Nama : Devy Winata Chandra NIM : 11.2012.182 Dokter pembimbing : dr. Enni Cahyani P., SpM., M.Kes. Fakultas Kedokteran : UKRIDA
I. IDENTITAS Nama : Ny. Mardinah Umur : 50 tahun Jenis kelamin : perempuan Agama : Islam Pekerjaan : ibu rumah tangga Alamat : Kadilangu RT01 RW01 Kecamatan Baki Kabupaten/kota Sukoharjo Pemeriksa : Devy Winata
II. ANAMNESIS Dilakukan autoanamnesis pada tanggal 21 Mei 2013 pkl. 15.00 WIB Keluhan utama : Mata kiri kabur seperti melihat kabut sejak 1 tahun yang lalu Keluhan tambahan : Silau setiap melihat cahaya Riwayat penyakit sekarang : Sejak 1 tahun SMRS, pasien pernah datang ke rawat jalan RS Mata dr Yap dengan keluhan kedua mata silau kalau terkena sinar dan menjadi kabur selama kurang lebih 3 bulan. Pasien dikatakan menderita katarak pada kedua matanya, kemudian diberikan obat tetes mata. Sejak 8 bulan SMRS, pasien datang kembali ke RS Mata dr. Yap dengan keluhan kedua mata menjadi lebih kabur. Sejak 2 hari SMRS, pasien datang kembali ke rawat jalan RS Mata dr Yap dengan keluhan mata kiri terasa kabur seperti melihat kabut. Pasien juga mengeluh sering merasa silau setiap melihat cahaya. Pasien juga mengatakan bahwa mata kanannya juga kabur dan tidak nyaman ketika melihat cahaya. Pasien menyangkal adanya mata merah, sakit, berair, mengeluarkan kotoran, dan gatal di kedua mata. Keluhan seperti sakit kepala sebelah, mual dan muntah juga disangkal oleh pasien. Pasien mengatakan tidak pernah mengenakan kacamata. Pasien juga tidak memiliki riwayat alergi, darah tinggi, dan operasi, namun memiliki riwayat kencing manis. Riwayat penyakit dahulu : Umum : Hipertensi : Tidak ada Diabetes melitus : Ada Asma : Tidak ada Gastritis : Tidak ada Alergi obat : Tidak ada Mata : Riwayat penggunaan kacamata (-) Riwayat operasi mata (-) Riwayat trauma mata (-) Riwayat penyakit keluarga : Adik pasien pernah menjalani operasi katarak di mata kiri sekitar 2 tahun yang lalu. III. PEMERIKSAAN FISIK Status generalis Keadaan umum : tidak tampak sakit Kesadaran : compos mentis Tanda vital : TD :140/80 Nadi : 80x/menit Respirasi : 18x/menit Suhu : 36.5C Kepala : normocephali, rambut hitam merata Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera ikterik (-) THT : septum deviasi (-), uvula di tengah, T1-T1 tenang Thoraks : simetris, nyeri tekan (-), ronki (-/-), wheezing (-/-) Paru-paru : nafas vesikuler, ronki (-/-), wheezing (-/-) Jantung : BJ I dan II reguler, murmur (-), gallop (-) Abdomen : datar, supel, bising usus (+) normal, nyeri tekan (-) Ekstremitas : akral hangat, edema (-) di semua ekstremitas KGB : tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening
IV. STATUS OFTALMOLOGIKUS 1. VISUS OD OS Visus 4/60 1/60 Koreksi Tidak dilakukan Tidak dilakukan Addisi Tidak ada Tidak ada Distansia pupil 55 mm 55mm Kacamata lama Tidak ada Tidak ada
2. KEDUDUKAN BOLA MATA OD OS Eksoftalmus Tidak ada Tidak ada Enoftalmus Tidak ada Tidak ada Deviasi Tidak ada Tidak ada Gerakan bola mata Baik ke segala arah Baik ke segala arah
3. SUPERSILIA OD OS Warna Hitam Hitam Simetris Simetris Simetris
4. PALPEBRA SUPERIOR DAN INFERIOR OD OS Edema Tidak ada Tidak ada Nyeri tekan Tidak ada Tidak ada Ektropion Tidak ada Tidak ada Entropion Tidak ada Tidak ada Blefarospasme Tidak ada Tidak ada Trikiasis Tidak ada Tidak ada Sikatriks Tidak ada Tidak ada Fissura palpebra Normal Normal Ptosis Tidak ada Tidak ada Hordeolum Tidak ada Tidak ada Kalazion Tidak ada Tidak ada
5. KONJUNGTIVA TARSALIS SUPERIOR DAN INFERIOR OD OS Hiperemis Tidak ada Tidak ada Folikel Tidak ada Tidak ada Papil Tidak ada Tidak ada Sikatriks Tidak ada Tidak ada Anemis Tidak ada Tidak ada Kemosis Tidak ada Tidak ada
6. KONJUNGTIVA BULBI OD OS Sekret Tidak ada Tidak ada Injeksi konjungtiva Tidak ada Tidak ada Injeksi siliar Tidak ada Tidak ada Pendarahan subkonjungtiva Tidak ada Tidak ada Pterigium Tidak ada Tidak ada Pinguekula Tidak ada Tidak ada Nevus pigmentosus Tidak ada Tidak ada Kista dermoid Tidak ada Tidak ada
7. SISTEM LAKRIMALIS OD OS Punctum lakrimalis Dalam batas normal Dalam batas normal Tes Anel Tidak dilakukan Tidak dilakukan
8. SKLERA OD OS Warna Putih Putih Ikterik Tidak ada Tidak ada Nyeri tekan Tidak dilakukan Tidak dilakukan 9. KORNEA OD OS Kejernihan Jernih Jernih Permukaan Rata dan licin Rata dan licin Ukuran 12 mm 12 mm Sensibilitas Normal Normal Infiltrat Tidak ada Tidak ada Keratik presipitat Tidak ada Tidak ada Sikatriks Tidak ada Tidak ada Ulkus Tidak ada Tidak ada Perforasi Tidak ada Tidak ada Arkus senilis Ada Ada Edema Tidak ada Tidak ada Tes placido Tidak dilakukan Tidak dilakukan
10. BILIK MATA DEPAN OD OS Kedalaman Dalam Dalam Kejernihan Jernih Jernih Hifema Tidak ada Tidak ada Hipopion Tidak ada Tidak ada Efek Tyndall Tidak dilakukan Tidak dilakukan
11. IRIS OD OS Warna Cokelat Cokelat Kripte Jelas Jelas Sinekia Tidak ada Tidak ada Koloboma Tidak ada Tidak ada
12. PUPIL OD OS Letak Sentral Sentral Bentuk Bulat Bulat Ukuran 12 mm 12 mm Refleks cahaya langsung Positif Positif Refleks cahaya tak langsung Positif Positif
13. LENSA OD OS Kejernihan Keruh Keruh Letak Sentral Sentral Shadow test Positif Positif
14. BADAN KACA OD OS Kejernihan Tidak dilakukan Tidak dilakukan
15. FUNDUS OKULI OD OS Batas Tidak dilakukan Tidak dilakukan Warna Tidak dilakukan Tidak dilakukan Ekskavasio Tidak dilakukan Tidak dilakukan Rasio arteri : vena Tidak dilakukan Tidak dilakukan C/D Ratio Tidak dilakukan Tidak dilakukan Makula lutea Tidak dilakukan Tidak dilakukan Retina Tidak dilakukan Tidak dilakukan Eksudat Tidak dilakukan Tidak dilakukan Pendarahan Tidak dilakukan Tidak dilakukan Sikatriks Tidak dilakukan Tidak dilakukan Ablasio Tidak dilakukan Tidak dilakukan
16. PALPASI OD OS Nyeri tekan Tidak ada Tidak ada Massa tumor Tidak ada Tidak ada Tensi okuli Normal Normal Tonometri Schiotz Tidak dilakukan Tidak dilakukan
17. KAMPUS VISI OD OS Tes konfrontasi Tidak sesuai pemeriksa Tidak sesuai pemeriksa
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG USG Biometri Dilakukan untuk menilai kekuatan lensa tanam (IOL), kelengkungan dan kekuatan refraksi kornea, axial length bola mata, dan kekuatan refraksi total yang diinginkan. Laboratorium darah Tanggal 21 Mei 2013 GDS 156 Ureum 35.7 10 50 Kreatinin 1.30 0.6 1.36 SGOT 24.7 7 32 SGPT 10.5 7 26 LDH 153 120 240 CKMB 7 < 22 Albumin 5.0 3.5 5.3 Na 136.99 135.37 145.00 K 4.17 3.48 5.50 Cl 102.27 96.00 106.00 Chol total 312 < 220 EKG untuk melihat kelainan jantung Foto thorax PA untuk melihat kelainan pada jantung dan parenkim paru.
VI. RESUME Seorang wanita berusia 50 tahun datang dengan keluhan penglihatan kabur pada kedua matanya sejak 1 tahun SMRS. Pasien merasa silau jika melihat cahaya. Saat itu, pasien dikatakan menderita katarak pada kedua matanya. 8 bulan SMRS, pasien datang lagi dengan kedua matanya penglihatan menjadi lebih kabur dari sebelumnya dan masih merasa tidak nyaman setiap melihat cahaya. 2 hari SMRS, pasien datang lagi dengan keluhan penglihatan kabur dan terlihat adanya kabut terutama pada mata kirinya. Pasien juga mengeluhkan silau setiap melihat cahaya. Keluhan ini membuat pasien memutuskan untuk menjalani operasi katarak. Di keluarganya juga terdapat riwayat penderita katarak. Pemeriksaan fisik : TD : 140/80 mmHg, Nadi : 80x/menit, Respirasi : 18x/menit, Suhu : 36.5C. Pada pemeriksaan mata didapatkan VOD : 4/60, VOS : 1/60, lensa OD dan OS sedikit keruh, shadow test OD dan OS (+).
VII. DIAGNOSIS KERJA OD : katarak senilis stadium imatur Dasar diagnosis : Dari anamnesis, keluhan penglihatan kabur dan merasa tidak nyaman setiap melihat cahaya. Usianya sudah menginjak 50 tahun. Dari pemeriksaan mata, didapatkan VOD 4/60, lensa terlihat sedikit keruh dengan shadow test (+). Tidak ada keluhan mata merah, sakit, ataupun riwayat trauma mata.
OS : katarak senilis stadium imatur Dasar diagnosis : Dari anamnesis, keluhan penglihatan kabur dengan lapang pandangan seperti melihat kabut. Keluhan silau setiap melihat cahaya (+). Usianya sudah menginjak 50 tahun. Dari pemeriksaan mata, didapatkan VOS 1/60, lensa terlihat sedikit keruh dengan shadow test (+). Tidak ada keluhan mata merah, sakit, ataupun riwayat trauma mata.
IX. PENATALAKSANAAN Non bedah : Tatalaksana ini hanya efektif memperbaiki fungsi visual untuk sementara waktu dan memperlambat pertumbuhan katarak : - Penurun kadar sorbitol - Pemberian aspirin - Antioksidan vitamin C dan E Bedah : Preoperasi : - Edukasi pasien tentang prosedur operasi - Baju operasi, inform consent - Midriatika tetes mata : epinephrine 1% 2 tetes OS - Antibiotik profilaksis preoperasi : siprofloksasin 4 x 1 tetes ODS Operasi : Ekstraksi Katarak Ektra Kapsular (EKEK) dengan fakoemulsifikasi + IOL Post operasi : - Siprofloksasin 0.3% tetes mata 4 x 1 tetes OS - Kortikosteroid : fluorometolon 0.1% tetes mata 4 x 1-2 tetes OS - Edukasi pasien agar mata tidak terkena air kurang lebih 3 bulan. - Kontrol ke poliklinik setelah seminggu untuk menilai perbaikan luka, pemeriksaan visus, dan komplikasi pasca operasi.
X. PROGNOSIS Ad vitam : ad bonam Ad functionam : ad bonam Ad sanationam : ad bonam
Tinjauan Pustaka KATARAK
ANATOMI LENSA
Gambar 1. Anatomi mata
Lensa adalah suatu struktur bikonveks, avaskular, tidak berwarna dan hampir transparan sempurna. Tebalnya sekitar 4 mm dan diameter 9 mm. Di belakang iris, lensa digantung oleh zonula zinii (ligamentum suspensorium lentis) yang menghubungkan dengan korpus siliaris. Di anterior lensa, terdapat humor akuos. Di sebelah posteriornya, terdapat vitreus. Secara klinis, lensa terdiri dari kapsul, korteks, nukleus embrional, dan nukleus dewasa. Kapsul lensa adalah membran yang semipermeabel (sedikit lebih permeabel daripada kapiler) yang menyebabkan air dan elektrolit masuk. Di depan lensa terdapat selapis tipis epitel subkapsuler. Nukleus lensa lebih tebal dari korteksnya. Semakin bertambahnya usia, laminar epitel subkapsuler terus diproduksi sehingga lensa semakin besar dan kehilangan elastisitas. Lensa dapat membiaskan cahaya karena indeks bias biasanya sekitar 1.4 pada sentral dan 1.36 pada perifer. Kekuatan bias lensa kira-kira +20D. Namun, bila lensa ini diambil kemudian diberi kacamata, maka penggantian kacamata ini tidak sebesar +20D, tetapi hanya +10D, karena adanya perubahan letak atau jarak lensa ke retina. Makin tua seseorang maka makin berkurang kekuatan penambahan dioptrinya dan kekuatan penambahan dioptri ini akan hilang setelah usia 60 tahun. Kemampuan lensa untuk menambah kekuatan refraksinya disebut sebagai daya akomodasi. 1
Lensa terdiri dari 65% air dan 35% protein (tertinggi kandungan nya di antara seluruh tubuh) dan sedikit sekali mineral. Kandungan kalium lebih tinggi pada lensa dibanding area tubuh lainnya. Asam askorbat dan glutation terdapat dalam bentuk teroksidasi maupun tereduksi. Tidak ada serat nyeri, pembuluh darah, atau saraf pada lensa. Secara fisiologik lensa mempunyai sifat tertentu, yaitu : o Kenyal atau lentur karena memegang peranan terpenting dalam akomodasi untuk menjadi cembung o Jernih atau transparan karena diperlukan sebagai media penglihatan o Terletak ditempatnya Keadaan patologik lensa ini berupa : o Tidak kenyal pada orang dewasa akan mengakibatkan presbiopia o Keruh atau yang disebut katarak o Tidak berada ditempatnya atau subluksasi dan dislokasi.
FISIOLOGI LENSA Fungsi utama lensa adalah memfokuskan berkas cahaya ke retina. Untuk memfokuskan cahaya yang datang dari jauh m. Siliaris berelaksasi, menegangkan serat zonula dan memperkecil diameter anteroposterior lensa sampai ukuran terkecil, dalam posisi ini daya refraksi lensa diperkecil sehingga berkas cahaya akan terfokus pada retina. Sementara untuk cahaya yang berjarak dekat m.siliaris berkontraksi sehingga tegangan zonula berkurang, artinya lensa yang elastis menjadi lebih sferis diiringi oleh peningkatan daya biasnya. Kerja sama fisiologis antara korpus siliaris, zonula dan lensa untuk memfokuskan benda jatuh pada retina dikenal dengan akomodasi. Akomodasi merupakan suatu proses ketika lensa merubah fokus untuk melihat benda dekat. Pada prosesnya, terjadi perubahan bentuk lensa yang dihasilkan oleh kinerja otot siliaris pada serabut zonular. Kelenturan lensa paling tinggi dijumpai pada usia kanak-kanak dan dewasa muda, dan semakin menurun dengan bertambahnya usia. Ketika lensa berakomodasi, kekuatan refraksi akan bertambah. Akomodasi dapat distimulasi oleh obyek pada ukuran dan jarak tertentu, atau oleh suasana remang-remang, dan aberasi kromatis. Proses akomodasi dimediasi oleh serabut parasimpatis nervus okulomotor (n. kranial III). 2,3
Gangguan pada lensa dapat berupa kekeruhan, distorsi, dislokasi dan anomali geometri. Keluhan yang dialami penderita berupa pandangan kabur tanpa disertai nyeri. Pemeriksaan dapat dilakukan pada penyakit lensa adalah pemeriksaan ketajaman penglihatan dan dengan melihat lensa melalui slitlamp, oftalmoskop, senter tangan, atau kaca pembesar, sebaiknya dengan pupil dilatasi.
DEFINISI
Gambar 2. Katarak
Katarak berasal dari Yunani Katarrhakies, Inggris Cataract, dan latin Cataracta yang berarti air terjun. Dalam bahasa Indonesia disebut bular dimana penglihatan seperti tertutup air terjun akibat lensa yang keruh. Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa, atau karena keduanya. 3
EPIDEMIOLOGI Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO), katarak merupakan kelainan mata yang menyebabkan kebutaan dan gangguan penglihatan yang paling sering ditemukan seperti tercantum pada gambar berikut :
Gambar 3. Epidemiologi katarak
Katarak memilik derajat kepadatan yang sangat bervariasi dan dapat disebabkan oleh berbagai hal, biasanya akibat proses degeneratif. Pada penelitian yang dilakukan di Ameriksa Serikat didapatkan adanya 10% orang menderita katarak, dan prevalensi ini meningkat sampai 50% pada mereka yang berusia 65-75 tahun dan meningkat lagi sekitar 70% pada usia 75 tahun. Katarak congenital, katarak traumatic, dan katarak jenis jenis lain lebih jarang ditemukan. 1
KLASIFIKASI 1. Katarak kongenital Merupakan katarak yang mulai terjadi sebelum atau segera bayi lahir dan bayi berusia kurang dari 1 tahun. Katarak pada neonatus yang sehat bisa timbul karena pewarisan. Namun kadang tidak diketahui penyebabnya. Penyebab katarak pada neonatus tidak sehat adalah infeksi intrauteri maupun adanya gangguan metabolik. Infeksi intrauterin seperti rubella dan gangguan metabolik seperti galaktosemia. Faktor risiko terjadinya katarak kongenital adalah penyakit metabolik yang diturunkan, riwayat katarak dalam keluarga dan infeksi virus pada ibu ketika bayi masih dalam kandungan. Bentuk kekeruhan pada katarak kongenital : a. Katarak Hialoidea yang persisten Arteri hialoidea merupakan cabang dari arteri retina sentral yang memberi makan pada lensa. Pada usia 6 bulan dalam kandungan, arteri hialoidea mulai diserap sehingga pada keadaan normal, padawaktu bayi lahir sudah tidak nampak lagi. Kadang-kadang penyerapan tidak berlangsung sempurna,sehingga masih tertinggal sebagai bercak putih dibelakang lensa, berbentuk ekor yang dimulai di posterior lensa. Gangguan terhadap visus tidak begitu banyak. Visus biasanya 5/5, kekeruhannya statisioner, sehingga tidak memerlukan tindakan. b. Katarak Polaris Anterior Berbentuk piramid yang mempunyai dasar dan puncak, karena itu disebut juga katarak piramidalis anterior. Puncaknya dapat kedalam atau keluar. Keluhan terutama mengenai penglihatan yang kabur waktu terkena sinar, karena pada waktu ini pupil mengecil, sehingga sinar terhalang oleh kekeruhan dipolus anterior. Sinar yang redup tidak terlalu mengganggu, karena pada cahaya redup, pupil melebar, sehingga lebih banyak cahaya yang dapat masuk. Pada umumnya tidak menimbulkan gangguan stationer, sehingga tidak memerlukan tindakan operatif. Dengan pemberian midriatika, seperti sulfasatropin 1% atau homatropin 2% dapat memperbaiki visus, karena pupil menjadi lebih lebar, tetapi terjadi pula kelumpuhan dari Mm. Siliaris, sehingga tidak dapat berakomodasi. c. Katarak Polaris Posterior Kekeruhan terletak di polus posterior. Sifat-sifatnya sama dengan katarak polaris anterior. Juga stationer, tidak menimbulkan banyak ganggan visus, sehingga tidak memerlukan tindakan operasi.Tindakan yang lain sama dengan katarak polaris anterior. d. Katarak Aksialis Kekeruhan terletak pada aksis pada lensa. Kelainan dan tindakan sama dengan katarak polaris posterior. e. Katarak Zonularis Mengenai daerah tertentu, biasanya disertai kekeruhan yang lebih padat, tersusun sebagai garis-garis yang mengelilingi bagian yang keruh dan disebut riders, merupakan tanda khas untuk katarak zonularis. Paling sering terjadi pada anak- anak, kadang herediter dan sering disertai anamnesa kejang-kejang. Kekeruhannya berupa cakram (diskus), mengelilingi bagian tengah yang jernih. f. Katarak Stelata Kekeruhan terjadi pada sutura, dimana serat-serat dari substansi lensa bertemu, yang merupakanhuruf Y yang tegak di depan dan huruf Y terbalik di belakang. Biasanya tidak banyak menggangguvisus, sehingga tidak memerlukan pengobatan.
g. Katarak Kongenital Membranasea Terjadi kerusakan dari kapsul lensa, sehingga substansi lensa dapat keluar dan di serap, maka lensa semakin menjadi tipis dan akhirnya timbul kekeruhan seperti membran. h. Katarak kongenital total Katarak kongenital total disebabkan gangguan pertumbuhan akibat peradangan intrauterin. Katarak ini mungkin herediter atau timbul tanpa diketahui sebabnya. Lensa tampak putih, rata, keabu-abuan seperti mutiara.
Patologi kelainan metabolik pada katarak kongenital : a. Galaktosemia Galactosemia adalah inherediter autosomal resesif ketidakmampuan untuk menkonversi galactosa menjadi glukosa. Sebagai konsekuensi ketidakmampuan hal tersebut, terjadi akumulasi galaktosa pada seluruh jaringan tubuh, lebih lanjut lagi galactosa dikonversi menjadi galaktitol (dulcitol), sejenis gula alcohol dari galactosa. Galactosemia dapat terjadi akibat defek pada 1 dari 3 enzimes yang terlibat dalam proses metabolism galaktosa : galactosa 1-phosphate uridyl transferase, galactokinase, atau UDP-galactose-4-epimerase. Pada galaktosemia klasik disertai gejala malnutrisi, hepatomegali, ikterik dan degradasi mental. Penyakit ini akan fatal jika tidak terdiagnosis dan tidak diterapi. Pada pasien dengan galaktosemia, 75% akan berlanjut menjadi katarak. Akumulasi dari galaktosa dan galakttitol dalam sel lensa akan meningkatkan tekanan osmotic dan influk cairan kedalam lensa. Nucleus dan kortex bagian dalam menjadi lebih keruh, disebabkan oleh oil droplet. b. Diabetes mellitus Diabetes mellitus dapat mempengaruhi kejernihan dari lensa, refraktif index dan kemampuan akomodasi. Jika glukosa darah meningkat, juga meningkatkan komposisi glukosa dalam humor aqueous. Glukosa pada aqueous juga akan berdifusi masuk ke dalam lensa, sehingga komposisi glukosa dalam lensa jug akan meningkat. Beberapa dari glukosa akan di konfersi oleh enzim aldose reduktase menjadi sorbitol. Yang mana tidak akan dimetabolisme tetapi tetap di lensa. Setelah itu, perubahan tenakan osmotik menyebabkan infux cairan ke dalam lensa, yang menyebabkan pembengkakan lensa. Fase saat terjadinya hidrasi lenti dapat memnyebabkan perubahan kekuatan refraksi dari lensa. Pasien dengan diabetes bisa menyebabkan perubahan refraksi. Pasien dengan diabetes dapat terjadi penurunan kemampuan akomodasi sehingga presbiop dapat terjadi pada usia muda. Katarak adalah penyebab tersering kelainan visual pada pasien dengan diabetes. Terdapat 2 tipe klasifikasi katarak pada pasien tersebut. True diabetic cataract, atau snowflake cataract, dapat bilateral, onset terjadi secara tiba tiba dan menyebar sampai subkapsular lensa, tipe ini biasa terjadi pada usia dengan diabetes mellitus yang tidak terkontrol. kekeruhan menyeluruh supcapsular seperti tampilan kepingan salju terlihat awalnya di superfisial anterior dan korteks posterior lensa. Vacuola muncul dalam kapsul lensa. Pembengkakan dan kematangan katarak kortikal terjadi segera sesudahnya. Peneliti percaya bahwa perubahan metabolik yang mendasari terjadinya true diabetic cataract pada manusia sangat erat kaitannya dengan katarak sorbitol yang dipelajari pada hewan percobaan. Meskipun true diabetic cataract jarang ditemui pada praktek klinis saat ini, Setiap dilaporkannya katarak kortikal matur bilateral pada anak atau dewasa muda sebaiknya diwaspadai oleh klinisi kemungkinan diabetes mellitus. Tingginya resiko katarak terkait usia pada pasien dengan diabetes mungkin akibat dari akumulasi sorbitol dalam lensa, berikutnya terjadi perubahan hadration dan peningkatan glikosilasi protein pada lensa diabetik.
2. Katarak senilis Berdasarkan lokasi kekeruhan, katarak senilis memiliki 3 tipe, yaitu : a. Katarak nuklear Pada dekade keempat kehidupan, tekanan yang dihasilkan serat lensa menyebabkan pemadatan pada seluruh lensa, terutama nukleus. Lama-kelamaan inti sel yang mulanya putih kekuningan menjadi cokelat dan kemudian kehitaman (katarak brunesen atau nigra). b. Katarak kortikal Pada katarak kortikal terjadi penyerapan air sehingga lensa menjadi cembung dan terjadi miopisasi akibat perubahan indeks refraksi cahaya. c. Katarak subkapsular posterior Terjadinya kekeruhan di sisi belakang lensa. Katarak ini menyebabkan silau, pandangan kabur pada kondisi cahaya terang, serta pandangan baca menurun. Banyak ditemukan pada pasien diabetes, pasca radiasi, dan trauma. Katarak senilis juga dibagi menjadi 4 stadium, yaitu : Katarak insipien Pada stadium ini belum menimbulkan gangguan visus. Visus pada stadium ini bisa normal atau 6/6 6/20. Kekeruhan terutama terdapat pada bagian perifer berupa bercak-bercak seperti baji (jari-jari roda), terutama mengenai korteks anterior, sedangkan aksis masih terlihat jernih. Gambaran ini disebut Spokes of wheel, yang nyata bila pupil dilebarkan. Katarak imatur Sebagian lensa keruh. Merupakan katarak yang belum mengenai seluruh lapis lensa. Visus pada stadium ini 6/60 1/60. Kekeruhan ini terutama terdapat dibagian posterior dan bagian belakang nukleus lensa. Kalau tidak ada kekeruhan di lensa, maka sinar dapat masuk ke dalam mata tanpa ada yang dipantulkan. Oleh karena kekeruhan berada di posterior lensa, maka sinar oblik yang mengenai bagian yang keruh ini, akan dipantulkan lagi, sehingga pada pemeriksaan terlihat di pupil, ada daerah yang terang sebagai reflek pemantulan cahaya pada daerah lensa yang eruh dan daerah yang gelap, akibat bayangan iris pada bagian lensa yang keruh. Keadaan ini disebut shadow test(+). Katarak intumesen, kekeruhan lensa disertai pembengkakan lensa akibat lensa yang degeneratif menyerap air. Volume lensa bertambah akibat meningkatnya tekanan osmotik bahan degeneratif lensa. Pada keadaan lensa mencembung akan dapat menimbulkan hambatan pupil, sehingga terjadi glaukoma sekunder. Katarak matur Pada katarak matur, kekeruhan telah mengenai seluruh lensa. Kekeruhan ini bisa terjadi akibat deposisi ion Ca yang menyeluruh. Bila katarak imatur tidak dikeluarkan, maka cairan lensa akan keluar sehingga lensa kembali pada ukuran normal dan terjadi kekeruhan lensa yang lama kelamaan akan mengakibatkan kalsifikasi lensa pada katarak matur. Bilik mata depan berukuran dengan kedalaman normal kembali, tidak terdapat bayangan iris pada shadow test, atau disebut negatif. Visus pada stadium ini 1/300. Di pupil tampak lensa seperti mutiara.
Gambar 4. Katarak matur Katarak hipermatur Merupakan katarak yang telah mengalami proses degenerasi lanjut, dapat menjadi keras, lembek, dan mencair. Massa lensa yang berdegenerasi keluar dari kapsul lensa, sehingga lensa menjadi kecil, berwarna kuning dan kering. Pada pemeriksaan terlihat bilik mata dalam dan terlihat lipatan kapsul lensa. Visus pada stadium ini 1/300 1/~. Kadang pengkerutan berjalan terus sehingga hubungan dengan zonula zinn menjadi kendur. Bila proses katarak berlanjut disertai dengan kapsul yang tebal maka korteks yang berdegenerasi dan cair tidak dapat keluar, maka korteks akan memperlihatkan bentuk sebagai sekantong susu disertai dengan nukleus yang terbenam di dalam korteks lensa karena lebih berat. Keadaan ini disebut katarak Morgagni.
Gambar 5. Katarak hipermatur Insipien Imatur Matur Hipermatur Kekeruhan Ringan Sebagian Seluruh Masif Cairan lensa Normal Bertambah (air masuk) Normal Berkurang (air + massa lensa keluar) Iris Normal Terdorong Normal Tremulans Bilik mata depan Normal Dangkal Normal Dalam Sudut bilik mata Normal Sempit Normal Terbuka Shadow test Negatif Positif Negatif Pseudopositif Penyulit - Glaukoma - Uveitis + Glaukoma Tabel 1. Perbedaan stadium katarak
3. Katarak komplikata Katarak komplikata merupakan katarak akibat penyakit mata lain seperti radang, dan proses degenerasi seperti ablasi retina, retinitis pigmentosa, glaucoma, tumor intraocular, iskemia ocular, nekrosis anterior segmen, buftalmos,akibat suatu trauma dan pasca bedah mata. Katarak komplikata dapat juga disebabkan oleh penyakit sistemik endokrin (diabetes melitus, hipoparatiroid, galaktosemia, dan miotonia distrofi) dan keracunan obat (steroid local lama, steroid sistemik, oral kontraseptik dan miotika antikolinesterase). Katarak komplikata memberikan tanda khusus dimana mulai katarak selamanya di daerah bawah kapsul atau pada lapis korteks, kekeruhan dapat difus, pungtata, linear, rosete, reticulum dan biasanya terlihat vakuol. Dikenal 2 bentuk yaitu bentuk yang disebabkan kelainan pada polus posterior mata dan akibat kelainan pada polus anterior bola mata. Kelainan pada polus posterior mata Terjadi akibat penyakit koroiditis, retinitis pigmentosa, ablasio retina, kontusio retina dan miopia tinggi yang mengakibatkan kelainan badan kaca. Biasanya kelainan ini berjalan aksial yang biasanya tidak berjalan cepat di dalam nukleus sehingga sering terlihat nukleus lensa tetap jernih. Kelainan pada polus anterior mata Biasanya akibat kelainan kornea berat, iridosiklitis, kelainan neoplasma, dan glaukoma.
4. Katarak traumatik Paling sering akibat cedera benda asing di lensa atau trauma tumpul terhadap bola mata. Lensa menjadi putih segera setelah masuknya benda asing karena lubang pada kapsul lensa menyebabkan humor akuos dan kadan korpus vitreus masuk ke dalam struktur lensa. Pasien akan mengeluh penglihatan kabur secara mendadak. Mata menjadi merah, lensa opak dan mungkin terjadi pendarahan intraokular, apabila humor akuos dan korpus vitreus keluar dari mata, mata menjadi sangat lunak.
PATOFISIOLOGI Terdapat 2 teori yang menyebabkan terjadinya katarak yaitu teori hidrasi dan sklerosis: 1. Teori hidrasi, terjadi kegagalan mekanisme pompa aktif pada epitel lensa yang berada di subkapsular anterior, sehingga air tidak dapat dikeluarkan dari lensa. Air yang banyak ini akan menimbulkan bertambahnya tekanan osmotik yangmenyebabkan kekeruhan lensa. 2. Teori sklerosis lebih banyak terjadi pada lensa manula dimana serabut kolagen terus bertambah sehingga terjadi pemadatan serabut kolagen di tengah. Makin lama serabut tersebut semakin bertambah banyak sehingga terjadilah sklerosis nukleus lensa.
Perubahan yang terjadi pada lensa usia lanjut: 1. Kapsula Menebal dan kurang elastic (1/4 dibanding anak) Mulai presbipoic Bentuk lamel kapsul berkurang atau kabur Terlihat bahan granular 2. Epitel-makin tipis Sel epitel (germinatif pada ekuator bertambah besar dan berat) Bengkak dan vakuolisasi mitokondria yang nyata 3. Serat lensa Serat irreguler Pada korteks jelas kerusakan serat sel Brown sclerotic nucleus, sinar UV lama kelamaan merubah protein nukleus lensa, sedang warna coklat protein lensa nucleus mengandung histidin dan triptofan dibanding normal Korteks tidak berwarna karena kadar asam askorbat tinggi dan menghalangi foto oksidasi.
Sinar tidak banyak mengubah protein pada serat muda. Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya transparansi, akibat perubahan pada serabut halus multipel yang memanjang dari badan silliar ke sekitar daerah di luar lensa, misalnya menyebabkan penglihatan mengalami distorsi. Pada protein lensa menyebabkan koagulasi, sehingga mengakibatkan pandangan dengan penghambatan jalannya cahaya ke retina. 4-5
GEJALA KLINIS Seorang pasien dengan katarak senilis biasanya datang dengan riwayat kemunduran secara progesif dan gangguan dari penglihatan. Penyimpangan penglihatan bervariasi, tergantung pada jenis dari katarak ketika pasien datang. a. Penurunan visus, merupakan keluhan yang paling sering dikeluhkan pasien dengan katarak senilis. b. Silau, Keluhan ini termasuk seluruh spectrum dari penurunan sensitivitas kontras terhadap cahaya terang lingkungan atau silau pada siang hari hingga silau ketika endekat ke lampu pada malam hari. c. Perubahan miopik, progesifitas katarak sering meningkatkan kekuatan dioptrik lensa yang menimbulkan myopia derajat sedang hingga berat. Sebagai akibatnya, pasien presbiop melaporkan peningkatan penglihatan dekat mereka dan kurang membutuhkan kaca mata baca, keadaan ini disebut dengan second sight. Secara khas, perubahan miopik dan second sight tidak terlihat pada katarak subkortikal posterior atau anterior.ex bagian dalam menjadi lebih keruh, disebabkan oleh oil droplet d. Diplopia monocular. Kadang-kadang, perubahan nuclear yang terkonsentrasi pada bagian dalam lapisan lensa, menghasilkan area refraktil pada bagian tengah dari lensa, yang sering memberikan gambaran terbaik pada reflek merah dengan retinoskopi atau ophtalmoskopi langsung. Fenomena seperti ini menimbulkan diplopia monocular yang tidak dapat dikoreksi dengan kacamata, prisma, atau lensa kontak. e. Noda, berkabut pada lapangan pandang. f. Ukuran kaca mata sering berubah.
PENATALAKSANAAN Non bedah Tatalaksana non bedah hanya efektif dalam memperbaiki fungsi visual untuk sementara waktu. Di samping itu, walaupun banyak penelitian mengenai tatalaksana medikamentosa bagi penderita katarak, hingga saat ini belum ditemukan obat-obatan yang terbukti mampu memperlambat atau menghilangkan pembentukan katarak pada manusia. Beberapa agen yang mungkin dapat memperlambat pertumbuhan katarak adalah penurun kadar sorbitol, pemberian aspirin, antioksidan vitamin C dan E. Bedah Indikasi paling penting dari tindakan bedah pada penderita katarak adalah keinginan pasien untuk memperbaiki fungsi visual, bukan berdasarkan visus penderita. Hal yang perlu dievaluasi sebelum dilakukan pembedahan adalah : 1. Riwayat kesehatan secara umum Pemeriksaan harus meliputi semua sistem, adanya penyakit sistemik dan kemungkinan adanya alergi obat. 2. Riwayat kesehatan mata Sangat penting untuk menentukan prognosis dan hasil operasi, misalnya adanya riwayat trauma, inflamasi, ambliopia, glaukoma, kelainan nervus optikus, atau penyakit retina. 3. Riwayat operasi Jika pasien sudah pernah menjalani operasi katarak sebelumnya, penting untuk menanyakan jenis operasi yang pernah dilakukan, ada tidaknya permasalahan maupun komplikasi pasca operasi. 4. Riwayat pekerjaan dan kebiasaan Informasi ini lebih didasarkan pada fungsi visual terhadap aktifitas sehari-hari. 5. Kemampuan dan ketaatan pasien 6. Pemeriksaan eksternal Meliputi penilaian motilitas bola mata, pupil, dan semua organ tambahan mata. 7. Pemeriksaan slitlamp Dilakukan untuk menilai kondisi konjungtiva, kornea, bilik mata depan, iris, dan lensa itu sendiri. 8. Pemeriksaan fundus Untuk menilai kondisi segmen posterior bola mata. 9. Pemeriksaan fungsi visual Meliputi pemeriksaan visus dan lapang pandangan. 10. Pemeriksaan biometri Dilakukan untuk menghitung kekuaran lensa tanam. Panjang bola mata harus dihitung secara akurat dengan USG. Tindakan bedah pada katarak A. Ekstraksi Katarak Intrakapsular (EKIK) EKIK merupakan operasi katarak dengan membuang lensa dan kapsul secara keseluruhan. EKIK cenderung dipilih pada kondisi katarak yang tidak stabil, menggembung, hipermatur, dan terluksasi. Kontraindikasi mutlak untuk EKIK adalah katarak pada anak-anak dan ruptur kapsul karena trauma. Sedangkan kontraindikasi relatif EKIK adalah jika pasien merupakan penderita miopia tinggi, sindrom Marfan, katarak Morgagni, dan vitreus masuk ke kamera okuli anterior. Keuntungan EKIK adalah tidak diperlukan operasi tambahan karena membuang seluruh lensa dan kapsul tanpa meninggalkan sisa, alat-alatnya relatif sederhana, lebih mudah dilakukan, dan pemulihan penglihatan segera setelah operasi dengan menggunakan kacamata +10D. Kerugian EKIK adalah penyembuhan luka yang lama karena besarnya irisan yang dilakukan, merupakan pencetus astigmatisma, dan dapat menimbulkan iris dan vitreus inkarserata. B. Ekstraksi Katarak Ekstrakapsular (EKEK) EKEK adalah teknik operasi katarak dengan membuang nukleus dan korteks lensa melalui kapsula anterior. Pada operasi ini, kantong kapsul ditinggal sebagai tempat untuk menempatkan lensa tanam. Keuntungan EKEK adalah dilakukan dengan irisan kecil sehingga menyebabkan trauma yang lebih kecil pada endotel kornea, menimbulkan astigmatisma lebih kecil dibandingkan EKIK, dan menimbulkan luka yang lebih stabil dan aman. Operasi EKEK tidak boleh dilakukan apabila kekuatan zonula lemah atau tidak cukup kuat untuk mendorong nukleus dan korteks lensa. C. Small Incision Cataract Surgery (SICS) Perbedaan yang nyata dengan EKEK adalah pada irisan operasi dilakukan dengan irisan yang kecil sehingga hampir tidak membutuhkan jahitan pada luka insisi. Keunggulan SICS dibanding EKEK adalah penyembuhan yang relatif lebih cepat dan risiko astigmatisma yang lebih kecil. Beberapa kriteria ideal untuk dilakukan manual SICS adalah pada kondisi kornea dengan kejernihan baik, ketebalan normal, endotelium sehat, kedalaman bilik mata depan cukup, dilatasi pupil yang cukup, zonula yang utuh, tipe katarak kortikal, atau sklerosis nukleus derajat II dan III. D. Ekstraksi Katarak Ekstrakapsular dengan Fakoemulsifikasi Teknik operasi dengan fakoemulsifikasi menggunakan suatu alat disebut tip yang dikendalikan secara ultrasonik untuk memecah nukleus dan mengaspirasi lensa, sehingga berbeda dengan EKEK konvensional. Pada fakoemulsifikasi, luka akibat operasi lebih ringan sehingga penyembuhan luka juga berlangsung lebih cepat. Astigmat pasca bedah bisa diabaikan. 2,4
Perawatan pasca bedah Jika digunakan tehnik insisi kecil, maka penyembuhan pasca operasi biasanya lebih pendek. Pasien dapat bebas rawat jalan pada hari itu juga, tetapi dianjurkan untuk bergerak dengan hati-hati dan menghindari peregangan atau mengangkat benda berat selama sekitar satu bulan, olahraga berat jangan dilakukan selama 2 bulan. Matanya dapat dibalut selama beberapa hari pertama pasca operasi atau jika nyaman, balutan dapat dibuang pada hari pertama pasca operasi dan matanya dilindungi pakai kacamata atau dengan pelindung seharian. Kacamata sementara dapat digunakan beberapa hari setelah operasi, tetapi biasanya pasien dapat melihat dengan baik melui lensa intraokuler sambil menantikan kacamata permanen (biasanya 6-8 minggu setelah operasi). 6
Selain itu juga akan diberikan obat untuk : Mengurangi rasa sakit, karena operasi mata adalah tindakan yang menyayat maka diperlukan obat untuk mengurangi rasa sakit yang mungkin timbul benerapa jam setelah hilangnya kerja bius yang digunakan saat pembedahan. Antibiotik mencegah infeksi, pemberian antibiotik masih dianggap rutin dan perlu diberikan atas dasar kemungkinan terjadinya infeksi karena kebersihan yang tidak sempurna. Obat tetes mata streroid. Obat yang mengandung steroid ini berguna untuk mengurangi reaksi radang akibat tindakan bedah. Obat tetes yang mengandung antibiotik untuk mencegah infeksi pasca bedah. 7
Hal yang boleh dilakukan antara lain : Memakai dan meneteskan obat seperti yang dianjurkan Melakukan pekerjaan yang tidak berat Bila memakai sepatu jangan membungkuk tetapi dengan mengangkat kaki keatas. Yang tidak boleh dilakukan antara lain : Jangan menggosok mata Jangan membungkuk terlalu dalam Jangan menggendong yang berat Jangan membaca yang berlebihan dari biasanya Jangan mengedan keras sewaktu buang air besar Jangan berbaring ke sisi mata yang baru dibedah
KOMPLIKASI Komplikasi pada kasus katarak meliputi komplikasi dari penyakit katarak itu sendiri dan komplikasi dari pembedahan katarak. Komplikasi dari katarak 1. Glaucoma fakomorfik. Pada katarak intumesen, terjadi pemecahan protein lensa menjadi molekul yang lebih kecil sehingga air masuk ke dalam lensa sehingga menyebabkan lensa membengkak. Lensa yang membengkak ini dapat menjadi sangat besar dan dapat menutup sudut dari kamera okuli anterior sehingga menyebabkan glaucoma fakomorfik. (termasuk dalam glaucoma sekunder sudut tertutup) 2. Glaucoma fakolitik. Pada katarak hipermatur, massa lensa berdegenerasi keluar dari kapsul lensa sehingga lensa menjadi mengkerut. Massa lensa ini berperan sebagai antigen yang kemudian mengakibatkan reaksi radang. Kemudian makrofag masuk ke cairan akuos dan lensa dan memakan materi lensa. Debris protein dan sel-sel radang yang tersangkut dalam anyaman trabekulum menghambat aliran keluar humor aqueous sehingga meningkatkan tekanan intraocular sehingga terjadi glaucoma fakolitik. (termasuk dalam glaucoma sekunder sudut terbuka. 3. Lens induced uveitis (phakoanaphylactic uveitis). Merupakan peradangan yang terjadi pada uvea karena katarak hipermatur, dimana massa lensa mencair keluar dari kapsul lensa, masuk ke kamera okuli anterior, dan menimbulkan reaksi radang karena pembentukan antibody terhadap protein lensa. Peradangan ini dapat juga terjadi pada rupture kapsul lensa karena trauma atau akibat komplikasi pembedahan. (RP) 4. Subluksasi atau Dislokasi Lensa Pada stadium hipermatur, zonula zinii pada lensa dapat melemah dan rusak. Hal ini menyebabkan subluksasi lensa, dimana sebagian zonula zinii tetap utuh dan terdapat bagian sisa lensa, atau dislokasi, dimana seluruh bagian zonula zinii telah rusak dan tidak ada sisa lensa Komplikasi dari pembedahan katarak 1. Kebocoran vitreous. Jika kapsul posterior rusak pada saat pembedahan, vitreous gel dapat masuk ke kamera okuli anterior (COA) yang dapat meningkatkan risiko terjadinya glaucoma atau traksi retina. Keadaan ini membutuhkan alat untuk mengaspirasi dan membuang gel (vitrectomy), dan tidak memungkinkan untuk segera meletakkan IOL 2. Prolaps iris. Iris dapat menonjol keluar melalui bekas insisi segera setelah periode pos- operative. Prolaps iris tampak sebagai area gelap di dekat tempat insisi. Bentuk pupil berubah. Keadaan ini membutuhkan pembedahan yang tepat. 3. Endoftalmitis. Merupakan komplikasi yang serius dari katarak namun jarang terjadi (<0.3%). Pasien datang dengan mata merah, nyeri, penurunan tajam penglihatan biasanya beberapa hari setelah pembedahan, tampak hipopion di COA. Pasien memerlukan tindakan oftalmologist segera, pengambilan sampel cairan aqueous dan vitreous untuk analisis mikrobiologi dan pengobatan dengan antiobiotik intravitreus, topical, dan sistemik. 4. Astigmatisme post-operatif. Terjadi karena jahitan insisi di kornea mengganggu kurvatura kornea. Insisi yang kecil tanpa jahitan dengan teknik fakoemulsifikasi menghilangkan komplikasi ini. 5. Edema macula kistoid. Makula menjadi edema setelah pembedahan, yang ditandai dengan penurunan berat tajam penglihatan. 6. Ablasi retina. Terjadi 2-3% pasca EKIK dan 0.5-2% pasca EKEK. Risiko ablasi retina meningkat pada rupture kapsul posterior diikuti hilangnya vitreous, myopia axial (> 25mm), dan riwayat ablasi retina pada mata satunya. 7. Opasifikasi kapsul posterior. Berkurangnya kejernihan kapsul posterior pada hampir 20% pasien post operatif katarak. Keadaan ini dapat terjadi karena sel epithelial residual pada kapsul lensa yang intak membuat kekeruhan lagi pada kapsul posterior, (timbul katarak sekunder post EKEK) sehingga pandangan menjadi kabur dan tampak silau. Keadaan ini dapat diatasi dengan neodymium:yttrium-aluminum-garnet (Nd:YAG) laser. 1,2,4
PENCEGAHAN Katarak dapat dicegah, di antaranya dengan menjaga kadar gula darah selalu normal pada penderita diabetes mellitus, senantiasa menjaga kesehatan mata, mengonsumsi makanan yang dapat melindungi kelainan degeneratif pada mata dan antioksidan seperti buah-buahan banyak yang mengandung vitamin C, minyak sayuran, sayuran hijau, kacang-kacangan, kecambah, buncis, telur, hati dan susu yang merupakan makanan dengan kandungan vitamin E, selenium, dan tembaga tinggi. Vitamin C dan E dapat memperjelas penglihatan. Vitamin C dan E merupakan antioksidan yang dapat meminimalisasi kerusakan oksidatif pada mata, sebagai salah satu penyebab katarak. Hasil penelitian yang dilakukan terhadap 3.000 orang dewasa selama lima tahun menunjukkan, orang dewasa yang mengonsumsi multivitamin atau suplemen lain yang mengandung vitamin C dan E selama lebih dari 10 tahun, ternyata risiko terkena katarak 60% lebih kecil. Seseorang dengan konsentrasi plasma darah yang tinggi oleh dua atau tiga jenis antioksidan ( vit C, vit E, dan karotenoid) memiliki risiko terserang katarak lebih rendah dibandingkan orang yang konsentrasi salah satu atau lebih antioksidannya lebih rendah. Hasil penelitian lainnya yang dilakukan Farida (1998-1999) menunjukkan, masyarakat yang pola makannya kurang riboflavin (vitamin B2) berisiko lebih tinggi terserang katarak. Menurut Farida, ribovlafin memengaruhi aktivitas enzim glutation reduktase. Enzim ini berfungsi mendaur ulang glutation teroksidasi menjadi glutation tereduksi, agar tetap menetralkan radikal bebas atau oksigen.
PROGNOSIS Dengan kecanggihan teknologi di bidang medis khususnya penanganan katarak, sangat kecil kemungkinan terjadinya komplikasi pada perjalanan penyakit katarak. Bedah katarak dikatakan memiliki risiko sangat kecil untuk terjadinya komplikasi, dan membuat prognosis pada penyakit katarak ini menjadi baik. Yang terpenting adalah pengetahuan dan kesadaran si penderita untuk segera memeriksakan diri ke dokter dan menjalani bedah katarak. 1,5
PEMBAHASAN
Diagnosa katarak senilis imatur pada kasus ini ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan oftalmologis. Dari anamnesa, didapatkan bahwa katarak senilis matur terjadi pada mata kanan dan kiri dimana tajam penglihatan pasien menurun dan pasien melihat seperti kabut, terutama pada mata kiri pasien. Pasien pun merasa silau saat melihat cahaya dan semakin lama semakin mengganggu aktifitas pasien. Usia pasien pun sudah memasuki 50 tahun. Hal ini sesuai dengan teori katarak senilis imatur dimana katarak terjadi karena proses degeneratif dengan gejala klinis mata tenang visus turun perlahan. Dari pemeriksaan oftalmologis, ditemukan mata kiri visusnya 1/60, lensa tampak keruh tipis dan shadow test (+). Hal ini sesuai dengan jenis katarak senilis tipe imatur. Sedangkan mata kanan visusnya 4/60, lensa tampak keruh tipis dan shadow test (+). Hal ini sesuai dengan jenis katarak senilis tipe imatur. Pengobatan yang diberikan adalah operasi Ekstraksi Katarak Ekstra Kapsular (EKEK) dengan fakoemulsifikasi + IOL, dan harus rutin kontrol ke poli setelah seminggu untuk menilai perbaikan luka, pemeriksaan visus, dan komplikasi pasca operasi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Ilyas, S., Yulianti, S.R. Ilmu penyakit mata. Edisi ke-4. Cetakan ke-1. Jakarta: Balai Penerbit FK UI; 2006. h.204-16. 2. Riordan-Eva, P., Whitches, J.P. [editor]. Vaughan & asburys oftalmologi umum [terjemahan]. Edisi ke-17. Jakarta: EGC; 2009.h.169-176. 3. Kanski, J.J., Bowling, B. Clinical ophthalmology: a systematic approach [e-book]. Edisi ke-7. China: Elsevier Saunders; 2011.h.270-303. 4. Morosidi, S.A., Paliyama, M.F. Ilmu penyakit mata. Jakarta: FK Ukrida; 2011.59-60. 5. Suhardjo, Hartono [editor]. Ilmu Kesehatan Mata. Edisi pertama. Cetakan pertama. Yogyakarta: Bagian Ilmu Penyakit Mata FK UGM; 2007.h.85-101. 6. Vaugan G. D, Asbury T, Eva R.P. (2000). Oftalmologi umum. Bab.20 lensa hal 401- 406. Edisi 14. Widya medika : Jakarta. 7. Wijana, Nana S.D, Ilmu Penyakit Mata, Cetakan ke-6, Penerbit Abadi Tegal, Jakarta, 1993 : 190-196