Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH UUD 1945

KEWARGANEGARAAN
Oleh
HADNALTIAS ALPEKI ; 03021381320028
HAIDIR ARDHI ; 03021381320030
IGA MAWARNI ; 03021381320026
INSYANIAH KHOIRIAH ; 03021281320008
JACKY RYANTO FERNANDES ; 03021281320018
M. ALFAJRI ; 03021381320062

JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
Sejarah UUD 1945
Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI)
yang dibentuk pada tanggal 29 April 1945 adalah badan yang menyusun
rancangan UUD 1945. Pada masa sidang pertama yang berlangsung dari tanggal
28 Mei hingga 1 Juni 1945, Ir. Soekarno menyampaikan gagasan tentang "Dasar
Negara" yang diberi nama Pancasila. Pada tanggal 22 Juni 1945, 38 anggota
BPUPKI membentuk Panitia Sembilan yang terdiri dari 9 orang untuk
merancang Piagam Jakarta yang akan menjadi naskah Pembukaan UUD 1945.
Setelah dihilangkannya anak kalimat "dengan kewajiban menjalankan syariah
Islam bagi pemeluk-pemeluknya" maka naskah Piagam Jakarta menjadi naskah
Pembukaan UUD 1945 yang disahkan pada tanggal 18 Agustus 1945 oleh Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Pengesahan UUD 1945 dikukuhkan
oleh Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) yang bersidang pada tanggal 29
Agustus 1945. Naskah rancangan UUD 1945 Indonesia disusun pada masa Sidang
Kedua Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPKI). Nama Badan
ini tanpa kata "Indonesia" karena hanya diperuntukkan untuk tanah Jawa saja. Di
Sumatera ada BPUPKI untuk Sumatera. Masa Sidang Kedua tanggal 10-17
Juli 1945. Tanggal 18 Agustus 1945, PPKI mengesahkan UUD 1945 sebagai
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia.
Periode berlakunya UUD 1945 18 Agustus 1945- 27 Desember 1949
Dalam kurun waktu 1945-1950, UUD 1945 tidak dapat dilaksanakan sepenuhnya
karena Indonesia sedang disibukkan dengan perjuangan mempertahankan
kemerdekaan. Maklumat Wakil Presiden Nomor X pada tanggal 16
Oktober 1945 memutuskan bahwa KNIP diserahi kekuasaan legislatif, karena
MPR dan DPR belum terbentuk. Tanggal 14 November 1945 dibentuk Kabinet
Semi-Presidensiel ("Semi-Parlementer") yang pertama, sehingga peristiwa ini
merupakan perubahan sistem pemerintahan agar dianggap lebih demokratis.
Periode berlakunya Konstitusi RIS 1949 27 Desember 1949 - 17 Agustus 1950
Pada masa ini sistem pemerintahan indonesia adalah parlementer.
bentuk pemerintahan dan bentuk negaranya federasi yaitu negara yang
didalamnya terdiri dari negara-negara bagian yang masing masing negara bagian
memiliki kedaulatan sendiri untuk mengurus urusan dalam negerinya.
Periode UUDS 1950 17 Agustus 1950 - 5 Juli 1959
Pada periode UUDS 50 ini diberlakukan sistem Demokrasi Parlementer yang
sering disebut Demokrasi Liberal. Pada periode ini pula kabinet selalu silih
berganti, akibatnya pembangunan tidak berjalan lancar, masing-masing partai
lebih memperhatikan kepentingan partai atau golongannya. Setelah negara RI
dengan UUDS 1950 dan sistem Demokrasi Liberal yang dialami rakyat Indonesia
selama hampir 9 tahun, maka rakyat Indonesia sadar bahwa UUDS 1950 dengan
sistem Demokrasi Liberal tidak cocok, karena tidak sesuai dengan jiwa Pancasila
dan UUD 1945. Akhirnya Presiden menganggap bahwa keadaan ketatanegaraan
Indonesia membahayakan persatuan dan kesatuan bangsa dan negara serta
merintangi pembangunan semesta berencana untuk mencapai masyarakat adil dan
makmur; sehingga pada tanggal 5 Juli 1959 mengumumkan dekrit mengenai
pembubaran Konstituante dan berlakunya kembali UUD 1945 serta tidak
berlakunya UUDS 1950
Periode kembalinya ke UUD 1945 5 Juli 1959-1966
Karena situasi politik pada Sidang Konstituante 1959 dimana banyak saling tarik
ulur kepentingan partai politik sehingga gagal menghasilkan UUD baru, maka
pada tanggal 5 Juli 1959, Presiden Sukarno mengeluarkan Dekrit Presiden yang
salah satu isinya memberlakukan kembali UUD 1945 sebagai undang-undang
dasar, menggantikan Undang-Undang Dasar Sementara 1950 yang berlaku pada
waktu itu.
Pada masa ini, terdapat berbagai penyimpangan UUD 1945, di antaranya:
Presiden mengangkat Ketua dan Wakil Ketua MPR/DPR dan MA serta Wakil
Ketua DPA menjadi Menteri Negara
MPRS menetapkan Soekarno sebagai presiden seumur hidup
Pemberontakan Partai Komunis Indonesia melalui Gerakan 30 September Partai
Komunis Indonesia
Periode UUD 1945 masa orde baru 11 Maret 1966- 21 Mei 1998
Pada masa Orde Baru (1966-1998), Pemerintah menyatakan akan menjalankan
UUD 1945 dan Pancasila secara murni dan konsekuen.
Pada masa Orde Baru, UUD 1945 juga menjadi konstitusi yang sangat "sakral", di
antara melalui sejumlah peraturan:
Ketetapan MPR Nomor I/MPR/1983 yang menyatakan bahwa MPR
berketetapan untuk mempertahankan UUD 1945, tidak berkehendak akan
melakukan perubahan terhadapnya
Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1983 tentang Referendum yang antara lain
menyatakan bahwa bila MPR berkehendak mengubah UUD 1945, terlebih
dahulu harus minta pendapat rakyat melalui referendum.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1985 tentang Referendum, yang merupakan
pelaksanaan TAP MPR Nomor IV/MPR/1983.
Periode 21 Mei 1998- 19 Oktober 1999
Pada masa ini dikenal masa transisi. Yaitu masa sejak Presiden Soeharto
digantikan oleh B.J.Habibie sampai dengan lepasnya Provinsi Timor Timur dari
NKRI.
Periode UUD 1945 Amandemen
Salah satu tuntutan Reformasi 1998 adalah dilakukannya perubahan (amandemen)
terhadap UUD 1945. Latar belakang tuntutan perubahan UUD 1945 antara lain
karena pada masa Orde Baru, kekuasaan tertinggi di tangan MPR (dan pada
kenyataannya bukan di tangan rakyat), kekuasaan yang sangat besar pada
Presiden, adanya pasal-pasal yang terlalu "luwes" (sehingga dapat menimbulkan
multitafsir), serta kenyataan rumusan UUD 1945 tentang semangat penyelenggara
negara yang belum cukup didukung ketentuan konstitusi.

PERUBAHAN UUD 1945
Salah satu keberhasilan yang dicapai oleh bangsa Indonesia pada masa
reformasi adalah reformasi konstitusional (constitutional reform). Reformasi
konstitusi dipandang merupakan kebutuhan dan agenda yang harus
dilakukan karena UUD 1945 sebelum perubahan dinilai tidak cukup untuk
mengatur dan mengarahkan penyelenggaraan negara sesuai harapan rakyat,
terbentuknya good governance, serta mendukung penegakan demokrasi dan hak
asasi manusia.
Perubahan UUD 1945 dilakukan secara bertahap dan menjadi salah satu
agenda Sidang MPR dari 1999 hingga 2002. Perubahan pertama dilakukan dalam
Sidang UmumMPR Tahun 1999. Arah perubahan pertama UUD 1945 adalah
membatasi kekuasaan Presiden dan memperkuat kedudukan Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR) sebagai lembaga legislatif.
Perubahan kedua dilakukan dalam sidang Tahunan MPR Tahun 2000.
Perubahan kedua menghasilkan rumusan perubahan pasal-pasal yang meliputi
masalah wilayah negara dan pembagian pemerintahan daerah, menyempumakan
perubahan pertama dalam hal memperkuat kedudukan DPR, dan ketentuan-
ketentuan terperinci tentang HAM.
Perubahan ketiga ditetapkan pada Sidang Tahunan MPR 2001.Perubahan
tahap inimengubah dan atau menambah ketentuan-ketentuan pasal tentang asas-
asas landasan bemegara, kelembagaan negara dan hubungan antarlembaga
negara, serta ketentuan-ketentuan tentang Pemilihan Umum. Sedangkan
perubahan keempat dilakukan dalam Sidang Tahunan MPR Tahun 2002.
Perubahan Keempat tersebut meliputi ketentuan tentangkelembagaan negara dan
hubungan antarlembaga negara, penghapusan Dewan Pertimbangan Agung
(DPA), pendidikan dan kebudayaan, perekonomian dan kesejahteraan sosial, dan
aturan peralihan serta aturan tambahan.
Empat tahap perubahan UUD 1945 tersebut meliputi hampir keseluruhan
materi UUD 1945. Naskah asli UUD 1945 berisi 71 butir ketentuan, sedangkan
perubahan yang dilakukan menghasilkan 199 butir ketentuan. Saat ini, dari 199
butir ketentuan yang ada dalam UUD 1945, hanya 25 (12%) butir ketentuan yang
tidak mengalami perubahan. Selebihnya, sebanyak 174 (88%) butir ketentuan
merupakan materi yang baru atau telah mengalami perubahan.
Dari sisi kualitatif, perubahan UUD 1945 bersifat sangat mendasar karena
mengubah prinsip kedaulatan rakyat yang semula dilaksanakan sepenuhnya oleh
MPR menjadi dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar. Hal itu
menyebabkan semua lembaga negara dalam UUD 1945 berkedudukan sederajat
dan melaksanakan kedaulatan rakyat dalam lingkup wewenangnya masing-
masing. Perubahan lain adalah dari kekuasaan Presiden yang sangat
besar (concentration of power and responsibility upon the President) menjadi
prinsip saling mengawasi dan mengimbangi (checks and balances). Prinsip-
prinsip tersebut menegaskan cita negara yang hendak dibangun, yaitu negara
hukum yang demokratis.
Setelah berhasil melakukan perubahan konstitusional, tahapan selanjutnya
yang harus dilakukan adalah pelaksanaan UUD 1945 yang telah diubah tersebut.
Pelaksanaan UUD 1945 harus dilakukan mulai dari konsolidasi norma hukum
hingga dalam praktik kehidupan berbangsa dan bernegara. Sebagai hukum
dasar, UUD 1945 harus menjadi acuan dasar sehingga benar-benar hidup dan
berkembang dalam penyelenggaraan negara dan kehidupan warga negara (the
living constitution).
Tujuan Perubahan UUD 1945
Tujuan perubahan UUD 1945 waktu itu adalah menyempurnakan aturan dasar
seperti tatanan negara, kedaulatan rakyat, HAM, pembagian kekuasaan, eksistensi
negara demokrasi dan negara hukum, serta hal-hal lain yang sesuai dengan
perkembangan aspirasi dan kebutuhan bangsa. Perubahan UUD 1945 dengan
kesepakatan di antaranya tidak mengubah Pembukaan UUD 1945, tetap
mempertahankan susunan kenegaraan (staat structuur) kesatuan atau selanjutnya
lebih dikenal sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), serta
mempertegas sistem pemerintahan presidensiil.

Analisis UUD 1945 Sebelum dan Sesudah Amandemen
Pasal 1 ayat 2
Sebelum Amandemen: Kedaulatan memang berada di tangan rakyat, tetapi
dilaksanakan sepenuhnya berada di tangan rakyat, sehingga kelemahan di sini
MPR dalam menjalankan kedaulatnnya tidak dibatasi oleh undang-undang
Sesudah Amandemen: Sesudah amandemen, kedaulatan masih berada di tangan
rakyat tetapi semuanya harus sesuai dengan undang-undang. Kelebihan dari
amandemen ayat ini adalah mengurangi kesewenang-wenangan penggunaan
kedaulatan oleh rakyat dan harus sesuai dengan undang-undang
Pasal 1 ayat 3
Sebelum Amandemen: (TIDAK ADA)
Sesudah Amandemen: Negara Indonesia mempertegas statusnya sebagai negara
hukum karena pada saat Orde Baru kekuasaan banyak diselewengkan dan
semuanya dikuasai oleh para kerah-putih sehingga dengan di tambahkannya
pasal ini, maka semua orang Indonesia, tanpa melihat statusnya dalam berbuat
harus tetap dipertanggungjawabkan di depan hukum yang berlaku di Indonesia
Pasal 2 ayat 1
Sebelum Amandemen: Kelemahan dari ayat ini adalah anggota MPR yang berasal
dari golongan-golongan daerah bisa saja tidak sesuai dengan kualifikasi yang
diminta untuk duduk di kursi MPR
Sesudah Amandemen: Kelebihan dari amandemen ayat ini adalah anggota DPD
yang akan duduk di MPR haruslah melalui pemilihan umum sehingga bukan asal
pilih saja
Pasal 3 ayat 1
Sebelum Amandemen: MPR hanya berperan untuk menetapkan UUD dan GBHN.
Pengubahan UUD bukan menjadi hak MPR
Sesudah Amandemen: MPR bisa melakukan perubahan pada UUD, selain
menetapkannya. Apabila dipandang suatu pasal tidak sesuai dengan zaman, maka
MPR bisa melakukan perubahan sesuai dengan UU yang berlaku
Pasal 3 ayat 2
Sebelum Amandemen: (TIDAK ADA)
Sesudah Amandemen: MPR berwenang sebagai lembaga yang melantik presiden
dan wakil presiden saja, karena sebelumnya MPR juga memilih, mengangkat, dan
memberhentikan presiden dan wakil presiden
Pasal 3 ayat 3
Sebelum Amandemen: (TIDAK ADA)
Sesudah Amandemen: MPR hanya berwenang untuk memakzulkan presiden dan
wakil presiden berdasarkan UUD, dengan alasan presiden/wapres itu gagal dalam
melaksanakan pemerintahan. Mereka tidak berwenang untuk memilihnya
Pasal 5 ayat 1
Sebelum Amandemen: Presiden memiliki hak penuh untuk membentuk UU
dengan persetujuan DPR sehingga dengan demikian UU yang dibentuk itu pasti
bisa disahkan
Sesudah Amandemen: Presiden hanya berhak untuk membuat dan mengajukan
RUU kepada DPR untuk kemudian dibahas dan disahkan. Kelebihan dari
pengubahan ini adalah RUU yang sebelum dijadikan UU bisa dilakukan wacana
terlebih dahulu, apakah sesuai dengan kondisi yang ada di masyarakat
Pasal 6 ayat 1
Sebelum Amandemen: Latar belakang presiden Indonesia pada saat itu hanya
disebutkan harus orang Indonesia tanpa menjelaskan syarat yang lebih jelas
lainnya
Sesudah Amandemen: Sesudah amandemen latar belakang seorang presiden
semakin dipertegas dengan beberapa syarat, seperti harus mampu melaksanakan
tugas kepresidenan secara jasmani dan rohani
Pasal 6 ayat 2
Sebelum Amandemen: Presiden dipilih langsung oleh MPR dengan suara
terbanyak tanpa adanya campur tangan rakyat, sehingga rakyat tak pernah tahu
bagiamana sosok/figur yang akan menjadi pemimpin negara waktu itu
Sesudah Amandemen: Syarat-syarat untuk menjadi presiden dan wapres diatur
oleh UU sehingga sesuai dengan ketentuan UU, maka dalam hal ini masyarakat
Indonesia berhak untuk memilih presiden serta wapres, tanpa ikut campur MPR
secara langsung
Pasal 6A ayat 1
Sebelum Amandemen: (TIDAK ADA)
Sesudah Amandemen: Di sini menegaskan tentang hak pilih rakyat dalam
pemilihan Presiden dan Wakil Presiden secara langsung, sehingga hal ini tentu
berbeda dengan masa Orde Baru saat era kepemimpinan mantan Presiden
Soeharto
Pasal 6A ayat 2
Sebelum Amandemen: (TIDAK ADA)
Sesudah Amandemen: Calon Presiden dan Wakilnya merupakan usulan dari satu
parpol ataupun gabungan beberapa parpol (koalisi) sebelum dilaksanakan
pemilihan umum
Pasal 6A ayat 3
Sebelum Amandemen: (TIDAK ADA)
Sesudah Amandemen: Ayat ini membahas mengenai syarat sah untuk menjadi
seorang Presiden dan Wakil Presiden berdasarkan jumlah suara yang diperolehnya
pada saat pemilu, yakni lebih dari 50% secara nasional dan lebih dari 20% di tiap
provinsi di Indonesia
Pasal 6A ayat 4
Sebelum Amandemen: (TIDAK ADA)
Sesudah Amandemen: Apabila dalam penghitungan ditemukan suara yang
terbanyak yang sama pada dua calon pasangan presiden dan wapresnya, maka
akan dilaksanakan pemilu ulang dengan calon para pemenang suara pertama dan
kedua tersebut oleh rakyat secara langsung
Pasal 6A ayat 5
Sebelum Amandemen: (TIDAK ADA)
Sesudah Amandemen: Syarat-syarat untuk menjadi seorang Presiden dan Wakil
Presiden lebih lanjutnya akan diterangkan di undang-undang yang berlaku
Pasal 7
Sebelum Amandemen: Presiden memiliki hak untuk diangkat kembali sebagai
presiden dalam jangka 5 tahun kepemerintahan dan selanjutnya bisa dipilih
kembali tanpa batas yang ada. Hal ini bisa saja membuat seorang Presiden untuk
mencalonkan dirinya berkali-kali atau selamanya
Sesudah Amandemen: Presiden memiliki hak kepemerintahan sebanyak dua kali
masa jabatan yang masing-masing berjangka 5 tahun untuk dipilih oleh
masyarakat Indonesia secara langsung. Hal ini diharapkan bisa menghilangkan
kepemerintahan abadi
Pasal 7A
Sebelum Amandemen: (TIDAK ADA)
Sesudah Amandemen: MPR dengan usul DPR bisa saja memberhentikan jabatan
seorang Presiden maupun Wakil Presiden apabila dia terbukti telah melakukan
pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan serta tindakan pidana berat
lainnya ataupun sudah tidak memenuhi syarat-syarat untuk menjadi seorang
Presiden ataupun Wakil Presiden lagi
Pasal 7B ayat 1
Sebelum Amandemen: (TIDAK ADA)
Sesudah Amandemen: Sebelum memberikan usulan kepada MPR untuk
memberhentikan seorang Presiden ataupun Wakil Presiden yang terbukti salah
melakukan tindakan semacam korupsi, penyuapan, dan semacamnya, maka DPR
terlebih dahulu mengajukan permintaan ke MK sebelum memutuskan apakah
Presiden atau Wapres tersebut terbukti melakukan tindakan tersebut
Pasal 7B ayat 2
Sebelum Amandemen: (TIDAK ADA)
Sesudah Amandemen: DPR memiliki fungsi pengawasan terhadap kinerja seorang
Presiden beserta Wakil Presidennya, dan apabila terbukti salah satunya ataupun
keduanya melakukan kesalahan, maka DPR telah menjalankan fungsi
pengawasannya
Pasal 7B ayat 3
Sebelum Amandemen: (TIDAK ADA)
Sesudah Amandemen: Sebelum mengajukan permintaan untuk memberhentikan
seorang presiden atau wapresnya yang terbukti melakukan kesalahan ke MK, DPR
haruslah melakukan sidang & mendapatkan suara paling tidak 2/3 dari anggotanya
dan anggota yang hadir dalam sidang paling tidak sebanyak 2/3 dari
keseluruhannya untuk bisa mengajukan permintaan pemberhentian presiden /
wapres
Pasal 7B ayat 4
Sebelum Amandemen: (TIDAK ADA)
Sesudah Amandemen: MK diberi waktu paling lambat 90 hari untuk memeriksa,
mengadili, dan memutus usulan DPR setelah MK menerima usulan permintaan
pemberhentian presiden atau wakilnya
Pasal 7B ayat 5
Sebelum Amandemen: (TIDAK ADA)
Sesudah Amandemen: Apabila MK telah menemukan bahwa usul yang
disampaikan DPR itu benar mengenai kesalahan-kesalahan yang dilakukan
presiden atau wakilnya dan menyetujuinya, maka DPR berhak untuk meneruskan
usul pemberhentian itu ke MPR
Pasal 7B ayat 6
Sebelum Amandemen: (TIDAK ADA)
Sesudah Amandemen: Setelah menerima persetujuan dari MK dan mendapat
tembusan dari DPR, maka MPR berhak menyelenggarakan sidang dan
memutuskannya paling lambat 30 hari setelah usul dari DPR tersebut diterima
MPR
Pasal 7B ayat 7
Sebelum Amandemen: (TIDAK ADA)
Sesudah Amandemen: Presiden atau wakil presiden yang terbukti bersalah akan
korupsi/suap/tindakan tercela lainnya diberi hak untuk menyampaikan
penjelasannya di sidang paripurna MPR sebelum MPR melakukan penghitungan
suara dari anggotanya dengan jumlah anggota yang hadir paling tidak dan
jumlah suara paling tidak sebanyak 2/3 dari yang hadir itu
Pasal 7C
Sebelum Amandemen: (TIDAK ADA)
Sesudah Amandemen: Presiden tidak meiliki hak untuk membekukan ataupun
membubarkan DPR karena DPR adalah lembaga wakil rakyat yang berfungsi utuk
melaksanakan fungsi pengawasannya terhadap kinerja pemerintah
Pasal 8 ayat 1
Sebelum Amandemen: Wakil presiden memiliki hak untuk menggantikan posisi
presiden apabila ada kondisi tertentu yang menghalanginya untuk berhenti
bertugas. Wakil presiden tersebut akan menggantikannya sampai habis
Sesudah Amandemen: Wakil Presiden berhak menggantikan posisi presiden
dalam menjalankan tugasnya sampai masa presiden yang mangkat itu habis,
bukannya sampai masa seumur hidup
Pasal 8 ayat 2
Sebelum Amandemen: (TIDAK ADA)
Sesudah Amandemen: Apabila terjadi kekosongan jabatan wakil presiden yang
disebabkan oleh sakit/meninggal dunia/sebab lainnya, maka MPR akan
menyelenggarakan rapat sidang untuk membahas dua calon wapres yang
sebelumnya diusulkan oleh presiden
Pasal 8 ayat 3
Sebelum Amandemen: (TIDAK ADA)
Sesudah Amandemen: Apabila terdapat keadaan di mana presiden & wakil
presiden secara bersama-sama tidak bisa melaksanakan kewajibannya, maka
pelaksana tugas kepresidenan yang terdiri dari Menteri Luar Negeri, Menteri
Dalam Negeri, dan Menteri Pertahanan berkewajiban melaksanakan tugas
kepresidenan untuk sementara. Sedangkan MPR diberi hak selambat-lambatnya
30 hari untuk melakukan sidang dalam penentuan Presiden dan Wakil Presiden
baru dengan calon yang diusulkan oleh dua partai politik yang menduduki posisi
dua dan tiga pada pemilihan umum sebelumnya. Calon Presiden dan Wakil
Presiden yang terpilih itu nantinya akan bekerja selama masa jabatan Presiden
yang berhalangan sebelumnya.
Pasal 9 ayat 1
Sebelum Amandemen: Presiden diterangkan dalam janjinya untuk menjalankan
peraturan dengan seluas-luasnya tanpa batas yang nyata. Sehingga, hal ini
membuat suatu kelemahan pada citra Presiden tanpa memandang rakyat
Sesudah Amandemen: Janji presiden sesudah amandemen berubah yang dicirikan
dengan Presiden menjalankan peraturan selurus-lurusnya dengan UU sehingga
diharapkan tidak terjadi penyelewengan kekuasaan
Pasal 9 ayat 2
Sebelum Amandemen: (TIDAK ADA)
Sesudah Amandemen: Sumpah yang diucapkan oleh Presiden dan wakilnya
haruslah disaksikan oleh MPR dihadapan MA, apabila MPR atau DPR tidak bisa
mengadakan sidang. Dengan demikian, kesaksian oleh mereka bisa dibenarkan
Pasal 11 ayat 2
Sebelum Amandemen: (TIDAK ADA)
Sesudah Amandemen: Dalam pembuatan perjanjian Internasional dengan negara
lain yang berdampak pada perekonomian rakyat, Presiden haruslah melakukan
perundingan/pembahasan dengan DPR
Pasal 11 ayat 3
Sebelum Amandemen: (TIDAK ADA)
Sesudah Amandemen: Segala ketentuan mengenai Perjanjian Internasional diatur
oleh Undang-Undang yang berlaku
Pasal 13 ayat 2
Sebelum Amandemen: Presiden berhak menerima duta dari negara lain tanpa
melalui pertimbangan siapapun
Sesudah Amandemen: Setelah diamandemen, ayat 2 mempertegas ayat pertama
dalam hal pengangkatan duta negara lain tapi harus melalui perundingan dengan
DPR
Pasal 13 ayat 3
Sebelum Amandemen: (TIDAK ADA)
Sesudah Amandemen: Amandemen pada ayat 3 lebih mempertegas ayat 2 namun
dengan perbedaan dalam penempatan duta negara lain yang perlu memperhatikan
usulan/melalui perundingan dengan DPR
Pasal 14 ayat 1
Sebelum Amandemen: Presiden berhak memberikan grasi, amnesti, abolisi, dan
rehabilitasi kepada siapapun yang dikehendakinya
Sesudah Amandemen: Pemberian grasi dan rehabilitasi oleh Presiden kepada
orang tertentu harus melalui pertimbangan Mahkamah Agung sehingga dengan
demikian Presiden tidak sewenang-wenang dalam memberikan grasi dan
semacamnya
Pasal 14 ayat 2
Sebelum Amandemen: Presiden berhak memberikan grasi, amnesti, abolisi, dan
rehabilitasi kepada siapapun yang dikehendakinya
Sesudah Amandemen: Pada ayat 2, pemberian amnesti dan abolisi oleh Presiden
harus melalui pertimbangan DPR, bukannya MA
Pasal 15
Sebelum Amandemen: Presiden berhak kapanpun dan sesuai dengan kemauannya
memberikan gelar, tanda jasa, dan tanda-tanda kehormatan kepada siapapun
Sesudah Amandemen: Sesudah amandemen, Presiden dalam memberikan gelar,
tanda jasa, dan tanda kehormatan kepada seseorang haruslah sesuai dengan
perundangan yang berlaku
Pasal 16 ayat 1
Sebelum Amandemen: Susunan Dewan Pertimbangan Agung ditetapkan sesuai
dengan perundangan yang berlaku di Indonesia
Pasal 16 ayat 2
Sebelum Amandemen: DPA berkewajiban memberikan jawab kepada Presiden
dan memajukan usul kepada pemerintah
Pasal 16 ayat 1 dan 2
Sesudah Amandemen: Sesudah amandemen, Presiden berhak mengangkat DPA
yang memiliki tugas untuk memberikan nasehat dan pertimbangan kepada
Presiden sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Dengan demikian,
pasal 16 ayat (1) dan (2) sesudah amandemen dilebur menjadi satu tapi dirubah
dalam hal konten
Pasal 17 ayat 2
Sebelum Amandemen: Presiden memiliki hak untuk mengangkat dan
memberhentikan menteri-menteri yang membantunya dalam bertugas
Sesudah Amandemen: Sesudah amandemen, tidak ada perubahan pada ayat 2 ini
secara kontekstual
Pasal 17 ayat 3
Sebelum Amandemen: Sebelum era reformasi, menteri-menteri bekerja
memimpin departemen pemerintahan
Sesudah Amandemen: Sesudah amandemen, para menteri membidangi dalam
urusan tertentu kepemerintahan
Pasal 17 ayat 4
Sebelum Amandemen: (TIDAK ADA)
Sesudah Amandemen: Pembentukan, pengubahan, dan pembubaran jajaran dalam
kementrian sesudah amandemen harus disesuaikan/diatur dalam undang-undang
yang berlaku. Bukan sepenuhnya ada di tangan Presiden
Pasal 18 ayat 1
Sebelum Amandemen: Pembagian daerah-daerah di Indonesia, baik besar ataupun
kecilnya tidak hanya didasarkan pada undang-undang yang berlaku di Indonesia
tetapi juga harus berdasarkan asas permusyawaratan yang berlaku pada sistem
pemerintahan yang ada. Selain itu hak-hak untuk membentuk daerah-daerah
istimewa di Indonesia, seperti Yogyakarta juga harus dipertimbangkan
Sesudah Amandemen: Ayat ini mempertegas struktur provinsi. Provinsi terdiri
dari kabupaten dan kota serta kesemuanya diatur dalam perundangan yang berlaku
Pasal 18 ayat 2
Sebelum Amandemen: (TIDAK ADA)
Sesudah Amandemen: Pemerintah daerah provinsi, kabupaten maupun kota
memiliki hak untuk mengurusi daerahnya sendiri menurut asas otonomi dan tugas
pembantuan
Pasal 18 ayat 3
Sebelum Amandemen: (TIDAK ADA)
Sesudah Amandemen: Di setiap pemerintahan daerah provinsi, kabupaten maupun
kota memiliki DPRD di tiap tingkatannya, tetapi para anggotanya harus dipilih
melaui pemilihan umum
Pasal 18 ayat 4
Sebelum Amandemen: (TIDAK ADA)
Sesudah Amandemen: Gubernur, Bupati, dan Walikota harus dipilih berdasarkan
pemilihan umum yang diselenggarakan di provinsi, kabupaten ataupun kota secara
demokratis sehingga peran serta masyarakat sangat menentukan dalam
pemilukada ini, selain pilpres
Pasal 18 ayat 5
Sebelum Amandemen: (TIDAK ADA)
Sesudah Amandemen: Pemda dapat menjalankan otonomi daerah seluas-luasnya,
semisal tambang yang berfungsi demi kemaslahatan penduduk di situ namun
masih dalam pengawasan pemerintah pusat dan juga pajak daerah. Namun, urusan
pusat bukanlah perhatian dari Pemda
Pasal 18 ayat 6
Sebelum Amandemen: (TIDAK ADA)
Sesudah Amandemen: Pemda bisa membuat peraturan daerahnya sendiri demi
kepentingan otonomi daerah dan tugas pembantuan. Peraturan lainnya juga
termasuk hak otonomi daerah. Semuanya berfungsi untuk memajukan
kesejahteraan penduduk di dalamnya
Pasal 18 ayat 7
Sebelum Amandemen: (TIDAK ADA)
Sesudah Amandemen: Penyelenggaraan pemerintah daerah untuk lebih lanjut
diatur dalam undang-undang, termasuk susunan dan tata cara penyelenggaraannya
Pasal 18A ayat 1
Sebelum Amandemen: (TIDAK ADA)
Sesudah Amandemen: Mengatur hubungan wewenang antara pemerintah pusat
dengan pemerintah daerah (Pemprov, Pemkab, Pemkot) yang sesuai dengan
undang-undang dengan memperhatikan kehususan dan keistimewaan yang
dimiliki oleh tiap daerah di Indonesia. Dengan demikian, tidak akan terjadi
kebebasan yang tidak bertanggungjawab di Pemda karena kesalahan pemahaman
otonomi daerah dan tidak adanya pemantauan dan kendali dari Pemerintah Pusat
Pasal 18A ayat 2
Sebelum Amandemen: (TIDAK ADA)
Sesudah Amandemen: Mengatur masalah pemanfaatan sumberdaya alam antara
pemerintah daerah dengan pemerintah pusat demi kepentingan bersama, meskipun
pemda diberikan hak otonomi untuk mengelola sumberdaya yang terkandung di
daerahnya masing-masing. Sumberdaya alam yang ada di Indonesia sendiri
dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat bersama, bukan hanya miliki suatu
daerah tertentu secara penuh
Pasal 18B ayat 1
Sebelum Amandemen: (TIDAK ADA)
Sesudah Amandemen: Satuan-satuan pemerintah daerah yang bersifat khusus
ataupun istimewa akan diakui oleh Pemerintah Pusat, seperti Satpol PP dan
Kepolisian Pamong Praja. Namun, semuanya juga harus diatur dengan Undang-
Undang yang berlaku
Pasal 18B ayat 2
Sebelum Amandemen: (TIDAK ADA)
Sesudah Amandemen: Adat istiadat yang berkembang di Indonesia, seperti
kesatuan masyarakat adat suku Bali, Kekeratonan Surakarta/Ngayogyakarta, dll
secara resmi mendapat pengakuan dari Negara, tetapi harus berdasarkan prinsip
yang berlaku di NKRI ini, dan yang terutama mengutamakan asas Ketuhanan.















Daftar Pustaka
Anonim. http://ryant.faa.im/makalah-uud-1945.xhtml. Diakses pada 19 Februari
2014.
Wijaya, Dimas, Utomo Thio, dkk. 2012. Analisis UUD 1945 Sebelum dan
Sesudah Amandemen Pasal I s/d I8b.
http://helmiairan.wordpress.com/2012/10/19/analisisuud1945. Diakses
pada 19 Februari 2014.

Anda mungkin juga menyukai