Anda di halaman 1dari 15

1

Diagnosa dan Tatalaksana Perdarahan Post Partum et causa Atonia Uteri


Ivan Laurentius S
102011265 / D3
Mahasiswa FK UKRIDA Semester 6
FK UKRIDA 2011
Jalan Arjuna Utara No. 6, Jakarta 11510
E-mail: archgear@gmail.com

Pendahuluan
Perdarahan post partum (postpartum hemorrhage, PPH) adalah hilangnya darah >500
ml secara cepat atau lambat setelah melahirkan. PPH dini terjadi dalam waktu 24 jam setelah
melahirkan. PPH lanjut dapat terjadi 24 jam sampai 4 minggu setelah melahirkan. PPH dini
dapat disebabkan oleh masalah plasenta, atonia uteri, robekan jalan lahir, rupture uteri,
diskrasia darah, atau salah penatalaksaan kala tiga persalinan. Biasanya perdarahan
postpartum lanjut disebabkan oleh hasil konsepsi yang tertinggal.
1
Perdarahan post partum merupakan penyebab kematian maternal terbanyak. Semua
wanita yang sedang hamil 20 minggu memiliki resiko perdarahan post partum dan
sekuelenya. Walaupun angka kematian maternal telah turun secara drastis di negara-negara
berkembang, perdarahan post partum tetap merupakan penyebab kematian maternal terbesar
secara global.
Atonia uteri merupakan penyebab terbanyak perdarahan post partum dini (50%), dan
merupakan alasan paling sering untuk melakukan histerektomi peripartum. Kontraksi uterus
merupakan mekanisme utama untuk mengontrol perdarahan setelah melahirkan. Atonia uteri
terjadi karena kegagalan mekanisme ini. Perdarahan post partum secara fisiologis dikontrol
oleh serabut-serabut myometrium yang mengelilingi pembuluh darah yang memvaskularisasi
daerah implantasi plasenta. Atonia uteri terjadi apabila serabut-serabut myometrium tersebut
tidak berkontraksi.

Anamnesis
Ada beberapa hal penting yang perlu ditanyakan pada saat anamnesis:
1. Identitas
Sering terjadi pada ibu usia dibawah 20 tahun dan diatas 35 tahun
2. Keluhan utama
2

Perdarahan dari jalan lahir, badan lemah, limbung, keluar keringat dingin, kesulitan
nafas, pusing, pandangan berkunang-kunang.
3. Riwayat kehamilan dan persalinan
Riwayat hipertensi dalam kehamilan, preeklamsia / eklamsia, bayi besar, gamelli,
hidroamnion, grandmulti gravida, primimuda, anemia, perdarahan saat hamil. Persalinan
dengan tindakan, robekan jalan lahir, partus precipitatus, partus lama/kasep,
chorioamnionitis, induksi persalinan, manipulasi kala II dan III.
4. Riwayat kesehatan
Kelainan darah dan hipertensi


Pada kasus ditemukan seorang wanita telah melahirkan seorang bayi laki-laki yaitu
anaknya yang ketiga pada jam 15.30. Persalinannya berjalan lancar. Ketika perawat
memeriksanya pada jam 16.10, pasien berada dalam keadaan kurang sadar dan pucat.
Pemeriksaan fisik mendapatkan hasil tekanan darah 90/70 mmHg, nadi 100x/menit,
pernafasan 20x/menit, dan suhu 37C. Fundus uteri setinggi pusat, konsistensi kenyal. Dari
vagina tampak mengalir darah.
Pada kasus ini, anamnesis dilakukan dengan cara alloanamnesis, yaitu secara
tidak langsung dengan pasien, melalui suami atau keluarga terdekat. Hal ini karena pasien
berada dalam keadaan kurang sadar. Di antara hal-hal yang harus ditanyakan pada anamnesis
adalah seperti berikut.
Waktu persalinan dan durasi persalinan
Apakah bayi besar? Apakah melahirkan bayi kembar?
Apakah persalinan dibantu dengan alat seperti vakum dan/atau forseps?
Apakah plasenta telah keluar lengkap?
Riwayat persalinan sebelumnya, status GPA (Gravid, Partus, Abortus)
Riwayat perdarahan postpartum pada persalinan dahulu
Apakah ada komplikasi selama kehamilan seperti hidramnion
Riwayat keluarga dengan kelainan pembekuan darah.


Pemeriksaan Fisik
1. Pemerikasan tanda tanda vital
Pemeriksaan suhu badan
Suhu biasanya meningkat sampai 380C dianggap normal. Setelah satu hari suhu akan
kembali normal (36 37C), terjadi penurunan akibat hipovolemia.
3

Nadi
Denyut nadi akan meningkat cepat karena nyeri, biasanya terjadi hipovolemia yang
semakin berat.
Tekanan darah
Tekanan darah biasanya stabil, memperingan hipovolemia.
Pernafasan
Bila suhu dan nadi tidak normal pernafasan juga menjadi tidak normal.
2

2. Pemeriksaan fisik
Pucat, dapat disertai tanda-tanda syok, tekanan darah rendah, denyut nadi cepat, kecil,
ekstremitas dingin serta tampak darah keluar melalui vagina terus menerus
3. Pemeriksaan obstetri
Mungkin kontraksi usus lembek, uterus membesar bila ada atonia uteri. Bila kontraksi
uterus baik, perdarahan mungkin karena luka jalan lahir
4. Pemeriksaan ginekologi:
Dilakukan dalam keadaan baik atau telah diperbaiki, dapat diketahui kontraksi uterus,
luka jalan lahir dan retensi sisa plasenta.


Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan darah lengkap harus dilakukan sejak periode antenatal. Kadar
hemoglobin di bawah 10 g/dL berhubungan dengan hasil kehamilan yang buruk.
Pemeriksaan golongan darah dan tes antibodi harus dilakukan sejak periode antenatal.
Perlu dilakukan pemeriksaan faktor koagulasi seperti waktu perdarahan dan waktu
pembekuan
.

2. Pemeriksaan radiologi
Onset perdarahan post partum biasanya sangat cepat. Dengan diagnosis dan
penanganan yang tepat, resolusi biasa terjadi sebelum pemeriksaan laboratorium atau
radiologis dapat dilakukan. Berdasarkan pengalaman, pemeriksaan USG dapat
membantu untuk melihat adanya jendalan darah dan retensi sisa plasenta
USG pada periode antenatal dapat dilakukan untuk mendeteksi pasien dengan resiko
tinggi yang memiliki faktor predisposisi terjadinya perdarahan post partum seperti
plasenta previa. Pemeriksaan USG dapat pula meningkatkan sensitivitas dan
spesifisitas dalam diagnosis plasenta akreta dan variannya.
3,4

4


Diagnosis Kerja
Definisi PPH adalah perdarahan yang melebihi 500 ml setelah bayi lahir. Pada
praktisnya tidak perlu mengukur jumlah perdarahan sebanyak itu sebab menghentikan
perdarahan dini akan memerikan prognosis lebih baik. Pada umumnya bila terdapat
perdarahan yang lebih dari normal, apalagi telah menyebabkan perubahan tanda vital (seperti
kesadaran menurun, pucat, limbung, berkeringat dingin, sesak napas, serta tensi <90 mmHg
dan nadi >100/menit), maka penangan harus segera dilakukan.
Efek perdarahan terhadap ibu hamil bergantung pada volume darah saat ibu hamil,
seberapa tingkat hipervolemia yang sudah dicapai dan kadar hemoglobin sebelumnya.
Anemia dalam kehamilan yang masih tinggi di Indonesia serta fasilitas transfusi darah yang
masih terbatas menyebabkan PPH akan mengganggu penyembuhan pada masa nifas, proses
involusi dan laktasi. PPH bukanlah suatu diagnosis akan tetapi suatu kejadian yang harus
dicari kausalnya. Misalnya, PPH karena atoni uteri, PPH oleh karena robekan jalan lahir,
PPH oleh karena sisa plasenta atau oleh karena gangguan pembekuan darah. Sifat perdarahan
pada PPH bisa banyak, bergumpal-gumpal sampai menyebabkan syok atau terus merembes
sedikit demi sedikit tanpa henti.
Berdasarkan saat terjadinya PPH dapat dibagi menjadi PPH primer, yang terjadi
dalam 24 jam pertama dan biasanya disebabkan oleh atonia uteri, berbagai robekan jalan lahir
dan sisa sebagian plasenta. Dalam kasus yang jarang, bisa karena inversion uteri. PPH
sekunder yang terjadi seetelah 24 jam persalinan, biasanya oleh karena sisa plasenta.
Atonia uteri adalah keadaan lemahnya tonis / kontraksi rahim yang menyebabkan
uterus tidak mampu menutup perdarahan terbuka dari tempat implantasi plasenta setelah bayi
dan plasenta lahir. Diagnosisnya ditegakkan bila setelah bayi dan plasenta lahir ternyata
perdarahan masih aktif dan banyak, bergumpal dan pada palpasi didapatkan fundus uteri
masih setinggi pusat atau lebih dengan kontraksi yang lembek. Perlu diperhatikan bahwa
pada saat atonia uteri didiagnosis, maka pada saat itu juga masih ada darah sebanyak 500
1000 cc yang sudah keluar dari pembuluh darah, tetapi masih terperangkap dalam uterus dan
harus diperhitungkan dalam kalkulasi pemberian darah pengganti.
3
Adapun faktor predisposisi terjadinya atonia uteri: umur, paritas, partus lama dan
partus terlantar, obstetri operatif dan narkosa, uterus terlalu regang dan besar misalnya pada
gemelli, hidramnion atau janin besar, kelainan pada uterus seperti mioma uteri, uterus
couvelair pada solusio plasenta, faktor sosio ekonomi yaitu malnutrisi.

5

Diagnosis Banding
1. Robekan Jalan Lahir
Pada umumnya robekan jalan lahir terjadi pada persalinan dengan trauma.
Pertolongan persalinan yang semakin manipulative dan traumatic akan memudahkan robekan
jalan lahir dan karena itu dihindarkan memimpin persalinan pada saat pembukaan serviks
belum lengkap. Robekan jalan lahir biasanya akibat episiotomi, robekan spontan perineum,
trauma forceps atau vakum ekstraksi, atau karena versi ekstrasi.
Robekan yang terjadi bisa ringan (lecet, laserasi), luka episiotomi, robekan perineum
spontan derajat ringan sampai rupture peritonei totalis (sfingter ani terputus), robekan pada
dinding vagina, forniks uteri, serviks, daerah sekitar klitoris dan uretra, dan bahkan, yang
terberat, ruptura uteri. Oleh karena itu, pada setiap persalinan hendaklah dilakukan inspeksi
yang teliti untuk mecari kemungkinan adanya robekan ini. Perdarahan yang terjadi saat
kontraksi uterus baik, biasanya, karena ada robekan atau sisa plasenta. Pemeriksaan dapat
dilakukan dengan cara melakukan inspeksi pada vulva, vagina, dan serviks dengan memakai
spekulum untuk mencari sumber perdarahan dengan ciri warna darah yang merah segar dan
pulsatif sesuai denyut nadi. Perdarahan karena rupture uteri dapat diduga pada persalinan
macet atau kasep, atau uterus dengan lokus minoris resistensia danadanya atonia uteri dan
tanda cairan bebas intraabdominal. Semua sumber perdaragan yang terbuka harus diklem,
diikat dan luka ditutup dengan jahitan cat-gut lapis demi lapis sampai perdarahan terhenti.
3

2. Retensio Plasenta
Bila plasenta tetap tertinggal dalam uterus setengah jam setelah anak lahir disebut
sebgai retensio plasenta. Plasenta yang sukar dilepaskan dengan pertolongan aktif kala tiga
bisa disebabkan oleh adhesi yang kuat antara palsenta dan uterus. Disebut sebgai plasenta
akreta bila implantasi menembus desidua basalis dan Nitabuch layer, disebut sebgai plasenta
inkreta bila plasenta sampai menembus myometrium dan disebut plasenta perkreta bili vili
korialis sampai menebus perimetrium.
Faktor perdisposisi terjadinya palsenta akreta adalah plasenta previa, bekas seksio
sesarea, pernah kuret berulang, dan multiparitas. Bila sebagian kecil dari plasenta masih
tertinggal dalm uterus disebut rest palcenta dan dapat menimbulkan PPH primer atau (lebih
sering) sekunder. Proses kala III didahului dengan tahap pelepasan / separasi plasenta akan
ditandai oleh perdarahan pervaginam (cara pelepasan Duncan) atau plasenta sudah sebagian
lepas tetapi tidak keluar pervaginam (cara pelepasan Schultze), sampai akhirnya tahap
ekspulsi, plasenta lahir. Pada retensio plasenta, sepanjang plasenta belum terlepas, maka tidak
6

akan menimbulkan perdarahan. Sebagian plasenta yang sudah lepas dapat menimbulkan
perdarahan yang cukup banyak (perdarahan kala III) dan harus diantisipasi dengan segera
melakukan placenta manual, meskipun kala uri belum lewat setengah jam.
Sisa plasenta bisa diduga bila kala uri berlangsung tidak lancar, atau setelah
melakukan plasenta manual atau amenemukan adanya kotiledon yang tidak lengkap pada saat
melakukan pemeriksaan plasenta dan masih ada perdarahan dari ostium uteri eksternum pada
saat kontraksi rahim sudah baik dan robekan jalan lahir sudah terjahit. Untuk itu, harus
dilakukan eksplorasi ke dalam rahim dengan cara manual / digital atau kuret dan pemebrian
uterotonika. Anemia yang ditumbulkan setelah perdarahan dapat diberi transfuse darah sesuai
keperluannya.
3

3. Inversi Uterus
Kegawatdaruratan pada kala III yang dapat menimbulkan perdarahan adalah
terjadinya inversi uterus. Inversi uterus adalah keadaan di mana lapisan dalam uterus
(endometrium) turun dan keluar lewat ostium uteri eksternum, yang dapat bersifat inkomplit
sampai komplit.
Faktor-faktor yang memungkinkan hal itu terjadi adalah adanya atonia uteri, serviks
yang masih terbuka lebar, dan adanya kekuatan yang menarik fundus ke bawah (misalnya
karena plasenta akreta, inkreta dan perkreta, yang tali pusatnyta ditarik keras dari bawah) atau
ada tekan pada fundus uteri dari atas (maneuver Crede) atau tekanan intraabdominal yang
keras dan tiba-tiba (misalnya batuk keras atau bersin).
Inversi uteri ditandai dengan tanda-tanda:
Syok karena kesakitan.
Perdarahan banyak bergumpal.
Di vulva tampak endometrium terbalik dengan atau tanpa plasenta yang masih
melekat.
Bila baru terjadi, maka prognosis cukup baik akan tetapi bila kejadiannya cukup lama,
maka jepitan serviks yang mengecil akan membuat uterus mengalami iskemia,
nekrosis, dan infeksi.
3


4. Perdarahan karena Gangguan Pembekuan Darah
Kausal PPH karena gangguan pembekuan darah baru dicurigai bila penyebab yang
lain dapat disingkirkan apalagi ada riwayat pernah mengalami hal yang sama pada persalinan
7

sebelumnya. Akan ada tendensi mudah terjadi perdarahan setiap dilakukan penjahitan dan
perdarahan akan merembes atau timbul hematoma pada bekas jahitan, suntikan, perdarhan
dari gusi, rongga hidung, dan lain-lain.
Pada pemeriksaan penunjang ditemukan hasil pemeriksaan faal hemostasis yang
abnormal. Waktu perdarahan dan waktu pembekuan memanjang, trombositopenia, terjadi
hipofibrinogenemia, dan terdeteksi adanya FDP (fibrin degradation product) serta
perpanjangan tes protrombin dan PTT (partial tromboplastin time).
Predisposisi untuk terjadinya hal ini adalah solusio plasenta, kematian janin dalam
kandungan, eklampsia, emboli cairan ketuban, dan sepsis. Terapi yang dilakukan adalah
dengan transfusi darah dan produknya seperti plasma beku segar, trombosit, fibrinogen dan
heparinisasi atau pemberian EACA (epsilon amino caproic acid).
3

Gejala dan Tanda Penyulit Diagnosis Kerja
Uterus tidak berkontraksi dan
lembek.
Perdarahan segera setelah anak
lahir
Syok
Bekuan darah pada
serviks atau posisi
telentang akan
menghambat aliran
darah keluar
Atonia uteri
Darah segar mengalir segera
setelah bayi lahir
Uterus berkontraksi dan keras
Plasenta lengkap
Pucat
Lemah
Menggigil

Robekan jalan lahir
Plasenta belum lahir setelah 30
menit
Perdarahan segera
Uterus berkontraksi dan keras
Tali pusat putus akibat
traksi berlebihan
Inversio uteri akibat
tarikan
Perdarahan lanjutan
Retensio plasenta
Plasenta atau sebagian selaput Uterus berkontraksi
tetapi tinggi fundus tidak
Retensi sisa plasenta
8

tidak lengkap
Perdarahan segera
berkurang
Uterus tidak teraba
Lumen vagina terisi massa
Tampak tali pusat (bila plasenta
belum lahir)
Neurogenik syok
Pucat dan limbung
Inversio uteri
Hasil pemeriksaan hemostasis
abnormal
BT & CT memanjang,
trombositopenia,
hipofibrinogenemia, FDP +, Pt &
APTT memanjang
Anemia

Perdarahan karena
Gangguan pembekuan
darah
Tabel 1. Penilaian Klinik untuk Menentukan Penyebab Perdarahan Post Partum.
2


Epidemiologi
Kehamilan yang berhubungan dengan kematian maternal secara langsung di Amerika
Serikat diperkirakan 7 10 wanita tiap 100.000 kelahiran hidup. Data statistik nasional
Amerika Serikat menyebutkan sekitar 8% dari kematian ini disebabkan oleh perdarahan post
partum. Di negara industri, perdarahan post partum biasanya terdapat pada tiga peringkat
teratas penyebab kematian maternal, bersaing dengan embolisme dan hipertensi. Di beberapa
negara berkembang angka kematian maternal melebihi 1000 wanita tiap 100.000 kelahiran
hidup, dan data WHO menunjukkan bahwa 25% dari kematian maternal disebabkan oleh
perdarahan post partum dan diperkirakan 100.000 kematian matenal tiap tahunnya.
Frekuensi perdarahan post partum yang dilaporkan Mochtar, R. dkk. Pada tahun
1965-1969 di R.S. Pirngadi Medan adalah 5,1% dari seluruh persalinan. Dari laporan-laporan
baik di negara maju maupun di negara berkembang angka kejadian berkisar antara 5%
sampai 15%. Dari angka tersebut, diperoleh sebaran etiologi antara lain: atonia uteri (50 60
%), sisa plasenta (23 24 %), retensio plasenta (16 17 %), laserasi jalan lahir (4 5 %),
kelainan darah (0,5 0,8 %).
5


Etiologi
9

Overdistensi uterus, baik absolut maupun relatif, merupakan faktor resiko mayor
terjadinya atonia uteri. Overdistensi uterus dapat disebabkan oleh kehamilan ganda, janin
makrosomia, polihidramnion atau abnormalitas janin (misal hidrosefalus berat), kelainan
struktur uterus atau kegagalan untuk melahirkan plasenta atau distensi akibat akumulasi darah
di uterus baik sebelum maupun sesudah plasenta lahir
Lemahnya kontraksi miometrium merupakan akibat dari kelelahan karena persalinan
lama atau persalinan dengan tenaga besar, terutama bila mendapatkan stimulasi. Hal ini dapat
pula terjadi sebagai akibat dari inhibisi kontraksi yang disebabkan oleh obat-obatan, seperti
agen anestesi terhalogenisasi, nitrat, obat-obat antiinflamasi nonsteroid, magnesium sulfat,
beta-simpatomimetik dan nifedipin. Penyebab lain yaitu plasenta letak rendah, toksin bakteri
(korioamnionitis, endomiometritis, septikemia), hipoksia akibat hipoperfusi atau uterus
couvelaire pada abruptio plasenta dan hipotermia akibat resusitasi masif. Data terbaru
menyebutkan bahwa grandemultiparitas bukan merupakan faktor resiko independen untuk
terjadinya perdarahan post partum.
5

Patofisiologi
Pada dasarnya perdarahan terjadi karena pembuluh darah didalam uterus masih
terbuka. Pelepasan plasenta memutuskan pembuluh darah dalam stratum spongiosum
sehingga sinus-sinus maternalis ditempatin sersinya plasenta terbuka. Pada waktu uterus
berkontraksi, pembuluh darah yang terbuka tersebut akan menutup, kemudian pembuluh
darah tersumbat oleh bekuan darah sehingga perdarahan akan terhenti. Adanya gangguan
retraksi dan kontraksi otot uterus, akan menghambat penutupan pembuluh darah dan
menyebabkan perdarahan yang banyak. Keadaan demikian menjadi faktor utama penyebab
perdarahan paska persalinan. Perlukaan yang luas akan menambah perdarahan seperti
robekan servix, vagina dan perinium.
Dalam persalinan pembuluh darah yang ada di uterus terus melebar untuk
meningkatkan sirkulasi ke sana, atoni uteri dan subinvolusi uterus menyebabkan kontraksi
uterus menurun sehingga pembuluh darah pembuluh darah yang melebar tadi tidak
menutup sempurna sehingga perdarahan terjadi terus menerus. Trauma jalan lahir seperti
epiotomi yang lebar, laserasi perineum, dan rupture uteri juga menyebabkan perdarahan
karena terbukanya pembuluh darah. Penyakit pada darah ibu misalnya fibrinogemia atau
hipofibrinogemia karena tidak adanya atau kurangnya fibrin untuk membantu proses
pembekuan darah juga merupakan penyebab dari perdarahan postpartum. Perdarahan yang
sulit dihentikan bisa mendorong pada keadaan shok hemoragik.
4

10


Manifestasi Klinis
Perdarahan postpartum dapat berupa perdarahan yang hebat dan menakutkan sehingga
dalam waktu singkat ibu dapat jatuh ke dalam keadaan syok. Atau dapat berupa perdarahan
yang berlagsung secara gradual sehingga akhirnya menjadi banyak dan menyebabkan ibu
lemas ataupun jatuh ke dalam syok. Antara gejala klinis pada perdarahan postpartum adalah
seperti berikut:
1. Perdarahan yang tidak dapat dikontrol
2. Penurunan tekanan darah
3. Peningkatan denyut nadi
4. Pembengkakan dan nyeri pada jaringan daerah vagina dan sekitar perineum.

Pada perdarahan post partum karena atoni uteri, dapat timbul manifestasi klinis
berikut:
Perdarahan pervaginam
Perdarahan yang terjadi pada kasus atonia uteri sangat banyak dan darah tidak
merembes. Yang sering terjadi adalah darah keluar disertai gumpalan, hal ini terjadi karena
tromboplastin sudah tidak mampu lagi sebagai anti pembeku darah.
Konsistensi rahim lunak
Gejala ini merupakan gejala terpenting/khas atonia dan yang membedakan atonia
dengan penyebab perdarahan yang lainnya.
Fundus uteri naik
Disebabkan adanya darah yang terperangkap dalam cavum uteri dan menggumpal.
Terdapat tanda-tanda syok
Tekanan darah rendah, denyut nadi cepat dan kecil, ekstremitas dingin, pucat, gelisah,
mual dan lain-lain.


Penatalaksanaan
1. Penanganan umum
a. Sikap Trendelenburg, memasang venous line dan memberikan oksigen.
b. Sekaligus merangsang kontraksi uterus dengan cara :
masase fundus uteri dan merangsang puting susu
pemberian oksitosin dan turunan ergot secara im, iv atau sc.
11

Memberikan derivat prostaglandin F
2
(carboprost tromethamine) yang kadang
memberikan efek samping berupa diare, hipertensi, mual muntah, febris dan
takikardia.
Pemberian misoprostol 800 1000 ug per-rektal
kompresi bimanual eksternal dan atau internal
kompresi aorta abdominalis
pemasangan tampon kondom, kondom dalam kavum uteri disambung dengan
kateter, difiksasi dengan karet gelang dan diisi cairan infus 200 ml yang akan
mengurangi perdarahan dan menghindari tindakan operatif.
Tindakan memasang tampon kasa utero-vaginal tidak dianjurkan dan hanya
bersifat temporer sebelum tindakan bedah ke rumah sakit rujukan.
c. Bila semua tindakan itu gagal maka dipersiapkan untuk dilakukan tindakan operatif
laparotomi dengan pilihan bedah konservatif (mempertahankan uterus) atau
melakukan histerektomi. Alternatifnya berupa:
ligasi arteria uterina atau arteria ovarica
operasi ransel B Lynch
supra vaginal histerektomi
total abdominal histerektomi.
2


12


Diagram 1. Penilaian Klinik Atonia Uteri
2

2. Tindakan preventif
Langkah berikutnya dalam upaya mencegah atonia uteri ialah melakukan penanganan
kala tiga secara aktif, yaitu:
1. Menyuntikan Oksitosin
Memeriksa fundus uteri untuk memastikan kehamilan tunggal.
Menyuntikan Oksitosin 10 IU secara intramuskuler pada bagian luar paha kanan 1/3
atas setelah melakukan aspirasi terlebih dahulu untuk memastikan bahwa ujung jarum
tidak mengenai pembuluh darah.
2. Peregangan Tali Pusat Terkendali
Memindahkan klem pada tali pusat hingga berjarak 5-10 cm dari vulva atau
menggulung tali pusat.
13

Meletakan tangan kiri di atas simpisis menahan bagian bawah uterus, sementara
tangan kanan memegang tali pusat menggunakan klem atau kain kasa dengan jarak 5-
10 cm dari vulva.
Saat uterus kontraksi, menegangkan tali pusat dengan tangan kanan sementara tangan
kiri menekan uterus dengan hati-hati ke arah dorso-kranial.
3. Mengeluarkan plasenta
Jika dengan penegangan tali pusat terkendali tali pusat terlihat bertambah panjang dan
terasa adanya pelepasan plasenta, minta ibu untuk meneran sedikit sementara tangan
kanan menarik tali pusat ke arah bahwa kemudian ke atas sesuai dengan kurve jalan
lahir hingga plasenta tampak pada vulva.
Bila tali pusat bertambah panjang tetapi plasenta belum lahir, pindahkan kembali
klem hingga berjarak 5-10 dari vulva.
Bila plasenta belum lepas setelah mencoba langkah tersebut selama 15 menit.
Suntikan ulang 10 IU Oksitosin i.m - Periksa kandung kemih, lakukan kateterisasi bila
penuh.
Tunggu 15 menit, bila belum lahir lakukan tindakan plasenta manual
4. Setelah plasenta tampak pada vulva, teruskan melahirkan plasenta dengan hati-hati.
Bila terasa ada tahanan, penegangan plasenta dan selaput secara perlahan dan sabar
untuk mencegah robeknya selaput ketuban.
5. Masase Uterus
Segera setelah plasenta lahir, melakukan masase pada fundus uteri dengan menggosok
fundus secara sirkuler menggunakan bagian palmar 4 jari tangan kiri hingga kontraksi
uterus baik (fundus teraba keras)
6. Memeriksa kemungkinan adanya perdarahan pasca persalinan
Kelengkapan plasenta dan ketuban
Kontraksi uterus
Perlukaan jalan lahir.
6


Prognosis
Perdarahan post partum masih merupakan ancaman yang tidak terduga walaupun
dengan pengawasan yang sebaik-baiknya, perdarahan postpartum masih merupakan salah
satu sebab kematian ibu yang penting. Sebaliknya menurut pendapat para ahli kebidanan
modern Perdarahan post partum tidak perlu membawa kematian pada ibu bersalin.
14

Pendapat ini memang benar bila kesadaran masyarakat tentang hal ini sudah tinggi dan dalam
klinik tersedia banyak darah dan cairan serta fasilitas lainnya. Dalam masyarakat kita masih
besar anggapan bahwa darahnya adalah merupakan hidupnya karena itu mereka menolak
menyumbangkan darahnya, walaupun untuk menolong jiwa istri dan keluarganya sendiri.
Pada perdarahan post partum, dilaporkan angka kematian ibu 7,9 %. Tingginya angka
kematian ibu karena banyak penderita yang dikirim dari luar dengan keadaan umum yang
sangat jelek dan anemis dimana tindakan apapun kadang-kadang tidak menolong.
7


Komplikasi
Anemia
Anemia terjadi akibat banyaknya darah yang keluar dan menyebabkan perubahan
hemostasis dalam darah, juga termasuk hematokrit darah. Anemia dapat berlanjut menjadi
masalah apabila tidak ditangani, yaitu pusing dan tidak bergairah dan juga akan berdampak
juga pada asupan ASI bayi.
Sindrom Sheehan
Hal ini terjadi karena, akibat jangka panjang dari perdarahan postpartum sampai syok.
Sindrom ini disebabkan karena hipovolemia yang dapat menyebabkan nekrosis kelenjar
hipofisis. Nekrosis kelenjar hipofisis dapat mempengaruhi sistem endokrin.
Syok hemoragik
Akibat terjadinya perdarahan, ibu akan mengalami syok dan menurunnya kesadaran
akibat banyaknya darah yang keluar. Hal ini menyebabkan gangguan sirkulasi darah ke
seluruh tubuh dan dapat menyebabkan hipovolemia berat. Apabila hal ini tidak ditangani
dengan cepat dan tepat, maka akan menyebabkan kerusakan atau nekrosis tubulus renal dan
selanjutnya merusak bagian korteks renal yang dipenuhi 90% darah di ginjal. Bila hal ini
terus terjadi maka akan menyebabkan ibu tidak terselamatkan.
4

Kesimpulan
Perdarahan post partum (PPH) adalah hilangnya darah >500 ml secara cepat atau
lambat setelah melahirkan. Berdasarkan kausanya, PPH dapat dibagi karena atonia uteri,
robekan jalan lahir, retensio plasenta, inversi uterus, dan gangguan pembekuan darah.
Diagnosa dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik obstetri dan
ginekologi serta pemeriksaan laboratorium darah.

15

Daftar Pustaka
1. Benson RC, Pernoll ML. Buku Saku Obstetri & Ginekologi. 9th ed. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC; 2009.h.173.
2. Saifuddin AB, Adriansz G, Wiknjosastro G, H., Waspodo G, editors. Buku Acuan
Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo; 2002.
3. Prawirohardjo S, Wiknjosastro H, Sumapraja S, Saifuddin AB, editors. Ilmu Kebidanan.
4th ed. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2010.h.522-9.
4. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Rouse DJ, Spong CY. Obstetri
Williams. Vol 1. 23rd ed. Jakarta: Balai Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2009.h.759-97.
5. Manuaba IBG, Manuaba IAC, Manuaba IBGF. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2007.h.810-27.
6. Supriyadi Teddy, Gunawan Johanes. Perdarahan postpartum. Kapita selekta kedaruratan
obstetri dan ginekologi. 2nd ed. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 1994.h. 358-61.
7. Sunatrio, Gunawarman B. Ilmu Bedah Kebidanan. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo; 2005. h.270-1.

Anda mungkin juga menyukai