Anda di halaman 1dari 2

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Renaissance yang berarti kelahiran kembali, merupakan tombak dari
kemunculan filsafat modern. Pada masa Renaissance, bangsa Eropa seolah-olah
terbangun dari tidur nyenyak abad pertengahan. Sedikitnya ada tiga penemuan
baru yang turut mendukung Renaissance pada masa itu. Pertama, penemuan mesiu
yang berarti runtuhnya kekuatan feodal karena senjata tidak hanya dapat dimiliki
oleh kaum bangsawan dan orang kaya semata, namun juga bisa dimiliki oleh
kaum proletar. Kedua, seni cetak yang berarti pengetahuan tidak lagi menjadi
milik segelintir elite, namun juga bisa diakses oleh umum. Ketiga adalah
penemuan kompas yang berarti memungkinkan orang-orang Eropa untuk berlayar
dan menemukan dunia baru.
Pada masa Renaissance ini pula, manusia menemukan kesadaran akan dua
hal; yaitu mengenai dunia dan dirinya sendiri. Ini berarti bahwa manusia mulai
sadar akan nilai-nilai pribadi dan kekuatan individual dan meletakkan nilai (value)
serta martabat (dignity) manusia diatas segala-galanya serta menjadikan
kepentingan manusia sebagai tolak ukur kebenaran mutlak, aliran ini dikenal
dengan Humanisme.
Diantara tema-tema yang diusung oleh humanisme adalah: Freedom,
kuatnya pengaruh gereja, feodalisme, kekaisaran yang merekayasa pandangan
masyarakat, merupakan salah satu faktor yang menyebabkan masa kelam yang
dialami oleh Eropa pada abad pertengahan; Naturalisme, pandangan yang
berkeyakinan bahwa manusia adalah bagian yang terpenting dari alam semesta,
dan menekankan pentingnya manusia sebagai makhluk yang bertindak merdeka
dan bebas serta tidak bergantung kepada kekuatan-kekuatan supernatural;
Perspektif Sejarah, kaum humanisme pada masa Renaissance sangat mengagumi
orang-orang Yunani terutama pada kehidupan mereka yang didasarkan pada akal
dan keseimbangan; Pengagungan terhadap sains, kuatnya pengaruh dari doktrin-
doktrin gereja yang tidak ilmiah dan irrasional yang mengungkung masyarakat
Eropa pada abad pertengahan, menimbulkan sikap anti-pati kaum humanis
terhadap institusi gereja.
Dunia rasionalis adalah kenyataan yang begitu kering dan mekanik, sebuah
kenyataan yang tak kuasa menganugrahkan kesejukan pada jiwa dan eksistensi
manusia. Oleh karena itu, jiwa-jiwa romantis berkeyakinan bahwa ada cara
alternatif lain yang harus ditempuh untuk bersentuhan dengan realitas secara
dinamis dan lebih manusiawi. Dengan kata lain, kembali pada pemahamam
(verstehen) hakekat wujud manusia dan merogoh ulang batin kehidupan. Untuk
itu, keberadaan seni, perasaan, hayat, agama dan sejenisnya harus ditumbuh
kembangkan ulang. Rasionalisme kerap dipakai sebagai sebutan bagi aliran
pemikiran yang bersilangan dengan Fideisme (iman-sentris), sedangkan pada latar
filsafat, khususnya pada tema-tema epistemologis, istilah Rasionalisme digunakan
secara berseberangan dengan mazhab Empirisisme.
Epistemologi madzhab Rasionalis bersandarkan kepada pendekatan deduksi
dalam usahanya menguak realitas. Pendekatan deduksi melahirkan kepastian
manakala ia sesuai dengan syarat-syarat logika dan bentuk yang benar. Kekuatan
akal yang dominan dalam metode deduksi ini memiliki beberapa keistemewaan,
yaitu sebagai komplementer dari dalil-dalil Descartes dan kaum Rasionalis di atas,
menurut filsuf Islam dan Barat.
Salah satu keistimewaan kekuatan akal adalah dapat menyelami dari bentuk
eksoteris hingga esoteris sesuatu benda. Kemampuan lain dari kekuatan akal
adalah dapat merumuskan dan mensintesakan ma'lumat dalam dirinya dan akal
manusia dapat melakukan tajrid (abstraksi), serta dapat membuat pengenalan-
pengenalan partikular menjadi pengenalan-pengenalan universal.
Begitu spesialnya akal dalam hidup manusia yang juga membedakan
manusia dengan makhluk-makhluk ciptaan Tuhan lainnya, membuat kami merasa
tertarik dan tertantang untuk membuat makalah ini dengan judul Filsafat
Rasionalisme.

Anda mungkin juga menyukai