi kayu
di pasaran terlalu banyak dan mengalami penurunan apabila jumlah ubi kayu lebih
sedikit dari permintaan pasar. Untuk lebih jelasnya berikut ini pada Tabel 5.17
akan disajikan tabel mengenai skenario kebijakan apabila harga bahan baku
berfluktuasi pada harga terendah dan harga tertinggi, dengan kriteria kelayakan
yang digunakan yaitu perhitungan BEP, R/C rasio serta keuntungan apabila harga
bahan baku Rp.500 dan Rp.700 dan pada keadaan sebenarnya Rp.626,67.
Tabel 5.17. Skenario Kebijakan Apabila Harga Bahan Baku Pada Agroindustri
Chip di Kabupaten Trenggalek Berfluktuasi
Kriteria Kelayakan Keadaan
Sebenarnya
Harga Ubi Kayu
Rp. 500 Rp. 700
Output (Kg/Proses Produksi) 595,87 595,87 595,87
Break Even Point (BEP) Unit
kg
157,78 62,22 412,48
R/C Rasio 1,089 1,34 1,04
Keuntungan (Rp) 151.606,28 468.272,96 78.870,11
Sumber: Data Primer Lampiran 8;9;10 diolah, 2011
Dari Tabel 5.17 dapat diketahui dengan harga bahan baku ubi kayu Rp.
500 diperoleh nilai BEP unit sebesar Rp.62,22; nilai R/C rasio 1,34 dan
keuntungan yang diperoleh dalam satu kali proses produksi Rp. 468.272,96. Pada
harga bahan baku ubi kayu Rp. 700 diperoleh nilai BEP unit sebesar Rp. 412,48;
64



nilai R/C rasio 1,04 dan keuntungan yang diperoleh dalam satu kali proses
produksi Rp. 78.870,11. Berdasarkan Tabel 5.17 tampak bahwa pada skenario
dengan asumsi terjadi kenaikan dan penurunan harga bahan baku, sampai
penurunan harga bahan baku Rp. 500 dan kenaikan hingga Rp.700, agroindustri
chip ini masih layak untuk dikembangkankan.
5.9.2 Jumlah Produksi Tidak Stabil
Dalam hal ini Biaya operasional mengalami kenaikan atau penurunan yang
dapat terjadi disebabkan oleh penambahan atau penurunan jumlah produksi bahan
baku ubi kayu. Pada kondisi ini diasumsikan komponen lainnya yang termasuk
dalam biaya tetap adalah tetap dan penerimaan berubah sebesar perubahan jumlah
produksi. Perubahan jumlah produksi ini disebabkan oleh cuaca yang tidak
menentu seperti saat ini sehingga menyebabkan sebagian agroindustri mengurangi
jumlah input bahan baku industri.
Pada keadaan sebebelum cuaca tidak menentu sebagian besar agroindustri
berproduksi pada jumlah input bahan baku yang relatif tinggi mencapai angka
8000 kg bahkan lebih. Pada Tabel 5.18 akan disajikan skenario kebijakan apabila
input bahan baku produksi berubah pada agroindustri chip di Kabupaten
Trenggalek, merupakan perhitungan apabila agroindustri diasumsikan berproduksi
pada input bahan baku 2.000 kg produksi terendah dan 8.000 kg produksi
tertinggi, sedangkan pada keadaan sebenarnya input bahan baku yang diproduksi
sebesar 2.220 kg.
Tabel 5.18.Skenario Kebijakan Apabila Input Bahan Baku Produksi Berubah Pada
Agroindustri Chip di Kabupaten Trenggalek
Kriteria Kelayakan Keadaan
Sebenarnya
Input Ubi Kayu
2.000 kg 8.000 kg
Output (Kg/Proses Produksi) 595,87 536,82 2147,28
Break Even Point (BEP) Unit
kg
157,78 178,14 90,1
R/C Rasio 1,089 1,07 1,23
Keuntungan (Rp) 151.606,28 109.932,11 1.246.500,57
Sumber: Data Primer Lampiran 8;9;10 diolah, 2011
Dari Tabel 5.18 dapat diketahui dengan input bahan baku ubi kayu 2.000
kg diperoleh nilai BEP unit sebesar Rp. 178,14; nilai R/C rasio 1,07 dan
65



keuntungan yang diperoleh dalam satu kali proses produksi Rp. 109.932,11. Pada
input bahan baku ubi kayu 8.000 kg diperoleh nilai BEP unit sebesar Rp. 90,1;
nilai R/C rasio 1,23 dan keuntungan yang diperoleh dalam satu kali proses
produksi Rp. 1.246.500,57. Berdasarkan Tabel 5.18 tampak bahwa pada skenario
dengan asumsi terjadi kenaikan dan penurunan input bahan baku, sampai
penurunan input bahan baku 2.000 kg dan kenaikan hingga 8.000 kg, agroindustri
chip ini masih layak untuk dikembangkan. Pada input bahan baku 8.000 kg
agroindustri ini mampu memperoleh keuntungan yang tinggi, keuntungan yang
tinggi pada penggunaan input bahan baku 8.000 kg yaitu disebabkan oleh
keberanian agroindustri memproduksi dalam skala yang lebih besar dengan sedikit
resiko chip rusak atau berjamur, pada umumnya terjadi dimusim kering atau
kemarau. Untuk musim penghujan seperti yang umumnya terjadi pada bulan
September-April agroindustri tidak berani mengambil resiko sehingga
agroindustri hanya memproduksi dalam jumlah input yang terbatas.
5.9.3 Tingkat Rendemen Ubi kayu
Dalam hal ini biaya operasional tidak mengalami penurunan atau
kenaikan, namun hasil produksi mengalami perubahan sehingga berdampak pada
penerimaan yang disebabkan oleh tingkat rendemen yang berbeda terendah 25%,
tertinggi 30%, dan keadaan sebenarnya 27% sehingga jumlah output berupa chip
kering ubi kayu dapat mengalami penurunan atau kenaikan. Pada kondisi ini
diasumsikan komponen lainnya yang termasuk dalam biaya tetap adalah tetap dan
penerimaan berubah sebesar perubahan nilai rendemen yang berpengaruh
terhadap hasil produksi. Pada umumnya tingkat rendemen yang diperoleh oleh
masing-masing agroindustri dipengaruhi oleh tingkat kedisiplinan agroindustri
terhadap standar operasional yang telah ditetapkan oleh koperasi sebagai pembina
agroindustri, selain itu tingkat rendemen juga dapat dipengaruhi musim pada
musim penghujan tingkat rendemen ubi kayu lebih sedikit jika dibandingkan
dengan musim kemarau, hal ini disebabkan oleh pada musim penghujan ubi kayu
mengandung kadar air lebih tinggi sehingga berat ubi kayu didominasi oleh air

66



dan begitu sebaliknya pada musim kering kadar air dalam ubi kayu lebih sedikit
jika dibandingkan dengan musim penghujan sehingga tingkat rendemen tinggi.
Tabel 5.19. Skenario Kebijakan Apabila Rendemen Ubi Kayu Tinggi dan Rendah
Pada Agroindustri Chip di Kabupaten Trenggalek
Kriteria Kelayakan Keadaan
Sebenarnya
Rendemen Ubi Kayu
25% 30%
Output (Kg/Proses Produksi) 595,87 555 666
Break Even Point (BEP) Unit
kg
157,78 381,12 85,84
R/C Rasio 1,089 1,01 1,22
Keuntungan (Rp) 151.606,28 24.909,28 369.009,28
Sumber: Data Primer Lampiran 8;9;10 diolah, 2011
Dari Tabel 5.19 dapat diketahui dengan tingkat rendemen ubi kayu 25%
diperoleh nilai BEP unit 381,12; nilai R/C rasio 1,01dan dalam satu kali proses
produksi agroindustri mendapatkan keuntungan sebesar Rp. 24.909,28. Pada
tingkat rendemen 30% diperoleh nilai BEP unit pada output produksi Rp. 85,84;
nilai R/C rasio 1,22 dan keuntungan yang diperoleh dalam satu kali proses
produksi Rp. 369.009,28. Berdasarkan Tabel 5.19 tampak bahwa pada skenario
dengan asumsi tingkat rendemen 25% dan 30% agroindustri layak untuk
dikembangkan. Untuk mensiasati agar agroindustri selalu berproduksi pada
tingkat rendemen tinggi yaitu dengan cara memperhatikan standar operasional
yang telah diberikan oleh koperasi, diantaranya menggunakan ubi kayu yang
berusia 8-12 bulan. Pengupasan dilakukan pada bagian kulit lapisan luar pertama
ubi kayu yang berwarna kecoklatan dan disertakan sedikit bagian kulit dalam
dengan mengusahakan tidak banyak daging umbi yang terbuang sebab akan
mengurangi rendemen. Tingkat rendemen yang rendah juga disebabkan oleh
penggunaan ubi kayu yang telah lama disimpan dan tidak segar, seharusnya
penggunaan input bahan baku adalah ubi kayu yang masih segar dan baru dipanen
dari lahan pertanian untuk menjaga tingkat rendemen.
Usaha agroindustri chip sebagai bahan baku mocaf merupakan komoditi
yang dapat diunggulkan sebagai penyediaan ketahanan pangan berbahan dasar
pangan lokal. Meskipun kontribusinya relatif rendah dibandingkan komoditi yang
lain, namun setidaknya keberadaan mocaf ini telah mampu mengurangi
67



pengeluaran devisa negara untuk pembelian tepung terigu. Rendahnya peran
mocaf terhadap pengurangan devisa negara disebabkan karena rendahnya hasil
produksi mocaf yang sangat dipengaruhi oleh keberadaan chip itu sendiri sebagai
bahan baku mocaf. Dari sisi permintaan pasar terhadap mocaf sangat tinggi
menurut Mocaf Indonesia (2010), sekitar 1000 ton per bulannya sehingga peluang
untuk mengembangkan dan membuka agroindustri chip masih memiliki potensi
pasar yang terbuka luas.
Dari aspek ketenagakerjaan, agroindustri chip ini mampu menyerap
jumlah tenaga kerja yang banyak serta memiliki pengaruh ke belakang (backward
effect) yang baik pada petani ubi kayu yang menjadi pemasok bahan baku.
Penyerapan tenaga kerja dari usaha ini dapat dirasakan oleh masyarakat sekitar di
pedesaan yang umumnya berada pada lingkungan sekitar agroindustri chip.
Masyarakat sekitar memiliki dampak langsung terhadap peningkatan pendapatan
dan ekonomi mereka. Dengan keberadaan agroindustri ini dapat menciptakan
lapangan pekerjaan serta mengurangi tingkat pengangguran.




68


VI. KESIMPULAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan hasil penelitian yang telah dijelaskan pada bab
sebelumnya, maka ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Agroindustri chip ubi kayu di Kabupaten Trenggalek berproduksi dengan
kapasitas 2.220 kg bahan baku ubi kayu per proses produksi dapat
menghasilkan output sebesar 595,87 kg chip kering. Dalam satu kali proses
produksi membutuhkan waktu selama 4 hari sehingga dalam satu bulan
berproduksi sebanyak 7 kali.
2. Rata-rata nilai tambah per proses produksi yang dihasilkan oleh agroindustri
pengrajin chip di Kabupaten Trenggalek sebesar Rp172,37 per kilogram
bahan baku atau sebesar 19,32% dari nilai produksi. Menurut Hubeis dalam
Apriadi (2003), nilai tambah dikatakan rendah jika nilai rasio <15%, sedang
jika 15%-40% dan tinggi jika >40%. Hal ini berarti, nilai tambah pada
agroindustri chip termasuk kategori bernilai tambah sedang. Dari uraian
tersebut, maka hipotesis pertama yang telah dirumuskan dapat diterima,
karena agroindustri chip memberikan nilai tambah yang sedang.
3. Penerimaan rata-rata per proses produksi sebesar Rp. 1.847.197, sedangkan
biaya total rata-rata per proses produksi yang dikeluarkan sebesar Rp.
1.695.590,72 maka agroindustri chip mendapatkan keuntungan rata-rata per
proses produksi Rp. 151.606,28. Dalam satu bulan agroindustri chip mampu
berproduksi sebanyak 7 kali sehingga diperoleh keuntungan sebanyak Rp.
1.061.244 per bulannya. Dari uraian tersebut, maka hipotesis kedua yang
telah dirumuskan dapat diterima, karena agroindustri chip memberikan
keuntungan yang belum maksimal. Dapat dikatakan belum maksimal hal ini
dikaitkan dengan jumlah biaya total yang dikeluarkan dinilai tinggi yaitu Rp.
1.695.590,72 hanya memperoleh keuntungan Rp. 151.606,28 keuntungan
yang dirasa kurang dengan perbandingan yang tidak sepadan.
4. Agroindustri chip di Kabupaten Trenggalek memiliki nilai R/C rasio sebesar
1,089. Hal ini menunjukkan bahwa dari setiap Rp. 1,00 modal yang
69



dikeluarkan oleh pengusaha chip maka akan menghasilkan penerimaan
sebesar Rp. 1,089. Pada perhitungan R/C rasio menunjukkan agroindustri
chip layak untuk dikembangkan. Walaupun setiap modal Rp. 1,00 yang
dikeluarkan hanya mendapatkan pengembalian Rp. 1,089, pengembalian ini
sangat sedikit antara modal dengan hasil yang diterima hanya selisih 0,89 per
satu rupiahnya. Berdasarkan nilai BEP dapat diketahui bahwa agroindustri
chip mengalami titik impas unit pada produksi 157,78 kg. Sedangkan hasil
produksi terakhir yang dilakukan oleh agroindustri chip yaitu 595,87 kg, yang
artinya produksi yang dilakukan oleh agroindustri chip sudah melebihi titik
impas yaitu sudah mendapatkan keuntungan. Dari nilai R/C rasio dan BEP
tersebut dapat diketahui bahwa agroindustri chip di Kabupaten Trenggalek
layak untuk diusahakan, sehingga agroindustri ini mempunyai potensi untuk
dikembangkan. Dari uraian tersebut, maka hipotesis ketiga yang telah
dirumuskan dapat diterima, karena agroindustri chip layak untuk
dikembangkan.
5. Pada saat cuaca stabil agroindustri chip mampu berproduksi dengan kapasitas
8000 kg yang dapat menghasilkan 2147,28 kg chip kering sehingga diperoleh
nilai BEP unit sebesar Rp. 90,1; nilai R/C ratio 1,23 dan keuntungan yang
diperoleh dalam satu kali proses produksi Rp. 1.246.500,57. Agroindustri ini
mampu berproduksi sebanyak 7 kali dalam satu bulan, sehingga rata-rata
keuntungan yang diperoleh Rp. 8.725.503,99 per bulannya.
6.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat diberikan
beberapa saran dalam upaya pengembangan agroindustri chip sebagai berikut :
1. Diperlukan adanya perhatian lebih lanjut dari instansi terkait baik Koperasi,
Pemerintah atau Lembaga ilmiah mengenai pengupayaan teknologi
pengeringan mengingat cuaca yang tidak menentu pada saat ini. Teknologi ini
berupa teknologi pengering dengan tetap mempertimbangkan biaya produksi.
2. Kesepakatan harga antara Pengrajin chip dengan PT. BCM pada mulanya
berjalan dengan baik, namun pada akhir-akhir ini kesepakatan penetapan harga
70



terkesan sepihak oleh PT. BCM. Hal ini juga menyebabkan sebagian pengrajin
chip tidak melakukan produksi lagi. Sehingga perlu adanya bantuan campur
tangan Koperasi dalam pemutusan ketetapan harga chip. Agar keberadaan
agroindustri chip tidak semakin punah.
3. Terkait dengan sedikitnya keuntungan yang diperoleh oleh pemilik agroindustri
disarankan pada agroindustri untuk tetap melaksanakan standar operasional
yang telah diberikan oleh koperasi sebagai pembina agroindustri. Diantaranya
tetap memperhatikan mengenai anjuran menggunakan ubi kayu yang memiliki
usia panen 8-12 bulan, pada proses pengupasan kulit ubi kayu secara tipis dan
tidak mengikut sertakan daging buah secara berlebih serta segera mengolah ubi
kayu yang sudah dipanen pada hari pada saat ubi kayu dipanen. Hal-hal
tersebut terkait dengan penjagaan rendemen ubi kayu agar tetap berada pada
tingkat 30% sehingga agroindustri chip mendapatkan keuntungan yang lebih
besar.




DAFTAR PUSTAKA
Azis, A .1993. Agroindustri Buah-buahan Tropis. PPA CIDESUQ. Jakarta .
Arsyad, L. 1991. Ekonomi Manajerial Ekonomi Mikro Terapan Untuk
Manajemen Bisnis.BPFE.Yogyakarta.

Apriadi, Andri. 2003. Analisis Usaha dan Nilai Tambah Pengolahan Ikan pada
Industri Kerupuk Udang atau Ikan di Indramayu. Srikpsi. Fakultas Pertanian
Institut Pertanian Bogor. Bogor. Available online with update at:
http://digilib.IPB.ac.id/ (Verified 22
th
Maret 2010).
Badan Ketahanan Pangan. 2009. Pedoman Umum Program Aksi Desa Mandiri
PanganTahun 2009.Available online with update at :
http//:www.bkp.deptan.go.id/. (Verified 12
th
Oktober 2010).
Badan Pusat Statistik. 2010. Data Tanaman Pangan Trenggalek. Badan Pusat
Statistik Republik Indonesia.Availableonline with update at:
http://www.bps.go.id (Verified 12
th
Oktober 2010).
Boediono. 2000. Seri Sinopsis Pengantar Ilmu Ekonomi Ekonomi Mikro.
BPFE.Yogyakarta.
Bungin, Burhan . 2001. Metodologi Penelitian Sosial Format-format Kuantitatif
dan Kualitatif. Airlangga University Press. Surabaya.
Darsono. 2008. Metodologi Riset Agribisnis Buku II Metode Analisis Data.
Program Studi Magister Manajemen Agribisnis Program Pascasarjana UPN
Veteran. Surabaya. Available online with update at: http:// Riset
Agribisnis.com/ (Verified 20
th
February 2010).
Direktorat Budidaya Kacangkacangan dan Umbiumbian. 2006. Keunggulan Ubi
Kayu. Available online with update at: http://bukabi.wordpress.com
(Verified 20
th
Desember 2010).
Elisabeth, Dian Adi A et al. 2006. Analisis Finansial Usaha Pembuatan Virgin
Coconut Oil (Vco) Cara Fermentasi. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian
Bali. Available online with update at: http:// Analisis Finansial.com/
(Verified 20
th
February 2010).
Hanani, Nuhfil et al. 2003. Strategi Pengembangan Pertanian Sebuah Pemikiran
Baru. Lappera Pustaka Utama. Jakarta.
Harjanto, Eddy. 1999. Manajemen Produksi dan Operasi Edisi 2. BPFE.
Yogyakarta.




Irawan, Eko R. 2009. Analisis Nilai Tambah Agroindustri Kerupuk Jagung.
Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Brawijaya. Malang.
Juremi. 2004. Analisis Nilai Tambah Dan Efisiensi Agroindustri Cuka Apel (Studi
Kasus di Kelurahan Semampir, Kecamatan Kota, Kota Kediri). Skripsi.
Fakultas Pertanian. Universitas Muhammadiyah Malang. Available online
with update at: http://digilib.umm.ac.id/ (Verified 20
th
Oktober 2010).
Kartika, Irene et al. 2006. Prospek Pengembangan Agroindustri MinumanLidah
Buaya di Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah. Available online with
Update at http://www.agroindustri/yahoo.com. (Verified at 12
th
Oktober
2010).
Media Data Riset. 2010. Permintaan Tepung Terigu. Tersedia Oleh PT. Media
Data. Available online with update at www.mediadata.co.id. (Verified 12
th

Oktober 2010).
Mocaf Indonesia. 2010. Peluang Pengembangan Tepung MOCAF. Available
online with update at http://mocaf-indonesia.com. (Verified at 20
th
Oktober
2010).
Mulyadi. 1993. Akuntansi Biaya. BPFE. Yogyakarta.
Nuraisyah, Sitatul. 2003. Analisis Efisiensi dan Nilai Tambah Agroindustri
Minyak Cengkeh. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Brawijaya.
Malang.
Rahardja, Pratama dan Mandala Manurung. 1999. Pengantar Ekonomi Mikro.
BPFE UI. Jakarta
Rosyidi S. 1999. Pengantar Ekonomi Pendekatan kepada Ekonomi Mikro dan
Ekonomi Makro. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Rukmana, Rahmat. 1997. Ubi Kayu Budidaya dan Pasca Panen. Kanisius
(Anggota IKAPI). Yogyakarta.
Silvia, R. A. 2007. Analisis Nilai Tambah Tepung Tapioka Dan Glukose. Skripsi.
Fakultas Pertanian. Universitas Muhammadiyah Malang. Available online
with update at: http://digilib.umm.ac.id/ (Verified 20
th
Oktober 2010).
Soekartawi. 2006. Analisis Usaha Tani. UI Press. Jakarta.
Soekartawi. 2001. Pengantar Agroindustri. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Sonhaji, M. 2000. Analisis Nilai Tambah dan Efisiensi Agroindustri Slondok.
Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Brawijaya. Malang.
Sudarsono. 1983. Pengantar Ekonomi Mikro. LP3ES. Jakarta.




Sudiyono, Amran. 2002. Pemasaran Pertanian. UMM. Malang.
Tambunan et al. 1990. Pengembangan Agroindustri dan Tenaga Kerja Pedesaan
di Indonesia dalam Diversifikasi Pertanian dalam Proses Mempercepat
Laju Pembangunan Nasional. Pustaka Sinar Harapan. Indonesia.
Walhi. Analisis Usaha Jamur Tiram Putih (pleurotus ostreatus) dan Jamur
Kuping (auricularia polytricha). Kajian Kelembagaan Agribisnis Dalam
Mendukung Pengembangan Sistem Usaha Pertanian Berbasis
Agroekosistem. Jawa Barat. Available online with update at: http:// Analisis
usaha.com/ (Verified 20
th
February 2010).




Lampiran 1. Karakteristik Responden Agroindustri Chip di Kabupaten Trenggalek 2010
No.

Alamat

Usia

Pendidikan

Pekerjaan

Jenis
Kelamin

Lama
usaha
(Tahun)
Luas
Lahan
Usaha(m
2
)
Ubi Kayu
(Kg/Proses
Produksi)

Rendemen

Chip (Kg/
Proses
Produksi) Utama Sampingan
1 Desa Kerjo, Kec. Karangan 40 SMA / sederajat Koperasi Chip L 0.6 2000 2500 0.3 750
2
Desa Karangan, Kec.
Karangan 39 SMP / sederajat Bengkel Chip L 3 4000 6500 0.2307692 1500
3 Desa Gondang, Kec. Tugu 42 SMA / sederajat
Karyawan
RS Chip L 2 700 1200 0.3 360
4 Desa Prambon, Kec. Tugu 42 S1
Pengrajin
Chip L 1 300 2000 0.28 560
5 Desa Prambon, Kec. Tugu 50 SMA / sederajat PNS Chip L 1 600 4000 0.28 1120
6 Desa Puru, Kec. Suruh 35 D2 PNS Chip L 3 650 2000 0.3 600
7 Desa Mlinjon, Kec. Suruh 43 SMA / sederajat Sopir Chip L 1 700 1500 0.2 300
8 Desa Malasan, Kec. Durenan 38 S1 PNS Chip L 3 530 500 0.3 150
9
Desa Sumberejo, Kec.
Durenan 31 SMA / sederajat PNS Chip L 3 400 200 0.28 56
10 Desa Gador, Kec. Durenan 35 SMA / sederajat Petani Chip L 3 350 100 0.28 28
11
Desa Wonorejo, Kec.
Gandusari 32 SMA / sederajat Sopir Chip L 3 385 3000 0.28 840
12 Desa Jajar, Kec. Gandusari 58 SD / sederajat Petani Chip L 4 2400 2500 0.3 750
13
Desa Wonoanti, Kec.
Gandusari 58 SD / sederajat
Pengrajin
Chip L 4 5000 4000 0.25 1000
14 Desa Pakel, Kec. Pule 43 SMA / sederajat
Perangkat
Desa Chip L 3 250 1300 0.28 364
15 Desa Pakel, Kec. Pule 47 SMA / sederajat Petani Chip L 1 400 2000 0.28 560





Lampiran 2. Total Biaya Tetap pada Agroindustri Chip di Kabupaten Trenggalek 2010
No Nama Peralatan Agroindustri Pengrajin Chip Ubi Kayu ke


1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 Slicer 6356.164 4712.328 5260.27397 5260.273973 5260.273 5260.274 5260.274 5260.27397 5260.27397 5260.27397
2 Spiner 6356.164 0 0 0 0 0 0 0 0 0
3 Oven 98630.137 0 0 0 0 0 0 0 0 0
4 Timbangan 300kg 876.712 876.712 0 0 876.712 876.712 0 876.712329 0 0
5 Timbangan150kg 0 584.474 1168.94977 584.4748858 0 0 0 0 584.474886 0
6 Timbangan Gantung 0 0 0 0 0 0 219.17808 0 0 219.178082
7 Terpal 3221.9178 4602.739 5799.45205 1380.821918 0 96657.534 5247.1233 2646.57534 0 0
8 Plastik 0 0 0 0 438.356 0 0 438.356164 876.712329 438.356164
9 Idik 32876.712 25570.776 21917.8082 9132.420091 21917.808 6392.694 8767.1233 5844.74886 8767.12329 4383.56164
10 Pisau 54.794 118.721 27.3972603 45.66210046 73.0593 45.662 73.059361 27.3972603 9.13242009 9.13242009
11 Selang 1187.214 356.164 118.721461 118.7214612 118.721 71.232 237.44292 118.721461 16621.0046 16621.0046
12 Gerobak 1095.890 1095.890 1095.89041 0 1095.890 0 0 1095.89041 0 0
13 Angkong 445.205 445.205 890.410959 0 0 445.205 445.20548 445.205479 0 0
14 Bak Rendam 365.296 2109.589 1168.94977 1095.890411 1753.424 1168.949 723.28767 1095.89041 913.242009 365.296804
15 Keranjang 2878.289 0 0 0 0 0 0 0 0 0
16 Pompa Air 4383.561 876.712 876.712329 1315.068493 1315.068 0 0 876.712329 0 0
17 Sewa dan Pajak 9863.013 18630.136 6575.34247 109.5890411 9863.013 219.178 10958.904 180.821918 131.506849 109.589041
TFC 168591.075 59979.452 44899.9087 19042.92237 42712.328 111137.443 31931.598 18907.3059 33163.4703 27406.3927
Output berupa chip (Kg) 750 1500 360 560 1120 600 300 150 56 28
AFC 224.788 39.986 124.721969 34.00521853 38.1360 185.229 106.43866 126.048706 592.204827 978.799739







Lampiran 2. (Lanjutan)
No Nama Peralatan
Agroindustri Pengrajin Chip Ubi Kayu ke


Jumlah

Rata-Rata
11 12 13 14 15
1 Slicer 5260.274 5260.274 10520.55 5260.274 5260.274 84712.33 5647.489
2 Spiner 0 0 0 0 3068.493 9424.658 628.3105
3 Oven 0 0 0 0 42739.73 141369.9 9424.658
4 Timbangan 300kg 876.7123 876.7123 876.7123 0 0 7013.699 467.5799
5 Timbangan150kg 0 0 0 584.4749 0 3506.849 233.79
6 Timbangan Gantung 0 0 0 0 219.1781 657.5342 43.83562
7 Terpal 2761.644 1380.822 15465.21 1656.986 828.4932 141649.3 9443.288
8 Plastik 0 1315.068 1753.425 0 0 5260.274 350.6849
9 Idik 13150.68 7305.936 43835.62 17534.25 8767.123 236164.4 15744.29
10 Pisau 91.3242 54.79452 91.3242 27.39726 36.52968 785.3881 52.35921
11 Selang 118.7215 71.23288 189.9543 11872.15 949.7717 48770.78 3251.385
12 Gerobak 0 1095.89 0 0 0 6575.342 438.3562
13 Angkong 0 0 0 0 0 3116.438 207.7626
14 Bak Rendam 621.0046 1095.89 1461.187 1095.89 1095.89 16129.68 1075.312
15 Keranjang 0 0 0 0 0 2878.289 191.886
16 Pompa Air 876.7123 876.7123 876.7123 0 876.7123 13150.68 876.7123
17 Sewa dan Pajak 13315.07 219.1781 27397.26 109.589 109.589 97791.78 6519.452
TFC 37072.15 19552.51 102467.9 38141 63951.78 818957.3 54597.152
Output berupa chip (Kg) 840 750 1000 364 560 8938 595.8667
AFC 44.13351 26.07002 102.4679 104.783 114.1996 2842.013 189.4675






Lampiran 3. Biaya Tetap (Biaya Penyusutan Slicer) pada Agroindustri Chip di Kabupaten Trenggalek 2010
Keterangan

Agroindustri Pengrajin Chip Ubi kayu ke
Jumlah Rata-Rata 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Harga Beli
(Rp)
9000
000
4500
000
5000
000
5000
000
5000
000
5000
000
5000
000
5000
000
5000
000
5000
000
5000
000
5000
000
5000
000
5000
000
5000
000 78500000
5233333.
33
Harga sisa
(Rp)
3000
00
2000
00
2000
00
2000
00
2000
00
2000
00
2000
00
2000
00
2000
00
2000
00
2000
00
2000
00
2000
00
2000
00
2000
00 3100000
206666.6
67
Umur
Ekonomis
Alat (tahun) 15 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 155 10.3333
Biaya
Penyusutan
per Tahun
(Rp)
5800
00
4300
00
4800
00
4800
00
4800
00
4800
00
4800
00
4800
00
4800
00
4800
00
4800
00
4800
00
4800
00
4800
00
4800
00 7250000
483333.3
33
Biaya
Penyusutan
per produksi
(Rp)
6356
.164
4712
.329
5260
.274
5260
.274
5260
.274
5260
.274
5260
.274
5260
.274
5260
.274
5260
.274
5260
.274
5260
.274
5260
.274
5260
.274
5260
.274
79452.05
5
5296.803
65
Jumlah Alat
(Unit) 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 16 1.0667
Total Biaya
Penyusutan
per Produksi
(Rp)
6356
.164
4712
.329
5260
.274
5260
.274
5260
.274
5260
.274
5260
.274
5260
.274
5260
.274
5260
.274
5260
.274
5260
.274
1052
0.55
5260
.274
5260
.274
84712.32
9 5647.488









Lampiran 4. Biaya Tetap (Biaya Penyusutan Spiner) pada Agroindustri Chip di Kabupaten Trenggalek 2010
Keterangan
Agroindustri Pengrajin Chip Ubi kayu ke
Jumlah Rata-Rata 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Harga Beli (Rp) 3000000 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 3000000 6000000 400000
Harga sisa (Rp) 100000 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 200000 300000 20000
Umur Ekonomis Alat
(tahun) 10 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 10 20 1.333333
Biaya Penyusutan per
Tahun (Rp) 290000 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 280000 570000 38000
Biaya Penyusutan per
produksi (Rp) 3178.082 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 3068.493 6246.5753 416.4384
Jumlah Alat (Unit) 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 3 0.2
Total Biaya Penyusutan per
Produksi (Rp) 6356.164 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 3068.493 9424.6575 628.3105






Lampiran 5. Biaya Tetap (Biaya Penyusutan Oven) pada Agroindustri Chip di Kabupaten Trenggalek 2010
Keterangan
Agroindustri Pengrajin Chip Ubi kayu ke
Jumlah Rata-Rata 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Harga Beli (Rp) 50000000 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 10000000 60000000 4000000
Harga sisa (Rp) 5000000 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 250000 5250000 350000
Umur Ekonomis Alat (tahun) 20 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 5 25 1.666667
Biaya Penyusutan per Tahun
(Rp) 2250000 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1950000 4200000 280000
Biaya Penyusutan per produksi
(Rp) 24657.534 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 21369.863 46027.4 3068.493
Jumlah Alat (Unit) 4 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 6 0.4
Total Biaya Penyusutan per
Produksi (Rp) 98630.137 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 42739.726 141369.9 9424.658






Lampiran 6. Biaya Tetap (Biaya Penyusutan Timbangan 300kg) pada Agroindustri Chip di Kabupaten Trenggalek 2010
Keterangan
Agroindustri Pengrajin Chip Ubi kayu ke
Jumlah Rata-Rata 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Harga Beli (Rp) 1700000 1700000 0 0 1700000
170000
0 0 1700000 0 0 1700000 1700000 1700000 0 0 13600000 906666.667
Harga sisa (Rp) 500000 500000 0 0 500000 500000 0 500000 0 0 500000 500000 500000 0 0 4000000 266666.667
Umur Ekonomis
Alat (tahun) 15 15 0 0 15 15 0 15 0 0 15 15 15 0 0 120 8
Biaya Penyusutan
per Tahun (Rp) 80000 80000 0 0 80000 80000 0 80000 0 0 80000 80000 80000 0 0 640000 42666.6667
Biaya Penyusutan
per produksi (Rp) 876.712 876.712 0 0 876.712 876.712 0 876.712 0 0 876.712 876.712 876.712 0 0 7013.6986 467.579909
Jumlah Alat (Unit) 1 1 0 0 1 1 0 1 0 0 1 1 1 0 0 8 0.53333333
Total Biaya
Penyusutan per
Produksi (Rp) 876.712 876.712 0 0 876.712 876.712 0 876.712 0 0 876.712 876.712 876.712 0 0 56109.589 249.375951







Lampiran 7. Biaya Tetap (Biaya Penyusutan Timbangan 150 kg) pada Agroindustri Chip di Kabupaten Trenggalek 2010
Keterangan
Agroindustri Pengrajin Chip Ubi kayu ke
Jumlah
Rata-
Rata 1 2 3 4 5 6 7 8 9
1
0
1
1
1
2
1
3 14
1
5
Harga Beli (Rp) 0 900000 900000 900000 0 0 0 0 900000 0 0 0 0 900000 0 4500000 300000
Harga sisa (Rp) 0 100000 100000 100000 0 0 0 0 100000 0 0 0 0 100000 0 500000 33333.33
Umur Ekonomis Alat (tahun) 0 15 15 15 0 0 0 0 15 0 0 0 0 15 0 75 5
Biaya Penyusutan per Tahun (Rp) 0
53333.
3
53333.
3
53333.
3 0 0 0 0
53333.
3 0 0 0 0
53333.
3 0
266666.
7 17777.78
Biaya Penyusutan per produksi (Rp) 0
584.47
5
584.47
5
584.47
5 0 0 0 0
584.47
5 0 0 0 0
584.47
5 0
2922.37
4 194.825
Jumlah Alat (Unit) 0 1 2 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 6 0.4
Total Biaya Penyusutan per Produksi
(Rp) 0
584.47
5
1168.9
5
584.47
5 0 0 0 0
584.47
5 0 0 0 0
584.47
5 0
3506.84
9 233.79






Lampiran 8. Biaya Tetap (Biaya Penyusutan Timbangan Gantung) pada Agroindustri Chip di Kabupaten Trenggalek 2010
Keterangan
Agroindustri Pengrajin Chip Ubi kayu ke
Jumlah Rata-Rata 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Harga Beli (Rp) 0 0 0 0 0 0 250000 0 0 250000 0 0 0 0 250000 750000 50000
Harga sisa (Rp) 0 0 0 0 0 0 50000 0 0 50000 0 0 0 0 50000 150000 10000
Umur Ekonomis Alat (tahun) 0 0 0 0 0 0 10 0 0 10 0 0 0 0 10 30 2
Biaya Penyusutan per Tahun (Rp) 0 0 0 0 0 0 20000 0 0 20000 0 0 0 0 20000 60000 4000
Biaya Penyusutan per produksi (Rp) 0 0 0 0 0 0 219.178 0 0 219.178 0 0 0 0 219.178 657.534 43.83562
Jumlah Alat (Unit) 0 0 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 1 3 0.2
Total Biaya Penyusutan per Produksi (Rp) 0 0 0 0 0 0 219.178 0 0 219.178 0 0 0 0 219.178 657.534 43.83562







Lampiran 9. Biaya Tetap (Biaya Penyusutan Terpal) Pada Agroindustri Chip di Kabupaten Trenggalek 2010
Keterangan

Agroindustri Pengrajin Chip Ubi kayu ke
Jumlah

Rata-
Rata 1 2 3 4 5 6 7 8 9
1
0 11 12 13 14 15
Harga Beli (Rp per meter)
4200 4200 4200 4200 0 4200 4200 4200 0 0 4200 4200 4200 4200 4200 50400 3360
Harga sisa (Rp)
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Umur Ekonomis Alat (tahun)
2 2 2 2 0 2 2 2 0 0 2 2 2 2 2 24 1.6
Biaya Penyusutan per Tahun
(Rp)
2100 2100 2100 2100 0 2100 2100 2100 0 0 2100 2100 2100 2100 2100 25200 1680
Biaya Penyusutan per
produksi (Rp) 23.014
23.01
4
23.0
14 23.014 0 23.014 23.014 23.014 0 0 23.014 23.014 23.014 23.014 23.014 276.16 18.41
luasan Alat (meter persegi)
140 200 252 60 0 4200 228 115 0 0 120 60 672 72 36 6155
410.33
3
Total Biaya Penyusutan per
Produksi (Rp)
3221.
918
4602.
74
5799
. 452
1380.
822 0
96657.
53
5247.
123
2646.
575 0 0
2761.
644
1380.
822
15465.
21
1656.
986
828.
4932 141649.3
9443.
288






Lampiran 10. Biaya Tetap (Biaya Penyusutan Plastik) pada Agroindustri Chip di Kabupaten Trenggalek 2010
Keterangan
Agroindustri Pengrajin Chip Ubi kayu ke
Jumlah Rata-Rata 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Harga Beli (Rp per meter) 0 0 0 0 400 0 0 400 400 400 0 400 400 0 0 2400 160
Harga sisa (Rp) 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Umur Ekonomis Alat (tahun) 0 0 0 0 1 0 0 1 1 1 0 1 1 0 0 6 0.4
Biaya Penyusutan per Tahun (Rp) 0 0 0 0 400 0 0 400 400 400 0 400 400 0 0 2400 160
Biaya Penyusutan per produksi (Rp) 0 0 0 0 4.383562 0 0 4.383562 4.383562 4.383562 0 4.383562 4.383562 0 0 26.30137 1.753425
luasan Alat (meter persegi) 0 0 0 0 100 0 0 100 200 100 0 300 400 0 0 1200 80
Total Biaya Penyusutan per Produksi
(Rp) 0 0 0 0 438.3562 0 0 438.3562 876.7123 438.3562 0 1315.068 1753.425 0 0 5260.274 350.6849






Lampiran 11. Biaya Tetap (Biaya Penyusutan Idik) pada Agroindustri Chip di Kabupaten Trenggalek 2010
Keterangan

Agroindustri Pengrajin Chip Ubi kayu ke Jumlah
Rata-
Rata
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Harga Beli (Rp) 15000
1000
0
1000
0
1000
0
1000
0 7000 8000 8000 8000 8000 8000 8000 8000 8000 8000 134000
8933.3
33
Harga sisa (Rp) 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Umur Ekonomis
Alat (tahun) 5 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 47
3.1333
33
Biaya Penyusutan
per Tahun (Rp) 3000
3333.
33
3333.
33
3333.
33
3333.
33
2333.
33
2666.
67
2666.
67
2666.
67
2666.
67
2666.
667
2666.
67
2666.
667
2666.
667
2666.
67
42666.
67
2844.4
44
Biaya Penyusutan
per produksi (Rp)
32.876
7
36.52
97
36.52
97
36.52
97
36.52
97
25.57
08
29.22
37
29.22
37
29.22
37
29.22
37
29.22
374
29.22
37
29.22
374
29.22
374
29.22
37
467.57
99
31.171
99
Jumlah Alat (unit) 1000 700 600 250 600 250 300 200 300 150 450 250 1500 600 300 7450
496.66
67
Total Biaya
Penyusutan per
Produksi (Rp)
32876.
7
2557
0.8
2191
7.8
9132.
42
2191
7.8
6392.
69
8767.
12
5844.
75
8767.
12
4383.
56
13150
.68
7305.
94
43835
.62
17534
.25
8767.
12
236164
.4
15744.
29






Lampiran 12. Biaya Tetap (Biaya Penyusutan Pisau) pada Agroindustri Chip di Kabupaten Trenggalek 2010
Keterangan
Agroindustri Pengrajin Chip Ubi kayu ke Jumlah Rata-Rata
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Harga Beli (Rp) 5000 2500 2500 2500 2500 2500 2500 2500 2500 2500 2500 2500 2500 2500 2500 40000 2666.667
Harga sisa (Rp) 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Umur Ekonomis
Alat (tahun) 5 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 47 3.133333
Biaya Penyusutan
per Tahun (Rp) 1000 833.33 833.33 833.33 833.33 833.33 833.33 833.33 833.33 833.33 833.33 833.33 833.33 833.33 833.333 12666.7 844.4444
Biaya Penyusutan
per produksi (Rp) 10.959 9.132 9.132 9.132 9.132 9.132 9.1324 9.132 9.132 9.132 9.132 9.132 9.132 9.132 9.132 138.813 9.254186
Jumlah Alat (unit) 5 13 3 5 8 5 8 3 1 1 10 6 10 3 4 85 5.666667
Total Biaya
Penyusutan per
Produksi (Rp) 54.795 118.72 27.397 45.662 73.059 45.662 73.059 27.397 9.1324 9.1324 91.324 54.795 91.324 27.397 36.5297 785.388 52.35921






Lampiran 13. Biaya Tetap (Biaya Penyusutan Selang) pada Agroindustri Chip di Kabupaten Trenggalek 2010
Keterangan

Agroindustri Pengrajin Chip Ubi kayu ke
Jumlah
Rata-
Rata 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Harga Beli (Rp
per meter) 6500 6500 6500 6500 6500 6500 6500 6500 6500 6500 6500 6500 6500 6500 6500 97500 6500
Harga sisa (Rp) 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Umur Ekonomis
Alat (tahun) 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 45 3
Biaya
Penyusutan per
Tahun (Rp)
2166.
667
2166.
667
2166.
667
2166.
667
2166.
667
2166.
667
2166.
667
2166.
667
2166.
667
2166.
667
2166.
667
2166.
667
2166.
667
2166.
667
2166.
667 32500 2166.667
Biaya
Penyusutan per
produksi (Rp)
23.74
429
23.74
429
23.74
429
23.74
429
23.74
429
23.74
429
23.74
429
23.74
429
23.74
429
23.74
429
23.74
429
23.74
429
23.74
429
23.74
429
23.74
429 356.1644 23.74429
Panjang (meter) 50 15 5 5 5 3 10 5 700 700 5 3 8 500 40 2054 136.9333
Total Biaya
Penyusutan per
Produksi (Rp)
1187.
215
356.
1644
118.
7215
118.
7215
118.
7215
71.
23288
237.
4429
118.
7215 16621 16621
118.
7215
71.
23288
189.
9543
11872
.15
949.
7717 48770.78 3251.385






Lampiran 14. Biaya Tetap (Biaya Penyusutan Gerobak) pada Agroindustri Chip di Kabupaten Trenggalek 2010
Keterangan
Agroindustri Pengrajin Chip Ubi kayu ke
Jumlah Rata-Rata 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Harga Beli (Rp) 1000000 1000000 1000000 0 1000000 0 0 1000000 0 0 0 1000000 0 0 0 6000000 400000
Harga sisa (Rp) 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Umur Ekonomis Alat
(tahun) 10 10 10 0 10 0 0 10 0 0 0 10 0 0 0 60 4
Biaya Penyusutan per
Tahun (Rp) 100000 100000 100000 0 100000 0 0 100000 0 0 0 100000 0 0 0 600000 40000
Biaya Penyusutan per
produksi (Rp) 1095.89 1095.89 1095.89 0 1095.89 0 0 1095.89 0 0 0 1095.89 0 0 0 6575.342 438.3562
Jumlah (unit) 1 1 1 0 1 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 6 0.4
Total Biaya Penyusutan per
Produksi (Rp) 1095.89 1095.89 1095.89 0 1095.89 0 0 1095.89 0 0 0 1095.89 0 0 0 6575.342 438.3562






Lampiran 15. Biaya Tetap (Biaya Penyusutan Angkong) pada Agroindustri Chip di Kabupaten Trenggalek 2010
Keterangan
Agroindustri Pengrajin Chip Ubi kayu ke
Jumlah Rata-Rata 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Harga Beli (Rp) 350000 350000 350000 0 0 350000 350000 350000 0 0 0 0 0 0 0 2100000 140000
Harga sisa (Rp) 25000 25000 25000 0 0 25000 25000 25000 0 0 0 0 0 0 0 150000 10000
Umur Ekonomis Alat (tahun) 8 8 8 0 0 8 8 8 0 0 0 0 0 0 0 48 3.2
Biaya Penyusutan per Tahun (Rp) 40625 40625 40625 0 0 40625 40625 40625 0 0 0 0 0 0 0 243750 16250
Biaya Penyusutan per produksi (Rp) 445.205 445.205 445.205 0 0 445.205 445.205 445.205 0 0 0 0 0 0 0 2671.233 178.082
Jumlah (unit) 1 1 2 0 0 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 7 0.46667
Total Biaya Penyusutan per Produksi (Rp) 445.205 445.205 890.411 0 0 445.205 445.205 445.205 0 0 0 0 0 0 0 3116.438 207.763






Lampiran 16. Biaya Tetap (Biaya Penyusutan Bak Perendaman) pada Agroindustri Chip di Kabupaten Trenggalek 2010
Keterangan
Agroindustri Pengrajin Chip Ubi kayu ke
Jumlah
Rata-
Rata 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Harga Pembuatan (Rp per
bak rendam)
33333
3.33
55000
0
80000
0
75000
0
12000
00
80000
0
55000
0
60000
0
83333
3.33
33333
3.33
56666
6.67
10000
00
10000
00
10000
00
10000
00
1131666
6.67
75444
4.4
Harga sisa (Rp) 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Umur Ekonomis Alat
(tahun) 30 20 30 30 30 30 25 30 30 30 30 30 30 30 30 435 29
Biaya Penyusutan per
Tahun (Rp)
11111.
111 27500
26666
.67 25000 40000
26666
.67 22000 20000
27777.
778
11111.
111
18888.
889
33333
.33
33333
.33
33333
.33
33333
.33
390055.
5556
26003
.7
Biaya Penyusutan per
produksi (Rp)
121.76
56
301.3
699
292.2
374
273.9
726
438.3
562
292.2
374
241.0
959
219.1
781
304.41
4
121.76
56
207.00
152
365.2
968
365.2
968
365.2
968
365.2
968
4274.58
1431
284.9
721
Jumlah (unit) 3 7 4 4 4 4 3 5 3 3 3 3 4 3 3 56
3.733
333
Total Biaya Penyusutan per
Produksi (Rp)
365.29
68
2109.
589
1168.
95
1095.
89
1753.
425
1168.
95
723.2
877
1095.
89
913.24
201
365.29
68
621.00
457
1095.
89
1461.
187
1095.
89
1095.
89
16129.6
8037
1075.
312






Lampiran 17. Biaya Tetap (Biaya Penyusutan Keranjang) pada Agroindustri Chip di Kabupaten Trenggalek 2010
Keterangan
Agroindustri Pengrajin Chip Ubi kayu ke
Jumlah Rata-Rata 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Harga Beli (Rp) 50000 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 50000 3333.333
Harga sisa (Rp) 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Umur Ekonomis Alat (tahun) 4 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 4 0.266667
Biaya Penyusutan per Tahun (Rp) 12500 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 12500 833.3333
Biaya Penyusutan per produksi (Rp) 137.0614 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 137.0614 9.137427
Jumlah (unit) 21 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 21 1.4
Total Biaya Penyusutan per Produksi (Rp) 2878.289 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2878.289 191.886






Lampiran 18. Biaya Tetap (Biaya Penyusutan Pompa Air) pada Agroindustri Chip di Kabupaten Trenggalek 2010
Keterangan
Agroindustri Pengrajin Chip Ubi kayu ke
Jumlah
Rata-
Rata 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
1
4 15
Harga Beli (Rp) 2000000 400000 400000 600000 600000 0 0 400000 0 0 400000 400000 400000 0 400000 6000000 400000
Harga sisa (Rp) 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Umur Ekonomis Alat
(tahun) 5 5 5 5 5 0 0 5 0 0 5 5 5 0 5 50 3.3333
Biaya Penyusutan per
Tahun (Rp) 400000 80000 80000 120000 120000 0 0 80000 0 0 80000 80000 80000 0 80000 1200000 80000
Biaya Penyusutan per
produksi (Rp) 4383.56 876.712 876.712 1315.07 1315.07 0 0 876.712 0 0 876.712 876.712 876.712 0 876.712 13150.6 876.712
Jumlah (unit) 1 1 1 1 1 0 0 1 0 0 1 1 1 0 1 10 0.66667
Total Biaya
Penyusutan per
Produksi (Rp)
4383.56
2
876.712
3
876.712
3
1315.06
8
1315.06
8 0 0
876.712
3 0 0
876.712
3
876.712
3
876.712
3 0
876.712
3 13150.68 876.712






Lampiran 19. Biaya Tetap (Biaya Sewa/Pajak) pada Agroindustri Chip di Kabupaten Trenggalek 2010
Keterangan
Agroindustri Pengrajin Chip Ubi kayu ke
Jumlah
Rata-
Rata 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
luas (m persegi) 2500 5000 612.5 300 600 650 700 530 400 350 385 2500 5350 250 400
20527.
5 1368.5
Sewa lahan (Rp)
90000
0
17000
00
60000
0 0
90000
0 0
10000
00 0 0 0
12000
00 0
25000
00 0 0
880000
0
58666
6.7
Lahan Sendiri /Pajak (Rp) 0 0 0
1000
0 0 20000 0 16500 12000
1000
0 15000 20000 0
1000
0 10000 123500
8233.3
33
Biaya sewa/pajak per
Tahun (Rp)
90000
0
17000
00
60000
0
1000
0
90000
0 20000
10000
00 16500 12000
1000
0
12150
00 20000
25000
00
1000
0 10000
892350
0
59490
0
Biaya sewa/pajak per
produksi (Rp)
9863.
014
18630
.14
6575.
342
109.5
89
9863.
014
219.1
781
10958
.9
180.8
219
131.5
068
109.5
89
13315
.07
219.1
781
27397
.26
109.5
89
109.58
904
97791.
781
6519.4
52
Total biaya sewa/pajak
(Rp)
9863.
014
18630
.14
6575.
342
109.5
89
9863.
014
219.1
781
10958
.9
180.8
219
131.5
068
109.5
89
13315
.07
219.1
781
27397
.26
109.5
89
109.58
904
97791.
781
6519.4
52






Lampiran 20. Biaya Variabel Total pada Agroindustri Chip di Kabupaten Trenggalek 2010
No

Keterangan

Agroindustri Pengrajin Chip Ubi kayu ke
1 2 3 4 5 6 7 8 9
1 Biaya Bahan Baku (Ubi Kayu) 1625000 4225000 780000 1300000 2600000 1200000 900000 325000 110000
2 Bahan Penolong (Garam) 400 1000 200 300 600 300 260 80 32
3
Bahan Bakar Mesin Slicer
(Bensin) 2250 9000 1350 1800 3600 1800 1575 630 252
4 Biaya Transportasi 9375 18750 4500 8400 16800 24000 12000 11250 5600
5 Biaya listrik 6500 4000 2500 3000 3750 3000 0 1500 0
6 Upah Tenaga Kerja 172500 682500 186000 190000 380000 120000 142500 70000 27000
TVC 1816025 4940250 974550 1503500 3004750 1349100 1056335 408460 142884
Output berupa chip (Kg) 750 1500 360 560 1120 600 300 150 56
AVC 2421.37 3293.5 2707.08 2684.82 2682.81 2248.5 3521.12 2723.07 2551.5






Lampiran 20. (Lanjutan)
No Keterangan
Agroindustri Pengrajin Chip Ubi kayu ke
Jumlah
Rata-Rata 10 11 12 13 14 15
1 Biaya Bahan Baku (Ubi Kayu) 55000 1950000 1750000 2600000 780000 1200000 21400000 1426667
2 Bahan Penolong (Garam) 16 450 400 600 195 300 5133 342.2
3 Bahan Bakar Mesin Slicer (Bensin) 126 6750 2250 3600 1462.5 1800 38245.5 2549.7
4 Biaya Transportasi 2800 42000 37500 50000 27300 42000 318250 21216.67
5 Biaya listrik 0 3500 2000 3000 0 3000 35750 2383.333
6 Upah Tenaga Kerja 23500 225000 225000 220000 45500 114000 2823500 188233.3
TVC 81442 2227700 2017150 2877200 854458 1361100 24614904 1640994
Output berupa chip (Kg) 28 840 750 1000 364 560 8938 595.8667
AVC 2908.64 2652.02 2689.53 2877.2 2347.41 2430.54 40739.11 2715.94






Lampiran 21. Perincian Biaya Variabel pada Agroindustri Chip di Kabupaten Trenggalek 2010


Pengrajin
Chip ke
Ubi Kayu

Garam

Bahan Bakar
Mesin Slicer
Biaya Transportasi/
Angkut Biaya Listrik
per Produksi Chip

Jumlah (Kg)
Harga
(Rp/Kg)
Total

Jumlah
(Kg)
Harga
(Rp)
Total

Jumlah
(Liter)
Harga
(Rp/Liter)
Total

Jumlah
Angkut
(Kg)
Biaya
Angkut
per Kg
Total

1 2500 650 1625000 0.2 2000 400 0.5 4500 2250 750 12.5 9375 6500
2 6500 650 4225000 0.5 2000 1000 2 4500 9000 1690 12.5 21125 4000
3 1200 650 780000 0.1 2000 200 0.3 4500 1350 360 12.5 4500 2500
4 2000 650 1300000 0.15 2000 300 0.4 4500 1800 560 15 8400 3000
5 4000 650 2600000 0.3 2000 600 0.8 4500 3600 1120 15 16800 3750
6 2000 600 1200000 0.15 2000 300 0.4 4500 1800 600 40 24000 3000
7 1500 600 900000 0.13 2000 260 0.35 4500 1575 390 40 15600 0
8 500 650 325000 0.04 2000 80 0.14 4500 630 150 75 11250 1500
9 200 550 110000 0.016 2000 32 0.056 4500 252 56 100 5600 0
10 100 550 55000 0.008 2000 16 0.028 4500 126 28 100 2800 0
11 3000 650 1950000 0.225 2000 450 1.5 4500 6750 840 50 42000 3500
12 2500 700 1750000 0.2 2000 400 0.5 4500 2250 750 50 37500 2000
13 4000 650 2600000 0.3 2000 600 0.8 4500 3600 1000 50 50000 3000
14 1300 600 780000 0.0975 2000 195 0.325 4500 1462.5 364 75 27300 0
15 2000 600 1200000 0.15 2000 300 0.4 4500 1800 560 75 42000 3000




Lampiran 22. Perincian Biaya Variabel Tenaga Kerja dan HOK (hari orang kerja) Keseluruhan pada Agroindustri Chip
di Kabupaten Trenggalek 2010


HOK/Produksi Keseluruhan
Responden
Ke

tenaga
Kerja
(Orang)
Waktu/Produksi
HOK/Produksi

Upah/HOK

Upah Total
/Produksi

Jam
kerja/orang
Hari kerja
Aktif
1 9 27 3.375 14.125 12212.38938 172500
2 20 18.8 2.35 16.5625 41207.54717 682500
3 5 36 4.5 9.5 19578.94737 186000
4 7 17 2.125 5.75 33043.47826 190000
5 12 18 2.25 11.5 33043.47826 380000
6 8 16.667 2.083375 7.250125 16551.43877 120000
7 11 14.375 1.796875 6.5625 21714.28571 142500
8 7 14.417 1.802125 3.812625 18360.05377 70000
9 3 14.1 1.7625 3.275 8244.274809 27000
10 2 13.1 1.6375 1.6375 14351.14504 23500
11 13 16 2 8.625 26086.95652 225000
12 9 17 2.125 7.937625 28346.0103 225000
13 13 17.333 2.166625 9.999875 22000.275 220000
14 6 16.766 2.09575 6.28725 7236.868265 45500
15 6 18 2.25 5.75 19826.08696 114000
Jumlah 131 274.558 34.31975 118.575 321803.2356 2823500
Rata-Rata 8.733333333 18.30386667 2.287983333 7.905 21453.54904 188233.3333






Lampiran 23. Perincian Biaya Variabel Tenaga Kerja dan HOK (hari orang kerja) Penimbangan pada Agroindustri Chip

Responden
Ke

Penimbangan
tenaga
Kerja
(Orang)
Jam kerja aktif

Waktu/Produksi
Upah Penimbangan/
Produksi
Jam
kerja/orang
Hari kerja
aktif HOK/Produksi
1 0 8 0 0 0 0
2 2 8 0.5 0.0625 0.125 65000
3 0 8 0 0 0 0
4 0 8 0 0 0 0
5 0 8 0 0 0 0
6 0 8 0 0 0 0
7 0 8 0 0 0 0
8 2 8 0.5 0.0625 0.125 5000
9 0 8 0 0 0 0
10 0 8 0 0 0 0
11 0 8 0 0 0 0
12 0 8 0 0 0 0
13 0 8 0 0 0 0
14 0 8 0 0 0 0
15 0 8 0 0 0 0






Lampiran 24. Perincian Biaya Variabel Tenaga Kerja dan HOK (hari orang kerja) Pengupasan pada Agroindustri Chip
Responden
Ke


tenaga
Kerja
(Orang)

Pengupasan
Jam kerja
aktif

Waktu/Produksi
HOK/Produksi

Upah
Pengupasan/Produksi

Jam
kerja/orang
Hari kerja
Aktif
1 5 8 5 0.625 3.125 87500
2 13 8 5 0.625 8.125 227500
3 3 8 4 0.5 1.5 96000
4 5 8 4 0.5 2.5 50000
5 8 8 5 0.625 5 100000
6 5 8 4 0.5 2.5 70000
7 8 8 1.875 0.234375 1.875 67500
8 3 8 1.667 0.208375 0.625125 15000
9 1 8 2 0.25 0.25 7000
10 1 8 1 0.125 0.125 3500
11 10 8 3 0.375 3.75 150000
12 6 8 4.167 0.520875 3.12525 100000
13 10 8 4 0.5 5 140000
14 3 8 4.333 0.541625 1.624875 32500
15 4 8 5 0.625 2.5 90000






Lampiran 25. Perincian Biaya Variabel Tenaga Kerja dan HOK (hari orang kerja) Pengirisan, Fermentasi dan Penjemuran
pada Agroindustri Chip


Responden
Ke

Pengirisan + Fermentasi + Penjemuran
tenaga
Kerja
(Orang)
Jam kerja
aktif
Waktu/Produksi
HOK/Produksi

Upah /produksi

Jam
kerja/orang
Hari kerja
Aktif
1 4 8 22 2.75 11 85000
2 5 8 13.3 1.6625 8.3125 390000
3 2 8 32 4 8 90000
4 2 8 13 1.625 3.25 140000
5 4 8 13 1.625 6.5 280000
6 3 8 12.667 1.583375 4.750125 50000
7 3 8 12.5 1.5625 4.6875 75000
8 2 8 12.25 1.53125 3.0625 50000
9 2 8 12.1 1.5125 3.025 20000
10 1 8 12.1 1.5125 1.5125 20000
11 3 8 13 1.625 4.875 75000
12 3 8 12.833 1.604125 4.812375 125000
13 3 8 13.333 1.666625 4.999875 80000
14 3 8 12.433 1.554125 4.662375 13000
15 2 8 13 1.625 3.25 24000






Lampiran 26. Biaya Total pada Agroindustri Chip di Kabupaten Trenggalek 2010
Responden Ke

TFC (Rp)

TVC (Rp)

TC (Rp)

1 168591.0749 1816025 1984616.075
2 59979.45205 4940250 5000229.452
3 44899.90868 974550 1019449.909
4 19042.92237 1503500 1522542.922
5 42712.32877 3004750 3047462.329
6 111137.4429 1349100 1460237.443
7 31931.59817 1056335 1088266.598
8 18907.30594 408460 427367.3059
9 33163.47032 142884 176047.4703
10 27406.39269 81442 108848.3927
11 37072.14612 2227700 2264772.146
12 19552.51142 2017150 2036702.511
13 102467.9452 2877200 2979667.945
14 38141.00457 854457.5 892598.5046
15 63951.78082 1361100 1425051.781
Jumlah 818957.2849 24614903.5 25433860.78
Rata-rata 54597.15233 1640993.567 1695590.719





Lampiran 27. Perincian Biaya Input Lain pada Agroindustri Chip di Kabupaten Trenggalek 2010
N
o Keterangan
Agroindustri Pengrajin Chip Ubi kayu ke
Jumlah
Rata-
Rata 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
1
Bahan
Penolong
(Garam) 400 1000 200 300 600 300 260 80 32 16 450 400 600 195 300 5133 342.2
2

Bahan
Bakar Mesin
Slicer
(Bensin) 2250 9000 1350 1800 3600 1800 1575 630 252 126 6750 2250 3600 1462.5 1800 38245.5 2549.7
3
Biaya
Transportasi 9375 18750 4500 8400 16800 24000 12000 11250 5600 2800 42000 37500 50000 27300 42000 312275 20818.33
4 Biaya listrik 6500 4000 2500 3000 3750 3000 0 1500 0 0 3500 2000 3000 0 3000 35750 2383.333
Jumlah 18525 32750 8550 13500 24750 29100 13835 13460 5884 2942 52700 42150 57200 28957.5 47100 391403.5 26093.57
Output berupa
chip (Kg) 750 1500 360 560 1120 600 300 150 56 28 840 750 1000 364 560 8938 595.8667
Input lain/output 24.7 21.833 23.75 24.107 22.098 48.5 46.117 89.733 105.071 105.071 62.738 56.2 57.2 79.5536 84.107 850.78 56.7187






Lampiran 28. Perhitungan Analisis Nilai Tambah pada Agroindustri Chip di Kabupaten Trenggalek 2010
Keterangan
Responden Ke
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Output,Input, dan Harga
1 Output Chip (Kg/Proses Produksi) (1) 750 1500 360 560 1120 600 300 150 56
2 Input Ubi kayu (Kg/ProsesProduksi) (2) 2500 6500 1200 2000 4000 2000 1500 500 200
3 Tenaga Kerja(HOK) (3) 14.125 16.5625 9.5 5.75 11.5 7.250 6.5625 3.812 3.275
4 Faktor Konversi (4)= (1)/(2) 0.3 0.230769 0.3 0.28 0.28 0.3 0.2 0.3 0.28
5 Koefisien Tenaga Kerja (5)= (3)/(2) 0.00565 0.002548 0.007917 0.002875 0.002875 0.003625 0.004375 0.0076 0.016375
6 Harga Output Berupa Chip (Rp/Kg) (6) 3100 3100 3100 3100 3100 3100 3100 3100 3100
7 Upah Tenaga Kerja Langsung (Rp/HOK) (7) 12212.39 41207.55 19578.95 33043.48 33043.48 16551.44 21714.29 18360.05 8244.275
Penerimaan dan Keuntungan
8 Harga Bahan Baku (Rp/Kg) (8) 650 650 650 650 650 600 600 650 550
9 Sumbangan Input Lain (Rp/Kg) (9) 24.7 21.83333 23.75 24.10714 22.09821 48.5 46.11667 89.733 105.0714
10 Nilai Output Berupa Chip (Rp/Kg) (10) = (4) x (6) 930 715.3846 930 868 868 930 620 930 868
11 a. Nilai Tambah (Rp/Kg) (11a) = (10) - (9) - (8) 255.3 43.55128 256.25 193.8929 195.9018 281.5 -26.1167 190.267 212.9286
b. Rasio Nilai Tambah (%) (11b) = (11a)/(10) x 100% 27.451 6.087814 27.55376 22.33789 22.56933 30.268 -4.21237 20.458 24.53094
12 a. Pendapatan Tenaga Kerja Langsung (Rp/Kg) (12a) = (5) x (7) 69 105 155 95 95 60 95 140 135
b. Pangsa Tenaga Kerja (%) (12b) = (12a)/(11a) x 100%
27.027 241.0951 60.4878 48.99613 48.49369 21.314 -363.752 73.58 63.40154
13 a. Keuntungan (Rp/Kg) (13a) = (11a) - (12a) 186.3 -61.4487 101.25 98.89286 100.9018 221.5 -121.117 50.267 77.92857
b. Tingkat Keuntungan (%) (13b) = (13a)/(11a) x 100%
72.972 -141.095 39.5122 51.00387 51.50631 78.685 463.7524 26.419 36.59846






Lampiran 28. (Lanjutan)
Keterangan

Pengrajin chip ke
10 11 12 13 14 15 Jumlah Rata-rata
Output,Input, dan Harga
1 Output Chip (Kg/Proses Produksi) (1) 28 840 750 1000 364 560 8938 595.8667
2 Input Ubi kayu (Kg/ProsesProduksi) (2) 100 3000 2500 4000 1300 2000 33300 2220
3 Tenaga Kerja(HOK) (3) 1.6375 8.625 7.937625 9.999875 6.28725 5.75 118.575 7.905
4 Faktor Konversi (4) = (1)/(2) 0.28 0.28 0.3 0.25 0.28 0.28 4.140769 0.276051
5 Koefisien Tenaga Kerja (5) = (3)/(2) 0.016375 0.002875 0.003175 0.0025 0.004836 0.002875 0.086501 0.005767
6 Harga Output Berupa Chip (Rp/Kg) (6) 3100 3100 3100 3100 3100 3100 46500 3100
7 Upah Tenaga Kerja Langsung (Rp/HOK) (7) 14351.15 26086.96 28346.01 22000.28 7236.868 19826.09 321803.2 21453.55
Penerimaan dan Keuntungan
8 Harga Bahan Baku (Rp/Kg) (8) 550 650 700 650 600 600 9400 626.6667
9 Sumbangan Input Lain (Rp/Kg) (9) 105.0714 62.7381 56.2 57.2 79.55357 84.10714 850.7804 56.71869
10 Nilai Output Berupa Chip (Rp/Kg) (10) = (4) x (6) 868 868 930 775 868 868 12836.38 855.759
11 a. Nilai Tambah (Rp/Kg) (11a) = (10) - (9) - (8) 212.9286 155.2619 173.8 67.8 188.4464 183.8929 2585.604 172.3736
b. Rasio Nilai Tambah (%) (11b) = (11a)/(10) x 100%
24.53094 17.88732 18.68817 8.748387 21.71042 21.18581 289.7976 19.31984
12 a. Pendapatan Tenaga Kerja Langsung (Rp/Kg) (12a) = (5) x (7) 235 75 90 55 35 57 1496 99.73333
b. Pangsa Tenaga Kerja (%) (12b) = (12a)/(11a) x 100%
110.3656 48.30547 51.78366 81.12094 18.57292 30.99631 561.7892 37.45261
13 a. Keuntungan (Rp/Kg) (13a) = (11a) - (12a) -22.0714 80.2619 83.8 12.8 153.4464 126.8929 1089.604 72.64028
b. TingkatKeuntungan (%) (13b) = (13a)/(11a) x 100%
-10.3656 51.69453 48.21634 18.87906 81.42708 69.00369 938.2108 62.54739






Lampiran 29. Penerimaan dan Keuntungan pada Agroindustri Chip di Kabupaten Trenggalek 2010
Responden
ke
Penerimaan Keuntungan
Q(Kg) P (Rp) TR (RP) TFC (Rp) TVC (Rp) TC (Rp) (Rp)
1 750 3100 2325000 168591.1 1816025 1984616.075 340383.9251
2 1500 3100 4650000 59979.45 4940250 5000229.452 -350229.4521
3 360 3100 1116000 44899.91 974550 1019449.909 96550.09132
4 560 3100 1736000 19042.92 1503500 1522542.922 213457.0776
5 1120 3100 3472000 42712.33 3004750 3047462.329 424537.6712
6 600 3100 1860000 111137.4 1349100 1460237.443 399762.5571
7 300 3100 930000 31931.6 1056335 1088266.598 -158266.5982
8 150 3100 465000 18907.31 408460 427367.3059 37632.69406
9 56 3100 173600 33163.47 142884 176047.4703 -2447.47032
10 28 3100 86800 27406.39 81442 108848.3927 -22048.39269
11 840 3100 2604000 37072.15 2227700 2264772.146 339227.8539
12 750 3100 2325000 19552.51 2017150 2036702.511 288297.4886
13 1000 3100 3100000 102467.9 2877200 2979667.945 120332.0548
14 364 3100 1128400 38141 854457.5 892598.5046 235801.4954
15 560 3100 1736000 63951.78 1361100 1425051.781 310948.2192
Jumlah 8938 46500 27707800 818957.3 24614904 25433860.78 2273939.215
Rata-rata 595.86667 3100 1847186.67 54597.15 1640993.6 1695590.719 151595.9477






Lampiran 30. R/C Ratio pada Agroindustri Chip di Kabupaten Trenggalek 2010
Responden Ke TR (RP) TC (Rp) RC/Ratio
1 2325000 1984616.075 1.17151122
2 4650000 5000229.452 0.92995732
3 1116000 1019449.909 1.09470803
4 1736000 1522542.922 1.14019774
5 3472000 3047462.329 1.13930859
6 1860000 1460237.443 1.27376545
7 930000 1088266.598 0.85457001
8 465000 427367.3059 1.08805703
9 173600 176047.4703 0.98609767
10 86800 108848.3927 0.79743943
11 2604000 2264772.146 1.14978454
12 2325000 2036702.511 1.1415511
13 3100000 2979667.945 1.04038438
14 1128400 892598.5046 1.2641742
15 1736000 1425051.781 1.21820135
Jumlah 27707800 25433860.78 16.28971
Rata-rata 1847186.67 1695590.719 1.0894061




Lampiran 31. Perhitungan BEP
Diketahui :
TFC = 54.597,152
TVC = 1.640.993,567
P = 3.100
Q = 595,866667
Ditanya : BEP (Kg)
Jawab :
BEP (Kg) =



= 157,78

Pada perhitungan BEP hanya dilakukan perhitungan BEP unit hal ini
dengan maksud bahwa pada agroindustri Chip tidak dapat bertindak sebagai
pencipta harga melainkan sebagai penerima harga sehingga tujuan untuk
mencapai titik impas hanya dilakukan dengan perhitungan BEP unit. Titik impas
pada agroindustri chip ubi kayu akan terjadi apabila agroindustri chip ubi kayu
melakukan produksi sebanyak 157,78 kilogram chip ubi kayu kering.




Lampiran 32. Gambar Proses Pengolahan Chip Ubi kayu





Bahan Baku (Singkong) Pengupasan





Pencucian Fermentasi





Penggaraman Pengeringan Pada Idek (Sinar Matahari)





Lampiran 33. Peta Kabupaten Trenggalek

Anda mungkin juga menyukai