Anda di halaman 1dari 18

APLIKASI MODEL KONSEPTUAL ADAPTASI SELF CARE OREM DAN

TRANSKULTURAL LEININGER PADA ASUHAN KEPERAWATAN NY.X


DENGAN POST PARTUM FISIOLOGIS DI RUANG NIFAS
RSD dr. SOEBANDI JEMBER

I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Perumusan Masalah
C. Tujuan

II. KONSEP TEORI
A. NIFAS NORMAL
1. Definisi
Adalah masa sesudah persalinan dimulai setelah kelahiran plasenta dan
berakhirnya ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum
hamil, masa nifas berlangsung selama 6 minggu (Pelayanan Kesehatan
Maternal dan Neonatal, 2007).

Adalah masa sesudah persalinan yang diperlukan untuk pulihnya kembali
alat kandungan yang lamanya 6 minggu. (Obstetri Fisiologi, 1983)

2. Periode
Masa nifas dibagi dalam 3 periode:
a. Early post partum
Dalam 24 jam pertama.
b. Immediate post partum
Minggu pertama post partum.
c. Late post partum
Minggu kedua sampai dengan minggu keenam.



3. Tanda dan Gejala
a. Perubahan Fisik
1) Sistem Reproduksi
a) Uterus
i. Involusi uterus: Kembalinya uterus ke kondisi normal
setelah hamil
No Waktu TFU Konsistensi After pain Kontraksi
1.


2.


3.


4.
Segera setelah
lahir
1 jam setelah
lahir
12 jam setelah
lahir
setelah 2 hari
Pertengahan simpisis
dan umbilikus
Umbilikus

1 cm di atas pusat

Turun 1 cm/hari


Lembut
Terjadi





Berkurang

ii. Lochea
Komposisi
Jaringan endometrial, darah dan limfe.
Tahap
- Rubra (merah) : 1-3 hari.
- Serosa (pink kecoklatan)
- Alba (kuning-putih) : 10-14 hari
Lochea terus keluar sampai 3 minggu.
Bau normal seperti menstruasi, jumlah meningkat
saat berdiri.
Jumlah keluaran rata-rata 240-270 ml.
iii. Siklus Menstruasi
Ibu menyusui paling awal 12 minggu rata-rata 18
minggu, untuk itu tidak menyusui akan kembali ke
siklus normal.


iv. Ovulasi
Ada tidaknya tergantung tingkat proluktin. Ibu
menyusui mulai ovulasi pada bulan ke-3 atau lebih.
Ibu tidak menyusui mulai pada minggu ke-6 s/d
minggu ke-8. Ovulasi mungkin tidak terlambat,
dibutuhkan salah satu jenis kontrasepsi untuk
mencegah kehamilan.
v. Servix
Segera setelah lahir terjadi edema, bentuk distensi
untuk beberapa hari, struktur internal kembali dalam 2
minggu, struktur eksternal melebar dan tampak
bercelah.
vi. Vagina
Nampak berugae kembali pada 3 minggu, kembali
mendekati ukuran seperti tidak hamil, dalam 6 sampai
8 minggu, bentuk ramping lebar, produksi mukus
normal dengan ovulasi.
vii. Perineum
Laserasi/episiotomy : penyembuhan dalam 2 minggu.
Laserasi :
TK I : Kulit dan strukturnya dari permukaan s/d
otot
TK II : Meluas sampai dengan otot perineal
TK III : Meluas sampai dengan otot spinkter
TK IV : melibatkan dinding anterior rektal


b) Payudara
Payudara membesar karena vaskularisasi dan engorgement
(bengkak karena peningkatan prolaktin pada hari I-III). Pada
payudara yang tidak disusui, engorgement akan berkurang
dalam 2-3 hari, puting mudah erektil bila dirangsang. Pada
ibu yang tidak menyusui akan mengecil pada 1-2 hari.
c) Sistem Endokrin
i. Hormon Plasenta
HCG (-) pada minggu ke-3 post partum, progesteron
plasma tidak terdeteksi dalam 72 jam post partum normal
setelah siklus menstruasi.
ii. Hormon pituitari
Prolaktin serum meningkat terjadi pada 2 minggu pertama,
menurun sampai tidak ada pada ibu tidak menyusui FSH,
LH, tidak ditemukan pada minggu I post partum.
d) Sistem Kardiovaskuler
a. Tanda-tanda vital
Tekanan darah sama saat bersalin, suhu meningkat karena
dehidrasi pada awal post partum terjadi bradikardi.
b. Volume darah
Menurun karena kehilangan darah dan kembali normal 3-4
minggu
Persalinan normal : 200 500 cc, sesaria : 600 800 cc.
c. Perubahan hematologik
Ht meningkat, leukosit meningkat, neutrophil meningkat.
d. Jantung
Kembali ke posisi normal, COP meningkat dan normal 2-3
minggu.
e) Sistem Respirasi
Fungsi paru kembali normal, RR : 16-24 x/menit,
keseimbangan asam-basa kembali setelah 3 minggu post
partum.
f) Sistem Gastrointestinal
i. Mobilitas lambung menurun sehingga timbul konstipasi.
ii. Nafsu makan kembali normal.
iii. Kehilangan rata-rata berat badan 5,5 kg.
g) Sistem Urinaria
i. Edema pada kandung kemih, urethra dan meatus
urinarius terjadi karena trauma.
ii. Pada fungsi ginjal: proteinuria, diuresis mulai 12 jam.
Fungsi kembali normal dalam 4 minggu
h) Sistem Muskuloskeletal
Terjadi relaksasi pada otot abdomen karena terjadi tarikan
saat hamil. Diastasis rekti 2-4 cm, kembali normal 6-8
minggu post partum.
i) Sistem Integumen
Hiperpigmentasi perlahan berkurang
j) Sistem Imun
Rhesus incompability, diberikan anti RHO imunoglobin
b. Perubahan Psikologis
a. Perubahan peran, sebagai orang tua.
b. Attachment yang mempengaruhi dari faktor ibu, ayah dan bayi.
c. Baby Blues merupakan gangguan perasaan yang menetap,
biasanya pada hari III dimungkinkan karena turunnya hormon
estrogen dan pergeseran yang mempengaruhi emosi ibu.
4.

B. Konsep Model Self CareOrem
1. Pengertian
Adalah suatu pelaksanaan kegiatan yang diprakarsai dan dilakukan oleh
individu itu sendiri untuk memenuhi kebutuhan guna mempertahankan
kehidupan, kesehatan dan kesejahteraannya sesuai keadaan, baik sehat
maupun sakit (Orems, 1980).

Pada dasarnya diyakini bahwa semua manusia itu mempunyai kebutuhan-
kebutuhan self care dan mereka mempunyai hak untuk mendapatkan
kebutuhan itu sendiri, kecuali bila tidak mampu.

2. Kategori self care
Model Orems, meyebutkan ada beberapa kebutuhan self care atau yang
disebutkan sebagai keperluan self care (sefl care requisite), yaitu :
a. Universal self care requisite
Keperluan self care universal ada pada setiap manusia dan berkaitan
dengan fungsi kemanusian dan proses kehidupan, biasanya mengacu pada
kebutuhan dasar manusia. Universal self care requisite yang
dimaksudkan adalah pemeliharaan kecukupan intake udara, pemeliharaan
kecukupan intake cairan, pemeliharaan kecukupan intake makanan,
pemeliharaan keseimbangan antara aktivitas dan istirahat, pemeliharaan
keseimbangan antara solitut dan interaksi sosial, Mencegah ancaman
kehidupan manusia, fungsi kemanusiaan dan kesejahteraan manusia,
persediaan asuhan yang berkaitan dengan proses-proses eleminasi dan
exrement, meningkatkan fungsi human fungtioning dan perkembangan
kedalam kelompok sosial sesuai dengan potensi seseorang, keterbatasan
seseorang dan keinginan seseorang untuk menjadi normal.




b. Developmental self care requisite
Terjadi berhubungan dengan tingkat perkembangan individu dan
lingkungan dimana tempat mereka tinggal, yang berkaitan dengan
perubahan hidup seseorang atau tingkat siklus kehidupan.

c. Health Deviation self care requisite
Timbul karena kesehatan yang tidak sehat dan merupakan kebutuhan-
kebutuhan yang menjadi nyata karena sakit atau ketidakmampuan yang
menginginkan perubahan dalam perilaku self care.

Orems mendiskripsikan dua kategori sebagai keperluan self care (self
care requisites), dan ini timbul dari pengaruh peristiwa-peristiwa pada
keperluan universal self care antara lain: Sewaktu ada keinginan untuk
mengasuh dirinya sendiri dan seseorang itu mampu untuk menemukan
keinginannya, maka self care itu dimungkinkan. Tetapi bila keinginan itu
lebih besar dari kapasitas individual atau kemampuan untuk
menemukannya, terjadilah ketidak seimbangan dan ini dikatakan sebagai
self care deficit.

3. Fokus Asuhan Keperawatan
Fokus asuhan keperawatan pada Model Orems yang diterapkan pada praktek
keperawatan keluarga / komunitas adalah :
a. Aspek Interpersonal
b. Hubungan didalam keluarga
c. Aspek Sosial
d. Hubungan keluarga dengan masyarakat di sekitar-nya.
e. Aspek Prosedural
Melatih ketrampilan dasar keluarga sehingga mampu mengantisipasi
perubahan yang terjadi.


f. Aspek Teknis
Mengajarkan kepada keluarga tentang teknik dasar yang dilakukan
dirumah, misalnya melakukan tindakan kompres secara benar.

4. Pengetahuan dan Ketrampilan dalam Praktek
Perawat menolong klien untuk menemukan kebutuhan self care dengan
menggunakan tiga kategori dalam sistem keperawatan dan melalui lima
metode bantuan.
a. Kategori Bantuan
1) Wholly Compensatory
Bantuan secara keseluruhan, dibutuhkan untuk klien yang tidak
mampu mengontrol dan memantau lingkungannya dan tidak berespon
terhadap rangsangan.
2) Partially Compensatory
Bantuan sebagian, dibutuhkan bagi klien yang mengalami
keterbatasan gerak karena sakit atau kecelakaan.
3) Supportive Education
Dukungan pendidikan dibutuhkan oleh klien yang memerlukannya
untuk dipelajari, agar mampu melakukan perawatan mandiri.
b. Metode Bantuan
Perawat membantu klien dengan menggunakan sistem dan melalui lima
metode bantuan yang meliputi :
1) Acting atau melakukan sesuatu untuk klien
2) Mengajarkan klien
3) mengarahkan klien
4) Mensupport klien
Menyediakan lingkungan untuk klien agar dapat tumbuh dan berkembang


C. Teori Konsep Model Transkultural Leininger
Teori Keperawatan Transkultural menekankan pentingnya peran perawat dalam
memahami budaya klien baik individu, keluarga, kelompok, maupun masyarakat.
Karena dengan memahaminya maka dapat mencegah terjadinya culture shock
maupun cultur imposition. Cultur shock terjadi saat pihak luar (perawat)
mencoba mempelajari atau beradaptasi secara efektif dengan kelompok budaya
tertentu (klien), dimana klien merasakan perasaan tidak nyaman, gelisah dan
disorientasi karena perbedaan nilai budaya, keyakinan dan kebiasaan. Sedangkan
Cultur Imposition adalah kecenderungan tenaga kesehatan (perawat), baik
secara diam-diam maupun terang-terangan, memaksakan nilai-nilai budaya,
keyakinan dan kebiasaan/perilaku yang dimilikinya kepada individu, keluarga,
atau kelompok dari budaya lain karena mereka meyakini bahwa budayanya lebih
tinggi daripada budaya dari kelompok lain.

Leininger menggambarkan teori keperawatan transkultural matahari terbit,
sehingga disebut juga sebagai sunrise model. Sunrise model ini melambangkan
esensi keperawatan transkultural yang menjelaskan bahwa sebelum memberikan
keperawatan kepada klien, perawat terlebih dahulu harus mempunyai
pengetahuan mengenai pandangan dunia tentang dimensi budaya serta struktur
sosial yang berkembang di berbagai belahan dunia. Dimensi budaya dan stuktur
sosial tersebut menurut Leininger dipengaruhi oleh 7 faktor yaitu: teknologi,
agama dan falsafah hidup, politik dan hukum, ekonomi dan pendidikan. Jika
disesuaikan dengan proses keperawatan, ketujuh faktor tersebut masuk kedalam
level pertama yaitu tahap pengkajian.

Peran perawat pada transkultural nursing teori adalah menjembatani antara
sistem perawatan yang dilakukan masyarakat awam dengan sistem perawatan
profesional melalui asuhan keperawatan. Tindakan keperawatan yang diberikan
kepada klien harus tetap memperhatikan tiga prinsip, yaitu; 1) Culture Care
Preservation/maintenance, yaitu prinsip membantu, memfasilitasi, atau
memperhatikan fenomena budaya guna membantu individu menentukan tingkat
kesehatan dan gaya hidup yang diinginkan, 2) Culture Care
accommodation/negotiation, yaitu prinsip membantu, memfasilitasi, atau
memperhatikan fenomena budaya ada, yang merefleksikan cara-cara beradaptasi,
bernegosiasi, atau mempertimbangkan kondisi kesehatan dan gaya hidup
individu atau klien, dan 3) Culture Care repaterning/restructuring, yaitu prinsip
merekontruksi atau mengubah desain untuk membantu memperbaiki kondisi
kesehatan dan pola hidup klien ke arah yang lebih baik.

Fokus intervensi dalam Praktek keperawatan transkultural adalah membina
hubungan saling percaya melalui penghargaan terhadap nilai-nilai budaya,
agama, dan sosial serta mengatasi masalah/konflik melalui pendekatan budaya
klien. Oleh karena itu peran Ners dalam keperawatan menurut Leininger adalah;
memberi intervensi keperawatan berdasarkan praktek asuhan budaya klien,
memahami bahwa dalam memberikan asuhan keperawatan harus disadari
pentingnya keperawatan transkultural karena budaya setiap individu berbeda,
dan memberi dukungan pada klien dan keluarga untuk mempertahankan
keyakinan dan tradisi dalam budayanya.

D. Relevansi Teori


III. PATHWAY

Post Partum

Perubahan pola
peran
Gangguan
pemenuhan ADL
Penambahan anggota
baru
Fase letinggo
Nyeri akut Resti infeksi
Tak terpenuhi
Kelemahan fisik
Luka jahitan
perinium
Fase taking hold
Proses parenting Reva rubing
mekanis
Episiotomi
( insisi )
Psikologis
Fase taking in
Terputusnya
inkontinyuitas
jaringan
IV. KONSEP KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Monitor Keadaan Umum Ibu
a. Jam I : tiap 15 menit, jam II tiap 30 menit
b. 24 jam I : tiap 4 jam
c. Setelah 24 jam : tiap 8 jam
2. Monitor Tanda-tanda Vital
3. Payudara
Produksi kolustrum 48 jam pertama.
4. Uterus
Konsistensi dan tonus, posisi tinggi dan ukuran.
5. Kandung Kemih dan Output Urine
Pola berkemih, jumlah distensi, dan nyeri.
6. Bowel
Pergerakan usus, hemoroid dan bising usus.
7. Lochea
Tipe, jumlah, bau dan adanya gumpalan.
8. Perineum
Episiotomi, laserasi dan hemoroid, memar, hematoma, edema, kontraksi
sfinkter, discharge dan approximation. Kemerahan menandakan infeksi.
9. Ekstremitas
Tanda Homan, periksa redness, tenderness, warna.
10. Diagnostik
Jumlah darah lengkap, urinalisis.

B. Perubahan Psikologis
1. Peran Ibu meliputi:
Kondisi Ibu, kondisi bayi, faktor sosial-ekonomi, faktor keluarga, usia ibu,
konflik peran.
2. Baby Blues:
Mulai terjadinya, adakah anxietas, marah, respon depresi dan psikosis.
3. Perubahan Psikologis
a. Perubahan peran, sebagai orang tua.
b. Attachment yang mempengaruhi dari faktor ibu, ayah dan bayi.
c. Baby Blues merupakan gangguan perasaan yang menetap, biasanya pada
hari III dimungkinkan karena turunnya hormon estrogen dan pergeseran
yang mempengaruhi emosi ibu.

C. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut b.d. laserasi jariangan perineum.
2. Gangguan integritas jaringan b.d. episiotomi, laserasi jaringan perineum.
3. Resiko tinggi infeksi b.d. gangguan integritas kulit.
4. Gangguan pola tidur b.d. ketidaknyamanan fisik, kebutuhan minum anak.
5. Resiko tinggi gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d.
peningkatan kebutuhan untuk menyusui.
6. Resiko tinggi konstipasi b.d. ketidaknyamanan perineal dan peristaltik
yang lemah.
7. Resiko tinggi gangguan eliminasi urine: retensi urine b.d. edema pemeal,
trauma perineal.
8. Resiko tinggi kekurangan volume cairan dan elektrolit b.d. kehilangan
darah, penurunan intake oral.
9. Cemas b.d. kurangnya pengetahuan tentang perawatan bayi/ibu, kondisi
bayi/ibu.
Resiko tinggi perubahan ikatan/peran b.d. konflik tentang bayinya.

D. Rencana Keperawtan
1. Gangguan rasa nyaman : nyeri b.d. episiotomi, laserasi.
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam nyeri
berkurang.
KH :
a. Klien menyatakan nyeri berkurang dengan skala nyeri 3-4.
b. Klien tampak rileks, ekspresi wajah tidak tegang, klien bisa tidur
nyaman.
c. Tanda-tanda vital dalam batas normal:
Suhu 36-37 C, N 60-100 x/menit, R 16-24 x/menit, TD 120/80 mmHg.
Intervensi :
a. Tentukan adanya lokasi dan sifat serta skala nyeri.
R : Sebagai bahan acuan untuk penentuan jenis intervensi yang
selanjutnya akan diberikan
b. Inspeksi perbaikan jarungan perineum, dan episiotomi.
R : Perbaikan jaringan perineum akan mempengaruhi sifat dan skala
nyeri yang dirasakan oleh klien
c. Ciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman.
R : Memberikan efek relaksasi pada klien
d. Ajarkan klien teknik relaksasi dan distraksi (teknik napas panjang dan
dalam, mengalihkan perhatian).
R : Mengelihkan focus klien terhadap nyerinya akan membantu
mengurangi sensansi nyeri klien
e. Kolaborasi pemberian analgesic pada tim medis
R : Memutuskan jaras nyeri
f. Monitor tanda-tanda vital.
R : tanda-tanda vital digunakan untuk memonitor nyeri secara objektif
setelah berespon terhadap intervensi yang telah diberikan
sebelumnya

2. Gangguan Integritas Jaringan b.d. Episiotomi, Laserasi
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam, integritas
jaringan meningkat.
Kriteria Hasil :
a. Luka episiotomi menunjukkan tanda penyembuhan sesuai proses (tahap-
tahap penyembuhan luka)
b. Tidak ditemukan tanda-tanda infeksi / tanda REEDA (-)

Intervensi :
a. Monitor episiotomi akan kemerahan, edema, memar, hematoma,
keutuhan (sambungan dan pendarahan).
R : Mengetahui tanda-tanda infeksi yang dapat menghambat penyatuan
jaringan perineum
b. Kaji nilai, dan kepercayaan klien terhadap luka nivas yang dimiliki
R : mengetahui nilai yang dapat mendukung atau menghambat perbaikan
kondisi klien, khususnya luka jaringan yang ada
c. Anjurkan klien untuk tidak menghindari makanan yang berprotein tinggi,
seperti telor dan ikan.
R : Beberapa kelompok masyarakat percaya bahwa mengkonsumsi telor
atau ikan dapat menghambat penyembuhan luka
d. Berikan kompres es, untuk menurunkan edema.
R : Pada fase akut, pemberian es akan membantu vasokonstriksi pembulu
darah setempat yang akan mengurangi edema jaringan
e. Berikan penghangat (rendam pantat) 3-4 x/hari, setelah 24 jam untuk
meningkatkan vaskularisasi.
R : Pemberian kalor akan membuat vaskularisasi meningkat akibat
vasodilatasi pembulluh darah
f. Lakukan perawatan episiotomi setiap hari.
R : Mencegah infeksi dan mempercepat perbaikan jaringan
g. Ajarkan pada klien untuk menjaga kebersihan dan terutama daerah
genetalia secara mandiri
R : memaksimalkan potensi dan kemampuan selfcare klien
h. Kolaborasi dengan tim gizi pemberian diit TKTP
R : memenuhi kebutuhan nutirisi untuk perbaikan jaringan klien




3. Resiko tinggi infeksi b.d gangguan integritas kulit
Tujuan: Tidak terjadi infeksi.
Kriteria Hasil:
a. Luka bebas dari infeksi
b. Tidak timbul tanda-tanda infeksi
c. Tanda-tanda vital dalam batas normal
Intervensi:
a. Kaji riwayat prenatal dan intranatal
R : Mengetahui fakstor yang bisa menjadi pencetus terjadinya infeksi
b. Kaji tanda-tanda vital
R : Indikator objektiv terhadap reaksi adanya infeksi dalam tubuh
c. Kaji lokasi dan kontraktilitas uterus
R : Mendeteksi adanya riwayat HPP karena hipotonia uteri yang juga
dapat menyebabkan infeksi
d. Catat jumlah, warna, bau, dan konsistensi lochea
R : indicator adanya infeksi intravaginal
e. Inspeksi sisi perbaikan episiotomy
R : adanya infeksi dapat dicirikan oleh penyambungan jaringan epis yang
buruk


DAFTAR PUSTAKA


Doengoes, E. Marilyn, Rencana Perawatan Maternal/Bayi, Edisi 2, 2001, EGC,
Jakarta.
FKUI, Buku Pedoman Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal,
Cetakan 1, 2002, Yayasan Bina Pustaka: Jakarta.
FKUI, Ilmu Kebidanan, Edisi 3, 1999, Yayasan Bina Pustaka: Jakarta.
FKUI, Obstetri Fisiologi, 1993, E. Leman: Bandung.
Manuaba Ilmu kebidanan, (1998) Penyakit kandungan, dan Keluarga Berencana
untuk Pendidik Bidan, Jakarta; EGC

Persis Mary Hamilton, Dasar-dasar Keperawatan Maternitas, 1995, EGC, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai