Anda di halaman 1dari 13

1

BAB I
PENDAHULUAN

Beberapa aspek lingkungan sedimentasi purba yang dapat dievaluasi dari
data struktur sedimen di antaranya adalah mekanisme transportasi sedimen, arah
aliran arus purba, kedalaman air relatif dan kecepatan arus relatif. Selain itu
beberapa struktur sedimen dapat juga digunakan untuk menentukan atas dan
bawah suatu lapisan. Didalam sedimen umumnya turut terendapkan sisa-sisa
organisme atau tumbuhan yang karena tertimbun, terawetkan dan selama proses.
Diagenesis tidak rusak dan turut menjadi bagian dari batuan sedimen atau
membentuk lapisan batuan sedimen. Sisa-sisa organisme atau tumbuhan yang
terawetkan ini dinamakan fossil. Jadi fosill adalah bukti atau sisa-sisa kehidupan
zaman lampau. Dapat berupa sisa organisme atau tumbuhan, seperti cangkang
kerang, tulang atau gigi maupun jejak ataupun cetakan.
Lingkungan pengendapan merupakan keseluruhan dari kondisi fisik, kimia
dan biologi pada tempat dimana material sedimen terakumulasi. (Krumbein dan
Sloss, 1963) Jadi, lingkungan pengendapan merupakan suatu lingkungan tempat
terkumpulnya material sedimen yang dipengaruhi oleh aspek fisik, kimia dan
biologi yang dapat mempengaruhi karakteristik sedimen yang dihasilkannya.
Secara umum dikenal 3 lingkungan pengendapan, lingkungan darat transisi, dan
laut. Beberapa contoh lingkungan darat misalnya endapan sungai dan endapan
danau, ditransport oleh air, juga dikenal dengan endapan gurun dan glestsyer yang
diendapkan oleh angin yang dinamakan eolian. Endapan transisi merupakan
endapan yang terdapat di daerah antara darat dan laut seperti delta,lagoon, dan
litorial. Sedangkan yang termasuk endapan laut adalah endapan-endapan neritik,
batial, dan abisal. Contoh Lingkungan Pengendapan Pantai : Proses Fisik : ombak
dan akifitas gelombang laut, Proses Kimia : pelarutan dan pengendapan dan
Proses Biologi : Burrowing. Ketiga proses tersebut berasosiasi dan membentuk
karakteristik pasir pantai, sebagai material sedimen yang meliputi geometri,
tekstur sedimen, struktur dan mineralogy.
Tiap lingkungan sedimen memiliki karakteristik akibat parameter fisika, kimia
dan biologi dalam fungsinya untuk menghasilkan suatu badan karakteristik
2

sedimen oleh tekstur khusus, struktur, dan sifat komposisi. Hal tersebut biasa
disebut sebagai fasies. Istilah fasies sendiri akan mengarah kepada perbedaan unit
stratigrafi akibat pengaruh litologi, struktur, dan karakteristik organik yang
terdeteksi di lapangan. Fasies sedimen merupakan suatu unit batuan yang
memperlihatkan suatu pengendapan pada lingkungan.


























3

BAB II
LINGKUNGAN PENGENDAPAN

I.1. Pengertian Lingkungan Pengendapan
Lingkungan pengendapan merupakan keseluruhan dari kondisi fisik, kimia
dan biologi pada tempat dimana material sedimen terakulumulasi. Lingkungan
pengendapan merupakan termpat terkumpulnya material sedimen yang
dipengaruhi oleh aspek fisk,kimia dan biologi yang mempengaruhi karateristi
batuan sedimen tersebut. Tiap lingkungan sedimen memiliki karakteristik akibat
parameter fisika, kimia dan biologi dalam fungsinya untuk menghasilkan suatu
badan karakteristik sedimen oleh tekstur khusus, struktur, dan sifat komposisi. Hal
tersebut biasa disebut sebagai fasies. Istilah fasies sendiri akan mengarah kepada
perbedaan unit stratigrafi akibat pengaruh litologi, struktur, dan karakteristik
organik yang terdeteksi di lapangan. Fasies sedimen merupakan suatu unit batuan
yang memperlihatkan suatu pengendapan pada lingkungan.

I.2. Klasifikasi Lingkungan Pengendapan (Krumbein & Sloss 1963)
1.2.1. Lingkungan Darat
a. Gurun
b. es
c. fluvial
d. lakustrin (danau)
e. paludal (rawa)
f. gua
1.2.2. Lingkungan Transisi
a. Delta
b. Lagoon
c. Litoral
1.2.3. Lingkungan Marine
a. Neritik: Pasang surut 200 m (terletak pada continental shelf)
b. Bathyal (200-2.000 m)
c. Abysal (2.000-10.000 m)
4

d. Hadal (>10.000 m)
I.3. Lingkungan Pengandapan Darat
I.3.1. Fluviall
Berdasarkan morfologinya sistem sungai dikelompokan menjadi 4 tipe
sungai, sungai lurus (straight), sungai teranyam (braided), sungai
anastomasing, dan sungai kekelok (meandering).
a. Sungai Lurus (Straight)
Sungai lurus umumnya berada pada daerah bertopografi terjal
mempunyai energi aliran kuat atau deras. Energi yang kuat ini berdampak pada
intensitas erosi vertikal yang tinggi, jauh lebih besar dibandingkan erosi
mendatarnya. Kondisi seperti itu membuat sungai jenis ini mempunyai
pengendapan sedimen yang lemah, sehingga alirannya lurus tidak berbelok-
belok (low sinuosity). Karena kemampuan sedimentasi yang kecil inilah maka
sungai tipe ini jarang yang meninggalakan endapan tebal. Sungai tipe ini
biasanya dijumpai pada daerah pegunungan, yang mempunyai topografi tajam.
Sungai lurus ini sangat jarang dijumpai dan biasanya dijumpai pada jarak yang
sangat pendek.
b. Sungai Kekelok (Meandering)
Sungai kekelok adalah sungai yang alirannya berkelok-kelok atau
berbelok-belok . Leopold dan Wolman (1957) dalam Reineck dan Singh (1980)
menyebut sungai meandering jika sinuosity-nya lebih dari 1.5. Pada sungai tipe
ini erosi secara umum lemah sehingga pengendapan sedimen kuat. Erosi
horisontalnya lebih besar dibandingkan erosi vertikal, perbedaan ini semakin
besar pada waktu banjir. Hal ini menyebabkan aliran sungai sering berpindah
tempat secara mendatar. Ini terjadi karena adanya pengikisan tepi sungai oleh
aliran air utama yang pada daerah kelokan sungai pinggir luar dan pengendapan
pada kelokan tepi dalam. Kalau proses ini berlangsung lama akan
mengakibatkan aliran sungai semakin bengkok. Pada kondisi tertentu
bengkokan ini terputus, sehingga terjadinya danau bekas aliran sungai yang
berbentuk tapal kuda atau oxbow lake.
c. Sungai Teranyam (Braided)
Sungai teranyam umumnya terdapat pada daerah datar dengan energi
arus alirannya lemah dan batuan di sekitarnya lunak. Sungai tipe ini bercirikan
5

debit air dan pengendapan sedimen tinggi. Daerah yang rata menyebabkan
aliran dengan mudah belok karena adanya benda yang merintangi aliran
sungai utama. Tipe sungai teranyam dapat dibedakan dari sungai kekelok
dengan sedikitnya jumlah lengkungan sungai, dan banyaknya pulau-pulau
kecil di tengah sungai yang disebut gosong. Sungai teranyam akan terbentuk
dalam kondisi dimana sungai mempunyai fluktuasi dischard besar dan cepat,
kecepatan pasokan sedimen yang tinggi yang umumnya berbutir kasar, tebing
mudah tererosi dan tidak kohesif (Cant, 1982). Biasanya tipe sungai teranyam
ini diapit oleh bukit di kiri dan kanannya. Endapannya selain berasal dari
material sungai juga berasal dari hasil erosi pada bukit-bukit yang
mengapitnya yang kemudian terbawa masuk ke dalam sungai. Runtunan
endapan sungai teranyam ini biasanya dengan pemilahan dan kelulusan yang
baik, sehingga bagus sekali untuk batuan waduk (reservoir). Umumnya tipe
sungai teranyam didominasi oleh pulau-pulau kecil (gosong) berbagai ukuran
yang dibentuk oleh pasir dan krikil. Pola aliran sungai teranyam terkonsentrasi
pada zona aliran utama. Jika sedang banjir sungai ini banyak material yang
terbawa terhambat pada tengah sungai baik berupa batang pepohonan ataupun
ranting-ranting pepohonan. Akibat sering terjadinya banjir maka di sepanjang
bantaran sungai terdapat lumpur yang mendominasi hampir di sepanjang
bantaran sungai.
d. Sungai Anastomasing
Sungai anastomasing terjadi karena adanya dua aliran sungai yang
bercabang-cabang, dimana cabang yang satu dengan cabang yang lain bertemu
kembali pada titik dan kemudian bersatu kembali pada titik yang lain
membentuk satu aliran. Energi alir sungai tipe ini rendah. Ada perbedaan yang
jelas antara sungai teranyam dan sungai anastomosing. Pada sungai teranyam
(braided), aliran sungai menyebar dan kemudian bersatu kembali menyatu
masih dalam lembah sungai tersebut yang lebar. Sedangkan untuk sungai
anastomasing adalah beberapa sungai yang terbagi menjadi beberapa cabang
sungai kecil dan bertemu kembali pada induk sungai pada jarak tertentu . Pada
daerah onggokan sungai sering diendapkan material halus dan biasanya
ditutupi oleh vegetasi.

I.3.2. Lacustrin
6

Lacustrin atau danau adalah suatu lingkungan tempat berkumpulnya air
yang tidak berhubungan dengan laut. Lingkungan ini bervariasi dalam kedalaman,
lebar dan salinitas yang berkisar dari air tawar hingga hipersaline. Pada
lingkungan ini juga dijumpai adanya delta, barried island hingga kipas bawah air
yang diendapkan dengan arus turbidit. Danau juga mengendapkan klastika dan
endapan karbonat termasuk oolit dan terumbu dari alga. Pada daerah beriklim
kering dapat terbentuk endapan evaporit. Endapan danau ini dibedakan dari
endapan laut dari kandungan fosil dan aspek geokimianya. Danau dapat terbentuk
melalui beberapa mekanisme, yaitu berupa pergerakan tektonik sebagai
pensesaran dan pemekaran; proses glasiasi seperti ice scouring, ice damming dan
moraine damming (penyumbatan oleh batu); pergerakan tanah atau hasil dari
aktifitas volkanik sebagai penyumbatan lava atau danau kawah hasil peledakan.
I.4. Lingkungan Pengandapan Transisi
I.4.1. Lagun
Lingkungan lagun karena ada tanggul maka berenergi rendah sehingga
material yang diendapkan berupa fraksi halus, kadang juga dijumpai batupasir
dan batulumpur. Beberapa lagun yang tidak bertindak sebagai muara sungai,
maka material yang diendapkan didominasi oleh material marin. Material
pengisi lagun dapat berasal dari erosi barrier (wash over) yang berukuran pasir
dan lebih kasar. Apabila ada penghalang berupa reef, dapat juga dijumpai
pecahan-pecahan cangkang di bagian backbarier atau di tidal delta. Akibat
angin partikel halus dari tanggul dapat terangkut dan diendapkan di lagun.
Angin tersebut dapat juga menyebabkan terjadinya gelombang pasang yang
menerpa garis pantai dan menimbulkan energi tinggi sehingga terjadi
pengikisan dan pengendapan fraksi kasar. Struktur sedimen yang berkembang
umumnya pejal (pada batulempung abu-abu gelap) dengan sisipan tipis
batupasir halus (batulempung Formasi Lidah di Kendang Timur), gelembur -
gelombang dengan beberapa internal small scale cross lamination yang
melibatkan batulempung pasiran.


7


I.4.2. Delta
Proses pembentukan delta adalah akibat akumulasi dari sedimen fluvial
(sungai) pada lacustrine atau marine coastline. Delta merupakan sebuah
lingkungan yang sangat komplek dimana beberapa faktor utama mengontrol
proses distribusi sedimen dan morfologi delta, faktor-faktor tersebut adalah
regime sungai, pasang surut (tide), gelombang, iklim, kedalaman air dan
subsiden.
1.5. Lingkungan Pengendapan Laut
Lingkungan laut merupakan lingkungan perairan salin atau marine waters
yang menyimpan berjuta misteri kekayaan ekosistem dan biodiversitas yang
hingga sekarang masih belum banyak tersingkap. Lingkungan yang dinamakan
Lingkungan Laut (Marine Environment) cakupannya dimulai dari bagian pantai
(coastal) dan daerah muara (estuarine) hingga ke tengah samudra, dimulai dari
bagian permukaan air hingga dasar perairan yang bermacam-macam tipe
kedalamannya dan bentuk morfologisnya.
Dengan semakin majunya ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang
kelautan, baik itu Biologi Kelautan (Marine Biology) maupun Oseanografi,
membuat tabir yang seolah menutupi lautan dengan segala misteri yang
dikandungnya sedikit demi sedikit dapat tersingkap. Salah satunya adalah
pengetahuan mengenai Lingkungan laut.
1.5.1. Neritik
Daerah shelf merupakan daerah lingkungan pengendapan yang berada
diantara daerah laut dangkal sampai batas shelf break . Heckel (1967) dalam
Boggs (1995) membagi lingkungan shelf ini menjadi dua jenis,
perikontinental (marginal) dan epikontinental (epeiric). Perikontinental shelf
adalah lingkungan laut dangkal yang terutama menempati daerah di sekitar
batas kontinen (transitional crust) shelf dengan laut dalam. Perikontinental
seringkali kehilangan sebagian besar dari endapan sedimennya (pasir dan
material berbutir halus lainnya), karena endapan-endapan tersebut bergerak
memasuki laut dalam dengan proses arus traksi dan pergerakan graviti
8

(gravity mass movement). Karena keberadaannya di daerah kerak transisi
(transitional crust), perikontinental juga sering menunjukan penurunan
(subsidence) yang besar, khususnya pada tahap awal pembentukan cekungan,
yang dapat mengakibatkan terbentuknya endapan yan tebal pada daerah ini
(Einsele, 1992). Sedangkan epikontinental adalah lingkungan laut yang
berada pada daerah kontinen (daratan) dengan sisi-sisinya dibatasi oleh
beberapa daratan. Daerah ini biasanya dibentuk jauh dari pusat badai (storm)
dan arus laut, sehingga seringkali terproteksi dengan baik dari kedua
pengaruh tersebut. Jika sebagian dari daerah epeiric ini tertutup, maka ini
akan semakin tidak dipengaruhi oleh gelombang dan arus tidal.
1.5.2. Bathyal
Zona bathyal merupakan zona perairan remang-remang, biasanya dengan
kedalaman antara 200 1000 meter. Keadaan bentik zona bathyal umumnya
merupakan lereng-lereng curam yang merupakan dinding laut dalam dan
sebagai bagian pinggiran kontinen. Zona bathyal juga diistilahkan sebagai
Continental Slope. Pada Continental slope sering ditemui canyon/ ngarai /
submarine canyon, yang umumnya merupakan kelanjutan dari muara sungai
sungai besar di pesisir. Tipe sedimen utama sedimen pada zona bathyal
merupakan lempung biru, lempung gelap dengan butiran halus dan memiliki
kandungan karbonat kurang dari 30%. Sedimen-sedimennya memiliki jenis
sedimen terrestrial, pelagis, atau autigenik (terbentuk ditempat). Sedimen
Terrestrial (terbentuk dari daratan) lebih banyak merupakan lempung dan
lanau, berwarna biru disebabkan karena akumulasi sisa-sisa bahan organik
dan senyawa ferro besi sulfida yang diproduksi oleh bakteri. Sedimen
terrestrial juga merupakan tipe sedimen yang paling mendominasi. Sedimen
terrigenous terbawa hingga ke zona bathyal melalui arus sporadik turbiditi
yang berasal dari wilayah yang lebih dangkal. Saat material terrigenous
langka, cangkang mikroskopis dari fitoplankton dan zooplankton akan
terakumulasi di dasar membentuk sedimen authigenik. Biota yang hidup pada
bagian bentik zona bathyal antara lain spon, brachiopod, bintang laut,
echinoid, dan populasi pemakan sedimen lainnya yang terdapat pada bagian
9

sedimen terrigenous. Biasanya biota yang hidup di zona ini memiliki
metabolisme yang lamban karena kebutuhan konservasi energi pada
lingkungan yang minim nutrisi. Kecuali pada laut yang sangat dalam, zona
bathyal memanjang hingga ke zona bentik pada dasar laut yang merupakan
bagian dari continental slope yang berada di kedalaman 1000 hingga 4000
meter.
1.5.3. Abysal
Zona abisal meluas dari pinggir paparan benua hingga ke bagian dasar laut
terdalam dari samudera. Kebanyakan lingkungan abisal ini menyerupai bahan
lumpur. Dasar samudera biasanya terdiri dari endapan kapur, terutama
kerangka foraminifera, endapan silica, terutama kerangka diatom dan
lempung merah dasar laut yang lebih dalam dengan tekanan yang tinggi
sehingga membuat zat-zat lain mudah sekali larut. Zona abisal ini 82 %
berkedalaman dari 2000 m sampai 6000 m dengan suhu yang relative stabi
antara 4
0
C hingga 1,2
0
C.
1.5.4. Hadal
Zona hadal merupakan zona laut terdalam, lebih dari kedalaman 6000 m.
Zona ini termasuk kedalam zona afotik( aphotic zone ) karena merupakan
daerah laut dalam yang tidak terdapat cahaya karena cahaya matahari tidak
dapat menembus pada daerah tersebut.Substrat yang ada biasanya berupa
kalsium karbonat dan sisa-sisa zat renik atau organisme yang telah mati
tenggelam sampai ke dasar. Salinitas air dalam zona ini (salinitas = 34-35
ppt) tetap mirip dengan salinitas khas abyssal dan tidak terpengaruh oleh
tekanan. Ada beberapa hal yang mempengaruhi bagaimana tedapat hal
tersebut karena adanya hewan-hewan mati yang berada pada daerah atasnya
mati dan mengendap di dasar dari daerah hadal tersebut sehingga banyak
ditemukan zat-zat kapur atau mineral-mineral yang dikandung organisme
yang mati tersebut dapat terendapkan. Ditinjau dari tekanan di daerah
tersebut,pressure bagi organisme yang terdapat pada daerah tersebut sangatlah
tinggi sehingga membutuhkan bentuk morfologi,anatomi yang harus
mendukung daya adaptasi yang akan dipergunakannya dalam bertahan
10

hidup.Biasanya organisme yang hidup pada daerah tersebut mempunyai cara
yang unik untuk beradaptasi,seperti mempunyai bentuk yang
aneh,mempunyai simbiosis dengan organisme lain semisal bakteri.
Karakteristik lain dari zona hadal adalah mempunyai sumber panas bumi
alami bernama corong hidrotermal (hidrotermal vents).Hal ini pulalah yang
membuat mengapa terdapat organisme tertentu dapat hidup dalam lingkungan
ekstrim,dapat dikatakan begitu karena dengan kondisi minim oksigen,tekanan
yang tinggi dan cahaya yang hampir tidak ada. Ada penurunan umum dalam
kelimpahan dan biomassa organisme dengan meningkatnya kedalaman.
Meskipun demikian, sampling dalam zona Hadal telah mengungkapkan
beragam organisme metazoan terutama fauna bentik, seperti ikan,
holothurians, polychaetes, kerang, isopoda, actinians, amphipods dan
gastropoda. Kekayaan zona ini, diperkirakan berasal dari dataran abyssal,
juga dan menurun dengan meningkatnya kedalaman, meskipun peran relatif
peningkatan tekanan versus berkorelasi lingkungan lainnya tetap belum
terpecahkan. Mereka kebanyakan mendapat makanan dari bantuan bakteri
Chemosynthetic yang menguraikan jasad-jasad dari biota yang mati pada
lapisan diatasnya.













11

BAB III
ZONA BATHYAL

III.1. Kedalaman
Zona bathyal merupakan zona perairan remang-remang, biasanya dengan
kedalaman antara 200 1000 meter. Keadaan bentik zona bathyal umumnya
merupakan lereng-lereng curam yang merupakan dinding laut dalam dan
sebagai bagian pinggiran kontinen. Zona bathyal juga diistilahkan sebagai
Continental Slope. Pada Continental slope sering ditemui canyon/ ngarai /
submarine canyon, yang umumnya merupakan kelanjutan dari muara sungai
sungai besar di pesisir.
III.2. Jenis Sedimen
Tipe sedimen utama sedimen pada zona bathyal merupakan lempung biru,
lempung gelap dengan butiran halus dan memiliki kandungan karbonat
kurang dari 30%. Sedimen-sedimennya memiliki jenis sedimen terrestrial,
pelagis, atau autigenik (terbentuk ditempat). Sedimen Terrestrial (terbentuk
dari daratan) lebih banyak merupakan lempung dan lanau, berwarna biru
disebabkan karena akumulasi sisa-sisa bahan organik dan senyawa ferro besi
sulfida yang diproduksi oleh bakteri, Sedimen terrestrial juga merupakan tipe
sedimen yang paling mendominasi. Sedimen terrigenous terbawa hingga ke
zona bathyal melalui arus sporadik turbiditi yang berasal dari wilayah yang
lebih dangkal. Saat material terrigenous langka, cangkang mikroskopis dari
fitoplankton dan zooplankton akan terakumulasi di dasar membentuk sedimen
authigenik.
III.3. Biota
Biota yang hidup pada bagian bentik zona bathyal antara lain spon,
brachiopod, bintang laut, echinoid, dan populasi pemakan sedimen lainnya
yang terdapat pada bagian sedimen terrigenous. Biasanya biota yang hidup di
zona ini memiliki metabolisme yang lamban karena kebutuhan konservasi
energi pada lingkungan yang minim nutrisi. Kecuali pada laut yang sangat
dalam, zona bathyal memanjang hingga ke zona bentik pada dasar laut yang
12

merupakan bagian dari continental slope yang berada di kedalaman 1000
hingga 4000 meter.
III.4. Klasifikasi Zona Bathyal
III.4.1. Epibathyal
Mempunyai kedalaman 600-3600 kaki. Sebagian dari zona
epibathyal masuk dalam kerak samudra dan sebagian masih masuk dalam
lereng bawah kerak benua.
III.4.2. Mesobathyal
Mempunyai kedalaman 3600 kaki-13500 kaki. Seluruh zona
Mesobathyal adalah masukdalam kerak samudra.





















13

DAFTAR ISI

Krumbein & Sloss 1963, Stratigraphy and Sedimentation, edisi 2, Departement of
Geology, Northwestern University.

Anda mungkin juga menyukai