Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI

REFLEKS








Disusun oleh :
KELOMPOK 1
1. AYU FITRYANITA (G1F009003)
2. TRI AYU APRIYANI (G1F009004)
3. MITHA MAULIDYA (G1F009008)
4. RIKA TRIYANA PURI (G1F009009)
5. YOHAN BUDHI ALIM (G1F009018)
6. ESTER CHRISTIANAWATI (G1F009019)
7. IKE AMELIA (G1F009021)
8. AYU MAYANGSARI (G1F009022)
9. AGUNG MUHARAM (G1F009028)
10. GALIH PRIANDANI (G1F009029)
11. RETNA PANCAWATI (G1F009034)
12. RUPA LESTY (G1F009059)

NAMA ASISTEN : I GEDE K. A. S. N. (G1H007060)

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN FARMASI
PURWOKERTO
2010

I. JUDUL PRAKTIKUM
Pemeriksaan Refleks Fisiologis dan Refleks Patologis

II. WAKTU PELAKSANAAN PRAKTIKUM
Jumat, 19 Maret 2010

III. TUJUAN
1. Mengetahui definisi pemeriksaan refleks fisiologis
2. Indikasi pemeriksaan refleks fisiologis
3. Melakukan prosedur pemeriksaan refleks fiologis dengan baik dan benar
4. Menjelaskan parameter normal hasil pemeriksaan refleks fisiologis
5. Melakukan interpretasi hasil pemeriksaan refleks fisiologis
6. Mampu melakukan pemeriksaan refleks patologis

IV. DASAR TEORI
Tubuh kita menerima informasi lingkungan (eksternal dan internal) melalui
reseptor sensorik yang sensitif terhadap rangsang mekanik, termal, listrik, dan kimia.
Respon tubuh terhadap rangsang tidak selalu membutuhkan intervensi yang disadari.
Respon motorik spesifik yang merupakan jawaban atas rangsangan adekuat pada
reseptor saraf yang tidak disadari, yang relatif sederhana, tanpa proses pembelajaran
disebut refleks.
Gerak pada umumnya terjadi secara sadar, namun, ada pula gerak yang terjadi
tanpa disadari yaitu gerak refleks. Impuls pada gerakan sadar melalui jalan panjang,
yaitu dari reseptor, ke saraf sensori, dibawa ke otak untuk selanjutnya diolah oleh otak.
Kemudian hasil olahan otak yang berupa tanggapan atau respon dibawa oleh saraf
motor sebagai perintah yang harus dilaksanakan oleh efektor.
Gerak refleks berjalan sangat cepat dan tanggapan terjadi secara otomatis
terhadap rangsangan, tanpa memerlukan kontrol dari otak. Jadi, dapat dikatakan
gerakan terjadi tanpa dipengaruhi kehendak atau tanpa disadari terlebih dahulu. Contoh
gerak refleks, misalnya berkedip, bersin atau batuk. Gerak refleks ini merupakan gerak
yang dihasilkan oleh jalur saraf yang paling sederhana. Jalur saraf ini dibentuk oleh
sekuen dari neuron sensorik, interneuron, dan neuron motorik, yang mengalirkan
impuls saraf untuk tipe refleks tertentu. Gerak refleks yang paling sederhana hanya
memerlukan dua tipe sel saraf, yaitu neuron sensorik dan neuron motorik. Gerak refleks
bekerja bukanlah dibawah kesadaran dan kemauan. Refleks ada yang tidak direlay
sampai ke otak tetapi hanya sampai pada medulla spinalis yang disebut dengan refleks
spinal.
Pembagian refleks berdasar distribusi organ efektor di tubuh, yaitu:
1. Refleks somatik otot skeletal, meliputi: refleks kornea, refleks faringeal, refleks
patella, dan refleks tendo akhiles)
2. Refleks viseral (otonom), meliputi : otot polos, otot jantung, organ viseral, dan
kelenjar.
Pembagian refleks berdasarkan jumlah sinap atau neuron:
1. Monosinaptik
2. Polisinaptik
Unit dasar setiap kegiatan refleks terpadu adalah lengkung refleks. Lengkung
refleks ini terdiri dari alat indera, serat saraf aferen, satu atau lebih sinaps yang terdapat
di susunan saraf pusat atau di ganglion simpatis, serat saraf eferen dan efektor. Pada
mamalia, hubungan (sinaps) antara neuron somatik aferen dan eferen biasanya terdapat
di otak atau medulla spinalis. Serat neuron aferen masuk susunan saraf pusat melalui
radiks dorsalis medulla spinalis atau melalui nervus kranialis. Sedangkan badan selnya
akan terdapat di ganglion-ganglion homolog nervi kranialis atau melalui nervus cranial
yang sesuai. Kenyataan radiks dorsalis medulla spinalis bersifat sensorik dan radiks
ventralis bersifat motorik dikenal sebagai hokum Bell-Magendie.
Komponen lengkung refleks adalah:
1. Reseptor : Bereaksi terhadap rangsangan dan mengubah menjadi impuls
listrik.
2. Saraf aferen : Meneruskan informasi yang dibawa reseptor ke pusat
pengolahan.
3. Pusat : Menerima impuls sensorik dan mengubahnya menjadi impuls
motorik.
4. Saraf eferen : Meneruskan informasi yang keluar dari pusat pengolahan ke
organ efektor.
5. Organ efektor : Berupa otot atau kelenjar yang memberikan respon terhadap
rangsang. Syarat untuk melakukan refleks, otot-otot harus dalam
keadaan lemas (relaksasi).


Lengkung Refleks
Paling sederhana adalah lengkung refleks yang mempunyai satu sinaps antara
neuron aferen dan eferen. Lengkung refleks semacam itu dinamakan monosinaptik
sedangkan refleks yang terjadi disebut refleks monosinaptik. Lengkung refleks yang
mempunyai lebih dari satu interneuron antara neuron afern dan eferen dinamakan
polisanptik, dan jumlah sinapsnya antara 2 sampai beberapa ratus. Pada kedua jenis
lengkung refleks, terutama pada lengkung refleks polisinaptik. Kegiatan refleksnya
dapat dimodifikasi oleh adanya fasilitas spasial dan temporal, oklusi, efek penggiatan
bawah ambang (subliminal fringe) dan oleh berbagai efek lain.

V. ALAT DAN BAHAN
Palu refleks yang terbuat dari karet

VI. CARA KERJA
A. Pemeriksaan Refleks Fisiologis
1. Refleks Fisiologis Ekstrimitas Atas
a. Refleks Biseps
Pasien duduk santai.
Lengan rileks, posisi antara fleksi dan ekstensi dan sedikit pronasi,
lengan diletakkan diatas lengan pemeriksa.
Ibu jari pemeriksa diletakkan diatas tendo bisep, lalu pukullah ibu jari
tadi dengan palu refleks.
b. Refleks trisep
Pasien duduk santai.
Lengan pasien diletakkan diatas lengan pemeriksa.
Pukullah tendo trisep melalui fosa olekrani.
c. Refleks Brachioradialis
Posisi pasien sama dengan pemeriksaan refleks bisep
Pukulah tendo brachioradialis pada radius distal dengan palu refleks
d. Refleks Periosteum Radialis
Lengan bawah sedikit difleksikan pada sendi siku dan tangan sedikit
di pronasikan
Ketuk periosteum ujung distal os. radialis
e. Refleks Periosteum Ulnaris
Lengan bawah sedikit di fleksikan pada siku, sikap tangan antara
supinasi dan p;ronasi
Ketukkan pada periosteum os. Ulnaris

2. Refleks Fisiologis Ekstrimintas Bawah
a. Refleks Patela
Pasien duduk santai dengan tungkai menjuntai
Raba daerah kanan kiri tendo untuk menentukan daerah yang tepat
Tangan pemeriksa memegang paha pasien
Ketuk patela dengan palu refleks menggunakan tangan yang lain
b. Refleks Kremaster
Ujung tumpul palu refleks digoreskan pada paha bagian medial
c. Refleks Plantar
Telapak kaki pasien digores dengan ujung tumpul palu refleks
d. Refleks Gluteal
Bokong pasien digores dengan ujung tumpul palu refleks
Refleks anal eksterna

B. Pemeriksaan Refleks Patologis
1. Refleks Patologis Eksrimitas Atas
a. Refleks Hoffman Tromer
Tangan ditumpu oleh tangan pemeriksa
Kemudian ujung jari tangan pemeriksa yang lain disentilkan ke ujung
jari tengah tangan penderita
b. Grasping Refleks
Gores palmar penderita dengan telunjuk jari pemeriksa di antara ibu
jari dan telunjuk penderita
c. Refleks Palmomental
Menggaruk telapak telapak tangan pasien
d. Refleks Snouting/Menyusu
Ketukan hammer pada tendo insertion m.orbicularos oris, akan timbul
refleks menyusu
e. Mayer Refleks
Fleksikan jari manis di sendi metacarpopalangeal

2. Refleks Patologis Ekstrimitas Bawah
a. Refleks Babinsky
Gores telapak kaki dari arah tumit ke arah jari melalui sisi lateral
b. Refleks Oppenhein
Gores sepanjang tepi depan tulang tibia dari atas ke bawah dengan
kedua jari telunjuk dan tengah
c. Refleks Gordon
Melakukan goresan atau memencet otot gastronemius
d. Refleks Schaefer
Lakukan pemencetan pada tendo achiles
e. Refleks Chaddock
Lakukan goresan sepanjang tepin lateral punggung kaki di luar
telapak kaki dari tumit ke depan
f. Refleks Rossolimo
Pukulkan hammer refleks pada dorsal kaki pada tulang cuboit

VII. HASIL PRAKTIKUM
A. Pemeriksaan Refleks Fisiologis
1. Refleks Fisiologis Ekstrimitas Atas
a. Refleks bisep
Respon : Fleksi ringan di siku
b. Refleks Trisep
Respon : Ekstensi lengan bawah di siku
c. Refleks Brachioradialis
Respon : Muncul gerakan menyentak pada lengan
d. Refleks Periosteum Radialis
Respon : Fleksi lengan bawah dan supinasi lengan
e. Refleks periosteum ulnaris
Respon : Pronasi tangan

2. Refleks Fisiologis Ekstrimitas Bawah
a. Refleks Patella
Respon : Penguji merasakan kontraksi otot kuadrisep, ekstensi tungkai
bawah
b. Refleks Plantar
Respon : Plantar fleksi kaki dan fleksi semua jari kaki.

B. Pemeriksaan Refleks Patologis
1. Refleks Patologis Ekstrimitas Atas
a. Refleks Hoffman Tromer
Respon : Fleksi jari-jari lain dan aduksi dari ibu jari
b. Grasping Refleks
Respon : Tidak ada respon
c. Refleks Palmomental
Respon : Tidak ada kontraksi pada musculus mentali ipsilateral
d. Refleks Menyusu/snouting
Respon : Tidak ada respon
e. Mayer Refleks
Respon : Aduksi dan aposisi dari ibu jari

2. Refleks Patologis Ekstrimitas bawah
a. Refleks Babinski
Normal : fleksi jari-jari kaki
Patologis : plantar dan jari-jari mengalami hiperekstensi
b. Refleks Oppenheim
Normal : tidak ada respon
Patologis : refleks sama seperti babinsky
c. Refleks Gordon
Normal : tidak ada respon
Patologis : refleks sama seperti babinsky
d. Refleks Schaefer
Normal : tidak ada respon
Patologis : refleks seperti babinsky

e. Refleks Chaddock
Normal : fleksi jari-jari kaki
Patologis : ibu jari mengalami hiperekstensi, jari-jari kaki melebar
f. Refleks Rossolimo
Normal : tidak ada respon
Respon : fleksi jari-jari kaki di sendi-sendi interphalangeal

VIII. PEMBAHASAN
A. Mekanisme Gerak Reflek
Gerak refleks adalah gerak yang dihasilkan oleh jalur saraf yang paling
sederhana. Jalur saraf ini dibentuk oleh sekuen neuron sensor, interneuron dan
neuron motor yang mengalirkan impuls saraf untuk tipe refleks tertentu. Gerak
refleks yang paling sederhana hanya memerlukan dua tipe sel saraf, yaitu neuron
sensor dan neuron motor.
Gerak refleks disebabkan oleh rangsangan tertentu yang biasanya
mengejutkan dan menyakitkan. Misalnya, bila kaki menginjak paku, secara
otomatis kita akan menarik kaki dan akan berteriak. Refleks juga terjadi ketika kita
membaui makanan enak dengan keluarnya air liur tanpa disadari.
Mekanisme gerak refleks merupakan suatu gerakan yang terjadi secara tiba-
tiba di luar kesadaran kita. Refleks fleksor, yaitu penarikan kembali tangan secara
refleks dari rangsangan yang berbahaya, merupakan suatu reaksi perlindungan.
Refleks ekstensor (polisinaps) adalah rangsangan dari reseptor perifer yang dimulai
dari refleks pada anggota badan . Gerak refleks merupakan bagian dari mekanisme
pertahanan badan dan terjadi jauh lebih cepat dari gerak sadar. Misalnya, menutup
mata pada saat terkena debu.
Untuk terjadinya gerak refleks maka dibutuhkan struktur sebagai berikut :
1. Organ sensorik, yaitu yang menerima impuls, misalnya kulit.
2. Serabut saraf sensorik, yaitu yang menghantarkan impuls tersebut menuju sel
sel ganglion, radiks posterior dan serabutnya. Sel sel akan meneruskan impuls-
impuls menuju substansi pada kornu posterior medulla spinalis.
3. Sumsum tulang belakang menghubungkan antara impuls menuju komu
anterior medulla spinalis.
4. Sel saraf motorik menerima impuls dan menghantar impuls-impuls ini melalui
serabut motorik.
5. Organ motorik melaksanakan gerakan karena dirangsang oleh impuls saraf
motorik.
Kegiatan sistem saraf pusat ditampilkan dalam bentuk kegiatan refleks.
Dengan kegiatan refleks dimungkinkan terjadinya hubungan kerja yang baik dan
tepat antara berbagai organ yang terdapat dalam tubuh manusia dan hubungan
dengan keadaan sekelilingnya. Refleks adalah respons yang tidak berubah terhadap
perangsangan yang terjadi di luar kehendak. Rangsangan ini merupakan reaksi
organisme terhadap perubahan lingkungan baik di dalam maupun di luar organisme
yang melibatkan sistem saraf pusat dalam memberikan jembatan (respons)
terhadap rangsangan. Refeks dapat berupa peningkatan maupun penurunan
kegiatan, misalnya kotraksi otot, kontraksi atau dilatasi pembuluh darah. Dengan
adanya kegiatan refleks, tubuh mampu mengadakan reaksi yang cepat terhadap
berbagai perubahan diluar maupun di dalam tubuh disertai adaptasi perubahan
tersebut. Dengan denikian seberapa besar peran sistem saraf pusat dapat mengatur
kehidupan organisme.

B. Lengkung Refleks
Proses yang terjadi pada refleks melalui jalan tertentu disebut lengkung
refleks. Komponen-komponen yang dilalaui refleks:
1. Reseptor rangsangan sensoris yang peka terhadap suatu rangsangan, misalnya
kulit.
2. Neuron aferen (sensoris) yang dapat menghantarkan impuls menuju ke
sususnan saraf menuju pusat (medulla spinalis sampai batang otak).
3. Pusat saraf (pusat sinaps) tempat integrasi masuknya sensoris dan dianalisis
kembai ke neuron eferen.
4. Neuron eferen (motorik) menghantarkan impuls ke perifer.
5. Alat efektor merupakan tempat terjadinya reaksi yang diwakili oleh oleh suatu
serat otot atau kelenjar.
Reseptor adalah suatu struktur kusus yang peka terhadap suatu bentuk energi
tertentu dan dapat mengubah bentuk energi menjadi aksi-aksi potensial listrik atau
impuls-impuls saraf. Efektor percabangan akhir serat-serat eferen (motorik) di
dalam otot serat lintang, otot polos dan kelenjar (alat efektor). Refleks dapat
dikelompokkan dalam berbagai tujuan berdasarkan :

1. Letak reseptor yang menerima rangsangan :
a. Refleks ekstroseptif, timbul karena rangsangan pada reseptor permukaan
tubuh.
b. Refleks interoreseptif (viseroreseptif), timbul karena rangsangan pada alat
alat dalam atau pembuluh darah misalnya dinding kandung kemih dan
lambung.
c. Refleks proreseptif, timbul karena rangsangan pada reseptor otot rangka,
tendon dan sendi untuk keseimbangan sikap.
2. Bagian saraf pusat yang terlibat :
a. Refleks spinal, melibatkan neuron di medulla spinalis
b. Refleks bulbar, melibatkan neuron di medulla oblongata
c. Refleks kortikal, melibatkan neuron korteks serebri. Sering terjadi refleks
yang melibatkan berbagai bagian pada saraf pusat. Dengan demikian
pembagian diatas tidak dapat digunakan.
3. Jenis atau ciri jawaban :
a. Refleks motorik, efektornya berupa otot dengan jawaban berupa relaksasi
atau kontraksi otot.
b. Refleks sekretorik, efektornya berupa kelenjar dengan jawaban yang
berupa peningkatan/penurunan sekresi kelenjar.
c. Refleks vasomotor, efektornya berupa pembuluh darah dengan jawaban
berupa vasodilatasi/vasokontriksi.
4. Refleks telah timbul sejak lahir, ada juga muncul setelah memenuhi persarafan
yang diperlukan dan refleks yang terakhir didapat selama makhluk
berkembang berupa pengalaman hidup. Berdasarkan hal tersebut di atas,
refleks dibagi dalam:
a. Refleks tidak bersyarat, yaitu refleks yang dibawa sejak lahir, bersifat
mantap tidak pernah berubah dan dapat ditimbulkan bila ada rangsangan
yang cocok misalnya mengisap jari pada bayi.
b. Refleks bersyarat, yaitu refleks yang didapat selama pertumbuhan
berdasarkan pengalaman hidup, memerlukan proses belajar. Mempunyai
ciri-ciri :
bersifat individual (seseorang memiliki belum tentu orang lain
memiliki),
tidak mantap (dapat diperkuat dan bisa hilang), dan
dapat timbul oleh berbagai jenis rangsangan pada berbagai jenis
reseptor asal disusuli oleh rangsangan bersyarat.
5. Jumlah neuron yang terlibat :
a. Refleks monosinaps melalui satu sinaps dan dua neuron (satu neuron
aferen, satu neuron eferen) yang langsung berhubungan pada saraf pusat.
Contohnya, refleks regang.
b. Refleks polisinaps melalui beberapa sinaps, terdapat beberapa interneuron
yang menghubungkan neuron aferen dengan neuron eferen, semua refleks
lebih dari satu sinaps kecuali refleks regang otot

Gradasi refleks dapat dibagi atas beberapa tingkat, yaitu :
Nilai Deskripsi
0 Tidak ada respon
1+ atau + Hipoaktif
2+ atau ++ Normal
3+ atau +++ Hiperaktif tanpa klonus
4+ atau ++++ Hiperaktif dengan klonus

Gradasi gangguan motorik menurut rekomendasi British Medical Research
Council :
0 = tidak ada aktivitas
1 = terihat secara visual kontraksi tanpa adanya efek motoris.
2 = gerakan tanpa bisa melawan gravitasi
3 = gerakan bisa melawan gravitasi
4 = gerakan melawan tahanan
5 = normal

IX. KESIMPULAN
Kesimpulan dari pemeriksaan refleks dan refleks patologis adalah
1. Gerak refleks adalah gerak yang tak disadari dan bekerja diluar kehendak kita.
Namun demikian, kita masih dapat mengontrol gerak refleks itu sesuai kemamuan
kita.
2. Refleks terbagi dua, yaitu refleks fisiologis dan refleks patologis. Refleks fisiologis
adalah refleks yang bekerja pada orang yang normal. Sedangkan refleks patologis
adalah refleks yang terjadi pada orang yang mengalami penyakit atau kelainan
saraf dan merupakan salah satu jenis kelainan fungsi karena refleks ini tak
ditemukan pada orang yang sehat.
3. Refleks timbul sebagai hasil interaksi antara reseptor dengan stimulus dari
lingkungan luar.
4. Refleks terjadi secara cepat dalam waktu singkat melalui cara penyinyalan yang
sangat sederhana dan dibedakan menjadi beberapa gradasi yang dikelompokkan
berdasarkan respon yang ditimbulkannya.

X. APLIKASI KLINIK
1. Stroke
Penyakit serebrovaskuler (CVD) atau stroke adalah setiap kelainan otak
akibat proses patologi pada sistem pembuluh darah otak. Proses ini dapat berupa
penyumbatan lumen pembuluh darah oleh trombosis atau emboli, pecahnya
dinding pembuluh darah otak, perubahan permeabilitas dinding pembuluh darah
dan perubahan viskositas maupun kualitas darah sendiri.
Perubahan dinding pembuluh darah otak serta komponen lainnya dapat
bersifat primer karena kelainan kongenital maupun degeneratif, atau sekunder
akibat proses lain seperti peradangan, aterosklerosis, hipertensi dan diabetes
melitus. Karena itu penyebab stroke sangat kompleks.
Manifestasi klinik stroke sangat tergantung kepada daerah otak yang
terganggu aliran darahnya dan fungsi daerah otak yang menderita iskemia tersebut.
Karena itu pengetahuan dasar dari anatomi dan fisiologi aliran darah otak sangat
penting untuk mengenal gejala-gejala klinik pada stroke. Berdasarkan vaskularisasi
otak, maka gejala klinik stroke dapat dibagi atas dua golongan besar :
a. stroke pada sistem karotis atau stroke hemisferik
b. stroke pada sistem vertebro-basilar atau stroke fossa posterior
Pemeriksaan refleks fisiologis dan patologis: pada fase akut refleks fisiologis
pada sisi yang lumpuh akan menghilang. Setelah beberapa hari refleks fisiologis
akan muncul kembali didahului dengan refleks patologis.


2. Penyakit Alzheimer
Penyakit Alzheimer (AD) adalah penyakit yang bersifat degeneratif dan
progresif pada otak yang menyebabkan cacat spesifik pada neuron, serta
mengakibatkan gangguan memori, berfikir, dan tingkah laku. AD mengganggu tiga
proses penting yaitu hubungan antar sel saraf, metabolisme, dan proses perbaikan.
Gangguan ini akhirnya menyebabkan banyak sel saraf yang tidak berfungsi,
kehilangan kontak dengan sel sraf lain,dan mati. Awalnya AD merusak saraf
saraf pada bagian otak yang mengatur memori, khususnya pada hipokampus dan
struktur yang berhubungan dengannya.

3. Sindrom Guillain Barre (SGB)
Gejala awal SGB dapat didominasi oleh keluhan gejala gangguan rasa
(sensorik) seperti rasa kesemutan kaki atau seluruh tungkai atau nyeri punggung
yang terbatas. Pada saat awal, dapat juga telah terjadi kelumpuhan. Kelumpuhan
yang timbul mendadak (akut) merupakan tanda, dipertegas dengan pemeriksaan
yang mendapatkan lumpuh layuh (flaccid paralysis), antara lain berciri dengan apa
yang dinamakan penurunan refleks fisiologis.
Memang sulit untuk menegakkan diagnosis SGB bila hanya berdasarkan
gambaran klinis saja. Infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) atau infeksi yang lain,
yang terjadi sebelum kelumpuhan dapat mengisyaratkan bahwa kelumpuhan itu
adalah SGB. Karena SGB terjadi akibat adanya reaksi autoimun. Reaksi autoimun
merupakan reaksi tubuh dalam upaya mengadang serangan (infeksi) dari luar.
Tetapi ''salah alamat'' melibatkan dan mengganggu jaringan yang sehat.
Pada SGB, reaksi autoimun mengakibatkan selubung serabut-serabut saraf
yang disebut mielin itu mbrodoli dari ujung saraf merambat ke pangkal. Karena
awal mbrodoli itu dari ujung ke pangkal, dari bawah ke atas, maka gejala klinis
kelumpuhan pada SGB disebut asenderen (menaik dari bawah ke atas). Berbahaya
bila kemudian kelumpuhan mengenai otot-otot pernapasan, penderita kesulitan
bernapas hingga tak jarang ada penderita yang memerlukan alat bantu napas
(ventilator). Karena keadaan ini SGB sering dimasukkan sebagai kegawatan dalam
bidang penyakit saraf.
Bermula dari adanya ISPA atau infeksi yang lain, perjalanan penyakit SGB
melalui empat fase.
a. Fase laten, yakni setelah ISPA hingga munculnya gambaran klinis
(kelumpuhan atau gangguan rasa).
b. Fase progresif, yakni bertambah beratnya gejala dan tanda, yang dapat
berlangsung beberapa jam sampai hari, sering-sering sekitar 3-4 minggu.
c. Fese plateau dengan gejala dan tanda tidak lagi mengalami perburukan seolah-
olah menetap, berlangsung beberapa minggu hingga beberapa bulan.
d. Fase rekonvalesens, yakni tahap penyembuhan yang dapat berlangsung hingga
12 bulan.
Refleks itu diperiksa antara lain dengan mengetok (tendo) di daerah lutut
dengan palu refleks yang kalau orang normal akan timbul reaksi bergeraknya
tungkai bawah pada sendi lutut ke arah depan. Penderita SGB bila diketok di
tempat tersebut, tungkai melemah geraknya (hiporefleksi) atau malah tak bergerak
sama sekali (arefleksi).



















DAFTAR PUSTAKA
Ganong, William F.2001Revieuw of Medical Physiology.San Fransisco:Mc Graw Hill
Guyton & Hall.2007. Buku ajar Fisiologi Kedokteran.Jakarta :EGC
Misbach, Jusuf. 1999. Stroke: Aspek Diagnostik, Patofisiologi, Manajemen. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI

J.C.E Underwood.1990.Patologi Umum dan Sistematik Edisi II. Jakarta: Buku Kedokteran
EGC

Staf Pengajar. 1973. Patolog i. Jakarta : Fakultas Kedokteran Umum UI

Http://MEDINFO.UFL.EDU/YEAR1/BCS/CLIST/NEURO.HTML#AA1

Http://MEDINFO.UFL.EDU/YEAR/BCS/CLIST/INDEX.HTMLPHYSICAL EXAM
STUDY GUIDES

Http://NINETA.MULTIPLY.COM/JOURNAL/ITEM/95

Http://ninarusmayanti.blogspot.com

Http:LIBRARY.USU.AC.ID/DOWNLOAD/FK/BEDAHISKANDAR%20
JAPARDI23.PDF

Http://thetom022.wordpress.com

Anda mungkin juga menyukai