Anda di halaman 1dari 28

1

LAPORAN KASUS
PERTIMBANGAN PERSEPSI KOGNITIF




Pembimbing :
Dr. Agus Permadi, Sp.S


Penulis :
Melisa
12310519.P


Kepaniteraan Klinik Senior Ilmu Saraf
RSUD Embung Fatimah, Batam
Periode 2 Juni 2014 5 Juli 2014
Fakultas Kedokteran Universitas Malahayati
Bandar Lampung
2

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkah dan kasih sayangNya maka tugas pembuatan Referat Pertimbangan Persepsi
Kognitif ini dapat diselesaikan dengan baik dan tepat pada waktunya.
Pada kesempatan ini penulis ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada Dr. Agus Permadi, Sp.S atas segenap waktu, tenaga dan pikiran yang telah
diberikan dalam membimbing dan mengarahkan penulis sehingga penulis dapat
menyelesaikan referat ini.
Penulis menyadari bahwa referat ini masih terdapat banyak kekurangan, oleh
karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi
kesempurnaan referat ini. Besar harapan penulis agar kiranya penyajian referat ini
dapat bermanfaat bagi siapapun yang membacanya.


Batam, 25 Juni 2014

Penulis





3

DAFTAR ISI

Halaman
Halaman Judul
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I Pendahuluan ................................................................................................................. 1
BAB II Tinjauan Pustaka ......................................................................................................... 3
1.Fungsi Kognitif ......................................................................................................... 3
2.Anatomi Fungsi Kognitif .......................................................................................... 4
3.Fisiologi Fungsi Kognitif ........................................................................................ 10
4.Pertimbangan Persepsi Kognitif .............................................................................. 11
Daftar Pustaka ........................................................................................................................ 38







4

BAB I
PENDAHULUAN

Kognitif adalah kemampuan berpikir dan memberikan rasional, termasuk
proses mengingat, menilai, orientasi, persepsi dan memperhatikan. Gangguan kognitif
erat kaitannya dengan fungsi otak, karena kemampuan pasien untuk berpikir akan
dipengaruhi oleh keadaan otak.
1
Tiga unsur tingkah laku manusia terhadap alam sekelilingnya ialah
pengamatan, pikiran dan tindakan. Dalam bidang neurologi tiga unsur tersebut
tertuang dalam fungsi sensorik, luhur dan motorik. Dalam keadaan sakit, unsur-unsur
tadi dapat terganggu. Gangguan tersebut dapat berupa gejala neurologic elementer,
misalnya hemiparesis, hemihipestesia, koma, kejang dan sebagainya tetapi dapat pula
berupa gejala neurologik luhur, yang merupakan kelainan integratif yang kompleks
dari ke tiga fungsi di atas.
1
Dalam neurologi, gejala elementer dan luhur dipergunakan untuk menetapkan
adanya kerusakan di otak, baik tentang lokalisasi maupun luas lesinya. Kedua fungsi
tersebut sama pentingnya dalam penetapan diagnosis. Juga keduanya menuruti
prinsip organisasi lateral dan longitudinal serebral yang akan diuraikan kemudian.
Karena gejala fungsi luhur ini kerap dilupakan atau diabaikan, maka disini akan
diuraikan secara singkat peranan fungsi ini, terutama fungsi bahasa, persepsi dan
memori pada kelainan otak.
1

5

Seperti halnya gejala elementer, maka gejala fungsi Iuhur ini dapat dipakai
untuk menetapkan diagnosis dan rehabilitasi pasien dengan penyakit otak. Pada
kerusakan difus dan berat dari otak, maka semua fungsi-fungsi luhur tersebut dapat
terkena dan hasilnya adalah suatu demensia atau retardasi mental. Tetapi pada
kerusakan yang fokal, maka biasanya hanya satu atau beberapa dari fungsi ini
terganggu. Justru pada kerusakan otak yang fokal inilah, gejala luhur mempunyai
peranan penting. Pada pasien dengan kelainan tingkah laku, perlu ditentukan apakah
kelainan ini disebabkan oleh kerusakan otak (brain damage) ataukah sesuatu yang
fungsional (kasus psikiatrik).
2










6

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. FUNGSI KOGNITIF
DEFINISI
Definisi kognitif menurut behavioural neurology adalah suatu proses dimana
semua masukan sensoris (taktil, visual dan auditorik) akan diubah, diolah, disimpan
dan selanjutnya digunakan untuk hubungan interneuron secara sempurna sehingga
individu mampu melakukan penalaran terhadap masukan sensoris tersebut.
1
Konsep yang paling banyak dianut, bahwa fungsi kognitif mencakup lima
domain, yaitu
2
:
a. Attention (pemusatan perhatian)
b. Language (bahasa)
c. Memory (daya ingat)
d. Visuospasial (pengenalan ruang)
e. Executive function (fungsi eksekutif : fungsi perencanaan, pengorganisasian
dan pelaksanaan)



7

ANATOMI FUNGSI KOGNITIF
Masing-masing domain kognitif tidak dapat berjalan sendiri-sendiri dalam
menjalankan fungsinya, tetapi sebagai satu kesatuan, yang disebut system limbic.
Struktur limbic terdiri dari amigdala, hipokampus, nucleus talamik anterior, girus
subkalosus, girus cinguli, girus parahipokampus, formasio hipokampus, dan korpus
mamilare. Alveus, fimbria, forniks, traktur mammilotalamikus dan striae terminalis
membentuk jaras-jaras penghubung system ini.
2,3


Gambar 1. Sistem limbic

8

Peran sentral system limbic meliputi memori, pembelajaran, motivasi, emosi,
fungsi neuroendokrin dan aktivitas otonom. Struktur otak berikut ini bagian dari
system limbic
3,4
:
1. Amigdala : terlibat dalam pengaturan emosi, dimana pada hemisfer kanan
predominan untuk belajar emosi dalam keadaan tidak sadar, dan pada
hemisfer kiri predominan untuk belajar emosi pada saat sadar.
2. Hipokampus : terlibat dalam pembentukan memori jangka panjang,
pemeliharaan fungsi kognitif yaitu proses pembelajaran.
3. Girus parahipokampus : berperan dalam pembentukan memori spasial.
4. Girus cinguli : mengatur fungsi otonom seperti denyut jantung, tekanan darah,
dan kognitif yaitu atensi. Korteks cinguli anterior merupakan struktur limbic
terluas, berfungsi pada afektif, kognitif, otonom, perilaku dan motorik.
5. Forniks : membawa sinyal dari hipokampus ke mammilary bodies dan septal
nuclei. Forniks berperan dalam memori dan pembelajaran.
6. Hipotalamus : berfungsi mengatur system saraf ototnom melalui produksi dan
pelepasan hormone, tekanan darah, denyut jantung, lapar, haus, libido dan
siklus tidur/bangun, perubahan memori baru menjadi memori jangka panjang.
7. Talamus : kumpulan badan sel saraf di dalam diensefalon membentuk dinding
lateral ventrikel tiga. Fungsi thalamus sebagai pusat hantaran rangsang indra
dari perifer ke korteks serebri. Dengan kata lain, thalamus merupakan pusat
pengaturan fungsi kognitif di otak atau sebagai stasiun relay ke korteks
serebri.
9

8. Mammillary bodies : berperan dalam pembentukan memori dan pembelajaran.
9. Girus dentatus : berperan dalam memori baru dan mengatur kebahagiaan
10. Korteks entorhinal : penting dalam memori dan merupakan komponen
asosiasi.


Gambar 2. Hipokampus dan forniks

Sedangkan lobus otak yang ikut berperan dalam fungsi kognitif adalah
3,4
:
1. Lobus frontalis
Fungsi lobus frontalis yaitu mengatur motorik, perilaku, kepribadian, bahasa,
memori, orientasi spasial, belajar asosiatif, daya analisis dan sintesis.
Sebagian korteks medial lobus frontalis dikaitkan sebagai bagian system
10

limbic, karena banyaknya koneksi anatomic dengan struktur limbic dan
adanya perubahan emosi bila terjadi kerusakan.
2. Lobus parietalis
Lobus parietalis berfungsi dalam membaca, persepsi, memori dan
visuospasial. Korteks ini menerima strimuli sensori (input visual, auditori,
taktil) dari area asosiasi sekunder. Karena menerima input dari berbagai
modalitas sensori sering disebut sebagai korteks heteromodal dan mampu
membentuk asosiasi sensori (cross modal association), sehingga manusia
dapat menghubungkan input visual dan menggambarkan apa yang mereka
lihat atau pegang.
3. Lobus temporalis
Lobus temporalis berfungsi mengatur pendengaran, penglihatan, emosi,
memori, kategorisasi benda-benda dan seleksi rangsangan auditorik dan
visual.
4. Lobus oksipitalis
Lobus oksipitalis berfungsi mengatur penglihatan primer, visuospasial,
memori, dan bahasa.

11


Gambar 3. Fungsi otak berdasarkan lobus


Serabut-serabut di otak yang berfungsi dalam fungsi kognitif antara lain
4
:
1. Serabut komisura
Serabut ini menghubungkan daerah-daerah yang sama pada kedua hemisfer.
Serabut tersebut adalah korpus kalosum, komisura anterior, komisura
posterior, forniks, dan komisura habenularum.
2. Serabut asosiasi
Serabut-serabut saraf ini penting menghubungkan berbagai daerah di korteks
dalam hemisfer yang sama. Fasikulus uncinatus menghubungkan area bicara
12

motorik primer dan girus pada permukaan inferior lobus frontalis dengan
korteks polus pada lobus temporalis. Fasikulus longitudinalis superior
merupakan berkas serabut saraf terbesar, menghubungkan bagian anterior
lobus frontalis dengan lobus oksipitalis dan lobus temporalis. Fasikulus
longitudinalis inferior berjalan ke anterior dari lobus oksipitalis, berjalan di
lateral menuju radiasio optika, kemudia didistribusikan ke lobus temporalis.
Fasikulus frontooksipitalis menghubungkan lobus frontalis dengan lobus
oksipitalis dan temporalis. Fasikulus arkuatus berperan dalam fungsi bahasa
dan bicara, menghubungkan area Wernicke dengan area Broca sehingga bisa
membentuk pemahaman bahasa tulisan dan lisan serta memungkinkan orang
dapat membaca sebuah kalimat, mengerti kalimat dan mengucapkannya.
3. Serabut proyeksi
Serabut-serabut aferen dan eferen yang berjalan ke dan dari batang otak
menuju seluruh korteks serebri pasti berjalan diantara massa inti substansia
grisea yang besar di dalam hemisfer serebri. Di bagian atas batang otak,
serabut-serabut ini membentuk kapsula interna, dan terdapat pula serabut-
serabut yang menyebar ke semua jurusan menuju korteks serebri disebut
korona radiate.




13

FISIOLOGIS FUNGSI KOGNITIF
Uraian fungsional domain fungsi kognitif antara lain
5
:
1. Perhatian (atensi)
Atensi adalah kemampuan untuk bereaksi atau memperhatikan satu
stimulus tertentu dan mampu mengabaikan stimulus lain yang tidak
dibutuhkan. Atensi merupakan hasil hubungan antara batang otak, aktivitas
limbic dan aktivitas korteks sehingga mampu untuk focus pada stimulus
spesifik dan mengabaikan stimulus lain yang tidak relevan. Konsentrasi
merupakan kemampuan untuk mempertahankan atensi dalam periode yang
lebih lama. Gangguan atensi dan konsentrasi akan mempengaruhi fungsi
kognitif lain seperti memori, bahasa, dan fungsi eksekutif.
2. Bahasa
Bahasa merupakan perangkat dasar komunikasi dan modalitas dasar
yang membangun kemampuan fungsi kognitif. Jika terdapat gangguan bahasa,
pemeriksaan kognitif seperti memori verbal, fungsi eksekutif akan mengalami
kesulitan atau tidak dapat dilakukan.
3. Memori
Fungsi memori terdiri dari proses penerimaan dan penyandian
informasi, proses penyimpanan serta proses mengingat. Semua hal yang
berpengaruh dalam ketiga proses tersebut akan mempengaruhi fungsi memori.


14

4. Visuospasial
Kemampuan visuospasial merupakan kemampuan konstruksional
seperti menggambar atau meniru berbagai macam gambar dan menyusun
balok-balok. Semua lobus berperan dalam kemampuan konstruksi dan lobus
parietal terutama hemisfer kanan berperan paling dominan.
5. Fungsi eksekutif
Fungsi eksekutif adalah kemampuan kognitif tinggi seperti cara
berpikir dan kemampuan pemecahan masalah. Fungsi ini dimediasi oleh
korteks prefrontal dorsolateral dan struktur subkortikal yang berhubungan
dengan daerah tersebut. Fungsi eksekutif dapat terganggu bila sirkuit frontal-
subkortikal terputus. Lezack membagi fungsi eksekutif menjadi 4 komponen
yaitu volition (kemauan), planning (perencanaan), purposive action (tujuan),
dan effective performance (pelaksanaan yang efektif).

B. PERTIMBANGAN PERSEPSI KOGNITIF
Neuropsikologis klinis bertujuan untuk mengenali dan menjelaskan tentang
gangguan fungsi kognitif seperti memori, kemampuan bahasa, kemampuan untuk
belajar, kemampuan untuk berpikir dan mempertimbangkan sesuatu, termasuk juga
gangguan persepsi (menggabungkan informasi dari lingkungan luar), emosional dan
tingkah laku yang timbul dari neuropatologi.
8
Terapis perlu untuk memahami gangguan-gangguan yang telah disebutkan
sebelumnya dalam rangka screening pasien untuk disfungsi persepsi kognitif, dan
15

mengarahkan gangguan-gangguan tersebut sebagai bagian dalam terapi intervensi
yang akan direncanakan. Pada bab ini akan dijelaskan mengenai gambaran gangguan
kognitif umum yang timbul menyertai cedera otak dalam masa pengobatan. Pada bab
ini juga diberikan anjuran untuk terapis untuk meminimalisasi dampak akibat
gangguan-gangguan tersebut dalam pelaksanaan terapi dan rehabilitasi.
8
Pada neurorehabilitasi, penting untuk mengetahui perbedaan antara lesi fokal
seperti stroke dan lesi difus seperti cedera otak akibat trauma (traumatic brain
injury/TBI). Lesi difus berhubungan dengan luasnya kerusakan pada koneksi antar
neuron. Efek dari lesi ini akan mempengaruhi fungsi kognitif, mood, motivasi dan
keterlibatan dalam rehabilitasi. Selanjutnya akan dijelaskan hubungan dengan TBI,
stroke atau penyakit serebrovaskular, dan lesi anoksik (kurangnya suplai oksigen ke
otak).
8
A. Efek Kognitif
1. Cedera otak akibat trauma (TBI)
Segera setelah pasien cedera otak melewati fase koma dan amnesia pasca
trauma, pasien mungkin mengalami gejala pasca gegar otak (post-concussion
syndrome/PCS). Setelah cedera otak yang berat atau sangat berat [koma
berkepanjangan (GCS < 8) dan atau amnesia pasca trauma lebih dari 1 minggu],
ada kemungkinan untuk terjadi kerusakan primer dan sekunder.
8


16

Kerusakan primer
Kerusakan difus white matter (terputusnya koneksi antar neuron), memar pada
daerah frontal-temporal dan pembuluh darah yang rupture (hemoragik)
menyebabkan menurunnya suplai darah ke otak.
8
Kerusakan sekunder
Kemungkinan diakibatkan oleh perdarahan serebral yang mengarah kepada
kerusakan anoksik/hipoksik (berkurang atau tidak adanya suplai oksigen),
edema otak dan atau peningkatan cairan serebrospinal (hidrosefalus) yang
mengarah kepada peningkatan tekanan intrakranial.
8

Tabel 1. Gejala umum yang menyertai cedera otak akibat trauma
8
Gejala pasca gegar otak
Cedera otak ringan
sedang (GCS : ringan =
13-15; sedang = 9-12)
Cedera otak berat
(GCS < 8 selama 6 jam)
Pusing
Nyeri kepala persisten
Penurunan stamina
Kelelahan/gangguan
tidur
Sensitif terhadap
suara/cahaya
Gangguan kecepatan
berpikir
Perhatian kurang
Memori kurang
Mudah frustrasi
Depresi
Mudah cemas
Penurunan kecepatan
berpikir/memproses
informasi
Fungsi intelektual
menurun
Kesulitan dalam
menemukan kata dan
17

Penglihatan kabur/ganda
Tinnitus
Proses berpikir lambat
Penurunan konsentrasi
Memori kurang
Gangguan stress
pasca trauma (Post-
traumatic stress
disorder/PTSD)

membentuk kalimat
Perhatian mudah
teralihkan
Konsentrasi terbatas
Memori kurang
Berkurangnya
kemampuan untuk
mempelajari hal baru
Regulasi diri buruk
(kurangnya
kemampuan untuk
menahan diri dalam
berbahasa, aktivitas
fisik atau seksual)
Iritabilitas

2. Penyakit serebrovaskular
Bentuk dari penurunan kognitif yang menyertai lesi fokal bergantung pada
bagian yang terkena stroke dan tingkat keparahannya. Pada fase akut,
gangguan bicara dan bingung, menurunnya kemampuan untuk memproses
informasi, gangguan kewaspadaan dan kurangnya perhatian/konsentrasi sering
terjadi tanpa memperhatikan lokasi dari stroke. Berdasarkan penurunan yang
18

telah diidentifikasi, penilaian dengan terapi bicara dan bahasa, terapi okupasi
dan neuropsikologis klinis mungkin diperlukan.
8

Tabel 2. Penurunan kognitif dan tingkah laku umum pasca stroke
8
Lesi Arteri
Gangguan yang
terjadi
Penilaian
Strategi
Rehabilitasi
Arteri Serebral
Anterior (ACA)
Hemiplegi
berat
Hilangnya
sensoris
Pemeriksaan
neurologis
Pemeriksaan
somatosensoris
Terapi posisi
ekstremitas
Latihan
pergerakan
berulang
ACA dengan
kerusakan pada
area motorik
Kontrol
gerakan
volunter
berkurang
Keterbatasan
bicara
Ideomotor
apraksia
Kemampuan
untuk
mengikuti
perintah verbal
atau gestural
Menilai
kemampuan
untuk
menunjukkan
tindakan atas
permintaan
Errorless
learning
19

ACA dengan
kerusakan pada
area frontal
orbital
Kepribadian
berubah
Apatis
Kurangnya
kemampuan
untuk menahan
diri
Melakukan
wawancara
antara pasien
dengan
keluarganya
Berikan
informasi
kepada anggota
keluarga pasien
Membentuk
lingkungan
yang terstruktur
untuk
meminimalkan
terjadinya
tingkah laku
yang berlebihan
Aneurisma Arteri
Communicating
Anterior (AcoA)
Kebingungan
akut/kronik
Gangguan
memori dan
belajar hal baru

Orientasi
Kemampuan
untuk
mengingat
kembali
informasi baru
Kesadaran
keselamatan
Aktivitas
struktur
Pengelolaan

Arteri Serebral
Media (MCA)
Hemiplegi
kontralateral
Test lapang
pandang
Membangun
tingkat
20

Hilangnya
lapang pandang
Disfasia global
Test
konsentrasi
pemahaman dan
kesadaran

MCA Superior Paresis fasial
dan ekstremitas
atas
Ekspresi
kurang
Kurangnya
kemampuan
bicara
Ideomotor
apraksia
Kemampuan
untuk meniru
gerakan
melalui
instruksi atau
gestural

Latihan
berulang
Program terapi
bicara yang
intensif
Aktivasi
anggota badan
yang terkena
MCA Inferior Hemianopia
homonimus
Disgrafia
Diskalkulia
Anosognosia
Agitasi
Test lapang
pandang
Wawancara
untuk menilai
tingkat
pemahaman
dan kesadaran
Menirukan
gestural
Saran untuk
melakukan
pemeriksaan
mata
Membangun
komunikasi
Latihan
penglihatan
Aktivasi
21

Wawancara
untuk
mengetahui
penyebab
agitasi
ekstremitas

Arteri Serebral
Posterior (PCA)
Kebutaan
kortikal
Bingung
Gangguan
memori
Kurangnya
persepsi
terhadap
bentuk, ukuran
dan warna
Test lapang
pandang
Orientasi
Kemampuan
untuk
mengingat
kembali
informasi baru

Meningkatkan
lapang pandang
Konsisten
terhadap
tugas/aktivitas


B. Lesi Anoksik/Hipoksik
Lesi anoksik/hipoksik dapat timbul pada kelainan yang berhubungan
dengan cedera otak akibat trauma atau pada keracunan karbon monoksida,
dengan bentuk penurunan kognitifnya bergantung pada durasi saat periode
kehilangan atau penurunan suplai darah otak. Neuropatologis yang
berhubungan dengan lesi anoksik/hipoksik seringkali meluas hingga
22

mengenai ganglia basal, thalamus, proyeksi white matter dan area kortikal
difus. Kelainan yang dapat terjadi yaitu ataksia, gejala ekstrapiramidal,
penurunan mental, gangguan memori, disartria, dispraksia, agnosia (tidak
mampu mengenali objek) dan prospagnosia (tidak mampu mengenali wajah)
dan kontrol perhatian terbatas.
8

Tabel 3. Prinsip panduan untuk rehabilitasi kognitif
8
1. Mengetahui luas cedera otak
2. Menilai tingkat tanggap/orientasi terhadap lingkungan
3. Menilai kepahaman pasien terhadap gangguan yang mereka alami
4. Mengubah lingkungan (meminimalisasi suara bising) dan mengarahkan
perhatian terhadap aktivitas terapi, dan mungkin memerlukan pengulangan
5. Menyesuaikan terapi untuk memaksimalkan pemahaman pasien mengenai
terapi yang dilakukan
6. Melakukan errorless learning sebagai bagian dari latihan terapi holistik
dan kegiatan berbasis lingkungan
7. Menggunakan sistem SMART (specific, measurable, achievable, realistic
and timed goals) dalam melakukan terapi (untuk meminimalisasi
kecemasan dan kebingungan pasien)
8. Memberikan umpan balik kepada pasien dan keluarga pasien untuk
menjaga kepatuhan terapi
9. Memfasilitasi untuk dilakukannya terapi di lingkungan maupun di rumah
23


C. Gangguan Emosional dan Tingkah Laku
Pasien dengan cedera otak umumnya akan mengalami gangguan
emosional dan tingkah laku. Gangguan emosional dengan cemas dan depresi
seringkali terjadi dan dapat mempengaruhi kepatuhan pasien dalam
melakukan terapi dan rehabilitasi. Gangguan bipolar, manik, gangguan
obsesif-kompulsif dan psikotik jarang terjadi pada pasien dengan cedera otak
dan memerlukan konsultasi dan dirujuk ke neuropsikiatri.
8
Pasien yang membaik pasca cedera otak mempunyai risiko yang tinggi
untuk terjadinya tindakan bunuh diri dan risiko ini menetap dimana
kemungkinan berhubungan dengan penggunaan alcohol atau obat-obatan
terlarang.
8

Gangguan tingkah laku dapat mengganggu kelangsungan terapi seperti
menendang petugas terapis, menggigit atau menggunakan bahasa yang tidak
baik selama terapi. Gangguan tingkah laku dapat ditangani dengan mudah
apabila pasien, keluarga pasien dan tim neurorehabilitasi dapat bekerja sama
dan membangun komunikasi yang baik.
8





24

Tabel 4. Komplikasi emosional-tingkah laku umum yang menyertai cedera
otak
8
Cedera otak akibat trauma
Apatis (86%)
Depresi (20-40%)
Cemas (10-25%)
Nyeri (>50%) : nyeri kepala, spastisitas, kontraktur
Menurunnya kontrol marah
PTSD (19-26%)
Keterlibatan dalam komunitas menurun
Kualitas hubungan menurun
Ketidakmampuan untuk kembali bekerja
Gangguan tingkah laku berat (agresi; disinhibisi
verbal, fisik dan seksual)
Stroke
Apatis (57%)
Depresi (20-40%)
Cemas (30%)
Nyeri (spastisitas, kontraktur)
Anoksik/Hipoksik
Apatis (79%)
Depresi
Cemas
Agitasi
Menurunnya kontrol marah
25

Tingkah laku seperti anak kecil/egosentris
Gangguan tingkah laku berat (kurangnya inisiasi,
disinhibisi)

1. Pendekatan manajemen tingkah laku
Ada berbagai macam strategi penanganan tingkah laku yang dapat
digunakan untuk meningkatkan atau menurunkan tingkah laku. Metode yang
dapat digunakan yaitu chaining (mengajarkan beberapa seri tugas secara
bersamaan), modeling (memulai dan mendemonstrasikan aktivitas), shaping
(secara bertahap memodifikasi perilaku pasien sesuai dengan kehendak
terapis) dan desensitisasi sistematik (secara bertahap meningkatkan tugas
dengan diselingi relaksasi) dapat digunakan untuk meningkatkan kepatuhan
terapi dan mempelajari hal baru.
8

2. Gangguan tingkah laku berat
Walaupun jarang terjadi, namun gangguan tingkah laku berat dapat
terjadi akibat penanganan yang terganggu seperti terapis yang terluka atau
keluarga pasien yang stress. Agresi verbal dan fisik berat dapat timbul pada
pasien yang memperoleh kembali kesadaran tetapi memiliki sisa gejala agitasi
dan kebingungan.
8

26

Sebagai alternatif, berdasarkan level fungsi kognitif pasien
(kemampuan untuk mengingat dan konsentrasi), manajemen cemas dapat
digunakan untuk meningkatkan kesadaran akan timbulnya cemas.
Tabel 5. Pendekatan tingkah laku
8
Penurunan stimulasi
Meningkatkan prediktabilitas terapis dengan memberikan tanda ketika aktivitas
akan dimulai atau selesai
Memperkuat perilaku yang masih sesuai (jika ada)
Menyingkirkan perilaku yang tidak diinginkan (seperti meludah pada terapis)
Memberikan penghargaan untuk tingkah laku yang baik (seperti berpartisipasi
dalam percakapan selama permainan tanpa berteriak kepada terapis)
Memberikan hukuman jika timbul tingkah laku yang tidak diinginkan
Time Out On The Spot (TOOTS) yaitu menghentikan aktivitas untuk jangka
waktu tertentu apabila timbul tingkah laku yang tidak diinginkan

D. Gangguan Emosional
Pasca cedera otak, gangguan emosional dapat terjadi secara langsung
dari lesi neurologis [hilang atau terganggunya koneksi neuron spesifik
(misalnya tertawa dan menangis tanpa sebab) atau dapat bersamaan dengan
factor psikologis internal seperti sikap dalam menghadapi kecacatan dan diri
sendiri untuk mengurangi kualitas hidup. Kemungkinan hal tersebut dapat
27

timbul sebagai akibat dari dampak gangguan fungsional dalam keterlibatan
sosial.
8
Psikoterapi yang dilakukan pasca lesi otak seringkali memerlukan
adaptasi dengan tujuan meminimalisasi dampak dari penurunan kognitif
dimana terapi emosional-tingkah laku diakui dapat meningkatkan manajemen
pasien terhadap cemas, depresi, iritabilitas dan gangguan stress pasca trauma.
8


















28

DAFTAR PUSTAKA

1. Duus, Peter. 1996. Diagnosis Topik Neurologi. Jakarta : EGC.
2. Ginsberg, Lionel. 2005. Lecture Notes : Neurologi. Jakarta : Erlangga.
3. Harsono. 2005. Kapita Selekta Neurologi. Yogyakarta : Gajah Mada University
Press.
4. Lumbantobing. 2008. Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental. Jakarta :
Balai Penerbit FK-UI.
5. Marjono, Mahar dan Priguna Sidharta. 2006. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta :
Dian Rakyat.
6. Sidharta, Priguna. 1999. Neurologi Klinis dalam Praktek Umum. Jakarta : Dian
Rakyat.
7. Snell, Richard S. 2006. Neuroanatomi Klinik. Jakarta : EGC.
8. Lennon S, Stokes M. 2009. Pocketbook of Neurological Physiotherapy. London :
Churchill Livingstone Elsevier.

Anda mungkin juga menyukai