Anda di halaman 1dari 18

a d e _ s a p u t r a @mu s l i m.

c o m
Teknokimia
Nuklir 2011
LCA Perbandingan
Konstruksi Jalan Aspal
Hotmix dan Jalan Beton
Ilmu Lingkungan
ade saputra - 011100282
Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir
LCA Perbandingan Konstruksi Jalan Aspal Hotmix dan Jalan Beton
Teknokimia Nuklir 2011


1
A. PENDAHULUAN
Dalam dua dekade sejak dimulainya pertemuan yang dimotori oleh United Nations
Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) pada tahun 1992 yang dihadiri
oleh 170 negara, perubahan cuaca dan ancaman terhadap lingkungan menjadi agenda
yang penting bagi negara industri dan negara yang sedang berkembang. Tujuan UNFCC
adalah menjaga kestabilan efek gas rumah kaca pada tingkat tertentu di negara masing-
masing sehingga tidak menimbulkan gangguan terhadap manusia (Egenhofer et al.
2004). Pertemuan ini dilanjutkan pada tahun 1997 dan menghasilkan sebuah perjanjian
internasional yang lebih dikenal dengan Protokol Kyoto. Tujuan dari perjanjian tersebut
untuk mengurangi emisi efek gas rumah kaca. Selain tujuan tersebut, juga ditetapkan
enam jenis emisi gas rumah kaca yang terdiri Carbon dioxide (CO2), Methane (CH4),
Nitrous dioxide (NO), Hydrofluorocarbons (HFCs), Perfluorocarbons (PFCs) dan
Sulphur hexafluoride (SF62) (United Nations 1998). Beberapa penelitian yang
dilakukan oleh Bernstein (2007), Monahan & Powell (2011) dan You et al. (2011)
menunjukkan bahwa emisi karbon dioksida (CO) merupakan salah satu gas rumah kaca
yang sangat signifikan pengaruhnya terhadap perubahan iklim.
Oleh karena itu, berbagai upaya dilakukan untuk mengurangi dampak dari emisi
karbon dioksida terhadap lingkungan. Beberapa instrumen dan indikator dikembangkan
untuk melakukan asesmen terhadap dampak lingkungan yang disebabkan oleh emisi
karbon dioksida. Instrumen dan indikator yang telah dikembangkan meliputi Life Cycle
Assessment (LCA), Strategic Environmental Assessment (SEA), Environment Impact
Assessment (EIA),Environmental Risk Assessment (ERA), Cost Benefit Analysis (CBA),
Material Flow Analysis (MFA), Ecological Footrprint dan Carbon Footprint
(Finnveden, et. al. 2009). Makalah ini berfokus pada peran LCA yang digunakan oleh
material konstruksi. Material konstruksi sebagai produk yang dihasilkan melalui sebuah
proses pabrikasi, tidak dapat dilepaskan dari siklus dimiliki oleh LCA. LCA memiliki
sebuah siklus yang dapat dimulai dari kegiatan ekstrasi bahan mentah, proses produksi,
transportasi, operasi dan sampai pada proses daur ulang. Dengan ruang lingkup siklus
tersebut, maka LCA dapat memberikan informasi dampak lingkungan dari kegiatan yang
menghasilkan produk. Produk yang dimaksud dapat terdiri dari barang dan jasa.
Penelitian yang dilakukan oleh Bribin, et. al. (2011) menunjukkan bahwa material
konstruksi turut berperan terhadap peningkatan efek gas rumah kaca, khususnya karbon
dioksida. Pada Gambar 1. menunjukkan persentase kontribusi emisi karbon dioksida dari
LCA Perbandingan Konstruksi Jalan Aspal Hotmix dan Jalan Beton
Teknokimia Nuklir 2011


2
beberapa material konstruksi yang digunakan per m2 pada bangunan gedung.
Berdasarkan Gambar 1. dapat diperoleh informasi bahwa material konstruksi yang
memiliki signfikansi sebagai sumber emisi karbon dioksida terdiri dari semen, keramik
dan baja.

Apabila dianalisis lebih lanjut, semen dan keramik memang memiliki persentase
yang signifikan dibandingkan baja. Besarnya emisi karbon dioksida yang dihasilkan dari
keramik lebih banyak dihasilkan pada proses manufaktur saja. Sedangkan semen masih
membutuhkan proses lebih lanjut untuk mewujudkan fungsinya. Proses lebih lanjut yang
dimaksud adalah proses pencampuran dengan material agregat, pasir, air dan aditif
kemudian dilanjutkan pada proses pengecoran. Oleh karena itu, semen memiliki
signfikansi sebagai kontributor emisi karbon dioksida. Demikian halnya dengan baja,
pada proses manufaktur juga akan menghasilkan emisi karbon dioksida. Namun
demikian, baja juga masih membutuhkan proses atau tahap berikutnya yang sama
kompleksnya dengan semen. Sehingga semen dan baja dapat disimpulkan merupakan
material yang sangat signifikan sebagai sumber emisi karbon dioksida. Penelitian-
penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh Mikulcic, et. al. (2013) dan Siitonen, et
al, (2010), menunjukkan bahwa industri manufaktur semen dan baja menghasilkan emisi
karbon paling besar. Liu,et. al. (2012), Vatopoulos dan Tzimas (2012) dan Worrel, et. al.
(2001) menyatakan bahwa industri semen berkontribusi 5%-7% dari total emisi karbon
dioksida (CO) yang dihasilkan di seluruh dunia. Wang et. al. (2008), Kundak et. al.
(2009), Sodsaia dan Rachdwaong (2012) , dan Zhang et. al. (2012) melakukan penelitian
pada industri baja. Berdasarkan penelitian tersebut, industri baja menghasilkan emisi
karbon dioksida (CO2) sebesar 5% sampai 6% dari total emisi karbon dioksida (CO2).
LCA Perbandingan Konstruksi Jalan Aspal Hotmix dan Jalan Beton
Teknokimia Nuklir 2011


3
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada industri semen dan baja
hanya menunjukkan besarnya emisi karbon dioksida yang dihasilkan pada siklus
manufaktur saja. Sedangkan besarnya emisi karbon dioksida yang dihasilkan pada
kegiatan pasca manufaktur belum terindentifiasi. Dengan adanya LCA, maka LCA dapat
digunakan sebagai alat bantu untuk mengestimasi besarnya emisi karbon dioksida pada
tahapan kegiatan berikutnya.

B. DASAR TEORI
Life cycle assessment (LCA)
Menurut ISO 14040, LCA adalah sebuah teknik yang digunakan untuk melakukan
asesmen terhadap dampak lingkungan yang berhubungan dengan suatu produk. Tahap
pertama pada LCA adalah menyusun dan menginventarisasi masukan dan keluaran yang
berhubungan dengan produk yang akan dihasilkan. Kemudian melakukan evaluasi
terhadap potensi dampak lingkungan yang berhubungan dengan masukan dan keluaran
dari produk tersebut; serta menginterprestasikan hasil analisis dan asesmen dampak dari
setiap tahapan yang berhubungan dengan objek studi. LCA dapat memberikan informasi
dampak dampak lingkungan dari siklus produk dari ekstrasi bahan mentah, proses
produksi, penggunaan produk dan waste dari produk yang dihasilkan dari sebuah
kegiatan produksi.
Pada Gambar 2 menunjukkan tahapan LCA yang dibagi menjadi empat tahapan
yaitu:
a. tujuan, ruang lingkup dan definisi tahap pertama dari LCA, yaitu mendefinisikan
ruang lingkup studi termasuk mendefinisikan fungsi dari masing masing bagian,
batasan studi.
b. analisis inventori tahap kedua pada LCA adalah melakukan inventarisasi masukan
dan keluaran yang berhubungan dengan ruang lingkup studi.
c. asesmen dampak pada tahapan ini, dilakukan evaluasi terhadap dampak potensi
terhadap lingkungan dengan menggunakan hasil dari life cycle inventory dan
menyediakan informasi untuk menginterpretasikan pada fase terakhir
d. interprestasi tahap akhir analisis daur hidup memberikan simpulan, rekomendasi, dan
pengambilan keputusan berdasarkan batasan studi yang telah ditetapkan pada tahap
pertama.
LCA Perbandingan Konstruksi Jalan Aspal Hotmix dan Jalan Beton
Teknokimia Nuklir 2011


4

Ruang lingkup pada LCA dapat dibagi menjadi empat macam ruang lingkup yaitu:
a. Cradle to grave, ruang lingkup pada bagian ini dimulai dari raw material sampai
pada pengoperasian produk.
b. Cradle to gate, ruang lingkup pada analisis daur hidup dimulai dari raw material
sampai ke gate sebelum proses operasi.
c. Gate to gate merupakan ruang lingkup pada analisis daur hidup yang terpendek
karena hanya meninjau kegiatan yang terdekat.
d. Cradle to cradle merupakan bagian dari analisis daur hidup yang menunjukkan
ruang lingkup dari raw material sampai pada daur ulang material.

Skema dari ruang lingkup LCA dapat dilihat pada Gambar 3.

LCA Perbandingan Konstruksi Jalan Aspal Hotmix dan Jalan Beton
Teknokimia Nuklir 2011


5


Peran LCA pada material konstruksi
Studi terhadap dampak lingkungan telah dimulai pada tahun 1960-1970-an. Fokus
dari studi dampak lingkungan terbatas pada tahap penggunaan produk. Pada tahun 1969,
studi dampak lingkungan dilakukan pada produk yang dihasilkan oleh Coca Cola. Pada
awal tahun 1980-an, mulai muncul pemikiran untuk mengimplementasikan LCA pada
sektor konstruksi dengan fokus pada penggunaan sumber daya (Buyle, et. al. 2013). Pada
tahun 1990-an,merupakan periode perkembangan LCA sebagai instrumen yang
digunakan untuk melakukan asesmen dampak lingkungan. Society of Environmental
Toxicology and Chemistry (SETAC) merupakan organisasi nonprofit yang pertama mulai
mengimplementasikan konsep LCA pada penelitian yang berhubungan dengan
lingkungan.
Kemudian pada tahun 1994, Organization for Standardization (ISO) menetapkan
LCA sebagai standar instrumen yang dapat digunakan untuk melakukan analisis dampak
lingkukngan pada semua industri. Penetapan LCA diatur di dalam ISO 14040.
LCA berkembang pesat pada tahun 2000-an. Diawali di Eropa yang menetapkan
kebijakan bahwa semua produk harus mengimplementasikan ISO 14040. Penetapan
kebijakan tersebut diatur oleh European Commission on Integrated Product Policy
(ECIPP). Dalam perkembangannya ECIPP mengembangkan konsep LCA menjadi
sebuarh pedoman yang dituangkan ke dalam International Reference Life Cycle Data
System Handbook (ILCD) dan dipublikasikan pada tahun 2010 (Buyle, et. al. 2013).
Perkembangan tersebut ditindaklanjuti oleh United Nations Environment Program
(UNEP) dan SETAC dengan menyusun sebuah instrumen penilaian bagi industri yang
LCA Perbandingan Konstruksi Jalan Aspal Hotmix dan Jalan Beton
Teknokimia Nuklir 2011


6
mengklaim dirinya sebagai penghasil produk ramah lingkungan (Buyle, et. al. 2013).
Envrionmental Product Declarations (EPDs) merupakan istilah yang sering digunakan
untuk mendeklarasikan produk ramah lingkungan. Setelah ditetapkannya EPDs, maka
era ini menjadi awal pesat berkembangnya implementasi LCA pada sektor konstruksi
termasuk manufaktur material konstruksi. Bahkan berkembang sampai pada penetapan
standar penggunaan material konstruksi yang berlabel EPDs pada bangunan. Sehingga
bangunan yang menggunakan material berlabel EPDs dapat diaudit apakah memiliki atau
tidak nilai keberlanjutan. Pada Tabel 1. menunjukkan implementasi LCA pada material
konstruksi.

Berdasarkan Tabel 1. masing-masing penelitian memiliki keunikan pada level dan
ruang lingkup. Level penelitian dapat dilakukan pada proses manufaktur material dan
proyek. Sedangkan pada ruang lingkup meliputi cradle to cradle, cradle to gate, cradle
to site dan cradle to install. Pada penelitian yang akan dilakukan berfokus pada material
semen, baja tulangan dan ready mix dengan metode LCA pada ruang lingkup cradle to
installation. Berikut ini merupakan sebagian kecil dari model peran LCA material semen
yang akan dikembangkan pada penelitian ini. Pada Gambar 4. menunjukkan model LCA
produk semen curah

Gambar 4 menjelaskan bahwa LCA yang terjadi pada ruang lingkup di proses
manufaktur semen dan batas akhir dari bagian ini, semen diolah dalam bentuk semen
curah kemudian didelivery ke batching plant. Pada batching plant, semen curah akan
digunakan sebagai bahan baku beton sesuai dengan mix design yang diminta oleh pihak
proyek. Sedang tahap berikutnya adalah beton yang telah dibuat di batching plant di
delivery ke proyek hingga pada proses pengecoran. Gambar 5 merupakan kelanjutan dari
LCA Perbandingan Konstruksi Jalan Aspal Hotmix dan Jalan Beton
Teknokimia Nuklir 2011


7
Gambar 4. Gambar 5 merupakan proses yang ada di batching plant. Proses yang terjadi
pada Gambar 5 meliputi muat material semen, pasir, agregat dan air ke dalam pan mixer,
kemudian dicampur sehingga menjadi beton. Tahap selanjutnya beton dimuat ke dalam
ready mix yang akan menuju ke site. Sumber daya yang dibutuhkan pada model ini
meliputi semen, pasir, agregat, air, dozer, pan mixer dan truck ready mix. Tahap
berikutnya adalah beton akan dibawa ke proyek dengan menggunakan ready mix dan
dilanjutkan pekerjaan pengecoran.

Pada Gambar 4 dan Gambar 5 menunjukkan siklus yang terbagi ke dalam beberapa
tahap kegiatan. Masing-masing kegiatan membutuhkan sumber daya. Sumber daya
meliputi tenaga kerja, material, peralatan dan bahan bakar. Sumber daya yang erat
hubungannya dengan efek gas rumah kaca adalah bahan bakar, maka bahan bakar
menjadi masukan yang penting bagi tiap-tiap tahapan. Sedangkan keluarannya adalah
emisi karbon dioksida. Emisi karbon dioksida terbagi menjadi 2 yaitu emisi langsung dan
emisi tidak langsung. Emisi langsung adalah emisi yang dihasilkan dari kegiatan proses
kontruksi. Sedangkan emisi tidak langsung berasal dari manufaktur material konstruksi
yaitu semen dan baja.

C. METODELOGI
Metodelogi yang dilakukan adalah dengan,
1. Mengumpulkan segala data dan informasi mengenai proses konstruksi yang
melibatkan pengecoran semen.
2. Menganalisis proses pembangunan/konstruksi
3. Menganalisis LCA konstruksi
LCA Perbandingan Konstruksi Jalan Aspal Hotmix dan Jalan Beton
Teknokimia Nuklir 2011


8
D. PEMBAHASAN
Goal Defenition and Scoping
1. Defenisi dan Deskripsi
Konstruksi Jalan Aspal hotmix
Konstruksi jalan aspal hotmix atau disebut juga perkerasan fleksibel (flexible
pavement) merupakan perkerasan yang menggunakan aspal sebagai bahan ikat
pada lapisan permukaan dan atau lapisan pondasi atas atau ATB (asphalt treated
base) dengan metode pencampuran material panas pada suhu tinggi (>100
o
C)
(Aly, M. A., 2004).
Konstruksi Jalan Beton
Konstruksi jalan beton atau disebut juga perkerasan beton semen merupakan
perkerasan yang menggunakan semen sebagai bahan ikat ditambahkan agregat
(agregat kasar umumnya terbuat dari batu kerikil atau dihancurkan seperti kapur ,
atau batu granit , ditambah agregat halus seperti pasir ), air dan kimia
pencampuran (Aly, M. A., 2004).

2. Proses Pembuatan
Konstruksi Jalan aspal Hotmix

Gambar 1. Skema proses konstruksi Jalan aspal hotmix
(Wirahadikusumah, 2012)
Konstruksi Jalan Beton


Pembetonan :
- Persiapan bahan
campuran
- Penakaran
- pengadukan
- pengangkutan
- penuangan/pengecoran
- pemadatan
- penyelesaian akhir

Pekerjaan
penulangan
Pembuatan
bekisting
Penyiapan tanah
dan lapis pondasi
Perawatan beton (28 hari) dengan
penyemprotan air u/ menghindari
penguapan yg berlebihan (0.3 ltr/m
2
) dan
penutupan karung goni basah (7 hari)
LCA Perbandingan Konstruksi Jalan Aspal Hotmix dan Jalan Beton
Teknokimia Nuklir 2011


9
Scope







3. Masalah Lingkungan yang akan ditinjau
Konstruksi jalan bukan hanya memberikan dampak positif namun juga
menimbulkan dampak lingkungan yang cukup besar pula termasuk tingkat konsumsi
energy dan emisi gas rumah kaca (GRK). Beberapa penelitian menyebutkan bahwa
kegiatan konstruksi telah menyumbang emisi dan dampak terhadap lingkungan.
Khusus pada konstruksi jalan, sebuah penelitian tentang life cycle assessment
terhadap dampak lingkungan pekerjaan pembangunan jalan baru di Texas Amerika
Serikat, menyimpulkan bahwa terdapat emisi 18.56 ton CO
2
pada pembangunan 3.2
mil proyek jalan tersebut (Rajagopalan, 2007). Berdasarkan informasi di atas, maka
penulis meninjau masalah lingkungan yang akan ditimbulkan oleh setiap proses
kontruksi jalan beton dan aspal hotmix. Adapun pendekatan analisis dapat dilihat
melalui skema life cycle analysis berikut






Construction Roadway
Hot mixed Asphalt Concrete Road
Raw Materials Construction
process
Impact analysis
Urban Roadway with length 1 Km.
INPUT
n ton material
bahan baku
n GJ bahan
bakar
n GJ batu bara
n ton air

PROSES
AWAL

PROSES
AKHIR
Emisi CO2
OUTPUT PROSES
LIMBAH : PADAT,
CAIR, B3
KEBISINGAN &
KUALITAS UDARA
LCA Perbandingan Konstruksi Jalan Aspal Hotmix dan Jalan Beton
Teknokimia Nuklir 2011


10
Gambar 2. Skema Life Cycle Analysis Konstruksi Jalan Beton dan Aspal hotmix

4. Inventory Analysis
a. Identifikasi dan kuantifikasi energy yang akan di pakai
Tabel 1. Konsumsi energy yang digunakan untuk memproduksi per ton aspal dan
per m
3
beton pada konstruksi jalan.
Material Aspal Hotmix Beton
Diesel 3.19 MJ/ton aspal 48.68 MJ/m
3
beton
Batubara 2.84 ton/ton aspal -
Heating oil 285 MJ/ton aspal -
Listrik 36 MJ/ton aspal 16.72 MJ/m
3
Beton
Sumber : Hkan Stripple, 2001. Life Cycle Assessment of Road A Pilot Study for
Inventory Analysis.

b. Identifikasi dan kuantifikasi air dan material dasar yang dikonsumsi
Table 2. Material dasar dan konsumsi air dalam kontruksi jalan aspal hotmix dan
beton untuk panjang jalan 1 km (freeway in urban roadway)
Material Unit Aspal Hotmix Beton

Aspal Ton 775.25
(1)
-
Semen Ton - 3646
(3)
Agregat Ton 728.74
(2)
34850
(3)

Fly ash Ton - 404
(3)

Besi penulangan Ton - 151
(3)

air Ton 17.55 1641
(3)

Catatan : volume beton = 6472 m
3
(
3
)
c. Identifikasi material yang akan lepas ke lingkungan







LCA Perbandingan Konstruksi Jalan Aspal Hotmix dan Jalan Beton
Teknokimia Nuklir 2011


11
Table 3. Material yang akan dilepaskan ke lingkungan
Material unit
per ton Aspal
Hotmix
(1)
per m
3

Beton
(1)
Aspal
Hotmix
(2)
Beton
(2)
Gas
CO g 1.18E+01 6.34E+00 9.15E+03 4.10E+04
CO
2
g 3.44E+04 3.28E+05 2.67E+07 2.12E+09
SO
2
g 5.20E+01 4.04E+02 4.03E+04 2.61E+06
NO
x
g 1.19E+02 8.51E+02 9.23E+04 5.51E+06
CH
4
g 1.07E-02 3.15E-02 8.30E+00 2.04E+02
N
2
O g 5.18E-02 1.95E-01 4.02E+01 1.26E+03
HC g 1.85E+00 - 1.43E+03 -
Cair
BOD g 1.14E+00 - 8.84E+02 -
COD g 2.07E+00 8.69E-02 1.60E+03 5.62E+02
P g 1.02E-01 - 7.91E+01 -
N g 3.05E-01 1.32E-02 2.36E+02 8.54E+01
B3
Oil g 3.92E-03 2.79E-02 3.04E+00 1.81E+02
phenol g 5.98E-03 3.79E-02 4.64E+00 2.45E+02
radoaktive
waste cm
3
9.95E-02 2.80E-01 7.71E+01 1.81E+03
environmental
hazardous
waste g 1.58E+01 - 1.22E+04 -
Padat
ashes g 4.97E+00 1.40E+01 3.85E+03 9.06E+04
dust g - 4.02E-02 - 2.60E+02
demolition
waste cm
3
1.07E+00 3.00E+00 8.30E+02 1.94E+04
Sumber :
1
Hkan Stripple, 2001. Life Cycle Assessment of Road A Pilot Study for Inventory
Analysis.
2
hasil perhitungan dengan factor pengali Aspal =775.25 (ton aspal/km panjang jalan)
(Wirahadikusumah, 2012) dan factor pengali beton = 6472 (m
3
/km panjang jalan)
(Nicolas, et al, 2011).

5. Impact Assessment
Impact Assesment yang dikaji dalam tulisan ini meliputi tingkat emisi yang dihasilkan
dari pekerjaan konstruksi jalan Aspal Hotmix dan jalan beton (semen) dengan asumsi
panjang jalan 1 km dengan jenis jalan freeway untuk urban roadway mengacu pada
AASHTO Design dan dampak yang diakibatkan oleh kontruksi tersebut baik dari aspek
LCA Perbandingan Konstruksi Jalan Aspal Hotmix dan Jalan Beton
Teknokimia Nuklir 2011


12
lingkungan maupun kesehatan dan kenyamanan manusia yang berada di sekitar lokasi
konstruksi.
a. Emisi CO
2
dan Konsumsi Energi
Tabel 4. Konsumsi Energi yang digunakan pada kontruksi jalan hotmix aspal dan
beton per km panjang jalan.
Material Unit Aspal Hotmix Beton
Diesel
GJ 2.47 315.06
Batubara
GJ 2.20 0.00
Heating oil
GJ 220.95 0.00
Listrik
GJ 27.91 108.21
Total
GJ 253.53 423.27
Sumber : Data sekunder, 2013
Berdasakan hasil inventori data konsumsi energy pada Table 1 dengan mengalikan
kebutuhan aspal/ km panjang jalan dan kebutuhan beton per/km panjang jalan, maka
diperoleh total jumlah energy yang digunakan untuk konstruksi aspal hotmix adalah
253.53 GJ dan konstruksi jalan beton 423,27 GJ. Dengan demikian kontruksi jalan
beton menghabiskan energy jauh lebih besar dari kebutuhan energy untuk kontruksi
jalan aspal hotmix. Hal ini berarti semakin besar konsumsi energy yang digunakan
semakin besar pula emisi dan polusi yang akan ditimbulkan dan secara langsung akan
berdampak pada lingkungan terutama emisi gas rumah kaca (GRK).
Table 5. Emisi CO
2
yang dihasilkan dari konstruksi jalan Aspal Hotmix dan beton per
km panjang jalan.
Material unit
faktor emisi (Kg
CO
2
e/Kg material)
emisi CO
2
(Kg CO
2
e/Kg
material)
Aspal
Hotmix Beton
Aspal
Kg 16.78 1.32E+07 -
Semen
Kg 0.928 - 1.91E+06
Agregat
Kg 0.0032 2.37E+03 7.30E+02
Fly ash
Kg 0.01 - 9.25E+03
Besi penulangan
Kg 1.24 - 2.44E+07
Air
Kg 0.005 8.92E+01 4.25E+02
Total
Kg CO2/km panjang jalan 1.32E+07 2.63E+07
Sumber : Data sekunder, 2013.
LCA Perbandingan Konstruksi Jalan Aspal Hotmix dan Jalan Beton
Teknokimia Nuklir 2011


13

Gambar 3. Grafik Total Emisi CO
2
pada konstruksi Jalan Aspal hotmix dan beton.
Berdasarkan hasil perhitungan pada table 5 menunjukkan bahwa kontruksi jalan beton
menyumbang emisi CO
2
yang besar dibandingkan jalan aspal hotmix. Total emisi
CO
2
pada kajian LCA disini terbatas pada emisi CO
2
yang digunakan pada bahan
baku konstruksi aspal hotmix maupun beton. Semakin besarnya emisi CO
2
yang
dihasilkan oleh suatu konstruksi akan memberikan dampak khususnya pada Efek
Rumah kaca (Global Warming Potensial), dengan demikian banyaknya konsentrasi
CO
2
di atmosfir menyebabkan suhu udara di bumi semakin meningkat dan akan
menyebabkan es kutub utara mencair sehingga meningkatkan air permukaan laut (sea
water level), selain itu akan menimbulkan perubahan iklim secara global (climate
change) yang akan berdampak pada pergeseran pola tanam, ketersediaan air dan
produktivitas tanaman akan menurun.
b. Dampak Lingkungan dan kesehatan manusia dari limbah yang dihasilkan
Dampak lingkungan yang ditimbulkan dari limbah yang dihasilkan pada setiap
kontruksi jalan aspal hotmix dan beton akan di bagi dalam 3 aspek yaitu :
- Pencemaran udara
Komponen pencemaran udara dapat di lihat pada Tabel 3, dimana konsentrasi
komponen pencemaran udara (CO,SO2, NOx, CH4, N2O, debu dan abu) yang
dihasilkan pada konstruksi jalan lebih besar dibandingkan jalan aspal hotmix,
namun konsentrasi gas HC (hydrocarbon) pada kontruksi aspal lebih besar.
Besarnya konsentrasi gas-gas tersebut di atmosfir akan meningkatnya kadar asam
di udara dan menjadi pemicu terjadinya hujan asam dan secara langsung akan
berdampak pada vegetasi/tanaman, tanah dan air. Hujan asam dapat
E
m
i
s
i

C
O
2

(
K
g
/
k
m
)

Total Emisi CO2
Aspal Hotmix
Beton
LCA Perbandingan Konstruksi Jalan Aspal Hotmix dan Jalan Beton
Teknokimia Nuklir 2011


14
meningkatkan tingkat keasamaan sungai dan danau yang mengakibatkan matinya
ikan-ikan dan penghuni habitat kedua tempat tersebut.
Peningkatan partikel padat di udara (debu), jelaga dan lain-lain menghalangi
radiasi surya yang mencapai permukaan bumi dengan cara membaurkannya. Hal
ini menyebabkan penurunan suhu di permukaan bumi, selain itu Partikel padat
berupa debu dan jelaga di atmosfer dapat bertindak inti kondensasi yang dapat
merangsang turunnya hujan.
Dampak lanjut dari terganggunya kualitas udara terhadap kesehatan dan
kenyamanan manusia antara lain:
Debu : menyebabkan iritasi kulit, iritasi mata, sesak nafas, bronchitis dan
fibriosis paru-paru.
SO
2
: menyebabkan bau yang tidak enak, konjungtiva mata, pusing, mual,
batuk dan oedema paru-paru.
CO : mengurangi kandungan O
2
dalam darah, sehingga menimbulkan nafas
pendek, sakit kepala, pusing, melemahnya daya penglihatan dan pendengaran.
NO
2
: mengganggu sistem pernafasan.
HC : menyebabkan leukemia dan kanker.
- Pencemaran Tanah
Pada kegiatan kontruksi jalan juga akan berdampak pada pencemaran tanah
dimana proses penimbunan bahan material kontruksi dan pembukaan lahan jalan
di lokasi konstruksi serta pengerjaan kontruksi itu sendiri. Komponen sumber
pencemaran tanah dapat dilihat pada table 3 yang menunjukkan bahwa adanya
limbah hasil sisa-sisa bahan material (demolition waste) dari proses kontruksi
yang dibiarkan pada suatu tempat akan menyebabkan pencemaran tanah. Pada
table tersebut juga menunjukkan bahwa kontruksi jalan beton menghasilkan
limbah sampah sisa material yang lebih besar dibandingkan dengan kontruksi
jalan aspal. Selain itu pencemaran tanah juga diakibatkan oleh limbah cair, padat
dan limbah B3. Limbah B3 yang dihasilkan dari konstruksi jalan beton lebih besar
dibandingkan dengan kontruksi jalan aspal hotmix. limbah B3 tersebut
mengandung zat radioaktif yang akan berefek langsung terhadap kesehatan
manusia khususnya pemicu kanker dan cacat permanen pada anak.
- Pencemaran air
Pencemaran air yang diakibatkan dari proses kontruksi jalan baik jalan beton
maupun aspal hotmix dapat dilihat dari komponen pencemarnya yaitu konsentrasi
LCA Perbandingan Konstruksi Jalan Aspal Hotmix dan Jalan Beton
Teknokimia Nuklir 2011


15
BOD, COD, Phospat dan Nitrogen yang dihasilkan. Berdasarkan table 3
menunjukkan bahwa kontruksi jalan aspal hotmix menghasilkan konsentrasi
BOD, COD, P dan N lebih tinggi dibandingkan dengan kontruksi jalan beton. Hal
ini dimungkinkan karena drum penyimpanan aspal yang terkena air hujan atau
dimana komponen penyusun aspal merupakan senyawa karbon yang
menghasilkan BOD, COD, P dan N yang tinggi akan mengalir pada saluran
drainase dan menyebabkan pencemaran air. Tingginya kadar polutan, akan
menyebabkan perubahan signifikan dalam pH air dan sedikitnya jumlah oksigen
dalam air juga memiliki efek termal dan ini akan menyebabkan kematian ikan dan
makhluk lain dari habitat sungai.
c. Dampak terhadap kenyaman hidup manusia (Tingkat Kebisingan)
Kegiatan yang dapat menimbulkan kebisingan antara lain pengoperasian kendaraan
dan peralatan pada saat konstruksi jalan. Konstruksi jalan aspal hotmix maupun jalan
beton menimbulkan kebisingan yang sama dari peralatan kontruksi di lapangan.
Table berikut ini menyajikan data sumber kebisingan dan level kebisingan yang
ditimbulkan.

Sumber :(Matilainen 1986,.Ympristnsuojelu tien- ja
maarakennustiss.(Environmental Protection in Road Construction and Earthworks).
RIL 163.Helsinki. dan Naturvrdsverket. 1983. Byggbuller. Publication nr 1561.
Solna. 65 p)
Adapun dampak dari kebisingan adalah terganggunya kesehatan dan kenyamanan
antara lain: gangguan pendengaran, gangguan percakapan, gangguan tidur, gangguan
psikologis, gangguan produktivitas kerja dan gangguan emosional.
LCA Perbandingan Konstruksi Jalan Aspal Hotmix dan Jalan Beton
Teknokimia Nuklir 2011


16


6. Interpretation
Berdasarkan hasil evaluasi dari inventory analysis dan impact assessment, seperti input
material dan energy yang digunakan pada kontruksi jalan dengan panjang 1 km serta
emisi dan dampak yang dihasilkan terhadap lingkungan dan kesehatan manusia, maka
kontruksi jalan aspal hotmix masih menjadi alternative meskipun memiliki beberapa
kelemahan dibandingkan jalan beton khususnya kelemahan pada kekuatan jalan dan
kontruksinya dalam menahan beban serta perawatan yang intensif. Namun pada kajian
LCA ini terbatas pada input material dan energy yang digunakan serta emisi yang
dihasilkan terhadap lingkungan dan kesehatan manusia, tidak melihat dari aspek teknis
dan struktur jalan.

E. KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan Life Cycle Assessment, dapat disimpulkan bahwa,
1. Penakaran daur hidup (LCA) adalah suatu metode pengukuran dampak suatu produk
tertentu terhadap ekosistem yang dilakukan dengan mengidentifikasikan, mengukur,
menganalisis, dan menakar besarnya konsumsi energi, bahan baku, emisi serta
faktor-faktor lainnya yang berkaitan dengan produk tersebut sepanjang siklus
hidupnya.
2. Dari tulisan ini, dapat dibandingkan pemilihan yang tepat dalam proses konstruksi
jalan asapal menggunakan aspal hotmix atau beton.
3. Dalam analisis LCA konstruksi jalan aspal hotmix lebih baik dibanding jalan aspal
beton meskipun dalam segi kekuatan jalan, jalan beton lebih baik.









LCA Perbandingan Konstruksi Jalan Aspal Hotmix dan Jalan Beton
Teknokimia Nuklir 2011


17
Daftar Pustaka

Hermawan dkk. 2013. Peran LCA pada material konstruksi dalam upaya menurunkan
dampak emisi karbon dioksida pada efek rumah kaca. Konferensi Nasional Teknik
Sipil 7, Universitas Sebelas Maret (UNS). Surakarta.
Megasari, Kartini dkk.___. Penakaran Daur Hidup untuk Pembangkit Listrik Tenaga Uap
(PLTU) Batubara Kapasitas 50 KW.
Reskiana. 2013. Aplikasi LCA dalam Pemilihan Material Konstruksi.

Anda mungkin juga menyukai