Anda di halaman 1dari 12

A.

Pengertian Break even Point


Break event point adalah suatu keadaan dimana dalam suatu operasi perusahaan tidak
mendapat untung maupun rugi/ impas (penghasilan = total biaya). Sebelum memproduksi
suatu produk, perusahaan terlebih dulu merencanakan seberapa besar laba yang diinginkan.
Ketika menjalankan usaha maka tentunya akan mengeluarkan biaya produksi, maka dengan
analisis titik impas dapat diketahui pada waktu dan tingkat harga berapa penjualan yang
dilakukan tidak menjadikan usaha tersebut rugi dan mampu menetapkan penjualan dengan
harga yang bersaing pula tanpa melupakan laba yang diinginkan. Hal tersebut dikarenakan
biaya produksi sangat berpengaruh terhadap harga jual dan begitu pula sebaliknya, sehingga
dengan penentuan titik impas tersebut dapat diketahui jumlah barang dan harga yang pada
penjualan. Analisis break even sering digunakan dalam hal yang lain misalnya dalam analisis
laporan keuangan. Dalam analisis laporan keuangan kita dapat menggunakan rumus ini untuk
mengetahui:
1. Hubungan antara penjualan, biaya, dan laba
2. Struktur biaya tetap dan variable
3. Kemampuan perusahaan memberikan margin unutk menutupi biaya tetap
4. Kemampuan perusahaan dalam menekan biaya dan batas dimana perusahaan tidak
mengalami laba dan rugi
Selanjutnya, dengan adanya analisis titik impas tersebut akan sangat membantu manajer
dalam perencanaan keuangan, penjualan dan produksi, sehingga manajer dapat mengambil
keputusan untuk meminimalkan kerugian, memaksimalkan keuntungan, dan melakukan
prediksi keuntungan yang diharapkan melalui penentuan
harga jual persatuan,
produksi minimal,
pendesainan produk, dan lainnya

Dalam penentuan titik impas perlu diketahui terlebih dulu hal-hal dibawah ini agar titik
impas dapat ditentukan dengan tepat, yaitu:
Tingkat laba yang ingin dicapai dalam suatu periode
Kapasitas produksi yang tersedia, atau yang mungkin dapat ditingkatkan
Besarnya biaya yang harus dikeluarkan, mencakup biaya tetap maupun biaya variable.
B.Penjelasan break even point
Teknik break even poin analysis atau cost volume profit analysis sering digunakan dalam
menganalisis keuangan perusahaan. Model ini mencoba mencari dan menganalisis aspek
hubungan antara besarnya investasi dan besarnya volume rupiah yang diperlukan untuk
mencapai tingkat laba tertentu.
Dalam perusahaan peranan penjualan sudah jelas yaitu sebagai generating income yaitu
sumber pembentukan laba. Kita menginginkan agar penjualan dapat menutupi biaya total
yang terdiri dari biaya tetap dan biaya variable.
Biaya tetap adalah biaya yang jumlahnya tidak dipengaruhi oleh volume kegiatan. Beroperasi
atau tidak, biaya ini harus dikeluarkan, misalnya biaya penyusutan, biaya sewa, biaya gaji,
dan lain lain. Sebaliknya semakin banyak volume kegiatan atau produksi semakin rendah
biaya per unit biaya variable adalah biaya yang jumlahnya tergantung pada volume kegiatan.
Jika ada kegiatan pasti ada biaya variable ini. Semakin banyak volume kegiatan maka
semakin banyak biaya variable. Namun biaya per unit relative sama. Misalnya biaya bahan,
gaji tenaga kerja langsung, komisi penjualan, dll. Pengetahuan terhadap biaya inisangat
penting dalam melakukan analisis break even.
Break even berarti suatu keadaan dimana perusahaan tidak mengalami laba dan juga tidak
mengalami rugi, artinya seluruh biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan produksi itu dapat
ditutupi oleh penghasilan penjualan. Total biaya( biaya tetap dan biaya variable) sama dengan
total penjualan, sehingga tidak terjadi laba dan juga kerugian.

C.Rumus BEP
Pengetahuan akan angka break even ini sangatlah penting dalam melakukan analisis
keuangan, maupun dalam perencanaan laba dan pengambilan keputusan. Perhitungan break
even inidapat dijelaskan melalui contoh sebagai berikut:
Misalkan biaya tetap(fixed cost) Rp 40.000,-, biaya ini dikeluarkan kendatipun tidak ada
penjualan. Biaya variable Rp 1,2 per unit artinya berap unit yang dijual biaya variabelnya
dikalikan Rp 1,2. Bertambah besar volume penjualan bertambah besar pula biaya variable.
Penjualan per unit dimisalkan Rp 2.




Dari data ini dapat kita cari break even sebagai berikut:
Penjualan adalah harga x Volume (unit)
Sales = Price x Quantity
S = P . Q
S =Rp 2 . Q
P menggambarkan harga per unit, Q menggambarkan volume penjualan dalam unit,
sedangkan S menggambarkan nilai total penjualan (sales).
Total biaya adalah biaya tetap + biaya variable
TC = FC + VC
Jika FC = Rp 40.000,- maka :
TC = 40.000+ 1,2.Q
Dari rumusan ini kita dapat membuat rumus break even.
a. Rumus break even point
Kalau kita ingin mengetahui total cost atau total penerimaan dari penjualan maka yang
diperlukan hanya volume penjualan dalam unit (Q). setiap jumlah Q akan kita dapat
menghitung sales,total cost, dan juga laba/rugi.
Namun dalam BEP yang menjadi pegangan bagi kita adalah titik dimana perusahaan tidak
mengalami laba dan tidak mengalami rugi atau istilah lainnya titik IMPAS.
Titik impas ini terjadi apabila:
TR (Sales) = P. Q
TC = FC + VC
Jadi pada titik break even:
Harga x Kuantitas Penjualan = biaya tetap + biaya variable
P . Q = FC+ VC
P .Q = FC + (V . Q )
(P. Q) (V. Q) = FC
Q (P-V) = FC
V= harga variable cost per unit
Jadi :
Q= FC / (P-V)
Dalam rumus dan contoh di atas maka break even dapat kita hitung sebagai berikut:
Q = =
Q = 50.000

b. Metode sederhana
Dari hasil perhitungan ini dapat diketahui bahwa jumlah yang harus dijual kalau perusahaan
berada pada titik impas (break even) adalah 50.000 unit.
Perhitungan dengan cara lain dapat dilihat dari table sebagai berikut:

Harga penjualan adalah Rp 2/unit.
Biaya variable Rp 1,2
Biaya tetap Rp 40.000,-
Jumlah unit

1
Harga
penjualan
2(1x2)
Biaya Tetap

3
Biaya
variable
4.(1x1,2)
Total Biaya

5(3x4)
Laba

6(2-5)
30.000 60.000 40.000 36.000 76.000 (16.000)
40.000 80.000 40.000 48.000 88.000 (8.000)
50.000 100.000 40.000 60.000 100.000 Break even
60.000 120.000 40.000 72.000 112.000 8.000
70.000 140.000 40.000 84.000 124.000 16.000
100.000 200.000 40.000 120.000 160.000 40.000

Dari table ini dapat dilihat bahwa titik break even adalah pada jumlah volume penjualan
sebesar 50.000 unit.
Ini berarti bahwa apabila penjualan perusahaan 50.000 unit maka perusahaan berada dalam
posisi tidak mendapat laba dan tidak mengalami rugi. Oleh karena itu kalau ingin beruntung
maka usahakan agar penjualan di atas break even tersebut.
D. Kegunaan Lain dari BEP
Break even analysis sangat bermanfaat dalam mengetahui hubungan antar cost, volume,
harga, dan laba. Misalnya kita ingin mencapai laba tertentu maka kita akan dapat mengetahui
berapa unit barang yang harus kita jual.
Apabila misalnya dalam contoh diatas kita ingin laba Rp 8.000,- maka perhitungannya adalah
sebagai berikut:
Pertama jika tidak ada laba rumusnya:
P x Q = FC + VC
Kalau kita ingin laba Rp 8.000,- maka rumusnya :
P x Q = FC + VC + 8.000
2 Q = 40.000+ 1,2 Q+ 8.000
0,8Q =48.000
Q = 60.000 unit.
Untuk mendapatkan laba sebesar Rp 8.000,- maka kita harus dapat menjual 60.000 unit atau
volume penjualan harus Rp 120.000,-. Rumus ini bisa juga dipakai dengan harga per unit,
dengan menggunakan rumus tersebut di atas.
Misalnya kita ingin mendapat laba sebesar Rp 8.000,- tapi menurut manajer penjualan kita
hanya dapat menargetkan penjulaan sebanyak 50.000 unit saja. Jadi berapa harga per unit
yang dapat kita jual (agar keuntungan sebesar Rp 8.000 dengan penjualan sebanyak 50.000
unit) ?
Untuk itu gunakan kembali rumusan yang sebelumnya:
P.Q = FC + VC+ 8.000
P. 50.000 = 40.000+ 0,8(50.000) +8.000
50.000 P = 8.000
P = 1,76
Jadi jika kita ambil laba Rp 8.000 dan jumlah unit yang dijual hanya 50.000 unit, maka harga
yang dapat kita ambil adalah sebesar Rp 1,76. Kalau P= 1,76 maka laba dapat dihitung
sebagai berikut:
Sales (TR) 50.000 x 1,76 = Rp 88.000,-
Biaya:
Biaya tetap = Rp 40.000,-
Biaya variable 50.000 x 0,8 = Rp 40.000,-
Total biaya = Rp 80.000,-
Laba = Rp 8.000,-

E. Kelemahan Penggunaan BEP
Dalam pemakaian analisis ini kita harus menyadari keterbatasan yang dikandung model ini.
Kelemahan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Asumsi yang menyebutkan harga jual konstan padahal kenyataannya harga ini kadang-
kadang harus berubah sesuai dengan kekuatan permintaan dan penwaran di pasar. Untuk
menutupi kelemahan itu, maka harus dibuat analisis sensitivitas untuk harga jual yang
berbeda.
2. Asumsi terhadap cost
Penggolongan biaya tetap dan biaya variable juga mengandung kelemahan. Dalam keadaan
tertentu untuk memenuhi volume penjualan , biaya tetap mau tidak mau harus berubah karena
pembelian mesin-mesin atau peralatan baru guna meningkatkan volume produksi untuk
penjualan. Begitu pula pada perhitungan biaya variable per unit mengalami perubahan karena
pada saat tertentu dapat terjadi kenaikan harga bahan baku sehingga menaikkan biaya
produksi perusahaan.
3. Jenis barang yang dijual tidak selalu satu jenis
4. Biaya tetap juga tidak selalu tetap pada berbagai kapasitas
5. Biaya variable juga tidak selalu berubah sejajar dengan perubahan volume penjualan.

Namun begitu,asumsi-asumsi terhadap analisis titik impas seperti asumsi terhadap biaya yang
dianggap tetap, kapasitas produksi serta tingkat penjualan dengan jumlah dan harga yang juga
diasumsikan tetap, maupun biaya variable yang disumsikan berubah sebanding dengan
perubahan volume penjualan perlu dilakukan karena untuk dapat membuat suatu model
analisis mau tidak mau perlu adanya asumsi yang mendasari perhitungan tersebut, agar
perhitungan yang dilakukan dapat menghasilkan hal-hal yang ingin kita prediksi. Kelemahan-
kelemahan yang terjadi merupakan resiko dari prediksi yang dilakukan sehingga dalam
pengambilan keputusan melalui analisis titik impas tetap perlu adanya kehati-hatian dari
manajer guna menghindari kesalahan yang berakibat pada kerugian usaha.

F. ANALISIS SENSITIVITAS (SENSITIVITY ANALYSIS)
Merupakan suatu analisis untuk dapat melihat pengaruh2 yang akan terjadi akibat keadaan
yang berubah-ubah
Tujuan Analisis Sensitivitas :
1. Memperbaiki cara pelaksanaan proyek/bisnis yang sedang dilaksanakan
2. Memperbaiki design proyek/bisnis sehingga dapat meningkatkan NPV
3. Mengurangi resiko kerugian dgn menunjukkan beberapa tindakan pencegahan yang harus
diambil
Proyek pertanian sangat sensitif (berubah-ubah) akibat 4 hal, yaitu :

1. Harga Output (apabila penetapan harganya berbeda dengan kenyataan yang terjadi)

2. Keterlambatan pelaksanaan (keterlambatan inovasi teknologi, pemesanan dan
penerimaan teknologi)
3. Kenaikan Biaya
(Input) Umumnya proyek sangat sensitif terhadap perubahan biaya terutama biaya konstruksi

4. Hasil (memperkirakan hasil, gangguan hama/penyakit, gamgguan musim)
Perubahan keempat variabel tersebut akan mempengaruhi komponen Cashflow (inflow
ataupun outflow) yang pada akhirnya akan mempengaruhi Net benefit dan mengubah kriteria
investasi.
Cara melakukan Analisis Sensitivitas
Kita memilih sejumlah nilai yang dengan nilai tersebut kita melakukan perubahan terhadap
masalah yg dianggap penting pada analisis proyek & kemudian menentukan pengaruh
perubahan tsb terhadap daya tarik proyek.
Sejumlah nilai tersebut berdasarkan data-data yang tersedia (ada dasarnya)
Misalnya,
1. perubahan kenaikan biaya 10 persen karena
2. perubahan penurunan produksi sebesar 30 % karena hama penyakit,
3. Dll
NPV proyek irigasi pada DF 12 % adalah Rp 8.14 ribu juta rupiah

IRR = 20 + 5((0.29/(0.29-(-0.85))
= 21 persen
NPV pada DF 12 % = Rp 2.37 ribu juta

IRR = 15 + 5(0.14/1.96)
= 15 %
DAFTAR PUSTAKA
Khasmir, Pengantar Manajemen Keuangan,
Syafri Sofyan, Analisis Kritis Laporan Keuangan, Rajawali Pres, Jakarta, 2008.
http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=analisis+sensitivitas&source=web&cd=1&ved
=0CCIQFjAA&url=http%3A%2F%2Fmikolehi.files.wordpress.com%2F2009%2F11%2Fan
alisis-sensitivitas-sensitivity-
analysis.ppt&ei=jZmeT8iCJsqHrAeopYVE&usg=AFQjCNFPF6Be9ObjerMrlasAMu6rnFYy
wg
Break Even point atau BEP adalah suatu analisis untuk menentukan dan mencari
jumlah barang atau jasa yang harus dijual kepada konsumen pada harga tertentu
untuk menutupi biaya-biaya yang timbul serta mendapatkan keuntungan / profit.
BEP amatlah penting kalau kita membuat usaha agar kita tidak mengalami kerugian,
apa itu usaha jasa atau manufaktur, diantara manfaat BEP adalah
1. alat perencanaan untuk hasilkan laba
2. Memberikan informasi mengenai berbagai tingkat volume penjualan, serta
hubungannya dengan kemungkinan memperoleh laba menurut tingkat penjualan yang
bersangkutan.
3 Mengevaluasi laba dari perusahaan secara keseluruhan
4 Mengganti system laporan yang tebal dengan grafik yang mudah dibaca dan
dimengerti
Setelah kita mengetahui betapa manfaatnya BEP dalam usaha yang kita rintis,
kompenen yang berperan disini yaitu biaya, dimana biaya yang dimaksud adalah biaya
variabel dan biaya tetap, dimana pada prakteknya untuk memisahkannya atau
menentukan suatu biaya itu biaya variabel atau tetap bukanlah pekerjaan yang mudah,
Biaya tetap adalah biaya yang harus dikeluarkan oleh kita untuk produksi ataupun
tidak, sedangkan biaya variabel adalah biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan
satu unit produksi jadi kalau tidak produksi maka tidak ada biaya ini
Salah satu kelemahan dari BEP yang lain adalah Bahwa hanya ada satu macam barang
yang diproduksi atau dijual. Jika lebih dari satu macam maka kombinasi atau
komposisi penjualannya (sales mix) akan tetap konstan. Jika dilihat di jaman sekarang
ini bahwa perusahaan untuk meningkatkan daya saingnya mereka menciptakan
banyak produk jadi sangat sulit dan ada satu asumsi lagi
yaitu Harga jual persatuan barang tidak akan berubah berapa pun jumlah satuan
barang yang dijual atau tidak ada perubahan harga secara umum. Hal ini demikian
pun sulit ditemukan dalam kenyataan dan prakteknya.
Bagaimana cara menghitungnya?
Dalam menyusun perhitungan BEP, kita perlu menentukan dulu 3 elemen dari rumus
BEP yaitu :
1. Fixed Cost (Biaya tetap) yaitu biaya yang dikeluarkan untuk menyewa tempat usaha,
perabotan, komputer dll. Biaya ini adalah biaya yang tetap kita harus keluarkan
walaupun kita hanya menjual 1 unit atau 2 unit, 5 unit, 100 unit atau tidak menjual
sama sekali
2. Variable cost (biaya variable) yaitu biaya yang timbul dari setiap unit penjualan
contohnya setiap 1 unit terjual, kita perlu membayar komisi salesman, biaya antar,
biaya kantong plastic, biaya nota penjualan
3. Harga penjualan yaitu harga yang kita tentukan dijual kepada pembeli
Adapun rumus untuk menghitung Break Even Point ada 2 yaitu :
1. Rumus BEP untuk menghitung berapa unit yang harus dijual agar terjadi Break
Even Point :Total Fixed Cost
__________________________________
Harga jual per unit dikurangi variable cost
Contoh :
Fixed Cost suatu toko lampu : Rp.200,000,-
Variable cost Rp.5,000 / unit
Harga jual Rp. 10,000 / unit
Maka BEP per unitnya adalah
Rp.200,000
__________ = 40 units
10,000 5,000
Artinya perusahaan perlu menjual 40 unit lampu agar terjadi break even point. Pada
pejualan unit ke 41, maka took itu mulai memperoleh keuntungan
2. Rumus BEP untuk menghitung berapa uang penjualan yang perlu diterima agar
terjadi BEP :
Total Fixed Cost
__________________________________ x Harga jual / unit
Harga jual per unit dikurangi variable cost
Dengan menggunakan contoh soal sama seperti diatas maka uang penjualan yang harus
diterima agar terjadi BEP adalah
Rp.200,000
__________ x Rp.10,000 = Rp.400,000,-
10,000 5,000
ANALISIS BREAK EVEN POINT
Anlisis BEP dapat memberikan hasil yang memadai,
apabila asumsi berikut terpenuhi :
_ Perilaku penerimaan dan pengeluaran dilukiskan dengan
akurat dan bersifat sepanjang rentang yang relevan
_ Biaya dapat dipisahkan antara biaya tetap dan biaya
variabel
_ Efisiensi dan produktivitas tidak berubah
_ Harga jual tidak berubah
_ Biaya- biaya tidak berubah
_ Bauran penjualan akan konstan
_ Tidak ada perbedaan yang signifikan antara persediaan
awal dan persediaan akhir
Pendekatan dalam mengitung BEP
_ Pendekatan Persamaan
_ Pendekatan Marjin Kontribusi
_ Pendekatan Grafik
Pendekatan persamaan
_ Y=cx bx a
_ Y = laba
_ c = harga jual per unit
_ x = jumlah produk
_ b = biaya variabel satuan
_ a =biaya tetap total
_ cx = hasil penjualan
_ bx = biaya variabel total
_ X(BEP dalam unit) = a/(c-b)
_ CX(BEP dalam unit) = ac/(c-b) = a/(1 b/c)
Biaya Tetap Vs Biaya Variabel
Dalam hubungannya dengan volume produksi :
(1)Biaya Variabel
Karakteristik :
_ biaya berubah total sebanding perubahan tingkat aktivitas
_ Biaya satuan tidak dipengaruhi oleh perubahan volume kegiatan (biaya
satuan konstan)
Contoh dalam perusahan furniture
_ Biaya perlengkapan
_ Biaya bahan bakar
_ Biaya sumber tenaga
_ Biaya perkakas kecil
_ Asuransi aktiva tetap dan kewajiban
_ Gaji satpam dan pesuruh pabri
Dalam hubungannya dengan volume produksi :
(2)Biaya Tetap
Karakteristik :
_ Totalitas tidak berubah terhadap perubahan tingkat aktivitas
_ Biaya satuan berbanding terbalik terhadap perubahan volume kegiatan
Contoh dalam perusahan furniture
_ Biaya penyusutan
_ Gaji eksekutif
_ Pajak bumi dan bangunan
_ Amortisasi paten
_ Biaya penerimaan barang
_ Biaya komunikasi
_ Upah lembur
Dengan metoda
1. Pendekatan Persamaan
2. Pendekatan Marjin Kontribusi
3. Pendekatan Grafik
Pendekatan Margin Kontribusi
_ Mengurangkan nilai penjualan total (total revenue =TR) dengan biaya
variabel total (total Variabel cost = TVC)
_ Mengurangkan harga jual per unit dengan biaya variabel per unit guna
menghitung margin kontribusi per unit.
Pada Kasus CV. Donut Kotak
Harga Jual per unit Rp. 5.000
Biaya variabel Per Unit Rp. 3.000
Margin kontribusi Rp. 2.000
BEP(unit) = (Biaya tetap Total : Margin kontribusi per unit)
BEP(unit) = 7.500.000/2.000 = 3.750 unit
_ BEP (rupiah)
Terlebih dahulu harus dihitung Rasio Margin Kontribusi
_ Harga penjualan per unit Rp. 5.000,- 100 %
_ Biaya Variabel per unit Rp. 3.000,- 60 %
_ Margin kontribusi Rp. 2.000,- 40 %
Ratio margin kontribusi = 0,40
BEP (rupiah)= (Biaya tetap Total : Rasio Margin kontribusi)
= Rp. 7.500.000/0,40
= Rp. 18.750.000,-


A. Pengertian
Break Even Point adalah kondisi dimana perusahaan tidak mengalami untung dan tidak
mengalami kerugian. Jadi dapat dikatakan bahwa perusahaan yang mencapai titik break event
point ialah prusahaan yang telah memiliki kesetaraan antara modal yang dikeluarkan untuk
proses produksi dengan pendapatan produk yang dihasilkan.






B. Analisa BEP (Break Even Point)
Analisa BEP adalah alat yang digunakan untuk menentukan besaran harga dan anggaran yang
dikeluarkan oleh suatu perusahaan untuk mencapai BEP. Dalam melakukan analisa BEP,
perusahaan akan meperoleh volume produksi, penjualan, dan keuntungan yang akan
diperoleh, serta waktu yang diperlukan untuk mencapai BEP.

Note : semakin banyak barang yang diproduksi, semakin rendah nilai harga jual, dan semakin
lama proses mencapai BEP, namun semakin mudah untuk mengikat konsumen. Begitu pula
sebaliknya, semakin sedikit barang yang diproduksi, semakin tinggi nilai jual barang, dan
semakin cepat untuk mencapai BEP.

Rumus analisa BEP :
BEP = Total Fixed Cost / (Harga perunit - Variabel Cost Perunit)

Contoh perhitungan :
Seseorang dengan modal Rp 10.000.000 ingin melakukan bisnis usaha makanan martabak
telor dengan harga jual per unitnya ialah Rp 15.000. Besar biaya produksi martabak telor
tersebut ialah Rp 10.000. Berapa buah kah martabak telor yang harus diproduksi dengan
harga Rp. 15.000 untuk mencapai titik BEP?
Jawab :


BEP = 10.000.000 / ( 15.000 - 10.000 )

BEP = 10.000.000 / 5.000

BEP = 2.000 buah

Jadi, untuk mencapai titik BEP, martabak yang harus diproduksi
ialah sebanyak 2.000 buah.
Asumsi - asumsi dalam mengadakan BEP :
1. Harga jual produk harus tetap
2. Tidak menggunakan lebih dari satu jenis produk, apabila menggunakan lebih dari satu
jenis produk maka menggunakan perhitungan analisa BEP tersendiri
3. Produksi haruslah konstan
4. Semua biaya besaran produksi dapat diukur secara realistik

C. Kegunaan Break Even Point
BEP sangat berguna bagi perusahaan untuk menentukan besaran jumlah produksi yang akan
dihasilkan dan nilai harga jual barang tersebut. Dengan menerapkan analisa BEP, perusahaan
dapat melihat laba, kerugian, harga jual, produksi, keuntungan, dan lain sebagainya yang
telah dapat diprediksi sebelumnya, sehingga mempermudah bagi pemimpin perusahaan untuk
menentukan kebijaksanaan.

D. Kelemahan Break Even Point
Sekalipun Analisa break even ini banyak digunakan oleh perusahaan, tetapi tidak dapat
dilupakan bahwa analisa ini mempunyai beberapa kelemahan. Kelemahan utama dari analisa
break even point ini antara lain : asumsi tentang linearity, kliasifikasi cost dan
penggunaannya terbatas untuk jangka waktu yang pendek. (Soehardi,2004).


1 Asumsi tentang linearityPada umumnya baik harga jual per unit maupun variabel cost per
unit, tidaklah berdiri sendiri terlepas dari volume penjualan. Dengan perkataan lain, tingkat
penjualan yang melewati suatu titik tertentu hanya akan dicapai dengan jalan menurunkan
harga jual per unit. Hal ini tentu saja akan menyebabkan garis renevue tidak akan lurus,
melainkan melengkung. Disamping itu variabel operating cost per unit juga akan bertambah
besar dengan meningkatkan volume penjualan mendekati kapasitas penuh. Hal ini bisa saja
disebabkan karena menurunnya efesiensi tenaga kerja atau bertambah besarnya upah lembur.


2. Klasifikasi biayaKelemahan kedua dari analisa break even point adalah kesulitan di dalam
mengklasifikasikan biaya karena adanya semi variabel cost dimana biaya ini tetap sampai
dengan tingkat tertentu dan kemudian berubah-ubah setelah melewati titik tersebut.

3. Jangka waktu penggunaan
Kelemahan lain dari analisa break even point adalah jangka waktu penerapanya yang
terbatas, biasanya hanya digunakan di dalam pembuatan proyeksi operasi selama setahun.
Apabila perusahaan mengeluarkan biaya-biaya untuk advertensi ataupun biaya lainnya yang
cukup besar dimana hasil dari pengeluaran tersebut (tambahan investasi) tidak akan terlihat
dalam waktu yang dekat sedangkan operating cost sudah meningkat, maka sebagai akibatnya
jumlah pendapatan yang harus dicapai menurut analisa break even point agar dapat menutup
semua biaya-biaya operasi yang bertambah besar juga.

sumber referensi :

http://shelmi.wordpress.com/2009/03/30/break-even-point/
http://id.shvoong.com/tags/pengertian-break-point/
http://organisasi.org/pengertian_definisi_dan_rumus_bep_break_even_point_ilmu_ekonomi_
studi_pembangunan
http://pakarbisnisonline.blogspot.com/2010/11/pengertian-break-even-point-titik-impas.html

Definisi Break Even Point

Pengertian analisa break even menurut Sigit (1993, p. 2) adalah suatu cara atau suatu teknik
yang digunakan oleh seorang petugas atau manajer perusahaan untuk mengetahui pada
volume (jumlah) penjualan dan volume produksi berapakah perusahaan yang bersangkutan
tidak menderita kerugian dan tidak pula memperoleh laba.

Definisi analisa break even menurut Schmidgall, Hayes, dan Ninemeier (2002) adalah,
Break even analysis is a management tool that can help restaurant managers examine the
relationship between various costs, revenues and sales volume. It allows to determine revenue
required at any desired profit level that called Cost-Volume-Profit (CVP) analysis (p. 169).
yang kurang lebih memiliki arti : analisa titik impas adalah suatu alat manajemen yang dapat
membantu manajer restoran untuk melihat hubungan antara bermacam-macam biaya,
pendapatan dan volume penjualan. Melalui analisa titik impas, manajer juga dapat
menentukan jumlah pendapatan yang diperlukan pada suatu tingkat pencapaian laba yang
diinginkan yang juga biasa disebut Analisis Biaya-Volume-Laba .

Menurut Mulyadi (1993, 230) Analisa break even adalah suatu cara untuk mengetahui
volume penjualan minimum agar suatu usaha tidak menderita rugi, tetapi juga belum
memperoleh laba yang dengan kata lain labanya sama dengan nol.

Menurut Matz, Usry, dan Hammer (1991, p. 202), Analisa break even merupakan suatu
analisa yang digunakan untuk menentukan tingkat penjualan dan bauran produk yang
diperlukan agar semua biaya yang terjadi dalam periode tersebut dapat tertutupi, yang mana
analisa tersebut dapat menunjukkan suatu titik dimana perusahaan tidak memperoleh laba
ataupun menderita rugi.

Menurut Rony (1990, p. 358) Analisa break even atau disebut Analisis titik impas merupakan
sarana bagi manajemen untuk mengetahui pada titik berapa hasil penjualan sama dengan
jumlah biaya sehingga perusahaan tidak memperoleh keuntungan maupun kerugian.

Bambang Riyanto, dalam bukunya "Dasar-dasar pembelanjaan Perusahaan" mengemukakan
pengertian Analisa Break Even sebagai berikut:
"Analisa Break Even adalah suatu teknik analisa untuk mempelajari hubungan antara biaya
tetap, biaya variabel, keuntungan dan volume kegiatan. Oleh karena analisa tersebut
mempelajari hubungan antara biaya - keuntungan - volume, maka analisa tersebut sering juga
disebut 'cost-profit volume analysis (CPV analysis)', (1982: 290)".

Manfaat Analisa Break Even Point.
Menurut Rony (1990, p. 357) analisis titik impas atau analisis Break Even Point sangat
bermanfaat bagi manajemen dalam menjelaskan beberapa keputusan operasional yang
penting dalam tiga cara berbeda namun tetap berkaitan yaitu:
a. Pertimbangan tentang produk baru dalam menentukan berapa tingkat penjualan yang harus
dicapai agar perusahaan memperoleh laba.
b. Sebagai kerangka dasar penelitian pengaruh ekspansi terhadap tingkat operasional.
c. Membantu manajemen dalam menganalisis konsekuensi penggeseran biaya variabel
menjadi biaya tetap karena otomisasi mekanisme kerja dengan peralatan yang canggih.
Matz, Usry dan Hammer (1991, p. 224) juga menjelaskan beberapa manfaat analisa break
even untuk manajemen, yaitu :
a. Membantu pengendalian melalui anggaran.
b. Meningkatkan dan menyeimbangkan penjualan.
c. Menganalisa dampak perubahan volume.
d. Menganalisa harga jual dan dampak perubahan biaya.
e. Merundingkan upah.
f. Manganalisa bauran produk.
g. Manerima keputusan kapitalisasi dan ekspansi lanjutan.
h. Menganalisa margin of safety.

Sedangkan menurut Sigit (1993, p. 1) analisa Break Even Point mempunyai beberapa
manfaat, diantaranya adalah :
a. Sebagai dasar merencanakan kegiatan operasional dalam usaha mencapai laba tertentu.
b. Sebagai dasar atau landasan untuk mengendalikan aktivitas yang sedang berjalan.
c. Sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan harga jual.
d. Sebagai bahan atau dasar pertimbangan dalam pengambilan keputusan

Asumsi-Asumsi Dasar Analisa Break Even Point :
Beberapa asumsi yang berpengaruh dalam analisa break even menurut Mulyadi (1993, p.
259) adalah sebagai berikut :
a. Variabilitas biaya dianggap akan mendekati pola perilaku yang diramalkan.
b. Harga jual produk dianggap tidak berubah-ubah pada berbagai tingkat kegiatan.
c. Kapasitas produksi pabrik dianggap secara relative konstan.
d. Harga faktor-faktor produksi dianggap tidak berubah.
e. Efisiensi produksi dianggap tidak berubah.
f. Perubahan jumlah persediaan awal dan akhir dianggap tidak signifikan.
g. Komposisi produk yang dijual dianggap tidak berubah.
h. Volume merupakan faktor satu-satunya yang mempengaruhi biaya

Dampak Perubahan dari Beberapa Faktor dalam Analisa Break Even Point Menurut
Mulyadi dalam buku Akuntansi Manajemen (1993, 259):
a. Suatu perubahan dalam biaya variabel akan mengakibatkan perubahan dalam contribution
margin dan impas.
b. Suatu perubahan dalam harga jual akan mengakibatkan perubahan pada contribution
margin dan impas.
c. Angka laba kontribusi hanya akan dipengaruhi oleh perubahan pada biaya variabel dan
harga jual.
d. Suatu perubahan dalam biaya tetap mengakibatkan perubahan pada impas tapi tidak
mempengaruhi laba kontribusi.
e. Suatu perubahan gabungan dalam biaya tetap dan biaya variabel pada arah yang sama akan
menyebabkan perubahan tajam terhadap impas.

Anda mungkin juga menyukai