Anda di halaman 1dari 22

TINJAUAN PUSTAKA

KAKI DIABETIK

I. PENDAHULUAN

Diabetes mellitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau
kedua-duanya. Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan dengan kerusakan
jangka panjang, disfungsi atau kegagalan beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal,
saraf, jantung dan pembuluh darah. Dari berbagai penelitian epidemiologis, seiring
dengan perubahan pola hidup didapatkan bahwa prevalansi DM meningkat terutama di
kota besar. Jika tidak ditangani dengan baik tentu saja angka kejadian komplikasi kronik
DM juga akan meningkat, termasuk komplikasi kaki diabetes.
1,2
Pada penyandang DM dapat terjadi komplikasi pada semua tingkat sel dan semua
tingkatan anatomik. Manifestasi komplikasi kronik dapat terjadi pada tingkat pembuluh
darah kecil (mikrovaskular) berupa kelainan pada retina mata, glomerulus ginjal, syaraf
dan pada otot jantung (kardiomiopati). Pada pembuluh darah besar, manifestasi
komplikasi kronik DM dapat terjadi pada pembuluh darah serebral, jantung (penyakit
jantung koroner) dan pembuluh darah perifer (tungkai bawah). Komplikasi lain DM dapat
berupa kerentanan berlebih terhadap infeksi dengan akibat mudahnya terjadi infeksi
saluran kemih, tuberkulosis paru dan infeksi kaki, yang kemudian dapat berkembang
menjadi ulkus/gangren diabetes.
1
Kaki diabetik adalah segala bentuk kelainan yang terjadi pada kaki yang
disebabkan oleh diabetes mellitus. Faktor utama yang mempengaruhi terbentuknya kaki
diabetik merupakan kombinasi neuropati otonom dan neuropati somatik, insufisiensi
vaskuler, serta infeksi. Gangguan mikrosirkulasi selain menurunkan aliran darah dan
hantaran oksigen pada serabut saraf juga menurunkan aliran darah ke perifer hingga
aliran darah tidak cukup dan terjadi iskemia dan gangren. Faktor lain yang juga berperan
adalah trauma tekan yang terjadi terus-menerus, respon imun pasien dan jenis mikroba.
3
Penderita kaki diabetik yang masuk rumah sakit umumnya disebabkan oleh
trauma kecil yang tidak dirasakan oleh penderita. Mayoritas pasien yang diamputasi
kakinya bermula dengan munculnya ulkus pada kaki. Deteksi awal dan perawatan yang
baik bisa mencegah dari tindakan amputasi.
4



II. EPIDEMIOLOGI
Kaki diabetik merupakan salah satu komplikasi kronik DM yang paling ditakuti.
Hasil pengelolaan kaki diabetik sering mengecewakan, baik bagi dokter yang merawat
maupun penyandang DM dan keluarganya. Seringkali kaki diabetik berakhir dengan
kecacatan dan kematian. Sampai saat ini, di Indonesia kaki diabetik masih merupakan
masalah yang rumit dan tidak terkelola dengan maksimal, karena selain kurangnya minat
untuk mendalami masalah kaki diabetik, pengetahuan masyarakat mengenai kaki diabetik
juga masih sangat rendah. Sebagai tambahan, masalah biaya pengobatan yang besar yang
tidak terjangkau oleh masyarakat pada umumnya juga menambah peliknya masalah kaki
diabetik.
1
Di RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo, masalah kaki diabetik masih merupakan
masalah besar. Sebagian besar perawatan penyandang DM selalu menyangkut kaki
diabetik. Angka kematian dan angka amputasi masih sangat besar, masing-masing 16%
dan 25% (data RSUPNCM tahun 2003). Nasib para penyandang DM paska amputasi pun
masih sangat buruk. Sebanyak 14,3% akan meninggal dalam setahun paska amputasi, dan
sebanyak 37% akan meninggal 3 tahun paska amputasi.
1
Sebanyak 10-15 % pasien diabetes biasanya mengidap kaki diabetik. Tidak hanya
itu, kaki diabetik menjadi penyebab dari 50% kasus pasien diabetes yang dirawat di
rumah sakit.
5




III. ETIOLOGI

Etiologi ulkus diabetik temasuk neuropati, penyakit pembuluh darah
(vaskulopati), tekanan dan deformitas pada kaki. Ada banyak faktor yang berpengaruh
dalam terjadinya kaki diabetik. Secara umum faktor-faktor tersebut dibagi menjadi :
3,6
Faktor Predisposisi
o Faktor yang mempengaruhi daya tahan jaringan terhadap trauma seperti
kelainan makrovaskuler dan mikrovaskuler, jenis kelamin, merokok, dan
neuropati otonom.
3

o Faktor yang meningkatkan kemungkinan terkena trauma seperti neuropati
motorik, neuropati sensorik, limited joint mobility, dan komplikasi DM
yang lain (seperti mata kabur). Neuropati perifer terjadi pada 60 % pasien
diabetes dan 80 % pada pasien kaki diabetik. Faktor utama penyebab ulkus
pada kaki adalah penyakit mikrovaskular dan kadar glukosa yang tidak
terkontrol.
3

o Neuropati sensorik pada kaki bisa menyebabkan terjadinya trauma yang
tidak disadari. Neuropati motorik juga menyebabkan otot intrinsik lemah
ntuk menampung berat badan seseorang dan seterusnya terjadilah trauma.
6

Faktor Presipitasi
3

o Perlukaan di kulit (jamur).
o Trauma.
o Tekanan berkepanjangan pada tumit saat berbaring lama.

Faktor Yang Memperlambat Penyembuhan Luka
3

o Derajat luka.
o Perawatan luka.
o Pengendalian kadar gula darah.


Gambar 1: Ulkus diabetik sebelum dan setelah perawatan luka
6
.
Gambar 2: Ulkus diabetik dengan cellulitis.
6

IV. PATOFISOLOGI

Terjadinya masalah kaki diawali dengan status hiperglikemia pada penyandang DM yang
menyebabkan neuropati dan vaskulopati. Neuropati, baik neuropati sensorik, motorik dan
otonom akan mengakibatkan berbagai perubahan pada kulit dan otot, yang kemudian
menyebabkan terjadinya perubahan distribusi tekanan pada telapak kaki dan selanjutnya akan
mempermudah terjadinya ulkus. Adanya kerentanan terhadap infeksi menyebabkan infeksi
mudah menyebar menjadi infeksi yang luas. Faktor aliran darah yang kurang juga akan lebih
lanjut menambah rumitnya pengelolaan kaki diabetes.
1


A. Vaskulopati
Pada pembuluh darah, akibat komplikasi DM terjadi ketidakrataan permukaan
lapisan dalam arteri sehingga aliran lamelar berubah menjadi turbulen yang
meningkatkan resiko terbentuknya trombus. Pada stadium lanjut, seluruh lumen arteri
akan tersumbat dan menyebabkan aliran kolateral tidak cukup, dan akhirnya terjadi
iskemia atau bahkan gangren yang luas.

Manifestasi vaskulopati pada penderita DM
antara lain berupa penyempitan dan penyumbatan pembuluh darah perifer yang sering
terjadi pada tungkai bawah. Pada penderita muda, pembuluh darah yang paling awal
mengalami vaskulopati adalah arteri tibialis. Kelainan arteri akibat diabetes juga sering
mengenai bagian distal arteri femoralis profunda, arteri poplitea, arteri tibialis dan arteri
digitalis pedis. Akibatnya perfusi jaringan di bagian distal menjadi kurang baik dan
timbul ulkus yang dapat berkembang menjadi nekrosis/gangren. Kondisi ini sering sangat
sulit ditangani dan memerlukan amputasi.
3
Perubahan viskositas darah dan fungsi trombosit, penebalan membrana basalis
serta penurunan produksi prostasiklin (vasodilator dan anti platelet-aggregating agent)
akan memacu terbentuknya mikrotrombus dan penyumbatan mikrovaskuler. Peristiwa ini
mengakibatkan timbulnya iskemia organ dan/atau jaringan yang bersangkutan, termasuk
serabut saraf perifernya.
3




B. Neuropati
Gangguan mikrosirkulasi dan neuropati punya hubungan yang erat dengan
patogenesis kaki diabetik. Neuropati diabetik pada fase awal menyerang serabut saraf
terutama di bagian perifer dari tungkai. Hal ini disebut sebagai fenomena dying back,
suatu teori yang menyatakan bahwa semakin panjang saraf maka semakin rentan untuk
diserang. Jadi dibandingkan dengan ekstremitas atas, ekstremitas bawah akan lebih dulu
mengalami neuropati.
3

Gangguan mikrosirkulasi selain menurunkan aliran darah dan hantaran oksigen
pada serabut saraf (keadaan ini bersama dengan proses jalur sorbitol dan mekanisme lain
akan mengakibatkan neuropati) juga akan menurunkan aliran darah ke perifer sehingga
aliran tidak cukup dan menyebabkan iskemia, bahkan gangren.
3

Neuropati diabetik disebabkan oleh gangguan jalur poliol (glukosa sorbitol
fruktosa) akibat kekurangan insulin. Pada jaringan saraf, terjadi penimbunan sorbitol dan
fruktosa serta penurunan kadar mioinositol yang menimbulkan neuropati. Perubahan
biokimia pada jaringan saraf akan mengganggu aktivitas metabolik sel-sel Schwann dan
menyebabkan kerusakan akson. Kecepatan konduksi motorik akan berkurang pada tahap
dini perjalanan neuropati. Selanjutnya timbul nyeri, parestesia, berkurangnya sensasi
getar dan proprioseptik, serta gangguan motorik yang disertai hilangnya refleks-refleks
tendon dalam, kelemahan otot, dan atrofi. Neuropati dapat menyerang saraf-saraf perifer
(mononeuropati dan polineuropati), saraf-saraf kranial, atau sistem saraf otonom.
Terserangnya sistem saraf otonom dapat disertai diare nokturnal, keterlambatan
pengosongan lambung dengan gastroparesis, hipotensi postural, dan impotensi.
7

a) Neuropati motorik
Kerusakan saraf motorik akan menyebabkan atrofi otot-otot intrinsik yang menimbulkan
kelemahan pada kaki dan keterbatasan gerak sendi akibat akumulasi kolagen di bawah
dermis hingga terjadi kekakuan periartikuler. Deformitas akibat atrofi otot dan keterbatasan
gerak sendi menyebabkan perubahan keseimbangan pada sendi kaki, perubahan cara
berjalan, dan menimbulkan titik tumpu baru pada telapak kaki serta berakibat pada
mudahnya terbentuk kalus yang tebal (claw foot). Seiring dengan berlanjutnya trauma, di
bagian dalam kalus tersebut mudah terjadi infeksi yang kemudian berubah jadi ulkus dan
akhirnya gangren.
3

Charcot foot merupakan deformitas kaki diabetik akibat neuropati yang klasik dengan 4
tahap perkembangan:
3
(1) Adanya riwayat trauma ringan disertai kaki panas, merah dan bengkak.
(2) Terjadi disolusi, fragmentasi, dan fraktur pada persendian tarsometatarsal.
(3) Terjadi fraktur dan kolaps persendian.
(4) Timbul ulserasi plantaris pedis.
Jika kaki Charcot diabaikan, ulserasi dapat terjadi pada titik-titik tekanan, khususnya
aspek medial tulang navikular dan aspek inferior dari tulang kuboid. Ulserasi akan
berkembang lebih dalam dan masuk ke tulang. Perubahan Charcot juga dapat mempengaruhi
pergelangan kaki, menyebabkan perubahan atau pergeseran tempat pada pergelangan kaki
dan ulserasi, yang meningkatkan kebutuhan diamputasi.
6

b) Neuropati sensorik
Kehilangan fungsi sensorik menyebabkan penderita kehilangan daya kewaspadaan
proteksi kaki terhadap rangsangan dari luar. Nilai ambang proteksi dari kaki ditentukan oleh
normal tidaknya fungsi saraf sensoris kaki. Pada keadaan normal sensasi yang diterima
menimbulkan refleks untuk meningkatkan reaksi pertahanan dan menghindarkan diri dari
rangsangan yang menyakitkan dengan cara mengubah posisi kaki untuk mencegah terjadinya
kerusakan yang lebih besar. Sebagian impuls akan diteruskan ke otak dan di sini sinyal
diolah kemudian respon dikirim melalui saraf motorik.
3

Pada penderita DM yang telah mengalami neuropati perifer saraf sensorik (karena
gangguan pengantaran impuls), pasien tidak merasakan dan tidak menyadari adanya trauma
kecil namun sering. Pasien tidak merasakan adanya tekanan yang besar pada telapak kaki.
Semuanya baru diketahui setelah timbul infeksi, nekrosis, atau ulkus yang sudah tahap lanjut
dan dapat membahayakan keselamatan pasien.
3

Berbagai macam mekanisme terjadinya luka dapat terjadi pada pasien DM, seperti:
3
(1) Tekanan rendah tetapi terus menerus dan berkelanjutan (luka pada tumit karena lama
berbaring, dekubitus).
(2) Tekanan tinggi dalam waktu pendek (luka, tertusuk jarum/paku).
(3) Tekanan sedang berulang kali (pada tempat deformitas pada kaki).

c) Neuropati otonom
Pada kaki diabetik gangguan saraf otonom yang berperan terutama adalah akibat
kerusakan saraf simpatik. Gangguan saraf otonom ini mengakibatkan perubahan aliran darah,
produksi keringat berkurang atau tidak ada, hilangnya tonus vasomotor, dan lain-lain.
3
Neuropati otonom mengakibatkan produksi keringat berkurang terutama pada tungkai
yang menyebabkan kulit penderita mengalami dehidrasi, kering, dan pecah-pecah sehingga
memudahkan infeksi lalu selanjutnya timbul selulitis, ulkus, maupun gangren. Selain itu
neuropati otonom juga menyebabkan terjadinya pintas arteriovenosa sehingga terjadi
penurunan nutrisi jaringan yang berakibat pada perubahan komposisi, fungsi, dan sifat
viskoelastisitas sehingga daya tahan jaringan lunak dari kaki akan menurun dengan akibat
mudah terjadi ulkus.
3

C. Fokus infeksi
Infeksi dimulai dari kulit celah jari kaki dan dengan cepat menyebar melalui jalur
muskulofasial. Selanjutnya infeksi menyerang kapsul/sarung tendon dan otot, baik pada kaki
maupun pada tungkai hingga terjadi selulitis. Kaki diabetik klasik biasanya timbul di atas kaput
metatarsal pada sisi plantar pedis. Sebelumnya, di atas lokasi tersebut terdapat kalus yang tebal
dan kemudian menyebar lebih dalam dan dapat mengenai tulang. Akibatnya terjadi osteomielitis
sekunder. Sedangkan kuman penyebab infeksi pada penderita diabetes biasanya multibakterial
yaitu gram negatif, gram positif, dan anaerob yang bekerja secara sinergi.
3

Jika kadar gula darah tidak terkontrol maka infeksi akan jadi lebih serius. Hal ini disebabkan
karena pada infeksi akan disekresi hormon kontra insulin (seperti katekolamin, kortisol, homon
pertumbuhan, dan glukagon) yang menyebabkan meningkatnya kadar gula darah. Peningkatan
kadar gula darah juga menyebabkan kegagalan fungsi neutrofil dan gangguan sistem imunologi.
Sebagaimana diketahui, dalam melaksanakan fagositosis, sel PMN membutuhkan energi dari
glukosa eksogen untuk mempertahankan aktivitasnya. Dengan bantuan insulin yang melekat erat
pada sel PMN, glukosa ekstrasel dapat dipakai sebagai sumber energi. Sumber energi ini akan
berkurang pada pasien diabetes yang mengalami kekurangan insulin.
3


Selain faktor di atas, masih banyak faktor lain yang ikut berpengaruh dalam terbentuknya
kaki diabetik. Waspadji menyatakan bahwa faktor pendidikan, sosio ekonomi dan gizi juga
punya andil cukup besar. Pendidikan dan sosio ekonomi yang rendah terkait dengan pengetahuan
yang kurang mengenai Diabetes mellitus dan pencegahan komplikasinya, kemampuan finansial
akan mempengaruhi pengelolaan Diabetes mellitus yang dideritanya dan status gizi yang rendah
punya keterkaitan dengan rendahnya respon imun hingga mempermudah terjadinya infeksi.
3


V. KLASIFIKASI

Ada berbagai macam klasifikasi kaki diabetes, mulai dari yang sederhana seperti klasifikasi
Edmonds dari Kings College Hospital London, klasifikasi Liverpool, sampai klasifikasi Wagner
yang lebih terkait dengan pengelolaan kaki diabetes, juga klasifikasi Texas yang lebih kompleks
tetapi lebih mengacu kepada pengelolaan kaki diabetik. Suatu klasifikasi mutakhir dianjurkan
oleh International Working Group on Diabetic Foot yaitu klasifikasi PEDIS. Dengan klasifikasi
PEDIS akan dapat ditentukan kelainan apa yang lebih dominan, vaskular, infeksi atau neuropati,
sehingga arah pengelolaan pun dapat tertuju dengan lebih baik. Misalnya suatu ulkus gangren
dengan critical limb ischemia tentu lebih memerlukan tindakan untuk mengevaluasi dan
memperbaiki keadaan vaskularnya terlebih dahulu. Sebaliknya, kalau faktor infeksi menonjol,
tentu pemberian antibiotik harus adekuat.
1

a) Klasifikasi Edmonds (Kings College Hospital, London, 2004-2005)
1

Stage 1: Normal Foot
Stage 2: High Risk Foot
Stage 3: Ulcerated Foot
Stage 4: Infected Foot
Stage 5: Necrotic Foot
Stage 6: Unsalvable Foot

Untuk stage 1 dan 2, peran pencegahan primer sangat penting, dan semuanya dapat
dikerjakan pada pelayanan kesehatan primer.
1
Untuk stage 3 dan 4, kebanyakan sudah memerlukan perawatan di tingkat pelayanan
kesehatan yang lebih memadai, umumnya sudah memerlukan pelayanan spesialistik.
1
Untuk stage 5, apalagi stage 6, jelas merupakan kasus rawat inap, dan jelas sekali
memerlukan suatu kerja sama tim yang sangat erat, di mana harus ada dokter bedah,
utamanya dokter vaskular/ahli bedah plastik dan rekonstruksi.
1

b) Klasifikasi Liverpool
1

Klasifikasi primer:
Vaskular
Neuropati
Neuroiskemik
Klasifikasi sekunder:
Tukak sederhana, tanpa komplikasi
Tukak dengan komplikasi.

c) Klasifikasi Wagner
1

Wagner 0: Kulit intak/utuh
Wagner 1: Tukak superfisial
Wagner 2: Tukak dalam (sampai tendo, tulang)
Wagner 3: Tukak dalam dengan infeksi
Wagner 4: Tukak dengan gangren terlokalisasi
Wagner 5: Tukak dengan gangren luas seluruh kaki.




d) Klasifikasi Texas
1

Stadium
Tingkat
0 1 2
3
A
Tanpa tukak atau
paska tukak, kulit
intak/utuh
Luka superfisial,
tidak sampai
tendon atau
kapsul sendi
Luka sampai
tendon atau
kapsul sendi
Luka sampai
tulang/sendi

B

----------------------------Dengan Infeksi----------------------------

C

---------------------------Dengan Iskemia---------------------------

D

--------------------Dengan Infeksi dan Iskemia--------------------

e) Klasifikasi PEDIS (I nternational Working Group of Diabetic Foot, 2003)
1

Impaired Perfusion
(Gangguan Perfusi)
1
2
3
None
PAD + but not critical
Critical limb ischemia
Size/Extent in mm
2
(Ukuran)
Tissue Loss/Depth
(Jumlah jaringan yang
hilang/kedalaman luka)
1

2

3
Hanya pada lapisan superfisial, tidak lebih dalam dari lapisan
dermis
Ulkus dalam di bawah lapisan dermis, melibatkan struktur
subkutaneus, fasia, otot, atau tendon
Semua lapisan jaringan pada kaki terlibat, termasuk tulang
dan/atau sendi
I nfection
(Infeksi)
1
2
3

4
Tidak ada gejala dan tanda infeksi
Infecksi hanya pada kulit dan jaringan subkutan
Eritema > 2cm atau infeksi sabkutan struktur
Tidak ada tanda sistemik respon inflamasi
Infeksi dengan manifestasi sistemik:
Demam, leukositosis
Gangguan aktivitas metabolik
Hipotensi, azotemia
Impaired Sensation
(Gangguan Sensasi)
1
2
Tidak ada
Ada


VI. GAMBARAN KLINIS

Gangren diabetik di sebut juga gangren panas. Karena walaupun nekrosis, daerah akral
tampak merah dan terasa hangat akibat peradangan. Biasanya pulsasi arteri di bagian distal
masih tetap teraba. Pada iskhemik ringan, akan terlihat gejala klaudikasio intermiten sewaktu
berjalan atau apabila di bagian distal dari kelainan vaskuler tersebut luka maka proses
penyembuhannya berlangsung lama.
3
Proses angiopati menyebabkan sumbatan arteri yang berlangsung secara kronik hingga
menimbulkan gejala klinik yang menurut Fontaine dibagi menjadi stadium sebagai berikut:
3
Asimtomatis atau gejala tidak khas dengan hanya berupa kesemutan ringan.
Klaudikasio intermiten (jarak tempuh jadi lebih pendek).
Nyeri saat istirahat.
Manifestasi kerusakan jaringan karena anoksia.



Secara praktis gambaran klinik kaki diabetik dapat digolongkan sebagai berikut :
3

Kaki neuropati
Pada keadaan ini terjadi kerusakan saraf somatik, baik sensorik maupun motorik serta
saraf otonom, tetapi sirkulasi masih utuh. Neuropati menghambat impuls rangsangan dan
memutus jaringan komunikasi dalam tubuh. Neuropati sensorik memberikan gejala berupa
keluhan kaki kesemutan dan kurang rasa terutama di daerah ujung kaki. Neuropati motorik
ditandai dengan kelemahan otot, atropi otot, mudah lelah, deformitas ibu jari dan sulit
mengatur keseimbangan tubuh. Pada kaki neuropati kaki masih teraba hangat, denyut nadi
teraba, reflek fisiologi menurun dan kulit jadi kering. Bila terjadi luka, sembuhnya lama.
Kaki iskemia
Ditandai dengan berkurangnya suplai darah. Namun pada keadaan ini sudah ada kelainan
neuropati pada berbagai stadium. Pasien mengeluh nyeri tungkai bila berdiri, berjalan atau
saat melaksanakan aktivitas fisik lain. Kesakitan juga dapat terjadi pada arkus pedis saat
istirahat atau malam hari. Pada pemeriksaan terlihat perubahan warna kulit jadi pucat, tipis
dan mengkilap atau warna kebiruan. Kaki teraba dingin dan nadi poplitea atau tibialis
posterior sulit diraba. Dapat ditemukan ulkus akibat tekanan lokal. Ulkusnya sukar sembuh
dan akhirnya menjadi ganggren.




VII. DIAGNOSIS
Penegakan diagnosis kaki diabetik dapat dilakukan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis
dan pemeriksaan penunjang lainnya. Pada anamnesis, dapat ditanyakan riwayat timbulnya luka
beserta perjalanan luka tersebut. Selain itu menggali lebih dalam riwayat diabetes dan
komplikasi yang telah muncul secara lebih teliti dapat membantu penanganan lebih lanjut dari
penyakit ini. Anamnesis harus fokus pada gejala indikasi kemungkinan neuropati perifer atau
insufisiensi arteri perifer .
a) Gejala Neuropati Perifer
Hipoestesia
Hiperestesia
Gambar 1: Lokasi yang sering terjadinya ulkus
4
Parestesia
Disestesia
Nyeri radikuler
Anhidrosis
b) Gejala Insufisiensi Arteri Perifer
Kebanyakan pasien aterosklerosis ekstremitas bawah tidak menunjukkan gejala,
dan sebagian yang lain mengalami gejala iskemik .
6
Pasien yang bergejala datang dengan klaudikasio intermiten, nyeri iskemik saat
istirahat, ulserasi kaki yang tidak sembuh, atau iskemia kaki .
6
Kram atau kelelahan dari kelompok otot besar di salah satu atau kedua
ekstremitas bawah yang timbul setelah berjalan pada jarak tertentu menunjukkan
terjadinya klaudikasio intermiten . Gejala ini meningkat dan berkurang dengan istirahat
selama beberapa menit . Timbulnya klaudikasio dapat terjadi lebih cepat dengan berjalan
cepat atau berjalan turun naik tangga.
6
Klaudikasio merupakan penyakit oklusif infrainguinal yang biasanya melibatkan
otot betis. Ketidaknyamanan, kram, atau lemah di betis atau kaki sangat umum pada
populasi diabetes karena cenderung memiliki oklusi aterosklerotik tibioperoneal. Calf
atrofi otot juga dapat terjadi . Gejala yang terjadi di bagian bokong atau paha
menunjukkan adanya penyakit oklusi aortoiliaka.
6
Nyeri saat istirahat tidak sering terjadi pada penderita diabetes . Dalam beberapa
kasus, fissura, ulkus dan kelainan lain pada integritas kulit adalah tanda pertama
kehilangan perfusi. Gangrene pada pasien diabetes kebiasaannya menbuktikan adanya
infeksi.
6
Pada pemeriksaan fisis, dapat dilakukan penilaian klasifikasi kaki diabetik
berdasarkan sistem klasifikasi yang telah ada. Pemeriksaan pulsasi arteri dorsum pedis,
arteri tibialis posterior, arteri poplitea, dan arteri femoralis dilakukan untuk menentukan
prognosis dan pilihan terapi yang akan diberikan. Pemeriksaan penunjang yang dapat
dilakukan antara lain pemeriksaan darah rutin (tanda-tanda infeksi), pemeriksaan kadar
GDP, GD2PP, TTGO, serta HbA1c, kimia darah, urinalisis, foto thoraks, serta foto pedis.
Dengan demikian, dapat diperoleh gambaran perjalanan penyakit DM yang dialami
penderita, yang selanjutnya akan membantu dalam menentukan penatalaksanaan kaki
diabetik.
6

VIII. DIAGNOSIS BANDING
1. Aterosklerosis
2. Insufisiensi Vena Kronik
3. Infeksi pada kaki diabetik

Ulkus trofik para diabetes klasik harus dibedakan dari berbagai masalah lain yang
cenderung terjadi pada orang dengan diabetes, seperti dermopati diabetik, bullosis
diabeticorum, xanthoma eruption, necrobiosis lipoidica, dan anulare granuloma.
6

Rasa sakit kaki pada penyakit arteri perifer harus dibedakan dari penyebab nyeri yang
lain, seperti radang sendi, nyeri otot, nyeri radikuler, kompresi sumsum tulang belakang,
tromboflebitis, anemia, dan myxedema.
6

Neuropati diabetik harus dibedakan dari bentuk-bentuk neuropati lainnya, termasuk
neuropati vaskulitis, neuropati metabolik, neuropati otonom, radikulopati, dan banyak
lainnya.
6



IX. PENATALAKSANAAN
Untuk optimalisasi pengelolaan kaki diabetik, pada setiap tahap harus diingat berbagai faktor
yang harus dikendalikan yaitu:
1
Mechanical Control-Pressure Control (Pengendalian Mekanik dan Tekanan)
Metabolic Control (Pengendalian Metabolik)
Vascular Control (Pengendalian Vaskuler)
Educational Control (Pengendalian Edukasional)
Wound Control (Pengendalian Luka)
Microbiological Control-Infection Control (Pengendalian Mikrobiologi dan Infeksi)
Pada tahap yang berbeda diperlukan optimalisasi hal yang berbeda pula. Misalnya pada
klasifikasi Edmonds 2004-2005, stadium 1 dan 2 tentu saja faktor wound control dan infection
control belum diperlukan, sedangkan untuk stadium 3 dan selanjutnya tentu semua faktor
tersebut harus dikendalikan, disertai keharusan adanya kerjasama multidispliner yang baik.
Sebaliknya, untuk stadium 1 dan 2, usaha preventif terjadinya ulkus sangat dibutuhkan. Peran
rehabilitasi medis untuk mencegah terjadinya ulkus yaitu dengan cara mendistribusikan tekanan
pada plantar pedis memakai alas kaki khusus, serta berbagai terapi untuk non-weight bearing
lainnya. Cara ini sangat bermanfaat untuk mengurangi kecacatan akibat deformitas yang terjadi
pada kaki diabetik.
1


PENGELOLAAN KAKI DIABETIK
Pengelolaan kaki diabetik dapat dibagi menjadi 2 kelompok besar, yaitu pencegahan
terjadinya kaki diabetik dan terjadinya ulkus (pencegahan primer sebelum terjadi perlukaan pada
kulit) dan pencegahan agar tidak terjadi kecacatan atau deformitas (pencegahan sekunder dan
pengelolaan ulkus/gangrene diabetik yang sudah terjadi).
1,3

A. Pencegahan Primer
Pencegahan primer meliputi pencegahan terjadinya kaki diabetik dan terjadinya ulkus,
bertujuan untuk mencegah timbulnya perlukaan pada kulit. Pencegahan primer ini juga
merupakan suatu upaya edukasi kepada para penyandang DM baik yang belum terkena kaki
diabetik, maupun penderita kaki diabetik untuk mencegah timbulnya luka lain pada kulit.
1
Keadaan kaki penyandang DM digolongkan berdasarkan risiko terjadinya dan risiko
besarnya masalah yang mungkin timbul. Penggolongan kaki diabetik berdasarkan risiko
terjadinya masalah (Frykberg) yaitu:
1

1) Sensasi normal tanpa deformitas
2) Sensasi normal dengan deformitas atau tekanan plantar tinggi
3) Insensitivitas tanpa deformitas
4) Iskemia tanpa deformitas
5) Kombinasi/complicated
a) Kombinasi insensitivitas, iskemia, dan/atau deformitas
b) Riwayat adanya tukak, deformitas Charcot.

Pengelolaan kaki diabetik terutama ditujukan untuk pencegahan terjadinya tukak, disesuaikan
dengan keadaan risiko kaki. Berbagai usaha pencegahan dilakukan sesuai dengan tingkat
besarnya risiko tersebut. Dengan memberikan alas kaki yang baik, berbagai hal terkait terjadinya
ulkus karena faktor mekanik akan dapat dicegah. Untuk kaki yang insensitif, alas kaki perlu
diperhatikan benar, untuk melindungi kaki yang insensitif tersebut. Jika sudah ada deformitas,
perlu perhatian khusus mengenai alas kaki yang dipakai, untuk meratakan penyebaran tekanan
pada kaki. Untuk kasus dengan permasalahan vaskular, latihan kaki perlu diperhatikan benar
untuk memperbaiki vaskularisasi kaki. Merobah gaya hidup, menghindari rokok, memeriksa kaki
sendiri dan merawatnya setiap hari serta pemeriksaan gula darah secara teratur perlu dilakukan.
Bila perilaku yang positif telah dilaksanakan maka dampaknya adalah gula darah terkendali.
Juga perlu diberikan motivasi kepada pasien yang telah cacat agar dia tidak kehilangan gairah
hidup.
1,3

Penyuluhan diperlukan untuk semua kategori risiko tersebut. Penyuluhan diberikan secara
komprehensif agar penderita dapat memahami dan menyadari bahwa seorang penderita diabetes
dapat mengalami neuropati dan kelainan pada pembuluh darah dengan akibat penderita diabetes
lebih mudah mengalami luka dibandingkan orang normal. Untuk itu perlu pengenalan diabetes
dan komplikasinya agar pasien dapat membantu diri sendiri hingga komplikasi yang mungkin
timbul dapat dikurangi.
1,3


B. Pencegahan Sekunder
Dalam pengelolaan kaki diabetik, kerja sama multidisipliner sangat diperlukan. Berbagai hal
yang harus ditangani dengan baik untuk memperoleh hasil maksimal dapat digolongkan sebagai
berikut:
1

Pengendalian Metabolik
Keadaan umum pasien harus diperhatikan dan diperbaiki. Kadar glukosa darah diusahakan
agar selalu senormal mungkin, untuk memperbaiki berbagai faktor terkait hiperglikemia yang
dapat menghambat penyembuhan luka. Umumnya diperlukan insulin untuk menormalisasi kadar
gula darah. Status nutrisi harus diperhatikan dan diperbaiki. Nutrisi yang baik akan membantu
kesembuhan luka. Berbagai hal lain juga harus diperhatikan dan diperbaiki, seperti kadar
albumin serum, kadar Hb dan derajat oksigenasi jaringan serta fungsi ginjal. Semua faktor
tersebut tentu akan menghmbat kesembuhan luka sekiranya tidak diperhatikan dan tidak
diperbaiki.
1



Pengendalian Vaskuler
Keadaan vaskular yang buruk tentu akan menghambat kesembuhan luka. Berbagai langkah
diagnostik dan terapi dapat dikerjakan sesuai keadaan dan kondisi pasien. Umumnya kelainan
pembuluh darah perifer dapat dikenali melalui berbagai cara sederhana seperti warna dan suhu
kulit, perabaan arteri dorsalis pedis, arteri tibialis posterior, arteri poplitea, dan arteri femoralis,
serta pengukuran tekanan darah. Di samping itu, saat ini juga tersedia berbagai fasilitas mutakhir
untuk mengevaluasi keadaan pembuluh darah dengan cara noninvasif maupun invasif dan
semiinvasif, seperti pemeriksaan ankle brachial index, ankle pressure, toe pressure, TcPO2,
serta pemeriksaan echo Doppler dan arteriografi.
1
Setelah dilakukan diagnosis keadaan vaskularnya, dapat dilakukan pengelolaan untuk
kelainan pembuluh darah perifer dari sudut vaskular, yaitu berupa:

Modifikasi Faktor Risiko
1

Stop merokok
Memperbaiki faktor risiko terkait aterosklerosis
o hiperglikemia, hipertensi, dislipidemia
Walking program latihan kaki merupakan terapi utama yang diberikan oleh ahli
rehabilitasi medik atau fisioterapis.

Nonivasive Vascular Test
4

PEMERIKSAAN NILAI ABNORMAL
Trancutaneous oxygen measurement < 40 mmHg
Ankle-brachial index < 0.80 : abnormal
< 0.45 : berat
Absolute toe systolic pressure < 45 mmHg

Terapi Farmakologik
Jika mengacu pada berbagai penelitian yang sudah dikerjakan pada kelainan akibat
aterosklerosis di tempat lain (jantung, otak), mungkin obat seperti aspirin dan lain sebagainya
yang jelas dikatakan bermanfaat, akan bermanfaat pula untuk pembuluh darah kaki penyandang
DM, tetapi sampai saat ini belum ada bukti yang cukup kuat untuk menganjurkan pemakaian
obat secara rutin guna memperbaiki patensi pada penyakit pembuluh darah kaki penyandang
DM.
1
Pengobatan kaki diabetik meliputi pengendalian gula darah, penanganan kelainan kaki,
neuropati diabetik, sirkulasi darah dan penanganan infeksi serta rehabilitasi. Pengendalian gula
darah harus disertai upaya perbaikan keadaan umum penderita dengan nutrisi yang memadai.
3
Untuk memperbaiki neuropati diabetik kita dapat memilih untuk memakai secara bersama
obat yang melancarakan aliran darah dan yang memperbaiki metabolisme. Dalam memperbaiki
aliran darah kita harus memperbaiki struktur vaskuler yang telah mengalami kerusakan.
3

Sebagai mana yang telah kita ketahui gangguan endotel, gangguan trombosit, dan
dislipidemia menjadi penyebab utama terjadinya angiopati. Jadi selain pengendalian gula darah,
yang mutlak harus dilakukan adalah pemberian anti agregasi dan vasodilator perifer. Pemberian
obat anti agregasi diharapkan dapat memperbaiki vaskularisasi jaringan atau organ yang
terserang. Ada beberapa pilihan obat yang dapat dipakai, yaitu asetosal, pentoksifilin dan
cilostazol.
3

Antibiotik diberikan bila ada infeksi. Oleh karena itu bila ditemukan infeksi sebaiknya
dilakukan pemeriksaan kultur. Tidak jarang penderita datang dengan sepsis sehingga pemberian
antibiotik tidak perlu menunggu hasil kultur. Pada keadaan ini pilihan antibiotiknya adalah
antibiotik spektrum luas atau dikombinasi dengan golongan kloksasilin untuk terapi vaskulitis
dan golongan yang aktif terhadap kuman anaerob seperti metronidazol dan klindamisin.
3
Revaskularisasi
Jika kemungkinan kesembuhan luka rendah atau jika ada klaudikasio intermiten yang hebat,
tindakan revaskularisasi dapat dianjurkan. Sebelum tindakan revaskularisasi, diperlukan
pemeriksaan angiografi untuk mendapatkan gambaran pembuluh darah yang lebih jelas.
1
Untuk oklusi yang panjang dianjurkan operasi bedah pintas terbuka. Untuk oklusi yang
pendek dapat dipikirkan prosedur endovaskular (PTCA). Pada oklusi akut dapat pula dilakukan
tromboarterektomi.
1
Dengan berbagai teknik bedah tersebut, vaskularisasi daerah distal dapat diperbaiki, sehingga
hasil pengelolaan ulkus diharapkan lebih baik, dan kesembuhan luka tinggal bergantung pada
berbagai faktor lain yang turut berperan.
1
Selain itu, terapi hiperbarik dilaporkan juga bermanfaat untuk memperbaiki vaskularisasi dan
oksigenasi jaringan luka pada kaki diabetik sebagai terapi adjuvant. Walaupun demikian, masih
banyak kendala untuk menerapkan terapi hiperbarik secara rutin pada pengelolaan umum kaki
diabetik.
1

Pengendalian Luka
Perawatan luka sejak pertama kali pasien datang merupakan hal yang harus dikerjakan
dengan baik dan teliti. Evaluasi luka harus dikerjakan secermat mungkin. Klasifikasi PEDIS
dilakukan setelah debridement yang adekuat. Dressing (pembalut) dapat digunakan sesuai
dengan keadaan luka dan juga letak luka tersebut. Dressing mengandung komponen zat
penyerap seperti carbonated dressing, alginate dressing atau silver impregnated dressing yang
bermanfaat untuk luka produktif dan terinfeksi. Debridement yang baik dan adekuat akan sangat
membantu mengurangi jaringan nekrotik yang harus dikeluarkan tubuh, dengan demikian akan
sangat mengurangi produksi cairan/pus dari ulkus/gangren.
1
Untuk ulkus dan ganggren dapat dilakukan bedah minor seperti insisi, drainase abses,
debrideman, dan nekrotomi dengan tujuan mengeluarkan semua jaringan nekrosis untuk
eliminasi infeksi, hingga mempercepat penyembuhan luka. Sebelumnya perlu diketahui batas
yang tegas antara jaringan sehat dan jaringan nekrotik hingga nekrotomi atau amputasi dapat
direncanakan dengan seksama. Pada peradangan yang berat/luas disertai penyebaran yang sangat
cepat, amputasi harus dipertimbangkan dengan segera. Bila ditunda, tidak jarang dapat
mengakibatkan septikemia.
3
Selama proses inflamasi masih ada, tidak akan terjadi proses granulasi dan epitelisasi. Untuk
menjaga suasana kondusif bagi kesembuhan luka,dapat pula dipakai kasa yang dibasahi dengan
salin. Cara tersebut saat ini umum dipakai di berbagai tempat perawatan kaki diabetik.
1

Pengendalian Metabolik dan Infeksi
Data mengenai pola kuman perlu diperbaiki secara berkala untuk setiap daerah yang berbeda.
Antibiotik yang dianjurkan harus selalu disesuaikan dengan hasil biakan kuman dan
resistensinya. Sebagai acuan, dari penelitian tahun 2004 di RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo,
umumnya didapatkan pola kuman yang polimikrobial, campuran Gram positif dan Gram negatif
serta kuman anaerob untuk luka yang dalam dan berbau. Karena itu untuk lini pertama
pemberian antibiotik harus diberikan antibiotik spektrum luas, mencakup kuman Gram positif
dan negatif (misalnya golongan sefalosporin), dikombinasikan dengan obat yang bermanfaat
terhadap kuman anaerob (misalnya metronidazol).
1

Pengendalian Mekanik dan Tekanan
Kaki diabetik terjadi oleh karena adanya perubahan weight-bearing area pada plantar pedis.
Daerah-daerah yang mendapat tekanan lebih besar tersebut akan rentan terhadap timbulnya luka.
Berbagai cara untuk mencapai keadaan weight-bearing dapat dilakukan antara lain dengan
removable cast walker, total contant casting, temporary shoes, felt padding, crutches,
wheelchair, electric carts, maupun cradled insoles.
1
Berbagai metode pembedahan juga dapat dipakai untuk mengurangi tekanan pada luka,
seperti dekompresi ulkus/abses dengan insisi abses dan prosedur koreksi bedah (misalnya operasi
untuk hammer toe, metatarsal head resection, Achilles tendon lengthening, dan partial
calcanectomy).
1

Pengendalian Edukasional
Edukasi sangat penting untuk semua tahap pengelolaan kaki diabetik. Dengan penyuluhan
yang baik, penyandang DM dan ulkus/gangren diabetik maupun keluarganya diharapkan akan
dapat membantu dan mendukung berbagai tindakan yang diperlukan untuk kesembuhan luka
yang optimal.
1
Rehabilitasi merupakan program yang sangat penting yang harus dilaksanakan untuk
pengelolaan kaki diabetik. Bahkan sejak pencegahan terjadinya ulkus diabetik dan kemudian
segera setelah perawatan, keterlibatan ahli rehabilitasi medik sangat diperlukan untuk
mengurangi kecacatan yang mungkin timbul pada pasien. Pemakaian alas kaki/sepatu khusus
untuk mengurangi tekanan plantar akan sangat membantu mencegah terjadinya ulkus baru.
1


X. PROGNOSIS
Prognosis penderita kaki diabetik sangat tergantung dari usia karena semakin tua usia
penderita diabetes melitus semakin mudah untuk mendapatkan masalah yang serius pada kaki
dan tungkainya. Selain itu, lamanya menderita diabetes melitus, adanya infeksi yang berat,
derajat kualitas sirkulasi, dan keterampilan dari tenaga medis atau paramedis mempengaruhi
proses penyembuhan luka, sehingga secara tidak langsung akan mempengaruhi prognosis.
1,6

REFERENSI
1. Waspadji S. Kaki Diabetes. Dalam: Sudoyo AW et all (eds). Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid III Edisi V. Jakarta: Interna Publishing, 2009: h.1961-1965
2. Dyah Purnamasari. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Mellitus. Dalam: Sudoyo AW et
all (eds). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi V. Jakarta: Interna Publishing,
2009: h.1880
3. Soetjahjo A. Peranan Neuropati Diabetik. Dalam Majalah Kedokteran Anadalas Volume
22 No.1 Januari - Juni 1998: h. 2-9
4. David G. Amstrong et all (eds). Diabetic Foot Ulcers: Prevention, Diagnosis and
Classification. University of Texas Health Science Center: 1998 Mar 15;57(6):1325-
1332.
5. Kumar P. et all (eds). Kumar & Clarks Clinical Medicine Seventh Edition.Saunders
Elsevier: 2009: h. 1056-1057
6. Rowe Lopez V. (online) Diabetic Ulcer. Updated Sept 25,2012. Available at:
http://emedicine.medscape.com/article/460282
7. Price A. Sylvia et all (eds). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 4.
Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1995: h. 1117-1119

Anda mungkin juga menyukai