Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN


A. Latar Belakang
Ekosistem merupakan kesatuan yang menyeluruh dan saling
mempengaruhi yang membentuk keseimbangan, stabilitas, dan produktivitas
lingkungan hidup. Ekosistem dapat didefinisikan sebagai suatu organisasi antara
komponen-komponen biotik dan nonbiotik yang saling mempengaruhi. Ekosistem
dalam ekologi tidak hanya melibatkan suatu sistem antara tingkah laku
(behavior) dari faktor-faktor biotik dan non biotik, tetapi melibatkan berbagai
sistem dalam aliran energi dan siklus materi (Begon et al., 2006).
Perlu diperhatikan bahwa hubungan antar mahkluk hidup dengan
lingkungannya tidak sederhana seperti apa yang kita duga, namun bersifat
sangat komplek. Ekologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan timbal
balikantar mahkluk hidup dengan lingkungannya. Termasuk mahkluk hidup di sini
adalah tumbuhan, hewan, mikroorganisme, dan manusia yang sering disebut
sebagai faktor biotik atau komponen biotik, sedangkan lingkungan meliputi
faktor/komponen abiotik yang terdiri atas cahaya matahari, air, tanah, gas, unsur
iklimdan sebagainya, maupun faktor biotik/ komponen biotik lainnya seperti
pengaruh mahkluk hidup yang satu terhadap mahkluk hidup lainnya. (Marsandi
dkk, 2009) Vegetasi dalam ekologi adalah istilah untuk keseluruhan komunitas
tumbuhan.
Vegetasi merupakan bagian hidup yang tersusun dari tetumbuhan yang
menempati suatu ekosistem. Beraneka tipe hutan, kebun, padang rumput,
dan tundra merupakan contoh-contoh vegetasi. Analisis vegetasi adalah cara
mempelajari susunan (komposisi jenis) dan bentuk (struktur) vegetasi atau
masyarakat tumbuh-tumbuhan. Dalam ekologi hutan satuan yang diselidiki
adalah suatu tegakan, yang merupakan asosiasi konkrit (Rohman
dan Sumberartha, 2001).
Analisis vegetasi adalah suatu cara mempelajari susunan dan atau
komposisi vegetasi secara bentuk (struktur) vegetasi dari :nasyarakat tumbuh-
tumbuhan. Unsur struktur vegetasi adalah bentuk pertumbuhan, stratifikasi dan
penutupan tajuk. Untuk keperluan analisis vegetasi diperlukan data-data jenis,
diameter dan tinggi untuk menentukan indeks nilai penting dari penyusun
komunitas hutan tersebut. Dengan analisis vegetasi dapat diperoleh informasi
kuantitatif tentang struktur dan komposisi suatu komunitas tumbuhan (Greig-
Smith, 1983).
Analisa vegetasi adalah salah satu cara untuk mempelajari tentang
susunan (komposisi) jenis dan bentuk struktur vegetasi (masyarakat tumbuhan).
Analisi vegetasi dibagi atas tiga metode yaitu : (1) mnimal area, (2) metode
kuadrat dan (3) metode jalur atau transek (Soerianegara,1988) . Salah satu
metode dalam analisa vegetasi tumbuhan yaitu dengan menggunakan metode
transek. Untuk mempelajari suatu kelompok hutan yang luas dan belum
diketahui keadaan sebelumnya paling baik dilakukan dengan transek.Cara ini
paling efektif untuk mempelajari perubahan keadaan vegetasi menurut keadaan
tanah, topografi dan elevasi Komunitas tumbuhan di lingkungan pantai.
Transek adalah jalur sempit melintang lahan yang akan dipelajari/
diselidiki yang bertujuan untuk mengetahui hubungan perubahan vegetasi dan
perubahan lingkungannya atau untuk mengetahui jenis vegetasi yang ada di
suatu lahan secara cepat. Menurut Oosting (1956), menyatakan bahwa transek
merupakan garis sampling yang ditarik menyilang pada sebuah bentukan atau
beberapa bentukan. Transek dapat juga digunakan untuk studi altitude dan
mengetahui perubahan komunitas yang ada. Ukuran dari transek tergantung
pada beberapa kondisi. Transek pada komunitas yang kecil penarikan garis
menyilang hanya beberapa meter panjangnya. Pada daerah berbatuan transek
dapat dibuat beberapa ratus meter panjangnya.



Macam- macam transek yaitu
Metode transek biasa digunakan untuk mengetahui vegetasi tertentu seperti
padang rumput dan lain-lain atau suatu vegetasi yang sifatnya masih
homogen.Terdapat 3 metode transek:

1. Metode Line Intercept (line transect)
Metode line intercept biasa digunakan oleh ahli ekologi untuk mempelajari
komunitas padang rumput. Dalam cara ini terlebih dahulu ditentukan dua titik
sebagai pusat garis transek. Panjang garis transek dapat 10 m, 25 m, 50 m, 100
m. Tebal garis transek biasanya 1 cm. Pada garis transek itu kemudian dibuat
segmen-segmen yang panjangnya bisa 1 m, 5 m, 10 m. Dalam metode ini garis-
garis merupakan petak contoh (plot). Tanaman yang berada tepat pada garis
dicatat jenisnya dan berapa kali terdapat/ dijumpai. Metode transek-kuadrat
dilakukan dengan cara menarik garis tegak lurus, kemudian di atas garis tersebut
ditempatkan kuadrat ukuran 10 X 10 m, jarak antar kuadrat ditetapkan secara
sistematis terutama berdasarkan perbedaan struktur vegetasi. Selanjutnya, pada
setiap kuadrat dilakukan perhitungan jumlah individual (pohon dewasa, pohon
remaja, anakan), diameter pohon, dan prediksi tinggi pohon untuk setiap jenis.
pengamatan terhadap tumbuhan dilakukan pada segmen-segmen tersebut.
Selanjutnya mencatat, menghitung dan mengukur panjang penutupan semua
spesies tumbuhan pada segmen-segmen tersebut. Cara mengukur panjang
penutupan adalah memproyeksikan tegak lurus bagian basal atau aerial coverage
yang terpotong garis transek ketanah.

2. Metode Belt Transect
Metode ini biasa digunakan untuk mempelajari suatu kelompok hutan
yang luas dan belum diketahui keadaan sebelumnya. Cara ini juga paling efektif
untuk mempelajari perubahan keadaan vegetasi menurut keadaan tanah,
topograpi, dan elevasi. Transek dibuat memotong garis-garis topograpi, dari tepi
laut kepedalaman, memotong sungai atau menaiki dan menuruni lereng
pegunungan. Lebar transek yang umum digunakan adalah 10-20 meter, dengan
jarak antar antar transek 200-1000 meter tergantung pada intensitas yang
dikehendaki. Untuk kelompok hutan yang luasnya 10.000 ha, intensitas yang
dikendaki 2 %, dan hutan yang luasnya 1.000 ha intensitasnya 10 %. Lebar jalur
untuk hutan antara 1-10 m. Transek 1 m digunakan jika semak dan tunas di
bawah diikutkan, tetapi bila hanya pohon-pohonnya yang dewasa yang
dipetakan, transek 10 m yang baik.

3. Metode Strip Sensus
Metode ini sebenarnya sama dengan metode line transect, hanya saja
penerapannya untuk mempelajari ekologi vertebrata teresterial (daratan).
Metode strip sensus meliputi, berjalan disepanjang garis transek, dan mencatat
spesies-spesies yang diamati disepanjang garis transek tersebut. Data yang
dicatat berupa indeks populasi (indeks kepadatan).

Transek biasanya terdiri dari dua tahapan utama, pertama
yaitu perjalanan dan observasi, dan yang kedua yaitu pembuatan gambar
transek. Hasilnya biasanya langsung digambar di atas keretas plano dengan
dibantu oleh papan flipchart atau menggunakan bahan yang ada disekitar
misalnya tanah lapang atau papan tulis. Sebelum melakukan Transek perlu
disiapkan bahan dan alat seperti kertas flipchart, busur dan spidol (Fachrul,
2008).Pada praktikum kali ini kita akan mengamati vegetasi tanaman yang
berada didaerah yang dekat dengan pantai.

B. Tujuan
Untuk menganalisis distribusi dan jenis-jenis tanaman yang berada
ditingkat ketinggian tempat yang berbeda satu sama lain dan pengamatan
faktor-faktor lingkungan.


BAB II
BAHAN DAN ALAT

A. Bahan
Daerah pantai yang berada di Desa Widara Payung Wetan, Kecamatan
Kroya, Kabupaten Cilacap. Ekosistem tanaman yang berada di 100 m sebelum
pantai.
B. Alat
Alat yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah soil tester, thermo
hygrometer, altimeter, DHL, lux meter, alat tulis, dan kertas A4.

BAB III
PROSEDUR KERJA

1. Persiapan
a. Mempersiapkan tim dalam transek ini mulai dari kendaran sampai waktu
pemberangkatan.
b. Disiapkan alat tulis, kertas gambar, altimeter, thermohygrometer, soil
tester, serta lux meter dan DHL.
c. Mempersiapkan kebutuhan pribadi yang ingin dibawa.
2. Pelaksanaan
a. Pelaksanaan dimulai dari pemberangkatan dari fakultas pertanian menuju
daerah widara payung dengan sistem pergatian tiap beberapa kelompok.
b. Setelah tiba dilokasi, masing-masing kelompok menempatkan dirinya
pada lokasi yang telah ditentukan.
d. Perjalanan dilakukan dengan mengambil titik terdekat dan mengamati
keadaan disepanjang perjalanan, melihat keadaan sumber daya seperti
adanya vegetasi pada lahan yang diamati.
e. Catat hasil yang ditemukan pada lokasi mulai dari keragaman jenis
tanaman budidaya serta gulma yang ada, suhu dan kelmbaban udara, ph
tanah, serta mencari informasi dari petani yang berada disekitar lokasi.
f. Mencatat dan mendiskusikan keadaan sumber daya tersebut dengan
mengamati kajian budidayanya seperti pola tanam dan jarak tanam.
3. Setelah perjalanan
a. Selama berhenti di lokasi tertentu, gambar bagan transek sementara
dibuat untuk setiap bagian lintasan yang sudah ditelusuri.
b. Setelah selesai melintasi jalur yang ditentukan,menggambar kembali
bagan transek vegetasi yang ada lengkap dengan topik kajiannya seperti
pola tanam, warna tanah, jenis tanaman, ketinggian tempat, suhu,
kelembaban, sistem irigasi, jenis tanaman yang dominan, intensitas
cahaya, dan masalah yang mungkin muncul.
c. Hasil dari bagan tersebut dipresentasikan dan selanjutnya antar kelompok
sharing data untuk menggabungkan data yang terkumpul dari masing-
masing daerah baik atas, tengah dan bawah.

BAB IV
HASIL PENGAMATAN DAN ANILISIS DATA

A. Hasil Pengamatan
Terlampir
B. Analisis Data
Terlampir

BAB V
PEMBAHASAN

Praktikum transek dilakukan dengan mengamati kondisi lingkungan yang
mempengaruhi vegetasi tanaman serta berbagai macam tanaman yang
dibudidayakan. Pengamatan dilakukan terhadap tiga lokasi yang berbeda.
Perbedaan lokasi dikategorikan antara lain lokasi bagian bawah, tengah dan atas
dengan ketinggian tempat < 10 meter di atas permukaan laut (mdpl). Praktikum
ini menggunakan metode line intercept (line transect) yaitu dengan cara mencari
lokasi yang akan diamati, kemudian membagi menjadi beberapa segmen-segmen
(bagian bawah, tengah, dan atas). Kemudian mengamati daerah-daerah tersebut
yaitu mengamati jenis tanaman, pola tanam, jarak tanam, pH tanah, dominasi
tanaman, kelembaban, ketinggian tempat, suhu, intensitas cahaya, sistem irigasi,
dan warna tanah.
Pada Hasil pengamata lahan wilayah bawah didapat hasil cukup
bervariasi, yaitu:
1) Jenis tanaman yang dominan :
Tanaman tahunan : kelapa, akasia
Tanaman semusim : cabai, pisang, umbi jalar, singkong
2) Pola tanam tanam yang diterapkan pada lahan adalah monokultur dan
tanaman campuran (mixed cropping) antara tanaman tahunan dan tanaman
semusi, 3) tanah pada lahan yang di amati memilik pH tanah sebesar 5,5 dan
warna tanah : hitam kecoklatan, 4) kelembaban tanah terhitung 89%, 5) suhu
pada sekitar lahan tanaman sebesar 27
0
C, dan memiliki intensitas cahaya yaitu
180 lux, 6) permasalahan yang terjadi tanah yang banyak mengandung garam
dan mudahnya tanaman diserang cendawan, 7) sistem irigasi yang digunakan
yaitu tadah hujan, penyiraman. Distribusi tanaman yang ada lebih banyak
didominasi oleh tanaman tahunan seperti kelapa dan akasia, tanaman tahunan
pada lokasi bawah biasanya bertujuan untuk menghalau angin laut untuk meng
hindari dari erosi abrasi dan kerusakan tanaman budidaya. tanaman yang
dibudidayakan hanya beberapa komoditas tanaman saja cotohnya cabai dan ubi
jalar. Kebanyakan tanaman yang dibudidayakan adalah tanaman yang toleran
terhadap salinitas dan tanaman yang menghendaki airase dalam tanah yang
baik, serta tidak memerlukan banyak air dan toleran kekeringan.
Hasil pengamatan pada lahan wilayah tengah didapat hasil cukup
bervariasi, yaitu:
1) Jenis tanaman yang dominan :
Tanaman tahunan : kelapa, akasia, nangka, jati, petai, kelor, salak, sawo,
rambutan
Tanaman semusim : pisang, cabai, mentimun, kacang panjang, pepaya,
padi.
2) Pola tanam tanam yang diterapkan pada lahan adalah monokultur dan
tanaman border atau sering disebut tanaman pembatas contohnya tanaman
kelapa, 3) tanah pada lahan yang di amati memilik pH tanah sebesar 5,5 - 7
dengan warna tanah : hitam kecoklatan, 4) kelembaban tanah terhitung 81-
91%, 5) suhu pada sekitar lahan tanaman sebesar 26-28
0
C, dan memiliki
intensitas cahaya yaitu 0,45-450 lux, 6) sistem irigasi yang digunakan yaitu tadah
hujan dan irigasi. Distribusi tanaman pada bagian tengah ini didominasi banyak
jenis tanaman semusim dan tahunan. Kemungkinan tanaman tahunan pada
lokasi tengah adalah tanaman yang ditanam pada lahan kebun yang kurang
dapat mendapatkan air atau jenis tanah yang kurang subur, sedangkan tanaman
semusimnya ditanam pda lahan yang mudah mendapatkan air.
Hasil pengamatan pada lahan wilayah atas didapat hasil cukup bervariasi,
yaitu:
1) Jenis tanaman yang dominan :
Tanaman tahunan : jati, mahoni, kelapa, melinjo, turi
Tanaman semusim : padi, jagung, kedelai, kacang hijau, pepaya, pare,
sereh, kangkung, bayam, terong, talas, kacang tanah, pisang, singkong,
sawi hijau, ubi jalar.
2) Pola tanam tanam yang diterapkan pada lahan adalah monokultur dan
tanaman border atau sering disebut tanaman pembatas contohnya tanaman
kelapa, 3) tanah pada lahan yang di amati memilik pH tanah sebesar 5,5 dengan
warna tanah : hitam kecoklatan, 4) kelembaban tanah terhitung 90%, 5) suhu
pada sekitar lahan tanaman sebesar 26
0
C, dan memiliki intensitas cahaya yaitu
42,8 lux, 6) sistem irigasi yang digunakan yaitu tadah hujan dan irigasi. Distribusi
tanaman pada bagian atas ini lebih didominasi banyak jenis tanaman semusim
karna jenis tanah dan struktur tanah yang ada sudah berbeda dengan lahan
yang dekat dengan pantai. Perbedaan jarak lokasi antara bagian bawah, tengah,
dan atas mempengaruhi sebaran tanaman yang tumbuh dan tanaman yang
dibudidayakan. Ketersediaan air lebih mudah pada lahan bagian atas, sehingga
memungkinkan untuk di tanam banyak komoditas tanaman semusim contohnya
padi, kedelai.

Pertumbuhan dan perkembangan tanaman tidak lepas dari pengaruh
faktor lingkungan yang meliputi iklim dan jenis tanah. Setiap jenis tanaman
menghendaki keadaan lingkungan yang sesuai untuk pertumbuhannya. Ada jenis
tanaman yang hanya tumbuh dan berproduksi dengan baik pada dataran tinggi
atau dataran rendah, ada yang menghendaki daerah yang beriklim kering.
Namun, ada juga yang dapat beradaptasi dan tidak tergantung keadaan
lingkungan tersebut.
Salah satu unsur lingkungan tanaman yang berpengaruh terhadap
pertumbuhan suatu jenis tanaman adalah iklim. Iklim menentukan tipe vegetasi
yang tumbuh secara alami dan macam produksi pertanian yang mungkin
dilakukan. Ada tiga unsur iklim yang sangat penting bagi pertumbuhan dan
perkembangan tanaman, yaitu suhu, persediaan air, dan cahaya matahari. Suhu
adalah faktor utama yang menentukan dimana tanaman pertanian dapat
tumbuh. Presipitasi atau persediaan air merupakan faktor penting yang
menentukan penyebaran tanaman pada tempat-tempat yang suhunya sama.
Intensitas cahaya matahari dan lamanya penyinaran mempengaruhi sifat
tanaman (Heddy, 1987).
Faktor ketinggian tempat berkaitan erat dengan suhu yang merupakan
faktor penting bagi pertumbuhan tanaman. Setiap pertambahan ketinggian 100
meter akan menyebabkan suhu turun 0,5
o
C. Oleh karena setiap jenis tanaman
mempunyai sifat yang berbeda dalam memanfaatkan suhu lingkungan,
kesesuaian tanaman terhadap ketinggian tempat pun menjadi berbeda. Suhu
udara di sekitar tanaman mempengaruhi aktivitas pertumbuhan, pembelahan sel,
fotosintesis, dan respirasi tanaman. Semakin tinggi suhu lingkungan, semakin
tinggi pula laju fontosintesis dan respirasi tanaman.
Selain berpengaruh terhadap suhu, ketinggian tempat juga berpengaruh
terhadap intensitas cahaya/sinar matahari dan kelembapan udara. Semakin
tinggi suatu tempat, semakin tinggi pula intensitas matahari dan kelembapan
udaranya. Oleh karenanya ketinggian tempat mempunyai pengaruh besar
terhadap daya pertumbuhan dan perkembangan tanaman.(tim penulis ps, 2008)
Suhu optimal bagi tanaman. Kecepatan tumbuh tanaman tergantung dari
suhu yang dibatasi oleh suhu maksimal; di atas suhu maksimal tanaman sudah
tidak akan tumbuh lagi, apalagi berproduksi. Ada tanaman yang menghendaki
suhu optimalnya 25
0
, ada pula kurang dan ada pula yang lebih. Pada suhu yang
lebih tinggi daripada maksimum, skalipun mendapat irigasi/siraman, tanaman itu
tak akan tumbuh.(Aak, 1994)
Cahaya matahari mempunyai peranan penting bagi tanaman dalam
proses fotsintesis dan pembungaan. Intensits cahaya yang diterima tanaman
selama fotosintesis akan dimanfaatkan sebagai sumber energi, sedangkan lama
penyinaran mengendalikan pembungaan sebagian besar jenis tanaman. Cahaya
yang mempengaruhi tumbuhan dibagi dalam tiga komponen penting, yaitu :
kualitas, lama penyinaran dan intensitas. Kualitas cahaya berhubungan dengan
panjang gelombang, dimana pajang gelombang yang mempunyai laju
pertumbuhan baik pada fase vegetatif maupun generatif adalah cahaya tampak
dengan panjang gelombang 360 nm sampai 760 nm. Pertumbuhan yang relatif
lambat pada hampir semua spesies rumput adalah akibat kurangnya cahaya.
Intensitas cahaya mempengaruhi pertumbuhan melalui sintesis klorofil, fase
reaksi cahaya fontosintesis, sintesis hormon dan pembukaan stomata.(salisbury
dan Ross 1995)
Kelembaban udara yang optimal bagi pertumbuhan tanaman adalah
60%-85%. Kelembaban yang terlalu tinggi akan menyebabkan tanaman rawan
terkena penyakit terutama penyakit yang disebabkan oleh cendawan. (Tony
Hartus, 2001). Kelembaban udara sangat mengatur penguapan pada permukaan
tanah dan penguapan pada daun. Bila kelembapan udara tinggi sangat
mengutungkan tumbuhnya cendawan yang berarti akan merugikan petani.
Tingkat kelembaban itu penting bagi musim panas, untuk itu tidak perlu
kelembaban yang tinggi. Kelembaban udara dan kelembaban panenan harus
sama, sehingga hasil panenan dapat diawetkan dan disimpan atau diolah.(Aak,
1994)

Selain faktor iklim pertumbuhan tanaman dipengaruhi juga oleh faktor
tanah. Tanah-tanah di wilayah yang bercurah hujan tinggi, termasuk Indonesia
didominasi oleh tanah masam yang miskin unsur hara. Cepat dan lambatnya
suatu pertumbuhan pada berbagai jenis tanaman juga sangat ditentukan oleh PH
tanah itu sendiri. Karena Bagaimanapun unsur hara yang memiliki jenis makanan
yang seharusnya diserap oleh tanaman sebagai kebutuhannya, namun apabila
PH yang dikandungnya tidak normal maka tanaman itu sendiri tidak bisa
menyerap makanan tersebut dikarenakan tanaman tersebut tidak memiliki
keinginan untuk menyerap semua gizi yang ada dalam tanah.
Dalam ilmu pertanian pengaruh terhadap PH tanah sangat memiliki
peranan yang sangat penting gunanya untuk Menentukan mudah tidaknya ion-
ion unsur hara diserap oleh tanaman. Pada umumnya unsur hara akan mudah
diserap tanaman pada pH 6-7, karena pada pH tersebut sebagian besar unsur
hara akan mudah larut dalam air. pH tanah mempengaruhi pertumbuhan
tanaman melalui dua cara, yaitu pengaruh langsung ion hidrogen dan pengaruh
tidak langsung terhadap tersedianya unsur hara tertentu serta mempengaruhi
ketersediaan hara N dan P. Pada pH tanah lebih kecil dari 5.0 dan lebih besar
dari 8.0 maka unsur N dalam tanah tidak dapat diserap tanaman akibat
terhambatnya proses nitrifikasi. (Tan, 2005)
Vegetasi pantai merupakan kelompok tumbuhan yang menempati daerah
intertidal mulai dari daerah pasang surut hingga daerah di bagian dalam pulau
atau daratan dimana masih terdapat pengaruh laut. Secara umum kelompok
tumbuhan darat yang tumbuh di daerah intertidal atau daerah dekat laut yang
memiliki salinitas cukup tinggi, dapat dibagi menjadi 3 (Noor et al, 1999) :
1. Mangrove Sejati : adalah merupakan kelompok tumbuhan yang secara
morfologis, anatomis dan fisiologis telah menyesuaikan diri untuk hidup di
daerah sekitar pantai. Mangrove tumbuh pada substrat berpasir, berbatu dan
terutama berlumpur. Ciri khas dari kelompok tumbuhan ini adalah adanya
modifikasi akar yang sangat spesifik untuk mengatasi kekurangan oksigen,
sebagai penopang pada substrat yang labil, memiliki kelenjar khusus untuk
mengeluarkan kelebihan garam serta memiliki daun berkutikula tebal untuk
mengurangi penguapan. Jenis tumbuhan ini didominasi oleh genera
Rhizophora, Avicenia, Brugueira, Sonneratia.
2. Mangrove Ikutan (Associated Mangrove) : adalah kelompok tumbuhan yang
ditemukan tumbuh bersama-sama dengan komunitas mangrove, tetapi tidak
termasuk mangrove karena tumbuhan ini bersifat lebih kosmopolit dan
memiliki kisaran toleransi yang besar terhadap perubahan faktor fisik
lingkungan seperti suhu, salinitas dan substrat . Jenis tumbuhan yang
tergolong mangrove ikutan misalnya : waru laut, pandan, ketapang, jeruju
dan lain-lain.
3. Vegetasi pantai Non Mangrove : vegetasi pantai non mangrove umumnya
banyak ditemukan pada daerah pantai dengan substrat yang didominasi oleh
pasir. Kelompok tumbuhan ini dicirikan oleh adanya zonasi bentuk
pertumbuhan (habitus) secara horizontal dari daerah intertidal ke arah darat
yang terdiri dari : tumbuhan menjalar, semak, perdu dan pohon. Semakin ke
darat, keragaman jenis dan habitus pohon akan semakin besar. Jenis
vegetasi pantai non mangrove umumnya terdiri dari : tapak kambing, rumput
angin, santigi, ketapang, cemara laut dan kelapa. Tumbuhan ini membentuk
zonasi yang khas.

Selanjutnya menurut Soetrisno (1998), beberapa hasil penelitian yang
pernah diadakan memberikan kesimpulan bahwa ketinggian tempat mempunyai
efek-efek tidak langsung terhadap riap dan bentuk pohon-pohon hutan. Efek
tidak langsung dari bertambahnya ketinggian terhadap pohon-pohon sebagai
individu adalah sebagai berikut :
1. Pertumbuhan tinggi menurun secara teratur,
2. Riap total lambat laun akan menurun,
3. Waktu pengembangan diperpanjang, yaitu pohon memerlukan
waktu lebih lama untuk menjadi dewasa.
4. Perkembangan tajuk lambat laun menjadi lebih rendah dan lebih
mendekati tanah
5. Proporsi cabang-cabang dan ranting-ranting meningkat
Efek dari bertambahnya elevasi terhadap keseluruhan tegakan, yaitu :
1. Banyak/jumlah batang per hektar bertambah, namun proporsi dari
batang yang mempunyai klas diameter lebih besar menurun
2. Tinggi rata-rata dari tegakan menurun
3. Riap tahunan rata-rata dari seluruh tegakan dewasa menjadi
sangat kurang
4. Proporsi dari ranting-ranting dan kayu cabang meningkat.


BAB IV
SIMPULAN

1. Tujuan dari tansek ini adalah untuk mengetahui distribusi dan jenis tanaman
yang dibudidayakan berdasarkan tingkat ketinggian tempat yang berbeda
dengan pembagian 3 lokasi yang berbeda yaitu atas, tengah dan bawah. Dari
ketiga lokasi dapat ditarik kesimpulan bahwa tiap lokasi memiliki perbedaan
vegetasi tanaman yang pada setiap lokasi memiliki ciri khs tanaman yang
dibudidayakan.

2. Berdasarkan data yang didapatkan untuk setiap bagian tempat dengan
ketinggian yang berbeda terdapat vegetasi yang beraneka ragam dengan faktor
lingkungan yang berbeda pula, baik dari aspek budidaya seperti pola tanam dan
juga dari faktor lingkungannya. Dari hasil yang didapatkan setiap wilayah baik
atas, tengah maupun bawah warna tanah, tanah, Suhu, kelembaban dan
intensitas cahayanya berbeda-beda akibat pengaruh ketinggian tempat.


DAFTAR PUSTAKA


Aak.1994. Dasar-Dasar Bercocok Tanaman. Kanisius. Jogjakarta.
Begon M, Harper JL, Towsend CR. 2006. Ecology: From Individuals to
Ecosystems. 4th ed. Oxford: Blackwell Science.
Fachrul, MF.2008. Metode Sampling Bioekologi. Bumi Aksara, Jakarta.
Heddy, S. 1987. Ekofisiologi Pertanaman. Sinar Baru, Bandung.
Hal. 22-23.
Hartus, tony.2002. Berkebun Hidro Ponik Secara Murah. Penebar Swadaya.
Jakarta
Odum, EP.1993. Dasar-Dasar Ekologi. (Terjemahan Samingan). Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta.
Noor, Y. R., M. Khazali dan I. N. N. Suryadiputra.1999. Panduan Pengenalan
Mangrove di Indonesia. Ditjen PKA dan Wetlands International. Indonesia
Programme.
Team penulis PS.2008. Agribisnis Tanaman Sayur. Niaga Swadaya.
Jakarta.
Salisbury, F. B dan C.W. Ross. 1992. Fisiologi Tumbuhan Jilid 3.
Terjemahanoleh Diah R. Lukman dan Sumaryono, 1995. Penerbit ITB,
Bandung
Soetrisno, L.1998. Beberapa catatan dalam Upaya Meningkatkan Ketahanan
Pangan Rumah Tangga Indonesia. Laporan Lokakarya Ketahanan Pangan
Rumah Tangga. Departemen Pertanian RI- UNICEF.

LAMPIRAN

a. kelompok 1

b. kelompok 2

c. kelompok 3


d. kelompok 4


e. kelompok 5

f. kelompok 6

g. kelompok 7

h. kelompok 8
i. kelompok 9

j. kelompok 10
transek gabungan

Anda mungkin juga menyukai