Anda di halaman 1dari 13

1

PITIRIASIS ROSEA

I. DEFINISI
Istilah pitiriasis rosea (PR) pertama kali digunakan oleh Gilbert pada
tahun 1860 yang berarti merah muda (rosea) dan skuama halus (pitiriasis).
[1]
Pitiriasis Rosea merupakan penyakit akut, berupa erupsi kulit yang dapat
sembuh sendiri yang menyerang remaja dan dewasa muda, dimulai dengan
sebuah lesi primer yang khas berupa plak berbentuk oval pada tubuh (herald
patch), berbatas tegas, dengan ukuran mula mula berkisar antara 2 4 cm
yang bersifat asimtomatik.
[1, 2]
Karakteristik khas dari erupsi yaitu melibatkan
ekstremitas, badan, wajah, telapak tangan, dan telapak kaki. Lesi pada badan
biasanya mengikuti bentuk pola celah kulit, sehingga membetuk pola
Christmass tree, lesi ini biasanya sembuh dalam beberapa minggu hingga
beberapa bulan.
[1, 2]


a b
Gambar 1 : a. gambaran lesi herald patch pada pitiriasis rosea.
[1]

b. ciri khas distribusi erosi kulit membentuk pola christmass tree.
[1]




2

II. ETIOLOGI
Etiologi pasti dari PR tidak diketahui. Banyak pendapat para ahli yang
mengaitkan etiologi PR dengan agen infeksius, dengan (1) kemiripan ruam
PR dengan ruam yang diakibatkan oleh erupsi akibat virus; (2) sangat
rendahnya kejadian rekurensi PR itu sendiri yang dikaitkan dengan imunitas
seumur hidup setelah sekali menderita PR; (3) prevalensi yang tinggi saat
musim dingin; (4) PR terjadi pada beberapa orang sekaligus pada suatu
komunitas; (5) adanya gejala prodromal seperti flu-like symptoms.
[1]
Beberapa
penelitian yang terkait dengan PR menyatakan etiologi PR sangat bervariasi,
yaitu bakteri, fungi, dan virus.
[1]
Sekarang ini, perhatian difokuskan pada
kelompok human herpes virus (HHV-6 dan HHV-7), terlibatnya kedua jenis
virus herpes ini sebagai penyebab erupsi kulit dikaitkan dengan ditemukan
nya DNA virus pada sel mononuklear, lesi kulit, dan pada daerah kulit yang
tidak terjadi kelainan pada mayoritas individu dengan pitiriasis rosea akut.
[1-4]

Tetapi studi lain

menunjukkan hasil yang bertentangan atau masih menjadi
kontroversi.
[1]
Kemungkinan lain PR akibat reaktivasi virus laten daripada
infeksi virus primer. Sehingga telah dihipotesiskan bahwa proses autoimun
mungkin mendasari terjadinya PR.
[5]

III. EPIDEMIOLOGI
Berdasarkan penelitian, PR mengenai seluruh bangsa di dunia, terlepas
dari pengaruh iklim lingkungan. Rata rata insidensi kasus PR adalah sekitar
158 kasus per 100.000 orang per tahun.
[1]
Meskipun PR biasanya lebih sering
terjadi pada musim semi dan gugur, tapi belum ada penelitian yang
membuktikan mengenai pengaruh musim terhadap insidensi PR.
Terkumpulnya kasus pada suatu tempat mendukung bukti bahwa etiologi dari
PR adalah sebuah infeksi. PR paling sering terkena pada usia 10 tahun dan 35
tahun, dan sangat jarang terjadi pada usia di bawah 2 tahun dan setelah 65
tahun.
[1]

3

IV. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi dari PR masih sering diperdebatkan, dan banyak yang
mengaitkan hal tersebut dengan virus herpes, keterlibatan dua virus herpes
yaitu HHV-6 dan HHV-7, telah diusulkan sebagai penyebab erupsi.
[1, 3, 6]

Dilaporkan terdapat DNA virus dalam peripheral blood mononuclear cell
(PBMC) dan lesi kulit dan hal ini tidak terpengaruh dari banyaknya orang
dengan PR akut. HHV-7 terdeteksi sedikit lebih banyak daripada HHV-6,
tetapi sering kedua virus ditemukan. Bukti dari adanya HHV-6 atau HHV-7
dan aktivitasnya juga ditemukan dalam proporsi (10-44%) dari individu yang
tidak terpengaruh, hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan dengan
infeksi, di mana virus tidak selalu menyebabkan penyakit.
[3]
HHV-8 juga telah
dilaporkan sebagai agen penyebab yang mungkin dapat menjadi penyebab
infeksi ini. Namun mekanisme terjadinya reaksi inflamasi dan reaktifasi oleh
virus HHV 7 dan HHV 6 masih tidak diketahui, serta mekanisme distribusi
lesi dan perbedaan lesi pada tubuh.
[1]

Sementara ahli yang lain mengaitkan dengan berbagai faktor yang
diduga berhubungan dengan timbulnya PR, misalnya faktor penggunaan obat-
obat tertentu. Seperti metronidazole, barbiturat, klonidin, captopril, ketotifen
dan adalimumab.
[3, 6]


V. GEJALA KLINIS
Pasien memperlihatkan gambaran klinis non spesifik, gejala dari PR
terutama terdapatnya sebuah lesi pada tubuh (herald patch), yang beberapa
hari kemudian akan bertambah dengan lesi yang lebih kecil dari lesi awal.
[1, 7]

Sekitar 50% dari pasien ini mungkin mengalami infeksi saluran pernapasan
atas.
[1]
Malaise, mual, demam, nyeri sendi, sakit kepala dan pembesaran
4

kelenjar getah bening dapat terjadi sebelum munculnya herald patch. Gejala
prutitus juga terdapat pada 25% pasien.
[1]


Gambar 2 : gambaran distribusi lesi PR : (a). gambaran herald patch pada region
abdomen kanan. (b) Herald Patch. (c) gambaran herald patch pada dada
kanan, beserta distribusi lesi kecil di sektiar herald patch.
[3]

Pada pemeriksaan terlihat erupsi makulopapular berwarna merah-
coklat berukuran 0,5-1 cm, beberapa diantaranya dengan skuama, terlokalisasi
pada leher, badan dan daerah poplitea.
[1, 7]
Lesi paling banyak terlokalisasi pada
daerah badan dan ekstremitas bagian proksimal, tetapi lesi dapat melebar
terutama pada daerah lentur.
[7]
Herald patch biasanya timbul di bagian badan
dan jarang terjadi pada leher atau ekstremitas dan biasanya berukuran 1 sampai
2 cm. Lesi tipikal berbentuk oval atau bulat ditutupi oleh skuama halus yang
membuat kulit terlihat berkerut dengan warna salmon atau pink kecoklatan di
tengahnya dan daerah perifer berwarna merah tua.
[1, 7]
Dalam waktu 10 hari
terjadi erupsi sekunder.
[7]
Erupsi sekunder simetris dan lokal terutama pada
5

badan dan daerah yang berdekatan dengan leher dan ekstremitas proksimal,dan
area lengkungan kulit.
[7]

Gambar 3. (a) erupsi makulopapular berwarna merah-coklat, lokal pada leher badan
(b) erupsi makulopapular berwarna merah-coklat, lokal pada daerah poplitea.
[7]

Erupsi sekunder mengikiuti garis Langer. Ketika erupsi kembali
terjadi akan terbentuk pohon natal atau pola pohon cemara. Di perut bagian
bawah dan punggung tampak melintang. Kemudian muncul dalam pola
berbentuk V di dada bagian atas dan dengan cara melingkar di sekitar bahu.
Pada anak-anak di bawah usia 5 tahun lesi mungkin meluas, tetapi distribusi
akan seperti di atas.
[1, 7]


Gambar 4. (a) distribusi tipikal plak sekunder berbentuk pohon natal di daerah punggung
(b) distribusi tipikal plak sekunder pada daerah dada orang kulit hitam.
[1]

6

Ruam sekunder berupa patch oval yang eritematosa dengan perifer
yang berskuama. Biasanya ruam berlangsung dari 2 minggu sampai 12
minggu.
[7]
Lesi mungkin asimtomatik, pruritis mungkin ada atau mungkin
juga tidak terjadi. Jika gatal terjadi kemungkinan bervariasi dari bentuk ringan
sampai berat. Demam, malaise, arthralgia, dan faringitis dapat dilihat sebagai
sebuah gejala prodromal. Anak-anak jarang mengeluhkan gejala seperti ini.
[7]



VI. DIAGNOSIS
Penegakan diagnosis PR didasarkan pada anamnesis, pemeriksaan
klinis, dan pemeriksaan penunjang.
1. Anamnesis
Anamnesis dibutuhkan untuk mendukung penegakan diagnosis PR
yaitu:
a. Pada PR klasik, pasien biasanya menggambarkan onset dari timbulnya
lesi kulit tunggal pada daerah badan, beberapa hari sampai minggu
kemudian diikuti timbulnya berbagai lesi kecil.
[1]

b. Gatal hebat dirasakan pada 25% pasien PR tanpa komplikasi, 50%
lainnya merasakan gatal dari yang ringan sampai sedang, dan 25%
lainnya tidak mengeluhkan rasa gatal.
[1, 7]

c. Sebagian kecil pasien menunjukkan gejala prodromal seperti gejala
flu, demam, malaise, arthralgia, dan faringitis.
[1, 7]

2. Pemeriksaan Fisik
a. Kelainan berupa bercak berskuama dengan batas tegas berbentuk oval
atau bulat (herald patch) yang meluas ke perifer, terlihat erupsi
makulopapular berwarna merah-coklat berukuran 0,5-1 cm.
[7]

b. Bagian tepi lesi terlihat lebih aktif, meninggi, eritematosa dengan
bagian tengah berupa central clearing.
[7]

7

c. Terlokalisasi pada badan, leher, dan daerah poplitea atau pada area
yang lembab dan hangat misalnya di daerah yang tertutup pakaian.
[1]

d. Erupsi sekunder mengikiuti garis Langer, berbentuk pola pohon natal
atau pola pohon cemara.
[7, 8]


3. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan darah rutin biasanya memberikan hasil normal dan tidak
direkomendasikan.
[1]
Tetapi, pada beberapa pasien dapat terjadi sedikit
peningkatan berupa leukositosis, neutrofilia, basofisilia, limfositosis dan
peningkatan laju endap darah dan peningkatan level protein 1dan 2
globulin, serta peningkatan albumin darah.
[1]
Tes VDRL dan uji fluorescent
antibody trepenomal dilakukan untuk menyingkirkan adanya sifilis.
[1]

Biopsi biasanya tidak selalu diindikasikan untuk menggevaluasi pasien
dengan suspek PR. Pada pemeriksaan biopsy kulit dapat ditemukan
parakeratosis fokal, berkurang hingga menghilangnya lapisan sel granuler,
akantosis ringan, spongiosis ringan, edema papiler dermis, infiltrasi
limfosit dan histiosit pada daerah perivaskuler dan daerah interstitial
dermis superfisial, dan ekstravasasi fokal eritrosit.
[1]



Gambar 5. parakeratosis, akantosis
minimal, spongiosis, eksositosis
dengan mononuklear yang cukup
menginfiltrasi perivaskuler di atas
dermis dan ekstravasasi RBC.
[5]




8

VII. DIAGNOSIS BANDING

a. Sifilis sekunder
Sifilis sekunder merupakan tingkat di mana manifestasi klinis
terjadi secara general pada kulit dan membran mukosa. Test serologi selalu
positif. Ruam pada sifilis sekunder memiliki tiga kriteria umum yaitu: tidak
gatal, berwarna merah tembaga, dan distribusi lesi simetris.
[3]

Terdapat riwayat chancre primer, tidak ditemukan herald patch,
lesi biasanya berupa roseolar atau makulopapular melibatkan telapak
tangan dan telapak kaki, mukosa genital dan oral harus diperiksa
.
mungkin
dapat ditemukan kondiloma lata, keluhan biasanya lebih sistemik dan
limfadenopati, adanya sel plasma pada pemeriksaan histologi. Jika ragu,
dapat dilakukan tes serologis untuk menguji pasien sifilis.
[1]


Gambar 6. lesi papuloskuamosa, warna merah tembaga
yang khas pada sifilis sekunder.
[3]


b. Tinea Korporis
Tinea korporis biasanya mempunyai skuama pada plakat daerah
perifer, plakat biasanya tidak berbentuk oval dan terdistribusi baik pada
celah celah kulit, dan dengan pemeriksaan KOH yang positif.
[1]

9


Gambar 7. (a) lesi berbentuk annular pada tangan dengan batas sisik yang aktif;
(b) tersebar luas pada daerah belakang dengan batas inferior berlekuk-lekuk; (c)
pustul dalam beberapa bentuk pada lengan bagian atas.
[3]

c. Psoriasis Guttata
Plakat pada psoriasis guttata biasanya lebih kecil dari lesi plakat
PR, dan tidak mengikuti garis garis celah kulit pada tubuh, skuama nya
tebal dan tidak berbatas tegas. biasanya dipastikan dengan pemeriksaan
biopsy untuk membedakannya dengan PR.
[1]



Gambar 8. Guttate psoriasis. sebuah
papula kecil dan plak psoriasis guttate
pada remaja, terlihat fenomena
Koebner.
[3]






10

d. Pitiriasis Likenoides Kronis
Mempunyai riwayat perjalanan penyakit yang lebih lama, dengan
lesi yang lebih kecil, dan skuama yang lebih tebal, tidak terdapat herald
patch, dan distribusi penyakit ini lebih sering pada ekstremitas. biasanya
dipastikan dengan pemeriksaan biopsy untuk membedakannya dengan
PR.
[1]



Gambar 9. Lesi pitiriasis
likenoides kronis.
[9]






e. Reaksi Obat
Adanya riwayat mengkonsumsi suatu obat, beberapa obat yang
dapat menyebabkan ruam berbentuk pitiriasis.
4
Misalnya terapi emas, tetapi
beberapa obat-obatan dapat terlibat, termasuk metronidazole, kaptopril,
isotretinoin, asam asetilsalisilat, barbiturat, hidroklortiazid, omeprazole,
terbinafine dan tirosin kinase inhibitor.
[1]


Gambar 10. Urtikaria yang
diinduksi oleh asam
asetilsalisilat.
[3]


11

VIII. PENATALAKSANAAN

PR merupakan penyakit akut, berupa erupsi kulit yang dapat sembuh
sendiri, sehingga tidak ada kebutuhan perawatan aktif dalam kasus tanpa
komplikasi sehingga penatalaksanaan yang paling penting adalah edukasi
mengenai perjalanan penyakit dan kemungkinan untuk sembuh sendiri dan
rendahnya angka relaps dari PR.
[1]
Untuk pasien yang mengalami gejala
gejala pruritus dapat diberikan steroid topikal dengan potensi sedang dapat
digunakan untuk mengurangi gejala-gejala pruritus.
[1]
Untuk pasien dengan
gejala pruritus yang sangat parah, maka para ahli merekomendasikan
pengobatan PR dengan zink oxide, calamine lotion, steroid topikal,
antihistamin oral, dan kortikosteroid oral juga dapat diberikan..
[8]
Penggunaan
radiasi ultraviolet melalui alat buatan ataupun radiasi dengan sinar matahari
secara langsung dapat menurunkan durasi gejala ruam dan intensitas pruritus
pada pasien dengan PR.
[1, 8]
Sesuai dengan kausa yang di hipotesiskan bahwa
PR disebabkan oleh Virus Herpes, maka penggunaan acyclovir juga dapat
diberikan untuk mempercepat resolusi jika diberikan dalam waktu 1 minggu
dari munculnya ruam (800 mg 5 kali sehari selama 7 hari) untuk pasien yang
mengalami gejala prodromal seperti flu-like symptom atau pasien dengan lesi
PR yang sangat luas.
[1]
Selain antivirus juga dapat digunakan antibiotik
eritromisin oral (1 gram 4 kali sehari selama 2 minggu), pemberian
eritromisin ini dilaporkan dapat menghilangkan gejala dalam kurun waktu 2
minggu.
[1, 3]






12

IX. PROGNOSIS

PR bersifat self limiting, sehingga semua pasien dengan PR dapat
sembuh dengan spontan dari penyakitnya. Durasi penyakit biasanya bervariasi
antara 4 dan 10 minggu, dengan beberapa minggu pertama terkait dengan lesi
kulit inflamasi yang baru dan mungkin gejala seperti flu. Dapat terjadi
hipopigmentasi dan hiperpigmentasi paska inflamasi pada kasus PR.
[1]


















13

DAFTAR PUSTAKA

1. Goldsmith, L.A., et al., Fitzpatricks : Dermatology in General Medicine.
2012, Mc-Graw Hill: New York. p. 458 - 63.

2. Fitzpatrick, J.E. and J.G. Morelli, Dermatology Secrets Plus. 2011, Elsevier-
Mosby: Philadelphia. p. 55.

3. Burns, T., et al., Rooks Textbook of Dermatology. 2010, Wiley-Blackwell:
New Jersey. p. 78 - 81.

4. Yasser, F., et al., Evaluation of Pityriasis Rosea Associated With Human
Herpesviruses 6 and 7. Journal of the Egyptian Womens Dermatologic
Society, 2011. 8: p. 21 - 4.

5. Tehranchi-nia, Z. and H. Rahimi, Atypical Pityriasis Rosea with a Target-
Shape Herald Patch. Iranian Journal of Dermatology, 2010. 13 p. 24 - 6.

6. James, W.D., T.G. Berger, and D.M. Elson, Andrew's Diseases of Skin :
Clinical Dermatology. 2006, Elsevier: Canada. p. 208 - 9.

7. Ermertcan, A.T., et al., Childhood Pityriasis rosea inversa without Herald
Patch Mimicking Cutaneous Mastocytosis. Iranian Journal of Pediatric, 2010.
20: p. 237 - 41.

8. Stulberg, D.L. and J. Wolfrey, Pityriasis Rosea. American Family Physician,
2004. 69: p. 87 - 92, 94.

9. Browning, J.C., An Update on Pityriasis Rosea and Other Similar Childhood
Exanthems. Current Opinion in Pediatric - Lippincott William & Wilkins,
2009. 21: p. 481 - 5.

Anda mungkin juga menyukai