i
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Darah
Darah merupakan bagian penting dari sistem transport tubuh. Darah
merupakan jaringan yang berbentuk cairan (Dep kes RI, 1989). Darah
diproduksi dalam sumsum tulang dan nodus limpa. Volume darah manusia
sekitar 7% - 10% berat badan normal dan berjumlah sekitar 5 liter, jumlah ini
berbeda tiap-tiap orang. Darah terdiri dari 2 komponen yaitu plasma darah
dan butir-butir darah. Plasma darah adalah bagian cair darah yang sebagian
besar terdiri atas air, elektrolit dan protein darah. Butir-butir darah (Blood
corpuscles) terdiri atas 3 elemen yaitu eritrosit (sel darah merah), leukosit (sel
darah putih), dan trombosit (butir pembeku/platelet) (Wiwik Handayani dan
Andi Sulistyo Haribowo, 2008).
Plasma darah adalah sel darah yang tersuspensi didalam suatu cairan.
Cairan plasma membentuk 45 sampai 60% dari volume darah total, sel darah
merah (SDM) menempati sebagian besar volume sisanya. Sel darah putih
dan trombosit, walaupun secara fungsional penting, menempati bagian yang
relatif kecil dari massa darah total. Proporsi sel dan plasma diatur dan dijaga
dengan relatif konstan. Protein plasma merupakan pengangkut utama zat gizi
dan produk sampingan metabolik ke organ-organ tujuan untuk penyimpanan
atau ekskresi.
4
ii
ii
Eritrosit mengandung pigmen pengangkut oksigen yaitu hemoglobin.
Untuk melakukan fungsi utamanya mengangkut oksigen ke jaringan, eritrosit
harus memenuhi beberapa kriteria: pertama harus mempertahankan struktur
bikonkaf untuk memaksimalkan pertukaran gas; kedua, harus dapat berubah
bentuk (lentur) agar dapat masuk kedalam kapiler mikrosirkulasi yang halus;
dan harus memilki lingkungan internal yang konstan agar hemoglobin tetap
berada dalam bentuk tereduksi sehingga dapat mengangkut oksigen.
Darah dalam sirkulasi mengandung sekitar 4000 sampai 11.000 sel
darah putih per mikroliter. Sel darah putih bertanggung jawab terhadap
pertahanan tubuh dan diangkut oleh darah ke berbagai jaringan tempat sel-sel
tersebut melakukan fungsi fisiologiknya (Ronald A.Sacher, 2004).
Dalam keadaan fisiologis, darah selalu berada dalam pembuluh darah,
sehingga dapat menjalankan fungsinya sebagai berikut:
1. Sebagai alat pengangkut yang meliputi hal-hal berikut ini:
a. Mengangkut gas oksigen (O
2
) dan karbondioksida (CO
2
).
b. Mengangkut sisa-sisa atau ampas dari hasil metabolisme jaringan
berupa urea, kreatinin dan asam urat.
c. Mengangkut sari makanan yang diserap melalui usus untuk disebarkan
ke seluruh jaringan tubuh.
d. Mengangkut hasil-hasil metabolisme jaringan.
2. Mengatur keseimbangan cairan tubuh.
3. Mengatur panas tubuh.
4. Berperan serta dalam mengatur pH cairan tubuh.
5
iii
iii
5. Mempertahankan tubuh dari serangan penyakit infeksi.
6. Mencegah perdarahan.
(Wiwik Handayani dan Andi Sulistyo Haribowo, 2008).
B. Hemoglobin
Hemoglobin merupakan zat protein yang ditemukan dalam SDM dan
sebagai pengangkut oksigen (medlineplus) yang memberi warna merah pada
darah (Joyce LeFever Kee, 2007).
Hemoglobin merupakan komponen utama SDM. Fungsi utama
hemoglobin adalah transport O
2
dan CO
2
(Sylvia Anderson Price, 2005).
Hemoglobin terdiri dari bahan yang mengandung besi yang disebut hem
(heme) dan protein globulin. Terdapat sekitar 300 molekul hemoglobin
dalam setiap SDM. Setiap molekul hemoglobin memiliki 4 tempat pengikatan
untuk oksigen. Hemoglobin yang mengikat oksigen disebut oksihemoglobin.
Hemoglobin dalam darah dapat mengikat oksigen secara parsial atau total di
keempat tempatnya (Elizabeth J.Corwin, 2000). Dalam menjalankan
fungsinya sebagai pengikat oksigen, 1 gram hemoglobin akan bergabung
dengan 1,34 ml oksigen. Tugas akhir hemoglobin adalah menyerap
karbondioksida dan ion hidrogen serta membawanya ke paru tempat zat-zat
tersebut dilepaskan dari hemoglobin. Hemoglobin diproteksi oleh SDM
dengan dibentuknya glutation tereduksi (GSH) yang dihasilkan dari
nikotinamida adenin dinukleotida fosfat (NADPH) (James Isbister, 1990).
Kadar hemoglobin adalah salah satu pengukuran tertua dalam
laboratorium kedokteran dan tes darah yang paling sering dilakukan. Kisaran
6
iv
iv
normal dari hemoglobin dipengaruhi oleh berbagai variabel dan kadar harus
diinterpretasikan dalam hubungannya dengan beberapa faktor yaitu
kehamilan, penduduk pada daerah dengan ketinggian yang tinggi, merokok,
latihan jasmani, penyakit yang berkaitan (Anemia, polisitemia, dll).
Konsentrasi hemoglobin darah diukur berdasarkan intensitas warnanya
menggunakan fotometer dan dinyatakan dalam gram hemoglobin/seratus
milliliter darah (g/100ml) atau gram/desiliter (g/dl) (Sylvia Anderson Price,
2005). Nilai normal kadar hemoglobin untuk laki-laki 13,5-17 g/dl
sedangkan untuk perempuan adalah 12-15 g/dl (Joyce LeFever Kee, 2007).
C. Manfaat Pemeriksaan Hemoglobin dalam Klinik
Pemeriksaaan hemoglobin memiliki beberapa manfaat yaitu :
1. Untuk mengevaluasi kapasitas pengangkutan oksigen.
2. Menilai struktur dan fungsi eritrosit.
3. Memberikan pemahaman mengenai penyakit sel darah merah.
4. Memperkirakan ukuran rata-rata dan kandungan hemoglobin di masing-
masing eritrosit (MCH dan MCHC).
5. Mengetahui penyebab umum hipoksia jaringan.
(Ronald A.Sacher, 2004).
7
v
v
D. Penetapan Kadar Hemoglobin
Banyak cara-cara yang ditemukan untuk menentukan nilai hemoglobin
(Hb). Sampai sekarang belum ada satu carapun yang dapat dipercaya
hasilnya 100%, mudah dikerjakan dan sederhana. Beberapa cara ini adalah:
1. Cara Tallquist
Cara ini menentukan kadar Hb tidak teliti, kesalahan antara 25 -
50%. Prinsip kerja cara ini adalah dengan membandingkan darah asli
dengan suatu skala warna yang bertingkat-tingkat mulai dari warna merah
muda sampai warna merah tua (mulai 10% sampai 100%). Sebagai dasar
diambil ialah 100% = 15,8 gram Hb per 100 ml darah (Dep kes RI, 1989).
2. Cara Sahli
Cara sahli paling banyak dipakai di Indonesia dengan kesalahan
10%. Walaupun cara ini tidak tepat 100% akan tetapi masih dianggap
cukup baik untuk mengetahui apakah seseorang kekurangan Hb (darah).
Prinsip pemeriksaan Hb cara sahli yaitu hemoglobin oleh asam chlorida
(0,1 N) diubah menjadi acid hematin yang warnanya sawo matang.
Dengan air suling warna ini diencerkan sampai warnanya sama dengan
warna standard pada hemometer. Kadar Hb dibaca pada tabung sahli
(tabung pengencer). Tiap hemometer (sahli) terdiri dari alat pembanding
warna, tabung pengencer, pipet darah (20l), pipet pengencer darah (Dep
kes RI, 1989). Kelemahan dari metode ini adalah kenyataan bahwa
kolorimetri visual tidak teliti, bahwa hematin asam itu bukan merupakan
8
vi
vi
larutan sejati dan bahwa alat itu tidak dapat distandardkan. Cara ini juga
kurang baik karena tidak semua macam hemoglobin diubah menjadi
hematin asam, misalnya karboxyhemoglobin, methemoglobin dan
sulfhemoglobin (R.Gandasoebrata, 2007)
3. Dengan CuSO
4
BJ 1,053
Cara ini hanya dipakai untuk menetapkan kadar Hb dari donor yang
diperlukan untuk tranfusi darah. Untuk pemeriksaan klinik cara
kupersulfat tidak dapat digunakan karena tidak mendapatkan kadar Hb
dengan tepat. Hasil dari metode ini adalah persen Hb. Perlu diketahui
bahwa kadar Hb seorang donor cukup kira-kira 80% Hb. Tes ini
dilakukan dengan meneteskan darah kapiler 1 tetes diatas permukaan
larutan CuSO
4
Bj 1,053 dengan volume 300 500 ml di dalam gelas
takar. Hasil cara ini adalah darah terapung, melayang atau terbenam.
Darah terapung menunjukkan bahwa kadar Hb kira-kira dibawah 80%.
Darah melayang menunjukkan kadar Hb kira-kira berkisar 80%.
Sedangkan darah terbenam menunjukkan kadar Hb diatas 80%.
4. Cara Photometrik Kolorimeter
Dengan photo-elektrik kolorimeter didapatkan kadar Hb lebih teliti
daripada cara visual (sahli). Kesalahan hanya berkisar 2%. Penetapan
kadar Hb dengan cara ini ada berbagai macam cara, yaitu:
a. Cara Sianmethemoglobin
Cara ini berdasarkan bahwa semua bentuk Hb (methemoglobin,
karboxyhemoglobin kecuali sulfhemoglobin) diubah menjadi
9
vii
vii
sianmethemoglobin dalam larutan yang berisi kalium sianida (KCN)
dan kalium ferrisianida (K
3
Fe(CN)
6
).
b. Cara Oxihemoglobin
Cara ini lebih singkat dan sederhana. Kelemahan metode ini
ialah tidak ada larutan standard oxyhemoglobin yang stabil sehingga
photometer sukar ditera. Maka untuk menera photometer dapat
dipakai nilai hematokrit. Kadar Hb orang sehat dihitung dengan gram
% sama dengan 1/3 nilai hematokritnya. Misalnya: nilai hematokrit
45% sesuai dengan kadar Hb 15 gram/100 ml darah.
c. Cara Alkali Hematin
Cara ini sebenarnya menetapkan total Hb baik dari
carboxyhemoglobin, methemoglobin atau sulfhemoglobin. Cara ini
kurang teliti bila dibandingkan dengan cara sianmethemoglobin dan
oxyhemoglobin.
Diantara ketiga metode ini yang paling tepat adalah menurut cara
sianmethemoglobin (Dep kes RI, 1989).
E. Penetapan Kadar Hemoglobin Metode Sianmethemoglobin
Di laboratorium klinik, kadar hemoglobin dapat ditentukan dengan
berbagai cara, diantaranya dengan cara kolorimetrik seperti cara
sianmethemoglobin (HiCN) dan cara oksihemoglobin (HbO
2
). International
Committee for Standardization in Haematology (ICSH) menganjurkan
pemeriksaan kadar hemoglobin cara sianmethemoglobin (Riadi Wirawan dan
Erwin Silman, 1996). Cara ini sangat bagus dan teliti untuk laboratorium
10
viii
viii
rutin karena standard sianmethemoglobin yang ditanggung kadarnya bersifat
stabil dan dapat dibeli. Ketelitian cara ini dapat mencapai 2%.
Prinsip pemeriksaan hemoglobin dengan metode cyanmethemoglobin
adalah hemoglobin darah diubah menjadi sianmethemoglobin (hemoglobin
sianida) dalam larutan yang berisi kalium ferrisianida dan kalium sianida.
Absorbansi larutan diukur pada gelombang 546 nm (filter hijau) dengan
program C/F dan faktor 36,77. Larutan drabkin yang dipakai pada cara ini
mengubah hemoglobin, oksihemoglobin, methemoglobin dan
karboksihemoglobin menjadi sianmethemoglobin. Sulfhemoglobin tidak
berubah dan karena itu tidak ikut diukur (R.Gandasoebrata, 2007).
F. Sumber Kesalahan dalam Pemeriksaan Hemoglobin Metode
Sianmethemoglobin
1. Stasis vena pada waktu pengambilan darah menyebabkan kadar
hemoglobin lebih tinggi dari seharusnya, sebaliknya menggunakan darah
kapiler menyebabkan kontaminasi cairan jaringan yang menyebabkan
kadar hemoglobin lebih rendah dari seharusnya.
2. Tidak mengocok darah sewaktu mengambil bahan untuk pemeriksaan.
3. Terjadinya bekuan darah.
4. Menggunakan reagen atau larutan standar yang tidak baik lagi.
5. Menggunakan pipet 20 l atau 5,0 ml yang tidak akurat, untuk itu perlu
dilakukan kalibrasi pipet.
6. Cara memipet yang tidak tepat, baik sewaktu mengambil darah dengan
pipet 20 l maupun sewaktu mengambil reagen dengan pipet 5,0 ml.
11
ix
ix
7. Spektrofotometer yang kurang baik, misalnya pengaturan panjang
gelombang yang tidak tepat. Untuk itu perlu dilakukan kalibrasi panjang
gelombang.
8. Perubahan tegangan listrik akan mempengaruhi pembacaan serapan.
9. Darah yang lipemik dapat menyebabkan hasil yang lebih tinggi dari
seharusnya.
10. Adanya leukositosis berat (lebih dari 50.000/l) menyebabkan hasil
pengukuran kadar hemoglobin lebih tinggi dari seharusnya.
(Riadi Wirawan dan Erwin Silman, 1996).
G. Antikoagulan
Antikoagulan ialah bahan yang digunakan untuk mencegah pembekuan
darah (Dep kes RI, 1989). Tidak semua macam antikoagulan dapat dipakai
karena ada yang terlalu banyak berpengaruh terhadap bentuk eritrosit, atau
leukosit yang akan diperiksa morfologinya (R.Gandasoebrata, 2007).
Beberapa antikoagulan yang sering digunakan dalam pemeriksaan hematologi
adalah:
1. Trisodium Citrate (Citras Natricus)
Antikoagulan ini digunakan dalam bentuk 3,8 %. Dapat dipakai untuk
penentuan laju endap darah (LED) metode westergren dalam
perbandingan 4 volume darah dan 1 volume antikoagulan.
12
x
x
2. Double Oxalate
Nama lainnya adalah balanced mixture karena terdiri dari campuran
kalium dan ammonium oxalate dalam perbandingan 4 : 6. Ammonium
oxalate menyebabkan eritrosit mengembang sedangkan kalium
menyebabkan eritrosit mengkerut. Sehingga untuk menghindari hal ini
dibuatlah campuran dari kedua garam oxalate tersebut. Antikoagulan ini
digunakan dalam bentuk kering. 2 mg double oxalate digunakan untuk
mencegah membekunya 1 ml darah. Antikoagulan ini dapat digunakan
untuk penentuan kadar hemoglobin, PCV (Packed Cell Volume),
penghitungan eritrosit dan leukosit.
3. EDTA (Ethylenediamine Tetra Acetic Acid)
EDTA banyak digunakan untuk pemeriksaan hematologi, Sebagai
garam natrium atau kaliumnya, garam-garam tersebut mengubah ion
calcium dari darah menjadi bentuk yang bukan ion. Tiap 1 mg EDTA
menghindarkan membekunya 1 ml darah. Bila pemakaian EDTA
melampaui batas maka akan mengakibatkan eritrosit mengkerut sehingga
nilai hematokrit lebih rendah, nilai MCV (Mean Corpuscular Volume)
mengecil dan nilai MCHC (Mean Corpuscular Hemoglobin
Concentration) meningkat.
4. Heparin
Heparin merupakan antikoagulan yang normal terdapat dalam tubuh
tetapi di laboratorium heparin jarang digunakan pada pemeriksaan
hematologi. Penggunaan heparin tidak berpengaruh pada bentuk eritrosit
13
xi
xi
dan leukosit. Tiap 1 mg heparin menjaga membekunya 10 ml darah.
Heparin boleh dipakai sebagai larutan atau dalam bentuk kering.
5. Na-oxalate
Bekerja dengan mengikat ion Ca, sehingga terbentuk Ca-oxalate
yang mengendap. Digunakan dalam bentuk larutan dari 0,1 N untuk
pemeriksaan Plasma Protrombin Time (PPT) dengan perbandingan 9
bagian darah ditambah 1 bagian Na-oxalate.
H. Darah EDTA
Darah EDTA banyak dipakai untuk berbagi macam pemeriksaan
hematologi yaitu penentuan kadar hemoglobin, hitung jumlah leukosit,
eritrosit, trombosit, retikulosit, hematokrit, penetapan laju endap darah
menurut westergren dan wintrobe, tetapi tidak dapat dipakai untuk percobaan
hemoragik dan pemeriksaan faal trombosit.
Beberapa hal yang harus diperhatikan ketika menggunakan darah
EDTA adalah lamanya penyimpanan spesimen, darah dan antikoagulan harus
dicampur dengan baik karena EDTA kering .lambat melarut, pemberian
antikoagulan tidak lebih atau kurang (sesuai dengan ketentuan
penggunaannya).
Pemeriksaan dengan menggunakan darah EDTA sebaiknya dilakukan
segera, hanya kalau perlu boleh disimpan dalam lemari es dengan suhu 4 C
selama 24 jam. Penyimpanan ini akan memberikan nilai hematokrit yang
lebih tinggi. Untuk membuat sediaan apus darah tepi dapat dipakai darah
EDTA yang disimpan paling lama 2 jam. Pada umumnya, darah EDTA
14
xii
xii
dapat disimpan 24 jam didalam lemari es tanpa mendatangkan penyimpangan
yang bermakna kecuali untuk jumlah trombosit dan nilai hematokrit
(R.Gandasoebrata, 2007).
I. Syarat-syarat yang Harus Diperhatikan Sebelum Melakukan
Pemeriksaan Hematologi
1. Tanggal kadaluarsa penampung (tabung vacutainer).
2. Label masih ada dan dalam kondisi baik.
3. Darah yang akan diperiksa masih dalam keadaan baik selama pengiriman
(tidak rusak).
4. Darah mengalami hemolisa atau tidak.
5. Bila dipakai tabung yang mengandung antikoagulan EDTA, heparin dan
sitrat terjadi bekuan atau tidak.
6. Pengiriman bahan memenuhi syarat suhu dan lamanya penundaan
pemeriksaan.
7. Kesesuaian volume bahan yang akan diperiksa menurut prosedur yang
digunakan.
8. Kesesuaian volume antikoagulan dengan prosedur pemeriksaan.
9. Bahan pemeriksaan tidak tercampur dengan bahan infus.
(Riadi Wirawan dan Erwin Silman, 1996).
15
xiii
xiii
J. Kerangka Konsep
K. Hipotesis
H0 = tidak terdapat pengaruh perbedaan volume antikoagulan EDTA 10%
terhadap hasil pemeriksaan kadar Hb metode cyanmethemoglobin.
Ha = terdapat pengaruh perbedaan volume antikoagulan EDTA 10% terhadap
hasil pemeriksaan kadar Hb metode cyanmethemoglobin.
Volume Antikoagulan
EDTA 10%
Kadar Hemoglobin Metode
Cyanmethemoglobin
16
xiv
xiv