Anda di halaman 1dari 32

KEPANITERAAN KLINIK

STATUS ILMU PENYAKIT MATA


RS MATA DR YAP

Nama : Devy Winata Chandra
NIM : 11.2012.182
Dokter pembimbing : dr. Enni Cahyani P., SpM., M.Kes.
Fakultas Kedokteran : UKRIDA

I. IDENTITAS
Nama : Ny. Mardinah
Umur : 50 tahun
Jenis kelamin : perempuan
Agama : Islam
Pekerjaan : ibu rumah tangga
Alamat : Kadilangu RT01 RW01 Kecamatan Baki Kabupaten/kota Sukoharjo
Pemeriksa : Devy Winata

II. ANAMNESIS
Dilakukan autoanamnesis pada tanggal 21 Mei 2013 pkl. 15.00 WIB
Keluhan utama :
Mata kiri kabur seperti melihat kabut sejak 1 tahun yang lalu
Keluhan tambahan :
Silau setiap melihat cahaya
Riwayat penyakit sekarang :
Sejak 1 tahun SMRS, pasien pernah datang ke rawat jalan RS Mata dr Yap dengan
keluhan kedua mata silau kalau terkena sinar dan menjadi kabur selama kurang lebih
3 bulan. Pasien dikatakan menderita katarak pada kedua matanya, kemudian
diberikan obat tetes mata. Sejak 8 bulan SMRS, pasien datang kembali ke RS Mata
dr. Yap dengan keluhan kedua mata menjadi lebih kabur. Sejak 2 hari SMRS, pasien
datang kembali ke rawat jalan RS Mata dr Yap dengan keluhan mata kiri terasa
kabur seperti melihat kabut. Pasien juga mengeluh sering merasa silau setiap melihat
cahaya. Pasien juga mengatakan bahwa mata kanannya juga kabur dan tidak nyaman
ketika melihat cahaya. Pasien menyangkal adanya mata merah, sakit, berair,
mengeluarkan kotoran, dan gatal di kedua mata. Keluhan seperti sakit kepala
sebelah, mual dan muntah juga disangkal oleh pasien. Pasien mengatakan tidak
pernah mengenakan kacamata. Pasien juga tidak memiliki riwayat alergi, darah
tinggi, dan operasi, namun memiliki riwayat kencing manis.
Riwayat penyakit dahulu :
Umum :
Hipertensi : Tidak ada
Diabetes melitus : Ada
Asma : Tidak ada
Gastritis : Tidak ada
Alergi obat : Tidak ada
Mata :
Riwayat penggunaan kacamata (-)
Riwayat operasi mata (-)
Riwayat trauma mata (-)
Riwayat penyakit keluarga :
Adik pasien pernah menjalani operasi katarak di mata kiri sekitar 2 tahun yang lalu.
III. PEMERIKSAAN FISIK
Status generalis
Keadaan umum : tidak tampak sakit
Kesadaran : compos mentis
Tanda vital :
TD :140/80
Nadi : 80x/menit
Respirasi : 18x/menit
Suhu : 36.5C
Kepala : normocephali, rambut hitam merata
Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera ikterik (-)
THT : septum deviasi (-), uvula di tengah, T1-T1 tenang
Thoraks : simetris, nyeri tekan (-), ronki (-/-), wheezing (-/-)
Paru-paru : nafas vesikuler, ronki (-/-), wheezing (-/-)
Jantung : BJ I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : datar, supel, bising usus (+) normal, nyeri tekan (-)
Ekstremitas : akral hangat, edema (-) di semua ekstremitas
KGB : tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening

IV. STATUS OFTALMOLOGIKUS
1. VISUS
OD OS
Visus 4/60 1/60
Koreksi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Addisi Tidak ada Tidak ada
Distansia pupil 55 mm 55mm
Kacamata lama Tidak ada Tidak ada

2. KEDUDUKAN BOLA MATA
OD OS
Eksoftalmus Tidak ada Tidak ada
Enoftalmus Tidak ada Tidak ada
Deviasi Tidak ada Tidak ada
Gerakan bola mata Baik ke segala arah Baik ke segala arah

3. SUPERSILIA
OD OS
Warna Hitam Hitam
Simetris Simetris Simetris

4. PALPEBRA SUPERIOR DAN INFERIOR
OD OS
Edema Tidak ada Tidak ada
Nyeri tekan Tidak ada Tidak ada
Ektropion Tidak ada Tidak ada
Entropion Tidak ada Tidak ada
Blefarospasme Tidak ada Tidak ada
Trikiasis Tidak ada Tidak ada
Sikatriks Tidak ada Tidak ada
Fissura palpebra Normal Normal
Ptosis Tidak ada Tidak ada
Hordeolum Tidak ada Tidak ada
Kalazion Tidak ada Tidak ada

5. KONJUNGTIVA TARSALIS SUPERIOR DAN INFERIOR
OD OS
Hiperemis Tidak ada Tidak ada
Folikel Tidak ada Tidak ada
Papil Tidak ada Tidak ada
Sikatriks Tidak ada Tidak ada
Anemis Tidak ada Tidak ada
Kemosis Tidak ada Tidak ada

6. KONJUNGTIVA BULBI
OD OS
Sekret Tidak ada Tidak ada
Injeksi konjungtiva Tidak ada Tidak ada
Injeksi siliar Tidak ada Tidak ada
Pendarahan
subkonjungtiva
Tidak ada Tidak ada
Pterigium Tidak ada Tidak ada
Pinguekula Tidak ada Tidak ada
Nevus pigmentosus Tidak ada Tidak ada
Kista dermoid Tidak ada Tidak ada

7. SISTEM LAKRIMALIS
OD OS
Punctum lakrimalis Dalam batas normal Dalam batas normal
Tes Anel Tidak dilakukan Tidak dilakukan

8. SKLERA
OD OS
Warna Putih Putih
Ikterik Tidak ada Tidak ada
Nyeri tekan Tidak dilakukan Tidak dilakukan
9. KORNEA
OD OS
Kejernihan Jernih Jernih
Permukaan Rata dan licin Rata dan licin
Ukuran 12 mm 12 mm
Sensibilitas Normal Normal
Infiltrat Tidak ada Tidak ada
Keratik presipitat Tidak ada Tidak ada
Sikatriks Tidak ada Tidak ada
Ulkus Tidak ada Tidak ada
Perforasi Tidak ada Tidak ada
Arkus senilis Ada Ada
Edema Tidak ada Tidak ada
Tes placido Tidak dilakukan Tidak dilakukan

10. BILIK MATA DEPAN
OD OS
Kedalaman Dalam Dalam
Kejernihan Jernih Jernih
Hifema Tidak ada Tidak ada
Hipopion Tidak ada Tidak ada
Efek Tyndall Tidak dilakukan Tidak dilakukan

11. IRIS
OD OS
Warna Cokelat Cokelat
Kripte Jelas Jelas
Sinekia Tidak ada Tidak ada
Koloboma Tidak ada Tidak ada

12. PUPIL
OD OS
Letak Sentral Sentral
Bentuk Bulat Bulat
Ukuran 12 mm 12 mm
Refleks cahaya
langsung
Positif Positif
Refleks cahaya tak
langsung
Positif Positif

13. LENSA
OD OS
Kejernihan Keruh Keruh
Letak Sentral Sentral
Shadow test Positif Positif

14. BADAN KACA
OD OS
Kejernihan Tidak dilakukan Tidak dilakukan

15. FUNDUS OKULI
OD OS
Batas Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Warna Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Ekskavasio Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Rasio arteri : vena Tidak dilakukan Tidak dilakukan
C/D Ratio Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Makula lutea Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Retina Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Eksudat Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Pendarahan Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Sikatriks Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Ablasio Tidak dilakukan Tidak dilakukan

16. PALPASI
OD OS
Nyeri tekan Tidak ada Tidak ada
Massa tumor Tidak ada Tidak ada
Tensi okuli Normal Normal
Tonometri Schiotz Tidak dilakukan Tidak dilakukan

17. KAMPUS VISI
OD OS
Tes konfrontasi Tidak sesuai
pemeriksa
Tidak sesuai
pemeriksa

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
USG Biometri
Dilakukan untuk menilai kekuatan lensa tanam (IOL), kelengkungan dan
kekuatan refraksi kornea, axial length bola mata, dan kekuatan refraksi total
yang diinginkan.
Laboratorium darah
Tanggal 21 Mei 2013
GDS 156
Ureum 35.7 10 50
Kreatinin 1.30 0.6 1.36
SGOT 24.7 7 32
SGPT 10.5 7 26
LDH 153 120 240
CKMB 7 < 22
Albumin 5.0 3.5 5.3
Na 136.99 135.37 145.00
K 4.17 3.48 5.50
Cl 102.27 96.00 106.00
Chol total 312 < 220
EKG untuk melihat kelainan jantung
Foto thorax PA untuk melihat kelainan pada jantung dan parenkim paru.

VI. RESUME
Seorang wanita berusia 50 tahun datang dengan keluhan penglihatan kabur pada
kedua matanya sejak 1 tahun SMRS. Pasien merasa silau jika melihat cahaya. Saat
itu, pasien dikatakan menderita katarak pada kedua matanya. 8 bulan SMRS, pasien
datang lagi dengan kedua matanya penglihatan menjadi lebih kabur dari sebelumnya
dan masih merasa tidak nyaman setiap melihat cahaya. 2 hari SMRS, pasien datang
lagi dengan keluhan penglihatan kabur dan terlihat adanya kabut terutama pada mata
kirinya. Pasien juga mengeluhkan silau setiap melihat cahaya. Keluhan ini membuat
pasien memutuskan untuk menjalani operasi katarak. Di keluarganya juga terdapat
riwayat penderita katarak. Pemeriksaan fisik : TD : 140/80 mmHg, Nadi : 80x/menit,
Respirasi : 18x/menit, Suhu : 36.5C. Pada pemeriksaan mata didapatkan VOD :
4/60, VOS : 1/60, lensa OD dan OS sedikit keruh, shadow test OD dan OS (+).

VII. DIAGNOSIS KERJA
OD : katarak senilis stadium imatur
Dasar diagnosis :
Dari anamnesis, keluhan penglihatan kabur dan merasa tidak nyaman setiap melihat
cahaya. Usianya sudah menginjak 50 tahun. Dari pemeriksaan mata, didapatkan
VOD 4/60, lensa terlihat sedikit keruh dengan shadow test (+). Tidak ada keluhan
mata merah, sakit, ataupun riwayat trauma mata.

OS : katarak senilis stadium imatur
Dasar diagnosis :
Dari anamnesis, keluhan penglihatan kabur dengan lapang pandangan seperti melihat
kabut. Keluhan silau setiap melihat cahaya (+). Usianya sudah menginjak 50 tahun.
Dari pemeriksaan mata, didapatkan VOS 1/60, lensa terlihat sedikit keruh dengan
shadow test (+). Tidak ada keluhan mata merah, sakit, ataupun riwayat trauma mata.

VIII. DIAGNOSIS BANDING
1. Katarak komplikata
2. Sikatrik kornea
3. Pterigium

IX. PENATALAKSANAAN
Non bedah :
Tatalaksana ini hanya efektif memperbaiki fungsi visual untuk sementara waktu dan
memperlambat pertumbuhan katarak :
- Penurun kadar sorbitol
- Pemberian aspirin
- Antioksidan vitamin C dan E
Bedah :
Preoperasi :
- Edukasi pasien tentang prosedur operasi
- Baju operasi, inform consent
- Midriatika tetes mata : epinephrine 1% 2 tetes OS
- Antibiotik profilaksis preoperasi : siprofloksasin 4 x 1 tetes ODS
Operasi : Ekstraksi Katarak Ektra Kapsular (EKEK) dengan fakoemulsifikasi + IOL
Post operasi :
- Siprofloksasin 0.3% tetes mata 4 x 1 tetes OS
- Kortikosteroid : fluorometolon 0.1% tetes mata 4 x 1-2 tetes OS
- Edukasi pasien agar mata tidak terkena air kurang lebih 3 bulan.
- Kontrol ke poliklinik setelah seminggu untuk menilai perbaikan luka,
pemeriksaan visus, dan komplikasi pasca operasi.

X. PROGNOSIS
Ad vitam : ad bonam
Ad functionam : ad bonam
Ad sanationam : ad bonam














Tinjauan Pustaka
KATARAK

ANATOMI LENSA







Gambar 1. Anatomi mata

Lensa adalah suatu struktur bikonveks, avaskular, tidak berwarna dan hampir transparan
sempurna. Tebalnya sekitar 4 mm dan diameter 9 mm. Di belakang iris, lensa digantung
oleh zonula zinii (ligamentum suspensorium lentis) yang menghubungkan dengan korpus
siliaris. Di anterior lensa, terdapat humor akuos. Di sebelah posteriornya, terdapat vitreus.
Secara klinis, lensa terdiri dari kapsul, korteks, nukleus embrional, dan nukleus dewasa.
Kapsul lensa adalah membran yang semipermeabel (sedikit lebih permeabel daripada
kapiler) yang menyebabkan air dan elektrolit masuk. Di depan lensa terdapat selapis tipis
epitel subkapsuler. Nukleus lensa lebih tebal dari korteksnya. Semakin bertambahnya usia,
laminar epitel subkapsuler terus diproduksi sehingga lensa semakin besar dan kehilangan
elastisitas.
Lensa dapat membiaskan cahaya karena indeks bias biasanya sekitar 1.4 pada sentral dan
1.36 pada perifer. Kekuatan bias lensa kira-kira +20D. Namun, bila lensa ini diambil
kemudian diberi kacamata, maka penggantian kacamata ini tidak sebesar +20D, tetapi hanya
+10D, karena adanya perubahan letak atau jarak lensa ke retina. Makin tua seseorang maka
makin berkurang kekuatan penambahan dioptrinya dan kekuatan penambahan dioptri ini
akan hilang setelah usia 60 tahun. Kemampuan lensa untuk menambah kekuatan refraksinya
disebut sebagai daya akomodasi.
1

Lensa terdiri dari 65% air dan 35% protein (tertinggi kandungan nya di antara seluruh
tubuh) dan sedikit sekali mineral. Kandungan kalium lebih tinggi pada lensa dibanding area
tubuh lainnya. Asam askorbat dan glutation terdapat dalam bentuk teroksidasi maupun
tereduksi. Tidak ada serat nyeri, pembuluh darah, atau saraf pada lensa.
Secara fisiologik lensa mempunyai sifat tertentu, yaitu :
o Kenyal atau lentur karena memegang peranan terpenting dalam akomodasi
untuk menjadi cembung
o Jernih atau transparan karena diperlukan sebagai media penglihatan
o Terletak ditempatnya
Keadaan patologik lensa ini berupa :
o Tidak kenyal pada orang dewasa akan mengakibatkan presbiopia
o Keruh atau yang disebut katarak
o Tidak berada ditempatnya atau subluksasi dan dislokasi.

FISIOLOGI LENSA
Fungsi utama lensa adalah memfokuskan berkas cahaya ke retina. Untuk memfokuskan
cahaya yang datang dari jauh m. Siliaris berelaksasi, menegangkan serat zonula dan
memperkecil diameter anteroposterior lensa sampai ukuran terkecil, dalam posisi ini daya
refraksi lensa diperkecil sehingga berkas cahaya akan terfokus pada retina. Sementara untuk
cahaya yang berjarak dekat m.siliaris berkontraksi sehingga tegangan zonula berkurang,
artinya lensa yang elastis menjadi lebih sferis diiringi oleh peningkatan daya biasnya. Kerja
sama fisiologis antara korpus siliaris, zonula dan lensa untuk memfokuskan benda jatuh
pada retina dikenal dengan akomodasi. Akomodasi merupakan suatu proses ketika lensa
merubah fokus untuk melihat benda dekat. Pada prosesnya, terjadi perubahan bentuk lensa
yang dihasilkan oleh kinerja otot siliaris pada serabut zonular. Kelenturan lensa paling tinggi
dijumpai pada usia kanak-kanak dan dewasa muda, dan semakin menurun dengan
bertambahnya usia. Ketika lensa berakomodasi, kekuatan refraksi akan bertambah.
Akomodasi dapat distimulasi oleh obyek pada ukuran dan jarak tertentu, atau oleh suasana
remang-remang, dan aberasi kromatis. Proses akomodasi dimediasi oleh serabut
parasimpatis nervus okulomotor (n. kranial III).
2,3

Gangguan pada lensa dapat berupa kekeruhan, distorsi, dislokasi dan anomali geometri.
Keluhan yang dialami penderita berupa pandangan kabur tanpa disertai nyeri. Pemeriksaan
dapat dilakukan pada penyakit lensa adalah pemeriksaan ketajaman penglihatan dan dengan
melihat lensa melalui slitlamp, oftalmoskop, senter tangan, atau kaca pembesar, sebaiknya
dengan pupil dilatasi.

DEFINISI




Gambar 2. Katarak

Katarak berasal dari Yunani Katarrhakies, Inggris Cataract, dan latin Cataracta yang berarti
air terjun. Dalam bahasa Indonesia disebut bular dimana penglihatan seperti tertutup air
terjun akibat lensa yang keruh. Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang
dapat terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa, atau karena
keduanya.
3


EPIDEMIOLOGI
Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO), katarak merupakan kelainan
mata yang menyebabkan kebutaan dan gangguan penglihatan yang paling sering ditemukan
seperti tercantum pada gambar berikut :





Gambar 3. Epidemiologi katarak

Katarak memilik derajat kepadatan yang sangat bervariasi dan dapat disebabkan oleh
berbagai hal, biasanya akibat proses degeneratif. Pada penelitian yang dilakukan di
Ameriksa Serikat didapatkan adanya 10% orang menderita katarak, dan prevalensi ini
meningkat sampai 50% pada mereka yang berusia 65-75 tahun dan meningkat lagi sekitar
70% pada usia 75 tahun. Katarak congenital, katarak traumatic, dan katarak jenis jenis lain
lebih jarang ditemukan.
1


KLASIFIKASI
1. Katarak kongenital
Merupakan katarak yang mulai terjadi sebelum atau segera bayi lahir dan bayi berusia
kurang dari 1 tahun. Katarak pada neonatus yang sehat bisa timbul karena pewarisan.
Namun kadang tidak diketahui penyebabnya. Penyebab katarak pada neonatus tidak
sehat adalah infeksi intrauteri maupun adanya gangguan metabolik. Infeksi intrauterin
seperti rubella dan gangguan metabolik seperti galaktosemia. Faktor risiko terjadinya
katarak kongenital adalah penyakit metabolik yang diturunkan, riwayat katarak dalam
keluarga dan infeksi virus pada ibu ketika bayi masih dalam kandungan.
Bentuk kekeruhan pada katarak kongenital :
a. Katarak Hialoidea yang persisten
Arteri hialoidea merupakan cabang dari arteri retina sentral yang memberi makan
pada lensa. Pada usia 6 bulan dalam kandungan, arteri hialoidea mulai diserap
sehingga pada keadaan normal, padawaktu bayi lahir sudah tidak nampak lagi.
Kadang-kadang penyerapan tidak berlangsung sempurna,sehingga masih tertinggal
sebagai bercak putih dibelakang lensa, berbentuk ekor yang dimulai di posterior
lensa. Gangguan terhadap visus tidak begitu banyak. Visus biasanya 5/5,
kekeruhannya statisioner, sehingga tidak memerlukan tindakan.
b. Katarak Polaris Anterior
Berbentuk piramid yang mempunyai dasar dan puncak, karena itu disebut juga
katarak piramidalis anterior. Puncaknya dapat kedalam atau keluar. Keluhan
terutama mengenai penglihatan yang kabur waktu terkena sinar, karena pada waktu
ini pupil mengecil, sehingga sinar terhalang oleh kekeruhan dipolus anterior. Sinar
yang redup tidak terlalu mengganggu, karena pada cahaya redup, pupil melebar,
sehingga lebih banyak cahaya yang dapat masuk. Pada umumnya tidak
menimbulkan gangguan stationer, sehingga tidak memerlukan tindakan operatif.
Dengan pemberian midriatika, seperti sulfasatropin 1% atau homatropin 2% dapat
memperbaiki visus, karena pupil menjadi lebih lebar, tetapi terjadi pula
kelumpuhan dari Mm. Siliaris, sehingga tidak dapat berakomodasi.
c. Katarak Polaris Posterior
Kekeruhan terletak di polus posterior. Sifat-sifatnya sama dengan katarak polaris
anterior. Juga stationer, tidak menimbulkan banyak ganggan visus, sehingga tidak
memerlukan tindakan operasi.Tindakan yang lain sama dengan katarak polaris
anterior.
d. Katarak Aksialis
Kekeruhan terletak pada aksis pada lensa. Kelainan dan tindakan sama dengan
katarak polaris posterior.
e. Katarak Zonularis
Mengenai daerah tertentu, biasanya disertai kekeruhan yang lebih padat, tersusun
sebagai garis-garis yang mengelilingi bagian yang keruh dan disebut riders,
merupakan tanda khas untuk katarak zonularis. Paling sering terjadi pada anak-
anak, kadang herediter dan sering disertai anamnesa kejang-kejang. Kekeruhannya
berupa cakram (diskus), mengelilingi bagian tengah yang jernih.
f. Katarak Stelata
Kekeruhan terjadi pada sutura, dimana serat-serat dari substansi lensa bertemu,
yang merupakanhuruf Y yang tegak di depan dan huruf Y terbalik di belakang.
Biasanya tidak banyak menggangguvisus, sehingga tidak memerlukan pengobatan.


g. Katarak Kongenital Membranasea
Terjadi kerusakan dari kapsul lensa, sehingga substansi lensa dapat keluar dan di
serap, maka lensa semakin menjadi tipis dan akhirnya timbul kekeruhan seperti
membran.
h. Katarak kongenital total
Katarak kongenital total disebabkan gangguan pertumbuhan akibat peradangan
intrauterin. Katarak ini mungkin herediter atau timbul tanpa diketahui sebabnya.
Lensa tampak putih, rata, keabu-abuan seperti mutiara.

Patologi kelainan metabolik pada katarak kongenital :
a. Galaktosemia
Galactosemia adalah inherediter autosomal resesif ketidakmampuan untuk
menkonversi galactosa menjadi glukosa. Sebagai konsekuensi ketidakmampuan hal
tersebut, terjadi akumulasi galaktosa pada seluruh jaringan tubuh, lebih lanjut lagi
galactosa dikonversi menjadi galaktitol (dulcitol), sejenis gula alcohol dari
galactosa. Galactosemia dapat terjadi akibat defek pada 1 dari 3 enzimes yang
terlibat dalam proses metabolism galaktosa : galactosa 1-phosphate uridyl
transferase, galactokinase, atau UDP-galactose-4-epimerase. Pada galaktosemia
klasik disertai gejala malnutrisi, hepatomegali, ikterik dan degradasi mental.
Penyakit ini akan fatal jika tidak terdiagnosis dan tidak diterapi. Pada pasien
dengan galaktosemia, 75% akan berlanjut menjadi katarak. Akumulasi dari
galaktosa dan galakttitol dalam sel lensa akan meningkatkan tekanan osmotic dan
influk cairan kedalam lensa. Nucleus dan kortex bagian dalam menjadi lebih keruh,
disebabkan oleh oil droplet.
b. Diabetes mellitus
Diabetes mellitus dapat mempengaruhi kejernihan dari lensa, refraktif index dan
kemampuan akomodasi. Jika glukosa darah meningkat, juga meningkatkan
komposisi glukosa dalam humor aqueous. Glukosa pada aqueous juga akan
berdifusi masuk ke dalam lensa, sehingga komposisi glukosa dalam lensa jug akan
meningkat. Beberapa dari glukosa akan di konfersi oleh enzim aldose reduktase
menjadi sorbitol. Yang mana tidak akan dimetabolisme tetapi tetap di lensa. Setelah
itu, perubahan tenakan osmotik menyebabkan infux cairan ke dalam lensa, yang
menyebabkan pembengkakan lensa. Fase saat terjadinya hidrasi lenti dapat
memnyebabkan perubahan kekuatan refraksi dari lensa. Pasien dengan diabetes
bisa menyebabkan perubahan refraksi. Pasien dengan diabetes dapat terjadi
penurunan kemampuan akomodasi sehingga presbiop dapat terjadi pada usia muda.
Katarak adalah penyebab tersering kelainan visual pada pasien dengan diabetes.
Terdapat 2 tipe klasifikasi katarak pada pasien tersebut. True diabetic cataract, atau
snowflake cataract, dapat bilateral, onset terjadi secara tiba tiba dan menyebar
sampai subkapsular lensa, tipe ini biasa terjadi pada usia dengan diabetes mellitus
yang tidak terkontrol. kekeruhan menyeluruh supcapsular seperti tampilan
kepingan salju terlihat awalnya di superfisial anterior dan korteks posterior lensa.
Vacuola muncul dalam kapsul lensa. Pembengkakan dan kematangan katarak
kortikal terjadi segera sesudahnya. Peneliti percaya bahwa perubahan metabolik
yang mendasari terjadinya true diabetic cataract pada manusia sangat erat kaitannya
dengan katarak sorbitol yang dipelajari pada hewan percobaan. Meskipun true
diabetic cataract jarang ditemui pada praktek klinis saat ini, Setiap dilaporkannya
katarak kortikal matur bilateral pada anak atau dewasa muda sebaiknya diwaspadai
oleh klinisi kemungkinan diabetes mellitus. Tingginya resiko katarak terkait usia
pada pasien dengan diabetes mungkin akibat dari akumulasi sorbitol dalam lensa,
berikutnya terjadi perubahan hadration dan peningkatan glikosilasi protein pada
lensa diabetik.

2. Katarak senilis
Berdasarkan lokasi kekeruhan, katarak senilis memiliki 3 tipe, yaitu :
a. Katarak nuklear
Pada dekade keempat kehidupan, tekanan yang dihasilkan serat lensa menyebabkan
pemadatan pada seluruh lensa, terutama nukleus. Lama-kelamaan inti sel yang
mulanya putih kekuningan menjadi cokelat dan kemudian kehitaman (katarak
brunesen atau nigra).
b. Katarak kortikal
Pada katarak kortikal terjadi penyerapan air sehingga lensa menjadi cembung dan
terjadi miopisasi akibat perubahan indeks refraksi cahaya.
c. Katarak subkapsular posterior
Terjadinya kekeruhan di sisi belakang lensa. Katarak ini menyebabkan silau,
pandangan kabur pada kondisi cahaya terang, serta pandangan baca menurun.
Banyak ditemukan pada pasien diabetes, pasca radiasi, dan trauma.
Katarak senilis juga dibagi menjadi 4 stadium, yaitu :
Katarak insipien
Pada stadium ini belum menimbulkan gangguan visus. Visus pada stadium ini bisa
normal atau 6/6 6/20. Kekeruhan terutama terdapat pada bagian perifer berupa
bercak-bercak seperti baji (jari-jari roda), terutama mengenai korteks anterior,
sedangkan aksis masih terlihat jernih. Gambaran ini disebut Spokes of wheel, yang
nyata bila pupil dilebarkan.
Katarak imatur
Sebagian lensa keruh. Merupakan katarak yang belum mengenai seluruh lapis
lensa. Visus pada stadium ini 6/60 1/60. Kekeruhan ini terutama terdapat
dibagian posterior dan bagian belakang nukleus lensa. Kalau tidak ada kekeruhan
di lensa, maka sinar dapat masuk ke dalam mata tanpa ada yang dipantulkan. Oleh
karena kekeruhan berada di posterior lensa, maka sinar oblik yang mengenai bagian
yang keruh ini, akan dipantulkan lagi, sehingga pada pemeriksaan terlihat di pupil,
ada daerah yang terang sebagai reflek pemantulan cahaya pada daerah lensa yang
eruh dan daerah yang gelap, akibat bayangan iris pada bagian lensa yang keruh.
Keadaan ini disebut shadow test(+).
Katarak intumesen, kekeruhan lensa disertai pembengkakan lensa akibat lensa yang
degeneratif menyerap air. Volume lensa bertambah akibat meningkatnya tekanan
osmotik bahan degeneratif lensa. Pada keadaan lensa mencembung akan dapat
menimbulkan hambatan pupil, sehingga terjadi glaukoma sekunder.
Katarak matur
Pada katarak matur, kekeruhan telah mengenai seluruh lensa. Kekeruhan ini bisa
terjadi akibat deposisi ion Ca yang menyeluruh. Bila katarak imatur tidak
dikeluarkan, maka cairan lensa akan keluar sehingga lensa kembali pada ukuran
normal dan terjadi kekeruhan lensa yang lama kelamaan akan mengakibatkan
kalsifikasi lensa pada katarak matur. Bilik mata depan berukuran dengan
kedalaman normal kembali, tidak terdapat bayangan iris pada shadow test, atau
disebut negatif. Visus pada stadium ini 1/300. Di pupil tampak lensa seperti
mutiara.




Gambar 4. Katarak matur
Katarak hipermatur
Merupakan katarak yang telah mengalami proses degenerasi lanjut, dapat menjadi
keras, lembek, dan mencair. Massa lensa yang berdegenerasi keluar dari kapsul
lensa, sehingga lensa menjadi kecil, berwarna kuning dan kering. Pada pemeriksaan
terlihat bilik mata dalam dan terlihat lipatan kapsul lensa. Visus pada stadium ini
1/300 1/~. Kadang pengkerutan berjalan terus sehingga hubungan dengan zonula
zinn menjadi kendur. Bila proses katarak berlanjut disertai dengan kapsul yang
tebal maka korteks yang berdegenerasi dan cair tidak dapat keluar, maka korteks
akan memperlihatkan bentuk sebagai sekantong susu disertai dengan nukleus yang
terbenam di dalam korteks lensa karena lebih berat. Keadaan ini disebut katarak
Morgagni.





Gambar 5. Katarak hipermatur
Insipien Imatur Matur Hipermatur
Kekeruhan Ringan Sebagian Seluruh Masif
Cairan lensa Normal Bertambah
(air masuk)
Normal Berkurang
(air + massa
lensa keluar)
Iris Normal Terdorong Normal Tremulans
Bilik mata depan Normal Dangkal Normal Dalam
Sudut bilik mata Normal Sempit Normal Terbuka
Shadow test Negatif Positif Negatif Pseudopositif
Penyulit - Glaukoma - Uveitis +
Glaukoma
Tabel 1. Perbedaan stadium katarak

3. Katarak komplikata
Katarak komplikata merupakan katarak akibat penyakit mata lain seperti radang, dan
proses degenerasi seperti ablasi retina, retinitis pigmentosa, glaucoma, tumor
intraocular, iskemia ocular, nekrosis anterior segmen, buftalmos,akibat suatu trauma
dan pasca bedah mata. Katarak komplikata dapat juga disebabkan oleh penyakit
sistemik endokrin (diabetes melitus, hipoparatiroid, galaktosemia, dan miotonia distrofi)
dan keracunan obat (steroid local lama, steroid sistemik, oral kontraseptik dan miotika
antikolinesterase).
Katarak komplikata memberikan tanda khusus dimana mulai katarak selamanya di
daerah bawah kapsul atau pada lapis korteks, kekeruhan dapat difus, pungtata, linear,
rosete, reticulum dan biasanya terlihat vakuol.
Dikenal 2 bentuk yaitu bentuk yang disebabkan kelainan pada polus posterior mata dan
akibat kelainan pada polus anterior bola mata.
Kelainan pada polus posterior mata
Terjadi akibat penyakit koroiditis, retinitis pigmentosa, ablasio retina, kontusio retina
dan miopia tinggi yang mengakibatkan kelainan badan kaca. Biasanya kelainan ini
berjalan aksial yang biasanya tidak berjalan cepat di dalam nukleus sehingga sering
terlihat nukleus lensa tetap jernih.
Kelainan pada polus anterior mata
Biasanya akibat kelainan kornea berat, iridosiklitis, kelainan neoplasma, dan
glaukoma.

4. Katarak traumatik
Paling sering akibat cedera benda asing di lensa atau trauma tumpul terhadap bola mata.
Lensa menjadi putih segera setelah masuknya benda asing karena lubang pada kapsul
lensa menyebabkan humor akuos dan kadan korpus vitreus masuk ke dalam struktur
lensa. Pasien akan mengeluh penglihatan kabur secara mendadak. Mata menjadi merah,
lensa opak dan mungkin terjadi pendarahan intraokular, apabila humor akuos dan
korpus vitreus keluar dari mata, mata menjadi sangat lunak.

PATOFISIOLOGI
Terdapat 2 teori yang menyebabkan terjadinya katarak yaitu teori hidrasi dan sklerosis:
1. Teori hidrasi, terjadi kegagalan mekanisme pompa aktif pada epitel lensa yang berada
di subkapsular anterior, sehingga air tidak dapat dikeluarkan dari lensa. Air yang
banyak ini akan menimbulkan bertambahnya tekanan osmotik yangmenyebabkan
kekeruhan lensa.
2. Teori sklerosis lebih banyak terjadi pada lensa manula dimana serabut kolagen terus
bertambah sehingga terjadi pemadatan serabut kolagen di tengah. Makin lama serabut
tersebut semakin bertambah banyak sehingga terjadilah sklerosis nukleus lensa.

Perubahan yang terjadi pada lensa usia lanjut:
1. Kapsula
Menebal dan kurang elastic (1/4 dibanding anak)
Mulai presbipoic
Bentuk lamel kapsul berkurang atau kabur
Terlihat bahan granular
2. Epitel-makin tipis
Sel epitel (germinatif pada ekuator bertambah besar dan berat)
Bengkak dan vakuolisasi mitokondria yang nyata
3. Serat lensa
Serat irreguler
Pada korteks jelas kerusakan serat sel
Brown sclerotic nucleus, sinar UV lama kelamaan merubah protein nukleus
lensa, sedang warna coklat protein lensa nucleus mengandung histidin dan
triptofan dibanding normal
Korteks tidak berwarna karena kadar asam askorbat tinggi dan menghalangi foto
oksidasi.

Sinar tidak banyak mengubah protein pada serat muda. Perubahan fisik dan kimia dalam
lensa mengakibatkan hilangnya transparansi, akibat perubahan pada serabut halus multipel
yang memanjang dari badan silliar ke sekitar daerah di luar lensa, misalnya menyebabkan
penglihatan mengalami distorsi. Pada protein lensa menyebabkan koagulasi, sehingga
mengakibatkan pandangan dengan penghambatan jalannya cahaya ke retina.
4-5


GEJALA KLINIS
Seorang pasien dengan katarak senilis biasanya datang dengan riwayat kemunduran secara
progesif dan gangguan dari penglihatan. Penyimpangan penglihatan bervariasi, tergantung
pada jenis dari katarak ketika pasien datang.
a. Penurunan visus, merupakan keluhan yang paling sering dikeluhkan pasien dengan
katarak senilis.
b. Silau, Keluhan ini termasuk seluruh spectrum dari penurunan sensitivitas kontras
terhadap cahaya terang lingkungan atau silau pada siang hari hingga silau ketika
endekat ke lampu pada malam hari.
c. Perubahan miopik, progesifitas katarak sering meningkatkan kekuatan dioptrik lensa
yang menimbulkan myopia derajat sedang hingga berat. Sebagai akibatnya, pasien
presbiop melaporkan peningkatan penglihatan dekat mereka dan kurang
membutuhkan kaca mata baca, keadaan ini disebut dengan second sight. Secara
khas, perubahan miopik dan second sight tidak terlihat pada katarak subkortikal
posterior atau anterior.ex bagian dalam menjadi lebih keruh, disebabkan oleh oil
droplet
d. Diplopia monocular. Kadang-kadang, perubahan nuclear yang terkonsentrasi pada
bagian dalam lapisan lensa, menghasilkan area refraktil pada bagian tengah dari
lensa, yang sering memberikan gambaran terbaik pada reflek merah dengan
retinoskopi atau ophtalmoskopi langsung. Fenomena seperti ini menimbulkan
diplopia monocular yang tidak dapat dikoreksi dengan kacamata, prisma, atau lensa
kontak.
e. Noda, berkabut pada lapangan pandang.
f. Ukuran kaca mata sering berubah.

PENATALAKSANAAN
Non bedah
Tatalaksana non bedah hanya efektif dalam memperbaiki fungsi visual untuk sementara
waktu. Di samping itu, walaupun banyak penelitian mengenai tatalaksana medikamentosa
bagi penderita katarak, hingga saat ini belum ditemukan obat-obatan yang terbukti mampu
memperlambat atau menghilangkan pembentukan katarak pada manusia. Beberapa agen
yang mungkin dapat memperlambat pertumbuhan katarak adalah penurun kadar sorbitol,
pemberian aspirin, antioksidan vitamin C dan E.
Bedah
Indikasi paling penting dari tindakan bedah pada penderita katarak adalah keinginan pasien
untuk memperbaiki fungsi visual, bukan berdasarkan visus penderita. Hal yang perlu
dievaluasi sebelum dilakukan pembedahan adalah :
1. Riwayat kesehatan secara umum
Pemeriksaan harus meliputi semua sistem, adanya penyakit sistemik dan kemungkinan
adanya alergi obat.
2. Riwayat kesehatan mata
Sangat penting untuk menentukan prognosis dan hasil operasi, misalnya adanya riwayat
trauma, inflamasi, ambliopia, glaukoma, kelainan nervus optikus, atau penyakit retina.
3. Riwayat operasi
Jika pasien sudah pernah menjalani operasi katarak sebelumnya, penting untuk
menanyakan jenis operasi yang pernah dilakukan, ada tidaknya permasalahan maupun
komplikasi pasca operasi.
4. Riwayat pekerjaan dan kebiasaan
Informasi ini lebih didasarkan pada fungsi visual terhadap aktifitas sehari-hari.
5. Kemampuan dan ketaatan pasien
6. Pemeriksaan eksternal
Meliputi penilaian motilitas bola mata, pupil, dan semua organ tambahan mata.
7. Pemeriksaan slitlamp
Dilakukan untuk menilai kondisi konjungtiva, kornea, bilik mata depan, iris, dan lensa
itu sendiri.
8. Pemeriksaan fundus
Untuk menilai kondisi segmen posterior bola mata.
9. Pemeriksaan fungsi visual
Meliputi pemeriksaan visus dan lapang pandangan.
10. Pemeriksaan biometri
Dilakukan untuk menghitung kekuaran lensa tanam. Panjang bola mata harus dihitung
secara akurat dengan USG.
Tindakan bedah pada katarak
A. Ekstraksi Katarak Intrakapsular (EKIK)
EKIK merupakan operasi katarak dengan membuang lensa dan kapsul secara
keseluruhan. EKIK cenderung dipilih pada kondisi katarak yang tidak stabil,
menggembung, hipermatur, dan terluksasi. Kontraindikasi mutlak untuk EKIK adalah
katarak pada anak-anak dan ruptur kapsul karena trauma. Sedangkan kontraindikasi
relatif EKIK adalah jika pasien merupakan penderita miopia tinggi, sindrom Marfan,
katarak Morgagni, dan vitreus masuk ke kamera okuli anterior.
Keuntungan EKIK adalah tidak diperlukan operasi tambahan karena membuang seluruh
lensa dan kapsul tanpa meninggalkan sisa, alat-alatnya relatif sederhana, lebih mudah
dilakukan, dan pemulihan penglihatan segera setelah operasi dengan menggunakan
kacamata +10D. Kerugian EKIK adalah penyembuhan luka yang lama karena besarnya
irisan yang dilakukan, merupakan pencetus astigmatisma, dan dapat menimbulkan iris
dan vitreus inkarserata.
B. Ekstraksi Katarak Ekstrakapsular (EKEK)
EKEK adalah teknik operasi katarak dengan membuang nukleus dan korteks lensa
melalui kapsula anterior. Pada operasi ini, kantong kapsul ditinggal sebagai tempat
untuk menempatkan lensa tanam. Keuntungan EKEK adalah dilakukan dengan irisan
kecil sehingga menyebabkan trauma yang lebih kecil pada endotel kornea,
menimbulkan astigmatisma lebih kecil dibandingkan EKIK, dan menimbulkan luka
yang lebih stabil dan aman. Operasi EKEK tidak boleh dilakukan apabila kekuatan
zonula lemah atau tidak cukup kuat untuk mendorong nukleus dan korteks lensa.
C. Small Incision Cataract Surgery (SICS)
Perbedaan yang nyata dengan EKEK adalah pada irisan operasi dilakukan dengan irisan
yang kecil sehingga hampir tidak membutuhkan jahitan pada luka insisi. Keunggulan
SICS dibanding EKEK adalah penyembuhan yang relatif lebih cepat dan risiko
astigmatisma yang lebih kecil.
Beberapa kriteria ideal untuk dilakukan manual SICS adalah pada kondisi kornea
dengan kejernihan baik, ketebalan normal, endotelium sehat, kedalaman bilik mata
depan cukup, dilatasi pupil yang cukup, zonula yang utuh, tipe katarak kortikal, atau
sklerosis nukleus derajat II dan III.
D. Ekstraksi Katarak Ekstrakapsular dengan Fakoemulsifikasi
Teknik operasi dengan fakoemulsifikasi menggunakan suatu alat disebut tip yang
dikendalikan secara ultrasonik untuk memecah nukleus dan mengaspirasi lensa,
sehingga berbeda dengan EKEK konvensional. Pada fakoemulsifikasi, luka akibat
operasi lebih ringan sehingga penyembuhan luka juga berlangsung lebih cepat.
Astigmat pasca bedah bisa diabaikan.
2,4

Perawatan pasca bedah
Jika digunakan tehnik insisi kecil, maka penyembuhan pasca operasi biasanya lebih pendek.
Pasien dapat bebas rawat jalan pada hari itu juga, tetapi dianjurkan untuk bergerak dengan
hati-hati dan menghindari peregangan atau mengangkat benda berat selama sekitar satu
bulan, olahraga berat jangan dilakukan selama 2 bulan. Matanya dapat dibalut selama
beberapa hari pertama pasca operasi atau jika nyaman, balutan dapat dibuang pada hari
pertama pasca operasi dan matanya dilindungi pakai kacamata atau dengan pelindung
seharian. Kacamata sementara dapat digunakan beberapa hari setelah operasi, tetapi
biasanya pasien dapat melihat dengan baik melui lensa intraokuler sambil menantikan
kacamata permanen (biasanya 6-8 minggu setelah operasi).
6

Selain itu juga akan diberikan obat untuk :
Mengurangi rasa sakit, karena operasi mata adalah tindakan yang menyayat maka
diperlukan obat untuk mengurangi rasa sakit yang mungkin timbul benerapa jam
setelah hilangnya kerja bius yang digunakan saat pembedahan.
Antibiotik mencegah infeksi, pemberian antibiotik masih dianggap rutin dan perlu
diberikan atas dasar kemungkinan terjadinya infeksi karena kebersihan yang tidak
sempurna.
Obat tetes mata streroid. Obat yang mengandung steroid ini berguna untuk
mengurangi reaksi radang akibat tindakan bedah.
Obat tetes yang mengandung antibiotik untuk mencegah infeksi pasca bedah.
7

Hal yang boleh dilakukan antara lain :
Memakai dan meneteskan obat seperti yang dianjurkan
Melakukan pekerjaan yang tidak berat
Bila memakai sepatu jangan membungkuk tetapi dengan mengangkat kaki keatas.
Yang tidak boleh dilakukan antara lain :
Jangan menggosok mata
Jangan membungkuk terlalu dalam
Jangan menggendong yang berat
Jangan membaca yang berlebihan dari biasanya
Jangan mengedan keras sewaktu buang air besar
Jangan berbaring ke sisi mata yang baru dibedah

KOMPLIKASI
Komplikasi pada kasus katarak meliputi komplikasi dari penyakit katarak itu sendiri dan
komplikasi dari pembedahan katarak.
Komplikasi dari katarak
1. Glaucoma fakomorfik. Pada katarak intumesen, terjadi pemecahan protein lensa
menjadi molekul yang lebih kecil sehingga air masuk ke dalam lensa sehingga
menyebabkan lensa membengkak. Lensa yang membengkak ini dapat menjadi sangat
besar dan dapat menutup sudut dari kamera okuli anterior sehingga menyebabkan
glaucoma fakomorfik. (termasuk dalam glaucoma sekunder sudut tertutup)
2. Glaucoma fakolitik. Pada katarak hipermatur, massa lensa berdegenerasi keluar dari
kapsul lensa sehingga lensa menjadi mengkerut. Massa lensa ini berperan sebagai
antigen yang kemudian mengakibatkan reaksi radang. Kemudian makrofag masuk ke
cairan akuos dan lensa dan memakan materi lensa. Debris protein dan sel-sel radang
yang tersangkut dalam anyaman trabekulum menghambat aliran keluar humor aqueous
sehingga meningkatkan tekanan intraocular sehingga terjadi glaucoma fakolitik.
(termasuk dalam glaucoma sekunder sudut terbuka.
3. Lens induced uveitis (phakoanaphylactic uveitis). Merupakan peradangan yang terjadi
pada uvea karena katarak hipermatur, dimana massa lensa mencair keluar dari kapsul
lensa, masuk ke kamera okuli anterior, dan menimbulkan reaksi radang karena
pembentukan antibody terhadap protein lensa. Peradangan ini dapat juga terjadi pada
rupture kapsul lensa karena trauma atau akibat komplikasi pembedahan. (RP)
4. Subluksasi atau Dislokasi Lensa
Pada stadium hipermatur, zonula zinii pada lensa dapat melemah dan rusak. Hal ini
menyebabkan subluksasi lensa, dimana sebagian zonula zinii tetap utuh dan terdapat
bagian sisa lensa, atau dislokasi, dimana seluruh bagian zonula zinii telah rusak dan
tidak ada sisa lensa
Komplikasi dari pembedahan katarak
1. Kebocoran vitreous. Jika kapsul posterior rusak pada saat pembedahan, vitreous gel
dapat masuk ke kamera okuli anterior (COA) yang dapat meningkatkan risiko
terjadinya glaucoma atau traksi retina. Keadaan ini membutuhkan alat untuk
mengaspirasi dan membuang gel (vitrectomy), dan tidak memungkinkan untuk segera
meletakkan IOL
2. Prolaps iris. Iris dapat menonjol keluar melalui bekas insisi segera setelah periode pos-
operative. Prolaps iris tampak sebagai area gelap di dekat tempat insisi. Bentuk pupil
berubah. Keadaan ini membutuhkan pembedahan yang tepat.
3. Endoftalmitis. Merupakan komplikasi yang serius dari katarak namun jarang terjadi
(<0.3%). Pasien datang dengan mata merah, nyeri, penurunan tajam penglihatan
biasanya beberapa hari setelah pembedahan, tampak hipopion di COA. Pasien
memerlukan tindakan oftalmologist segera, pengambilan sampel cairan aqueous dan
vitreous untuk analisis mikrobiologi dan pengobatan dengan antiobiotik intravitreus,
topical, dan sistemik.
4. Astigmatisme post-operatif. Terjadi karena jahitan insisi di kornea mengganggu
kurvatura kornea. Insisi yang kecil tanpa jahitan dengan teknik fakoemulsifikasi
menghilangkan komplikasi ini.
5. Edema macula kistoid. Makula menjadi edema setelah pembedahan, yang ditandai
dengan penurunan berat tajam penglihatan.
6. Ablasi retina. Terjadi 2-3% pasca EKIK dan 0.5-2% pasca EKEK. Risiko ablasi retina
meningkat pada rupture kapsul posterior diikuti hilangnya vitreous, myopia axial (>
25mm), dan riwayat ablasi retina pada mata satunya.
7. Opasifikasi kapsul posterior. Berkurangnya kejernihan kapsul posterior pada hampir
20% pasien post operatif katarak. Keadaan ini dapat terjadi karena sel epithelial residual
pada kapsul lensa yang intak membuat kekeruhan lagi pada kapsul posterior, (timbul
katarak sekunder post EKEK) sehingga pandangan menjadi kabur dan tampak silau.
Keadaan ini dapat diatasi dengan neodymium:yttrium-aluminum-garnet (Nd:YAG)
laser.
1,2,4


PENCEGAHAN
Katarak dapat dicegah, di antaranya dengan menjaga kadar gula darah selalu normal pada
penderita diabetes mellitus, senantiasa menjaga kesehatan mata, mengonsumsi makanan
yang dapat melindungi kelainan degeneratif pada mata dan antioksidan seperti buah-buahan
banyak yang mengandung vitamin C, minyak sayuran, sayuran hijau, kacang-kacangan,
kecambah, buncis, telur, hati dan susu yang merupakan makanan dengan kandungan vitamin
E, selenium, dan tembaga tinggi.
Vitamin C dan E dapat memperjelas penglihatan. Vitamin C dan E merupakan antioksidan
yang dapat meminimalisasi kerusakan oksidatif pada mata, sebagai salah satu penyebab
katarak. Hasil penelitian yang dilakukan terhadap 3.000 orang dewasa selama lima tahun
menunjukkan, orang dewasa yang mengonsumsi multivitamin atau suplemen lain yang
mengandung vitamin C dan E selama lebih dari 10 tahun, ternyata risiko terkena katarak
60% lebih kecil.
Seseorang dengan konsentrasi plasma darah yang tinggi oleh dua atau tiga jenis antioksidan
( vit C, vit E, dan karotenoid) memiliki risiko terserang katarak lebih rendah dibandingkan
orang yang konsentrasi salah satu atau lebih antioksidannya lebih rendah.
Hasil penelitian lainnya yang dilakukan Farida (1998-1999) menunjukkan, masyarakat yang
pola makannya kurang riboflavin (vitamin B2) berisiko lebih tinggi terserang katarak.
Menurut Farida, ribovlafin memengaruhi aktivitas enzim glutation reduktase. Enzim ini
berfungsi mendaur ulang glutation teroksidasi menjadi glutation tereduksi, agar tetap
menetralkan radikal bebas atau oksigen.

PROGNOSIS
Dengan kecanggihan teknologi di bidang medis khususnya penanganan katarak, sangat kecil
kemungkinan terjadinya komplikasi pada perjalanan penyakit katarak. Bedah katarak
dikatakan memiliki risiko sangat kecil untuk terjadinya komplikasi, dan membuat prognosis
pada penyakit katarak ini menjadi baik. Yang terpenting adalah pengetahuan dan kesadaran
si penderita untuk segera memeriksakan diri ke dokter dan menjalani bedah katarak.
1,5






PEMBAHASAN

Diagnosa katarak senilis imatur pada kasus ini ditegakkan berdasarkan anamnesa,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan oftalmologis.
Dari anamnesa, didapatkan bahwa katarak senilis matur terjadi pada mata kanan dan kiri
dimana tajam penglihatan pasien menurun dan pasien melihat seperti kabut, terutama pada
mata kiri pasien. Pasien pun merasa silau saat melihat cahaya dan semakin lama semakin
mengganggu aktifitas pasien. Usia pasien pun sudah memasuki 50 tahun. Hal ini sesuai
dengan teori katarak senilis imatur dimana katarak terjadi karena proses degeneratif dengan
gejala klinis mata tenang visus turun perlahan.
Dari pemeriksaan oftalmologis, ditemukan mata kiri visusnya 1/60, lensa tampak keruh tipis
dan shadow test (+). Hal ini sesuai dengan jenis katarak senilis tipe imatur. Sedangkan mata
kanan visusnya 4/60, lensa tampak keruh tipis dan shadow test (+). Hal ini sesuai dengan
jenis katarak senilis tipe imatur.
Pengobatan yang diberikan adalah operasi Ekstraksi Katarak Ekstra Kapsular (EKEK)
dengan fakoemulsifikasi + IOL, dan harus rutin kontrol ke poli setelah seminggu untuk
menilai perbaikan luka, pemeriksaan visus, dan komplikasi pasca operasi.









DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas, S., Yulianti, S.R. Ilmu penyakit mata. Edisi ke-4. Cetakan ke-1. Jakarta: Balai
Penerbit FK UI; 2006. h.204-16.
2. Riordan-Eva, P., Whitches, J.P. [editor]. Vaughan & asburys oftalmologi umum
[terjemahan]. Edisi ke-17. Jakarta: EGC; 2009.h.169-176.
3. Kanski, J.J., Bowling, B. Clinical ophthalmology: a systematic approach [e-book]. Edisi
ke-7. China: Elsevier Saunders; 2011.h.270-303.
4. Morosidi, S.A., Paliyama, M.F. Ilmu penyakit mata. Jakarta: FK Ukrida; 2011.59-60.
5. Suhardjo, Hartono [editor]. Ilmu Kesehatan Mata. Edisi pertama. Cetakan pertama.
Yogyakarta: Bagian Ilmu Penyakit Mata FK UGM; 2007.h.85-101.
6. Vaugan G. D, Asbury T, Eva R.P. (2000). Oftalmologi umum. Bab.20 lensa hal 401-
406. Edisi 14. Widya medika : Jakarta.
7. Wijana, Nana S.D, Ilmu Penyakit Mata, Cetakan ke-6, Penerbit Abadi Tegal, Jakarta,
1993 : 190-196

Anda mungkin juga menyukai