+
= ........................................................................ (3.6)
keterangan
c
ua
: waktu siklus pra penyesuaian sinyal (detik)
LTI : total waktu hilang per siklus (detik)
IFR : rasio arus simpang
Waktu siklus pra penyesuaian juga dapat diperoleh dari Gambar 3.6.
Gambar 3.6 Grafik penetapan waktu siklus pra penyesuaian
Waktu hijau (green time) untuk masing-masing fase menggunakan rumus :
i ua i PR LTI c g = ) ( .........................................................................(3.7)
g
i
: waktu hijau dalam fase-i (detik)
LTI : total waktu hilang per siklus (detik)
c
ua :
waktu siklus pra penyesuaian sinyal (detik)
PR
i
: perbandingan fase FR
kritis
/(FR
kritis
)
7. Kapasitas
Penentuan kapasitas masing-masing pendekat dan pembahasan mengenai
perubahan-perubahan yang harus dilakukan jika kapasitas tidak mencukupi.
a Kapasitas untuk tiap lengan dihitung dengan rumus :
c
g
S C = ..................................................................................... (3.8)
keterangan
C : kapasitas (smp/jam)
S : arus jenuh (smp/jam)
g : waktu hijau (detik)
c : waktu siklus yang disesuaikan (detik)
b Derajat kejenuhan (DS) dihitung dengan rumus :
C
Q
DS = ..................................................................................... (3.9)
keterangan
Q : arus lalu lintas (smp/jam)
C : kapasitas (smp/jam)
8. Keperluan untuk Perubahan
J ika waktu siklus yang telah dihitung memperoleh hasil lebih besar dari
batasan, biasanya derajat kejenuhan juga mempunyai nilai lebih tinggi dari
0,85 (Manual Kapasitas J alan Indonesia, 1997). Ini berarti bahwa simpang
tersebut mendekati lewat jenuh, yang akan menyebabkan antrian panjang pada
kondisi lalu lintas puncak. Alternatif tindakan yang diambil untuk menambah
kapasitas simpang antara lain dengan penambahan lebar pendekat, perubahan
fase sinyal dan pelarangan gerakan-gerakan belok kanan.
9. Perilaku Lalu Lintas
Perilaku lalu lintas pada simpang dipengaruhi oleh panjang antrian, jumlah
kendaraan terhenti dan tundaan. Panjang antrian adalah jumlah kendaraan yang
antri dalam satu pendekat.
a. J umlah antrian (NQ) dan Panjang Antrian (QL)
Nilai dari jumlah antrian (NQ
1
) dapat dicari dengan formula:
1) bila DS > 0,5, maka:
NQ
1
=0.25 x C x
[ ]
+ +
C
DS x
DS
) 5 , 0 ( 8
) 1 ( 1) - DS (
2
.. (3.10)
keterangan
NQ
1
: jumlah smp yang tertinggal dari fase hijau sebelumnya
C : kapasitas (smp/jam)
DS : derajat kejenuhan
2) Bila DS < 0,5, maka:
NQ
1
=0.................................................................................... (3.11)
J umlah antrian kendaraan dihitung, kemudian dihitung jumlah antrian
satuan mobil penumpang yang datang selama fase merah (NQ
2
) dengan
formula:
NQ
2
=c x
GRxDS - 1
GR 1
x
3600
Q
................................................ (3.12)
keterangan :
NQ
2
: jumlah antrian smp yang datang selama fase merah
DS : derajad kejenuhan
Q : volume lalu lintas (smp/jam)
c : waktu siklus (detik)
GR : gi/c
Untuk antrian total (NQ) dihitung dengan menjumlahkan kedua hasil
tersebut yaitu NQ
1
dan NQ
2
:
NQ =NQ
1
+NQ
2..........................................................................................................
(3.13)
keterangan
NQ : jumlah rata-rata antrian smp pada awal sinyal hijau
NQ
1
: jumlah smp yang tertinggal dari fase hijau sebelumnya
NQ
2
: jumlah antrian smp yang datang selama fase merah
Panjang antrian (QL) dihitung dengan formula:
QL =NQ
max
x
masuk
W
20
.............................................................. (3.14)
keterangan
QL : panjang antrian
NQ
max
: jumlah antrian
W
masuk
: lebar masuk
Nilai NQ max diperoleh dari Gambar E-2:2 MKJ I hal 2-66 yang tersaji
pada Gambar 3.7, dengan anggapan peluang untuk pembebanan (P
OL
)
sebesar 5 % untuk langkah perancangan.
Gambar 3.7 Grafik perhitungan jumlah antrian (NQmax) dalam smp
b. Kendaraan terhenti (NS)
J umlah kendaraan terhenti adalah jumlah kendaraan dari arus lalu lintas
yang terpaksa berhenti sebelum melewati garis henti akibat pengendalian
sinyal. Angka henti sebagai jumlah rata-rata per smp untuk perancangan
dihitung dengan rumus di bawah ini:
NS = 3600
) (
) 9 , 0 (
x
QxC
xNQ
............................................................. (3.15)
keterangan
NS : angka henti
NQ : jumlah rata-rata antrian smp pada awal sinyal hijau
Q : arus lalu lintas (smp/jam)
c : waktu siklus (det)
Perhitungan jumlah kendaraan terhenti (N
SV
) masing-masing pendekat
menggunakan formula:
N
SV
=Q x NS .......................................................................... (3.16)
keterangan
N
SV :
jumlah kendaraan terhenti
Q : arus lalu lintas (smp/jam)
NS : angka henti
Untuk angka henti total seluruh simpang dihitung dengan rumus :
NS
total
=N
SV
/Q.................................................................... (3.17)
keterangan
NS
total
: angka henti total seluruh simpang
N
SV
: jumlah kendaraan terhenti
Q : arus lalu lintas (smp/jam)
c. Tundaan (Delay)
Tundaan adalah waktu tempuh tambahan yang diperlukan untuk melalui
simpang apabila dibandingkan lintasan tanpa melalui suatu simpang. Tundaan
terdiri dari:
1) Tundaan Lalu lintas
Tundaan lalu lintas adalah waktu menunggu yang disebabkan interaksi lalu
lintas dengan gerakan lalu lintas yang bertentangan. Tundaan lalu lintas rata-
rata tiap pendekat dihitung dengan menggunakan formula:
DT =(A x c) +
C
x NQ ) 3600 (
1
................................................... (3.18)
keterangan
DT : rata-rata tundaan lalu lintas tiap pendekat (detik/smp)
c : waktu siklus yang disesuaikan (detik)
A : 1,5 x (1 GR)
2
/ (1 GR x DS)
C : kapasitas (smp/jam)
NQ
1
: jumlah smp yang tersisa dari fase hijau sebelumnya (smp/jam)
2) Tundaan Geometri
Tundaan geometri disebabkan oleh perlambatan dan percepatan kendaraan
yang membelok di simpang atau yang terhenti oleh lampu merah. Tundaan
geometrik rata-rata (DG) masing-masing pendekat :
DG =
) 4 (
) 6 ( ) 1 (
x P
x P x P
SV
T SV
............................................................. (3.19)
keterangan
P
SV
: rasio kendaraan berhenti dalam kaki simpang (=NS )
P
T
: rasio kendaraan berbelok dalam kaki simpang
Tundaan rata-rata tiap pendekat (D) adalah jumlah dari tundaan lalu lintas
rata-rata dan tundaan geometrik masing-masing pendekat :
D =DT +DG............................................................................ (3.20)
keterangan
D : Tundaan rata-rata tiap pendekat
DT : rata-rata tundaan lalu lintas tiap pendekat (detik/smp)
DG : rata-rata tundaan geometrik tiap pendekat (detik/smp)
Tundaan total pada simpang adalah :
D
tot
=D x Q................................................................................. (3.21)
D : Tundaan rata-rata tiap pendekat
Q : arus lalu lintas (smp/jam)
Untuk tundaan simpang rata-rata adalah :
D=(Q x D)/Q......................................................................... (3.22)
D : Tundaan rata-rata tiap pendekat
Q : arus lalu lintas (smp/jam)
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
Dalam proses perencanaan alternatif perlu dilakukan analisis yang teliti,
semakin rumit permasalahan yang dihadapi semakin kompleks pula analisis yang
akan dilakukan. Untuk dapat melakukan analisis yang baik memerlukan data-
data/informasi yang lengkap dan akurat disertai dengan teori/konsep dasar yang
relevan.
A. Tahap Persiapan
Tahap persiapan merupakan rangkaian kegiatan sebelum memulai
pengumpulan dan pengolahan data. Dalam tahap ini dilakukan penyusunan rencana
yang kiranya perlu dilakukan agar diperoleh efisiensi dan efektifitas waktu dan
pekerjaan. Pada tahap ini juga dilakukan pengamatan pendahuluan agar didapat
gambaran umum dalam mengidentifikasi dan merumuskan masalah yang ada di
lapangan. Pada tahap persiapan ini meliputi :
1. Studi pustaka terhadap materi untuk proses evaluasi dan perencanaan
2. Menentukan kebutuhan data
3. Mendata instansi dan institusi yang dapat dijadikan sumber data
4. Pengadaan persyaratan administrasi/surat-menyurat untuk pengumpulan data
B. Tahap Pengumpulan Data
Tahap pengumpulan data merupakan langkah awal setelah tahap persiapan
dalam proses pelaksanaan evaluasi dan perencanaan yang sangat penting, karena dari
sini dapat ditentukan permasalahan dan rangkaian penentuan alternatif pemecahan
masalah yang akan diambil. Adapun beberapa metode yang dilakukan dalam rangka
pengumpulan data ini antara lain :
1. Metode studi pustaka
Metode studi pustaka yaitu dengan meminjam data dari instansi terkait sebagai
landasan permasalahan yang ada sekaligus pembanding keadaan saat ini. Data yang
diperoleh dari instansi terkait ini biasa disebut data sekunder.
a RUTRK atau RDTRK
Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK) dan Rencana Detail Tata
Ruang Kota (RDTRK) Kota Semarang berguna untuk memberikan gambaran
umum penggunaan lahan sepanjang ruas jalan Siliwangi dan sekitar simpang
J l. Siliwangi J l. Raya Walisongo - J l. Raya Ngalian sebagai lokasi tinjauan.
Data ini diperoleh dari Bappeda Kodya Semarang.
b Data Lalu Lintas Harian Rata-Rata
Data ini diperoleh dari DPU Bina Marga dan Dinas Perhubungan Kota
Semarang yang berfungsi untuk mengetahui angka pertumbuhan lalu lintas
sehingga dapat diketahui kapasitas jalan yang ditinjau.
2. Metode Survei
Metode survei yaitu dengan mengadakan pengamatan langsung keadaan
lapangan sesungguhnya. Hal ini mutlak dilakukan agar dapat diketahui kondisi
aktual pada saat ini, sehingga diharapkan tidak terjadi kesalahan dalam
evaluasi dan perencanaan. Data yang diperoleh dari kegiatan survei ini disebut
data primer. Data primer adalah data utama yang diperoleh dengan cara
observasi langsung ke lapangan.
a Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian yang dipilih adalah simpang tiga bersinyal dengan jumlah
kendaraan yang keluar masuk pada tiap-tiap lengan dapat menimbulkan
masalah pada kinerja simpang tersebut, adapun simpang yang diambil adalah
yang mempunyai volume kendaraan yang tinggi pada tiap-tiap lengan, yaitu
kaki simpang J l. Siliwangi , J l. Raya Ngalian, J l. Walisongo. Peta situasi
penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.1
Gambar 4.1. Peta Situasi
b Waktu penelitian
Penelitian diambil pada saat jam-jam sibuk berdasarkan pola pergerakan
yang dilihat dari data sekunder (Dinas Perhubungan Kota Semarang), yaitu ada
waktu arus kendaraan yang keluar pada tiap-tiap lengan yang diasumsikan
cukup banyak. J am-jam sibuk tersebut diambil selama 3 jam, yaitu pukul :
06.00 -09.00 WIB, 11.00 14.00 WIB dan 16.00 19.00 WIB. Penelitian
dilakukan selama 2 hari : Minggu, 18 Desember 2005 dan Senin, 19 Desember
2005.
c Alat Penelitian
Peralatan yang digunakan dalam penelitian disesuaikan dengan kebutuhan,
antara lain :
1) Formulir penelitian jumlah kendaraan yang keluar pada tiap-tiap lengan.
2) Pita ukur (roll meter) untuk mendapatan data geometrik jalan dan ukuran
kendaraan.
3) J am tangan sebagai penunjuk waktu selama pelaksanaan survei.
4) Pencacah (hand counter) untuk menghitung jumlah kendaraan yang melintas.
5) Alat tulis dan peralatan tulis lainnya.
6) Komputer sebagai alat untuk menghitung dan mengolah data.
C. Rencana Penelitian
1. Variabel yang diukur
Variabel utama yang diukur yaitu: J umlah dari masing-masing Kendaraan tak
bermotor, kendaraan bermotor, kendaraan ringan (sedan, station wagon, jeep,
mikrolet, pickup,mobil box, taksi) dan kendaraan berat (Mobil tangki, bus kecil,
bus besar, truck 2 as, truck 3 as, trailer) yang keluar pada tiap-tiap lengan.
2. Survei pendahuluan
Survei pendahuluan ini bertujuan untuk mengetahui data-data awal mengenai
pola arus lalu lintas, lokasi survai yang akan dipilih dan jam-jam sibuk/puncak
(peak hour) dan juga kondisi lingkungan disekitar simpang.
Adapun hal-hal yang berfungsi diadakan survei ini yaitu:
a. Penempatan Tempat/Titik lokasi survei yang memudahkan pengamat.
b. Penentuan arah lalu lintas dan jenis kendaraan yang disurvei.
c. Membiasakan para penyurvei dalam menggunakan alat yang akan digunakan
untuk survei.
d. Memahami kesulitan yang memugkinkan muncul pada saat pelaksanan survei
dan melakukan revisi sesuai dengan keadaan lapangan serta kondisi yang
mungkin dihadapi.
3. Penjelasan cara kerja
Untuk memudahkan mendapatkan data hasil survei yang baik, harus diadakan
penjelasan kepada seluruh pengamat yang bersangkutan dengan tugas dan
tanggung jawab masing-masing terdiri dari:
a. Cara dan pengisian formulir penelitian yang dibagi dalam periode tertentu
yaitu: 15 menit tiap periode selama 3 jam untuk setiap pengamat
b. Pembagian tugas, yang menyangkut pembagian arah dan jenis kendaraan bagi
tiap penyurvei sesuai dengan formulir yang dipegang
D. Tahap Pembahasan
Analisis dan pengolahan data dilakukan berdasarkan data-data yang telah
diperoleh, selanjutnya dikelompokkan sesuai dengan identifikasi jenis permasalahan
sehingga diperoleh analisis pemecahan masalah yang efektif dan terarah. Pada tahap
ini dilakukan analisis dan pengolahan data dari kinerja lalu lintas di simpang J l.
Siliwangi J l. Raya Walisongo - J l. Raya Ngalian.
1. Analisis Simpang
Analisis diperhitungkan terhadap data kondisi saat ini untuk melihat
kemampuan dan kapasitas jalan supaya tidak terjadi kemacetan lalu lintas dan
dapat meningkatkan kapasitas simpang yang ditinjau.
a. Arus jenuh dasar (So)
b. Arus jenuh (S)
c. Perbandingan arus lalu lintas dengan arus jenuh (FR)
d. Waktu siklus sebelum penyesuaian (c
ua
) dan waktu hijau (g)
e. Kapasitas (C) dan Derajat Kejenuhan (DS)
f. Perilaku Lalu Lintas
2. Metode Pemecahan Masalah
Setelah didapatkan analisis data maka langkah selanjutnya adalah menentukan
alternatif solusi yang memungkinkan untuk memecahkan permasalahan yang ada.
Dalam penyelesaian masalah ini ditentukan beberapa alternatif solusi dan dipilih
yang paling sesuai dengan kondisi simpang yang ada, yaitu :
a. Penambahan lebar pendekat.
J ika mungkin untuk menambah lebar pendekat,pengaruh terbaik dari tindakan
seperti ini akan diperoleh jika pelebaran dilakukan pada pendekat-pendekat degan
nilai FR Kritis tertinggi.
b. Perubahan fase sinyal
J ika pendekat dengan arus berangkat terlawan dan mempunyai rasio belok kanan
tinggi menunjukkan nilai FR kritis yang tinggi (FR>0,8), suatu rencana fase
alternative dengan fase terpisah untuk lalu lintas belok kanan mungkin akan
sesuai. Rencana fase yang hanya dengan dua fase mungkin memberikan kapasitas
lebih tinggi, asalkan gerakan-gerakan belok kanan tidak terlalu tinggi ( <200
smp/jam ).
c. Pelarangan gerakan (-gerakan) belok kanan.
Pelarangan bagi satu atau lebih gerakan belok kanan biasanya menaikkan
kapasitas, terutama jika hal itu menyebabkan pengurangan jumlah fase yang
diperlukan.
3. Analisis Simpang Setelah Perencanaan Ulang
Setelah analisis simpang kondisi saat ini diperoleh dan dipilih salah satu solusi
pemecahan masalah, maka simpang tersebut dianalisis lagi agar sesuai dengan
kapasitas yang diharapkan.
a. Arus jenuh dasar (So)
b. Arus jenuh (S)
c. Perbandingan arus lalu lintas dengan arus jenuh (FR)
d. Waktu siklus sebelum penyesuaian (c
ua
) dan waktu hijau (g)
e. Kapasitas (C) dan Derajat Kejenuhan (DS)
f. Perilaku Lalu Lintas
Ringkasan Prosedur Perhitungan
Gambar 4.2. Bagan alir analisis simpang bersinyal
LANGKAH A: DATA MASUKAN
A-1 : Geometri, pengaturan lalu lintas dan kondisi
lingkungan
A-2 : Kondisi arus lalu-lintas
PERUBAHAN
Ubah penentuan lebar
pendekat, fase sinyal,
aturan membelok dsb.
LANGKAH B: PENGGUNAAN SINYAL
B-1 : Fase sinyal
B-2 : Waktu antar hijau dan waktu hilang
LANGKAH C : PENENTUAN WAKTU SINYAL
C-1 : Tipe pendekat
C-2 : Lebar pendekat efektif
C-3 : Arus jenuh dasar
C-4 : Faktor-faktor penyesuaian
C-5 : Rasio arus/ arus jenuh
C-6 : Waktu siklus dan waktu hijau
LANGKAH D : KAPASITAS
D-1 : Kapasitas
D-2 : Keperluan untuk perubahan
LANGKAH E : PERILAKU LALU-LINTAS
E-1 : Persiapan
E-2 : Panjang antrian
E-3 : Kendaraan terhenti
E-4 : Tundaan
Bila DS >0,85
Bila DS <0,85
BAB V
ANALISIS DATA DAN PEMECAHAN MASALAH
A. Gambaran Umum
Mengacu dari Manual Kapasitas J alan Indonesia 1997 digunakannya sinyal
lalu lintas pada pertemuan jalan antara J l. Walisongo dengan J l. Siliwangi dan J l.
Ngalian raya adalah:
1. Untuk menghindari kemacetan simpang akibat adanya konflik arus lalu lintas
sekitar pertemuan jalan tersebut.
2. Untuk mengurangi jumlah kecelakaan lalu lintas yang terjadi dipertemuan jalan
tersebut akibat tabrakan antara kendaraan dari arah yang berlawanan.
Menurut Hasil penelitian dan analisis pada tahun 2005 jumlah arus lalu lintas
cukup tinggi terutama pada lengan Barat dan lengan Timur.
J umlah arus (Q) yang masuk dan keluar lengan sangat besar dan akan terjadi
kenaikan kapasitas jalan, seperti terlihat pada lampiran 4.
a. Keluar dari lengan Timur : 2346 smp/jam
b. Keluar dari lengan Barat : 1886 smp/jam
c. Keluar dari lengan Selatan : 1607 smp/jam
B. Hasil Perhitungan
1. Arus jenuh dasar (So)
Arus jenuh dasar di Simpang J rakah kondisi saat ini di hitung menggunakan
rumus (3.1) terlihat dalam Tabel 5.1 dibawah ini.
Tabel 5.1 Perhitungan Arus Jenuh Dasar
Pendekat Tipe Pendekat Lebar Pendekat Arus J enuh Dasar
Timur P (Terlindung) 8,90 m 5340 smp/ jam hijau
Selatan P (Terlindung) 10,00 m 6000 smp/ jam hijau
Barat O (Terlawan) 13,35 m 6300 smp/ jam hijau
Hasil hitungan terlihat pada lampiran 4
2. Nilai arus jenuh (S)
Arus jenuh dasar yang diperoleh dari Tabel 5.1, maka dengan menggunakan
rumus (3.2) akan diperoleh nilai arus jenuh Simpang J rakah seperti terlihat dalam
Tabel 5.2.
Tabel 5.2 Perhitungan Nilai Arus Jenuh
Timur Barat Selatan
S
O
5340 smp/jam
hijau
6300 smp/jam
hijau
6000 smp/jam
hijau
F
CS
1,00 1,00 1,00
F
SF
0,930 0,930 0,930
F
G
0,96 1,00 1,00
F
P
0,91 0,98 0,90
F
RT
1,00 1,00 1,24
F
LT
1,00 1,00 0,99
S 4357 smp/jam
hijau
5758 smp/jam
hijau
6163 smp/jam
hijau
Hasil hitungan terlihat pada lampiran 4
3. Perbandingan arus lalu lintas dengan arus jenuh (FR)
Dari hasil perhitungan pada Tabel 5.2 dapat diperoleh nilai Rasio Arus (FR)
menggunakan rumus (3.3) dan nilai Rasio Fase menggunakan rumus (3.4), maka
dapat diperoleh Rasio Arus Simpang (IFR) seperti terlitat dalam Tabel 5.3 di
bawah ini.
Tabel 5.3 Perhitungan Rasio Arus dan Rasio Fase
Pendekat Q S FR PR
Timur 2346 smp/jam 4357 smp/jam hijau 0.538 0.674
Barat 1886 smp/jam 5758 smp/jam hijau 0.328 0.410
Selatan 1607 smp/jam 5758 smp/jam hijau 0.261 0.326
IFR = FRcrit 0.799
Hasil hitungan terlihat pada lampiran 4
4. Waktu siklus sebelum penyesuaian (c
ua
) dan waktu hijau (g)
Dengan rumus (3.5), waktu siklus yang disesuaikan (c) berdasarkan waktu
hijau yang telah diperoleh dan waktu hilang (LTI) seperti terlihat dalam lampiran
3 sehingga diperoleh nilai :
c = g +LTI LTI = (merah semua +kuning )
c = 115 +14 =(4 +4 +3 +3) = 14 detik
=129 detik
Dengan menggunakan rumus (3.6) dan (3.7) waktu hijau di Simpang J rakah
dapat diperoleh seperti dalam Tabel 5.4 di bawah ini.
Tabel 5.4 PerhitunganWaktu Hijau
Pendekat LTI c g
i
Timur 78 detik
Barat 78 detik
Selatan
14 detik
129
detik
38 detik
g 115 detik
Hasil hitungan terlihat pada lampiran 4
5. Kapasitas (C) dan Derajat Kejenuhan (DS)
Sesuai Rumus (3.8) dan (3.9) maka dapat diperoleh Kapasitas dan Derajat
Kejenuhan pada Simpang J rakah, seperti terlihat pada Tabel 5.5
Tabel 5.5 Perhitungan Kapasitas dan Derajat Kejenuhan
Pendekat Arus Lalu Lintas Kapasitas Derajad Kejenuhan
Timur 2346 smp/jam 2618 smp/jam 0.896
Barat 1886 smp/jam 3460 smp/jam 0.545
Selatan 1607 smp/jam 1793 smp/jam 0.896
Hasil hitungan terlihat pada lampiran 5
6. Perilaku Lalu Lintas
a. J umlah antrian (NQ)
Nilai dari J umlah Antrian di Simpang J rakah dihitung dengan rumus (3.10),
(3.11), (3.12) dan (3.13) sehingga terlihat pada Tabel 5.6
Tabel 5.6 Perhitungan Jumlah Antrian
Pendekat C Q DS NQ
1
NQ
2
NQ
Timur
2955
smp/jam
2346
smp/jam
0.7938 3,7 smp 72,9 smp 76,6 smp
Barat
2940
smp/jam
1886
smp/jam
0.6415 0,1 smp 40,2 smp 40,3 smp
Selatan
2024
smp/jam
1607
smp/jam
0.7938 3,7 smp 55,4 smp 59,0 smp
Hasil hitungan terlihat pada lampiran 5
Panjang antrian (QL) dihitung dengan rumus (3.14) dan Nilai NQ max
diperoleh dari Gambar 3.2 dengan anggapan peluang untuk pembebanan (P
OL
)
sebesar 5 % untuk langkah perancangan, sehingga diperoleh:
Tabel 5.7 Perhitungan Panjang Antrian
Pendekat NQ max W
MASUK
QL
Timur 14,0 smp 8.90 m 234 m
Barat 56,3 smp 13.35 m 84 m
Selatan 80,9 smp 10.00 m 162 m
Hasil hitungan terlihat pada lampiran 5
b. Kendaraan terhenti (NS)
Angka henti sebagai jumlah rata-rata per smp untuk perancangan dihitung
dengan rumus (3.15), Perhitungan jumlah kendaraan terhenti (N
SV
) masing-
masing pendekat dihitung menggunakan rumus (3.16), sehingga diperoleh dalam
Tabel 5.8 di bawah ini.
Tabel 5.8 Perhitungan Angka Henti dan Jumlah kendaraan Terhenti
Pendekat c Q NQ NS N
SV
Timur
2346
smp/jam
76,6 smp
0,818
stop/smp
1918 smp/jam
Barat
1886
smp/jam
40,3 smp
0,535
stop/smp
1010 smp/jam
Selatan
129
detik
1607
smp/jam
59,0 smp
0,920
stop/smp
1478 smp/jam
N
SV TOTAL
4406 smp/jam
Hasil hitungan terlihat pada lampiran 5
Nilai angka henti total seluruh simpang dihitung dengan rumus (3.17)
diperoleh sebesar : NS
total
=N
SV
/Q
=4406 / 6222 = 0,71 stop/smp
c. Tundaan (Delay)
Tundaan lalu lintas rata-rata tiap pendekat dihitung dengan menggunakan
rumus (3.18), Tundaan geometrik rata-rata (DG) masing-masing pendekat
dihitung dengan rumus (3.19), Tundaan rata-rata tiap pendekat (D) adalah jumlah
dari tundaan lalu lintas rata-rata dan tundaan geometrik masing-masing pendekat
dihitung dengan rumus (3.20) dan Tundaan total pada simpang dihitung dengan
menggunakan rumus (3.21), sehingga dapat terlihat dalam Tabel 5.9 di bawah ini.
Tabel 5.9 Perhitungan Tundaan
Pendekat Q DT DG
D =
DT+DG
D x Q
Timur
2346
smp/jam
27,4
det/smp
3,3
det/smp
30,7
det/smp
72004 smp.det
Barat
1886
smp/jam
15,4
det/smp
2,2
det/smp
17,7
det/smp
33283 smp.det
Selatan
1607
smp/jam
51,4
det/smp
4,2
det/smp
55,5
det/smp
89179 smp.det
196769 smp.det
Hasil hitungan terlihat pada lampiran 5
Tundaan simpang rata-rata di Simpang J rakah diperoleh menggunakan rumus
(3.22) sebesar : 31,63 det/smp, seperti terlihat dalam lampiran 5.
C. Pemecahan Masalah
Dari analisis yang diperoleh, tampak bahwa rasio arus kritis mempunyai nilai
0,799 .Angka ini mendekati nilai 1, hal ini berarti bahwa simpang tersebut mendekati
jenuh.
Derajat Kejenuhan merupakan perbandingan antara arus lalu lintas dengan
kapasitas. Apabila arus lalu lintas pada suatu pendekat lebih besar dari pada kapasitas
yang ada pada kondisi eksistingnya maka derajat kejenuhan pada pendekat tersebut
juga semakin besar. Nilai derajat kejenuhan yang lebih tinggi dari 0,85 berarti bahwa
simpang tersebut mendekati lewat jenuh, hal ini akan menyebabkan antrian panjang
pada kondisi lalu lintas puncak. Setelah dilakukan analisis dengan metode MKJ I
1997 seperti pada Tabel 4.5, ternyata pada pendekat Timur dan Selatan tidak
memenuhi syarat (nilai DS >0,80). Hal seperti ini akan berpengaruh pada kinerja
jalan, untuk itu perlu diadakan evaluasi ulang agar manajemen simpang menjadi
lebih baik.
Solusi pertama yang akan dipilih adalah penambahan lebar pendekat. Pelebaran
dilakukan pada pendekat-pendekat dengan nilai FR Kritis tertinggi. Setelah
dilakukan analisis pada kasus ini dengan metode MKJ I 1997 seperti pada Tabel 4.3,
ternyata nilai FR Kritis dari pendekat Timur dan Selatan hampir mendekati angka
0,8. hal ini berarti lebar pendekat dari lengan simpang tersebut perlu penambahan
lebar pendekat.
Pada pendekat Timur gerakan lalu lintas yang membelok ke kiri relatif sedikit
dari pada gerakan lalu lintas arah yang lurus(<20 % dari jumlah kendaraan yang
melewati pendekat tersebut). Oleh karena itu lajur belok kiri langsung (W
LTOR
) tidak
diperbolehkan.
Pada pendekat Selatan gerakan lalu lintas yang membelok ke kiri relatif sedikit
dari pada arah yang membelok ke kanan (+94 % dari jumlah kendaraan yang
melewati pendekat tersebut). Oleh karena itu lebar lajur pada pendekat tersebut perlu
dilakukan perubahan. Belum adanya kerb pada lajur kanan dan lajur kiri di pendekat
Selatan, maka pelebaran diambil sebesar 1 meter pada tiap lajur, sedangkan sisanya
sebagai bahu jalan.
Hasil perhitungan setelah dilakukan perencanaan ulang
1. Arus jenuh dasar (So)
Perhitungan perencanaan ulang untuk arus jenuh dasar di Simpang J rakah di
hitung menggunakan rumus (3.1) terlihat dalam Tabel 5.10 dibawah ini.
Tabel 5.10 Perhitungan Arus Jenuh Dasar Setelah Perencanaan
Pendekat Tipe Pendekat Lebar Pendekat Arus J enuh Dasar
Timur P (Terlindung) 13,35 m 8010 smp/ jam hijau
Selatan P (Terlindung) 11,00 m 6600 smp/ jam hijau
Barat O (Terlawan) 13,35 m 6300 smp/ jam hijau
Hasil hitungan terlihat pada lampiran 9
Nilai arus jenuh dasar merupakan besarnya keberangkatan antrian di dalam
pendekat selama kondisi ideal. Dengan mengubah lebar pendekat yaitu bagian
Timur (W
LTOR
J l. Siliwangi) menjadi 2 meter dan bagian Selatan (W
masuk
menjadi
13,35 meter) maka arus jenuh dasar pendekat tersebut dapat menjadi lebih besar.
2. Nilai arus jenuh (S)
Perhitungan perencanaan ulang arus jenuh dasar yang diperoleh dari Tabel
5.10, maka dengan menggunakan rumus (3.2) akan diperoleh nilai arus jenuh
setelah perencanaan ulang Simpang J rakah seperti terlihat dalam Tabel 5.11.
Tabel 5.11 Perhitungan Nilai Arus Jenuh Setelah Perencanaan
Timur Barat Selatan
S
O
8010 smp/jam hijau 6300 smp/jam hijau 6600 smp/jam hijau
F
CS
1,00 1,00 1,00
F
SF
0,930 0,930 0,930
F
G
0,96 1,00 1,00
F
P
0,91 0,98 0,90
F
RT
1,00 1,00 1,24
F
LT
1,00 1,00 0,99
S 6808 smp/jam hijau 5758 smp/jam hijau 6847 smp/jam hijau
Hasil hitungan terlihat pada lampiran 9
Arus jenuh merupakan besarnya keberangkatan antrian di dalam pendekat
selama kondisi yang ditentukan. Setelah dilakukan perencanaan ulang, maka pada
pendekat tersebut nilai arus jenuhnya menjadi lebih besar.
3. Perbandingan arus lalu lintas dengan arus jenuh (FR)
Dari hasil perhitungan pada Tabel 5.11 dapat diperoleh nilai Rasio Arus (FR)
menggunakan rumus (3.3) dan nilai Rasio Fase menggunakan rumus (3.4), maka
dapat diperoleh Rasio Arus Simpang (IFR) seperti terlitat dalam Tabel 5.12 di
bawah ini.
Tabel 5.12 Perhitungan Rasio Arus dan Rasio Fase Setelah Perencanaan
Pendekat Q S FR PR
Timur
2346
smp/jam
6808 smp/jam
hijau
0.345 0.595
Barat
1886
smp/jam
5758 smp/jam
hijau
0.328 0.566
Selatan
1607
smp/jam
6847 smp/jam
hijau
0.235 0.405
IFR = FRcrit 0.579
Hasil hitungan terlihat pada lampiran 9
Dengan mengubah lebar pendekat Timur dan Selatan maka nilai FR dari
masing- masing pendekat dapat berkurang, sehingga nilai FR kritisnya bisa
kurang dari 0,80.
4. Waktu siklus sebelum penyesuaian (c
ua
) dan waktu hijau (g)
Waktu siklus merupakan waktu untuk urutan lengkap dari indikasi sinyal.
Waktu siklus yang telah disesuaikan (c) berdasarkan waktu hijau yang diperoleh
dan telah dibulatkan dan waktu hilang (LTI) yang diperoleh dari perhitungan
sebelumnya dihitung dengan rumus (3.5):
c = g +LTI
c = 48 +14 =62 detik
Sesuai dengan MKJ I 1997 : untuk tipe pengaturan dua fase waktu siklus yang
disarankan adalah 40 80 detik. Waktu siklus yang lebih rendah dari nilai yang
disarankan akan menyebabkan kesulitan bagi para pejalan kaki untuk
menyeberang jalan. Waktu siklus yang melebihi 130 detik harus dihindari karena
hal ini sering kali menyebabkan kerugian dalam kapasitas keseluruhan. Setelah
dilakukan perencanaan ulang, hasil yang diperoleh waktu siklusnya sebesar 62
detik. Hal ini berarti sesuai batas yang disarankan.
Dengan menggunakan rumus (3.6) dan (3.7) waktu hijau di Simpang J rakah
menjadi seperti dalam Tabel 5.13 di bawah ini.
Tabel 5.13 PerhitunganWaktu Hijau Setelah Perencanaan
Pendekat LTI c PR g
i
Timur 0.595 28 detik
Barat 0.566 28 detik
Selatan
14 detik 62 detik
0.405 19 detik
g 48 detik
Hasil hitungan terlihat pada lampiran 9
Waktu hijau merupakan waktu nyala hijau dalam suatu pendekat. Setelah
dilakukan perencanaan ulang, maka pengubahan lebar pendekat akan berpengaruh
terhadap waktu hijaunya. Waktu hijau pada masing-masing pendekat bernilai
lebih dari 10 detik, karena waktu hijau yang lebih pendek dari 10 detik akan
mengakibatkan pelanggaran lampu merah yang berlebihan dan kesulitan bagi
pejalan kaki untuk menyeberang jalan.
5. Kapasitas (C) dan Derajat Kejenuhan (DS)
Dengan menggunakan Rumus (3.8) dan (3.9) maka dapat diperoleh Kapasitas
dan Derajat Kejenuhan pada Simpang J rakah, menjadi seperti pada Tabel 5.14.
Tabel 5.14 Perhitungan Kapasitas dan Derajat Kejenuhan Setelah Perencanaan
Pendekat Q C DS
Timur 2346 smp/jam 3132 smp/jam 0.749
Barat 1886 smp/jam 2649 smp/jam 0.712
Selatan 1607 smp/jam 2145 smp/jam 0.749
Hasil hitungan terlihat pada lampiran 10
Kapasitas merupakan arus lalu lintas maximum yang dapat dipertahankan
untuk melewati suatu pendekat. Perbandingan antara arus dengan kapasitas dari
suatu pendekat menunjukkan Derajat Kejenuhan (DS) dari pendekat yang ditinjau.
Derajat Kejenuhan yang lebih tinggi dari 0,85 menunjukkan bahwa simpang
tersebut sudah mendekati lewat jenuh, yang akan menyebabkan antrian panjang
pada kondisi lalu lintas puncak. Setelah dilakukan perencanaan ulang, kapasitas
pada seluruh pendekat dapat bertambah. Dengan bertambahnya kapasitas pada
pendekat Timur (2618 smp/jam menjadi 3132 smp/jam) dan Selatan (1793
smp/jam menjadi 2145 smp/jam) maka nilai Derajat Kejenuhan dapat diperkecil
hingga kurang dari 0,85.
6. Perilaku Lalu Lintas
a. J umlah antrian (NQ)
Nilai dari J umlah Antrian di Simpang J rakah setelah dilakukan perencanaan
ulang dihitung dengan rumus (3.10), (3.11), (3.12) dan (3.13) sehingga terlihat
pada Tabel 5.15.
Tabel 5.15 Perhitungan Jumlah Antrian Setelah Perencanaan
Pendekat C Q DS NQ
1
NQ
2
NQ
Timur
3132
smp/jam
2346
smp/jam
0,749 1,0smp 33,2 smp 34,2 smp
Barat
2649
smp/jam
1886
smp/jam
0,712 0,7 smp 6 smp 26,7 smp
Selatan
2145
smp/jam
1607
smp/jam
0,749 1,0smp 24,7 smp 25,7 smp
Hasil hitungan terlihat pada lampiran 10
Antrian (NQ) merupakan jumlah kendaraan yang antri dalam suatu pendekat.
Nilai NQ yang diperoleh setelah dilakukan perencanaan ulang dapat mencapai
lebih kecil dua kali dari sebelum dilakukannya perencanaan ulang.
Panjang antrian (QL) dihitung dengan rumus (3.14) dan Nilai NQ max
diperoleh dari Gambar 3.2 dengan anggapan peluang untuk pembebanan (P
OL
)
sebesar 5 % untuk langkah perancangan, sehingga diperoleh:
Tabel 5.16 Perhitungan Panjang Antrian Setelah Perencanaan
Pendekat W
MASUK
NQ max QL
Timur 13,35 m 48,2 smp 72 m
Barat 13,35 m 38,4 smp 58 m
Selatan 11,00 m 37,1 smp 67 m
Hasil hitungan terlihat pada lampiran 10
Panjang antrian (QL) yang dimaksudkan disini adalah panjang antrian
kendaraan dalam suatu pendekat.dengan perubahan lebar pendekat maka panjang
antriannya dapat berkurang lebih banyak.
b. Kendaraan terhenti (NS)
Angka henti sebagai jumlah rata-rata per smp untuk perancangan ulang
dihitung dengan rumus (3.15), Perhitungan jumlah kendaraan terhenti (N
SV
)
masing-masing pendekat dihitung menggunakan rumus (3.16), sehingga diperoleh
dalam Tabel 5.17 di bawah ini.
Tabel 5.17 Perhitungan Angka Henti dan Jumlah kendaraan Terhenti Setelah
Perencanaan
Pendekat c Q NQ NS N
SV
Timur
2346
smp/jam
34,2 smp
0,763
stop/smp
1791 smp/jam
Barat
1886
smp/jam
26,7 smp
0,743
stop/smp
1401 smp/jam
Selatan
72 detik
1607
smp/jam
25,7 smp
0,840
stop/smp
1349 smp/jam
N
SV TOTAL
4541 smp/jam
Hasil hitungan terlihat pada lampiran 10
Angka henti (NS) merupakan jumlah rata-rata berhenti per kendaraan. Nilai
angka henti total seluruh simpang dihitung dengan menggunakan rumus (3.17),
Setelah dilakukan perencanaan ulang nilai angka hentinya (NS) diperoleh sebesar
: 0,73 stop/smp.
c. Tundaan (Delay)
Tundaan lalu lintas rata-rata tiap pendekat dihitung dengan menggunakan
rumus (3.18), Tundaan geometrik rata-rata (DG) masing-masing pendekat
dihitung dengan rumus (3.19), Tundaan rata-rata tiap pendekat (D) adalah jumlah
dari tundaan lalu lintas rata-rata dan tundaan geometrik masing-masing pendekat
dihitung dengan rumus (3.20) dan Tundaan total pada simpang dihitung dengan
menggunakan rumus (3.21), sehingga dapat terlihat dalam Tabel 5.18 di bawah
ini.
Tabel 5.18 Perhitungan Tundaan Setelah Perencanaan
Pendekat Q DT DG
D =
DT+DG
D x Q
Timur
2346
smp/jam
14,9
det/smp
3,1
det/smp
17,9
det/smp
42509 smp.det
Barat
1886
smp/jam
14,4
det/smp
2,7
det/smp
17,4
det/smp
32816 smp.det
Selatan
1607
smp/jam
20,7
det/smp
4,3
det/smp
25,0
det/smp
40180 smp.det
117358 smp.det
Hasil hitungan terlihat pada lampiran 10
Tundaan merupakan waktu tempuh tambahan yang diperlukan untuk melalui
simpang apabila dibandingkan lintasan tanpa melalui suatu simpang. Dengan
menggunakan rumus (3.22) setelah dilakukan perubahan lebar pendekat tundaan
simpang rata-rata di Simpang J rakah menjadi sebesar : 18,86 det/smp, seperti
terlihat dalam lampiran 10. Hal ini berarti dapat mengurangi tundaan dari pada
sebelum dilakukan perencanaan ulang.
D. Prediksi Lama Kemampuan Simpang Setelah Dilakukan Pelebaran
Berdasarkan rekomendasi Manual Kapasitas J alan Indonesia 1997 bahwa
ambang arus lalu lintas yang diperoleh dengan analisa BSH tentang umur rencana,
angka pertumbuhan lalu lintas sebesar 6,5 %.
Perhitungan pertumbuhan volume arus lalu lintas :
Pn =Po x ( 1 +i )
n
Keterangan:
Pn : Volume arus lalu lintas tahun rencana
Po : Volume arus lalu lintas tahun ini (2005)
i : Faktor pertumbuhan arus lalu lintas
n : Tahun rencana
Tabel 5.19 Perhitungan Kemampuan Simpang
Tahun
rencana
Volume
arus lalu
lintas tahun
ini (2005)
Faktor
pertumbuhan
arus lalu lintas
Volume
arus lalu
lintas tahun
rencana
Kapasitas
Derajat
Kejenuhan
( n ) ( Po ) ( i ) ( Pn ) ( C ) ( DS )
Tahun ke 0
(2005)
1607
smp/jam
0,065
1607
smp/jam
2145
smp/jam
0,749
Tahun ke 1
(2006)
1607
smp/jam
0,065
1711,46
smp/jam
2145
smp/jam
0,797
Tahun ke 2
(2007)
1607
smp/jam
0,065
1822,70
smp/jam
2145
smp/jam
0,849
Sesuai dengan Tabel 5.19, bahwa perubahan lebar pada J alan Raya Ngalian
dapat dipertahankan hingga tahun 2007 (terlihat nilai DS 0,85).
BAB V I
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa ruas J l.
Walisongo yang mengarah ke daerah Simpang J rakah, Derajat Kejenuhan yang
diperoleh lebih kecil dari 0,85, yang berarti bahwa ruas ini jauh dari kondisi
jenuh. Sedangkan pada ruas J l. Siliwangi dan J L. Raya Ngalian yang mengarah
ke daerah Simpang J rakah adalah dalam kondisi lewat jenuh. Derajat Kejenuhan
yang diperoleh lebih besar dari 0,85. Hal ini berarti bahwa di Simpang J rakah
memiliki kapasitas simpang yang kurang baik. Adapun nilai kapasitas, besarnya
arus lalu lintas dan nilai Derajat Kejenuhan dari pendekat di Simpang J rakah
adalah seperti Tabel 6.1 dibawah ini :
Tabel 6.1 Hubungan antara Kapasitas, Arus Lalu Lintas dan Derajat
Kejenuhan kondisi saat ini
Periode Puncak
J alan Kapasitas
(C)
Arus Lalu
Lintas (Q)
Derajat
Kejenuhan (Q/C)
Ket
J l. Siliwangi 2618
smp/jam
2346 smp/jam 0,8960 J enuh
J l. Walisongo 3460
smp/jam
1886 smp/jam 0,5450 Tidak
J enuh
J l. Raya
Ngalian
1793
smp/jam
1607 smp/jam 0,8960 J enuh
2. Setelah dilakukan analisis perencanaan ulang dengan mengubah lebar
pendekatnya, yaitu pada ruas J l. Siliwangi dengan meniadakan lebar lajur belok
kiri langsung dan di J l. Raya Ngalian diperlebar menjadi 11 meter, seperti terlihat
pada Tabel 6.2. Seluruh pendekat yang menuju ke Simpang J rakah yaitu J l.
Walisongo, J l. Siliwangi dan J l. Raya Ngalian nilai Derajad Kejenuhan yang
diperoleh lebih kecil dari 0,85 seperti terlihat dalam Tabel 6.3 di bawah ini. Hal
ini berarti bahwa di seluruh pendekat Simpang J rakah akan dapat menampung
kapasitas simpang yang baik hingga Tahun 2007 yang akan datang seperti terlihat
dalam Tabel 5.19 sebelumnya.
Tabel 6.2 Perubahan Lebar Pendekat
Lebar Pendekat ( m )
kondisi eksisting
Lebar Pendekat ( m )
Perencanaan ulang
Pendekat W
A
W
ENTRY
W
LTOR
W
EXIT
W
A
W
ENTRY
W
LTOR
W
EXIT
J l.Siliwangi 13,35 8,90 4,45 13,35 13,35 13,35 0,00 13,35
J l. Walisongo 13,35 13,35 0,00 13,35 13,35 13,35 0,00 13,35
J l. Raya Ngalian 10,00 10,00 0,00 13,35 11,00 11,00 0,00 13,35
Tabel 6.3 Hubungan antara Kapasitas, Arus Lalu Lintas dan Derajat
Kejenuhan setelah dilakukan perencanaan ulang
J alan Kapasitas (C) Arus Lalu
Lintas (Q)
Derajat
Kejenuhan (Q/C)
Ket
J l. Siliwangi 3132
smp/jam
2346 smp/jam 0,749 Tidak
J enuh
J l. Walisongo 2649
smp/jam
1886 smp/jam 0,712 Tidak
J enuh
J l. Raya
Ngalian
2145
smp/jam
1607 smp/jam 0,749 Tidak
J enuh
3. Waktu siklus yang disarankan untuk pengaturan dua fase di Simpang J rakah
adalah 40 80 detik. Dengan mengubah lebar pendekatnya, yaitu pada ruas J l.
Siliwangi lebar lajur belok kiri langsung tidak diperbolehkan dan di J l. Raya
Ngalian diperlebar, maka waktu siklusnya juga dapat berkurang seperti terlihat
pada Tabel 6.3. Hal ini berarti pengaturan fase yang terdapat pada kondisi
eksisting masih tetap dapat dipertahankan apabila dilakukan perubahan lebar
pendekat.
Tabel 6.3 Perbandingan waktu siklus pada kondisi eksisting dan setelah
dilakukan perencanaan ulang
Pendekat Waktu hijau
Kondisi eksisting
Waktu hijau
setelah perencanaan ulang
J l. Siliwangi 78 detik 28 detik
J l. Walisongo 78 detik 28 detik
J l. Raya Ngalian 38 detik 19 detik
Total waktu
hijau
115 detik 48 detik
Waktu siklus 129 detik 62 detik
4. Setelah dilakukan analisis, beberapa faktor yang berpengaruh pada kapasitas
simpang bersinyal di Simpang J rakah adalah lebar jalan dan waktu siklus.
B. Saran
Dari hasil perhitungan Simpang J rakah dapat dikemukakan beberapa saran dan
masukan yang dapat dijadikan sebagai pertimbangan perbaikan agar Simpang J rakah
dimasa yang akan datang lebih baik yaitu sebagai berikut:
1. Berdasarkan dari hasil analisis bahwa Simpang J rakah dengan lebar efektif yang
telah ada sudah tidak dapat menampung arus lalu lintas pada jam puncak.
Sehingga penambahan lebar pendekat pada lengan J l. Siliwangi dan J l. Raya
Ngalian kemungkinan harus dilakukan, agar dapat menghasilkan nilai kapasitas
yang lebih tinggi dan yang sesuai.
2. Diharapkan dengan hasil analisis ini dapat dijadikan sebagai pertimbangan dalam
merencanakan, mendesain atau melakukan perubahan pada Simpang J rakah agar
menjadi lebih baik di masa mendatang.
3. Diharapkan analisis-analisis simpang bersinyal dapat dilakukan secara bertahap,
agar dapat diketahui apakah keadaan yang ada pada Simpang tersebut masih
dalam kondisi yang aman.
DAFTAR PUSTAKA
Bappeda Kota Semarang, 2000, Evaluasi RDTRK Semarang , Pemkot
Semarang, Semarang.
Departemen Pekerjaan Umum, 2005, LHR Nasional Propinsi Jawa Tengah ,
DPU Bina Marga, Semarang.
Departemen Pekerjaan Umum, 1997, Manual Kapasitas Jalan Indonesia ,
Dirjen Bina Marga, J akarta.
Hobbs. FD, 1995, Perencanaan Teknik Lalu Lintas , Gajah Mada University
Press, Yogyakarta.
Munawar. Ahmad, 2004, Program Komputer Untuk Analisis Lalu Lintas, Beta
Offset, Yogyakarta.
Oglesby. CH dan Hicks. RG, 1998, Teknik Jalan Raya , Erlangga, J akarta.
Poerwadinata dkk, 1991, Kamus Besar Bahasa Indonesia , Depdikbud, J akarta.