Anda di halaman 1dari 46

MATERI HUKUM BISNIS

Contoh Kasus Anti Monopoli Dan


Persaingan Usaha Tidak Sehat
May 30th, 2011 Related Filed Under
Internet sudah merupakan bagian dari kehidupan yang menghubungkan setiap bagian dari
kehidupan kita. Internet merupakan bagian dari mekanisme telekomunikasi yang bersifat global
yang fungsinya menjadi jembatan bebas hambatan informasi.
Contoh Kasus Anti Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Perkembangan dunia
maya tersebut ternyata membuat dan menciptakan berbagai kemudahan dalam hal menjalankan
transaksi, dunia pendidikan, perdagangan, perbankan serta menciptakan jutaan kesempatan untuk
menggali keuntungan ekonomis. Peperangan antara Microsoft dengan departemen Antitrust,
dimana perusahaan milik Bill Gates dianggap melanggar ketentuan tentang hukum antimonopoli,
sehubungan dengan program terbaru Microsoft tahun 1998, dituduh dapat merugikan pihak lain
karena program browser yang dapat digunakan untuk menjelajah dunia maya itu melekat
didalamnya.
Contoh Kasus Anti Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Perkembangan teknologi informasi (TI) yang demikian cepat tidak hanya menciptakan berbagai
kemudahan bagi pengguna, tapi juga membuka sarana baru berbagai modus kejahatan. Ironisnya,
dari hari ke hari, cybercrime kian meningkat, baik kuantitas maupun kualitasnya. Meski
penetrasi TI masih rendah, nama Indonesia ternyata begitu populer dalam kejahatan di dunia
maya ini. Berdasarkan data Clear Commerce, tahun 2002 lalu Indonesia berada di urutan kedua
setelah Ukraina sebagai negara asal carder (pembobol kartu kredit) terbesar di dunia. Contoh
Kasus Anti Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Contoh Kasus Anti Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Microsoft dikenal
sebagai penyedia software-software proprietary, yang artinya, perusahaan akan menutup rapat
kode programnya dan mengelolanya secara rahasia. Di lain pihak, Red Hat adalah distributor
Linux yang merupakan software open source. Software jenis ini bisa dilihat kode programnya,
pengguna juga bebas memodifikasi dan mendistribusikannya kembali ke orang lain. Red Hat
Enterprise Linux, menurut Manager Produk Red Hat, dinilai sebagai contoh proyek open source
yang paling sukses yang pernah dijual secara komersil.
Microsoft belum menunjukkan tanda-tanda akan meredupkan semangatnya untuk
berkompetisi. Tapi, sudah menunjukkan kemauan bekerjasama dengan rivalnya. Salah satu
contoh yang bisa dibilang penting adalah kerjasama dengan Sun Micrsystems pada bulan April
2004. Contoh Kasus Anti Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Kerjasama tersebut
menelurkan kesepakatan anti-monopoli antara Microsoft dengan Sun, dan keduanya sepakat
untuk berbagi hak paten dan menjamin bahwa produk-produk dari kedua perusahaan tersebut
bisa berinteroprasi.
Microsoft juga telah menyelesaikan kasus anti-monopoli dengan perusahaan pembuat
software seperti Burst.com, Novell dan America Online milik Time Warner.Contoh Kasus Anti
Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.








Penyelesaian Kasus Bank Century dan
Solusinya
Penjabaran Kasus Bank Century
Krisis yang dialami Bank Century bukan disebabkan karena adanya krisis global, tetapi karena
disebakan permasalahan internal bank tersebut. Permasalahan internal tersebut adalah adanya
penipuan yang dilakukan oleh pihak manajemen bank terhadap nasabah menyangkut:
Penyelewengan dana nasabah hingga Rp 2,8 Trilliun (nasabah Bank Century sebesar Rp 1,4
Triliun dan nasabah Antaboga Deltas Sekuritas Indonesia sebesar Rp 1,4 Triliiun)
Penjualan reksa dana fiktif produk Antaboga Deltas Sekuritas Indonesia. Dimana produk tersebut
tidak memiliki izin BI dan Bappepam LK.
Kedua permasalahan tersebut menimbulkan kerugian yang sangat besar bagi nasabah Bank
Century. Dimana mereka tidak dapat melakukan transaksi perbankan dan uang mereka pun untuk
sementara tidak dapat dicairkan.
Kasus Bank Century sangat merugikan nasabahnya. Dimana setelah Bank Century melakukan
kalah kliring, nasabah Bank Century tidak dapat melakukan transaksi perbankan baik transaksi
tunai maupun transaksi nontunai. Setelah kalah kliring, pada hari yang sama, nasabah Bank
Century tidak dapat menarik uang kas dari ATM Bank Century maupun dari ATM bersama.
Kemudian para nasabah mendatangi kantor Bank Century untuk meminta klarifikasi kepada
petugas Bank. Namun, petugas bank tidak dapat memberikan jaminan bahwa besok uang dapat
ditarik melalui ATM atau tidak. Sehingga penarikan dana hanya bisa dilakukan melalui teller
dengan jumlah dibatasi hingga Rp 1 juta. Hal ini menimbulkan kekhawatiran nasabah terhadap
nasib dananya di Bank Century.
Setelah tanggal 13 November 2008, nasabah Bank Century mengakui transksi dalam bentuk
valas tidak dapat diambil, kliring pun tidak bisa, bahkan transfer pun juga tidak bisa. Pihak bank
hanya mengijinkan pemindahan dana deposito ke tabungan dolar. Sehingga uang tidak dapat
keluar dari bank. Hal ini terjadi pada semua nasabah Bank Century. Nasabah bank merasa tertipu
dan dirugikan dikarenakan banyak uang nasabah yang tersimpan di bank namun sekarang tidak
dapat dicairkan. Para nasabah menganggap bahwa Bank Century telah memperjualbelikan
produk investasi ilegal. Pasalnya, produk investasi Antaboga yang dipasarkan Bank Century
tidak terdaftar di Bapepam-LK. Dan sudah sepatutnya pihak manajemen Bank Century
mengetahui bahwa produk tersebut adalah illegal.
Hal ini menimbulkan banyak aksi protes yang dilakukan oleh nasabah. Para nasabah melakukan
aksi protes dengan melakukan unjuk rasa hingga menduduki kantor cabang Bank Century.
Bahkan para nasabah pun melaporkan aksi penipuan tersebut ke Mabes Polri hingga DPR untuk
segera menyelesaikan kasus tersebut, dan meminta uang deposito mereka dikembalikan. Selain
itu, para nasabah pun mengusut kinerja Bapepam-LK dan BI yang dinilai tidak bekerja dengan
baik. Dikarenakan BI dan Bapepam tidak tegas dan menutup mata dalam mengusut investasi
fiktif Bank Century yang telah dilakukan sejak tahun 2000 silam. Kasus tersebut pun dapat
berimbas kepada bank-bank lain, dimana masyarakat tidak akan percaya lagi terhadap sistem
perbankan nasional. Sehingga kasus Bank Century ini dapat merugikan dunia perbankan
Indonesia.

Solusi Kasus Bank Century
Dari sisi manager Bank Century menghadapi dilema dalam etika dan bisnis. Hal tersebut
dikarenakan manager memberikan keputusan pemegang saham Bank Century kepada Robert
Tantular, padahal keputusan tersebut merugikan nasabah Bank Century. Tetapi disisi lain,
manager memiliki dilema dimana pemegang saham mengancam atau menekan karyawan dan
manager untuk menjual reksadana fiktif tersebut kepada nasabah. Manajer Bank Century harus
memilih dua pilihan antara mengikuti perintah pemegang saham atau tidak mengikuti perintah
tersebut tetapi dengan kemungkinan dia berserta karyawan yang lain terkena PHK. Dan pada
akhirnya manager tersebut memilih untuk mengikuti perintah pemegang saham dikarenakan
manager beranggapan dengan memilih option tersebut maka perusahaan akan tetap sustain serta
melindungi karyawan lain agar tidak terkena PHK dan sanksi lainnya. Walaupun sebenarnya
tindakan manager bertentangan dengan hukum dan etika bisnis. Solusi dari masalah ini
sebaiknya manager lebih mengutamakan kepentingan konsumen yaitu nasabah Bank Century.
Karena salah satu kewajiban perusahaan adalah memberikan jaminan produk yang aman.
Dari sisi pemegang saham yaitu Robert Tantular, terdapat beberapa pelanggaran etika bisnis,
yaitu memaksa manajer dan karyawan Bank Century untuk menjual produk reksadana dari
Antaboga dengan cara mengancam akan mem-PHK atau tidak memberi promosi dan kenaikan
gaji kepada karyawan dan manajer yang tidak mau menjual reksadana tersebut kepada nasabah.
Pelanggaran yang terakhir adalah, pemegang saham mengalihkan dana nasabah ke rekening
pribadi. Sehingga dapat dikatakan pemegang saham hanya mementingkan kepentingan pribadi
dibanding kepentingan perusahaan, karyawan, dan nasabahnya (konsumen). Solusi untuk
pemegang saham sebaiknya pemegang saham mendaftarkan terlebih dahulu produk reksadana ke
BAPPEPAM untuk mendapat izin penjualan reksadana secara sah. Kemudian, seharusnya
pemegang saham memberlakukan dana sabah sesuai dengan fungsinya (reliability), yaitu tidak
menyalah gunakan dana yang sudah dipercayakan nasabah untuk kepentingan pribadi.
Dalam kasus Bank Century ini nasabah menjadi pihak yang sangat dirugikan. Dimana Bank
Century sudah merugikan para nasabahnya kurang lebih sebesar 2,3 trilyun. Hal ini
menyebabkan Bank Century kehilangan kepercayaan dari nasabah. Selain itu karena dana
nasabah telah disalahgunakan maka menyebabkan nasabah menjadi tidak sustain, dalam artian
ada nasabah tidak dapat melanjutkan usahanya, bahkan ada nasabah yang bunuh diri dikarenakan
hal ini. Solusi untuk nasabah sebaiknya dalam memilih investasi atau reksadana nasabah
diharapkan untuk lebih berhati-hati dan kritis terhadap produk yang akan dibelinya. Jika produk
tersebut adalah berupa investasi atau reksadana, nasabah dapat memeriksa kevalidan produk
tersebut dengan menghubungi pihak BAPPEPAM.
Dikarenakan kasus ini kinerja BI dan BAPPEPAM sebagai pengawas tertinggi dari bank-bank
nasional menjadi diragukan, karena BI dan BAPPEPAM tidak tegas dan lalai dalam memproses
kasus yang menimpa Bank Century. Dimana sebenarnya BI dan BAPPEPAM telah mengetahui
keberadaan reksadana fiktif ini sejak tahun 2005. Untuk Bank-bank nasional lainnya pengaruh
kasus Bank Century mengakibatkan hampir terjadinya efek domino dikarenakan masyarakat
menjadi kurang percaya dan takut bila bank-bank nasional lainnya memiliki penyakit yang
sama dengan Bank Century dikarenakan krisis global, dengan kata lain merusak nama baik bank
secara umum. Solusi untuk BI dan BAPPEPAM sebaiknya harus lebih tegas dalam menangani
dan mengawasi pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh bank-bank yang diawasinya.
Selain itu sebaiknya mereka lebih sigap dan tidak saling melempar tanggung jawab satu sama
lain. Dan saran untuk Bank Nasional lainnya, sebaiknya bank-bank tersebut harus lebih
memperhatikan kepentingan konsumen atau nasabah agar tidak terjadi kasus yang sama.

Etika bisnis: Monopoli Kasus PT. Perusahaan Listrik Negara
Januari 8, 2009 pada 8:24 am (Akuntansi, Warna-warni!)
Tags: etibis, etika bisnis, indonesia, monopoli, perseroan, pln
A. Latar belakang masalah
PT. Perusahaan Listrik Negara Persero (PT. PLN) merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang
diberikan mandat untuk menyediakan kebutuhan listrik di Indonesia. Seharusnya sudah menjadi
kewajiban bagi PT. PLN untuk memenuhi itu semua, namun pada kenyataannya masih banyak kasus
dimana mereka merugikan masyarakat. Kasus ini menjadi menarik karena disatu sisi kegiatan monopoli
mereka dimaksudkan untuk kepentingan mayoritas masyarakat dan sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat sesuai UUD 1945 Pasal 33, namun disisi lain tindakan PT. PLN justru belum atau bahkan tidak
menunjukkan kinerja yang baik dalam pemenuhan kebutuhan listrik masyarakat.
B. Pengertian monopoli
Monopoli adalah suatu situasi dalam pasar dimana hanya ada satu atau segelintir perusahaan yang
menjual produk atau komoditas tertentu yang tidak punya pengganti yang mirip dan ada hambatan bagi
perusahaan atau pengusaha lain untuk masuk dalam bidan industri atau bisnis tersebut. Dengan kata
lain, pasar dikuasai oleh satu atau segelintir perusahaan, sementara pihak lain sulit masuk didalamnya.
Karena itu, hampir tidak ada persaingan berarti.
Secara umum perusahaan monopoli menyandang predikat jelek karena di konotasikan dengan
perolehan keuntungan yang melebihi normal dan penawaran komoditas yang lebih sedikit bagi
masyarakat, meskipun dalam praktiknya tidak selalu demikian. Dalam ilmu ekonomi dikatakan ada
monopoli jika seluruh hasil industri diproduksi dan dijual oleh satu perusahaan yang disebut monopolis
atau perusahaan monopoli.
C. Jenis monopoli
Ada dua macam monopoli. Pertama adalah monopoli alamiah dan yang kedua adalah monopoli artifisial.
Monopoli alamiah lahir karena mekanisme murni dalam pasar. Monopoli ini lahir secara wajar dan
alamiah karena kondisi objektif yang dimiliki oleh suatu perusahaan, yang menyebabkan perusahaan ini
unggul dalam pasar tanpa bisa ditandingi dan dikalahkan secara memadai oleh perusahaan lain. Dalam
jenis monopoli ini, sesungguhnya pasar bersifat terbuka. Karena itu, perusahaan ain sesungguhnya
bebas masuk dalam jenis industri yang sama. Hanya saja, perusahaan lain tidak mampu menandingi
perusahaan monopolistis tadi sehingga perusahaan yang unggul tadi relatif menguasasi pasar dalam
jenis industri tersebut.
Yang menjadi masalah adalah jenis monopoli yang kedua, yaitu monopoli artifisial. Monopoli ini lahir
karena persekongkolan atau kolusi politis dan ekonomi antara pengusaha dan penguasa demi
melindungi kepentingan kelompok pengusaha tersebut. Monopoli semacam ini bisa lahir karena
pertimbangan rasional maupun irasional. Pertimbangan rasional misalnya demi melindungi industri
industri dalam negeri, demi memenuhi economic of scale, dan seterusnya. Pertimbangan yang irasional
bisa sangat pribadi sifatnya dan bisa dari yang samar-samar dan besar muatan ideologisnya sampai pada
yang kasar dan terang-terangan. Monopoli ini merupakan suatu rekayasa sadar yang pada akhirnya akan
menguntungkan kelompok yang mendapat monopoli dan merugikan kepentingan kelompok lain,
bahkan kepentingan mayoritas masyarakat.
D. Ciri pasar monopoli
Adapun yang menjadi ciri-ciri dari pasar monopoli adalah:
1. Pasar monopoli adalah industri satu perusahaan. Dari definisi monopoli telah diketahui bahwa
hanya ada satu saja perusahaan dalam industri tersebut. Dengan demikian barang atau jasa
yang dihasilkannya tidak dapat dibeli dari tempat lain. Para pembeli tidak mempunyai pilihan
lain, kalau mereka menginginkan barang tersebut maka mereka harus membeli dari perusahaan
monopoli tersebut. Syarat-syarat penjualan sepenuhnya ditentukan oleh perusahaan monopoli
itu, dan konsumen tidak dapat berbuat suatu apapun didalam menentukan syarat jual beli.
2. Tidak mempunyai barang pengganti yang mirip. Barang yang dihasilkan perusahaan monopoli
tidak dapat digantikann oleh barag lain yang ada didalam pasar. Barang-barang tersebut
merupakan satu-satunya jenis barang yang seperti itu dan tidak terdapat barang mirip yang
dapat menggantikan.
3. Tidak terdapat kemungkinan untuk masuk kedalam industri. Sifat ini merupakan sebab utama
yang menimbulkan perusahaan yang mempunyai kekuasaan monopoli. Keuntungan perusahaan
monopoli tidak akan menyebabkan perusahaan-perusahaan lain memasuki industri tersebut.
4. Dapat mempengaruhi penentuan harga. Oleh karena perusahaan monopoli merupakan satu-
satunya penjual didalam pasar, maka penentuan harga dapat dikuasainya. Oleh sebab itu
perusahaan monopoli dipandang sebagai penentu harga.
5. Promosi iklan kurang diperlukan. Oleh karena perusahaan monopoli adalah satu-satunya
perusahaan didalam industri, ia tidak perlu mempromosikan barangnya dengan menggunakan
iklan. Walau ada yang menggunakan iklan, iklan tersebut bukanlah bertujuan untuk menarik
pembeli, melainkan untuk memelihara hubungan baik dengan masyarakat.
E. Undang-undang tentang monopoli
Terlepas dari kenyataan bahwa dalam situasi tertentu kita membutuhkan perusahaan besar dengan
kekuatan ekonomi yang besra, dalam banyak hal praktik monopoli, oligopoli, suap, harus dibatasi dan
dikendalikan, karena bila tidak dapat merugikan kepentingan masyarakat pada umumnya dan
kelompok-kelompok tertentu dalam masyarakat. Strategi yang paling ampuh untuk itu, sebagaimana
juga ditempuh oleh Negara maju semacam Amerika, adalah melalui undang-undang anti-monopoli.
Di Indonesia untuk mengatur praktik monopoli telah dibuat sebuah undang-undang yang mengaturnya.
Undang-undang itu adalah Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan
Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Undang-undang ini menerjemahkan monopoli
sebagai suatu tindakan penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau atas
penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha. Sedangkan praktik
monopoli pada UU tersebut dijelaskan sebagai suatu pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih
pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa
tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum.
UU ini dibagi menjadi 11 bab yang terdiri dari beberapa pasal.
F. Rumusan masalah
PT. Perusahaan Listrik Negara (Persero) adalah perusahaan pemerintah yang bergerak di bidang
pengadaan listrik nasional. Hingga saat ini, PT. PLN masih merupakan satu-satunya perusahaan listrik
sekaligus pendistribusinya. Dalam hal ini PT. PLN sudah seharusnya dapat memenuhi kebutuhan listrik
bagi masyarakat, dan mendistribusikannya secara merata.
Usaha PT. PLN termasuk kedalam jenis monopoli murni. Hal ini ditunjukkan karena PT. PLN merupakan
penjual atau produsen tunggal, produk yang unik dan tanpa barang pengganti yang dekat, serta
kemampuannya untuk menerapkan harga berapapun yang mereka kehendaki.
Pasal 33 UUD 1945 menyebutkan bahwa sumber daya alam dikuasai negara dan dipergunakan sebesar-
besarnya bagi kemakmuran rakyat. Sehingga. Dapat disimpulkan bahwa monopoli pengaturan,
penyelengaraan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan sumber daya alam serta pengaturan
hubungan hukumnya ada pada negara. Pasal 33 mengamanatkan bahwa perekonomian Indonesia akan
ditopang oleh 3 pemain utama yaitu koperasi, BUMN/D (Badan Usaha Milik Negara/Daerah), dan swasta
yang akan mewujudkan demokrasi ekonomi yang bercirikan mekanisme pasar, serta intervensi
pemerintah, serta pengakuan terhadap hak milik perseorangan. Penafsiran dari kalimat dikuasai oleh
negara dalam ayat (2) dan (3) tidak selalu dalam bentuk kepemilikan tetapi utamanya dalam bentuk
kemampuan untuk melakukan kontrol dan pengaturan serta memberikan pengaruh agar perusahaan
tetap berpegang pada azas kepentingan mayoritas masyarakat dan sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat.
Contoh kasus monopoli yang dilakukan oleh PT. PLN adalah:
1. Fungsi PT. PLN sebagai pembangkit, distribusi, dan transmisi listrik mulai dipecah. Swasta
diizinkan berpartisipasi dalam upaya pembangkitan tenaga listrik. Sementara untuk distribusi
dan transmisi tetap ditangani PT. PLN. Saat ini telah ada 27 Independent Power Producer di
Indonesia. Mereka termasuk Siemens, General Electric, Enron, Mitsubishi, Californian Energy,
Edison Mission Energy, Mitsui & Co, Black & Veath Internasional, Duke Energy, Hoppwell
Holding, dan masih banyak lagi. Tetapi dalam menentukan harga listrik yang harus dibayar
masyarakat tetap ditentukan oleh PT. PLN sendiri.
2. Krisis listrik memuncak saat PT. Perusahaan Listrik Negara (PT. PLN) memberlakukan
pemadaman listrik secara bergiliran di berbagai wilayah termasuk Jakarta dan sekitarnya,
selama periode 11-25 Juli 2008. Hal ini diperparah oleh pengalihan jam operasional kerja
industri ke hari Sabtu dan Minggu, sekali sebulan. Semua industri di Jawa-Bali wajib menaati,
dan sanksi bakal dikenakan bagi industri yang membandel. Dengan alasan klasik, PLN berdalih
pemadaman dilakukan akibat defisit daya listrik yang semakin parah karena adanya gangguan
pasokan batubara pembangkit utama di sistem kelistrikan Jawa-Bali, yaitu di pembangkit
Tanjung Jati, Paiton Unit 1 dan 2, serta Cilacap. Namun, di saat yang bersamaan terjadi juga
permasalahan serupa untuk pembangkit berbahan bakar minyak (BBM) PLTGU Muara Tawar
dan PLTGU Muara Karang.
Dikarenakan PT. PLN memonopoli kelistrikan nasional, kebutuhan listrik masyarakat sangat bergantung
pada PT. PLN, tetapi mereka sendiri tidak mampu secara merata dan adil memenuhi kebutuhan listrik
masyarakat. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya daerah-daerah yang kebutuhan listriknya belum
terpenuhi dan juga sering terjadi pemadaman listrik secara sepihak sebagaimana contoh diatas. Kejadian
ini menyebabkan kerugian yang tidak sedikit bagi masyarakat, dan investor menjadi enggan untuk
berinvestasi.
G. Monopoli PT. PLN ditinjau dari teori etika deontologi
Konsep teori etika deontologi ini mengemukakan bahwa kewajiban manusia untuk bertindak secara
baik, suatu tindakan itu bukan dinilai dan dibenarkan berdasarkan akibat atau tujuan baik dari tindakan
itu, melainkan berdasarkan tindakan itu sendiri sebagai baik pada dirinya sendiri dan harus bernilai
moral karena berdasarkan kewajiban yang memang harus dilaksanakan terlepas dari tujuan atau akibat
dari tindakan itu. Etika deontologi sangat menekankan motivasi, kemauan baik dan watak yang baik dari
pelaku.
Dalam kasus ini, PT. Perusahaan Listrik Negara (Persero) sesungguhnya mempunyai tujuan yang baik,
yaitu bertujuan untuk memenuhi kebutuhan listrik nasional. Akan tetapi tidak diikuti dengan perbuatan
atau tindakan yang baik, karena PT. PLN belum mampu memenuhi kebutuhan listrik secara adil dan
merata. Jadi menurut teori etika deontologi tidak etis dalam kegiatan usahanya.
H. Monopoli PT. PLN ditinjau dari teori etika teleologi
Berbeda dengan etika deontologi, etika teleologi justru mengukur baik buruknya suatu tindakan
berdasarkan tujuan yang akan dicapai dengan tindakan itu, atau berdasarkan akibat yang ditimbulkan
oleh tindakan itu. Dalam kasus ini, monopoli di PT. PLN terbentuk secara tidak langsung dipengaruhi
oleh Pasal 33 UUD 1945, dimana pengaturan, penyelengaraan, penggunaan, persediaan dan
pemeliharaan sumber daya alam serta pengaturan hubungan hukumnya ada pada negara untuk
kepentingan mayoritas masyarakat dan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Maka PT. PLN dinilai etis
bila ditinjau dari teori etika teleologi.
I. Monopoli PT. PLN ditinjau dari teori etika utilitarianisme
Etika utilitarianisme adalah teori etika yang menilai suatu tindakan itu etis apabila bermanfaat bagi
sebanyak mungkin orang. Tindakan PT. PLN bila ditinjau dari teori etika utilitarianisme dinilai tidak etis,
karena mereka melakukan monopoli. Sehingga kebutuhan masyarakat akan listrik sangat bergantung
pada PT. PLN.
J. Kesimpulan
Dari pembahasan pada bab sebelumnya dapat disimpulkan bahwa PT. Perusahaan Listrik Negara
(Persero) telah melakukan tindakan monopoli, yang menyebabkan kerugian pada masyarakat. Tindakan
PT. PLN ini telah melanggar Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan
Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
K. Saran
Untuk memenuhi kebutuhan listrik bagi masyarakat secara adil dan merata, ada baiknya Pemerintah
membuka kesempatan bagi investor untuk mengembangkan usaha di bidang listrik. Akan tetapi
Pemerintah harus tetap mengontrol dan memberikan batasan bagi investor tersebut, sehingga tidak
terjadi penyimpangan yang merugikan masyarakat. Atau Pemerintah dapat memperbaiki kinerja PT. PLN
saat ini, sehingga menjadi lebih baik demi tercapainya kebutuhan dan kesejahteraan masyarakat banyak
sesuai amanat UUD 1945 Pasal 33.







KASUS ANTI MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT
Diposkan oleh dayat di 05.42
Internet sudah merupakan bagian dari kehidupan yang menghubungkan setiap bagian dari kehidupan
kita. Internet merupakan bagian dari mekanisme telekomunikasi yang bersifat global yang fungsinya
menjadi jembatan bebas hambatan informasi.
Contoh Kasus Anti Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Perkembangan dunia maya tersebut
ternyata membuat dan menciptakan berbagai kemudahan dalam hal menjalankan transaksi, dunia
pendidikan, perdagangan, perbankan serta menciptakan jutaan kesempatan untuk menggali
keuntungan ekonomis. Peperangan antara Microsoft dengan departemen Antitrust, dimana perusahaan
milik Bill Gates dianggap melanggar ketentuan tentang hukum antimonopoli, sehubungan dengan
program terbaru Microsoft tahun 1998, dituduh dapat merugikan pihak lain karena program browser
yang dapat digunakan untuk menjelajah dunia maya itu melekat didalamnya.
Contoh Kasus Anti Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Perkembangan teknologi informasi (TI) yang demikian cepat tidak hanya menciptakan berbagai
kemudahan bagi pengguna, tapi juga membuka sarana baru berbagai modus kejahatan. Ironisnya, dari
hari ke hari, cybercrime kian meningkat, baik kuantitas maupun kualitasnya. Meski penetrasi TI masih
rendah, nama Indonesia ternyata begitu populer dalam kejahatan di dunia maya ini. Berdasarkan data
Clear Commerce, tahun 2002 lalu Indonesia berada di urutan kedua setelah Ukraina sebagai negara asal
carder (pembobol kartu kredit) terbesar di dunia. Contoh Kasus Anti Monopoli Dan Persaingan Usaha
Tidak Sehat.
Contoh Kasus Anti Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Microsoft dikenal sebagai penyedia
software-software proprietary, yang artinya, perusahaan akan menutup rapat kode programnya dan
mengelolanya secara rahasia. Di lain pihak, Red Hat adalah distributor Linux yang merupakan software
open source. Software jenis ini bisa dilihat kode programnya, pengguna juga bebas memodifikasi dan
mendistribusikannya kembali ke orang lain. Red Hat Enterprise Linux, menurut Manager Produk Red
Hat, dinilai sebagai contoh proyek open source yang paling sukses yang pernah dijual secara komersil.
Microsoft belum menunjukkan tanda-tanda akan meredupkan semangatnya untuk berkompetisi. Tapi,
sudah menunjukkan kemauan bekerjasama dengan rivalnya. Salah satu contoh yang bisa dibilang
penting adalah kerjasama dengan Sun Micrsystems pada bulan April 2004. Contoh Kasus Anti Monopoli
Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Kerjasama tersebut menelurkan kesepakatan anti-monopoli antara
Microsoft dengan Sun, dan keduanya sepakat untuk berbagi hak paten dan menjamin bahwa produk-
produk dari kedua perusahaan tersebut bisa berinteroprasi.
Microsoft juga telah menyelesaikan kasus anti-monopoli dengan perusahaan pembuat software seperti
Burst.com, Novell dan America Online milik Time Warner.Contoh Kasus Anti Monopoli Dan Persaingan
Usaha Tidak Sehat.
0 komentar
Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook
KASUS PERLINDUNGAN KONSUMEN
Diposkan oleh dayat di 05.41
Di Indonesia, nasib perlindungan konsumen masih berjalan tertatih-tatih. Hal-hal menyangkut
kepentingan konsumen memang masih sangat miskin perhatian. Setelah setahun menunggu,
Kementerian Kesehatan akhirnya mengumumkan hasil survei 47 merek susu formula bayi untuk usia 0-6
bulan. Hasil survei menyimpulkan, tidak ditemukan bakteri Enterobacter sakazakii. Hasil ini berbeda
dengan temuan peneliti Institut Pertanian Bogor, yang menyebutkan, 22,73% susu formula (dari 22
sampel), dan 40% makanan bayi (dari 15 sampel) yang dipasarkan April hingga Juni 2006 terkontaminasi
E sakazakii. Apa pun perbedaan yang tersaji dari kedua survei tersebut, yang jelas, kasus susu formula ini
telah menguak fakta laten dan manifes menyangkut perlindungan konsumen. Ini membuktikan bahwa
hal-hal menyangkut kepentingan (hukum) konsumen rupanya memang masih miskin perhatian dalam
tata hukum kita, apalagi peran konsumen dalam pembangunan ekonomi. Tanggung Jawab Produk
Dalam perlindungan konsumen sesungguhnya ada doktrin yang disebut strict product liability, yakni
tanggung jawab produk yang bertujuan untuk memberikan perlindungan kepada konsumen. Ini dapat
kita lihat dalam Pasal 22 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, yang
mengatur bahwa pembuktian terhadap ada tidaknya unsur kesalahan menjadi beban dan tanggung
jawab pelaku usaha. Doktrin tersebut selaras dengan doktrin perbuatan melawan hukum (pasal 1365
KUHPerdata) yang menyatakan, Tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian bagi orang
lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian, mengganti kerugian tersebut.
Untuk dapat dikatakan sebagai perbuatan melawan hukum berdasar pasal 1365 KUHPerdata, suatu
perbuatan harus memenuhi unsur-unsur, seperti adanya perbuatan melawan hukum, adanya unsur
kesalahan, kerugian, dan adanya hubungan sebab-akibat yang menunjukkan adanya kerugian yang
disebabkan oleh kesalahan seseorang. Unsur-unsur ini pada dasarnya bersifat alternatif. Artinya, untuk
memenuhi bahwa suatu perbuatan melawan hukum, tidak harus dipenuhi semua unsure tersebut. Jika
suatu perbuatan sudah memenuhi salah satu unsur saja, maka perbuatan tersebut dapat dikatakan
sebagai perbuatan melawan hukum. Doktrin strict product liability masih tergolong baru dalam doktrin
ilmu hukum di Indonesia. Doktrin tersebut selayaknya dapat diintroduksi dalam doktrin perbuatan
melawan hukum (tort) sebagaimana diatur dalam pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Seorang konsumen, apabila dirugikan dalam mengonsumsi barang atau jasa, dapat menggugat pihak
yang menimbulkan kerugian. Pihak di sini bisa berarti produsen/pabrik, supplier, pedagang besar,
pedagang eceran/ penjual ataupun pihak yang memasarkan produk. Ini tergantung dari siapa yang
melakukan atau tidak melakukan perbuatan yang menimbulkan kerugian bagi konsumen. Selama ini,
kualifikasi gugatan yang masih digunakan di Indonesia adalah wanprestasi (default). Apabila ada
hubungan kontraktual antara konsumen dan pengusaha, kualifikasi gugatannya adalah wanprestasi. Jika
gugatan konsumen menggunakan kualifikasi perbuatan melawan hukum (tort), hubungan kontraktual
tidaklah disyaratkan. Bila tidak, konsumen sebagai penggugat harus membuktikan unsur-unsur seperti
adanya perbuatan melawan hukum. Jadi, konsumen dihadapkan pada beban pembuktian berat, karena
harus membuktikan unsur melawan hukum. Hal inilah yang dirasakan tidak adil oleh konsumen, karena
yang tahu proses produksinya adalah pelaku usahanya. Pelaku usahalah yang harus membuktikan
bahwa ia tidak lalai dalam proses produksinya. Untuk membuktikan unsur tidak lalai perlu ada kriteria
berdasarkan ketentuan hukum administrasi negara tentang Tata Cara Produksi Yang Baik yang
dikeluarkan instansi atau departemen yang berwenang. Kedigdayaan Produsen Berdasarkan prinsip
kesejajaran kedudukan antara pelaku usaha dan konsumen, hal itu mestinya tidak dengan sendirinya
membawa konsekuensi konsumen harus membuktikan semua unsur perbuatan melawan hukum. Oleh
karena itu, terhadap doktrin perbuatan melawan hukum dalam perkara konsumen, seyogianya
dilakukan deregulasi dengan menerapkan doktrin strict product liability ke dalam doktrin perbuatan
melawan hukum. Hal ini dapat dijumpai landasan hukumnya dalam pasal 1504 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata yang menegaskan bahwa penjual bertanggung jawab adanya cacat tersembunyi pada
produk yang dijual. Menurut doktrin strict product liability, tergugat dianggap telah bersalah
(presumption of quality), kecuali apabila ia mampu membuktikan bahwa ia tidak melakukan
kelalaian/kesalahan. Seandainya ia gagal membuktikan ketidaklalaiannya, maka ia harus memikul risiko
kerugian yang dialami pihak lain karena mengonsumsi produknya. Doktrin tersebut memang masih
merupakan hal baru bagi Indonesia. Kecuali Jepang, semua negara di Asia masih memegang teguh
prinsip konsumen harus membuktikan kelalaian pengusaha. Sekalipun doktrin strict product liability
belum dianut dalam tata hukum kita, apabila perasaan hukum dan keadilan masyarakat menghendaki
lain, kiranya berdasarkan Pasal 27 ayat 1 Undang-Undang No 14 Tahun 1970, hakim wajib menggali,
mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup di masyarakat (living law). Walhasil, berkait
kasus susu formula ada hal yang patut ditarik pelajaran. Ternyata, selama ini yang masih terpampang
adalah kedigdayaan produsen atau pelaku usaha termasuk pengambil kebijakan. Terlihat, pihak-pihak
terkait bersikap defensif dengan seolah menantang konsumen yang merasa dirugikan untuk
membuktikan unsur ada/tidaknya kelalaian/ kesalahan terhadap sebuah produk. Padahal, pihak-pihak
berwenanglah yang harus membuktikan apakah betul ada kesalahan/kelalaian dalam produknya
tersebut. Analisis Disini konsumen yang sangat dirugikan oleh terdapat bakteri Enterobacter sakazakii
yang terkandung pada susu formula yang banyak diminum oleh balita berumur 0 6 tahun. Bakteri ini
sangat berbahaya untuk balita yang meminum susu formula yang berdapat bakteri Enterobacter
sakazakii dalam kurun waktu lama. Hal ini merupakan tanggung jawab dari produsen susu formula
tersebut. Kalau dibiarkan konsumen sangat dirugikan karena bukannya sehat minum susu anak anak
mereka tetapi penyakit yang didapatkannya. Ini sudah membohongin konsumen dapat dapat dikenakan
sanksi yang tegas dari Departemen Kesehatan dan BPOM, karena telah menyalahgunakan UU
perlindungan konsumen yang sudah disebutkan diatas tadi. Sumber
http://www.investor.co.id/home/kasus-susu-formula-dan-perlindungan-konsumen/15923
0 komentar
Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook
KASUS HUKUM PERJANJIAN
Diposkan oleh dayat di 05.35
Pada hari ini, Rabu 12 Januari 2007, Kami yang bertandatangan dibawah ini:
1. PT Asal Sebut, Tbk, berkedudukan dan beralamat di jalan Sukarame No. 4 Bandar Lampung, yang
dalam hal ini diwakili oleh Drs. John Grisham dalam kapasitasnya selaku Direktur Utama PT Asal
Sebut, Tbk, oleh karenanya sah bertindak untuk dan atas nama PT Asal Sebut, Tbk, selanjutnya
disebut PIHAK PERTAMA;
2. PT Mekar Wangi, berkedudukan dan beralamat di jalan Bumi Manti No.64, Bandar Lampung,
yang dalam hal ini diwakili oleh H. Steven Chow dalam kapasitasnya selaku Presiden Direktur PT
Mekar Wangi, oleh karenanya sah bertindak untuk dan atas nama PT Mekar Wangi, selanjutnya
disebut PIHAK KEDUA;
Bahwa pada saat ini Pihak Pertama sebagai (misalnya pemberi proyek) dan Pihak Kedua sebagai (misal
pelaksana proyek) telah berselisih paham tentang pelaksanaan pembangunan proyek jalan tol bebas
hambatan Kampung Baru-Kampus Unila, sesuai dengan Akta Perjanjian Kerjasama Nomor 2, tanggal 20
Maret 2006 yang dibuat dihadapan Hamzah,SH., MH, Notaris di Bandar Lampung, dimana didalam
perjanjian kerjasama tersebut tidak diatur secara jelas dan lengkap cara dan tempat penyelesaian
sengketa yang timbul akibat dari perjanjian tersebut.
Bahwa sehubungan dengan perselisihan paham tentang pelaksanaan proyek jalan tol bebas hambatan
Kampung Baru-Kampus Unila sebagaimana tersebut di atas, bersama ini Pihak Pertama dan Pihak Kedua
telah setuju dan sepakat untuk menyelesaikan pserselisihan paham tersebut melalui (misal Badan
Arbitrase Nasional Indonesia), sesuai dengan peraturan dan prosedur Badan Arbitrasi Nasional Indonesia
yang putusannya bersifat final dan mengikat.
Bahwa selanjutnya Pihak Pertama dan Pihak Kedua telah setuju dan sepakat bahwa penyelesaian
sengketa dihadapi para pihak akan diselesaikan oleh Majelis Arbiter, dimana Pihak Pertama telah
menunjuk Sdr. DR. Wahyu Sasongko, sebagai arbiter dan Pihak Kedua telah menunjuk Sdr. Ir. Fadli,
sebagai arbiter, selanjutnya untuk Ketua Majelis Arbiter Pihak Pertama dan Pihak Kedua telah setuju dan
sepakat untuk menyerahkannya kepada Ketua Badan Arbitrase Nasional Indonesia untuk
menentukannya.
Demikian perjanjian arbitrase ini dibuat dan mengikat kedua belah pihak serta dapat dipergunakan
sebagaimana mestinya.
PIHAK PERTAMA PIHAK KEDUA
Drs. John Grisham H. Steven Chow

0 komentar
Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook
KASUS HUKUM PERIKATAN
Diposkan oleh dayat di 05.34
Kasus jayenggaten SEMARANG

Akte jual beli tanah jayenggaten dari ahli waris tasripin kepada pemilik hotel Gumaya, dinilai cacat
hukum. Akta yang disahkan pejabat pembuat akta tanah (PPAT), itu menyebutkan tanah seluas 5.440 m
di kampung jayenggaten beserta bangunan yang berdiri diatasnya di jual oleh aisyah ahli waris tasripin,
kepada hendra soegiarto pemilik hotel Gumaya. Menurut Guru Besar fakultas hukum Unika
soegijapranata, prof.dr. agnes widanti SH CN, sejak puluhan tahun laluwarga hanya menyewa tanah,
sedangkan bangunan rumah yang ada di kampung tersebut didirikan oleh warga. Sejak 1995, ahli waris
tasripin tidak pernah mengambil uang sewa tanah.
Sebelumnya sistem pembayaran sewa tanah dilakuakan secara ambilan, bukan setoran. Kerenanya
keduanya dianggap tidak membayar kata agnes dalam pertemuan membahas kasus sengketa
jayenggetan di balai kota. Sementara itu kepala bagian hukum Pemkot, Nurjanah SH menuturkan
terdapat 32 rumah dan 1 musolah di kampung jayenggaten. Saat ini, ada 55 keluarga atau 181 jiwa yang
tinggal dikampung tersebut. Menurutnya pada 8 januari lalu warga membentuk tim tujuan sebagian
negosiator tali asin. Saat itu pemilik hotel Gumaya bersedia memberi kompensasi sebesar Rp.
300.000/m namun warga meminta 2 jt /m. Pemilik hotel kemudian menawar 1 jt /m. Segala upaya telah
dilakukan agar kasus jayenggaten terselesaikan dengan baik. Namun masih saja warga berdemo.
Banyak hal yang sama seperti kasus di atas , karena jaman kemerdekaan dahulu tanah hanya dibatasi
oleh kayu singkong dan belum mempunyai surat-surat atas bukti kepemilikan atas tanah tersebut. Dan
yang merepotkan ketika tanah itu di jual pada tahun-tahun sekarang ini, dan dapat menimbulkan kasus-
kasus yang merugikan warga.
0 komentar
Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook
KASUS HUKUM PERDATA
Diposkan oleh dayat di 05.29
Komnas HAM mengaku tidak memiliki wewenang untuk membawa kasus penyerangan terhadap jemaat
Ahmadiyah ke meja hijau. Namun Komnas HAM siap membantu warga negara yang hendak menggugat
kasus yang menewaskan tiga orang itu.
Karena kita ini masih abu-abu, apakah punya kewenangan atau tidak, tapi kita cobalah nanti, kata
Ketua Komnas HAM Ifdal Kasim dalam jumpa pers di kantornya, Jalan Latuharhari, Menteng, Jakarta
Pusat, Senin (7/2/2011).
Ifdal mengatakan, siapa saja yang ingin menggugat peristiwa itu, dapat menggunakan hasil penyelidikan
Komnas HAM. Hasil penyelidikan itu nantinya dapat menjadi salah satu bukti di pengadilan.
Warga negara yang menggugat itu bisa menggunakan hasil penyelidikan dari Komnas HAM, kata Ifdal.
Menurut Ifdal, mekanisme hukum yang bisa digunakan adalah citizen law suit. Meski tidak diatur secara
langsung dalam hukum Indonesia, namun mekanisme itu telah diterima oleh pengadilan di Indonesia.
Gugatan warga negara untuk kasus TKI itu kan menang di pengadilan. Artinya mekanisme itu tidak
diatur secara implisit oleh hukum perdata kita tetapi dapat dilakukan karena itu warga negara bisa
menggugat Presiden atau pemerintah karena tidak menjalankan kewajibanya, kata Ifdal.
Sebelumnya, jemaat Ahmadiyah di Cikeusik, Pandeglang, Banten, diserang secara sadis oleh sekelompok
massa. Tiga orang dari jemaat Ahmadiyah tewas dalam peristiwa beringas itu. Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono (SBY) telah didesak untuk segera membereskan persoalan itu. SBY didesak menjamin
keselamatan jemaat Ahmadiyah
0 komentar
Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook
BAB 11, 12, 13 dan 14
Diposkan oleh dayat di 05.21
BAB 11
Hak Kekayaan Intelektual


1. Pengertian Hak Kekayaan Intelektual

Hak Kekayaan Intelektual merupakan kekayaan atas segala hasil produksi kecerdasan daya pikir seperti
teknologi, pengetahuan, seni, sastra, gubahan lagu, karya tulis, karikatur, dan lain-lain yang berguna
untuk manusia.

2. Prinsip-prinsip Hak Kekayaan Intelektual

Prinsip-prinsip Hak Kekayaan Intelektual :

1. Prinsip ekonomi

Prinsip ekonomi, yakni hak intelektual berasal dari kegiatan kreatif suatu kemauan daya pikir manusia
yang diekspresikan dalam berbagai bentuk yang akan memeberikan keuntungan kepada pemilik yang
bersangkutan.

2. Prinsip keadilan

Prinsip keadilan, yakni di dalam menciptakan sebuah karya atau orang yang bekerja membuahkan suatu
hasil dari kemampuan intelektual dalam ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang akan mendapat
perlindungan dalam pemiliknya.

3. Prinsip kebudayaan

Prinsip kebudayaan, yakni perkembangan ilmu pengetahuan, sastra, dan seni untuk meningkatkan
kehidupan manusia.

4. Prinsip sosial

Prinsip sosial artinya hak yang diakui oleh hukum dan telah diberikan kepada individu merupakan satu
kesatuan sehingga perlindungan diberikan bedasarkan keseimbangan kepentingan individu dan
masyarakat.

3. Klasifikasi Hak Kekayaan Intelektual

Berdasarkan WIPO hak atas kekayaan intelaktual dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu hak cipta
(copyright) dan hak kekayaan industri (industrial property right).
Hak kekayaan industri ( industrial property right ) adalah hak yang mengatur segala sesuatu tentang
milik perindustrian, terutama yang mengatur perlindungan hukum.
Hak kekayaan industri ( industrial property right ) berdasarkan pasal 1 Konvensi Paris mengenai
perlindungan Hak Kekayaan Industri Tahun 1883 yang telah di amandemen pada tanggal 2 Oktober
1979, meliputi :

a. Paten
b. Merek
c. Varietas tanaman
d. Rahasia dagang
e. Desain industry
f. Desain tata letak sirkuit terpadu

4. Dasar Hukum Hak Kekayaan Intelektual

Pengaturan hukum terdapat hak kekayaan intelektual di Indonesia dapat ditemukan dalam :

1. Undang undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta.
2. Undang undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten.
3. Undang undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek.
4. Undang undang Nomor 29 Tahun 2000 tentang Varietas Tanaman.
5. Undang undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang.
6. Undang undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri.
7. Undang undang Nomor 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu.

5. Hak Cipta

Hak Cipta adalah hak eksklusif yang diberikan negara bagi pencipta suatu karya (misal karya seni untuk
mengumumkan, memperbanyak, atau memberikan izin bagi orang lain untuk memperbanyak ciptaanya
tanpa mengurangi hak pencipta sendiri).

6. Hak Paten

Hak Paten adalah hak eksklusif yang diberikan negara bagi pencipta di bidang teknologi. Hak ini memiliki
jangka waktu (usia sekitar 20 tahun sejak dikeluarkan), setelah itu habis masa berlaku patennya.

7. Hak Merk

Hak Merk adalah nama atau simbol yang diasosiasikan dengan produk/jasa dan menimbulkan arti
psikologis/asosiasi.

8. Hak Desain Industri

Hak Desain Industri adalah perlindungan terhadap kreasi dua atau tiga dimensi yang memiliki nilai
estetis untuk suatu rancangan dan spesifikasi suatu proses industri.

9. Rahasia Dagang

Rahasia Dagang merupakan rahasia yang dimiliki oleh suatu perusahaan atau individu dalam proses
produksi.

Sumber :
http://id.wikipedia.org/wiki/Kekayaan_intelektual
wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/05/prinsip-prinsip-hak-kekayaan-intelektual-haki-2/
BAB 12
Perlindungan Konsumen


1. Pengertian Konsumen

Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi
kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk
diperdagangkan.

2. Asas dan Tujuan

Asas-asas yang dianut dalam hukum perlindungan konsumen sebagaimana disebutkan dalam Pasal 2 UU
PK adalah:

1. Asas manfaat

Asas ini mengandung makna bahwa penerapan UU PK harus memberikan manfaat yang sebesar-
besarnya kepada kedua pihak, konsumen dan pelaku usaha. Sehingga tidak ada satu pihak yang
kedudukannya lebih tinggi dibanding pihak lainnya. Kedua belah pihak harus memperoleh hak-haknya.

2. Asas keadilan

Penerapan asas ini dapat dilihat di Pasal 4 7 UU PK yang mengatur mengenai hak dan kewajiban
konsumen serta pelaku usaha. Diharapkan melalui asas ini konsumen dan pelaku usaha dapat
memperoleh haknya dan menunaikan kewajibannya secara seimbang.

3. Asas keseimbangan

Melalui penerapan asas ini, diharapkan kepentingan konsumen, pelaku usaha serta pemerintah dapat
terwujud secara seimbang, tidak ada pihak yang lebih dilindungi.

4. Asas keamanan dan keselamatan konsumen

Diharapkan penerapan UU PK akan memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan konsumen
dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau
digunakan.

5. Asas kepastian hukum

Dimaksudkan agar baik konsumen dan pelaku usaha menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam
penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum.

Sedangkan Pasal 3 UU PK menyebutkan bahwa tujuan perlindungan konsumen adalah:

1. Meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri

2. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif
pemakaian barang dan/atau jasa

3. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan menuntut hak-haknya
sebagai konsumen

4. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan
keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi

5. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga
tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha

6. Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang
dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.

3. Hak dan Kewajiban Konsumen

Untuk melindungi hal tersebut, penting kiranya para konsumen memahami hak-hak yang dimiliki demi
mendapatkan perlindungan akan barang dan/jasa yang dikonsumsinya. Berikut hak-hak yang dimiliki
para konsumen:

1. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa

2. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai
dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan

3. Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi jaminan barang dan/atau jasa

4. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan

5. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan
konsumen secara patut

6. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen

7. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif

8. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa
yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya

9. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang lainnya.

4. Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha

1. Seperti halnya konsumen, pelaku usaha juga memiliki hak dan kewajiban. Hak pelaku usaha
sebagaimana diatur dalam Pasal 6 UUPK adalah:

2. Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar
barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;

3. Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik;

4. Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen;

5. Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak
diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;

6. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

Sedangkan kewajiban pelaku usaha menurut ketentuan Pasal 7 UUPK adalah:

a. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;

b. Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau
jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;

c. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;

d. Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan
ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;

e. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa
tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang
diperdagangkan;

f. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian
dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;

g. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang dterima
atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.

Demi mendapatkan perlindungan yang maksimal, maka sudah menjadi kewajiban konsumen untuk
memperhatikan hal berikut ini:

a. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang
dan/atau jasa demi keamanan dan keselamatan

b. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa

c. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati

d. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.

5. Perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha

a. Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang :

1. Tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan perundang-
undangan

2. Tidak sesuaidengan berat bersih, isi bersih atau netto, dan jumlah dalam hitungan sebagaimana yang
dinyatakan dalam label atau etiket barang tersebut

3. Tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan dan jumlah dalam hitungan menurut ukuran yang
sebenarnya

b. Pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang yang rusak, cacat atau bekas, dan tercemar tanpa
memberikan informasi secara lengkap dan benar atas barang dimaksud.

c. Pelaku usaha dilarang memperdagangkan sediaan farmasi dan pangan yang rusak, cacat atau bekas
dan tercemar, dengan atau tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar.

d. Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran pada ayat 1 dan ayat 2 dilarang memperdagangkan barang
dan/atau jasa tersebut serta wajib menariknya dari peredaran.

6. Klausula Baku dalam Perjanjian

Klausula Baku adalah setiap aturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah dipersiapkan dan
ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen
dan / atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen, klausula Baku aturan sepihak
yang dicantumkan dalam kuitansi, faktur / bon, perjanjian atau dokumen lainnya dalam transaksi jual
beli tidak boleh merugikan konsumen.

7. Tanggung jawab Pelaku Usaha

Pasal 19

Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/atau
kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan

Pasal 20

Pelaku usaha periklanan bertanggung jawab atas iklan yang diproduksi dan segala akibat yang
ditimbulkan oleh iklan tersebut

Pasal 21

(1) Importir barang bertanggung jawab sebagai pembuat barang yang diimpor apabila importasi barang
tersebut tidak dilakukan oleh agen atau perwakilan produsen luar negeri

(2) Importir jasa bertanggung jawab sebagai penyedia jasa asing apabila penyediaan jasa asing tersebut
tidak dilakukan oleh agen atau perwakilan penyedia jasa asing

Pasal 22

Pembuktian terhadap ada tidaknya unsur kesalahan dalam kasus pidana sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 19 ayat (4), Pasal 20, dan Pasal 21 merupakan beban dan tanggung jawab pelaku usaha tanpa
menutup kemungkinan bagi jaksa untuk melakukan pembuktian

Pasal 23

Pelaku usaha yang menolak dan/atau tidak memberi tanggapan dan/atau tidak memenuhi ganti rugi
atas tuntutan konsumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4),
dapat digugat melalui badan penyelesaian sengketa konsumen atau mengajukan ke badan peradilan di
tempat kedudukan konsumen

Pasal 24

(1) Pelaku usaha yang menjual barang dan/atau jasa kepada pelaku usaha lain bertanggung jawab atas
tuntutan ganti rugi dan/atau gugatan konsumen

(2) Pelaku usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibebaskan dari tanggung jawab atas tuntutan
ganti rugi dan/atau gugatan konsumen apabila pelaku usaha lain yang membeli barang dan/atau jasa
menjual kembali kepada konsumen dengan melakukan perubahan atas barang dan/atau jasa tersebut

Pasal 25

(1) Pelaku usaha yang memproduksi barang yang pemanfaatannya berkelanjutan dalam batas waktu
sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun wajib menyediakan suku cadang dan/atau fasilitas purna jual dan
wajib memenuhi jaminan atau garansi sesuai dengan yang diperjanjikan

2) Pelaku usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggung jawab atas tuntutan ganti rugi
dan/atau gugatan konsumen apabila pelaku usaha tersebut

a. Tidak menyediakan atau lalai menyediakan suku cadang dan/atau fasilitas perbaikan

b. Tidak memenuhi atau gagal memenuhi jaminan atau garansi yang diperjanjikan.

Pasal 26

Pelaku usaha yang memperdagangkan jasa wajib memenuhi jaminan dan/atau garansi yang disepakati
dan/atau yang diperjanjikan.

Pasal 27

Pelaku usaha yang memproduksi barang dibebaskan dan tanggung jawab atas kerugian yang diderita
konsumen, apabila

a. Barang tersebut terbukti seharusnya tidak diedarkan atau tidak dimaksudkan untuk diedarkan

b. Cacat barang timbul pada kemudian hari

c. Cacat timbul akibat ditaatinya ketentuan mengenai kualifikasi barang;

d. Kelalaian yang diakibatkan oleh konsumen

e. Lewatnya jangka waktu penuntutan 4 (empat) tahun sejak barang dibeli atau lewat jangka waktu yang
diperjanjikan

Pasal 28

Pembuktian terhadap ada tidaknya unsur kesalahan dalam gugatan ganti rugi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 19, Pasal 22, dan Pasal 23 merupakan beban dan tanggung jawab pelaku usaha.

8. Sanksi

Sanksi dalam bahasa Indonesia diambil dari bahasa Belanda, sanctie, seperti dalam poenale sanctie yang
terkenal dalam sejarah Indonesia di masa kolonial Belanda

Sanksi yang melibatkan negara :

Sanksi internasional, yaitu langkah-langkah hukuman yang dijatuhkan oleh suatu negara atau
sekelompok negara terhadap negara lain karena alasan-alasan politik.

Sanksi diplomatik, yaitu penurunan atau pemutusan hubungan diplomatik, seperti misalnya penurunan
tingkat hubungan diplomatik dari kedutaan besar menjadi konsulat atau penarikan duta besar sama
sekali.

Sanski ekonomi, biasanya berupa larangan perdagangan, kemungkinan dalam batas-batas tertentu
seperti persenjataan, atau dengan pengecualian tertentu, misalnya makanan dan obat-obatan, seperti
yang dikenakan oleh Amerika Serikat terhadap Kuba.

Sanksi militer, dalam bentuk intervensi militer

Sanksi perdagangan, yaitu sanksi ekonomi yang diberlakukan karena alasan-alasan non-politik, biasanya
sebagai bagian dari suatu pertikaian perdagangan, atau semata-mata karena alasan ekonomi. Lazimnya
melibatkan pengenaan tarif khusus atau langkah-langkah serupa, dan bukan larangan total.

Sumber :
http://id.wikipedia.org/wiki/Konsumen
http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/05/asas-dan-tujuan-hukum-perlindungan-konsumen/
http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/05/hak-dan-kewajiban-konsumen/
http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/02/perlindungan-konsumen/
BAB 13
Anti Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat
1. Pengertian

Pasar Monopoli adalah suatu bentuk pasar di mana hanya terdapat satu penjual yang menguasai pasar.
Penentu harga pada pasar ini adalah seorang penjual atau sering disebut sebagai "monopolis".
Sebagai penentu harga (price-maker), seorang monopolis dapat menaikan atau mengurangi harga
dengan cara menentukan jumlah barang yang akan diproduksi; semakin sedikit barang yang diproduksi,
semakin mahal harga barang tersebut, begitu pula sebaliknya. Walaupun demikian, penjual juga
memiliki suatu keterbatasan dalam penetapan harga. Apabila penetapan harga terlalu mahal, maka
orang akan menunda pembelian atau berusaha mencari atau membuat barang subtitusi (pengganti)
produk tersebut.

2. Asas dan Tujuan

Asas
Pelaku usaha di Indonesia dalam menjalankan kegiatan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi
dengan memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha dan kepentingan umum.

Tujuan
Undang-Undang (UU) persaingan usaha adalah Undang-undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan
Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU No.5/1999) yang bertujuan untuk memelihara
pasar kompetitif dari pengaruh kesepakatan dan konspirasi yang cenderung mengurangi dan atau
menghilangkan persaingan. Kepedulian utama dari UU persaingan usaha adalah promoting competition
dan memperkuat kedaulatan konsumen.

3. Kegiatan yang Dilarang

Dalam UU No.5/1999,kegiatan yang dilarang diatur dalam pasal 17 sampai dengan pasal 24. Undang
undang ini tidak memberikan defenisi kegiatan,seperti halnya perjanjian. Namun demikian, dari kata
kegiatan kita dapat menyimpulkan bahwa yang dimaksud dengan kegiatan disini adalah
aktivitas,tindakan secara sepihak. Bila dalam perjanjian yang dilarang merupakan perbuatan hukum dua
pihak maka dalam kegiatan yang dilarang adalah merupakan perbuatan hukum sepihak.

Adapun kegiatan kegiatan yang dilarang tersebut yaitu :

1. Monopoli

Adalah penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau atas penggunaan jasa tertentu
oleh satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha

2. Monopsoni

Adalah situasi pasar dimana hanya ada satu pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha yang menguasai
pangsa pasar yang besar yang bertindak sebagai pembeli tunggal,sementara pelaku usaha atau
kelompok pelaku usaha yang bertindak sebagai penjual jumlahnya banyak.

3. Penguasaan pasar

Di dalam UU no.5/1999 Pasal 19,bahwa kegiatan yang dilarang dilakukan pelaku usaha yang dapat
mengakibatkan terjadinya penguasaan pasar yang merupakan praktik monopoli atau persaingan usaha
tidak sehat yaitu :

a. menolak dan atau menghalangi pelaku usaha tertentu untuk melakukan kegiatan usaha yang sama
pada pasar yang bersangkutan;

b. menghalangi konsumen atau pelanggan pelaku usaha pesaingnya untuk tidak melakukan hubungan
usaha dengan pelaku usaha pesaingnya;

c. membatasi peredaran dan atau penjualan barang dan atau jasa pada pasar bersangkutan;

d. melakukan praktik diskriminasi terhadap pelaku usaha tertentu.

4. Persekongkolan

Adalah bentuk kerjasama yang dilakukan oleh pelaku usaha dengan pelaku usaha lain dengan maksud
untuk menguasai pasar bersangkutan bagi kepentingan pelaku usaha yang bersekongkol (pasal 1 angka
8 UU No.5/1999).

5. Posisi Dominan

Artinya pengaruhnya sangat kuat, dalam Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999
menyebutkan posisi dominan merupakan suatu keadaan dimana pelaku usaha tidak mempunyai pesaing
yang berarti di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan pangsa yang dikuasai atau pelaku usaha
mempunyai posisi tertinggi diantara pesaingnya di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan
kemampuan keuangan, kemampuan akses pada pasokan, penjualan, serta kemampuan untuk
menyesuaikan pasokan dan permintaan barang atau jasa tertentu.

6. Jabatan Rangkap

Dalam Pasal 26 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dikatakan bahwa seorang yang menduduki
jabatan sebagai direksi atau komisaris dari suatu perusahaan, pada waktu yang bersamaan dilarang
merangkap menjadi direksi atau komisaris pada perusahaan lain.

7. Pemilikan Saham

Berdasarkan Pasal 27 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dikatakan bahwa pelaku usaha dilarang
memiliki saham mayoritas pada beberapa perusahaan sejenis, melakukan kegiatan usaha dalam bidang
sama pada saat bersangkutan yang sama atau mendirikan beberapa perusahaan yang sama.

8. Penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan

Dalam Pasal 28 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, mengatakan bahwa pelaku usaha yang berbadan
hukum maupun yang bukan berbadan hukum yang menjalankan perusahaan bersifat tetap dan terus
menerus dengan tujuan mencari keuntungan.

4. Perjanjian yang Dilarang

1. Oligopoli

Adalah keadaan pasar dengan produsen dan pembeli barang hanya berjumlah sedikit, sehingga mereka
atau seorang dari mereka dapat mempengaruhi harga pasar.

2. Penetapan harga

Dalam rangka penetralisasi pasar, pelaku usaha dilarang membuat perjanjian, antara lain :

a. Perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga atas barang dan atau jasa yang
harus dibayar oleh konsumen atau pelanggan pada pasar bersangkutan yang sama ;

b. Perjanjian yang mengakibatkan pembeli yang harus membayar dengan harga yang berbeda dari harga
yang harus dibayar oleh pembeli lain untuk barang dan atau jasa yang sama ;

c. Perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga di bawah harga pasar ;

d. Perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan bahwa penerima barang dan atau jasa
tidak menjual atau memasok kembali barang dan atau jasa yang diterimanya dengan harga lebih rendah
daripada harga yang telah dijanjikan.

3. Pembagian wilayah

Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang bertujuan untuk
membagi wilayah pemasaran atau alokasi pasar terhadap barang dan atau jasa.

4. Pemboikotan

Pelaku usaha dilarang untuk membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang dapat
menghalangi pelaku usaha lain untuk melakukan usaha yang sama, baik untuk tujuan pasar dalam negeri
maupun pasar luar negeri.

5. Kartel

Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang bermaksud untuk
mempengaruhi harga dengan mengatur produksi dan atau pemasaran suatu barang dan atau jasa.

6. Trust

Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain untuk melakukan kerja sama
dengan membentuk gabungan perusahaan atau perseroan yang lebih besar, dengan tetap menjaga dan
mempertahankan kelangsungan hidup tiap-tiap perusahaan atau perseroan anggotanya, yang bertujuan
untuk mengontrol produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa.

7. Oligopsoni

Keadaan dimana dua atau lebih pelaku usaha menguasai penerimaan pasokan atau menjadi pembeli
tunggal atas barang dan/atau jasa dalam suatu pasar komoditas.

8. Integrasi vertikal

Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang bertujuan untuk menguasai
produksi sejumlah produk yang termasuk dalam rangkaian produksi barang dan atau jasa tertentu yang
mana setiap rangkaian produksi merupakan hasil pengelolaan atau proses lanjutan baik dalam satu
rangkaian langsung maupun tidak langsung.

9. Perjanjian tertutup

Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan bahwa
pihak yang menerima barang dan atau jasa hanya akan memasok atau tidak memasok kembali barang
dan atau jasa tersebut kepada pihak tertentu dan atau pada tempat tertentu.

10. Perjanjian dengan pihak luar negeri

Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pihak luar negeri yang memuat ketentuan yang
dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

5. Hal-hal yang Dikecualikan dalam UU Anti Monopoli

Hal-hal yang dilarang oleh Undang-Undang Anti Monopoli adalah sebagai berikut :

1. Perjanjian-perjanjian tertentu yang berdampak tidak baik untuk persaingan pasar, yang terdiri dari:

(a) Oligopoli

(b) Penetapan harga

(c) Pembagian wilayah

(d) Pemboikotan

(e) Kartel

(f) Trust

(g) Oligopsoni

(h) Integrasi vertikal

(i) Perjanjian tertutup

(j) Perjanjian dengan pihak luar negeri

2. Kegiatan-kegiatan tertentu yang berdampak tidak baik untuk persaingan pasar,

yang meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut :

(a) Monopoli

(b) Monopsoni

(c) Penguasaan pasar

(d) Persekongkolan

3. Posisi dominan, yang meliputi :

(a) Pencegahan konsumen untuk memperoleh barang atau jasa yang bersaing

(b) Pembatasan pasar dan pengembangan teknologi

(c) Menghambat pesaing untuk bisa masuk pasar

(d) Jabatan rangkap

(e) Pemilikan saham

(f) Merger, akuisisi, konsolidasi

6. Komisi Pengawasan Persaingan Usaha

Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) adalah sebuah lembaga independen di Indonesia yang
dibentuk untuk memenuhi amanat Undang-Undang no. 5 tahun 1999 tentang larangan praktek
monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.

7. Sanksi dalam Antimonopoli dan Persaingan Usaha

Pasal 36 UU Anti Monopoli, salah satu wewenang KPPU adalah melakukan penelitian, penyelidikan dan
menyimpulkan hasil penyelidikan mengenai ada tidaknya praktik monopoli dan atau persaingan usaha
tidak sehat. Masih di pasal yang sama, KPPU juga berwenang menjatuhkan sanksi administratif kepada
pelaku usaha yang melanggar UU Anti Monopoli. Apa saja yang termasuk dalam sanksi administratif
diatur dalam Pasal 47 Ayat (2) UU Anti Monopoli. Meski KPPU hanya diberikan kewenangan
menjatuhkan sanksi administratif, UU Anti Monopoli juga mengatur mengenai sanksi pidana. Pasal 48
menyebutkan mengenai pidana pokok. Sementara pidana tambahan dijelaskan dalam Pasal 49.

Pasal 48

(1) Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 4, Pasal 9 sampai dengan Pasal 14, Pasal 16 sampai dengan
Pasal 19, Pasal 25, Pasal 27, dan Pasal 28 diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp25.000.000.000
(dua puluh lima miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp100.000.000.000 (seratus miliar rupiah), atau
pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 6 (enam) bulan.

(2) Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 5 sampai dengan Pasal 8, Pasal 15, Pasal 20 sampai dengan
Pasal 24, dan Pasal 26 Undang-Undang ini diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp5.000.000.000
( lima miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp25.000.000.000 (dua puluh lima miliar rupialh), atau
pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 5 (lima) bulan.

(3) Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 41 Undang-undang ini diancam pidana denda serendah-
rendahnya Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp5.000.000.000 (lima miliar
rupiah), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 3 (tiga) bulan.

Pasal 49

Dengan menunjuk ketentuan Pasal 10 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, terhadap pidana
sebagaimana diatur dalam Pasal 48 dapat dijatuhkan pidana tambahan berupa:

a. pencabutan izin usaha; atau

b. larangan kepada pelaku usaha yang telah terbukti melakukan pelanggaran terhadap undang-undang
ini untuk menduduki jabatan direksi atau komisaris sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan selama-
lamanya 5 (lima) tahun; atau

c. penghentian kegiatan atau tindakan tertentu yang menyebabkan timbulnva kerugian pada pihak lain.

Aturan ketentuan pidana di dalam UU Anti Monopoli menjadi aneh lantaran tidak menyebutkan secara
tegas siapa yang berwenang melakukan penyelidikan atau penyidikan dalam konteks pidana.

Sumber :
http://id.wikipedia.org/wiki/Pasar_monopoli
http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/04/asas-dan-tujuan-monopoli/
http://fikaamalia.wordpress.com/2011/04/11/kegiatan-yang-dilarang/
http://fikaamalia.wordpress.com/2011/04/11/perjanjian-yang-dilarang-anti-monopoli-dan-persaingan-
usaha-tidak-sehat/
http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/02/anti-monopoli-dan-persaingan-usaha-tidak-sehat/
BAB 14
Penyelesaian Sengketa Ekonomi
1. Pengertian Sengketa

Sengketa adalah perilaku pertentangan antara kedua orang atua lembaga atau lebih yang menimbulkan
suatu akibat hukum dan karenanya dapat diberikan sanksi hukum bagi salah satu diantara keduanya.

2. Cara-cara Penyelesaian Sengketa

Sengketa dapat di selesaikan dengan berbagai cara dintara nya :

- Negosiasi

- Mediasi

- Arbitrasi

- Konsiliasi

- Enquiry (Penyelidikan)

- Pengadilan

3. Negosiasi

Negosiasi adalah suatu bentuk pertemuan antara dua pihak: pihak kita dan pihal lawan dimana kedua
belah pihak bersama-sama mencari hasil yang baik, demi kepentingan kedua pihak.

4. Mediasi

Mediasi adalah proses penyelesaian sengketa melalui proses perundingan atau mufakat para pihak
dengan dibantu oleh mediator yang tidak memiliki kewenangan memutus atau memaksakan sebuah
penyelesaian.

5. Arbitrase

Arbitrase adalah kekuasaan untuk menyelesaikan sesuatu perkara menurut kebijaksanaan

6. Perbandingan antara Perundingan, Arbitrase, dan Ligitasi

Perbedaan antara Perundingan, Arbitrase, dan Ligitasi ialah sebagai berikut :

- Perundingan ialah tindakan atau proses menawar untuk meraih tujuan atau kesepakatan yang bisa
diterima.

- Arbitrase merupakan kekuasaan untuk menyelesaikan sesuatu perkara menurut kebijaksanaan

- Ligitasi adalah proses dimana seorang individu atau badan membawa sengketa, kasus ke pengadilan
atau pengaduan dan penyelesaian tuntutan atau penggantian atas kerusakan.

Jadi perbandingan diantara ketiganya ini merupakan tahapan dari suatu penyelesaian pertikaian. Tahap
pertama terlebih dahulu melakukan perundingan diantara kedua belah pihak yang bertikai, kedua ialah
ke jalan Arbitrase ini di gunakan jika kedua belah pihak tidak bisa menyelesaikan pertikaian yang ada
oleh sebab itu memerlukan pihak ketiga. Ketiga ialah tahap yang sudah tidak bisa diselesaikan dengan
menggunakan pihak ketiga oleh sebab ini mereka mebutuhkan hukum atau pengadilan untuk
menyelesaikan pertikaian yang ada.



BAB 13 ( CONTOH KASUS ANTI MONOPOLI DAN PERSAINGAN TIDAK SEHAT )

BAB 13 CONTOH KASUS ANTI MONOPOLI DAN PERSAINGAN TIDAK SEHAT CONTOH KASUS Kasus PT
Carrefour Indonesia dan keputusan KPPU Kasus PT Carrefour sebagai Pelanggaran UU No. 5 Tahun 1999.
Salah satu aksi perusahaan yang cukup sering dilakukan adalah pengambil alihan atau akuisisi. Dalam UU
No.40/2007 tentang Perseroan terbatas disebutkan bahwa hanya saham yang dapat diambil alih. Jadi,
asset dan yang lainnya tidak dapat di akuisisi. Akuisisi biasanya menjadi salah satu jalan untuk
meningkatkan efisiensi dan kinerja perusahaan. Dalam bahasa inggrisnya dikenal dengan istilah
acquisition atau take over . pengertian acquisition atau take over adalah pengambilalihan suatu
kepentingan pengendalian perusahaan oleh suatu perusahaan lain. Istilah Take over sendiri memiliki 2
ungkapan , 1. Friendly take over (akuisisi biasa) 2. hostile take over (akuisisi yang bersifat mencaplok)
Pengambilalihan tersebut ditempuh dengan cara membeli saham dari perusahaan tersebut. Esensi dari
akuisisi adalah praktek jual beli. Dimana perusahaan pengakuisisi akan menerima hak atas saham dan
perusahaan terakuisisi akan menerima hak atas sejumlah uang harga saham tersebut. Menurut pasal
125 ayat (2) UU No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang menjelaskan bahwa
pengambilalihan dapat dilakukan oleh badan hukum atau orang perseorangan. Jika pengambilalihan
dilakukan oleh perseroan, maka keputusan akuisisi harus mendapat persetujuan dari RUPS. Dan pasal
yang sama ayat 7 menyebutkan pengambilalihan saham perseroan lain langsung dari pemegang saham
tidak perlu didahului dengan membuat rancangan pengambilalihan ,tetapi dilakukan langsung melalui
perundingan dan kesepakatan oleh pihak yang akan mengambil alih dengan pemegang saham dengan
tetap memperhatikan anggaran dasar perseroan yang diambil alih. Dalam mengakuisisi perusahaan yang
akan mengambilalih harus memperhatikan kepentingan dari pihak yang terkait yang disebutkan dalam
UU. No. 40 tahun 2007, yaitu Perseroan, pemegang saham minoritas, karyawan perseroan, kreditor ,
mitra usaha lainnya dari Perseroan; masyarakat serta persaingan sehat dalam melakukan usaha. Dalam
sidang KPPU tanggal 4 november 2009, Majelis Komisi menyatakan Carrefour terbukti secara sah dan
meyakinkan melanggar Pasal 17 (1) dan Pasal 25 (1) huruf a UU No.5/1999 tentang larangan praktik
monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.. Pasal 17 UU No. 5/1999, yang memuat ketentuan
mengenai larangan bagi pelaku usaha untuk melakukan penguasaan pasar, sedangkan Pasal 25 (1) UU
No.5/1999 memuat ketentuan terkait dengan posisi dominan. majelis Komisi menyebutkan berdasarkan
bukti-bukti yang diperoleh selama pemeriksaan perusahaan itu pangsa pasar perusahaan ritel itu
meningkat menjadi 57,99% (2008) pasca mengakuisisi Alfa Retailindo. Pada 2007, pangsa pasar
perusahaan ini sebesar 46,30%. sehingga secara hukum memenuhi kualifikasi menguasai pasar dan
mempunyai posisi dominan, sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 17 Ayat 2 UU No.5 Tahun 1999.
Berdasarkan pemeriksaan, menurut Majelis KPPU, penguasaan pasar dan posisi dominan ini
disalahgunakan kepada para pemasok dengan meningkatkan dan memaksakan potongan-potongan
harga pembelian barang-barang pemasok melalui skema trading terms. Pasca akuisisi Alfa Retailindo,
sambungnya, potongan trading terms kepada pemasok meningkat dalam kisaran 13%-20%. Pemasok,
menurut majelis Komisi, tidak berdaya menolak kenaikan tersebut karena nilai penjualan pemasok di
Carrefour cukup signifikan. Sumber : http://aryo-bony-anggoro.mhs.narotama.ac.id/2011/10/23/kasus-
monopoli-pasar-carrefour-indonesia/
















Apple Terseret Kasus Anti-Monopoli

PENULIS : Hikmatul Adrianto

Plasadana.com - Apple Inc. kena batunya di kandang sendiri, Amerika Serikat. Departemen
Kehakiman setempat akan mengirimkan somasi kepada perusahaan yang baru meluncurkan versi
baru iPad itu, lantaran diduga telah melakukan praktek yang melanggar ketentuan anti-monopoli.
Bersama Apple, sejumlah penerbit juga bakal kena teguran hukum tersebut. Yakni, CBS Corp.,
Lagardere SCA, Hachette Book Group, Pearson Plc., Penguin Group, Macmillan, dan
HarperCollins Publishers Inc., anak perusahaan News Corp.
Para penerbit ini mendistribusikan buku elektroniknya (e-book) melalui jaringan Apple, yang
dikelola iTune. Melalui kerja sama yang terjadi sejak tahun 2010 ini, Apple langsung
memangkas hasil penjualan sebesar 30 persen.
Saat ini, lembaga berwenang di Amerika dan Eropa sedang melakukan investigasi atas dugaan
praktek monopoli dan persaingan tidak sehat yang dilakukan Apple beserta mitranya itu. Seorang
sumber yang mengetahui kasus ini, seperti dikutip Reuters, menuturkan materi yang diselidiki
adalah dugaan penggunaan harga tetap (fixed price), menjegal pesaing, dan merugikan
konsumen.
Kasus yang diselidiki sebenarnya terjadi pada Desember tahun lalu. Ada perang harga antara
Apple bersama mitranya tadi, dengan Amazon yang menerapkan diskon harga guna memasarkan
Kindle Fire, komputer tablet untuk membaca e-book.
Dalam kasus ini, sebenarnya dipicu oleh model penetapan harga semena-mena oleh sejumlah
penerbit. Apple sebagai 'distributor' ikut terseret.
Juru bicara Apple menolak berkomentas terkait kasus ini. Begitu juga dengan pejabat
Departemen Kehakiman yang dimintai konfirmasinya.

CONTOH KASUS ANTI MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

KPPU vs Carrefour
KPPU seperti kembali ke permukaan dengan gugatan yang dilayangkan kepada raksasa bisnis
belakangan ini. Kali ini raksasa yang dihadapi KPPU adalah perusahaan ritel 5 besar dunia Carrefour.
Mencuatnya kasus Carrefour ini tepat di saat memasuki 10 tahun keberadaan UU No. 5/1999 tentang
larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Telah sepuluh tahun KPPU dan UU
antimonopoli di Indonesia dan banyak kasus yang telah ditangani oleh KPPU beberapa diantaranya
adalah kasus besar dimana KPPU berhadapan langsung dengan raksasa bisnis global yang beroperasi di
Indonesia. Namun dalam kurun waktu 10 tahun itu pula citra KPPU sempat tercoreng ketika seorang
komisionernya tertangkap tangan menerima suap dari salah satu perusahaan yang terlibat perkara. Kini
kasus Carrefour muncul tepat di saat 10 tahun keberadaan UU antimonopoli dan sekaligus akan
membuktikan keberadaan KPPU dalam menegakkan persaingan sehat di Indonesia
Pada pertengahan 2008 lalu citra KPPU sempat tercoreng akibat kasus dugaan suap yang menimpa salah
satu mantan komisioner M. Iqbal. Iqbal yang pada saat itu menjabat sebagai ketua KPPU menangani
perkara hak siar Liga Inggris oleh Astro All Asia Network Plc. Salah satu amar dalam putusan tersebut
adalah memerintahkan perusahaan afiliasi Astro (All Asia Multimedia Networks -AAMN) untuk tetap
mempertahankan kelangsungan hubungan usaha dengan PT Direct Vision anak perusahaan PT Ayunda
Prima Mitra. Ayunda sendiri merupakan anak usaha dari First Media yang dimiliki oleh Grup Lippo.
Belakangan diketahui bahwa M Iqbal menerima suap sebesar Rp 500 juta dari Presiden Direktur First
Media Billy Sundor.Hal itu akhirnya menorehkan malu di muka lembaga tersebut di tengah upaya
penegakkan persaingan usaha yang sehat di Indonesia.
Pada awal 2008 KPPU juga sempat berhadapan dengan salah satu raksasa Telekomunikasi Asia,
Temasek. Hal itu bermula ketika pada Desember 2007 KPPU memutuskan Temasek Holding melanggar
UU No 5 Tahun 1999 tentang persaingan usaha karena terbukti memiliki kepemilikan silang (cross
ownership) dengan operator lain di Indonesia. Kasus itupun berlanjut dengan gugatan balik oleh
Temasek.
Kasus yang dimunculkan oleh KPPU kali ini adalah mengenai dugaan monopoli dalam memungut harga
sewa ruang yang berlebihan dan proses akuisisi terhadap Alfa. Dalam perkara tersebut Carrefour
melanggar dua pasal dalam UU No. 5/1999 yakni pasal 17 tentang monopoli dan pasal 25 tentang posisi
dominan.



Terkait dengan kepemilikan saham pada PT Alfa Retailindo Tbk, Carrefour berpotensi untuk melanggar
Pasal 28 UU No. 5/1999 yang mengatur mengenai proses penggabungan, peleburan, dan
pengambilalihan. Diawali pada sekitar pertengahan 2008 lalu Carrefour membeli 75 % saham Alfa
sementara 20 %-nya masih dikuasai oleh PT Sigmantara Alfindo dan 5 % sisanya oleh publik. Disinyalir
bahwa PT PT Sigmantara Alfindo yang merupakan pemegang saham terbesar kedua Alfa akan melepas
sahamnya pada tahun 2011 kepada Carrefour. Hal inilah yang akan berpotensi melanggar pasal 28
tersebut.
Dugaan lainnya yang dilayangkan KPPU kepada Carrefour adalah mengenai tindakan monopoli dalam
memungut harga sewa ruang yang berlebihan serta biaya trading term(syarat perdagangan) yang
memberatkan. Hal tersebut juga terkait dengan tuding bahwa Carrefour memiliki posisi yang dominan
dengan pangsa pasar melebihi 66 persen. Dalam mendefinisikan pangsa pasar tersebut Carrefour
berbeda pendapat dan bersikukuh (berdasarkan riset Nielsen)hanya memiliki pangsa pasar retail
modern sebesar 17 persen dan pangsa pasar grosir sebesar 6.3 persen. Posisi dominan terebut
memungkinkan Carefour untuk memonopoli penetapan harga sewa ruang, penentuan besaran
potongan harga tetap (fixed rebate), potongan harga khusus (conditional rebate), dan biaya pendaftaran
barang (listing fee). Praktek Carrefour ini merugikan pemasok, seperti dinyatakan oleh Asosiasi Pemasok
Pasar Modern (AP3MI.
Disini terjadi perbedaan penafsiran mengenai pasar yang dimaksud dan metode yang digunakan dalam
menetapkan pangsa pasar tersebut. KPPU menggunakan dua acuan yakni pasar hulu (upstream) atau
pasar pemasok dan pasar hilir (downstream) atau pasar konsumen. Yang dipersoalkan KPPU adalah
pasar pemasok. Berdasarkan metode tersebut diketahui bahwa konsentrasi pasar pemasok KPPU
melonjak setelah menguasai Alfa, dari 44,74 persen menjadi 66,73 persen.
Kasus ini masih berjalan dan kita akan menunggu kemampuan KPPU untuk menegaskan keberadaannya
dalam menegakkan persaingan sehat dalam dunia usaha ditengah kepungan kapitalis yang mengusai
perekonomian. Saya pikir mencuatnya kasus ini sanagatlah tepat di saat perjalanan KPPU mencapai usia
1o tahun. Di usia tersebut kita semua berharap bahwa KPPU akan semakin dewasa dan memapu
menunjukkan keberadaannya dalam menegakkan persaingan sehat dalam dunia usaha di Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai